Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Chapter 4: Yang Ingin Kulindungi
Melihat Himawari berdiri di depan pintu, sesaat Kamome berpikir ini pasti semacam kesalahan.
Mungkin hanya halusinasi, karena kesadarannya terlalu panas setelah diserang intens oleh Tsuyu.
Namun, tidak peduli seberapa sering dia mengintip melalui lubang intip, sosok di sana jelas adalah Himawari.
Dia mengenakan seragam sekolah.
Kenapa, padahal liburan musim panas sudah dimulai?─begitu pikirnya, tapi jawabannya sederhana.
Dia mengikuti kegiatan klub sastra di sekolah selama liburan musim panas.
Hari ini, Kamome tahu Himawari berencana pergi ke sekolah untuk mengerjakan karya yang akan diajukan ke sebuah kontes.
Sebuah pesan masuk ke aplikasi obrolan mereka sore tadi.
Himawari bilang bahwa ketika dia mencoba merevisi karyanya berdasarkan opini anggota klub, hasilnya tidak berjalan seperti yang diharapkan dan prosesnya sulit.
Jadi, mungkin dia akan pulang larut malam...
Jika demikian, artinya sekarang dia sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah.
Namun, jarak antara sekolah mereka dan rumah Tsuyu cukup jauh.
Untuk datang ke sini sendirian, Himawari harus repot-repot berganti kereta di stasiun, yang memakan waktu cukup lama.
Kunjungan mendadak Himawari adalah situasi yang sama sekali tak terduga.
Apa yang sedang terjadi? Kamome tidak bisa memahami situasi saat ini sepenuhnya.
Satu hal yang pasti: ini jelas keadaan darurat.
“Kamome?”
Mungkin merasakan sesuatu dari sikap Kamome yang perlahan mundur dari pintu masuk, ekspresi Tsuyu pun berubah serius.
“Di luar Himawari.”
Kamome berbisik, menurunkan suaranya serendah mungkin.
Mendengar nama itu, mata Tsuyu membelalak.
Tsuyu segera melihat ke arah ponselnya yang sedang diisi daya di samping tempat tidur.
Saat memeriksanya, layar menunjukkan beberapa panggilan tak terjawab dari Himawari.
Dia tidak menyadarinya.
Begitu terfokusnya Tsuyu dan Kamome dalam ruang ini hingga mereka mengabaikan segala sesuatu di luar.
Kemudian, bel pintu berbunyi untuk ketiga kalinya.
Jantung Kamome berdetak kencang.
“A-Apa yang harus kita lakukan...”
“Kamome, tenang dulu.”
Bagaimanapun, dia harus tetap tenang sekarang.
Kamome dan Tsuyu berbicara dengan suara yang hampir tak terdengar.
“Bagaimana kalau berpura-pura tidak ada di rumah sampai Himawari menyerah...?”
“Tidak, itu mungkin nggak berhasil.”
Tsuyu menggelengkan kepala.
Fakta bahwa lampu di kamar Tsuyu menyala bisa terlihat dari luar.
Dalam pikiran Himawari, kemungkinan Tsuyu tidak ada di rumah mungkin sudah terpikirkan.
“Bagaimana kalau kabur lewat jendela?”
“Tidak, ini lantai dua. Kamu pasti akan terluka.”
Di tengah pembicaraan, bel pintu berbunyi untuk keempat kalinya.
Kini terdengar suara ketukan di pintu dan Himawari memanggil, Tsuyu-san?
Himawari tidak menunjukkan tanda-tanda akan pergi.
Jika dia tidak pergi, itu berarti ada hal penting yang ingin dia sampaikan.
Kalau tidak, tidak mungkin dia datang ke rumah Tsuyu.
Bagaimanapun, mereka tidak bisa membiarkannya menunggu lebih lama lagi.
“Kamome, sembunyilah di sini!”
Di tengah kebingungan, Tsuyu mengambil tindakan.
Dia membuka pintu geser lemari dan mendorong Kamome masuk ke dalam.
Di balik pintu geser, ada lemari transparan berisi pakaian, dengan ruang yang cukup untuk Kamome masuk.
“T-Tapi ada pakaian dalam di sini, apa itu tidak apa-apa!?”
“Nggak ada yang peduli sekarang!”
Mungkin karena panik, Kamome tetap serius bahkan dalam situasi ini.
Tsuyu mendorong Kamome masuk dengan paksa dan menutup pintu geser lemari.
◇◆◇◆◇◆
Setelah menyembunyikan Kamome di dalam lemari, Tsuyu segera menuju pintu masuk.
Sebelumnya, dia membawa dua cangkir teh dari meja ke wastafel.
