Penerjemah: Eina
Proffreader: Eina
Chapter 3: Rahasia Pertama
Pada hari ketiga di Hawaii, aku
mulai terbiasa… meskipun tidak semudah yang aku kira. Namun, aku merasa cukup
segar saat bangun.
Kemarin aku banyak mengeluarkan
tenaga, jadi aku sangat lelah. Tapi meskipun begitu, aku tidak langsung tidur begitu
aku masuk ke tempat tidur.
Ini agak tidak biasa bagiku, tetapi
aku akhirnya berbicara santai dengan Hitoshi, yang tidur di sebelahku, dan
akhirnya tertidur begitu saja.
Aku tidak pernah menyangka akan
melakukan hal seperti itu dengan Nanami… tapi aku mungkin lebih bersemangat
dari yang aku kira, karena kami menginap di kamar yang sama sebagai teman.
...Kami memang banyak membicarakan
hal-hal yang agak sensual, jadi ada beberapa topik yang agak tidak nyaman
bagiku, tetapi meskipun begitu, aku masih bisa bilang kalau kemarin malam itu
menyenangkan.
Ngomong-ngomong, Nanami sempat
memberi aku sedikit teguran saat sarapan. Bukan cemburu… tapi dia mengatakan
dia juga ingin mengobrol denganku sampai aku tertidur di Hawaii.
Sudah kuduga, akan sulit bagi kami
berdua untuk berada di ruangan yang sama saat study tour... Tapi sepertinya
Nanami belum menyerah.
Akan sangat menyenangkan jika kita
bisa melakukan hal itu. Aku tidak bermaksud aneh.
Hmm... Apakah aku tidak bisa
melakukan sesuatu?
Tidak, ayo berhenti di situ.
Menurutku, bergerak sendirian bukanlah ide yang bagus.
Meskipun tubuhku akhirnya mulai
terbiasa dengan tempat tidur dan bantal yang asing, agak sayang rasanya untuk
pulang ketika aku sudah mulai terbiasa.
Jadi, pada pagi hari ketiga ini, di
manakah aku—atau lebih tepatnya kami—berada?
“Aku tidak menyangka kita akan ke
pantai.”
"Itu bagus kan, itu akan
menyenangkan."
“Aku menantikannya, tapi… aku juga
khawatir.”
Aku dan Hitoshi—atau lebih
tepatnya, semua anak laki-laki di kelas—berkumpul di pantai pribadi hotel.
Sinar matahari pagi yang cerah begitu menyilaukan membuatku menyipitkan mata.
Semua orang terlihat sedikit
gelisah dan tidak bisa tenang. Atau mungkin tidak ada yang bisa tenang sama
sekali? Sepertinya mereka tidak sabar menunggu apa yang akan terjadi.
Yah, wajar saja, mengingat apa yang
akan terjadi selanjutnya.
Hari ini, acara sekolah baru akan
dimulai pada siang hari, jadi pagi harinya adalah waktu bebas... dan seluruh
kelas memutuskan untuk menghabiskan waktu di pantai.
Tapi saat ini, para cewek sedang
tidak di sini. Apa artinya ini...? Situasi ini benar-benar deja vu. Sama
seperti saat festival sekolah.
"Ngomong-ngomong, Youshin,
kemarin aku juga memikirkannya, tapi kamu benar-benar sering olahraga ya,
Badanmu berotot begitu."
“Yah, hobiku olahraga sih. Aku
masih melakukannya, tapi tidak sebanyak sebelumnya.”
"Begitu. Lalu, bolehkah aku
menyentuh perutmu?"
(Tln: Jomok detected)
"Ah...... Tidak, untuk apa?!
"
Permintaannya sangat tiba-tiba dan
terdengar natural jadi aku hampir mengiyakannya. Tapi aku langsung menolaknya.
Kalau aku menjawabnya sedikit lebih
lambat, aku mungkin sudah disentuh, karena dia sepertinya sudah sangat siap.
"Kenapa? Biarkan aku
menyentuhmu."
"Kenapa kamu sangat ingin
menyentuh tubuh cowok... Sentuhlah cewek tahu, cewek."
"Tidak, aku memang ingin
menyentuh cewek, tapi kalau melihat badan cowok yang bagus, pasti ingin pegang
juga. Kamu mengerti kan?"
Aku tidak memahaminya sama sekali.
Namun, aku tiba-tiba menyadari kalau
beberapa anak laki-laki juga mencoba menyentuh tubuhku. Eh...? Begitukah?
"Bukannya aku punya perasaan
romantis atau preferensi seksual, hanya saja saat aku melihat tubuh yang indah,
aku jadi ingin menyentuhnya! "
Sementara aku masih kebingungan, dia
malah ngomong panjang lebar dengan semangat. Aku malah semakin bingung, tapi
para cowok di sekitar kelihatannya setuju.
Tetap aja, mereka mau pegang
badanku...? Meskipun itu cowok, aku tidak mau ada yang menyentuh badanku
kecuali Nanami.
