Penerjemah: Rion
Proffreader: Rion
Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.
Jangan lupa juga join ke DC, IG, WhatsApp yang menerjemahkan light novel ini, linknya ada di ToC ini.
Chapter 2.1 - [ September ① ] Semester Baru, Awal Kehidupan Bimbingan Belajar
Panasnya musim panas masih terasa, bahkan meskipun ini sudah masuk awal musim gugur di bulan September.
Hari ini, setelah baru dimulainya semester kedua, aku kembali mengunjungi rumah Mebuki-san. Kami duduk bersila di meja, memulai pelajaran les privat untuk pertemuan pertama.
"Kalau begitu, sensei, aku mohon bimbingannya mulai sekarang."
Mebuki-san membungkuk dalam-dalam dengan kedua tangan di atas meja.
Mengenakan seragam musim panas, benar-benar menunjukkan semangat belajar yang konsisten di rumah.
Aku sendiri masih tetap dengan seragam sekolah, karena ini memudahkanku dalam pemilihan pakaian setiap minggunya.
"Sekarang, mari kita mulai. Hari ini kita akan menguji lima mata pelajaran utama. Aku ingin memahami dengan baik kondisi belajar Mebuki-san untuk menentukan pendekatan pembelajaran ke depannya."
Aku mengeluarkan berkas dari tas, menyusun lima lembar kertas soal di atas meja. Meskipun ada panduan pengajaran berdasarkan tingkat kelas dari lembaga pusat, aku menyadari bahwa pendekatan yang personal sesuai dengan kebutuhan siswa adalah kunci paling efektif dalam keberhasilan.
"Kita akan menguji mata pelajaran Bahasa Jepang, Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa Inggris. Tujuannya adalah menguji dan meninjau materi dari tahun pertama SMP sampai sekarang. Pertanyaannya sendiri tidak akan terlalu sulit, jadi tenang saja dan coba dengan santai sebagai uji kemampuan awal."
"Kalau begitu..... bolehkah kita mulai dari matematika dulu?"
"Tentu, mari kita mulai dari Matematika. Ini bagus, kamu tampak bersemangat."
"Bagiku, soal Matematika lebih seperti teka-teki yang melibatkan otak. Akan sangat bagus untuk menghangatkan otak di awal. Sebaliknya, jika otak lelah, sulit untuk menyelesaikannya."
"Aku paham perasaan itu. Setiap mata pelajaran menuntut penggunaan otak di bagian yang berbeda."
Saat aku menyerahkan hasil cetakan soal matematikanya, Mebuki-san menghadap kertas itu dengan ekspresi serius di wajahnya.
"Batas waktunya adalah 15 menit untuk setiap mata pelajaran. Jika kamu bersikap tenang, seharusnya kamu pasti bisa memanfaatkan setiap detiknya. Baiklah, kalau begitu mari kita mulai."
Mebuki-san dengan cepat membaca semua pertanyaan, mengambil pensil mekanik dan mulai mengisi bagian-bagian yang kosong.
Aku diam-diam terus mengawasinya dengan tenang saat dia terfokus pada tes.
"Ini pertanyaan terakhir... dan selesai. Sensei, aku sudah menyelesaikan semua pertanyaannya!"
Mebuki-san mengangkat tangan tepat sebelum batas waktu berakhir.
Aku mengambil lembar soal dan kemudian memberikan lembar soal ujian Bahasa Jepang. Sementara Mebuki-san menghadapi tes berikutnya, aku mulai memberi nilai pada tes Matematika dengan pulpen merah di tangan.
Di ruangan yang sunyi, hanya terdengar suara celetukan kering dua alat tulis yang sedang beradu mengetuk meja.
Akhirnya, ujian bahasa Jepang selesai, diikuti dengan ujian mata pelajaran lainnya secara bergantian.
Setelah semua tes selesai, aku menyusun lembar jawaban yang sudah dinilai di atas meja.
"Selamat, kamu telah menyelesaikan semua. Nilai rata-rata untuk setiap mata pelajaran ada di angka delapan puluhan. Tidak buruk, tapi ingat ini masihlah soal yang sangat mendasar..."
