Penerjemah: Eina
Proffreader: Eina
Chapter 1: Apakah ada pengantin baru?
Nama resminya adalah negara bagian
Hawaii, Amerika Serikat. Ini adalah negara bagian Amerika Serikat ke-50 dan
merupakan daratan dengan sejarah yang panjang, dan terdiri dari banyak pulau.
Ketika aku membaca informasi ini, aku
pikir negara ini mirip sekali dengan Jepang, dengan banyak pulau. Jepang juga
terdiri dari beberapa pulau, termasuk Hokkaido, Honshu, Kyushu, Shikoku, dan
Okinawa.
(Tln: Itu prefektur sih tapi kalau dibagi dengan perbatasan
perbatasannya bisa dianggap pulau juga kalau dipisah)
Setiap pulau memiliki budaya dan
bahasa yang sangat berbeda, dan konten wisatanya juga sangat berbeda. Mungkin
hal yang sama juga terjadi pada negara-negara dengan wilayah daratan yang
sangat luas.
Yang ingin kukatakan adalah tujuan perjalanan
sekolah kita adalah Pulau Besar Hawaii.
(Tln: Hawaii ada beberapa pulau, dan yang dikunjungin yang paling besar
yang ada gunung berapi Mauna Loa)
Pulau Besar Hawaii... Merupakan
pulau terbesar di Hawaii, dengan hamparan alam yang sangat luas. Pulau Hawaii
yang representatif dengan alam dan sejarah yang luar biasa.
Itulah tujuan perjalanan sekolah
kami, dan aku... di pulau Hawaii ini.
"...Memalukan...Memalukan...Aku
sangat bersemangat, tapi kita malah harus pindah tempat lagi. Maaf karena
terlalu bersemangat... "
Aku sangat malu.
Ya, aku pikir aku sudah sampai di
tujuan dan menjadi bersemangat, tapi kemudian aku harus naik pesawat lagi.
Sejujurnya, aku sedikit kecewa dengan kejadian yang tiba-tiba ini .
Pemberhentian pertama kami adalah
pulau Oahu, dan dari sana kami melanjutkan ke Pulau Besar Hawaii. Aku berpikir,
“Inilah awalnya!” tapi... kamu seharusnya tidak melakukan sesuatu yang kamu
tidak terbiasa.
(Tln: Mungkin transit atau refill?. Oahu pulau pertama dilewatin kalau
datang dari Barat)
Aku tidak masalah dengan
pindah-pindah tempat, namun jika aku sudah bersemangat, aku pasti akan
kehilangan semangatku ketika aku harus pindah lagi.
(Tln: Sama aja kalau kayak yang sering pindah sekolah karena pekerjaan
ortu, awalnya semangat lama lama malah ga mau)
"Lihat, jangan malu-malu dan
lihatlah pemandangannya. Pemandangannya sangat bagus."
Dari puncak bukit yang sedikit
lebih tinggi , aku meletakkan tanganku di dahi seolah-olah aku sedang melihat
ke kejauhan. Mengikuti pandangan Nanami, aku juga mengalihkan pandanganku ke
pemandangan yang dia lihat.
Memang... Tidak mudah untuk melihat
pemandangan seperti ini di Jepang.
Langit biru tak berawan, laut indah
yang memantulkan sinar matahari...dan pemandangan kota terlihat dari kejauhan.
Ada juga jalan yang sepertinya sangat panjang dan banyak tanaman hijau di
sekitarnya.
Pemandangan yang penuh warna dan
hidup memenuhi pandanganku.
Aku jarang menonton TV, tapi aku
masih merasa seperti sedang melihat pemandangan yang dulu hanya pernah kulihat
di TV.
Pemandangan yang tidak bisa dilihat
atau dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Aku sekali lagi merasa kalau aku
telah berada di tempat seperti itu.
"Semua itu...kopi, luar
biasa."
"Sejauh yang kulihat,
pohon-pohon kopi....Kurasa"
“Ketika aku mendengar tentang
perkebunan kopi, aku berpikir seperti apa tempatnya… tapi ini lebih besar dari
yang kubayangkan. Sungguh, ini semua kopi bukan?”
"Kurasa begitu. Ukurannya
sekitar tiga kali lipat dari stadium berkubah..."
“Sebanyak itu?!”, Nanami terkejut. Aku juga terkejut ketika aku
mengatakan itu, tetapi pada saat yang sama, aku juga tidak terlalu tahu
seberapa besar aslinya.
Ya, Nanami benar...saat ini kami
sedang berada di sebuah perkebunan kopi.
Mari kita kembali sedikit ke masa
lalu, kami akhirnya sampai di bandara di Big Island Hawaii , melewati
pemeriksaan imigrasi , kesulitan dengan bahasa Inggris kami, dan entah
bagaimana berhasil melewati pemeriksaan imigrasi, dan kami berhasil mendarat dengan
selamat pulau Hawaii.
Setelah itu...akhirnya kami sampai
dengan benar.
Tidak, serius, proses imigrasi
sangat sulit. Yang bisa aku nikmati hanyalah “akhirnya”.
(Tln: Maksudnya lega keluar imigrasi)
Dalam pikiranku, imigrasi memiliki
gambaran yang sangat menakutkan. Seperti, seorang pria dengan wajah menakutkan
mendekatku dengan cara yang sangat berbisnis.
Tapi kenyataannya… dia banyak
bercanda . Ini sungguh mengejutkan.
Pada dasarnya, itu adalah aktivitas
kelompok, jadi aku bersama Nanami sepanjang waktu, tapi sepertinya petugasnya
melihatnya...dan die bertanya padaku, "Bulan madu?"
Awalnya aku tidak mengerti apa yang
dia maksud, dan aku hampir menjawab ya, tapi itu tidak benar. Ini bukan bulan
madu.
Kemampuan pendengaran bahasa
Inggrisku bisa dipertanyakan, namun aku dapat mendengar bagian itu dengan
jelas, jadi aku mengatakan tidak dan mengatakan kepadanya kalau ini adalah karyawisata
sekolah, tapi petugasnya tampak tertawa bahagia.
Ngomong-ngomong, sepertinya Nanami
juga ditanyai hal yang sama. Dia memberitahuku dengan gembira.
“Apakah aku terlihat seperti
pengantin baru? Apakah itu terlihat? Jika itu masalahnya...aku akan
senang."
Aku pikir itu aneh jika seseorang
membuat lelucon seperti itu di imigrasi, tapi aku akan senang jika kami
benar-benar terlihat seperti pengantin baru.
“Tidak, mereka tahu kalau kita
sedang dalam study tour karena kita berpergian dalam kelompok.”
(Tln: Perjalanan Sekolah -> Study Tour)
Aku menerima beberapa tsukkomi yang bisa
dimengerti dari Hitoshi dan yang lainnya, tapi kurasa mau bagaimana lagi karena
mereka memberitahuku begitu. Mereka sebenarnya bertanya padaku apakah kami
sedang berbulan madu.
Jika itu masalahnya, maka kurasa
tidak apa-apa untuk merasa bangga.
...Baiklah, mari kembali ke topik.
Saat ini kami berada di perkebunan
kopi di Pulau Besar Hawaii.
Ketika aku mengatakan perkebunan...Aku
pikir itu hanya ladang kecil, tapi ternyata jauh lebih besar dari yang kubayangkan.
Aku tidak menyangka kebun kopi bisa seluas ini.
Terlihat banyak pohon kopi yang
menyambut kedatangan kita .
Aku tahu kopi adalah sebuah
tanaman, tapi ini pertama kalinya aku melihatnya tumbuh di pohon.
(Tln: Gua juga ga pernah liat kopi di pohon bjir klo dipikir pikir)
Kami sedang melihat ke bawah ke
perkebunan kopi dari sebuah bangunan di tempat yang agak tinggi.
Tempat ini sepertinya memiliki 2
hal yaitu sebagai kafe dan toko suvenir, dan aroma kopi yang nikmat memenuhi
area ini. Meski biasanya aku tidak minum kopi, namun aromanya membuatku ingin
meminumnya.