Jadi, saat aku hendak menyampaikan
ini, gadis-gadis itu muncul.
“Hei, terima kasih sudah menunggu!”
“Oooooooohhhhhhhhhh!!”
Seolah-olah mereka melupakan apa
yang mau mereka lakukan tadi, para cowok di kelas langsung heboh dengan
kemunculan cewek-cewek yang bersinar ceria.
Beberapa bahkan sampai berlutut
dengan air mata di mata mereka, mengambil pose seperti sedang berdoa. Tapi
karena di bawahnya pasir pantai, mereka langsung lompat sambil bilang kalau
pasirnya panas.
Alasan kenapa mereka sangat heboh
adalah karena semua cewek pakai baju renang. Hampir semuanya pakai bikini, yang
menunjukkan banyak kulit.
(Tln: Indo kapan ya membawa budaya seperti ini...)
“Lagipula, para cewek tetap yang
terbaik meskipun tidak bisa disentuh… !!”
“Kalau benar begitu aku lega”
Hitoshi juga ikut memuja
gadis-gadis itu. Aku benar-benar lega.
Tapi tetap aja… apa ini cuma
perasaanku saja, atau mereka semua memang memakai baju renang yang super seksi?
Kalau benar begitu, mungkin karena
ini adalah pantai pribadi hotel, jadi mereka semua menjadi lebih berani....
Apakah Nanami baik-baik saja?
Sambil mengabaikan cewek-cewek yang
mendapat sorakan dan tepuk tangan dari para cowok, aku mendekati Nanami yang
berdiri sedikit jauh dari para cewek.
Ngomong-ngomong, Otofuke-san dan
yang lainnya sedang asik berpose.
Nanami melihatku dan berlari ke
arahku dengan satu tangan yang terangkat dengan gembira.
"Youshin. Bagaimana menurutmu,
baju renang ini? Tapi ini yang biasa saja."
“Un un, yang biasa juga imut kok.
Tidak, serius... Aku jadi lega”
Baju renang Nanami memang yang
biasa… tapi kali ini ada tambahan sedikit gaya.
Dia memakai kemeja putih bersih di
atas baju renangnya, celana pendek denim di bawah, rambutnya diikat ponytail,
dan kacamata hitam di wajahnya.
(Tln: Bisa lihat cover kalau mau lihat Nanami mode mizugi ini)
Imut. Dia sangat imut, tapi ini...
“Aku bilang aku akan lega, tapi sedikit
koreksi. Entah kenapa penampilan itu bikin deg-degan.”
"? Serius? Dibanding baju
renang yang biasa, ini malah lebih tertutup tahu?"
"Itu benar sih, tapi tetap
saja..."
Seperti yang Nanami bilang, tingkat
eksposurnya… memang lebih rendah. Lebih rendah, tapi masalahnya, yang bikin
deg-degan itu bukan cuma soal terbuka atau tidak.
Baju renangnya memang yang biasa,
tapi bagian atas bikini yang kelihatan dari balik kemeja, atau tali bikini yang
tampak di bawah celana pendek… Rasanya jadi sangat menggoda
Dan entah kenapa, dia tidak menutup
kancing celana pendeknya.
Ah, lihat? Bahkan sekarang, dia asal
membuka kemejanya begitu saja, dan menunjukkan apa yang ada di baliknya. Gerakan
yang bikin jantung deg-degan tahu.
"...Tapi yah, menurutku ini
lebih aman daripada pakaian renang yang dikenakan gadis-gadis di sana."
“Ahaha, semuanya sangat
bersemangat.”
"Tingkat terbukanya mereka
terlalu tinggi… Bahkan Otofuke-san dan yang lain juga… "
“Hmm, tapi eksposurnya sendiri
tidak jauh berbeda dengan bikini biasa tahu? ”
Benarkah?, pikirku lalu melihat ke Nanami,
dan dia mulai menjelaskan berbagai detail soal baju renang. Sekarang setelah
dia bilang begitu… apa benar tingkat terbukanya mereka tidak sebanyak itu?
Kalau soal apa yang cewek-cewek di
kelas kami lakukan kali ini…. Mereka datang ke pantai memakai baju renang yang
mereka beli di Hawaii.
Awalnya, penyebabnya adalah hal
yang sepele—kelihatannya obrolannya soal bagaimana baju renang di Hawaii itu sangat
imut. Selain itu, modelnya juga lebih terbuka, dan ada yang sepertinya hampir
mustahil ditemukan di Jepang.
Lalu ada yang bilang ingin pergi ke
pantai pakai baju renang yang dibeli di Hawaii, ditambah lagi mereka pikir
dengan memamerkan baju renang seperti ini akan membuat semua orang senang, dan
akhirnya kita sampai di sini sekarang.
Benar saja, baik Otofuke-san maupun
Kamoenai-san memakai bikini, tapi mereka mengenakan baju renang yang berbeda
dari yang mereka pakai di kolam renang malam di Jepang.
