NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Boku o Futta Oshiego Ga, 1-Shuukan-Goto ni Derete Kuru Rabu Kome V1 Chapter 1.3

 

Penerjemah: Rion 

Proffreader: Rion


Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.

Jangan lupa juga join ke DC, IG, WhatsApp yang menerjemahkan light novel ini, linknya ada di ToC ini.


Chapter 1.3 - [ Agustus ③ ] Kunjungan Rumah Pertama


Mulai dari sekarang, aku akan bekerja sebagai tutor untuk les privat Mebuki Hinata, seorang siswa yang sedang mempersiapkan diri untuk ujian masuk SMA.

Pada siang hari menjelang sore, aku mulai menyiapkan peralatan tulis dan dokumen untuk les, lalu segera bersiap-siap untuk pergi. 

Setelah bingung memikirkan pakaian apa yang akan dikenakan, aku akhirnya memutuskan untuk mengenakan seragam sekolah. Meskipun terlihat seperti siswa, setidaknya aku tak perlu lagi memikirkan pakaian berbeda setiap minggu untuk setiap sesi mengajar.

Dan begitulah, pada hari akhir musim panas, aku akhirnya datang berkunjung menuju ke rumah Mebuki-san. 

Jaraknya sekitar 20 menit naik bus yang melintas antar kota. Cukup jauh memang, namun jika aku berangkat dari rumah tepat waktu, perjalanan tidak terasa selama itu.

Aku turun di halte bus dan berjalan di sepanjang jalan perumahan selama sekitar lima menit hingga akhirnya tiba di depan rumah Mebuki-san.

"Dia tinggal, di tempat seperti ini.....?"

Meskipun aku telah merasakan bahwa mungkin dia memang datang dari keluarga berada saat berinteraksi dengannya, namun saat ini rumahnya terlihat lebih mewah dari yang aku bayangkan. 

Berlokasi di lingkungan perumahan yang tenang, berdiri rumah dua lantai dengan jendela besar dan atap datar menunjukkan desain yang elegan, memberikan kesan keluarga yang cukup mapan.

Sambil menatap bangunan dari depan gerbang, tiba-tiba aku merasa ragu. 

Sebelumnya, Mebuki-san mengatakan bahwa dia memilihku sebagai guru privat karena masalah keuangan dan fakta dirinya yang berhenti dari tempat kursus.

Namun, jika melihat tampilan bangunan rumahnya sekarang... rasanya cukup tidak mungkin kalau mereka memiliki masalah keuangan.

Meskipun tentu saja, terkadang penampilan bisa menipu... Tapi, apakah benar-benar seburuk itu? Sampai-sampai dia tidak mampu membayar biaya kursusnya?

Sebenarnya, biaya kursus, 'Ichiban Goukaku' seharusnya memiliki tarif cukup terjangkau, yang bahkan cukup mampu untuk dibayar anggota dari keluarga biasa sepertiku.

Mengesampingkan hal itu, tidak ada gunanya menyelidiki masalah keuangan orang lain. Yang harus aku lakukan saat ini adalah melakukan apa yang telah ditugaskan kepadaku.

Menunggu beberapa saat setelah menekan bel interkom, sebuah respon akhirnya datang.

"Selamat siang, aku Wakabano Eito, tutor untuk les privatmu."

"Aku sudah menunggumu, Sensei! Aku akan keluar, tolong tunggu sebentar ya!"

Tak lama kemudian, pintu depan terbuka, dan Mebuki-san muncul dari sana. Dia mengenakan rok panjang di bawah blus yang rapi, berlari ke arah gerbang.

Sebelumnya, setiap kali bertemu Mebuki-san di tempat kursus, dia selalu mengenakan seragam. Pakaian sehari-hari yang pertama kali aku lihat padanya menciptakan kesan kesegaran yang baru bagi mataku.

"Selamat datang! Haha, rasanya aneh mengundang sensei ke rumah. Jika itu satu tahun yang lalu, aku bahkan sama sekali tak bisa membayangkan kejadian seperti ini."

"Sama sepertimu, aku juga tak pernah menyangka bahwa aku akan mengajar dengan serius sebagai seorang tutor."