Apakah rasanya akan berbeda dengan
kopi yang diminum di Jepang?
"Kalau dipikir-pikir, Youshin
tidak minum kopi, kan? Aku mungkin tidak pernah melihatmu minum saat kita
bersama."
Perkataan Nanami yang tepat pada
waktunya menyadarkanku bahwa meskipun aku bersama Nanami, aku mungkin belum
pernah minum kopi sebelumnya.
Ketika kami pergi ke toko kopi
bersama -sama , aku minum jus...
Kalau dipikir-pikir, meskipun ada
banyak kopi didekatku, tapi itu tidak terlalu berdampak ke hidupku.
“Memang benar aku biasanya tidak berpikir
untuk minum kopi. Nanami, apa kamu sering meminumnya?”
"Aku terkadang meminumnya di
pagi hari. Bukankah aku pernah menunjukkannya pada Youshin?"
Oh, kopi di pagi hari? Aku yakin
orang tuaku juga minum kopi di pagi hari.
Kalau dipikir-pikir, kopi mungkin
merupakan minuman dewasa bagiku.
Entah kenapa, Nanami tiba-tiba
mulai terlihat sangat dewasa. Tidak, dia biasanya cukup dewasa, tapi dia mulai
terlihat semakin dewasa.
Nanami sepertinya memperhatikan
tatapanku juga, dan terlihat sedikit bangga.
“Jadi kamu meminum kopi hitam juga?”
"...Ya, itu benar."
Hah? Ada jeda yang aneh. Dia mengalihkan
pandangan dariku dengan cara yang agak aneh. Seolah dia tidak tahu harus
melihat kemana...
Mungkinkah ini reaksi orang yang
tidak meminum kopi hitam?
Tidak, bukannya harus meminumnya
juga... Bagaimanapun, kenapa dia berpura-pura seperti itu?
Kalau aku, aku hanya mengatakannya
karena aku mendapat kesan kalau orang yang bisa meminum kopi hitam akan
terlihat lebih dewasa.
Tapi yah, kupikir tidak ada gunanya
bagiku untuk mengatakan itu...
"Tidak, Nanami...kamu bahkan
tidak bisa minum kopi tanpa gula dan susu..."
"Oh iya~, dia bilang tidak
enak kalau tidak manis~"
Ah, gerakan Nanami berhenti setelah
menerima tsukkomi dari Otofuke-san dan yang lainnya . Gula atau susu...atau
lebih tepatnya, gula dan susu.
Apakah itu yang disebut kopi susu? Nama
yang bagus untuk itu adalah cafe au lait. Aku tidak begitu tahu apakah ada
perbedaan diantaranya.
Keduanya sengaja bergumam di
depanku, tapi kurasa mereka hanya mencoba mengolok-olok Nanami yang mencoba
pamer.
Ah, Nanami terguncang.
"Mou! Kenapa kamu
membongkarnya!! "
Wajah Nanami memerah dan dia hampir
meraih mereka berdua. Secara pribadi, menurut aku itu lucu dan menggemaskan
karena Anda tidak bisa meminumnya tanpa susu atau gula .
"Yah, Nanami, aku juga mungkin
tidak bisa minum kopi tanpa gula atau susu, jadi aku sama denganmu."
Aku mengatakan hal-hal yang mungkin
menghiburnya atau tidak juga. Tapi sepertinya itu sudah cukup bagi Nanami, dan
dia tampak sedikit tenang.
Dalam situasi seperti ini, pikiran
nakalku muncul dan bersemangat.
“Juga, aku tahu dari reaksimu
sebelumnya ‘Oh, dia tidak minum kopi hitam’, jadi sebenarnya tidak perlu
membongkarnya juga
“Benarkah?! ”
Aku mengatakannya. Pipi Nanami langsung
memerah dengan makna yang berbeda dari sebelumnya.
Aku bahkan tidak perlu
mengatakannya, karena aku biasa saja tapi aku malah mengatakannya. Aku yakin
jantung Nanami berdebar dan tidak bisa tenang.
Tidak, begini, orang akan
mengatakannya saat seperti ini bukan? Atau hanya aku saja? Mendengar
kata-kataku, Nanami gemetar sambil memegang kedua pipinya.
"Wah... Memalukan... Padahal
aku berusaha terlihat sedikit keren di depan Youshin... Agar aku terlihat
seperti wanita yang bisa minum kopi hitam..."
"Ah, iya. Aku juga paham soal
itu. Aku merasa orang yang bisa minum kopi hitam adalah orang dewasa."
"Benarkan? Youshin juga
berpikir begitu, kan? Minum kopi hitam itu kayaknya keren bukan."
"Itu benar..."
Saat aku hendak mengucapkan persetujuanku,
tiba-tiba aku memikirkan sesuatu. Seperti aku, Nanami juga berpikir ada sesuatu
yang keren dari bisa meminum kopi hitam.
Aku sangat senang bisa memikirkan
hal yang sama seperti dia.
Ngomong-ngomong, kalau aku bisa
minum kopi hitam, apakah Nanami akan menganggapku keren?
Tidak, untuk memiliki ide seperti
itu sendiri sudah tidak keren, tapi tidak ada salahnya untuk ingin dianggap
keren bukan?.
Orang-orang tidak perlu menganggapku
keren. Yang kuinginkan hanyalah untuk Nanami menganggapku keren.
Hubungan yang sehat hanya bisa
berlanjut jika upaya seperti itu selalu dilakukan. Dari hal-hal yang kecil,
terus berusaha keras untuk membuat suasana lebih ceria adalah hal yang penting.
...Yah, mungkin ada saatnya aku
jatuh dalam kemalasan. Tapi tetap saja, penting untuk melakukan sesuatu.
Oke, aku sudah memutuskan.
"Ayo belajar minum kopi hitam"
"Ada apa tiba-tiba...?"
Nanami terkejut dengan kata-kataku
yang tegas. Mau tidak mau aku bisa merasakan tekadku keluar dari suaraku .
"Aku ingin Nanami menganggapku
keren."
“Bukankah pernyataan itu agak tidak
keren…?”
Aku langsung menerima tsukkomi dari
Otofuke-san. Aku juga memikirkan hal yang sama jadi aku tidak bisa
menyangkalnya.
Semua orang di sini mungkin
berpikir begitu, tetapi ada juga orang yang tidak berpikir demikian… Hanya ada
satu orang yang tidak berpikir demikian.
Tentu saja, itu Nanami.
“Jangan khawatir, Youshin sudah
keren kok?”
...Sejujurnya, aku merasa malu
ketika seseorang mengatakan hal itu secara langsung kepadaku.
Terlebih lagi, alih-alih
menyeringai seperti biasanya, Nanami tersenyum dengan lembut, seperti seorang
ibu.
Apakah ini caranya untuk
memberitahu anak yang tidak mengerti situasinya, untuk memberitahu mereka
dengan cara yang dapat mereka mengerti?
Bahkan aku, yang mendengar ini,
berpikir kalau aku keren.
Sebenarnya, menurutku, hanya Nanami
satu-satunya yang akan mengatakan itu keren. Artinya, aku sudah mencapai apa
yang kuinginkan sebelumnya, yaitu Nanami berpikir aku keren.
“Hora, kalian jangan terlalu
berisik dan ayo pergi. Hati-hati dengan langkah-langkah kalian.”
Ups, saat aku berisik, aku ditegur
oleh Hitoshi dan Shizuka-san dari belakang.
Dengan perkataan Hitoshi, kami pun
mulai bergerak. Dari tempat yang menghadap ke perkebunan kopi, kami terus masuk
ke dalamnya.
Rasanya seperti pergi ke hutan, dan
aku sangat bersemangat. Ini sebenarnya kunjungan ke perkebunan kopi untuk
pelajaran sejarah. Tapi memasuki tempat tak dikenal seperti ini membuatku
bersemangat.