Dia juga menyimpan camilan yang dibawa Kamome ke dalam kulkas, menyembunyikan sepatu Kamome, lalu menarik napas dalam-dalam.
Kemudian, dia membuka pintu depan.
“Ah...”
“Himawari...”
Begitulah, Tsuyu berhadapan dengan Himawari.
Melihat Tsuyu muncul, suara Himawari sejenak tertahan.
Sementara Tsuyu, yang kini berhadapan langsung dengannya, tak tahu harus bereaksi bagaimana dan akhirnya mengalihkan pandangan.
Keheningan canggung mengalir di antara keduanya.
“...Ada apa? Malam-malam begini.”
Tsuyu yang memulai percakapan lebih dulu.
“Ah, maaf, sepertinya tadi kamu mencoba menghubungiku, tapi aku tertidur sebentar.”
Mendengar itu, Himawari terlihat sadar, Ahh... jadi begitu.
Tsuyu membutuhkan waktu untuk menyembunyikan keberadaan Kamome sebelum membuka pintu.
Untuk mengurangi rasa canggung itu, Tsuyu mengucapkan alasan tersebut secara spontan.
“Apa aku membangunkanmu barusan?”
“Iya, aku terbangun karena bel pintu terus berbunyi.”
“A-Aku minta maaf... karena tiba-tiba datang tanpa izin.”
Dengan gugup memainkan ujung rambutnya, Himawari meminta maaf.
“Um, hari ini aku ada kegiatan klub di sekolah, dan ternyata lebih lama dari yang kukira. Karena sudah larut, aku meminta ayah menjemput dengan mobil... dan saat aku bilang ingin bicara dengan Tsuyu-san, dia mengantarku ke sini...”
“...Takaoki-san ada di dekat sini?”
Takaoki─adalah nama ayah Himawari.
Meskipun di kartu keluarga dia kini tercatat sebagai ayah Tsuyu, Tsuyu masih belum terbiasa memanggilnya dengan “Ayah" dan menyebutnya dengan nama depan.
“Dia menunggu di mobil. Dia bilang aku boleh bicara sampai puas.”
“......”
“Ayah bilang masalah ini adalah urusan antara aku dan Tsuyu-san... jadi dia menyerahkan penyelesaiannya padaku.”
Masalah antara Himawari dan Tsuyu.
Dengan kata lain, masalah yang melibatkan Kamome.
Insiden di mana Tsuyu mendekati Kamome dan melukai Himawari dengan dalam.
Sepertinya Himawari datang untuk membicarakan hal itu hari ini.
Kalau begitu, keputusan untuk membuka pintu dan tidak berpura-pura tidak ada di rumah mungkin adalah keputusan yang tepat.
Dia sepertinya tidak berniat pergi sampai bertemu Tsuyu.
Kalau itu Himawari yang kikuk, dia mungkin akan menunggu di depan rumah sampai Tsuyu keluar.
“Tsuyu-san... aku...”
Himawari hendak mengungkapkan sesuatu─saat itulah.
Mereka mendengar suara langkah seseorang naik tangga tepat di sebelah mereka.
Orang itu adalah pria bersetelan jas.
Dia penghuni apartemen ini, tinggal di kamar sebelah Tsuyu.
Mungkin seorang karyawan perusahaan.
Dia mungkin baru saja pulang kerja.
“Ah...”
Kamar Tsuyu berada tepat di puncak tangga.
Jika mereka berbicara di depan pintu, mereka akan menghalangi jalan.
Faktanya, tetangga tersebut tidak bisa mencapai kamarnya karena Tsuyu dan Himawari berdiri berhadapan dengan pintu terbuka, menghalangi jalan.
“Ah, maaf...”
Tsuyu menarik pintu, dan Himawari bergerak mendekat ke pagar tangga.
Tetangga itu melirik Himawari sekilas lalu melewatinya.
“......”
Sudah waktunya para penghuni apartemen ini pulang.
Berbicara di depan pintu hanya akan menarik perhatian.
Terlebih lagi, Himawari datang untuk membahas sesuatu yang penting.
Tsuyu tidak bisa membiarkan percakapan seperti itu terdengar oleh orang lain.
“Tsuyu-san, maaf... bolehkah kita bicara di dalam?”
“......”
“Ada hal penting yang ingin aku bicarakan.”
Tentu saja, begitulah akhirnya.
Tsuyu menarik napas panjang dan ragu-ragu.
Namun, akan terasa aneh jika dia menolak permintaan itu sekarang.
“Baiklah...”
Tsuyu mengundang Himawari masuk ke apartemennya.
“Permisi.”
Melepaskan sepatunya, Himawari masuk ke dalam ruangan.