Baju renang Otofuke-san berwarna
hitam, dan menutupi bagian dada seperti model tube top... tapi tetap saja tidak
menutupi seluruh dadanya. Selain itu, ada tali yang melintang di leher dan
bawah dadanya.
Baju renang Kamoenai-san, yang
biasanya di bagian tengah dada dan di tali bawah menutupi kulit, tapi yang ini
malah terbuka. Warnanya hijau seperti warna daun. Ini baju renang yang berbeda
dari yang dia pakai kemarin.
Sedangkan ketua kelas...
Shizuka-san, ini pertama kalinya aku melihatnya memakai baju renang. Itu bukan
bikini seperti yang lainnya, tapi... modelnya cukup berani untuk sebuah
one-piece.
Bagian punggungnya terbuka lebar,
dan bahkan bisa saja orang mengira kalau dia sedang tidak menggunakan atasan.
Apakah ini benar-benar pantas disebut one-piece?
Sisanya, cewek-cewek lain memakai baju renang ala Hawaii pilihan mereka masing-masing. Rasanya bukan tingkat keterbukaannya yang jadi sorotan, tapi desainnya yang berani—jenis yang mungkin tidak akan ditemukan di Jepang.
Sepertinya semua orang sangat bersemangat karena
suasana liburan ini.
Atau mungkin karena kemarin waktu
diving baju renang mereka tertutup, jadi sekarang mereka ingin menunjukkannya.
Aku tidak tahu.
Tapi, aku sedikit paham rasanya
ingin seseorang memperhatikan hal baru. Para cowok memuji para cewek
habis-habisan. Cewek-cewek yang dipuji sama cowok-cowok juga kelihatannya tidak
keberatan.
Aku sedang memperhatikan mereka
semua sambil tersenyum, tapi kemudian...
"...Kamu melihat terlalu
banyak."
Nanami mencubit pipiku dengan
lembut. Dia tidak mencubitnya terlalu kuat, tapi itu membuatku tanpa sadar
membungkuk ke depan.
Tentu saja, hal itu membuat tubuh
Nanami jadi lebih dekat denganku, dan...
“Apakah kamu begitu tertarik dengan
pakaian renang? Kalau mau melihatnya, lihat saja punyaku.”
"Nanami, dekat sekali, dekat
sekali, sangat dekat, kita terlalu dekat, kamu akan menempel padaku."
Aku bisa merasakan wajahku mulai
panas. Ini bukan cuma karena terik matahari.
Mengabaikan kepanikanku, Nanami
menggembungkan pipinya dan mengeluarkan suara sedikit tidak puas.
Ya, baiklah, mungkin aku memang
melihat terlalu lama... tapi bukan berarti aku terpesona atau semacamnya. Sama
sekali tidak ada maksud tersembunyi.
Nanami mungkin juga mengerti akan
itu, tapi meskipun begitu, dia tetap tidak bisa menghentikan rasa kesalnya. Tolong
mengerti perasaanku.
"Ei"
Bersamaan dengan suara itu,
penglihatanku jadi gelap. Sesuatu yang lembap, lembut, dan dingin tiba-tiba
menutupi wajahku.
Walaupun pandanganku gelap,
sensasinya lembut dan nyaman, ada aroma manis yang samar, sinar matahari yang
menyengat kulitku, dan angin laut yang menyapu tubuhku...
Dan tubuhku membengkok pada daerah
pinggang dan membentuk posisi yang aneh.
Aku sempat bingung, tapi aku
langsung mengerti dengan cepat. Sensasi ini... ini kulitnya Nanami!! Aku sudah
sering menyentuhnya, jadi tidak mungkin salah. Pasti dia. Betul sekali, Nanami
sedang memelukku dengan erat.
...Tidak, Nanami, apa yang kamu
lakukan?!
Aku dipeluk oleh Nanami yang sedang
mengenakan baju renang. Berapa kali hal ini terjadi? Kurasa ini bukan pertama
kalinya aku dipeluk erat-erat di dadaku... Kurasa.
Aku juga pernah memeluknya
sebelumnya. Bahkan pernah memeluk Nanami dari belakang saat dia sedang mengenakan
pakaian renang. Tapi memeluk langsung dari depan sementara dia mengenakan
pakaian renang... mungkin ini pertama kalinya.
Atau lebih tepatnya, bukan aku yang
memeluk, tapi aku yang dipeluk.
Bagaimanapun, ini adalah pengalaman
pertamaku.
Kulitnya yang dingin, sedikit
lembap, dan sensasi lembut seperti balon yang diisi dengan cairan menekan kedua
pipiku...
Luar biasa... Itu satu-satunya
kesan yang bisa keluar dari pikiranku. Ada apa ini? Kosakataku yang sudah
rendah menjadi semakin rendah, dan hanya menyisakan kata-kata seperti “luar
biasa” atau “gila.”