Ini terasa seperti melakukan
petualangan kecil. Apalagi jika itu adalah sesuatu yang biasanya tidak pernah bisa
ditemukan di sekitarku.
Alasan kami datang ke sini adalah karena
hampir tidak ada kesempatan untuk melihat seperti apa kopi sebelum diolah di
Jepang, jadi tujuannya adalah untuk melihat dan mempelajari kopi yang
sebenarnya.
Dengan perlahan, langkah demi
langkah, seolah sedang menikmati berjalan itu sendiri.
"Tapi...mataharinya terik dan
sangat panas."
“Beneran… aku sudah ingin memakai
baju renangku di sini…”
“Baju renangnya agak berlebihan,
tapi aku mengerti perasaanmu…”
“Kalau begitu, setidaknya jalanlah
dengan jarak yang lebih jauh, kalian ini.”
Nanami dan aku, yang sedang
berjalan berdekatan, mengeluh betapa panasnya cuaca, mendengar suara dari suatu
tempat.
Itu mungkin benar, tapi sebagai
sebuah pilihan, tidak akan. Tapi tetap saja, ini sangat panas. Panas sekali,
tapi aku akan tetap seperti ini.
Aku masih bisa bertahan karena ini
panas kering dan tidak lembab. Sinar mataharinya sangat terik.
Jika cuacanya juga lembab, kami
akan berjalan terpisah.
Panas, tapi bukan panas yang
membuat keringan terus keluar.. lebih seperti keringat menetes dengan perlahan.
(Tln: Kurang lebih kayak Indo?)
“Ini panas, tapi masih lebih baik
dari panas di Tokyo. Aku bisa mengerti kenapa orang-orang dari luar negeri
bilang mereka tidak tahan dengan panas di Jepang. “
(Tln: Salah satu alasan kenapa di anime sering ketika kepanasan, orang
bisa pingsan, baju jadi tembus pandang, karena panas di sana lembab dan jauh
lebih ga enak dibanding panas Indo)
“Hitoshi, apakah kamu pernah ke
Tokyo?”
"Aku pernah ke sana untuk
acara game. Secara pribadi, aku pikir itu lebih cocok sebagai tempat untuk
dikunjungi bukan ditinggali. Aku tidak tahan panasnya. Aku menghormati
orang-orang yang bisa tinggal di sana."
"Sepertinya sunscreen tidak
begitu diperlukan seperti di Hawaii," kata Hitoshi sambil tersenyum tipis.
Apakah Tokyo benar-benar sepanas itu? Menakutkan, tapi mungkin aku ingin
mengalaminya suatu hari nanti.
Tabir surya, ya...?
Aku sedikit mengulurkan tanganku
dan melihat ke bawah ke lenganku sendiri.
Cahaya yang menyinari kulit kami seolah-olah
menguapkan tabir surya dan menghilangkan efektivitasnya. Aku baru saja mengoleskannya.
Roti di oven...atau mungkin ikan
bakar? Itulah yang kurasakan saat ini. Aku pernah camping di pantai sebelumnya,
tapi cuaca disini sangat panas dibandingkan waktu itu .
Aku terkejut ini bahkan bukan musim
panas. Tidak, Hawaii panas sepanjang tahun tidak memiliki empat musim seperti
Jepang?
(Tln: Hawaii cuma ada musim panas dan musim dingin)
"Sepertinya aku harus
mengoleskan tabir surya lagi nanti..."
Mungkin aku harus menikmatinya saja
dan berjemur... Kalau dipikir-pikir, Nanami juga mengatakan itu sebelum datang
ke Hawaii.
(Tln: Nanami juga mau berjemur, udah siap coklat katanya)
“Hehehe, aku akan mengoleskannya
lagi padamu.”
Nanami, yang sedang melihat
tanganku, bergumam dengan malu-malu.
Kalimat “Akan mengoleskannya lagi”
perlu dikoreksi. Aku baru saja akan dioleskan oleh Nanami.
Untuk memastikan tidak ada yang
salah paham, kami akan mengoleskannya hanya pada bagian yang sulit dijangkau
seperti tangan. Kami tidak melakukan sesuatu yang aneh.
(Tln: Tangan sulit bjir)
"Hei, hei, jangan bermesraan
terus...pemandunya sedang menjelaskan."
Ups, aku sudah ditegur.
Tanpa aku sadari, sang pemandu
sudah berjalan dan sudah menjelaskan tentang perkebunan kopi ini. Karena ini kesempatan
yang langka, aku harus mendengarkannya dengan baik.
Sambil mendengarkan penjelasannya, aku
memandangi pepohonan di perkebunan itu.
Pohon-pohon kopi tersebar di
mana-mana, mengeluarkan suara gemerisik yang menyenangkan setiap kali bergoyang
tertiup angin. Apakah ini yang disebut nafas alam?
Setiap kali daun-daun itu tertiup,
sinar matahari melewati celah antar daun-daun itu, dan menciptakan pola di
tanah yang terlihat seperti lukisan bayangan. Itu bukan satu-satunya
pemandangan yang kulihat.
Aku tidak menyadarinya ketika aku
melihatnya dari atas, tapi sepertinya ada warna-warna yang berbeda tercampur di
antara pepohonan itu. Setiap kali dedaunan di pepohonan bergoyang, warna merah
dan kuning muncul di mataku.
Pemandu perkebunan ini menjelaskan
kalau buah berwarna kuning, merah, dan hijau itu buah kopi...biasa disebut ceri
kopi.
"Warnanya merah, buahnya
kecil, dan lucu. Aku tidak percaya ini bisa berubah menjadi kopi seperti
itu."
"Ini benar-benar terlihat
seperti buah ceri...atau lebih tepatnya, ini buah kan?"
Imut yang sangat khas dari Nanami,
yang membuatku hanya bisa tersenyum. Memang, untuk buah kecil menggemaskan
seperti itu berubah menjadi kopi yang pahit... itu aneh.
Meskipun hanya berjalan-jalan di
sekitar perkebunan, entah kenapa membuatku merasa bersemangat dan
bersenang-senang. Semua orang berkerumun memandangi pohon kopi dan menikmati
pemandangan di kejauhan.
Suara burung terdengar dari
sela-sela pepohonan. Ketika aku melihat ke atas, aku melihat burung-burung
terbang di antara pohon-pohon kopi . Suara angin, suara pepohonan, suara
burung...Suaraku dan suara orang lain bercampur menjadi satu.
Udaranya terasa jernih dengan tanah
yang lembab, serta aroma ceri kopi menggelitik hidungku. Aku pernah mendengar
bahwa kopi adalah berkah dari bumi, dan baunya ini membuktikannya.
Sebelum aku menyadarinya, aku sudah
memegang tangan Nanami. Mungkin karena aku bisa berjalan bersama Nanami di alam
seperti ini, yang membuatku ingin berpegangan tangan dengannya, tidak peduli
siapapun di sekitar kami.
Meskipun aku melakukannya secara
tidak sadar, Yah kurasa oke aja bukan.
Nanami terlihat terkejut saat aku
memegang tangannya, tapi dia langsung tersenyum dan berkata "ehehe"
lalu memegang kembali tanganku.
Ini...sangat menyenangkan... Seperti
sedang berjalan santai berdua. Mungkin inilah yang dimaksud dengan kebahagiaan.
"...Keduanya sama seperti
biasanya."
Komentar yang tiba tiba membuatku
kembali ke kenyataan. Otofuke-san dan yang lainnya melihat kami dengan sedikit
iri.
Yah, itu memalukan.
Ketika kami berdua merasa malu,
Hitoshi mundur selangkah. Lalu dia mengarahkan ponselnya ke arah kami.
“Kalian berdua, aku akan memotret
kalian dengan latar belakang pohon kopi. Ini akan menjadi kenangan yang bagus.”
Tanpa menunggu jawaban kami,
Hitoshi langsung mengambil foto kami sambil berjalan. Lalu dia juga mengarahkan
kameranya ke sekeliling beberapa kali dan mengambil beberapa foto.
