Penerjemah: Eina
Proffreader: Eina
Interlude 1: Hal
nakal pertama
(Tln:
[...] -> pesan)
"...Aku mengirimkannya...Aku
mengirimkannya...Aku mengirimkannya..."
Suaraku, yang kugumamkan secara
diam-diam, mungkin tidak terdengar oleh orang lain.
Aku menggenggam smartphoneku dengan
erat, dengan tenang tapi diam-diam semangatku terus naik.
Rasanya seperti ada sesuatu yang
menekan kuat di dadaku, yang membuat jantungku berdebar. Seluruh tubuhku terasa
gelisah dan gatal, seolah ingin bergerak tanpa alasan.
Perjalanan bersama Youshin… yah,
ini bukan perjalanan berdua saja—ini adalah study tour sekolah. Sejak pagi, aku
selalu bersama dengan yang lain, dan itu menyenangkan juga.
Tapi... kita hampir tidak ada waktu
untuk berdua.
Jadi, um… mengerti kan? Walaupun
ini sedikit melanggar peraturan untuk keluar setelah jam malam, aku benar-benar
ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Berdua saja.
Makanya tadi, saat semua orang
sudah berkumpul di kamar, aku diam-diam...
“Sudah dikirim ya”
“Sepertinya sudah”
"Ah, mereka akan melakukannya...
Enaknya..."
"Eh?"
Tiba-tiba, kata "kirim"
dari Hatsumi dan yang lain mulai terdengar di telingaku berulang-ulang. Eh?
Tunggu, mereka… ngomongin apa?
Apa ini cuma kebetulan? Tepat
ketika aku mengirim pesan ke Youshin, mereka semua tiba-tiba mulai berbisik
tentang "kirim"... Sebenarnya apa yang terjadi?
Oh, semua orang menatapku.
Hatsumi sedikit terkejut, Ayumi
menyeringai, dan Kotoha terlihat... iri. Etto, kenapa mereka melihatku seperti
itu?
"Nanami-chan… Kamu ngajak
Misumai-kun keluar malam-malam… Wah, kamu mau melakukannya ya? Bahkan aku tidak
berani mengajak Taku-chan untuk itu. Aku memang membiarkan dia meremas dadaku
sih.”
"Tunggu, Kotoha-chan !? Aku
tidak akan melakukannya! Aku tidak akan melakukannya oke?! Juga, apa yang kamu biarkan
dia lakukan?! Apa yang kamu lakukan?! "
Dengan pengumuman tiba-tiba itu,
Hatsumi dan yang lainnya sekarang mengalihkan pandangan mereka ke arah
Kotoha-chan juga.
Kotoha-chan sedang memakai baju
tidur dengan model bahu terbuka yang cukup seksi, jadi aku tanpa sadar
memandangi dadanya. … Itu yang dia biarkan disentuh?
Tidak, meskipun dia memberiku tanda
peace(✌️) dengan senyum
bangga di wajahnya...
Tapi, lebih penting lagi...
"Kenapa semua orang tahu kalau
aku...mengajak Youshin...?"
Sementara aku bingung dengan timing
yang sempurna itu, ketiganya saling bertukar ekspresi yang sedikit bingung.
"...Bukan karena sengaja ya"
Eh? Maksudnya apa…? Dengan
perlahan, Hatsumi menunjukkan layar ponselnya padaku.
aku memiringkan kepalaku lalu
melihat ke layar, dan masih dengan kepala miring… mataku perlahan mulai
melebar. Begitu lebar sampai rasanya seperti hampir keluar.
Aku tidak bisa bersuara, lalu mengalihkan pandanganku ke ponselku
sendiri, dan bergantian melihat antara ponselku dan ponsel Hatsumi.
Pesan yang kukirim ke Youshin...
Ada di kedua layar ponsel kami.
Mengapa?!
Bahkan setelah membandingkannya
dengan ponselku, isi pesannya sama persis. Pesanku yang mengajak Youshin… tanpa
ada satu kata pun yang berbeda. Saat aku masih bingung, aku memperhatikan layar
dengan lebih saksama dan…
"Ah..."
"Kamu tidak sadar ya..."
Ketika aku melihat lebih dekat, aku
menyadari kalau di layar yang menampilkan pesan itu, selain aku dan Youshin…
pesan dari Hatsumi dan yang lainnya juga terlihat.
Ini... mungkinkah...?