"Hukuman karena melihat orang
lain selain aku."
Tidak , ini adalah hadiah .
Ketika Nanami menekan sedikit lebih
kuat, rasanya seperti aku akan tenggelam semakin dalam ke dalam tubuhnya. Tentu
saja, kenyataannya aku hanya akan berhenti di permukaan kulitnya.
Namun, rasanya seperti aku
benar-benar akan tenggelam... semakin dalam... ke dalam jurang.
Tidak, ini bukan saatnya memikirkan
hal seperti itu. Aku hampir saja melamun, seolah-olah melarikan diri dari
kenyataan, tapi… apa yang harus kulakukan soal ini?
Eh? Melepaskan diriku dengan paksa?
Yah, aku memang bisa melepaskan
diri, tapi… dengan sengaja menarik diriku dari situasi ini rasanya… sangat
salah. Seolah tidak bisa ditolak, atau tidak ada alasan untuk menolak ini.
Dari sekitar kami, terdengar suara
seperti 'Ooooh~.' Ini malah menimbulkan kesalahpahaman lain… meskipun kali ini
mungkin bukan kesalahpahaman.
"Aku juga… Seharusnya pakai
baju renang yang kubeli ya… Tidak, tapi, yang itu… Memakainya di depan semua
orang membutuhkan keberanian yang besar….”
Aku bisa mendengar Nanami bergumam
pada dirinya sendiri.
“Feh? Fafu ryenangmhu?
“Uhyaa?!”
Merespon perkataan Nanami, aku
tanpa sengaja bicara sambil tetap dalam pelukannya. Tentu saja, ini membuat
bibirku bergerak… dan tanpa sengaja menyentuh kulit Nanami dengan lembut.
...Aku kira rasanya sangat buruk?
Aku tidak menjilatnya, tapi aku tetap berbicar jadi bibirku menyentuh kulit
Nanami, dan mengeluarkan suara basah.
Nanami yang terkejut langsung
melepaskan tangannya dariku sambil mengeluarkan suara aneh. Untuk saat ini aku
bebas, tapi... aku lebih merasa kesepian daripada merasa lega.
"A-apa...? Youshin, ada
apa...?"
Sambil menutupi dadanya dengan
kedua tangan, Nanami memutar pinggangnya dengan gerakan yang seperti menutupi
seluruh tubuhnya. Entah kenapa, gerakan itu terlihat seksi.
"Tidak... Nanami juga membeli
baju renang ya"
"Oh, soal itu... Iya, aku juga
membeli baju renang di Hawaii. Tapi agak berani, jadi aku tidak memakainya..."
“A-agak berani…?”
“Un, etto... sudut dan desainnya
agak aneh , tapi menurutku itu imut...”
Baju renang yang agak berani...
Baju renang yang dia pakai sekarang saja sudah cukup berani menurutku, tapi dia
membeli sesuatu yang lebih berani lagi? Seperti apa...?
Aku penasaran, tapi karena Nanami
tidak memakainya, sepertinya aku tidak akan bisa melihatnya. Yah, mungkin ini
lebih baik, karena aku akan merasa agak canggung melihatnya di depan semua
orang.
Meski begitu, fakta kalau Nanami
membeli baju renang seperti itu sudah cukup membuat hatiku berdebar.
Saat aku menyadarinya, semua orang
sudah berlari ke pantai. Menyadari itu, Nanami menggenggam tanganku sambil
tersenyum, dan mengajak kami untuk pergi juga.
Ketika aku menjawab dengan setengah
hati, Nanami tiba-tiba mendekat dengan cepat untuk sesaat.
"...Nanti aku akan menunjukkannya padamu, hanya untukmu, Yoshin."
Setelah membisikkan rahasia ini hanya padaku, Nanami berlari ke
pantai tanpa menunggu reaksiku.
Di tengah jalan, dia berbalik, dan menjulurkan lidah seperti anak yang nakal,
dan tersenyum.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Dalam manga atau anime, sering ada
adegan di mana orang saling menyemburkan air satu sama lain di pantai. Aku
pribadi dulu berpikir "Apakah main air seperti itu benar-benar
menyenangkan?"
Ya, itulah yang aku pikirkan. Dulunya.
"Urya!!"
"Uwah?!"
Nanami merentangkan tangannya
lebar-lebar dan mulai menyemburkan air ke arahku. Perbedaan antara teriknya
sinar matahari dan dinginnya air meresap ke dalam kulitku.
Tidak mau kalah, aku juga
menyemburkan air kembali ke Nanami. Dia tertawa dan berteriak “Kyaa” dengan
wajah yang terlihat seperti sangat menikmatinya.
"Mou!! Kamu melakukannya ya!!"
“Kamu juga melakukannya!!”
Nanami kembali mencipratkan air ke arahku,
dan aku membalas serangannya. Kami tidak berenang atau apa pun, hanya saling
ciprat air… tapi wow, ini sangat menyenangkan!