“Duduk saja di mana pun yang kamu suka.”
Mendengar itu, Himawari duduk dengan rapi, bertumpu pada lututnya.
Keduanya duduk berhadapan di meja kecil di dalam ruangan.
Yang aneh, posisinya sama persis seperti saat Tsuyu dan Kamome duduk saling berhadapan tadi.
Tatapan Tsuyu tanpa sadar mengarah ke belakang Himawari─ke arah lemari.
“?”
Menyadari tatapan Tsuyu, Himawari mencoba menoleh ke belakang.
“Ah, j-jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”
Tsuyu buru-buru memulai percakapan dengan Himawari.
“Ah, iya...”
Mendengar itu, Himawari melihat-lihat ruangan sejenak.
“Hidup sendirian sulit, ya? Tsuyu-san.”
“Eh, ah, yah... begitulah.”
Tinggal sendirian di apartemen tua yang hampir roboh.
Dengan satu kaki yang cedera dan harus menggunakan tongkat.
Mungkin ini lingkungan yang tidak nyaman untuk seorang wanita hidup sendirian.
“Tapi ini nggak bisa dihindari. Ini salahku sendiri, kan?”
“...Um, Tsuyu-san.”
Setelah keheningan singkat mendengar jawaban Tsuyu,
Himawari menundukkan pandangannya ke arah Tsuyu.
Seolah-olah baru saja mengambil keputusan, dia menatap lurus ke arah Tsuyu dan berkata.
“Aku... jika memungkinkan, aku ingin berdamai dengan Tsuyu-san.”
“...Eh?”
“Aku ingin Tsuyu-san kembali ke rumah kami lagi.”
Mendengar pernyataan Himawari, Tsuyu menunjukkan ekspresi terkejut.
Menghadapi permintaan yang tiba-tiba itu, dia hanya bisa setengah percaya.
Namun, dari sorot mata Himawari yang begitu tegas, Tsuyu bisa melihat dengan jelas bahwa dia benar-benar serius.
“Ini salahku sehingga Tsuyu-san meninggalkan rumah dan akhirnya harus hidup sendirian seperti ini. Aku membuatmu menjalani kehidupan yang nggak nyaman... Memang benar Tsuyu-san yang salah, tapi aku merasa itu terlalu kejam...”
“Himawari... apa yang kamu bicarakan?”
Tsuyu menjawab dengan nada terguncang.
Orang yang paling tidak bisa menerima kata-kata Himawari adalah Tsuyu sendiri, orang yang kini sedang ditawari sebuah jalan keluar.
“Berdamai... apa kamu serius?”
“...Iya.”
“Nggak mungkin semudah itu. Kamu tahu aku ini wanita seperti apa, kan?”
Tsuyu mengerutkan kening dan berbicara dengan rasa sakit yang jelas terlihat.
Dia sengaja mengungkit hal-hal yang Himawari pasti ingin hindari untuk dibicarakan.
“Kamu sungguh merasa nggak bisa hidup serumah denganku, nggak bisa berbagi tempat yang sama denganku, makanya kamu mengatakannya waktu itu, kan?”
“...Iya.”
“Apa kamu bisa memaafkan apa yang kulakukan, Himawari?”
Setelah beberapa saat hening mendengar pertanyaan itu, Himawari menggelengkan kepala.
Melihatnya, Tsuyu berkata dengan suara yang tertahan.
“Nggak mungkin kita bisa berdamai semudah itu sekarang.”
Kata-kata Tsuyu mungkin sekilas terdengar seperti menolak perasaan Himawari, seolah mengatakan mereka tidak bisa lagi akur.
Tapi sebenarnya, perasaannya berbeda.
Sebaliknya, Tsuyu justru khawatir pada Himawari.
Kenapa dia tiba-tiba ingin berdamai?
Kalau alasannya hanya untuk memulihkan keharmonisan keluarga Shishido yang rusak akibat insiden ini, demi kebaikan keluarga, itu pasti alasan yang tidak akan berhasil.
Terlebih lagi jika itu hanya karena rasa bersalah Himawari melihat Tsuyu hidup dalam kesulitan.
Jika Himawari, yang pernah merasa jijik hingga benar-benar menolak Tsuyu, harus hidup bersamanya lagi... itu bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisiknya.
Bahkan jika di permukaan tampak baik-baik saja, luka emosional tidak terlihat dari luar.
Karena itulah trauma jauh lebih sulit dihadapi dibandingkan luka fisik.
Tsuyu sendiri sangat memahami hal itu.
Kalau keinginan berdamai ini hanyalah bentuk kebaikan Himawari yang kikuk, itu hanya akan melukai dirinya sendiri, sesuatu yang sia-sia.