Saat kami berbicara, keringat mulai bercucuran di dahi. 

Mengingat bahwa aku baru saja berjalan beberapa menit dari halte bus di bawah sinar matahari musim panas, hal ini sangat wajar. 

Sambil mencoba menghapus keringat dengan sapu tangan yang ada di saku, aku menyadari sesuatu.

"Eh? Aku lupa membawa sapu tangan... yah, terserahlah."

Aku meraih lenganku, mencoba mengelap dahi yang berkeringat dengan seragam berlengan pendek.

"Tidak, tidak boleh! Nanti seragamnya kotor tahu!"

Mebuki-san buru-buru meraih dan menjauhkannya dari dahiku. Dia mengambil sapu tangan dari sakunya sendiri, dan mulai mengelap keringat di dahiku. Baik dan ramah, itulah dia. 

Lembut, aku tak bisa mengabaikan sensasi saat jari-jemarinya mulai menyentuhku.

"Diluar sangat panas, jadi mari masuk cepat."

Setelah dia memanduku masuk, aku menemukan bahwa interior rumah ini terlihat sama mewahnya seperti penampilan eksteriornya; sebuah ruang dalam yang tenang dengan sentuhan gaya Barat.

Di dinding pintu masuk, tergantung foto yang diambil di luar negeri. Di bawah langit biru yang cerah, pegunungan yang megah membentang di seberang pedesaan yang damai. Seolah-olah mengelilingi aktivitas manusia dengan lembut, fondasi alam itu tegak berdiri dengan megah.

"Ini, foto yang diambil ayahku."

Aku sudah mengamatinya selama beberapa waktu ketika tanpa sadar, Mebuki-san tiba-tiba menjelaskan kepadaku.

"Ayah seorang fotografer pemandangan. Berkeliling dunia, dia mengambil gambar alam di berbagai tempat. Dia bahkan rela menginap selama beberapa hari di penginapan desa ataupun perkemahan hanya untuk menangkap satu momen paling indah."

"Semuanya momen berharga, rasanya sulit mengalihkan pandangan dari mereka."

"Saat ini ayahku bekerja di luar negeri dan tidak akan pulang hingga bulan depan. Setelah itu, dia pasti akan pergi lagi. Kuharap dia bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya."

Meskipun menunjukkan wajah marah dan kesal, terlihat jelas bahwa jauh di lubuk hatinya, dia sangat mencintai ayahnya.

Setelah itu, aku dibawa ke ruang tamu di lantai pertama. Di tengah-tengah ruangan, terdapat sofa dan meja kaca, sedangkan di tepi dinding, terdapat televisi besar. 

Melalui pintu kaca yang terbuka lebar, terlihat taman kecil dengan sinar matahari yang menerangi dedaunannya.

"Aku akan memanggil ibu, jadi silakan duduk dan tunggu sebentar." 

Aku mulai duduk di sofa saat dia meninggalkan ruangan.

Meskipun aku sudah berjanji menjadi tutor privat nya, ini masihlah belum menjadi kontrak resmi. 

Ada satu hambatan lagi yang harus kami lewati sebelum itu: persetujuan orang tua Mebuki Hinata sendiri. 

Sebagai seorang tutor ataupun guru privat, aku dipekerjakan oleh orang tua siswa. Aku harus melakukan wawancara dengan orang tua Mebuki-san, dan jika mendapat persetujuan, barulah aku resmi menjadi tutor untuk les privatnya.

Tak lama kemudian, aku mendengar langkah kaki, dan pintu ruang tamu terbuka. Mebuki-san datang membawa nampan dengan tiga gelas dan meletakkan satu per satu teh yang berisi es diatas meja.

Seorang wanita dewasa datang masuk setelahnya. Tampaknya, dia lah ibu Mebuki-san.


🔸◆🔸


Kesan pertama yang kudapatkan waktu pertama kali melihatnya adalah... 'cantik'.

Hanya dengan kehadirannya di ruang tamu, keanggunan ruangan indah ini terasa meningkat.

Dia mengenakan blus biru tua dengan rambut yang dipotong bob.

Dengan hidup mancung dan mata yang tampak tegas, aku... tidak tahu persis berapa usianya.