(Tln: Taulah ya ciprat, mencipratkan air kurang lebih menyemburkan
juga)
Serius, apa ini? Rasanya luar biasa
menyenangkan. Seandainya kami melakukan ini saat berkemah di pantai waktu itu.
Tapi, yah, waktu itu banyak hal terjadi, jadi kami tidak sempat melakukannya.
Untuk menebus apa yang tidak bisa kami
lakukan saat itu, aku terus bermain ciprat-cipratan air dengan Nanami.
"Kyaa...!!"
Di tengah-tengah bermain, Nanami
kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke belakang. Karena itu pasir, sepertinya
dia tidak sakit, tapi aku tetap khawatir dan segera menghampirinya.
"Kamu baik-baik saja?"
tanyaku sambil mengulurkan tangan. Tapi, tiba-tiba… dia mencengkeram
pergelangan tanganku dengan erat.
"Eh?"
“Ada celah!!”
Dalam sekejap, Nanami menarik
tanganku dengan kekuatan penuh, membuatku kehilangan keseimbangan dan terjatuh
ke arahnya.
Entah kenapa, segalanya di
sekitarku terlihat lambat—Nanami yang tertawa bahagia sambil duduk, teman-teman
sekelas kami yang bermain di belakang.
(Tln: Bro melihat scene anime di novel)
Dan...dengan suara air yang keras,
aku terjatuh ke dalam air.
"Apa yang sedang kamu
lakukan!?"
“Ahaha, kamu kena!”
Aku dengan cepat berdiri dari dalam
air, tetapi mungkin karena terlalu bersemangat, aku kehilangan keseimbangan dan
jatuh kembali ke air. Baik aku maupun Nanami akhirnya duduk berhadapan dalam
posisi yang sama.
Sialan aku kena! Aku sedang
memikirkan bagaimana cara membalas Nanami, tapi pikiran itu menghilang saat aku
melihatnya sekali lagi .
Ketika aku melihat Nanami yang seluruh tubuhnya basah kuyup, dan aku
kehilangan kata-kata.
Permukaan air memantulkan sinar
matahari, yang membuat area di sekitar Nanami berkilauan dengan indah. Meskipun
aku tahu kilauan itu hanyalah pantulan cahaya, rasanya seperti cahaya itu
sendiri yang terpancar dari dalam dirinya.
Sinar matahari yang terik, bajunya
yang basah dan sedikit tembus pandang, serta kulitnya yang terlihat… semuanya
terlihat seperti lukisan yang dipotong dari kenyataan.
Menyadari tatapanku, Nanami
menjulurkan lidahnya dengan cara yang nakal, seperti anak kecil yang sedang
mengerjai orang lain, dan menunjukkan simbol tangan khas Hawaii—shaka(🤙)—ke
arahku.
(Tln: Shaka, simbol tangan khas hawai dengan jempol dan jari terbuka.
Kayak metal tapi telunjuk ga naik. Liat aja dicover, ini adegan di cover)
Melihat ekspresi wajahnya yang
tanpa rasa bersalah… aku langsung menyiramkan air dalam jumlah besar ke arahnya
dari posisi dudukku.
Nanami membuka mulutnya lebar-lebar
karena terkejut ketika dia terkena percikan air secara langsung. Sambil
tertawa, dia berkata "Kena kamu!" dan menyiramkan air kembali padaku.
Bahkan air laut yang terbang di
udara berkilauan di bawah sinar matahari. Rasanya seperti pancaran cahaya
Nanami semakin kuat, yang membuatku semakin ingin menyiramkan lebih banyak air
padanya.
Kami saling menyiram air tanpa
henti untuk beberapa waktu… tapi tentu saja, lenganku mulai lelah.
Bagaimanapun, menyiram air terus-menerus itu sama sseperti latihan fisik.
Aku jatuh ke belakang ke dalam air
dengan cipratan yang besar… dan melihat sinar matahari yang sangat menyilaukan
di atas. Entah kenapa, matahari di sini terasa lebih dekat dibandingkan saat di
Jepang.
Nanami lalu mendekat ke arahku yang
sedang terbaring, tetapi dia sedikit mundur dengan waspada, seolah-olah takut
aku akan menariknya ke dalam air juga. Tidak, aku tidak akan melakukan itu…
mungkin.
"Berbaring di sini rasanya
enak tahu. Kamu juga harus mencobanya, Nanami."
"Eh? Tidak, rambutku akan
penuh pasir kalau aku melakukan itu..."
Ah, benar juga… Rambutku mungkin
sudah penuh pasir… Aku sama sekali tidak menyadarinya.
Saat aku berbaring, aku melihat
sekeliling dan melihat semua orang juga sedang bersenang-senang seperti kami.
"Oryaa~~!! Basahlah sampai
tembus pandang~!!"
“Tunggu, Ayumi–chan…!!”
Di sana, Otofuke-san, Kamoenai-san,
dan Shizuka-san sedang bermain perang air bertiga. Aku tidak terlalu mengerti
situasinya, tapi sepertinya dua lawan satu?