"Uuh~ aku merasa itu memalukan..."
"Jawaban yang salah, sebagian besar berkisar pada materi untuk siswa kelas tiga SMP. Ada beberapa bagian yang wajar karena baru dipelajari, tapi secara keseluruhan aku merasa ada sedikit kurangnya pemahaman."
Mebuki-san telah menghentikan kursusnya dan memiliki pertentangan pendapat dengan ibunya mengenai rencana masa depan. Fakta bahwa dia tak memiliki lingkungan belajar yang kondusif selama semester pertama kelas tiga sangat terlihat jelas dari hasilnya.
"Namun, sebaliknya, area yang perlu ditingkatkan sudah jelas. Jika kamu rajin meninjau materi semester pertama dengan serius, kamu pasti bisa mengejar ketertinggalan. Seharusnya, kamu akan mencukupi untuk ujian tengah semester di semester kedua."
"Terima kasih banyak! Ya, benar juga. Untuk itulah aku meminta bantuan sensei sebagai tutor untuk les privatku! Kali ini aku pasti akan berusaha mendapatkan nilai sempurna!"
Senyuman cerah Mebuki-san memberikan rasa lega. Dalam belajar, semangat dan keyakinan diri punya peranan sangat penting. Dan saat ini, kedua hal itu tampak dimiliki olehnya.
Satu setengah jam telah berlalu sejak kami memutuskan arah belajar kedepannya.
"Ini hari pertama, kurasa sudah cukup. Mari hentikan pembelajaran kali ini di sini. Terima kasih sudah berusaha keras."
"Haah~ aku merasa sangat tegang~"
Mebuki-san segera mengendurkan wajahnya, mengangkat kedua lengan ke atas secara besar-besaran, dan meregangkan tubuhnya di lantai.
Dengan wajah yang santai, dia melemparkan kedua lengannya ke samping saat melakukan napas dalam. Pita seragamnya bergerak naik turun dengan besar setiap kali dia bernapas.
Betapa tidak berdayanya...
Sambil merapihkan alat tulis, aku tanpa sadar terus menatap ke arahnya.
"Mebuki-san, jika tidur di lantai, kamu nanti masuk angin, lho."
"Aku tidak tidur kok~ Hanya sedang beristirahat sebentar."
Sambil mengatakan itu, dia menutup mata seperti sedang tertidur sejenak dengan mulut sedikit terbuka. Masalahnya adalah, wajah santainya sangat menggemaskan. Ekspresi yang mungkin terlihat tidak rapi bagi orang biasa, menjadi pesona yang menghibur ketika dia memperlihatkannya.
Kalau bisa... aku ingin terus memandangnya seperti ini. Tapi disini aku adalah gurunya, aku tidak boleh memandang murid dengan mata yang tidak senonoh.
"Baiklah, Mebuki-san. Karena waktu bus sudah dekat, aku akan pulang sekarang."
"Uuh... fuu~"
Terdengar suara menguap dari Mebuki-san.
"Hei, Mebuki-san~"
Saat aku memanggil di dekat telinganya, dia terkejut, menutup mulutnya yang nyaris terbuka.
Memperbaiki posisi untuk duduk, dia mengerutkan alisnya dan menatapku.
"S-Sensei...? Tidak, tolong, jangan lihat wajahku yang memalukan begitu."
"Tidak, tidak, tidak, justru kamu yang tidak boleh tertidur setelah selesai belajar, Meibuki-san. ---Atau, apa kamu lelah karena belajar? Apa kamu baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja. Tadi malam, aku hanya melakukan persiapan lebih banyak dari biasanya..."
"Ketika kurang tidur, efisiensi belajar juga turun, jadi jangan terlalu belajar sampai larut malam, ya."
"Baik, lain kali aku akan berhati-hati. Lagipula, tidak ada gunanya jika aku mengantuk di kelas."
Sebagai seorang guru, sepertinya aku memanglah harus punya hati yang tak tergoyahkan, meskipun harus melihat wajah tidur yang menggemaskan dari murid yang sedang kuajar.