“Kamu mengirimnya ke grup chat tim
kita~?”
Seolah menguatkan keterkejutanku,
Ayumi memberikan serangan susulan. Itu benar. Bahkan setelah aku melihat layar
ponselku, pesan itu ternyata tidak terkirim ke Youshin pribadi, melainkan ke
grup chat kelompok kami.
Si-sial... Aku terlalu berusaha
sembunyi-sembunyi sampai salah kirim ke chat yang salah.
Benar juga, Biasanya, karena aku
sering kirim pesan ke Youshin, namanya selalu di urutan paling atas. Tapi sejak
kami sampai di Hawaii, grup chat jauh lebih aktif.
Jadi, waktu aku pilih berdasarkan
urutan, itu bukan Youshin… Ugh… aku gagal… Lebih tepatnya, ini sangat
memalukan…
Yang berarti, mungkin saja sekarang
disana…?
*Bon!* Rasanya
seperti ada suara yang meledak dari dalam tubuhku, dan seluruh badanku mulai
terasa panas. Rasa malu yang begitu luar biasa membuatku ingin bergerak dengan
alasan yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.
“Tapi, yah, langsung di hari
pertama? Ini bukan cepat lagi, ini super kilat.”
"Tidak, tidak, kalau aku ke
sini sama kakakku, aku juga bakal gitu~. Malah aku menginap saja di kamarnya.”
"Kurasa aku harus mencoba
mengundang Taku-chan lagi... Tapi tentu saja, akan buruk jika mengundangnya ke
ruangan ini... Kalau Nanami-chan pulang di tengah-tengah akan bahaya”
“Tunggu, Ketua, apa yang sebenarnya
kamu rencanakan?”
Mereka bertiga mengatakan apapun
yang mereka inginkan sambil menatapku karena aku terlihat bingung. Ya,
Kotoha-chan dan aku berada di ruangan yang sama, jadi akan sangat canggung jika
aku kembali saat mereka masih bersama.
Di kamar Youshin ada Kenbuchi-kun,
jadi dia tidak bisa menginap di sana… Tunggu, itu bukan inti masalahnya. Ah, mou…
Bagaimana ini?
…Tapi, syukurlah aku salah kirim ke
grup kelompok. Kalau aku mengirimnya ke grup kelas atau semacamnya…
Uwah, cuma membayangkannya saja
sudah membuat punggungku terasa dingin.
"Tapi yah, Nanami yang diam-diam
bertemu pacarnya, itu seperti belajar kebiasaan buruk… Ibumu ini sangat senang…"
"Kamu bukan ibuku... Juga, itu
membuatmu bahagia...?"
Hatsumi mengatakan hal aneh sambil
pura-pura menangis… dan Ayumi ikut-ikutan menirunya. Tapi kalau Kotoha-chan
yang melakukannya, itu rasanya salah.
"Tapi serius... Baguslah
karena kamu tidak jadi bisa diam-diam pergi."
"Iya… kalau kamu pergi tanpa
sepengetahuan kami, kami pasti akan panik."
"Memang... Itu kesalahan yang
baik. Mungkinkah dia kikuk?"
(Tln: Kikuk -> ceroboh)
“Tidakkah kalian terlalu kejam?”
Tidak perlu sampai mengatakan kalau
kesalahanku adalah hal yang baik... Aku sedikit ingin ngambek tapi sepertinya
bukan itu masalahnya.
Hatsumi mengangkat jari telunjuknya
dan mulai menggerakkannya ke kiri dan kanan dengan gerakan yang agak
berlebihan. Meskipun dia melakukan itu, aku masih tidak mengerti apa yang ingin
dia katakan.
"Seperti yang diharapkan
darimu... Jika Nanami tiba-tiba menghilang, kami semua pasti akan khawatir kan?."
"Ah..."
Sebuah argumen yang sangat logis
muncul. Benar, kita bukan di Jepang, kita di Hawaii... Kalau aku diam-diam
pergi begitu saja, pasti akan buruk.
“Dan juga, di saat seperti ini,
cerita kita harus saling menyesuaikan.”
"Begitu...kah?"
"Yep. Kalau ada guru yang
datang patroli ke kamar... kami harus siap mengatakan kalau kita tidur dengan
benar di kamar, atau cara lain untuk menipunya."
Ah, jadi itu maksudnya. Tapi yah,
itu juga masuk akal sih. Hmm, aku tidak terlalu sering melakukan hal-hal
seperti melanggar aturan, jadi...