Kami terkejut karena difoto begitu
tiba-tiba, namun setelah beberapa kali difoto seperti itu, kami sepertinya
sudah terbiasa dan mulai memberi pose peace(✌️) dan
lainnya.
Ketika aku melihat sekitarku, ternyata
semua orang sedang mengambil foto mereka dengan cara mereka sendiri. Pemandunya
juga mengobrol santai dengan orang lain dan ikut berfoto bersama mereka juga.
Aku terkesan dengan kemampuan
komunikasinya yang luar biasa, dan di saat yang sama juga, aku berharap bisa berbahasa
Inggris lebih banyak... Tidak, pemandunya bisa ngomong dalam bahasa Jepang juga
ya.
Kami berjalan dalam kelompok,
tetapi ketika kami sampai pada waktu paruh kedua tur perkebunan, kelompok-kelompok
itu mulai saling berpisah. Aku juga akhirnya bertukar kata dengan orang yang
biasanya tidak berinteraksi denganku.
Apakah ini juga nikmatnya
berwisata? Foto yang awalnya hanya dengan Nanami berdua secara bertahap mulai foto
bersama orang-orang di sekitarnya juga.
Perasaan yang agak aneh.
Menurutku ini rasanya setengah
kencan dan setengah perjalanan... Ini berbeda dari terakhir kali aku bepergian
bersama keluargaku, dan juga berbeda dari saat aku kencan dengan Otofuke dan
yang lainnya.
(Tln: Emang dari JP nya kencan bukan pergi atau jalan bareng)
Nanami ada di sampingku, meskipun
itu sama seperti biasanya, tapi ada yang berbeda. Aku lega karena perasaan itu tidak
membuatku tidak nyaman, melainkan terasa menyenangkan.
“Youshin, apakah kamu
bersenang-senang?”
“Eh? Ada apa tiba tiba?”
Menanggapi pertanyaan tak terduga
itu, mau tak mau aku membalasnya dengan sebuah pertanyaan juga. Nanami tertawa
lucu.
Yah, mungkin karena reaksiku aneh.
“Youshin, kamu kan kelihatan agak
kesulitan dengan kegiatan kelompok seperti ini bukan? Aku penasaran, bagaimana
perasaanmu sekarang setelah benar-benar ikut study tour”
"Ah... begitu."
Memang, saat festival sekolah juga
hampir semuanya baru bagiku, dan aku sempat sedikit bercerita pada Nanami.
Berdasarkan itu, perasaan aku saat ini adalah...
"Itu menyenangkan."
Perjalanan baru saja dimulai,
tetapi sudah sangat menyenangkan. Ya, benar. Aku senang. Ketika aku
memikirkannya seperti itu, perasaan tadi menjadi lebih masuk akal.
Aku juga
perlahan... mulai terbiasa dengan kegiatan kelompok. Apa aku sedang berkembang?
Mungkin ini
hal biasa, tapi ya, mereka bilang hal yang biasa itu yang paling sulit, kan?
Jadi, aku sedang berusaha menuju itu.
"Ngomong-ngomong,
kalian berdua pernah minum kopi bersama di pagi hari?"
Sambil
mendengarkan sejarah kopi dari pemandu, tiba-tiba Hitoshi mengajukan pertanyaan
seperti itu.
Aku dan Nanami... minum kopi bersama di pagi hari? Kalau dipikir-pikir, mungkin
kami belum pernah minum kopi bersama.
Nanami yang mendengarkan pertanyaan
itu juga menatapku saat dia memikirkannya. “Yah, tidak ada, bukan?” Saat aku
mengatakan itu dengan tatapanku, Nanami juga mengangguk.
“Mungkin tidak.”
"Tidak."
Melihat reaksi kami, Hitosh, yang
awalnya tenang, sedikit terkejut dan membalas “Begitu, itu mengejutkan.”
Saat aku bertanya-tanya apa
reaksinya...jawabannya segera terungkap.
"Kopi itu
sangat cocok untuk momen ngobrol antara pasangan. Di film, misalnya, kita
sering lihat adegan romantis di mana pasangan menikmati kopi pagi setelah
menghabiskan malam yang romantis bersama. Saat kalian menonton film berikutnya,
coba perhatikan adegan-adegan seperti itu."
"Ketika
kalian semua menjadi dewasa, nikmatilah kopi pagi dengan orang yang kalian
cintai di Hawaii."
Mendengar kata-kata dari pemandu, gadis
- gadis yang tertarik pada hal seperti itu berteriak keras.
Pemandu tersebut mungkin tidak
memiliki maksud lain dan hanya mencoba menjelaskan hal-hal yang menarik bagi
siswa SMA tanpa terdengar terlalu membosankan .
Namun sekarang... saat ini,
timing-nya sedikit kurang pas. Tapi dalam beberapa hal, bisa dibilang itu
bagus. Aku pernah mendengar bahwa dalam tren saat ini, banyak orang berpikir
mengungkap petunjuk lebih cepat itu lebih baik...
Bagaimanapun juga, soal pertanyaan
Hitoshi tadi.
“…Hitoshi?”
"Nn? Ada apa, Youshin?"
"Tentang pertanyaan kopi
pagimu tadi..."
Dengan tatapan setengah melotot,
aku berbicara dengan suara yang sangat rendah hingga aku sendiri terkejut itu
keluar dari diriku. Namun, Hitoshi malah menatapku dengan ekspresi seolah tidak
ada yang salah.
“Are? Apa kamu tidak menyadarinya?”
"Misumai-kun, kamu belum sadar
ya."
"Aku pikir jawabannya kok sederhana banget..."
"Yah, aku tahu sih kalian belum pernah melakukannya, tapi tetap saja~."
Tak terduga, suara dari berbagai
arah mulai terdengar. Tunggu, kenapa Otofuke-san, Kamoenai-san, bahkan
Shizuka-san ikut-ikutan ke pihak itu?
"Kalau kupikir-pikir, mungkin
aku juga tidak pernah minum kopi pagi bareng kakakku~."
"Kalau kami... kadang-kadang ada sih."
"Hatsumi, itu kan cuma kalau kalian sarapan bareng? Tidak perlu dipaksain
jadi romantis~."
"Diam."
Otofuke-san sedikit memerah, tapi
tetap berkata dengan suara yang agak imut, "Yah, kadang ada momen kita
minum bareng."
Yah,
Sōichirō-san itu kakak tiri, jadi kalau sarapan bareng, wajar saja untuk minum
kopi juga.
"Aku
ingin minum kopi pagi sama Taku-chan... Liburan ke Hawaii kan lumayan
kesempatan yang bagus, ya? Kalau aku mampir ke kamarnya, mungkin ada
peluang...?"
Di sisi lain,
ada ketua kelas yang diam-diam membara dengan tekadnya sendiri.
Itu adalah Shizuka-san. Dia
mengepalkan tangannya, dan terasa seperti ada api-api yang menyala di
belakangnya. Mungkin ini pertama kalinya aku melihat Shizuka-san yang
sebersemangat ini.
Yah, dia juga cukup bersemangat
waktu festival sekolah kemarin. Hanya saja arah semangat itu sekarang berubah.
Sungguh… seolah-olah dia memancarkan panas dari tubuhnya.
Kata-kata Shizuka-san, yang penuh
dengan semangat, yang cukup kuat untuk menyaingi hawa panas Hawaii… Perasaan
seperti itu kadang dapat menyebar ke orang lain seperti bagaimana demam
menyebar.
Tentu saja, itu juga menyebar pada
Nanami.
“Aku juga ingin minum kopi pagi
bersama Youshin…”
"Nanami-san...?"
Saat aku tanpa sadar menggunakan
bahasa formal, Nanami terkejut dan menutup mulutnya. Namun, mungkin karena
kata-kata yang diucapkannya adalah perasaannya yang sebenarnya, dia segera
menurunkan tangannya...