Shizuka-san juga berusaha melawan
dengan menyiramkan air, tapi karena kalah jumlah… kelihatannya cukup sulit.
Saat aku berpikir begitu, sebuah bayangan muncul dari belakang mereka.
"Kotoha! Kamu, baju renang itu!"
"Taku-chan, kamu terlambat!
Sekarang kamu sudah di sini, ayo serang balik! "
"Tunggu, Kotoha, aku tidak
mengerti. Kenapa kamu memakai baju renang yang begitu berani?! Punggungmu
terlihat semua! "
“Taku-chan, tidak hanya kaki, kamu
juga menyukai bagian pantat kan… Itulah alasannya?”
Wah… Di sana, Rahasia preferensi Teshikaga-kun
baru saja terbongkar, dan dia langsung memerah. Jadi, Teshikaga-kun suka bagian
pantat ya…
Meskipun Teshikaga-kun muncul tanpa
tahu apa-apa, apakah dia langsung terpacu setelah disiram air oleh Otofuke-san?
Pertarungan air dua lawan dua
dimulai, tapi mungkin merasa mereka tidak seimbang melawan Teshikaga-kun,
Kamoenai-san meminta bantuan, dan Hitoshi bergabung… menjadikannya tiga lawan
dua.
Ohh… Semakin ramai saja… Bagaimana
dengan pertandingannya…? Sepertinya tim Teshikaga-kun lebih unggul? Entah ada
menang-kalah dalam permainan ini atau tidak, tapi kerja sama mereka, mungkin
karena mereka teman masa kecil, benar-benar sempurna.
Oh, Hitoshi baru saja tersiram air
dalam jumlah yang besar dan langsung tumbang. Ternyata bisa seperti itu juga
ya.
“Kalian berdua di sana!! Jangan hanya
melihat dan bantu kami!”
Saat aku sedang menonton mereka,
mereka memanggil kami untuk meminta bantuan. Aku melirik Nanami, berpikir apa
yang harus dilakukan, dan dia mengangguk dengan senang.
Kalau begitu, ayo pergi.
Aku berdiri, meraih tangan Nanami,
dan berlari ke arah semua orang.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Pagi ini kami bermain di pantai,
dan sore hari kami mengikuti tur mengelilingi Pulau Besar Hawaii. Betapa
menyenangkannya hari ini… atau begitu pikirku, tapi mungkin aku terlalu banyak
bermain di pagi hari.
Aku bertanya-tanya bagaimana
keadaan semua orang, tetapi semua orang terlihat baik-baik saja.
Aku tidak berpikir kalau aku
kekurangan stamina, tapi mungkin karena aku tidak terbiasa bermain seperti ini,
energiku cukup terkuras.
"Ini adalah Air Terjun Akaka,
salah satu air terjun terbesar di Hawaii. Ada banyak legenda yang berhubungan
dengan air terjun ini..."
Sekarang, kami berada di taman
negara bagian di Hawaii, di mana pemandu tur sedang menjelaskan legenda tentang
air terjun ini.
Di depan air terjun besar yang
mengalir dari tebing, pemandu tur sedang menjelaskan legenda tentang air terjun
tersebut. Suara air terjun bergema di udara, seakan-akan mengguncang
atmosfernya.
Suara itu lebih keras daripada
suara ombak, sesuatu yang jarang terdengar dalam kehidupan sehari-hari. Dari
dasar air terjun, terdengar suara yang terus bunyi seperti sesuatu yang terus
terjatuh.
Aku pikir suara air terjun itu akan
seperti suara gemuruh "dododod", tapi ternyata jauh lebih tenang dan
anehnya, menenangkan.
Sekitar kami, tanaman Hawaii tumbuh
lebat, dan memenuhi udara dengan aroma hijau yang tebal. Bau ini sangat
menyenangkan dan menenangkan, sama sekali tidak mengganggu.
Cuaca sangat cerah, dan cahaya yang
menembus tebing terlihat seperti tangga. Cahaya matahari, suara air terjun,
getaran udara, dan aroma tanaman hijau... seolah-olah keagungan alam ini
memenuhi semua inderaku.
Ketika aku mendengar kata taman,
aku membayangkan sesuatu yang lebih kecil, tapi ini sangat berbeda dari taman
yang pernah kukunjungi di Jepang.
Skalanya sangat besar… aku rasa aku
bisa tersesat di taman ini. Ini bukan taman, lebih mirip seperti hutan
belantara, dengan begitu banyak tanaman hijau di sekelilingnya.
Pemandu tur tadi juga menjelaskan
tentang tanaman-tanaman, dan aku sadar bahwa hal-hal seperti ini mungkin hanya
bisa ditemukan di museum di Jepang.
Sungguh suatu kemewahan bisa
melihat semuanya di bawah langit yang biru.
“Youshin, kamu baik-baik saja?”