Saat aku melirik ke arah
Kotoha-chan... dia mengacungkan jempolnya dan ekspresinya seperti mengatakan
percaya padaku
"Serahkan saja padaku. Aku
akan menggunakan semua kepercayaan yang sudah kubangun sebagai ketua kelas
untuk menutupinya."
"Kotoha-chan... kamu sangat bisa diandalkan...!"
"Itu sebabnya, kalau aku melakukan hal seperti ini dengan Taku-chan, kamu
juga harus membantuku ya."
Dia cukup
pintar memanfaatkan situasi ini, tapi jujur, itu memang penting juga. Aku belum
pernah melakukan hal seperti ini dengan temanku sebelumnya, jadi... diam-diam
aku merasa sedikit bersemangat.
Rasanya
seperti sedang melakukan sesuatu yang terlarang. Bukan hanya terasa, ini memang
benar-benar bukan sesuatu yang baik.
"Nanami benar-benar tumbuh ya."
“Apakah ini yang dibilang tumbuh…?”
Seperti yang diharapkan, Hatsumi
bergumam dengan ekspresi penuh emosi. Dari sudut pandangku, komentar itu memunculkan
banyak pertanyaan... tapi kemudian Hatsumi meraih bahuku dengan tegas.
"Kalau... Bagaimana kalau,
bagaimana kalau! Kalau nanti kita pulang ke Jepang dan kamu menghabiskan malam
bersama Misumai, aku akan bilang 'Nanami sedang menginap di rumahku!' "
“Ah, di rumahku juga boleh~?”
“Di aku juga tidak masalah?”
Setelah Hatsumi mengatakan itu,
kedua lainnya langsung mengikutinya juga. Jujur saja, aku tidak bisa
membayangkan hal itu benar-benar terjadi setelah kita kembali ke Jepang...
Meskipun begitu, rasanya perjalanan
ke Hawaii ini menurunkan batasanku untuk melakukan sesuatu yang sedikit
terlarang. Suatu hari nanti, apa aku akan meminta benar-benar bantuan Hatsumi
seperti itu?
Saat aku tenggelam dalam pikiran tentang masa depan, ponsel di tanganku
berbunyi.
"Ah, Youshin membalasnya..."
Balasannya cukup lama, tapi
akhirnya Youshin merespon pesanku... atau lebih tepatnya, di grup chat. Tentu
saja, Hatsumi dan yang lainnya bisa melihatnya juga.
Meskipun aku berpikir, ‘Kenapa
sih harus balas di sini dengan formal banget...’ , aku tetap tersenyum
membaca jawabannya. Melihat itu, Hatsumi dan yang lainnya juga tertawa kecil
tanpa sengaja.
“Meskipun kalian datang ke Hawaii… Kalian
masih sama seperti biasanya ya.”
"Mesra banget ya~. Seperti
yang kuduga, liburan dengan pacarmu itu enak ya~..."
"Ceh... pamer saja..."
Ketiganya, masing-masing dengan
cara mereka sendiri, menunjukkan ekspresi yang campur aduk antara heran, iri,
dan sedikit kesal. Aku juga bisa merasakan sedikit cinta dari balasan Youshin.
Walau rasanya sedikit malu dilihat oleh mereka, aku kembali
membaca pesan Youshin, dan menelusuri huruf-hurufnya dengan jariku sambil
mencoba menahan senyuman yang tidak bisa hilang dari wajahku.
[Benar juga, hanya
kita berdua… Karena kita sudah di sini, bagaimana kalau kita berdua... lihat
langit malam?]
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Aku akhirnya bertemu Youshin dengan
cukup mudah di lobi hotel. Ini sedikit mengingatkanku pada saat kami pernah
janjian untuk kencan beberapa waktu lalu. Meski kali ini, tidak seribet itu.
Dia sudah duduk di salah satu kursi
besar di lobi, dan aku berlari kecil menghampirinya.
“Apakah kamu menunggu?”
"Tidak, aku juga baru saja
sampai."
...Ohh, percakapan yang terasa
seperti pasangan banget. Yah, memang kami ini pacaran, tapi jarang-jarang
ngobrol seperti ini.
Terakhir kali kami kencan dengan
janjian seperti ini mungkin waktu ulang tahunku. Setelah itu, kami lebih sering
jemput-menjemput di rumah masing-masing.