Memikirkan hal itu, Tsuyu pun berkata demikian.
“...Iya, aku tahu.”
Namun Himawari mengangguk menanggapi Tsuyu.
“Memang benar, aku nggak tahu apa kita bisa benar-benar menjadi keluarga yang baik. Tapi menurutku, lebih baik mencoba. Kita seharusnya berusaha menuju masa depan yang seperti itu.”
“......”
“Selain itu, kurasa hubunganku dengan Kamome-kun juga mulai kembali seperti sebelumnya... perlahan membaik. Rasanya kalau Tsuyu-san kembali sekarang, aku bisa menerima itu. Aku merasa kita bisa membangun hubungan yang baik.”
Himawari menyebut nama Kamome dengan senyum di wajahnya.
Seolah dia benar-benar menghargai waktu yang dia habiskan bersama Kamome saat ini.
Tsuyu pun memahami.
Alasan Himawari ingin berdamai─adalah demi Kamome.
“Itulah kenapa aku berpikir mungkin lebih baik berdamai dengan Tsuyu-san dan membuatmu kembali ke rumah.”
“......”
Dengan kata lain...
Tsuyu berpikir.
Dengan kata lain, saat ini Tsuyu hanyalah saudara tiri Himawari.
Tidak lebih dari keluarga pacarnya.
Jika mereka bisa mempertahankan hubungan seperti itu, semuanya akan kembali seperti semula─itu yang dimaksud.
Kembalikan situasi yang kacau dan menyimpang ini ke bentuk yang benar dan damai.
Itulah yang diusulkan Himawari.
Itu perkembangan yang ideal.
Hubungan antara kekasih yang hampir runtuh akan diperbaiki, saudara tiri yang bersalah dimaafkan, keluarga dan kehidupan sehari-hari kembali seperti semula, dan semuanya bergerak menuju masa depan yang lebih baik.
Segalanya bergerak maju, menuju akhir yang bahagia.
─Asalkan Tsuyu bisa mengabaikan perasaannya yang sebenarnya pada Kamome.
“Um... Tsuyu-san.”
Saat itu.
Himawari tiba-tiba bertanya pada Tsuyu, yang sedang larut dalam pikirannya.
“Tadi ada orang di rumahmu, kan... Tsuyu-san?”
“Eh...”
Jantung Tsuyu mulai berdetak kencang.
Dia sudah menyembunyikan sepatu Kamome.
Dia juga sudah merapikan cangkir dan camilan di meja.
Seharusnya tidak ada jejak yang tertinggal.
“Nggak kok, nggak ada siapa-siapa hari ini.”
Tsuyu menjawab dengan tenang, berusaha terlihat biasa saja.
Himawari menundukkan pandangannya yang sebelumnya diarahkan ke Tsuyu dan terdiam beberapa saat.
Kemudian, sambil tetap menunduk, dia perlahan membuka mulutnya.
“Tsuyu-san, kamu nggak bertemu Kamome-kun, kan?”
Dengan nada yang sama, Himawari bertanya lagi.
“Kamu nggak mengundang Kamome-kun ke rumah ini, kan?”
“......”
Jantung Tsuyu terasa seperti akan meloncat keluar dari mulutnya.
Namun, pada saat yang sama─tenang, Tsuyu menenangkan dirinya sendiri.
Dia melihat ekspresi Himawari di depannya.
Keringat terlihat di pipinya, mungkin karena gugup, dan bibirnya tertarik ke samping dengan sedikit gemetar.
Kata-katanya barusan bukanlah tuduhan bahwa dia tahu Kamome datang─bukan pula usaha untuk mengejar kebenaran.
Namun, itu juga bukan sekadar kecurigaan tanpa dasar.
Kata-kata itu dia lontarkan hanya karena cemas, hanya karena dia ingin diyakinkan.
Ahh, Himawari sudah berubah─Tsuyu merasa sesak.
Cara dia memandang Tsuyu dengan mata yang menyiratkan tekad yang kuat.
Kalau itu Himawari yang dulu, meskipun ingin tahu kebenarannya, dia pasti akan ragu menghadapi kemungkinan mengejutkan dan akhirnya berkata, Nggak apa-apa, lupakan saja...
Dia sedang mencoba melawan.
Bukan hanya sekadar percaya begitu saja dan berharap kedamaian.
Dia berusaha menjadi lebih kuat secara mental karena dia ingin menjadi pacar Kamome.
“...Nggak mungkin aku melakukan itu.”
Tsuyu berkata.
Sesaat, dia ragu ekspresi seperti apa yang harus dia tunjukkan, tapi dia memilih wajah yang terlihat sedikit terluka dan meminta maaf pada Himawari.
