NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Darenimo Natsukanai Tobikyuu Tensai Youjo ga, Ore ni Dake Amaetekuru Riyuu V1 Epilog

 


Penerjemah: Flykitty

Proffreader: Flykitty 


Epilog

Selamat Tinggal


Liburan musim panas tinggal kurang dari sepuluh hari lagi.


Di Akademi Shirakumo tempat kami bersekolah, itu juga berarti—ujian akhir semester semakin dekat.


"Berat… ini berat sekali…"


Suara rintihan terdengar di ruang kelas setelah jam sekolah.

Sumber suara itu datang dari sebelahku.


Itu berasal dari Hijiri-san, yang sedang memegangi kepalanya di depan soal matematika.


"Aku tidak mau lihat ini. Aku tidak mau lihat soal-soal ini lagi!"


Hijiri-san menggelengkan kepalanya keras-keras, seperti anak kecil yang merengek.


Melihatnya hampir menangis, Hime hanya bisa menghela napas kecil.


"Haa… kalau begini terus, liburan musim panas tahun ini juga bakal penuh dengan tugas, lho?"


"Ugh. Aku juga tidak mau ada tugas… Aku ingin santai di rumah selama liburan!"


"Kalau begitu, Kakak harus berusaha keras."


"Hime-chan, aku tidak suka kata ‘berusaha’."


"Kalau begitu, kakak harus menerima nasib mengerjakan tugas selama liburan."


"Itu juga tidak mauuu~."


Begitulah, perdebatan kecil seperti ini terus berlanjut sejak tadi.

Hari ini kami sengaja tetap tinggal di kelas untuk belajar bersama demi ujian.


Tapi sebagian besar waktu malah dihabiskan untuk mengajari Hijiri-san, jadi aku dan Hime hampir tidak sempat belajar.


Ujian akhir semester tinggal seminggu lagi. Kabarnya pekerjaan OSIS untuk sementara juga dihentikan.


Berkat itu, kami bisa menyediakan waktu untuk belajar bersama seperti ini, meskipun hasilnya belum terlalu efisien.


"Dia selalu seperti ini setiap belajar. Yohei-kun, apa yang harus kita lakukan?"


Hime memandangku dengan raut wajah kebingungan.


Dia kelihatannya cukup khawatir karena belajar Hijiri-san tidak juga menunjukkan perkembangan.


Meskipun begitu, nilai-nilaiku sendiri hanya rata-rata, jadi aku juga tidak bisa terlalu membantu.


Tapi, dibandingkan Hijiri-san yang selalu di peringkat terbawah, mungkin aku masih bisa lebih mendampinginya.


Lagi pula, jika dibandingkan dengan Hime yang selalu berada di peringkat pertama, Hijiri-san jelas tertinggal jauh.


"Hijiri-san, coba kerjakan soal ini dulu. Kamu bisa menggunakan rumus ini untuk menyelesaikannya."


"Eh? Aku yakin aku tidak akan mengerti juga, kok."


Dia terlihat kesal dan ngambek sambil menggembungkan pipinya.


Hijiri-san memang kebalikan dari Hime. Wajahnya tampak dewasa, tetapi kadang tingkah dan sifatnya seperti anak kecil.


Kalau begitu, bagaimana kalau aku lakukan ini?


"Setiap kali kamu berhasil menyelesaikan satu soal, aku akan memberimu satu cokelat ini."


Aku menunjukkan cokelat berukuran kecil dengan huruf alfabet yang terukir di permukaannya.


Cokelat itu dikemas satu per satu, jadi mudah dimakan di sela-sela belajar.


"Aku mau!"


Dia menjawab tanpa ragu. Jawaban yang sangat antusias.


"Jadi caranya adalah dengan ‘memancingnya’ pakai camilan, ya?"


Hime tampak kagum dengan idenya.


"Ini seperti pelatihan anjing. Dengan memberikan makanan sebagai hadiah, mereka akan memahami bahwa melakukan tindakan itu akan memberikan sesuatu yang enak dan menyenangkan—begitulah mereka belajar."


Err… aku tidak yakin pantas membandingkan kakaknya dengan seekor anjing.


Aku juga sebenarnya tidak berpikir sejauh itu. Aku hanya berharap cokelat bisa menjadi motivasi sederhana baginya. Untungnya, sepertinya berhasil.


"Yohei, angka ini dimasukkan ke sini, ya?"


"Ya, betul. Masukkan saja angka itu… oh, tapi hitungannya salah, coba perbaiki lagi."


"…Selesai! Kalau sekarang, bagaimana?"


"Ya, benar! Kamu berhasil ya!"


"Benarkah? Yeay~!"


Hijiri-san tersenyum lega.


Mungkin dia senang karena berhasil menyelesaikan soalnya.

Atau…


"Enak~," ujarnya sambil memakan cokelat yang kuberikan.

Atau mungkin cokelat itu yang membuatnya senang.