Aku rasa, aku ingin kencan dengan
suasana "janjian dan menunggu" lagi. Mungkin hari ini juga bisa
dihitung sebagai salah satunya?
Aku duduk di kursi besar yang ada
di depan Youshin. Kursinya begitu besar sampai rasanya aku bisa tenggelam di
dalamnya. Dari belakang, mungkin kelihatan seperti kursiku terlihat kosong sama
sekali.
"Yahh... Hari ini cukup
melelahkan ya..."
"Benar... Sekali lagi, terima
kasih atas kerja kerasmu..."
Kami berdua akhirnya bisa bernapas dengan
lega. Setelah seharian penuh dengan kegiatan sekolah, rasanya menyenangkan bisa
bersama Youshin berdua saja seperti ini. Rasanya nyaman dan familiar, seperti
kembali ke rutinitas biasa.
Jika diperhatikan lebih dekat,
ternyata ada orang lain yang duduk di kursi-kursi sekitar kami. Beberapa wajah
yang kukenal dari sekolah kami dan sepertinya ada juga pasangan baru menikah,
semuanya sedang asik mengobrol.
Agak meyakinkan untuk mengetahui kalau
kita bukan satu-satunya yang ada di sini. Namun, kegembiraan itu mungkin
sedikit memudar ketika aku bertanya-tanya apakah hanya kami yang melakukan
sesuatu yang buruk .
"Hari ini menyenangkan... Ini
pertama kalinya aku melihat perkebunan kopi."
"Benar! Selain itu, buah kopi
ternyata sangat manis . Aku terkejut."
"Aku tidak menyangka bisa
dimakan begitu...Ngomong-ngomong soal tidak nyangka, siapa yang menyangka kita
akan makan siang hamburger lalu steak untuk makan malam—Daging terus-terusan!."
“Kalau aku, bukan soal daging
terus-terusan sih—tapi ukurannya! Apalagi steak malam tadi. Kalau kamu tidak
bantu makan, aku tidak akan bisa menghabiskannya~.”
“Aku sih tidak menyangka kamu akan ‘a~n’
aku pas makan siang dan malam....”
"Saat makan siang, kupikir
kamu mungkin ingin mencoba punyaku tahu~."
Pas makan malam, semua dapat menu
yang sama, tapi makan siangnya itu pilihan antara burger atau loco moco. Karena
Youshin pilih burger, aku memutuskan untuk memilih loco moco.
Aku memberi Yoshin loco mocoku dan memakan
sedikit hamburgernya...
“Aku tidak menyangka kamu akan
langsung menggigit hamburgerku Nanami."
“Aku terbawa suasana liburan.”
Aku meletakkan tanganku di kepalaku
dan memberikan senyuman yang sedikit nakal. Youshin, yang sepertinya memahaminya, hanya tersenyum
masam, seolah berkata “Yah, mau bagaimana lagi.”
Tapi terbawa suasana liburan itu
memang benar.
Tapi dengar, aku rasa aku pantas
dipuji karena tidak menggigit bagian yang sudah Youshin makan duluan. Aku
berhasil menjaga akal sehatku. ...Mungkin.
Setelah itu kami ngobrol sebentar
sambil mengenang kenangan hari ini. Walaupun ini di Hawaii, kami tetap saling
berbagi apa yang kami rasakan seperti biasanya.
Ngomong-ngomong, soal “langit
malam” yang Youshin bilang tadi... itu maksudnya apa, ya? Apa cuma semacam
kalimat ajakan tanpa makna lebih?
Atau,
jangan-jangan, kami akan keluar nanti? ... Tidak mungkin sih.
Tidak ada
apa-apa di sekitar hotel, dan rasanya keluar malam itu bukan ide bagus. Kalau
pun ada sesuatu, mungkin cuma pantai?
Saat itulah aku mulai berpikir
mungkin aku bisa melihat langit malam dari kamarku .
"Oke... kalau begitu, ayo pergi
sekarang."
“Eh? Kemana?”
"Nn...benar juga, karena sudah
disini... Ikuti aku."
Aku mengambil tangan Youshin yang
diulurkan dan berdiri. Hal semacam ini sudah jadi terasa alami sekarang.
Kurasa itu karena aku sudah
terbiasa, tapi aku jadi agak kangen dengan Youshin yang dulu suka malu-malu
waktu mengulurkan tangannya. Rasanya sedikit disesalkan.
Yah, mungkin aku juga sudah berubah
sih.