Itu yang paling tulus.
“Kamu memberitahu Kamome alamat baruku?”
“Eh? Umm... aku hanya bilang kamu pindah, tapi lokasi tempat barunya...”
“Kalau begitu dia bahkan nggak tahu aku di mana, jadi nggak mungkin dia bisa datang ke sini. Lagi pula, aku nggak pengen memperkeruh keadaan lagi.”
“...Kamu benar.”
Himawari tersenyum canggung.
“Maaf. Aku sudah mengatakannya seolah-olah meragukanmu dan Kamome-kun...”
Himawari mengeluarkan ponselnya dari tas.
“Tadi aku mengirim pesan ke Kamome-kun dari sekolah, tapi dia sama sekali belum membacanya... Itu saja, tapi ketika aku ingat, aku mulai merasa cemas.”
“...Mungkin dia sudah tidur.”
Mendengar itu, Himawari pun berkata, Mungkin ya... sambil memainkan layar ponsel.
Dia terlihat seperti akan mengirimkan stiker atau sesuatu.
Tsuyu menahan napas.
Ini berbahaya.
Jika ponsel Kamome berbunyi di sini─
“Biasanya Kamome memang sering menaruh ponselnya di mode senyap atau semacamnya, kan?”
Tsuyu berkata seperti itu.
“Dia tipe orang seperti itu, jadi mungkin dia tidak menyadarinya. Atau dia lupa mengisi daya, dan baterainya habis.”
Tsuyu mencoba membuat percakapan ini terasa sealami mungkin.
Namun, ini juga menjadi bantuan untuk Kamome yang bersembunyi di dalam lemari.
Jika Kamome memahami dari perkataan Tsuyu dan mematikan ponselnya agar pesan dari Himawari masuk tanpa suara, itu akan menjadi yang terbaik, tetapi...
“Himawari, kamu tahu...”
Yang paling penting sekarang adalah mencegah Himawari mengirim pesan.
Tsuyu mencoba mengalihkan perhatian Himawari dari ponselnya dengan memulai percakapan.
“...Maaf, Tsuyu-san.
Kemudian, Himawari meminta maaf.
“Aku orang yang buruk, bukan?”
“Eh?”
“Aku nggak mau kamu berhubungan dengan Kamome-kun... Karena itu, aku memberi peringatan secara nggak langsung tadi...”
Himawari tampaknya sadar.
Bahwa ia memiliki rasa cemburu yang kuat terhadap Tsuyu.
“Namun, meskipun aku berkata ingin berdamai, dengan hak apa aku mengatakan itu... Tapi aku sungguh gak mau seperti ini lagi.”
Himawari berkata sambil menggenggam ponselnya erat-erat.
“Malam itu, di taman, wajah Kamome-kun saat dia meminta maaf kepadaku... dia terlihat begitu terluka, begitu tersiksa...”
Malam itu, saat hubungan antara Kamome, Tsuyu, dan Himawari mulai retak.
Di taman tempat mereka bertemu, Kamome meminta maaf kepada Himawari dengan ekspresi penuh penderitaan.
“Itu lebih mengejutkan daripada aku yang terluka sendiri... Aku nggak mau melihat Kamome-kun menunjukkan wajah seperti itu lagi.”
“......”
“Jadi, tolong, Tsuyu-san. Biarkan aku melanjutkan. Biarkan aku hanya memiliki perasaan normal mencintai Kamome-kun.”
Dengan mata berkaca-kaca, Himawari berkata seolah-olah memeras kata-kata itu keluar.
Menghadapi kejujurannya, Tsuyu hanya bisa diam.
Bagi Himawari, Tsuyu adalah sosok yang tidak termaafkan.
Pasti, ia belum sepenuhnya menerima hal itu di dalam hatinya.
Namun demikian, Himawari mencoba menerimanya.
Ia mencoba memaafkan.
Dibandingkan dengan itu, apa yang aku lakukan─pikir Tsuyu.
Ia tidak berhak dimaafkan.
Bertemu dengan Kamome diam-diam seperti ini tanpa memberi tahu Himawari, menyembunyikan kehadiran Kamome saat ia berkunjung, menutupinya dengan kebohongan.
Jika ia merasa bersalah terhadap Himawari, jika ia ingin dimaafkan olehnya, ia seharusnya mengatakan yang sebenarnya di sini dan sekarang.
Ia seharusnya mengungkapkan segalanya.
“......”
Namun, ia tidak bisa melakukan itu.
Dengan cara seperti itu, ia tidak bisa melindungi Kamome.
Alasan Kamome ada di sini sekarang adalah kesalahannya.
Ia sekali lagi membawa Kamome ke jalan yang salah.