Bagaimanapun, aku senang karena dia sudah tidak lagi terlihat menderita seperti tadi.


Meskipun nilai Hijiri-san selalu buruk, bukan berarti dia tidak memikirkan apa pun.


Jika dia belajar dengan konsisten seperti ini, aku percaya dia bisa menghindari nilai merah.


Semangat, Hijiri-san!


Saat aku mendukungnya dalam hati dan mengawasinya dengan penuh perhatian,


Poke, poke.


Seseorang menyentuh lenganku pelan. Ketika aku menoleh, mata kami bertemu. Itu Hime.


"Hime, ada apa?"


"…Um."


Sedikit ragu-ragu. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menahan diri dan terlihat enggan bicara. Namun, tatapannya beralih ke tanganku, jadi aku segera menyadarinya.


"Coklat, kamu juga mau, Hime?"


"──Iya!"


Hime bersuara dengan gembira, jadi aku yakin itu jawaban yang tepat. Mungkin dia merasa sungkan karena mengira itu hanya untuk hadiah bagi Hijiri-san. Padahal awalnya, aku memang membawa ini untuk kita makan bersama, jadi tidak perlu sungkan.


"Tunggu sebentar, ya. Aku buka bungkusnya dulu."


Saat memberikan permen ke Hime, aku punya kebiasaan membukakan bungkusnya terlebih dahulu. Sebenarnya dia bisa saja membukanya sendiri, tetapi karena lebih mudah dimakan langsung, aku mulai terbiasa menyerahkan permen dalam keadaan terbuka.


"Silahkan."


"Terima kasih. Aku makan ya."


Tapi hari ini ada Hijiri-san juga, jadi aku pikir dia tidak akan memakannya langsung dari jariku. Namun—


'hap'


Tanpa ragu. Seperti biasa, dengan gerakan alami, seakan-akan keberadaan Hijiri-san tidak ada artinya… Hime menggigit cokelat langsung dari jariku.


"Manis… ehehe."


Hime tersenyum bahagia.


Aku sempat lupa akan keberadaan Hijiri-san. Atau mungkin Hime juga tidak sengaja melakukannya karena sudah kebiasaan. Tapi yang jelas, dia tidak keberatan jika dilihat Hijiri-san.


Aku tidak terlalu kaget karena sudah terbiasa, tapi berbeda dengan Hijiri-san.


"……"


Di balik kepala Hime, aku bisa melihat Hijiri-san yang tampak terkejut. Tatapannya tertuju pada Hime dengan ekspresi tak percaya, lalu beralih menatapku.


(Yōhei? Ini maksudnya apa?)


Begitulah kira-kira yang disampaikan matanya.


Tapi, bagaimana aku menjelaskannya? Menyampaikan situasi ini dengan tatapan saja jelas tidak mungkin.


Jadi, aku hanya mengangkat bahu. Hijiri-san menghela napas, menyerah, lalu menggelengkan kepala seolah berkata "sudahlah."


Setelah itu, dia meletakkan telunjuk di bibirnya, ‘shh.’


(Jangan bilang kalau aku melihatnya.)


Sepertinya itu maksudnya. Mungkin sejak tadi dia diam untuk menghindari Hime sadar bahwa dia sedang memperhatikan. Kalau sampai Hime menyadarinya, bisa jadi dia akan malu. Mungkin itu yang dikhawatirkan Hijiri-san.


Aku mengangguk kecil sebagai tanda mengerti. Hijiri-san lalu mengalihkan tatapannya ke kertas soal lagi.


"Ugh. Aku nggak ngerti… nggak ngerti sama sekali~"


Kali ini, dia mengeluarkan suara lebih keras, seolah ingin menegaskan keberadaannya.


"…Kakak, suaramu terdengar sangat menyedihkan, tahu."


Berkat itu, Hime tidak jadi berlebihan merasa malu. Dia sepertinya tidak merasa dilihat, atau bahkan tidak memikirkan kemungkinan itu sama sekali. Tepat seperti yang diinginkan Hijiri-san.


(Hijiri-san pasti juga menyadari perubahan pada Hime…)


Bagaimanapun, dia adalah kakaknya. Pasti lebih peka dengan keadaan Hime dibandingkan aku.


Sejujurnya, aku sendiri belum sepenuhnya memahami perasaan Hime. Bahkan alasan kenapa dia begitu dekat denganku pun, aku masih belum tahu.


Namun, aku yakin bahwa perubahan Hime bukanlah hal buruk.


Sebaliknya, kurasa itu adalah perkembangan ke arah yang baik… atau lebih tepatnya, pertumbuhan.


Karena Hime terlihat sangat bahagia.


Jadi, aku ingin mengatakan ini pada Hijiri-san:

──Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja.


Sekitar dua jam telah berlalu.


Karena jemputan untuk kakak-beradik Hoshimiya akan segera tiba, sesi belajar pun berakhir.