Kami pun mulai berjalan sambil berpegangan
tangan. Di tengah jalan, anak-anak dari kelas lain yang kami lewati sempat
menggoda kami, dan bahkan beberapa menyarankan tempat yang bagus untuk kami
berdua sendirian.
“Kalian berdua, bahkan saat liburan
masih akur ya.”
“Bagaimana kalau kalian berpisah
untuk sementara selama liburan?” (Tln: Iri bilang bos)
“Misumai, Aku tahu tempat
menyelinap yang bagus untuk berdua dengan cewek itu. Mau kuberi tahu?.”
Youshin menanggapi komentar itu
dengan senyuman yang sedikit canggung, sambil melambaikan tangan. Dia bahkan
sempat berkomentar, "Bahasanya kuno sekali ya."
...Tapi Youshin sebenarnya mau
kemana?
Begitu aku
memikirkannya, tiba-tiba aku merasa gugup. Semakin jauh kami berjalan, semakin
kencang jantungku berdegup, seperti sedang berdetak lebih kuat.
Tidak, karena…
Youshin… kok kayaknya dia berjalan ke arah yang semakin sepi…
(Tln: Seggggggggggg-)
Langkahnya seperti pasti dan tidak
ada keraguan. Tapi anehnya, meskipun kami masih di dalam hotel, suasananya
semakin gelap, dan orang-orang semakin jarang terlihat.
Kata-kata yang tadi sempat kami
dengar kembali terputar di kepalaku.
‘Aku tahu tempat menyelinap yang
bagus untuk berdua dengan cewek itu. Mau kuberi tahu?.’
Menyelinap... Menyelinap apa?! Apa
yang akan kamu lakukan?
Aku percaya sama Youshin… atau
lebih tepatnya, karena aku percaya padanya, aku yakin nggak ada yang aneh-aneh…
Tapi tetap saja, entah kenapa aku merasa sedikit… antusias.
…Antusias? Ada apa dengan debaran
di dadaku ini… Apa karena aku sedang menantikan sesuatu?
(Tln: Menantikan seeeeeeeeeeeeegggggggggggg--)
Hmm, menurutku itu juga terasa
sedikit berbeda... Tapi, jika hal seperti itu memang terjadi... Aku rasa aku
tidak akan menolaknya.
Lagipula, Kotoha-chan mengatakan...
dia membiarkan pa... payu... payudaranya disentuh. Aku juga pernah bilang ke
Youshin sebelumnya untuk menyentuh milikku.
Aku tidak tahu apakah Youshin bisa
merasakan seberapa gugupnya diriku, tapi tanpa sepatah kata pun, kami terus
berjalan bersama.
Sambil berpegangan tangan, Yoshin
berjalan sedikit di depanku, dan aku mengikuti sedikit di belakangnya.
Sungguh... Kita mau kemana?
Dengan jantungku yang berdebar,
yang bercampur antara antusias dan cemas... Aku merasakan kegembiraan seperti
anak kecil mengalir dalam diriku.
Saat kami berjalan di lorong yang
sedikit redup, aku merasakan angin hangat yang lembut. Karena AC hotel menyala,
sepertinya ini angin dari luar?
Aku tahu Yoshin sedang menuju ke
luar, tapi kemana dia ingin pergi? Aku tidak bisa membayangkan kami akan pergi
ke tempat yang aneh...
Saat kami sampai di ujung lorong,
tidak ada pintu, hanya ruang terbuka yang mengarah ke luar. Begitu keluar,
angin malam dengan lembut menyentuh pipiku.
Udara sedikit hangat, tapi tetap
terasa nyaman.
"Apakah ini...di tepi kolam
renang?"
“Ini lebih mirip lobi daripada di
tepi kolam renang… Mungkin?, tapi kita bisa ke kolam renang dari sini.”
“Ah , benar...Terlihat indah ya."
Kolam renangnya diterangi dengan
cahaya, namun di sekitarnya hampir tidak ada lampu lain. Ada orang yang bermain
di kolam, tapi benar-benar hanya beberapa orang saja.
Mungkinkah Youshin, ingin bermain
air sekarang? Tapi aku tidak membawa baju renangku...
"Nanami, lewat sini."
"Ah, un..."
"Pemandangan dari sini...
katanya sangat indah."
Youshin kemudian menarik tanganku
dan duduk di salah satu kursi besar yang mirip dengan tempat tidur. Aku
mengikuti dan duduk di kursi di sampingnya...