“Youshin…apakah kamu ingin minum
kopi pagi bersamaku?”
"Aku ingin."
Jawaban
langsung. Tidak ada keraguan atau kata-kata yang tersendat, bahkan untuk
sesaat. Setidaknya, tidak untukku.
Sesaat,
rasanya seperti suara di sekitar kami menghilang. Bahkan suara yang iri pun
tidak terdengar.
...Yah, mengatakan hal seperti ini
selama study tour pasti bikin orang lain merasa canggung. Tapi aku tidak
menyesal… atau setidaknya itu yang kupikirkan.
“Jadi ini jawaban langsung yang
orang bicarakan dari Misumai”
"Benar-benar jawaban instan.
Tidak terlalu tergesa-gesa, tidak terlalu lambat, benar-benar pas dengan akhir
kalimat Barato…"
"Timing-nya luar biasa. Enak ya punya pacar seperti itu…"
"Jangan-jangan… Misumai diam-diam tipe yang pendiam tapi intens?"
Tunggu, apa maksudmu?
Saat aku melihat sekeliling,
orang-orang menatapku dengan kagum. Rasanya seperti mereka telah melihat
sesuatu yang benar-benar ingin mereka lihat...
"...Nanami...apakah kamu
mengatakan sesuatu kepada semua orang...?"
Dengan gerakan
leher yang sepertinya akan mengeluarkan suara berderit, aku tersenyum ke arah
Nanami. Senyum itu mungkin... sedikit dipaksakan, pikirku...
Yah, karena...
satu-satunya yang tahu tentang jawabanku yang instan, selain aku, mungkin hanya
Nanami. Dan karena aku tidak sengaja melakukannya, ketika dibicarakan seperti
ini rasanya memalukan.
Nanami, yang
sedikit canggung, mengalihkan pandangannya dariku.
"Tidak... Itu saat aku
membantu temanku dengan beberapa saran, dan dalam percakapan tersebut, aku
menyebutkan kalau Youshin cenderung menjawab pertanyaanku dengan cepat..."
Kira-kira saran seperti apa yang bisa memunculkan respon seperti itu? Tapi
terlepas dari konteksnya, sepertinya kebiasaanku untuk menjawab cepat dalam
situasi seperti itu sudah diketahui banyak orang.
Namun, aku tidak bisa ragu lagi di
sini. Karena ini juga sudah diketahui banyak orang, aku jadi tidak perlu
khawatir lagi untuk berhati-hati di masa depan.
Untuk saat ini, mari kita bicara
tentang kopi pagi bersama Nanami.
"Yah, aku ingin meminumnya,
dan jika ada kesempatan, aku pasti ingin. Setidaknya, kita seharusnya bisa
meminumnya selama study tour kan?"
"Eh?! M-maksudmu... apa...? Mungkinkah...!?"
"Yah, karena, sarapan hotelnya bergaya prasmanan."
Jika aku ingat dengan benar,
sarapannya bergaya prasmanan, dan pasti ada kopi sebagai minumannya. Jadi ngopi
pagi... akan ada banyak kesempatan ngopi bareng...
Ah... Mata Nanami bersinar terang,
seperti langit berbintang ...dan dalam sekejap, semua cahayanya tiba-tiba
hilang.
Menakutkan?! Sorotan cahayanya
benar-benar hilang dalam sekejap?!
"Puuuuu...Youshin, Kamu
ngomong begitu dengan sengaja kan?"
"Um...apa yang kamu
bicarakan..."
Menanggapi kata-kataku yang
berusaha menghindar, Nanami mengembungkan pipinya seperti anak kecil, yang
menandakan kalau dia marah.
Yah, soalnya,
jelas tidak boleh melakukan hal aneh di sini, tapi kita tetap bisa minum kopi
pagi bersama bukan...?
Maksudku...
itu saja tidak apa-apa, kan?
"Muu...
Kalau begitu, ayo kita minum kopi pagi-pagi ya?"
Syukurlah, sepertinya dia sudah
puas dengan itu. Yah, Nanami pasti sudah tahu dan berkata begitu dengan
sengaja. Maksudku, kita tidak mungkin melakukannya saat study tour, kan?
Tidak, bahkan
di luar study tour, itu bukan hal yang bisa diucapkan begitu saja di tempat
umum.
"Tapi aku
sedikit penasaran—apakah kopi untuk momen seperti itu disiapkan sehari
sebelumnya?"
"Maksudnya...?"
Ketika aku
bertanya kembali, ekspresi Nanami juga berubah menjadi serius. Tidak, ini
benar-benar hanya sesuatu yang terpikirkan saat kita sedang bicara...
"Maksudku,
kalau dipikir secara normal... kayak, bangun pagi... bersama Nanami? Lalu...
ambil kopi dari kulkas buat diminum?"
"......Tidak,
untuk itu... bukannya membuat kopi baru?"
Bangun pagi,
dengan Nanami di sebelahku... sedang menyiapkan kopi? Kedengarannya cukup
sulit, tapi mungkin sebenarnya mudah?
"Kalau aku gagal bikin kopi
yang enak, rasanya semuanya akan berantakan."
"Memang, di momen seperti itu biasanya kopi yang enak kan..."
"Kalau begitu, pakai kopi instan saja?"
"Unn, apakah itu baik-baik saja? Aku membayangkan kopi yang enak... Bagaimana
menurutmu, Hatsumi?"
Mungkin karena tiba tiba diajak
bicara, Otofuke-san berteriak "Aku?!" dengan nada panik, dan dengan
tidak biasa menyebut dirinya "atashi" sebelum perlahan-lahan
menyilangkan tangannya.
"Hatsumi tidak tahu karena
orang tuanya yang selalu menyiapkannya kan~?"
"Itu benar, itu benar tapi kalau Ayumi yang bilang rasanya menyebalkan.
Tapi seharusnya bukan kopi instan."
Begitu. Jadi... untuk menikmati
kopi pagi bersama Nanami dengan baik, sepertinya aku harus menguasai cara
menyeduh kopi.
Aku hampir tidak pernah minum kopi
dalam hidupku, jadi apakah aku benar-benar bisa menyeduhnya dengan baik? Kopi
lezat yang bisa memuaskan Nanami...
Tidak, aku tidak boleh berkecil
hati. Semua orang punya pengalaman pertama untuk segalanya. Aku bisa mulai
belajar caranya dari sekarang.
Demi masa depan ... mari kita coba
dan berjuang.
“Mungkin sebaiknya aku membeli kopi
di sini sebagai oleh-oleh.”
Kata-kata yang kugumamkan
sepertinya terdengar ke telinga Nanami dan semua orang. Meskipun aku hanya
berbicara tentang membeli oleh-oleh, tapi tepuk tangan bermunculan di sekitarku.
Tunggu, ada apa? Nanami juga entah
kenapa terlihat sedikit malu menerima tepuk tangan itu dan memegang pipinya
dengan kedua tangan. Sebenarnya, apa yang sedang mereka tepuk tangan kan di
sini?
Juga, mengapa pemandu ikut bertepuk
tangan?
"Fufufu, berkat aku, Youshin jadi
selangkah lebih dekat dengan pacarnya ... ?"
Bahkan Hitoshi dengan santainya
mencoba mengklaim ini sebagai jasanya. Tapi yang sebenarnya dia lakukan itu
nyaris seperti pelecehan, kan?
Karena dia tidak melakukannya pada
Nanami, aku harus memujinya. Tidak, apakah perlu memujinya...?
"Kalau sampai salah langkah,
apa yang kamu lakukan itu murni pelecehan tahu?"
"Makanya aku bertanya pada Youshin, dan bukan ke Barato."
"Kalau kamu bertanya Nanami, aku mungkin sudah memukulmu."
"Segitunya?!"
“Otofuke-san?”, Terkejut dengan
pernyataan Otofuke-san, Hitoshi berseru dengan sedikit panik. Memang, kalau
sampai sejauh itu... ya wajar kalau tidak bisa dihindari...