Aku berjalan bersama mereka berdua sampai ke gerbang sekolah. Mobil keluarga Hoshimiya sepertinya belum datang, tetapi sepertinya akan tiba sebentar lagi, jadi kami berpisah di sini.


"Yohei, terima kasih untuk hari ini~. Sampai besok, ya!"


"Ya, tentu. Semangat, ya, Hijiri-san."


"……Hmm."


Itu 'hmm' yang mengiyakan atau menolak, atau sekadar gumaman ragu?


Meski penasaran, aku memilih untuk percaya bahwa itu jawaban yang positif.


Setelah berpamitan dengan Hijiri-san, Hime yang sejak tadi terlihat gelisah langsung menyapaku.


"──Hati-hati di jalan ya."


Seolah-olah dia sudah menunggu gilirannya.

Melihat itu, aku tidak bisa menahan senyum.


"Pastikan Hijiri-san tidak malas belajar, ya."


"Serahkan padaku. Aku akan menjalankan taktik pelatihan anjing yang Yohei-kun ajarkan."


"Jangan perlakukan aku seperti anjing!"


Hijiri-san memotong dari samping, tapi aku tidak pernah memperlakukannya seperti anjing, jadi ini bukan salahku. Aku serahkan masalah ini untuk mereka berdua bahas nanti.


"Hime, sampai besok."


"……Ya."


Setelah melambaikan tangan, aku bersiap untuk pergi.


Aku mengira Hime akan membalas lambaian tanganku dengan senyuman seperti biasa, tapi kali ini wajahnya sedikit berbeda… lebih seperti sedih.


Seolah ingin mengatakan bahwa dia belum ingin berpisah.


Namun, mobil jemputannya akan segera tiba, dan ini bukan masalah yang bisa diselesaikan. Karena dia tahu itu, dia hanya diam.


Tapi… aku tidak ingin melihat wajah seperti itu.


"Nanti di liburan musim panas, kita main banyak-banyak, ya."


Sambil mengatakan itu, aku mengusap kepalanya.


Jari-jariku menyusup ke rambut lembutnya dan membelainya perlahan ke kiri dan kanan.


Aku berharap perasaannya bisa sedikit terhibur dengan ini.


"……Ehehe."


Hasilnya lebih dari yang aku harapkan. Dari wajah murung, dia kini tersenyum manis.


Sepertinya perasaanku tersampaikan.


Dia anak yang pintar, jadi mungkin dia senang karena memahami maksudku.


"Tentu. Mari kita main sebanyak mungkin."


Hime mengangguk tegas sambil menatapku.


‘Aku sudah baik-baik saja. Terima kasih, sekarang aku merasa lebih semangat.’


Meskipun tidak mengatakan itu, aku tahu dia berpikir demikian.


Aku lega melihat wajahnya yang ceria lagi.


Setelah melepaskan tanganku, aku kembali melambaikan tangan. Kali ini, Hime juga membalas lambaian tanganku.


"Yohei-kun, bye-bye!"


Dengan suara itu sebagai penutup, aku pun mulai berjalan pulang.


Melihat tingkahnya yang polos membuat suasana hatiku ikut cerah. Langkah kakiku terasa ringan dan melayang.


Aku menjalani hari-hari yang tak pernah kubayangkan setahun yang lalu.


Tidak heran jika aku merasa bersemangat.


Sejak aku berteman dengan Hime, hidupku terasa lebih ramai. Aku pun merasa senyumku menjadi lebih sering keluar.


Di upacara penerimaan siswa baru dulu. Saat aku tidak berani bicara dengannya di jalan menuju tempat pembuangan sampah, aku terus menyesalinya…


Namun suatu hari di kelas dua, ketika Hime mengeluh lapar sepulang sekolah, aku memberanikan diri untuk bicara.

Keputusan itu tidak sia-sia.


Jika saat itu aku pura-pura tidak tahu seperti sebelumnya… mungkin kami tidak akan sedekat ini.


Kami terpaut usia.


Asal-usul dan latar belakang kami pun berbeda.


Bahkan bakat kami bagai langit dan bumi.


Dia adalah gadis jenius yang hidup di dunia yang berbeda dariku.


Meski begitu… dia mau berteman denganku.

Aku sangat bahagia karenanya.


Agar hubungan ini tidak berakhir begitu saja, aku ingin menjaga hari-hari indah bersamanya.


Aku berjalan pulang sambil memegang tekad kuat itu dalam hati.


… Musim hujan telah berlalu.


Meskipun hari-hari lembab sudah berkurang, sekarang kami harus menderita karena teriknya sinar matahari.


Aku tidak terlalu menyukai musim panas.


Aku lebih suka hari-hari dingin. Namun, anehnya, tahun ini aku sama sekali tidak merasa membenci musim panas.


Justru sebaliknya, aku merasa bersemangat. Hatiku sangat cerah.


Aku berterima kasih pada Hime karena membuatku merasa seperti ini.


Aku sangat menantikan liburan musim panas bersamanya──


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close