Itulah mengapa ia harus melindunginya dengan segala cara.
Tidak peduli seberapa tercemar dirinya, bahkan jika ia menjadi orang terburuk, ia akan melindungi Kamome apa pun yang terjadi.
“Aku juga... Kurasa aku juga sudah keterlaluan. Jika kamu merasa dirimu orang yang buruk, Himawari, maka aku jauh lebih buruk... Aku bukan dalam posisi untuk menyalahkanmu.”
“...Tsuyu-san.”
“Aku sungguh minta maaf.”
Sekali lagi, Tsuyu meminta maaf.
Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.
Namun rasa bersalahnya kepada Himawari adalah nyata.
Itulah sebabnya ia memberikan permintaan maaf yang benar-benar tulus kepadanya.
“...Iya, terima kasih.”
Himawari tersenyum dan mengangguk pada Tsuyu.
◇◆◇◆◇◆
“Himawari sudah pulang.”
Berdiri di depan lemari, Tsuyu berkata.
Perlahan, seolah memeriksa situasi, Kamome membuka pintu geser dan keluar.
“...Terima kasih, Tsuyu.”
“Jangan khawatir. Kita nggak ada pilihan selain melakukannya, dan ini menyelamatkan Himawari dari rasa kaget... Meski ini hanya pandangan dari sudut pandang belakang.”
Pada akhirnya, Himawari pergi tanpa menyadari keberadaan Kamome yang bersembunyi di kamar Tsuyu.
Ia berkata akan memberi tahu orang tua mereka tentang apa yang dibicarakannya dengan Tsuyu-san hari ini─
Setelah aku mengambil keputusan yang tepat tentang masa depan, aku akan memberi tahu kalian pada waktu yang tepat─katanya.
“...Himawari.”
Kamome menarik kerah kausnya dan mengipasi dirinya.
Sebagian karena suhu musim panas, tetapi di dalam lemari yang tertutup itu memang sangat panas.
Kausnya basah kuyup oleh keringat hingga meninggalkan noda.
...Tidak, keringat ini bukan hanya karena panas.
Sebagian besar adalah keringat dingin.
Bagi Kamome, saat itu adalah saat ia merasa nyaris tidak bernyawa.
Jika Himawari mengetahui keberadaan Kamome di sana, segalanya akan berakhir.
...Tidak, mengatakan itu terdengar seperti ia berbicara buruk tentang Himawari, dan itu membuatnya merasa bersalah.
Ia ingin melindungi Tsuyu, mendukungnya.
Jika hanya ia yang bisa melakukannya, ia akan mengambil keputusan itu dengan sepenuh hati.
Itulah yang Kamome putuskan.
Namun pada akhirnya, itu tidak lebih dari fakta bahwa ia kembali menipu Himawari.
Tidak peduli seberapa keras ia mencoba menutupinya dengan kata-kata indah, kenyataannya tetap bahwa ia panik saat Himawari datang, bersembunyi, dan berusaha keras agar tidak ketahuan─hanya itu.
“Tsuyu, dia bilang kamu bisa pulang...”
“Iya, itu usulan Himawari.”
Mengingat isi percakapan antara keduanya yang ia dengar dari dalam lemari, Kamome berkata.
Menanggapi itu, Tsuyu mengangguk.
“Himawari sedang berusaha memaafkanku dan menerimaku.”
Ini adalah momen penting─kesepakatan yang menentukan.
Tsuyu bisa berhenti hidup sendiri dan kembali ke rumah.
Keretakan yang terjadi dalam keluarga Shishido sedang menuju pemulihan, kehidupan solo Tsuyu yang merepotkan akan berakhir, dan setidaknya kedamaian yang pernah ada akan kembali.
...Namun.
Tentu saja, hubungan antara Tsuyu dan Kamome harus benar-benar diakhiri.
Bagi Kamome, Tsuyu adalah kakak tiri pacarnya.
Hanya hubungan biasa.
Hanya hubungan semacam itu.
...Dalam hal ini, bagaimana jika.
Jika Tsuyu dan Kamome tidak dapat menahan keinginan mereka lagi─
Jika hal yang sama terjadi lagi antara Tsuyu, Kamome, dan Himawari─
...Kali ini, segalanya benar-benar akan berakhir.
Semuanya mungkin akan berakhir sepenuhnya.
“...Kamome memang belum melihat langsung wajah Himawari, tapi.”
Kemudian, Tsuyu mulai bergumam.
“Aku bisa mengatakan ini karena aku melihat wajahnya secara langsung. Himawari pasti sangat menyayangi Kamome, jadi mungkin ia memutuskan harus menjadi lebih kuat.”
Tsuyu berkata.