Dengan begitu, pada hari pertama sebagai tutor untuk les privatnya, aku meninggalkan rumahnya sementara Mebuki-san juga ikut mengantarku pergi.
🔸◆🔸
Sebagai seorang tutor, aku pergi ke rumah Mebuki-san sekali seminggu.
Hari ditentukan setelah memeriksa jadwal kami. Satu sesi pelajaran berlangsung sekitar satu setengah hingga dua jam.
Itu adalah isi kontrak yang dibuat antara aku dan Mebuki-san. Namun, itu tidak cukup untuk persiapan ujian.
Untuk memperkuat pembelajaran, aku melakukan kursus tambahan secara online.
Dua hari setelah mengajar di rumah Mebuki-san, aku menyiapkan tablet yang dipinjamkan oleh lembaga di meja kamarku. Dengan menggunakan stand, aku menempatkan tablet seolah-olah itu adalah monitor komputer. Dengan ini, aku seharusnya dapat melakukan pelajaran tatap muka melalui layar.
Waktu sudah delapan setengah malam. Dalam sekitar tiga puluh menit, aku akan memulai kursus online pertama dengan Mebuki-san.
"Sudah waktunya."
Saat waktu mulai tiba, aku duduk di meja dan menghidupkan tablet. Di layar tablet, ada ikon aplikasi. Aplikasi yang berlogo 'Ichiban Goukaku Seminar', semuanya sangat berguna untuk kegiatan guru privat.
Ada tabel jadwal di mana aku bisa mencatat ujian atau acara sekolah, perangkat lunak manajemen yang dapat menggambarkan grafik prestasi siswa, dan aplikasi pendengaran di mana aku bisa mendengar pidato bahasa Inggris, dan lain sebagainya.
Dari itu semua, aku mengetuk aplikasi khusus untuk kursus online dan memulainya.
Karena aku hanya mengajar satu murid saja, daftar siswa hanya berisi Mebuki-san. Setelah mengetuk namanya, tampilan 'Sedang terhubung ke ruang belajar virtual' muncul dan aku harus menunggu beberapa saat. Akhirnya, tampilan menyatakan bahwa koneksi telah terhubung, dan layar pun berubah.
Namun layar tetap berwarna putih dan tidak menampilkan apa-apa.
Seharusnya gambar Mebuki-san lah yang muncul di sini, tapi sepertinya dia belum terhubung ke ruang belajar virtual.
Meski menunggu koneksi Mebuki-san terhubung, setelah satu menit, dia masih belum muncul. Mungkinkah dia lupa dengan kursus online-nya?
Saat memikirkan untuk menghubunginya melalui telepon, layar tiba-tiba terang, dan gambar pun muncul.
"Mebuki-san! Bagus, sepertinya koneksinya berhasil. Mari kita mulai---!?"
Aku baru saja akan mengatakan ini ketika aku membeku dan tidak bisa bergerak.
Layar menunjukkan Mebuki-san yang melihat ke dalam tablet dengan ekspresi panik di wajahnya.
"Sensei! Maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama! Aku jadi terlambat karena sedang mandi."
Dia berada di kamarnya, hanya mengenakan handuk.
Bahunya terbuka, dan tulang selangka terlihat. Dengan satu tangan menahan handuk di dadanya, tangan lainnya mencoba metaih layar dan mengoperasikan tablet.
"Sensei, bisakah kamu mendengar suaraku?"
"I-iya, aku bisa mendengarnya..."
"Tapi layarnya tidak muncul. Apa kursus online hanya bisa didengar suaranya saja, ya?"
Tunggu? Apa Mebuki-san tidak sadar bahwa dia terlihat di kamera sekarang?
Mungkin dia panik karena tidak tahu cara mengoperasikan tabletnya. Dia nampak bingung ketika mendekatkan wajahnya dan mulai mengetuk-ngetuk tablet di sana-sini.
Ini buruk...
Aku bisa melihat belahan dadanya...
"U-uh, aku akan memutus koneksinya dulu!"