Atau, apa benar tidak bisa
dihindari? Aku tidak yakin. Mengatakan hal seperti itu ke Nanami jelas masuk
pelecehan kan...?
"Un. Kalau dia sampai
mengatakannya ke Nanami, mungkin itu akan jadi pertama kalinya aku benar-benar
memukul seseorang. “
“Bahkan Youshin?! ”
Aku bahkan tidak perlu
memikirkannya.
Secara pribadi, aku tidak terlalu
suka kekerasan...yah, aku jelas tidak menyukainya. Namun, terkadang mungkin
perlu menggunakan kekerasan untuk melindungi seseorang yang dicintai, meskipun kita
tidak menyukainya. Untuk itu saja, harusnya diperbolehkan.
Tanpa kekerasan, kamu tidak bisa
melindungi seseorang di saat yang benar-benar penting. Itu kenyataan. Tidak
membawa senjata mungkin adalah suatu hal, tapi kamu butuh kekuatan untuk
melindungi sesuatu... Aku jadi merasa seperti MC dari manga action.
Yah, soal bisa melakukannya atau
tidak, itu urusan lain. Tapi aku harus siap kapanpun.
(Tln: Denger klen, cowok itu yang keras, sekarang pergi push up 100x,
sit up 100x dll )
"Tapi...
Youshin, kamu sepertinya tidak terlalu tahu soal hal-hal yang seperti itu,
ya?"
"Hal-hal
seperti itu?"
"Lelucon kotor."
(Tln: Gua juga ga ngerti kotornya dimana?, apa
karena adegan ngopi pagi biasanya abis nganu?)
"Yah, kurasa
aku tahu sebanyak yang kebanyakan orang tahu...?"
Aku punya cukup banyak pengetahuan
dari internet, tapi meskipun begitu, aku tidak terlalu paham. Kayak tadi, kalau
sedikit diubah saja, aku langsung tidak mengerti.
Selain itu, ngomongin hal seperti
itu rasanya akan canggung atau memalukan. Bisa dianggap pelecehan juga.
Walaupun kalau kudengar, mungkin aku hanya akan ketawa sih.
“Oke, aku punya satu tujuan lagi
untuk perjalanan ke Hawaii ini.”
"Tujuan? Apa..."
"Untuk bisa melakukan
pembicaraan kotor dengan Youshin. Lagipula, itu memang percakapan sesama lelaki."
"Apa yang kamu bicarakan...?"
Matahari bersinar dengan sangat
terang dan panas, tapi anginnya terasa segar, pepohonannya rimbun, dan bahkan
ada aroma kopi yang harum di udara….
Dan, dari semua hal, lelucon kotor?
Dan juga, ini masih study tour tahu.
“Tidak seperti kamu tidak
menyukainya atau kamu tidak terbiasa dalam hal itu kan?”
"...Aku sendiri tidak akan
mengatakannya, kurasa tidak apa-apa untuk mendengarkannya."
“Kalau begitu tidak apa-apa, lagipula
kita sekamar jadi mari kita bersenang-senang.”
"Serius…? Yah, mungkin itu
benar….”
Bertolak belakang dengan ekspresi
ceria Hitoshi, aku sedikit mengerutkan wajahku.
Namun, meskipun reaksiku seperti itu… aku tidak bisa menyangkal
kalau aku sedikit bersemangat. Ini pertama kalinya, pertama kalinya aku
mengalami acara menginap dengan sesama teman cowok.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Hari pertama di Hawaii berlalu
dalam sekejap mata .
Sejak kemarin... tidak, tanggalnya
tidak berubah, jadi mungkin hari ini? Bagaimanapun, sejak naik pesawat di
Jepang dan sampai di sini, kami terus bergerak tanpa henti.
Kami meninggalkan bandara, pergi ke
perkebunan kopi, lalu pergi ke kota yang menghadap ke laut dan makan siang di sana,
setelah itu, mendengar tentang sejarah kota tersebut, lalu naik bus lagi, dan
pergi ke semacam pasar.
Kami membeli
berbagai barang yang diperlukan dan kembali naik bus untuk lanjut jalan lagi.
Meskipun hanya jalan, ada begitu banyak tempat menarik sehingga itu terasa luar
biasa.
Meskipun terus
pindah-pindah, tapi tidak membosankan... Aku belum pernah ikut berwisata
sebelumnya, tapi apakah ini rasanya berwisata? Meskipun ini study tour sih.
Tapi di antara semua itu, yang
paling kuingat adalah betapa menggemaskannya Nanami saat merasakan hal-hal baru.
Dia sangat senang saat di
perkebunan kopi, dia juga berbicara tentang ingin berenang bersama di pantai,
dan aku tersenyum saat melihatnya makan siang.
Lalu, kami berbelanja bersama… dan
membuat janji untuk malam ini.
Saat kami tiba di hotel, staf-staf
hotel menyambut kami… semua orang menerima dekorasi bunga… atau karangan bunga…
atau apakah aku harus menyebutnya lei? Kami diberikan itu.
(Tln: Lei itu kayak kalung bunga Hawaii kalau kalian pernah liat di
film / dll. Cari aja google kalau ga tau)
Tentu saja, Nanami dan aku juga
menerima Lei itu.
"Are? Apakah kalian pengantin
baru?”
Salah satu staf hotel menanyakan
hal itu. Aku benar-benar tidak tahu mengapa mereka mengatakan itu… tetapi
orang-orang di sekitar kami jadi ribut.
Beneran, mereka tertawa begitu
keras, sampai terasa berlebihan.
Dengan semua perhatian yang tertuju
pada kami, aku pastinya jadi sedikit tegang… Aku mungkin memang sudah tidak
tenang. Tanpa berpikir panjang, aku berkata…
"...Tidak...tidak...sayangnya...belum."
Belum...
Meskipun hanya dua suku kata,
"belum" adalah kata yang aneh.
(Tln: Suku kata itu kayak banyak bibir kalian gerak, misalnya belum
-> Be – Lum, ada dua. Dalam Jepang juga belum itu “Mada” Ma – Da, dua juga)
Itu adalah kata yang mengandung
harapan, seolah sudah pasti hal itu akan terjadi di masa depan. Meskipun
kadang-kadang juga bisa mengandung keputusasaan.
Bagaimanapun… karena aku mengatakan
"belum", staf hotel memberikanku senyuman yang sangat indah…
“Jika begitu, silakan datang lagi
ke hotel kami saat itu tiba.”
Dan dia memasangkan lei yang serasi
padaku dan Nanami... Hitoshi bertepuk tangan, tapi hei, kamu juga mengenakan
yang sama kan?
Semua orang seharusnya mengenakan
yang sama, tapi kenapa rasanya begitu malu?
(Tln: Yang sama cuma
leinya tapi model / warnanya beda mungkin)
Setelah itu, kami langsung ke kamar
dan meletakkan barang bawaan kami selagi menikmati pemandangan dari kamar,
kemudian berkumpul dengan semua orang untuk orientasi. Di orientasi, kami
mendengarkan penjelasan tentang cara menggunakan fasilitas, prosedur
keselamatan, waktu tidur, dan sebagainya.
Setelah bagian akademis dari study
tour selesai, kami semua makan malam, memastikan ulang rencana untuk besok, dan
kegiatan hari ini selesai. Sekarang adalah waktu bebas.
Selama waktu bebas ini, kami semua berkumpul
sebagai kelompok untuk merayakan hari pertama kami, dan kemudian...
"Baiklah, kerja bagus untuk
hari ini semuanya... Mari kita bersulang. "
"Ou, bersulang"
Kami bersulang dengan kaleng jus
yang kami beli saat berbelanja tadi.
Saat aku membawa jus itu ke
mulutku, aku langsung meneguknya dalam satu kali minum sambil mengeluarkan
suara kecil dari tenggorokan. Sensasi karbon yang bergelembung yang melewati
tenggorokanku terasa menyegarkan untuk tubuhku yang lelah.