"Wahh..."
Itu adalah pemandangan yang belum
pernah kulihat sebelumnya.
Lampu-lampu menerangi lantai dan
kolamnya, dan pantulan cahaya itu juga menerangi pohon kelapa di sekitarnya.
Bentuk cahaya itu tidak tetap dab membentuk lingkaran besar dan titik-titik di
udara.
Di kejauhan... aku bisa melihat
pantai. Pasirnya sedikit diterangi cahaya, dan di seberangnya, dunia hitam
pekat terbentang... Kemungkinan besar itu adalah lautan.
Tampak bulan yang terlihat di
langit terpantul di air juga.
Seolah bulan menjadi dua... perbandingan
antara putih dan hitam yang sangat indah. Bisa melihat kolam renang dan lautan
bersama... Betapa indahnya pemandangan ini.
"Saat senja, matahari yamg
terbenam ke laut... katanya itu sangat indah"
“Benar… bagaimana kamu tahu?”
Untuk berpikir ada pemandangan
seperti ini... Itu tidak tertulis di brosurnya, dan karena aku tidak melihat
siswa dari sekolah kami di sini, jadi mungkin tidak ada yang tahu tentang
tempat ini.
Yoshin yang terlihat sedikit
malu... Menjawabku.
“Aku bertanya kepada staf hotel.
Apakah ada tempat di hotel di mana aku dan pacarku bisa melihat pemandangan
yang indah?”
"Jadi itu sebabnya kamu menunjukkannya
padaku sekarang. Apa yang dikatakan oleh staf hotel itu?"
“Um… Itu… ini adalah tempat yang direkomendasikan
untuk pengantin baru… O-orang sini ternyata bisa mengerti bahasa Jepang dengan
baik ya! Tadinya aku akan bertanya dengan bahasa Inggris tapi ternyata tidak
perlu! ”
Youshin berbicara dengan cepat
seolah menutupi sesuatu. Yang paling membuatku senang adalah bahwa dia bertanya
tentang hal itu. Tapi aku mengerti, tempat ini memang direkomendasikan untuk para
pengantin baru...
Aku penasaran apakah tindakanku
tadi membuatnya berpikir begitu? Mungkin awalnya dia hanya bercanda, tapi
reaksi kami yang bagus membuatnya terus mengikutinya saja.
“Indah sekali… Apakah mungkin
karena begitu banyak cahaya yang membuat ktia tidak bisa melihat banyak bintang?”
"Hei, Youshin... Bolehkah aku ke
situ?"
"He?"
Tanpa menunggu jawaban dari Youshin
yang masih membicarakan pemandangan seolah menutupi sesuatu, aku duduk di kursinya.
Seperti yang aku harapkan, kursi
ini cukup panjang untuk meregangkan kakiku... dan cukup luas untuk kami berdua
duduk bersama. Dan mungkin karena ini dirancang untuk orang Hawaii, kursi ini
cukup lebar untuk aku dan Youshin.
Kursi ini, termasuk yang lain,
mungkin juga untuk pasangan pengantin baru. Kami duduk berdampingan, melihat
langit malam dan menikmati pemandangan. Dapat melihat pemandangan malam seperti
ini, betapa indahnya momen ini.
Bisa melihat pemandangan malam
seperti ini, betapa indahnya.
"Benar-benar cantik, ya...?
Tidur sambil melihat pemandangan seperti ini pasti terasa luar biasa."
"... Nanami, kamu bahkan lebih cantik."
"Apa maksudnya itu? Aku senang, tapi... kamu hanya ingin mengatakannya kan?
Dengan pemandangan secantik ini... bukan hal aneh untuk menganggapnya lebih
cantik."
"Itu tidak benar. Tapi ya, pemandangannya memang indah, dan Nanami sama
cantiknya dengan pemandangan ini... hanya itu yang kupikirkan."
Sama cantiknya... Itu membuatku
lebih senang. Dengan pemandangan seindah ini, rasanya bangga karena tidak kalah
cantik dari pemandangannya.
Youshin juga tidak kalah... Keren?
Tapi membandingkan kekerenan dengan pemandangan—apakah itu bisa dianggap
pujian?
Tidak, meskipun aneh. Katakan saja.
“Yoshin sama kerennya dengan
pemandangannya.”
"Membandingkan kekerenan
dengan pemandangan...? Tapi, terima kasih."