"Tidak, tidak apa-apa! Aku akan segera siap, jadi mohon tunggu sebentar, sensei!"
Mungkin karena Mebuki-san terfokus pada tablet, tangan yang menahan handuknya perlahan-lahan turun. Tanpa sadar, handuk yang dia pegang mulai terlepas...
"Kyaa!".
...
Dengan tergesa-gesa, Mebuki-san segera menahan kembali handuknya.
"Aku juga harus berganti baju... Aku akan segera selesai, jadi tunggu sebentar ya!"
Mebuki-san menjauh dari tablet, membelakangi layar.
Dia memegang handuk mandi dengan kedua tangannya, lalu kain yang membungkus tubuhnya itu dilepas dalam satu gerakan, dan kemudian...
"Aaah, mari kita sambung lagi nanti!"
Saat punggungnya hampir terlihat sepenuhnya, aku dengan tegas menutup aplikasi.
Ya, ini tidak masalah. Anggaplah aku tak melihat apa-apa.
Meskipun berusaha tenang, gambaran Mebuki-san dengan handuk dan bahu terbuka terus terbayang di pikiranku.
Saat berbaring telungkup di meja, merasa frustrasi, aku menerima pesan di ponsel.
[Maaf membuatmu menunggu! Aku sudah siap sekarang.]
Aku membuka aplikasi lagi, dan dengan hati-hati menghubungkan secara online. Di layar, Mebuki-san muncul mengenakan jersey berwarna daun maple.
Syukurlah, kali ini dia berpakaian lengkap.... Hahaa... Itu tentu saja bukan?
"Mebuki-san, bagaimana? Bisakah kamu melihat wajahku?"
"Aku bisa mendengar suaranya, tapi layar tetap gelap. Bagaimana denganmu sensei? Apa kamu bisa melihat wajahku juga?"
Alasan dia tidak dapat melihatku di tablet mungkin karena ada kesalahan dalam pengaturannya.
Aku memberi tahu dia cara mengaturnya melalui suara dan memintanya untuk mengikuti instruksiku.
"...Lalu, sentuh namaku yang ada di daftar tampilan. Sekarang, seharusnya kamu bisa melihat gambar dari kameraku juga."
"Benar! Aku bisa melihat wajahmu! Sensei, apa aku juga terlihat sekarang?"
Merasa senang karena koneksi berhasil, Mebuki-san tersenyum dan melambaikan tangan dengan lucu.
"Ya, aku bisa melihat Mebuki-san dengan jelas."
"Heh? Tunggu sebentar. Kalau sensei bisa melihatku, berarti..."
Jantungku berdegup kencang. Apa dia menyadari bahwa tadi aku juga melihatnya dalam keadaan hanya mengenakan handuk?
"Jadi, kamu tahu aku mengenakan jersey sekarang!?"
"..."
Mebuki-san dengan agak malu-malu menutupi dadanya dengan kedua lengan.
Mungkin dia sedang salah waktu untuk merasa malu, tapi aku memilih untuk tidak mengatakannya.
"Tidak apa-apa, Mebuki-san. Malam ini, yang terpenting adalah kenyamanan saat belajar."
"Aku sebenarnya mau memakai seragam tadi, tapi hari ini panas dan aku berkeringat, jadi aku mencuci seragamnya. Sayangnya, mesin pengering lama sekali selesai. Dan pada akhirnya, aku tak bisa menunggu lebih lama lagi dan memutuskan mengenakan jersey ini saja."
"Jadi itulah sebabnya kamu sangat tergesa-gesa tadi..."
"Oh iya, tadi sensei, suaramu... kenapa agak aneh...?"
Deg! Apa kali ini dia menyadari bahwa aku melihatnya dalam keadaan hanya mengenakan handuk?
"A-a-ah, mungkin hanya perasaanmu saja. K-kurasa tidak ada yang aneh..."
"Lihat! Aku sudah menduganya. Sensei, hari ini bertingkah sedikit aneh, mungkinkah itu.....?"
Dengan tatapan penuh selidik melalui layar, keringat dingin mulai bercucuran.