Seolah merasa kalah dari Himawari yang berubah seperti itu.
“Ia curiga Kamome mungkin datang ke sini, bukan?”
“...Iya, aku dengar.”
“Saat mendengar itu, apa kamu berpikir Himawari adalah wanita yang nggak percaya atau nggak menyenangkan?”
“...Itu”
Tidak benar─pikir Kamome.
Himawari terus-menerus mencurigai pertemuan rahasia antara Tsuyu dan Kamome.
Itu muncul dari rasa cemas yang mendalam.
Memang, sebelumnya sudah ada tanda-tanda kecil, tetapi setelah begitu mempercayai kata-kata Kamome, akhirnya ia merasa dikhianati.
Himawari tidak membuang pengalaman itu sebagai hal yang tidak menyenangkan, tidak melupakannya, melainkan memilih untuk menerimanya dalam dirinya.
Mengemasnya dengan indah menggunakan kata “kepercayaan” dan mengalihkan pandangannya dari terus-menerus mengejar kebenaran─dan meskipun itu berarti menjadi seseorang yang tidak dipercaya dan dianggap tidak menyenangkan daripada terluka, ia ingin menghentikannya sebelum luka semakin dalam, sebelum jatuh lebih jauh.
Itu bisa disebut sebagai bentuk pertumbuhan Himawari.
“...Mungkin lebih baik kalau aku nggak bertemu Kamome lagi.”
Saat itu.
Tiba-tiba, Tsuyu mengucapkan hal itu tanpa sengaja.
“Tsuyu, apa yang kamu...”
“Jika kita terus memiliki interaksi mencurigakan seperti ini, lama-lama semuanya mungkin akan terbongkar. Lebih dari itu, ini seperti kita terus-menerus mengkhianati Himawari di saat ini juga...”
Tsuyu tersenyum sedih.
Melihat wajah itu, Kamome merasakan ada sesuatu yang hancur di dalam dadanya.
Apa yang dikatakan Tsuyu memang benar.
Ia berpikir bahwa itu adalah keputusan yang masuk akal.
Tetapi─
“Tidak.”
Kamome menatap Tsuyu dengan tegas dan menyatakannya dengan jelas.
Tsuyu menunjukkan ekspresi terkejut mendengar kata-kata Kamome yang tak terduga, dengan nada suara yang penuh ketegasan.
“Aku gak bisa meninggalkanmu, Tsuyu, dalam keadaanmu seperti ini.”
Ia tidak bisa meninggalkan Tsuyu yang sudah begitu hancur.
Senyuman bahagia yang Tsuyu tunjukkan di hadapannya.
Di hari-hari penuh rasa sakit yang ia alami, ketika hatinya terpojok, hanya dalam momen-momen bersamanya, ia menunjukkan senyuman yang murni.
Apakah ia bahkan tidak diperbolehkan merasakan kedamaian dan kebahagiaan sesaat itu?
Hanya itu saja... Apa tidak apa-apa jika hanya itu?
Ia bisa melakukannya.
Ia semakin ingin menjadi penopang hati Tsuyu.
“Kamome, tapi...”
“Tsuyu, aku ingin kamu menyerahkannya padaku.”
Kamome menatap Tsuyu dengan mata yang masih penuh tekad.
Ia melihat Tsuyu, dan juga mengingat sosok Himawari.
Ia tidak akan membiarkan salah satu dari mereka merasa sedih.
“Aku akan... aku akan memikul semuanya.”
◇◆◇◆◇◆
─Keesokan harinya.
Karena liburan musim panas, jalanan dipenuhi banyak orang meskipun di siang hari.
“Ah, Kamome-kun!”
Tempat mereka bertemu adalah di bawah menara jam di depan stasiun.
Himawari datang berlari kecil ke arah Kamome, yang tiba lebih dulu.
Tadi malam─setelah pulang dari rumah Tsuyu.
Kamome mengirim pesan kepada Himawari melalui obrolan, bertanya apakah mereka bisa bertemu besok.
Ia mengajaknya kencan, mengusulkan untuk bersantai bersama dan mengunjungi pusat permainan seperti dulu lagi.
Himawari, meskipun terkejut dengan ajakan Kamome, menjawab dengan sangat senang bahwa ia setuju.
Dan hari ini, keduanya bertemu di kota sesuai rencana.
“M-Maaf! Aku membuatmu menunggu, ya? Aku sulit memutuskan pakaian apa yang harus kupakai, jadi butuh waktu...”
“Santai saja, aku nggak menunggu lama sama sekali.”
Kamome berkata pada Himawari sambil tersenyum.
“Pakaian itu benar-benar cocok untukmu, Himawari.”
“Eh... Ahaha...”