Meski terlihat seperti wanita berusia berusia 30 tahunan, dia adalah orang tua dari seorang siswa SMP, jadi pada kenyataannya dia mungkin jauh lebih tua daripada itu.

Ada sedikit kehadiran Mebuki-san yang terasa dalam dirinya, tetapi dibandingkan dengan tampilan polos Mebuki-san, ibunya terlihat jauh lebih kuat.

Dia duduk di sofa seberang dan menatap, untuk menilai kedatangan tamu yang tiba-tiba ini.

Menundukkan kepala, aku merasa tegang.

"Saya Wakabano Eito. Senang bertemu dengan Anda."

"Wah, kau masih muda sekali ya. Siswa SMA?"

"Saya siswa tahun pertama di SMA Tokinosaki. Sebelumnya, saya mengikuti kursus di 'Ichiban Goukaku' dan berhenti setelah lulus, karena ingin membantu siswa yang akan menghadapi ujian, saya akhirnya mendaftar di pusat guru privat."

"Tentang Hinata, hubungan apa yang kau miliki dengannya?"

"Hinata-san dan saya bertemu saat masih di tempat kursus yang sama. Karena saya satu tahun lebih tua, saya pernah memberikan beberapa saran tentang belajar ke Hinata-san. Itulah sebabnya kali ini, saya diundang sebagai tutor untuk les privatnya."

"Hanya itu?"

Ibunya tampak meragukan ucapanku, dia menatap dengan mata yang agak menyipit. Ini tak mengherankan, jika ada lawan jenis yang seumuran dengan anak perempuannya yang datang ke rumah, hati seorang ibu pasti sangat khawatir.

"Ibu!"

Mebuki-san, yang duduk di sofa sebelahku, angkat bicara.

"Hubunganku dengan Wakabano-san bukan seperti yang ibu pikirkan! Ingat kenaikan nilai yang tiba-tiba terjadi saat musim gugur lalu? Itu hasil dari pelajaran yang diajarkan Wakabano-san!"

Sambil mendengarkan, aku merasakan sedikit rasa sakit di dada. 

Aku pernah menyatakan cinta kepada Mebuki-san. Hubungan kami bukanlah hubungan murni belajar saja.

Namun, perkataan Mebuki-san juga bukan kebohongan semata. Lagipula, Mebuki-san dengan jelas menolak cintaku, dan aku... menerima jawaban itu.

Setelah menganggap cinta sebagai sesuatu yang telah lama berlalu, kami akhirnya tiba di saat ini, menjalin kontrak sebagai guru dan murid.

"Saya mengerti jika Anda merasa khawatir. Oleh karena itu, lembaga 'Ichiban Goukaku' juga sudah memiliki berbagai peraturan untuk ini. Tentu saja, dari banyaknya peraturan yang ketat itu, ada juga larangan terkait hubungan percintaan antara penjalin kontrak."

Aku mengeluarkan brosur untuk orang tua dari tas dan memberikannya kepada ibu Mebuki-san.

Dalam peraturan tersebut, jelas disebutkan bahwa hubungan romantis atau tindakan tidak sehat antara pengajar dan murid itu dilarang. Jika tindakan tersebut terungkap, kontrak akan dibatalkan, dan sanksi berat, seperti pencabutan registrasi sebagai guru privat, akan diberlakukan.

Mebuki-san memanggil ibunya, yang masih memasang wajah sulit.

"Ibu, waktu itu sudah pernah mengatakannya, bukan? Jika aku ingin memilih jalur karier sendiri, maka aku juga harus melakukannya dengan kemampuanku sendiri. Itu sebabnya aku mencari pembimbing sendiri! Mulai sekarang, aku akan belajar sesuai dengan kebijaksanaanku sendiri!"

"Hinata, hentikan sikap keras kepalamu. Ibu sudah bilang, kalau ibu akan merekomendasikan tempat terbaik yang bisa ibu percaya untukmu. Lalu, apa yang membuatmu tak puas dengan semua itu?"

"Kenapa ibu sangat egois? Ibu selalu saja memutuskan segala sesuatu tanpa memperhatikan keinginanku..."