"Apa kamu tidak enak badan? Jangan dipaksakan. Kalau perlu, kita bisa menunda kelas online ini."
"Tidak, tidak, aku penuh energi sekarang! Ini pertama kalinya aku melakukan kelas online sejak semester satu tahun lalu, jadi aku hanya merasa agak tegang."
"Oh, begitu ya. Aku juga merasa agak tegang. Meskipun berada di ruangan yang berbeda, rasanya seperti kita sedang belajar bersama disatu tempat."
"Karena waktu sudah agak larut, mari kita mulai. Perrtama, kita akan mulai dengan mengulas materi semester pertama. Mari awali dengan buku referensi matematika---"
Wajah Mebuki-san seketika berubah menjadi wajah seorang siswa yang tengah serius bersiap menghadapi ujian.
🔸◆🔸
"Baiklah, untuk hari ini kita akhiri sesi tambahannya di sini. "
Sudah sekitar tiga puluh menit sejak kami terhubung secara online.
Aku dan Mebuki-san masing-masing berada di ruangan kami, melakukan les bersama-sama melalui panggilan video.
Kali ini, aku memberikan saran-saran yang dapat berguna untuk belajar setiap mata pelajaran.
"Sudah selesai ya? Waktu pelajaran tambahan terasa begitu cepat, bukan?"
"Jika terlalu larut, akan berdampak buruk pada sekolahmu besok. Oh ya, mengenai kelas online ini, apa kamu ada keinginan khusus? Sepertinya ada beberapa fitur yang berguna, seperti menggambar teks atau grafik di layar, atau menggunakan ponsel untuk memproyeksikan catatan."
"Bukan keinginan sih, tapi kurasa akan lebih bagus jika ekspresi sensei terlihat sedikit lebih jelas. Disini, terlihat agak gelap begitu. Apa ada pengaturan untuk membuatnya lebih terang?"
Saat ini, gambar Mebuki-san terpantul di layar tabletku. Ketika aku mengetuk ikon, layar terbagi menjadi dua bagian, dan gambar diriku sendiri muncul di sisi lainnya.
Setelah memeriksa penampilanku beberapa saat, aku segera menyadari alasannya.
Itu karena cahaya lampu langit-langit yang berada tepat di belakangku, membuat wajahku tertutup bayangan.
"Mungkin aku harus mengganti lokasinya. Jika mengubah arah, kurasa cahayanya menyinari..."
Aku menggeser kursi dan mengubah arah tubuh, dan sejalan dengan itu, aku memindahkan tablet di atas meja.
"Kyaa!?"
Tiba-tiba, Mebuki-san memerahkan wajahnya dan mengeluarkan teriakan kecil.
Pada layar terlihat tempat tidur di belakangku.
Karena memindahkan tablet, semuanya terpantul di kamera. Dan di atas tempat tidur, piyama yang ditinggalkan tergeletak secara sembarangan.
Aku buru-buru mendekati tempat tidur dan melemparkan piyama ke luar layar.
"Sekarang sudah baik-baik saja. Maaf, telah menunjukkan sesuatu yang memalukan."
"Tidak, ini tidak baik sama sekali! Piyama harus dilipat dengan rapi. Sensei ini benar-benar ceroboh, kecuali saat belajar, ya."
Meskipun ingin mengatakan bahwa Mebuki-san juga ceroboh tentang handuk mandi tadi, aku akan menahan diri.
"Saat ruangan berantakan, sulit untuk fokus, jadi tolong ingat itu ya. Jika tidak membersihkan juga, aku sendiri yang akan datang membersihkan kamar sensei, lho."
"Mebuki-san, akan membersihkan untukku!?"
"Itu cuman candaan! Tolong, jangan tampak berharap seperti itu."
Dengan menggerutu, Mebuki-san tiba-tiba menunjukkan ekspresi yang penuh minat.
"Aku sebenarnya ingin tahu seperti apa ruangan tempat sensei belajar. Karena, sepertinya itu bisa menjadi referensi untuk menciptakan ruang belajar yang fokus."