Hari ini Himawari mengenakan gaun satu helai bermotif kotak gingham.
Topi dan sandalnya juga serba putih, memberikan kesan bersih dan rapi.
Sebuah pakaian musim panas yang girly dan sangat cocok untuk Himawari.
“Himawari, maaf tentang kemarin. Karena membalas pesanmu terlambat.”
Mereka berjalan beriringan sambil berpegangan tangan melalui kota.
Kemudian Kamome membahas soal pesan Himawari yang bahkan tidak sempat ia baca kemarin.
“Kemarin, Barry sedang bertingkah manja di rumah, dan aku tertidur dengan dia di atas tubuhku. Aku nggak bisa bergerak karenanya, dan aku juga jadi mengantuk, sebelum aku sadar sudah malam.”
Kamome menjelaskan dengan sedikit malu.
Mendengar cerita itu, Himawari bereaksi dengan Begitu ya yang terdengar agak lega.
Dan dengan sedikit ekspresi iri.
“Itu kedengarannya, bagaimana ya, menyenangkan... Tidak, pasti itu cukup merepotkan.”
“Iya, bulunya lembut dan rasanya menyenangkan.”
Ketika Kamome mengatakan itu, Himawari mengayunkan tangannya ke atas dan ke bawah dengan antusias, sambil berkata, Beruntung sekali!
Sebuah percakapan harmonis antara pasangan yang akrab.
“Kamu tahu, Kamome-kun...”
Di tengah percakapan seperti itu, Himawari mulai berbicara dengan ragu-ragu.
“Kemarin, aku... pergi menemui Tsuyu-san.”
“......”
“Rasa terkejut itu perlahan menghilang dari diriku, dan aku bisa melanjutkan hubungan dengan Kamome-kun tanpa masalah, jadi aku pikir kalau nggak apa-apa, aku ingin berdamai dengan Tsuyu-san juga dan kembali seperti dulu...”
“...Begitu.”
Kamome memandang Himawari.
“Kalau itu sesuatu yang Himawari putuskan, nggak ada yang bisa kukatakan lagi. Kalau Himawari bisa memilih pilihan yang paling kamu inginkan, menurutku itu juga baik.”
“Kamome-kun...”
Himawari tersipu dan menundukkan pandangannya.
“U-Uhm, Kamome-kun... soal Tsuyu-san...”
“Iya?”
“...Tidak, lupakan, itu tak penting─”
“Himawari. Aku nggak bertemu dengan Tsuyu sejak saat itu.”
Kamome menyatakan dengan tegas kepada Himawari, yang tampaknya ingin menanyakan sesuatu.
Mendengar hal itu, Himawari dengan cepat mendongak.
“Gak apa-apa kalau Himawari punya keraguan seperti itu. Karena itu, aku akan menjelaskannya dengan jelas.”
_ Kamome tersenyum dengan perpaduan antara senyum masam dan ekspresi lembut.
Tak ada tanda-tanda kebiasaannya saat berbohong atau ketidaknyamanan halus dalam dirinya saat ini.
“Kamome-kun...”
Rasa lega pasti mulai tumbuh di hati Himawari.
Ia menggenggam tangan Kamome dengan erat menggunakan jemarinya.
“...Terima kasih karena sudah memikirkan aku.”
“Tentu saja.”
Kamome menjawab dengan sikap lugasnya yang biasa.
“Karena Himawari adalah pacarku.”
◇◆◇◆◇◆
Ketika Kamome dulu berbohong, kebiasaannya selalu muncul karena rasa bersalah.
Sekarang, Kamome tidak merasa bersalah.
Ia ingin melindungi Tsuyu dan Himawari sekaligus.
Walaupun hanya untuk waktu singkat sampai Tsuyu kembali ke rumah dan semuanya kembali normal.
Meskipun hanya untuk waktu yang singkat itu, ia akan menyembunyikan semuanya dan memikul beban tersebut.
Ia akan menjadi penopang hati Tsuyu dan memastikan Himawari menjalani hari-hari yang bahagia.
Ia akan melindungi Tsuyu sekaligus menjaga kehidupan sehari-harinya bersama Himawari.
Itulah yang bisa ia lakukan sekarang─yang harus ia lakukan.
Benar, Kamome sudah mengambil keputusan.
Ia tidak tahu apa jawaban yang benar.
Tidak peduli seberapa lama ia memikirkannya.
Jadi, meskipun keputusannya dianggap bodoh oleh orang lain, ia memutuskan untuk mengikuti kata hatinya.
Dengan taruhan seluruh hidupnya.
Bukan hanya Tsuyu dan Himawari.
Hati Kamome juga mulai mengalami perubahan.
Post a Comment