"Ini bukan keegoisan. Ibu selalu memikirkan jalur karier terbaik untuk Hinata. Jalur karier berkaitan dengan kehidupan, jadi itu bukan sesuatu yang dapat dengan mudah diputuskan berdasarkan kekaguman atau harapan sesaat."

"Aku tak mengambil keputusan itu dengan mudah. A-aku... sudah memikirkan semuanya dengan sangat hati-hati..."

"Haa... Baiklah, jika begitu. Silakan, lakukan sesuai keinginanmu. Jika kamu menemui kesalahan, bahkan jika itu sangat kecil, cepat beritahukan semuanya padaku."

Kemudian, dia menatapku lagi dan berkata dengan nada tajam, "Baiklah, aku tak keberatan kau menjadi pembimbing anakku, tapi jangan pernah biarkan kehadiranmu menghambat masa depan Hinata, paham?"

"B-baik. Saya tidak akan pernah membiarkan ada gangguan untuk---"

Sebelum aku selesai berbicara, ibunya sudah berdiri dari kursi dan keluar dari pintu ruang tamu tanpa menoleh sedikitpun.

Menundukkan kepala, Mebuki-san yang tertinggal, terlihat muram; ekspresi kesepian tergambar jelas di wajahnya.

"Mebuki-san, apa kamu baik-baik saja? Karena kamu... berdebat dengan ibumu tadi..."

"Maaf sudah membuatmu khawatir. Tapi sekarang, aku sudah mendapatkan persetujuan ibu, jadi kita bisa secara resmi membuat kontrak!"

Setelah wawancara dengan ibu Mebuki-san selesai, aku diarahkan ke kamar Mebuki-san yang berada di lantai atas. Sebagai guru privat, aku diharuskan datang setiap minggu untuk memberikan pelajaran di kamarnya.

"Ibumu... terlihat muda, ya?"

"Apakah begitu? Kurasa dia dalam kondisi normal sebagai orang tua. Usianya empat puluh tujuh tahun sekarang."

"Benarkah!? Sama sekali tidak terlihat begitu. Aku tak percaya kalau dia seumuran dengan ibuku."

"Ibu dulunya bekerja sebagai pembawa acara. Meskipun tidak terlalu terkenal, dia pensiun setelah menikah. Hingga saat ini, dia masih sangat memperhatikan penampilannya. Mungkin itulah alasan mengapa dia terlihat lebih muda."

"Menjadi pembawa acara itu... keren ya. Apa dia pernah muncul di TV?"

"Sepertinya begitu. Aku tidak pernah melihat acaranya karena itu terjadi jauh sebelum aku lahir. Tapi, kakak mengatakan bahwa dia pernah menonton videonya. Dia memberikan ekspresi wajah yang rumit, seolah-olah mengatakan, 'Dia terlalu berbeda; sulit mempercayai kalau dia adalah satu orang yang sama.'"

"Mebuki-san, kamu punya kakak perempuan?"

"Iya, dia sudah menikah dan tinggal sendiri sekarang, tapi kadang-kadang dia pulang dan kami berdua bermain bersama."

Meskipun suasana sebelumnya terasa tegang, dari sikap Mebuki-san sekarang memperlihatkan bahwa hubungan keluarganya tidak begitu buruk. 

Meski begitu, aku mulai penasaran. Apakah Meabuki-san juga akan tetap begitu cantik seiring bertambahnya usia?

Meskipun wajahnya saat ini sangat cocok untuk seorang siswi SMP, terkadang fitur wajahnya yang proposional memberikan kesan yang membuatnya terlihat dewasa. Aku penasaran, apakah pesona seperti itu bahkan masih akan semakin meningkat di masa depan...

Jantungku berdebar-debar hanya karena memikirkan akan menjadi wanita seperti apa dia ketika besar nanti.

Dan sekarang, aku harus memberikan pelajaran di kamar Mebuki-san, hanya... berdua.

"Sensei, ada apa? Sejak tadi, kamu memegang dadamu."

"Eh, itu, tangganya! Jantungku mulai berdebar saat naik tangga."