"Tempat ini hanya sebuah apartemen biasa, tidak ada yang istimewa. Jika memaksa mendeskripsikan, mungkin hanya tentang menjauhkan segala sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian."
"Tentu saja... apa ada banyak buku referensi di rak buku?"
"Jika itu rak buku, aku bisa menampilkannya secara langsung di tablet. Mau melihat?"
"Tentu! Tolong!"
Aku mencoba mengarahkan kamera tablet ke rak buku---tapi aku menyadari ada satu buku yang seharusnya tidak ada di situ.
Itu.... Satu buku foto.
Dan bukan sembarang buku foto, melainkan buku foto gravure dari seorang idol yang sangat populer di antara grup idol teratas.
Masalahnya, idol tersebut memiliki wajah yang sangat mirip dengan Mebuki-san.
Aku membeli buku ini sekitar musim semi tahun ini. Saat itu, aku sedang dalam suasana hati yang sangat buruk karena kekecewaan cinta terhadap Mebuki-san, dan secara kebetulan menemukan buku foto yang ditumpuk di toko buku.
Seorang gadis cantik yang sangat mirip dengan Mebuki-san ada di dunia ini! Aku berpikir, mungkin dengan buku ini aku bisa melupakan Mebuki-san, jadi aku membelinya dengan harga lebih dari dua ribu yen.
Setelah pulang, aku membuka halaman-halaman buku foto dengan hati-hati, tapi semakin melihatnya, semakin pula aku teringat dengan Mebuki-san, dan merasa bahwa dia berada begitu jauh dan di luar jangkauan.
Bukannya jadi solusi untuk melupakan, buku ini malah membuat semuanya jadi lebih menyakitkan.
Setelah sekali melihat, aku menyimpan buku foto itu di rak buku dan lupa begitu saja.
Kalau Mebuki-san melihat hal seperti ini, entah kesalahpahaman seperti apa yang akan terjadi pada akhirnya.
"Tunggu sebentar! Ternyata, aku tidak boleh menunjukkan rak buku!"
"Apa yang terjadi tiba-tiba?"
"Apa pun itu, rak buku tidak boleh ditunjukkan!"
Mebuki-san memandangku dengan curiga.
"Hee... mencurigakan~ Sensei, apa ada buku yang membuatmu malu jika dilihat orang? Jangan khawatir. Aku tidak akan memikirkan apa pun."
Dia tersenyum sambil terlihat seolah-olah ingin melihat rahasia memalukanku.
Sungguh, Mebuki-san kadang-kadang juga bisa menjadi setan kecil.
Memang, yang membuatku malu untuk dilihat hanya satu buku foto. Setelah itu disembunyikan, tidak akan ada masalah yang terjadi.
"Haha, tidak ada yang memalukan di rak buku milikku! Aku hanya tidak ingin menunjukkannya karena rak bukunya agak kotor. Baiklah, mari kutunjukkan.... Tunggu sebentar, aku akan membersihkannya sedikit..."
Aku berdiri di depan rak buku, berpura-pura membersihkan sambil cepat-cepat menarik keluar buku foto.
Ayo cepat pindahkan barang ini ke tempat yang tidak terlihat!
---Sayangnya, entah ini hari sialku atau apa, aku terlalu tergesa-gesa dan buku foto itu meluncur keluar dari rak, lalu terlempar di atas meja belajar.
Yang lebih parahnya, kamera tablet dengan tegas menangkap senyuman idol di sampul buku foto.
"Are? Apa ini? 'Lihat semua foto Nanami Nagisa di pantai! Photobook pertama Nanami Nagisa'.....?"
"Uwahhh!?"
Ini sudah keterlaluan. Sekarang, fakta bahwa aku memiliki buku foto memalukan ini terbongkar, dan sampulnya bahkan dilihat dengan jelas, apalagi dia sampai membaca judulnya! Dan yang lebih buruknya lagi, oleh Mebuki-san sendiri, gadis yang ada di depan mataku!
"Aku tahu idol ini! Aku pernah melihatnya di televisi! Sensei, apa kamu penggemar orang ini?"