"Oh, tidak. Un, tidak apa-apa.
Jangan khawatir."
Nanami mengkhawatirkanku, tapi
sebenarnya ada alasan di balik itu. Yah, ceritanya sederhana… aku melihat ke
arah air terjun dan tiba-tiba kehilangan keseimbangan.
Sepanjang perjalanan ada juga
jembatan yang sedikit menakutkan, tapi aku bisa mengatasinya. Namun, saat
melihat air terjun, aku terlalu bersemangat dan malah mencondongkan tubuhku ke
pagar pembatas…
Karena aku sangat takut dengan
ketinggian, aku meminta Nanami untuk memegang tanganku. Ngomong-ngomong, semua
teman sekelas menertawakanku. Sial.
Melihat air terjun sambil memegang
tangan Nanami adalah pengalaman yang menyenangkan. Aku akan mencoba berpikir
positif tentang itu.
Pemandu wisatanya juga sedikit
menggodaku tentang hal itu… Pemandu wisata kali ini adalah pria muda yang
mengenakan kemeja aloha khas Hawaii.
Dia memiliki rambut pendek dan
mengenakan topi hitam, dengan anting besar di telinganya. Anting itu cukup
besar sehingga bahkan bisa aku melihat sisi lainnya.
Dia tidak sepenuhnya sesuai dengan
gambaran pemandu wisata yang aku bayangkan, tapi mungkin inilah kebebasan yang
ada di Hawaii.
Mungkin dia cocok dengan
penampilannya karena dia adalah pria tampan dengan gaya yang liar.
Aku penasaran apakah para gadis
terkesan dengan tato yang mereka lihat di sini? Kadang aku mendengar
suara-suara bersemangat dari para gadis di kelas.
…Ngomong-ngomong, bagaimana dengan
Nanami?
“Nanami, apa kamu baik-baik saja
dengan tato?”
"Ada apa tiba-tiba...? Eh?
Yoshin, apakah kamu akan membuat tato Youshin...?"
"Tidak, tidak. Hanya saja
beberapa cewek bersuara melihat pemandu, jadi aku penasaran apakah tato itu
keren di mata para gadis?"
Nanami menghela napas, seolah-olah
merasa lega.
Apakah pertanyaanku agak buruk? Aku
cuma penasaran saja, tidak ada maksud lain.
"Beberapa gadis menyukai pria
bertato. Mereka bilang sih terlihat nakal, tapi malah tertarik. Kalau aku...
Cowok dengan tato terlihat menakutkan jadi aku tidak menyukainya."
(Tln: TRUEEEEEE, katanya cari cowok baik, giliran ketemu badboy malah
anget)
"Ah, begitu. Memang banyak
yang berpikir seperti itu..."
Karena tato di Jepang dan luar
negeri memiliki asal usul yang berbeda, apakah artinya juga berbeda? Aku mengerti
kalau sulit untuk menghilangkan cara berpikir dari masa lalu.
(Tln: Tato di Jepang biasanya Yakuza doang, kalau kayak di Amerika mah
orang biasa juga banyak jadi kayak ngelihatnya beda, beda image istilahnya)
Di Hawaii, ada banyak kesempatan
untuk melihat orang-orang yang bertato, tapi aku bertanya-tanya apakah hal ini
akan terjadi di Jepang suatu hari nanti?
"Dan juga..."
"Nn?"
Setelah melanjutkan kalimat itu,
aku tidak bisa mendengar kelanjutannya, jadi aku menolehkan kepalaku. Setelah
beberapa saat, Nanami membuat ekspresi malu dan melanjutkan kata-katanya.
"Kalau ada tato... Kita tidak
bisa pergi ke pemandian air panas bersama kan..."
Ya, tentu saja tidak.
Suara Nanami lemah, tapi kata-kata
itu jelas terdengar di telingaku. Memang benar bahwa di Jepang, fasilitas permandian
air panas masih sering melarang tato.
Untuk pergi ke permandian air panas
dengan Nanami, aku pasti...
"Tidak, Youshin... Maksudku
pergi ke permandian air panas bersama itu permandian campuran..."
(Tln: Reminder, onsen JP ada 3 -> cowok, cewek dan campur)
Saat aku sedang membuat keputusan
sendirian, Nanami memandangku dengan tatapan yang agak kesal. ...Eh, apa aku mengatakannya
dengan lantang? Saat aku berpikir begitu, Nanami menggelengkan kepalanya.
"Kamu tidak mengatakannya
dengan lantang, tapi aku tahu. Soalnya aku pacarmu”
...Apakah kemampuan Nanami untuk
membaca pikiranku sekarang sudah hampir seperti esper? Aku mulai merasa tidak
akan bisa menyembunyikan apa pun darinya mulai sekarang.
Sekarang setelah kupikir-pikir,
pemandian air panas campur juga sudah tidak ada di zaman sekarang, dan karena
itu campuran, pasti ada orang lain di sana, jadi pergi bersama Nanami tidak
mungkin dilakukan.