Dengan sedikit malu tapi tetap
senang, Youshin tersenyum malu-malu. Keren dan imut. Bagiku, itu senyum terbaik
di dunia bagiku.
Setelah itu, kami terdiam sejenak sambil menatap pemandangan, tapi..
"Nee, Nanami... bolehkah aku
menyentuhmu sebentar?"
"...Kamu mau melakukan sesuatu
yang nakal?"
“Tidak, tidak, tidak, kenapa jadi
seperti itu?”
Aduh, aku malah mengucapkan sesuatu
yang merusak suasana. Tapi, yah, tahu sendiri kan, ketika Youshin tiba-tiba
memberiku tatapan penuh gairah seperti itu....
Jantungku berdebar, yang membuatku
secara tidak sengaja bertanya. Itu bukan penolakan, hanya untuk memastikan
saja.
Tetapi, yah, tempat ini benar-benar
terbuka, dan kalau kita bisa melihat sisi lain, maka mereka juga bisa melihat
kita....
Untuk pertama kali, itu rintangan
yang terlalu tinggi. Bukan berarti aku sedang mempersiapkan “pertama kali” atau
semacamnya.
Ketika aku berkata dengan pelan
"Boleh", Youshin dengan lembut meletakkan tangannya di pipiku saat
dia berdiri di sebelahku. Rambutku sedikit terhelai jatuh dan menyentuh
tangannya.
Dia membelai pipiku dengan lembut.
Tangan Youshin memang besar dan lembut, namun juga memiliki kekuatan yang khas
seorang pria.
Saat itu juga, aku dengan perlahan
menutup mataku.
Tiba-tiba, tangannya tampak ragu,
bergerak dengan canggung seolah bimbang, tapi setelah beberapa saat...
tangannya menjauh. Aku... merasakan dadaku dipenuhi harapan.
Kemudian, bersamaan dengan sensasi
lembut, terdengar bunyi *cup* kecil seperti terkena sedikit air.
Ciuman yang singkat, hanya sentuhan
lembut.
Berada di tengah pemandangan
seindah ini, dan melakukan hal seperti ini—rasanya benar-benar seperti dalam sebuah
cerita atau mimpi.
Youshin perlahan menjauh, dan aku
membuka mataku seiring dengan gerakannya. Tepat di depanku, aku melihat wajah Youshin
dengan senyum malu-malu namun manis.
Aku pun merasa bahagia, dan ingin
menyentuh bibirnya lagi ketika...
"Jangan terlalu berlebihan di
luar, ya, Siswa-kun dan Siswi-chan. Tidak, mungkin Otaku-kun dan Gyaru-chan?
Oh, tunggu, apa mungkin lain lagi?"
Aku mendengar suara orang ketiga.
Ketika seseorang sangat terkejut, mereka
akan bisa benar-benar tidak dapat berbicara. Baik aku maupun Youshin terlalu
terkejut untuk berbicara, dan kami mengarahkan pandangan kami ke arah sumber
suara itu.
Di sana berdiri wajah yang
familiar... Guru UKS, basah kuyup dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia
mengenakan pakaian renang yang sangat seksi....
Tunggu… apa itu? Bagaimana
bentuknya? Bikini...? Atau one-piece...? Apa kita bisa berenang dengan itu? Apa
tidak akan tumpah kalau bergerak sedikit...?
(Tln: Apanya tuh yang tumpah)
Seluruh tubuhnya basah oleh air,
dan tetesan-tetesan air menempel di kulitnya seperti permata. Tetesan itu
perlahan jatuh seiring waktu, membasahi lantai di bawahnya.
Biasanya dia tertutup dengan jas
lab putihnya, jadi tidak pernah terpikirkan... tapi guru itu... ternyata
menyembunyikan bentuk tubuh yang luar biasa... proporsinya sangat bagus.
Lekukan tubuh yang indah yang benar-benar cocok dengan pakaian renang yang
berani itu.
Memantulkan cahaya dari
lampu-lampu, rasanya seperti guru itu sendiri yang bersinar. Kalau ada yang
bilang dia seorang model gravure, aku pasti akan percaya.
(Tln: Model gravure itu ya model buat foto-foto agak ero)
"S-Se-Sensei... kenapa Anda di
sini? Tapi pakaian itu... luar biasa ya?"