Aku sudah pasti tidak ingin dia menyadari apa yang kurasakan saat ini, jadi kuberikan alasan sembarangan yang terlintas di benakku.

"Tangganya memang agak curam... tapi, merasa sesak hanya karena ini itu... mungkin kamu kurang olahraga, sensei."

"Mungkin bisa juga karena panas di luar tadi, jadi energi tubuhku sekarang sedikit berkurang..."

Sambil memberikan alasan sembarangan lagi, kami berjalan melalui lorong lantai dua dan tiba di depan pintu sebuah kamar.

Sepertinya ini adalah kamar Mebuki-san, suatu tempat yang dulu pernah sangat aku impi-impikan saat jatuh cinta padanya, meskipun itu tak pernah terwujud.

Namun siapa sangka, disinilah aku sekarang.

Setelah semua impian itu sirna, tempat yang dulunya terasa mustahil untuk digapai, kini berada tepat di depan mataku.


🔸◆🔸


Dengan sedikit ketegangan di hati, aku melangkah masuk ke dalam ruangan tempatku akan bekerja, kamar Mebuki-san.

Luasnya sekitar delapan tatami, lebih besar satu ukuran dibandingkan kamarku sendiri. 

Berlokasi di sudut bangunan, ada dua jendela di bagian belakang dan samping yang membiarkan cahaya luar yang cerah masuk kedalam ruangan.

Sepertinya ruangan ini telah dirawat dengan baik, tidak ada satu pun sampah di lantai berkarpet. Di rak, selain barang-barang kecil, terdapat beberapa boneka binatang lucu. 

Rak buku dipenuhi dengan buku-buku referensi dan buku pelajaran, novel bersampul tebal, buku-buku praktis tentang memasak dan kerajinan tangan, serta judul-judul manga shoujo yang terkenal.

Sebuah tempat tidur diletakkan di dinding dekat jendela, dengan selimut musim panas yang terlipat rapi di atasnya.

Ada satu lemari kecil di depannya. Meskipun mungkin tidak cukup untuk menyimpan seluruh pakaian, terutama bagi seorang gadis, kemungkinan pakaian untuk musim yang tidak sesuai disimpan di ruangan terpisah.

Di tempat yang terkena sinar matahari, meja belajar terletak dengan alat tulis dan sejumlah buku catatan diatasnya.

"Kalau sensei terlalu banyak melihat kamarku, rasanya memalukan. Emn, aku sudah membersihkannya dengan susah payah, lho..."

"Sungguh mengagumkan bisa begitu terorganisir. Sepertinya aku perlu belajar darimu juga atas hal ini."

Meja kotatsu diletakkan di tengah ruangan, dengan satu bantal di setiap sisi.

"Apa tidak apa jika belajar di sini saja? Kalau di meja belajar, aku khawatir sensei harus terus berdiri."

"Benar juga. Lagipula akan lebih mudah untuk mengajar jika kita duduk saling berhadapan."

Aku sudah menyelesaikan wawancara dengan pihak keluarganya, jadi sebenarnya aku sudah bisa pulang sejak awal, tapi... aku masih punya waktu kosong sampai bus berikutnya. 

Jadi, jika aku keluar sekarang, aku masih harus menunggu lagi di bawah teriknya matahari.

"Bolehkah aku memeriksa nilai Mebuki-san yang sekarang?"

Mebuki-san membawa folder dan beberapa buku catatan ke meja. Kita berdua duduk berhadapan di meja kotatsu dan mulai memeriksa folder.

Di dalam folder, terdapat lembar-lembar ujian tengah semester dan ujian akhir semester pertama.

"Sedikit... hmmm..."

"Memang, hasilnya tidak sebagus dulu ya... nilainya..."

"Aku tak bisa mengatakan ini buruk sejujurnya. Hampir semua mata pelajaran mencapai lebih dari 60 poin. Tapi Mebuki-san, di paruh kedua tahun keduamu, kamu meraih lebih dari 70 poin secara konsisten, bahkan ada beberapa yang mencapai lebih dari 90 poin. Jadi, jika dibandingkan dengan waktu itu... hasilnya turun cukup rendah."

"Saat aku kelas dua, sensei selalu mengawasiku belajar! Tapi setelah itu berakhir, nilaiku menurun drastis."