Dalam sekejap...Aku menghabiskan
kaleng jusku.
"Ohh~… Cara minum yang bagus.
Selanjutnya kamu mau minum apa?”
"Ah, kalau begitu, aku mau
yang itu...”
Aku menerima kaleng baru dari
Hitoshi dan membuka tutupnya. Hitoshi juga mengambil jus baru lalu membuka
snack dan memakannya.
Lalu dia meminum jusnya lagi...dan berkata.
"Kalau begini mending kumpul
di kamar para cewek…!!"
"Jangan ngomong terlalu keras dong. Lagipula, kenapa tidak pergi saja
sekarang?"
"Dingin banget~. Tapi ya, kadang-kadang kumpul bareng sesama cowok begini
juga tidak buruk kan?"
"Bukannya kamu yang tadi bilang mau ke kamar para cewek?"
Saat aku terkekeh, Hitoshi juga
tertawa dan menyeruput jusnya.
Kami sedang mengadakan selebrasi
kecil berdua karena sekamar. Setelah Nanami dan yang lainnya kembali ke kamar
mereka masing-masing, kami membahas apa yang akan kami lakukan dan memutuskan
untuk mengobrol lebih lama.
Memang, kalau langsung tidur terasa
seperti menyia-nyiakan waktu. Minum jus di jam segini rasanya seperti melakukan
sesuatu yang sedikit nakal. Rasanya kayak anak SD sih.
“Tetap saja, aku tidak pernah
menyangka kalian akan dikira sebagai pengantin baru.”
"Tidak, sungguh, kenapa ya. Tiba-tiba
mengatakan itu membuatku terkejut."
"Yah, itu mungkin karena aku
bilang ”Mereka berdua itu pengantin baru”."
“Kamu penyebabnya?!”
Tadi, semua orang sudah menggoda
kami habis-habisan, dan Nanami bahkan mengatakan "Mouu~!" sambil
mengejar Otofuke-san dan yang lainnya. Dan kamu tidak menjelaskannya waktu itu,
tapi malah mengatakannya sekarang?!
"Hitoshi...kenapa kamu
mengatakan itu..."
"Yah...aku tidak menyangka mereka
menganggapnya serius..."
...Iya juga. Tidak mungkin mereka
benar-benar berpikir kami pengantin baru. Apakah ini berarti orang Hawaii itu
memang ceria dan suka bercanda?
“Ngomong-ngomong…apa yang biasanya
dibicarakan saat-saat begini?”
“Ada apa tiba-tiba?”
"Yah, agak memalukan tapi... Aku
tidak terlalu tahu percakapan normal cowok. Yang mana yang normal atau apa..."
"Ah……"
Hitoshi memikirkannya sejenak.
Hitoshi punya banyak teman dan sepertinya sudah terbiasa dengan hal semacam
ini, jadi aku meminta pendapatnya.
“Tapi, tidak berarti kamu tidak
pandai berbicara, kan?”
"Yah kalau itu, sekarang saja
sudah ngobrol kayak begini. Aku sudah terbiasa."
"Kalau begitu tidak apa-apa. Temanku
juga ada yang pemalu juga, tapi lebih parah sampai ketika dia bertemu pacarku, dia
diam selama empat jam."
Aku pikir itu bohong, tapi ternyata
benar. Ekspresi Hitoshi berubah jadi muram seolah sedang mengenang sesuatu “Waktu
itu berat sekali…”
"Pacarku juga pemalu, jadi mereka
berdua hampir tidak ngomong sama sekali... Empat jam diem-dieman tahu..."
Uwah... Menjadi penengah saat itu
pasti berat untuk Hitoshi... Tapi...
“Siapa pacar itu?”
"Tidak, itu cerita lama. ‘Hitoshi-kun
terlalu ceria bagiku’... dan kami putus..."
Ternyata itu kenangan yang berakar
pada pengalaman sedih, dan Hitoshi tiba-tiba jadi murung. Sambil menghiburnya,
aku mengembalikan pembicaraan ke topik awal.
Topik: Obrolan seperti apa yang
biasanya dibicarakan cowok?
“Kalau dipikir lagi, tidak ada yang
formal sih… Ngobrolin tentang game, klub, atau mungkin para cewek…”
"Begitu ya," pikirku,
saat tiba-tiba Hitoshi sepertinya mendapat ide lalu membungkus dirinya dengan
futon. Meskipun terbungkus, dia tetap memunculkan kepalanya seperti binatang
kecil yang penasaran.
"Apakah kamu... Punya
seseorang yang kamu sukai?"
“Bahkan jika kamu menanyakan hal
itu kepadaku, hanya ada satu jawaban. ”
Mungkin ini topik klasik saat study
tour, tapi membicarakan hal ini cuma diantara aku dan Hitoshi rasanya tidak
terlalu ada gunanya. Memangnya akan seru?
"Eh? Siapa~? Ah, akhir-akhir
ini kamu sepertinya akrab dengan Barato. Apa kamu menyukainya? Kalau kamu
menyukainya, langsung tembak saja."
"Serius? Kamu akan terus berbicara
seperti itu? Um..."
"Yah, kesampingkan hal itu,
topik seperti siapa yang kamu suka itu memang sering muncul. "
Saat aku bingung harus menjawab
apa, Hitoshi keluar dari futon yang tadi membungkusnya sambil mengangkat bahunya.
Jadi… begitu?
"Kalau dipikir-pikir, waktu Barato
dan Youshin mulai pacaran, itu benar-benar mengejutkan. Biasanya, ada
tanda-tanda sebelumnya, kayak, ‘Eh, mereka belakangan kelihatan mencurigakan ya’
tapi waktu itu tidak ada apa-apa."
Mendengar kata-katanya yang
menggambarkan bagaimana kami terlihat dari sudut pandang orang lain saat itu membuatku
sedikit berdebar. Jadi, begitu bagaimana kami terlihat di mata orang-orang sekitar
waktu itu.
Aku merasa malu, tetapi pada saat
yang sama aku juga sedikit penasaran. Waktu itu, aku begitu berusaha keras, dan
sempat juga memikirkan apakah kami benar-benar cocok atau tidak... dan aku
sampai pada kesimpulan bahwa aku tidak boleh merendahkan diriku sendiri.
Berkat Nanami juga, aku jadi bisa
berdiri dengan bangga di sampingnya. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin saat
itu, tapi...
Apa yang sebenarnya dipikirkan
orang lain pada kami saat itu?
“Dari sudut pandangmu, bagaimana
pendapatmu terhadap aku dan Nanami saat itu?”
"Hmm, kalau aku sendiri... ‘Tipe
Barato ternyata seperti itu’, mungkin."
“Tipe Nanami ya... yah, wajar saja
kalau kamu berpikir begitu.”
"Ah, jangan salah paham ya!
Maksudku karena tipe kalian itu cukup berbeda, jadi justru itu mungkin alasan
kenapa kalian cocok. Soalnya, Barato kan tipe yang tidak gampang biarin
cowok-cowok mendekat.”
(Tln: Ga suka di agresifin)
Hee, jadi begitu cara dia memandang
kami waktu itu. Memikirkan bagaimana orang lain melihat kami saat itu memang
terasa sedikit memalukan, tapi juga menyenangkan dan cukup menghangatkan hati.
Hitoshi juga sepertinya tidak
mempunyai perasaan buruk akan hal itu, tapi...
"...Bagaimana dengan cowok
lain? Apa yang mereka pikirkan?"
“Yah… mereka sempat pesimis, putus
asa, menaruh dendam iri padamumu, melewati berbagai emosi negatif termasuk
keinginan membunuh, tapi akhirnya mereka sadar tidak ada gunanya setelah melihat
kalian berdua saling bermesraan."
Keinginan membunuh, ya. Untungnya tidak
ada tindakan nyata, jadi mungkin mereka semua berhasil menahan diri.
Ya, sepertinya aku diberkati dengan
teman sekelas yang baik. Hanya dengan memahami hal ini saja sudah membuat study
tour ini terasa lebih berharga.