..Aduh, tadi aku melamun, tapi
melihat seorang wanita dengan pakaian se-seksi ini—Youshin pasti akan...Tunggu,
Youshin malah dengan sengaja memalingkan wajahnya supaya Sensei tidak masuk ke
pandangannya.
Aku merasa sedikit lega....
"Kenapa, kau tanya? Suamiku
sedang merasa kesepian, jadi kupikir aku akan mengenakan pakaian renang yang
dia suka dan mengirimkan fotonya. Tapi pakaian renang ini pasti berbahaya untuk
mata para remaja, kan? Itulah sebabnya aku diam-diam pergi ke kolam renang
setelah jam malam ketika tidak ada orang.... Tapi kenapa si siswa laki-laki itu
memalingkan wajahnya?"
"Lihat juga tidak apa-apa...
aku tidak akan merasakan apa-apa untuk siapa pun selain suamiku" tambah Sensei.
Aku sudah curiga sebelumnya, tapi orang ini... dia tipe yang sama dengan Ayumi....
"Oh, mungkin aku tidak
seharusnya mengatakan itu di depan pacarnya ya? Tapi kenapa dia memalingkan
wajahnya? Sepertinya di depan pacarnya akan buruk ya?"
"Tidak, meskipun aku melihat
siapa pun selain Nanami, mungkin aku tidak akan merasakan apa-apa... tapi
kalau-kalau aku merasakan sesuatu, kupikir Nanami mungkin akan membencinya...."
"...Sepertinya aku melihat
sekilas sisi gelapmu. Bukannya itu salah, itu adalah hal yang normal, tapi kamu
benar-benar dicintai ya siswi-chan?"
(Tln: Sebenarnya dari JP nya danshi seito / joshi seito, siswa untuk
cowok ama cewek, tapi biar menarik siswa-kun / siswi-chan aja aowkkw)
Sensei itu lalu tersenyum dan
meletakkan tangannya di pinggulnya. Begitu, jadi foto seperti itu yang dia
ambil untuk suaminya
“Bukankah itu sangat tidak
senonoh?”
“Benar, itulah tujuannya.”
Dia dengan mudah mengatakannya.
"Aku akan memberitahu kalian
berdua ini, hal-hal cabul atau seksual pada dasarnya tidaklah buruk. Semua
tentang bagaimana kalian akan menggunakannya. Dan juga, laki-laki itu menyukai
hal seperti ini bukan?“
" Jika kamu berbicara denganku,
aku tidak akan mengerti..."
“Baiklah, kenapa siswi-chan tidak
mencobanya? Setelah itu kamu akan mengerti.”
Sensei pun tertawa ringan selagi
dia memegang tali baju renangnya , dan memainkannya dengan menjauhkan talinya
dari tubuhnya lalu meregangkannya. Menonton itu sangat menegangkan.
Youshin...masih tidak memandang ke
Sensei. Aku merasa sedikit lega. Bahkan jika Youshin melakukannya, perasaanku
akan campur aduk.
“Ini sudah lewat waktu untuk lampu
mati, jadi sebaiknya kalian kembali ke kamar. Aku akan berpura-pura tidak
melihat apa pun di sini.”
Guru itu lalu berbalik, melambaikan
tangannya, dan pergi. Melihat punggungnya…Aku bahkan lebih terkejut. Dari
belakang, dia terlihat seolah telanjang... Hanya ada tali renangnya yang tipis...
Syukurlah... Youshin tidak melihatnya...
Aku benar-benar lega...
Setelah itu, hanya aku dan Youshin
yang tersisa.
Tapi, ternyata sudah selarut ini,
waktu tidur sudah lewat? Memang selalu seperti itu, tapi waktu cepat berlalu saat
kita sedang bersenang-senang.
"Youshin, melihat ke sini
sudah aman tahu~."
"Ah, un. Terima kasih.
Bagaimana kalau... Kita segera kembali?"
Memang benar, kita juga sudah
ketahuan sama Sensei, jadi ini waktu yang tepat. Kalau begitu, ayo kembali...
Kali ini aku yang mengulurkan tanganku padanya.
Berbeda dengan sebelumnya, Youshin
sedikit terkejut. Ketika aku tersenyum hingga gigiku terlihat, dia juga
tersenyum dan meraih tanganku.
Ini mengakhiri hari pertama kami di
Hawaii.
Lagi pula, laki-laki menyukai hal
semacam itu... ya...
Aku ingin tahu apakah Youshin juga seperti itu?