Tapi, jika dia berhasil mendapat nilai bagus di tahun kedua, dia seharusnya juga bisa mempertahankan dan mengikuti pelajaran dengan baik di tahun ketiga. Rasanya masih saja sulit membayangkan bahwa prestasinya akan jatuh dalam waktu sesingkat itu.

Kemudian aku melihat buku catatannya.

Dia masih ingat nasihat dari satu tahun yang lalu dan belajar dengan serius. Tidak terlihat tanda-tanda dia malas atau punya masalah dengan cara belajarnya.

Namun, ada satu hal yang mengganjal disana.

Tulisan di bukunya..... terlihat lebih lemah daripada tulisan biasa yang aku kenal. Seolah-olah dia menulis tanpa adanya keyakinan.

Mebuki-san berhenti belajar dari kursus karena 'masalah keuangan' sehingga berakhir menjadikanku guru untuk les privatnya. 

Nilainya anjlok dan tulisan di buku catatannya terlihat sangat lemah.

Dan lagi, sikap ibunya tadi...

"Mebuki-san, kamu dan ibumu... berselisih mengenai jalur karirmu, bukan?

Dia menundukkan kepala dan mengangguk pelan.

"Ibu bersikeras membuatku masuk di sekolah pilihannya. Aku sudah memberitahunya tentang sekolah yang ingin aku masuki dan kami membicarakannya berkali-kali, tapi dia tidak mau mendengarkan... Kalau aku benar-benar mau pergi ke sekolah pilihanku, dia bilang tidak akan membantuku sama sekali, kecuali aku mau mematuhi keinginannya. Aku tak mau menyerah semudah itu, jadi aku mengatakan bahwa aku akan lulus tanpa bantuan apa pun."

"Ayahmu tidak mengatakan apapun soal perkara ini?"

"Ayah sedang sibuk dengan pekerjaannya, dan dia menyerahkan keputusan pendidikan sepenuhnya kepada ibu."

"Jadi begitu, Mebuki-san benar-benar tak punya pendukung saat ini..."

"Dari uang saku, biaya untuk les privat juga aku yang membayarnya. Dengan menambahkan tabungan yang sudah ada, seharusnya cukup."

"Eh!?"

Aku benar-benar terkejut. 

Bahkan jika biaya les privatku memang cukup murah, tetap saja itu pasti memberikan beban besar bagi Mebuki-san yang mana masih seorang siswi SMP. 

Jadi begitu, alasan penurunan nilai belajarnya adalah konflik mengenai masa depannya sendiri, yang membuatnya sulit berkonsentrasi pada pelajaran.

Tidak peduli berapa jam dia belajar setiap hari, jika dia tidak dapat berkonsentrasi, dia akan kehilangan semua efektivitasnya. Untuk bisa kembali berkonsentrasi, dia sangat membutuhkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi dirinya selama proses belajar berlangsung.

"...Baiklah, Mebuki-san. Tidak perlu khawatir. Mulai sekarang, aku akan membimbingmu dengan sungguh-sungguh."

"Dengan bimbinganmu, Sensei, aku sangat yakin bisa lulus!"

"Oh, dan tidak perlu membayar uang les. Kita bisa berkomitmen secara langsung tanpa melakukan kontrak umum, aku akan mengajarmu secara gratis. Bahkan tanpa meminta bayaran apapun, aku ingin sekali mendukung keberhasilanmu."

"Tidak mungkin! Bagaimana bisa aku meminta bantuanmu sebagai guru untuk les privat tanpa memberikan imbalan apa pun! Lagipula, aku tidak bisa menjelaskan ini pada ibuku!"

Ucapannya membuatku sedikit mempertimbangkan kembali.

Memang benar bahwa lebih mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari keluarga jika mereka mengontrak melalui pusat lembaga. Dukungan pihak manajemen mengenai kurikulum dan bahan ajar sangat membantu, apalagi untuk guru privat tanpa pengalaman sepertiku.

Namun begitu, sistem tersebut juga membutuhkan biaya kontrak yang tetap.