(Tln: Nembak / Ditembak -> Confess atau nyatain perasaan suka)
“Ngomong-ngomong, Yang menyatakan
perasaanya Barato duluan ya?”
"Ah, un. Benar juga. Nanami
yang menyatakan perasaannya padaku."
“Wahh, aku sangat irii. Aku juga
ingin seseorang menyatakan perasaanya padaku.”
"...Nn? Belum pernah ada yang
menyatakan perasaanya padamu...?"
"Sayangnya, tidak. Aku sudah tapi
belum pernah jadi penerima."
Itu... luar biasa.
Aku juga pernah menyatakan
perasaanku pada Nanami, jadi aku bisa mengerti betapa sulitnya itu. Jika aku menyatakan
perasaanku dan ditolak...
(Tln: Buat referensi aja, kalian lebih suka “nembak” “ditembak” atau
“menyatakan perasaan” ya?, bisa komen dibawah yang lebih kalian suka)
Mungkin, aku akan langsung menyerah
saat itu juga. Dan pasti butuh waktu yang sangat, sangat lama sebelum aku bisa
mengumpulkan keberanianku untuk menyatakan perasaanku lagi.
"Hitoshi...apa kamu terbiasa
dengan menyatakan perasaanmu?"
"Apa yang kamu bicarakan? Aku
selalu gugup dan tegang. Jika aku ditolak, aku akan menangis."
"Dan meskipun begitu, kamu
masih bisa menyatakan perasaanmu... itu luar biasa"
"Ya, pertama aku harus membuat
mereka menyadarinya dulu. Setelah menyatakan perasaanku, barulah pertempuran
yang sebenarnya dimulai. Jadi teman, buat mereka mulai menyukaimu, lalu kencan...
dan kemudian, ditolak...”
Ah, dia depresi lagi.
Meski dia mengatakannya dengan santai,
aku tidak bisa merasakan kebohongan dari kata-kata Hitoshi. Meski aku tidak
bisa memastikannya, tapi kurasa itu adalah perasaan sejatinya.
Entah kenapa, aku semakin
menghormatinya.
"Ngomong-ngomong, Apakah ada
seseorang yang kamu sukai sekarang?"
"Sekarang? Mungkin tidak ada..."
“Lalu, ada tipe cewek tertentu?”
"Tipe... Tipe ya..."
Wah, dia menyilangkan tangan dan
berpikir keras. Ya, aku juga akan bingung kalau tiba tiba ditanya tentang
tipeku. Mungkin aku akan bilang orang yang aku sukai adalah tipeku...
Bagiku, tipeku adalah Nanami...
Apakah ini aneh?
Hitoshi memikirkan pertanyaanku
sejenak, tapi saat dia mengendurkan lengannya, dia memasang ekspresi gelap di
wajahnya, seperti seorang prajurit veteran .
Aku tanpa sengaja menelan ludah
melihat ekspresinya... lalu dia berbisik dengan suara yang hampir terdengar
serius.
"berpayudara besar...?"
"Kamu..."
Kembalikan rasa hormat yang baru
saja kumiliki.
Tidak, aku mengerti. Aku tahu
karena aku mendengarnya. Tapi, begitu ditanya tentang tipe, kamu langsung
berpikir tentang payudara besar...
Aku juga menyukainya, jadi aku
tidak akan menyangkalnya, tapi untuk payudara besar lebih penting daripada
kepribadiannya...
“Payudara besar…?”
"Jangan mengatakannya dua kali
dalam bentuk pertanyaan. Reaksi apa yang harus kutunjukkan?"
Dia memiringkan kepalanya, dan aku
benar-benar bingung bagaimana harus merespon. Aku tidak menyangka dia akan
menyebut hal yang sama untuk kedua kalinya. Aku kira dia akan menyebutkan
seseorang yang baik hati atau kepribadian lainnya.
“Tidak, hal semacam itu penting!
Aku yakin kamu juga ukuran besar Barato kan! Aku tahu kamu menyukainya!
"Aku tidak menyukainya!! Jangan
membawa Nanami ke dalam pembicaraan ini!! "
“Hoo, jadi kamu tidak menyukai
besarnya Barato itu?”
"Tidak, itu..."
Tiba-tiba diserang, aku terdiam dan
kemudian... aku bergumam dengan suara lemah.
"Aku menyukainya..."
(Tln: Men will always be a men, tapi MEDIUM IS PREMIUM >>>>)
Kata-kataku itu sepertinya sangat memuaskan
bagi Hitoshi karena dia tersenyum lebar dengan ekspresi yang sangat puas.
Senyum itu dari hati, dan itu membuatku kesal.
Tapi mau bagaimana lagi!! Aku tidak
bisa bohong dan mengatakan aku tidak menyukainya bukan?! Dengan wajah memerah,
aku melihat Hitoshi tertawa dengan riang.
"Un, Yah... Youshin, kamu
ternyata cukup gampang diajak ngobrol. Kita para cowok biasanya ngobrol kayak yang
begini, jadi menurutku kamu sudah oke dengan obrolan antar cowok”
"Eh? Oh, maksudmu yang tadi?
Serius? Jadi... seperti ini?"
"Yep, kelihatannya kamu
khawatir, tapi... kurasa kamu baik-baik saja. Sisanya cuma perlu... lebih
detail...”
“Lebih detail…?”
Saat aku memiringkan kepala
bingung, Hitoshi sedikit tersenyum nakal, lalu mengangkat satu jari tinggi
tinggi.
Seolah dia hendak membuat
pengumuman penting.
“Tentu saja lelucon kotor!! ”
Lagi-lagi itu?! Memang aku yang
bertanya, tapi tetap saja!!
“Yah, tidak perlu maksa untuk
terlalu paham juga. Kalau cowok ngobrol, hal-hal kayak begitu kadang muncul
sendiri.”
"Begitukah...?"
"Ou. Kalau ada apa-apa,
ngomong saja padaku. Selama bukan soal uang, aku akan bantu. Bahkan soal cinta
juga, kalau perlu. Meskipun aku tidak punya pacar sih”
Dengan senyum lebar yang
memperlihatkan giginya, Hitoshi tertawa, dan aku ikut tertawa. Benar-benar,
dari hati yang terdalam... aku merasa sangat didukung. Apakah ekspresi ini
sebenarnya perlu?
"Jika sesuatu terjadi pada
Hitoshi juga, aku bisa membantu dengan apa pun selain uang."
"Ou, mohon bantuannya."
Saat Hitoshi mengangkat tangan
tinjunya, aku juga mengangkat tanganku serupa. Tempat tidur kami terlalu jauh,
tapi entah kenapa, aku merasa tinju kami kena satu sama lain.
“Kalau begitu, untuk awalnya, kenalkan
aku ke cewek”
"Langsung ya"
Tapi cewek yang bisa aku kenalkan
terbatas... Mungkin Nao-senpai...? Terus... siapa lagi ya? Para Onee-san yang
dekat dengan Nanami?
Setelah aku
mengatakan itu pada Hitoshi, dia langsung memohon dengan mata penuh antusias.
Mungkin ini reaksi paling semangat yang pernah kulihat darinya.
Setelah itu,
aku dan Hitoshi terus ngobrol tentang hal-hal yang nggak penting.
Ngobrol
seperti ini dengan teman rasanya benar-benar menyegarkan, dan mungkin aku bisa
ngobrol seperti ini selamanya. Jadi, ini yang namanya dengan obrolan cowok...
Ketika aku
berpikir begitu, tiba-tiba ponselku berbunyi. Suara notifikasi pesan masuk, dan
ketika kulihat, aku tidak bisa menahan diriku untuk terkejut.
"Eh?"
Pengirimnya adalah Nanami...dan isi
pesannya
``...Mau diam diam keluar dan
ketemu, Cuma berdua saja?”
Dan tujuan pesan Nanami adalah...
Tanpa sadar, aku bertukar pandangan
dengan Hitoshi.