"I-iya, eh tidak bukan begitu. Itu... bukan penggemar, lebih kepada... belajar! Ya, belajar sedikit tentang selebriti agar bisa berbincang dengan teman sekelas, begitulah. Di dunia ini ada begitu banyak pengetahuan, kan? Belajar di sekolah bukanlah satu-satunya bentuk pembelajaran!"
Mebuki-san tampak fokus melihat idol dalam buku foto di seberang layar.
"Nagisa-san itu dewasa dan menawa, ya. Aku bisa mengerti mengapa dia begitu populer. Aku berharap suatu saat nanti aku bisa menjadi orang seperti dia, tapi sepertinya aku harus lebih banyak mengasah diri sendiri untuk mencapai itu. Kalau tidak, akan sangat mustahil mencapainya dengan diriku yang sekarang..."
Mebuki-san berbicara dengan penuh perasaan.
Apakah mungkin dia sama sekali tidak menyadari bahwa idol ini mirip dengannya?
"Bukan hanya mencapai, malah lebih unggul! Mebuki-san pasti bisa jadi jauh lebih menarik darinya!"
Tanpa sadar aku berteriak, dan sekarang sudah terlambat untuk menyesali. Mebuki-san menatapku dengan ekspresi terkejut.
"A-aku hanya ingin mengatakan bahwa Mebuki-san juga punya daya tarik yang luar biasa..."
"Sensei, tidak perlu memaksakan diri untuk membuatku merasa baik."
"Tidak... Selebriti memang terlihat bersinar, jadi tidak perlu membandingkan diri dengan mereka."
"Benar sekali. Aku harus bekerja menuju tujuanku sendiri!"
Mebuki-san sepertinya menganggap kata-kataku sebagai pujian palsu. Ini mungkin membantunya, namun juga menciptakan jarak emosional di antara kami...
Bagaimanapun, karena album foto sudah terlihat, tidak perlu lagi menyembunyikannya apapun. Aku mengarahkan kamera tablet ke rak buku dan menunjukkannya padanya.
"Wah, ternyata kamu punya buku-buku referensi seperti ini juga. Sungguh bermanfaat!"
"Kalau buku referensi SMP yang kugunakan tahun lalu, aku bisa meminjamkan ke Mebuki-san. Ini semacam layanan tambahan karena aku sendiri juga menerima biaya untuk les."
"Sangat membantu! Kalau begitu, sensei, ada satu lagi permintaan..."
"Yeah, jika itu sesuatu yang bisa aku lakukan."
"Bolehkah aku melihat buku foto Nagisa-san itu suatu saat nanti?"
"...Tidak boleh."
"Eeeeh, kenapa!?"
Buku itu memiliki beberapa foto gravure dalam bikini dan yang lebih penting... jika terus dilihat, Mebuki-san mungkin akan menyadari betapa miripnya dia dengan idol itu.
"Bagaimanapun juga, tidak bisa."
"Sayang sekali. Tapi karena tidak ada hubungannya dengan pelajaran, tidak apa-apa sih... Nah baiklah, terima kasih atas bimbingannya malam ini, sensei."
"Mebuki-san juga sudah bekerja keras. Meskipun akan sulit berada di awal semester baru... tapi, jangan terlalu putus asa, oke?"
Setelah saling bertukar kata perpisahan, aku memutuskan koneksi, dan keheningan kembali mengisi ruangan.
Belajar untuk ujian baru saja dimulai. Kami sendiri pasti akan menjadi sangat sibuk dalam waktu dekat.
Sebelum itu, aku harus menyembunyikan buku foto Nagisa-chan di lemari.
"Dengan ini, bahkan jika secara tidak sengaja rak buku terlihat, aku tidak akan diingatkan oleh Mebuki-san..."
Merasa lega, aku menyadari bahwa ponselku berdering dengan nada panggilan.
Ada satu pesan masuk dari Mebuki-san.
[Sensei, pastikan untuk melipat piyamamu dengan rapi, ya!]
Aku menjawab singkat, [Baiklah], dan kemudian mulai melipat piyama sendirian, di malam yang tenang.
Previous Chapter | ToC |
Post a Comment