"Kalau begitu, aku akan menetapkan biaya sekecil mungkin. Meski tetap memberikan beban, setidaknya jika aku menerima sedikit uang, tidak akan ada yang mencurigakan jika aku datang setiap minggunya. Selain itu, mungkin aku akan lebih merasa bertanggung jawab jika menerima sedikit uang."

"Baiklah! Wakabano-san, tolong jadilah tutor untukku! Sebagai seorang guru profesional, tolong ajari diriku!"

Guru profesional... ketika aku mendengarnya, satu tekad tegas tiba-tiba muncul dalam diriku.

"Ya! Aku akan menjadi guru profesional. Guru terbaik di Jepang... tidak, di dunia!"

"Di dunia!?"

"Itu bukan kebohongan. Jika dibandingkan dengan pengajar veteran yang punya banyak siswa, aku mungkin kalah. Tapi karena telah mengawasi pembelajaran Mebuki-san cukup lama, aku jadi mengerti kecenderungan belajarmu dengan sangat baik. Sebagai guru spesialis untukmu, aku sangat percaya diri bisa bersaing dengan siapa pun!"

"Guru... spesialis untukku...? Itu benar-benar kemewahan yang luar biasa..."

"Benar! Ini akan menjadi kemewahan yang tak terhingga. Aku tidak akan membuatmu menyesal telah memilihku sebagai tutor untuk les privatmu. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi gangguan, aku akan melakukan apapun agar kamu bisa fokus belajar dengan tenang."

Mebuki-san menatapku dengan mata besar, dan cahaya ruangan memantul di matanya seperti bintang-bintang di langit malam, memberikan kilauan harapan di tengah kegelapan.

"Yosh! Aku tiba-tiba jadi ingin belajar! Ehm, bolehkah aku minta bantuanmu sekarang juga, Sensei?! Ada beberapa bagian dalam tugas liburan musim panas yang membuatku ragu. Apa aku harus segera mengambil buku pelajarannya---eh!?"

Pada saat hendak berdiri, kaki Mebuki-san menjadi tidak stabil. Dengan cemas, dia meluncur ke depan dan segera menahan dirinya dengan kedua tangan di meja. 

Saat ini, wajah Mebuki-san terbentang tepat di depan mataku.

"Aw... k-kakiku, mati rasa..."

Setiap kali dia membuka mulut, napas hangatnya membentuk semacam angin yang menyapu wajahku.

"Ba... baiklah. Kalau begitu, kita akan melanjutkan setelah kontrak resmi dibuat. Jika ada bagian dari tugas yang tidak kamu mengerti, cukup ambil gambar dengan ponselmu dan kirimkan saja padaku, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu."

"Y-ya, baiklah..."

Setelah Mebuki-san memperbaiki posisinya, wajahnya mulai menjauh.

Jika terus dihadapkan dengan jarak yang begitu dekat, rasanya akan sulit untuk tetap berpikir rasional. 

Sekarang, dengan tekad menjadi seorang guru profesional, aku juga harus terbiasa menghabiskan waktu sendirian dengan Mebuki-san.

.

.

.

Waktu bus sudah dekat, jadi aku harus meninggalkan rumah Mebuki-san untuk hari ini. 

Ketika aku keluar dari pintu depan, dia mengantarku sampai ke gerbang.

"Aku akan menyiapkan dokumen kontrak minggu depan. Jika dokumen itu diajukan ke pusat lembaga, kita bisa membuat kontrak resmi, kan?"

"Sepertinya semester kedua akan tiba. Timing nya cukup tepat untuk memulai."

"Setelah semua dokumen disiapkan, mari kita ajukan bersama-sama."

Setelah pertukaran salam terakhir, aku mulai berjalan pulang. 

Saat aku berbelok di sudut jalan, aku menoleh ke belakang dan melihat Mebuki-san masih memperhatikan kepergianku. 

Aku melambaikan tangan dengan ringan, dan dia pun membalas dengan melambaikan tangannya.

Aku... akan kembali ke rumah ini lagi. 

Sebagai gurunya, sebagai seorang tutor untuk les privat Mebuki Hinata, tugasku adalah membimbingnya untuk lulus menuju sekolah yang telah lama diinginkannya.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close