Yah, tidak masalah karena aku tidak
berniat melakukan itu. Hanya untuk memperjelas, yang kumaksud
"melakukan" di sini bukan tentang tato atau pemandian air panas...
...Sebenarnya, kalau ada
kesempatan, pergi ke pemandian air panas bersama Nanami... Ah, sudahlah, inni
masih siang. Yah, tidak juga, bukan berarti kalau malam jadi bagus.
Kembali ke topik .
Ngomong-ngomong, kalau Nanami
menganggap tato itu keren, apa aku juga akan membuat tato...? Tidak, itu jelas tidak.
Aku tidak suka sakit, jadi aku rasa aku tidak akan melakukannya.
Tidak, mari kembali ke cerita
tentang air terjun. Lupakan soal tato. Pemandu wisatanya juga dengan antusias
menceritakan legenda tentang air terjun ini, jadi aku harus mendengarkannya
dengan baik.
Ternyata, air terjun ini memiliki
banyak cerita, tapi yang paling terkenal adalah legenda tentang air mata yang
di tumpahkan oleh seorang kekasih, karena pria yang dicintainya jatuh dari
tebing.
Cara orangnya jatuh ada banyak, ada
yang melakukan kesalahan dan jatuh sebagai bentuk penebusan, ada juga yang
jatuh karena kecelakaan, dan interpretasinya berbeda tergantung pada orangnya.
Air mata, ya... Sekarang setelah
dipikir-pikir, memang tidak sulit membayangkannya kan? Air mata yang mengalir
deras dari atas... Itu berarti wanita itu sangat peduli pada pria tersebut.
"Are? Nanami...?"
Berbeda dengan ekspresi sebelumnya,
Nanami terlihat sedih. Aku belum melihat ekspresi sedih seperti itu akhir-akhir
ini, jadi aku mulai khawatir tentang apa yang terjadi.
Nanami terlihat sedikit malu,
tetapi dia menguatkan genggaman tanganku.
"...Jika Youshin menghilang,
aku juga mungkin akan menangis seperti itu... Kehilangan orang yang penting di
depanmu itu... sangat menyakitkan kan?"
Sepertinya, setelah mendengar
legenda yang berhubungan dengan air terjun ini, Nanami membayangkan apa yang
akan terjadi jika aku menghilang.
Jika Nanami menghilang dari
hadapanku... Aku merasa aku akan menangis sebanyak itu juga. Sebenarnya, aku
bahkan tidak yakin apakah aku bisa melanjutkan hidupku.
Ini mungkin terdengar seperti aku
bergantung padanya, tapi jika situasinya menjadi tidak terpulihkan dan Nanami
menghilang... Aku rasa aku akan terkejut dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Tidak... Aku tidak boleh berpikir
negatif. Jika aku terlarut dalam pemikiran itu, suasana hatinya hanya akan
semakin buruk, jadi aku harus tetap berpikir positif dan menyemangatinya.
“Tenang saja, aku tidak akan pernah
menghilang!"
"Eh?"
Nanami terkejut dengan kata-kataku
yang penuh keyakinan. Tidak ada dasar yang kuat untuk itu, dan tidak ada
jaminan, tapi aku tetap menyatakannya.
Aku ingin dia mengerti bahwa tidak
mungkin aku akan meninggalkannya.
Meskipun aku tahu aku terkadang
bisa sangat logis, tapi kali ini lebih ke sebuah pernyataan tegas tanpa alasan
yang logis.
Nanami terlihat sedikit terkejut
pada awalnya, tetapi segera dia tersenyum lembut, seolah merasa tenang.
"Pasti?"
"Pasti!"
Nanami memiringkan kepalanya dan
bertanya dengan cara yang sedikit menggoda, dan aku meyakinkannya.
Katanya tidak ada yang “mutlak” di
dunia ini, tapi meskipun begitu, ini mutlak. Setidaknya untuk sekarang, aku
akan percaya pada hal itu seperti orang bodoh. Mutlak. Setelah berkata begitu,
aku kembali membusungkan dadaku, dan...
“Ah, pasangan itu sepertinya
baik-baik saja.”
Sebelum aku menyadarinya, pemandu
kami mulai menggoda kami, dan semua orang di sekitar tertawa. Ah, ketahuan ya?
Tentu saja kedengaran...
......Apakah baik-baik saja?
Kali ini, giliranku untuk
memiringkan kepala. Ketika kami berdua memiringkan kepala secara bersamaan,
pemandu tersenyum seperti sedang melihat sesuatu yang menggemaskan.
“Menurut legenda, pria yang
berselingkuh jatuh ke air terjun karena malu atas kesalahannya, sementara
wanita itu meneteskan air mata kesedihan—kisah cinta tragis. Sebagai pengingat
agar tidak berselingkuh, banyak pasangan datang ke sini. Tapi kalian berdua
sepertinya sama sekali tidak ada hubungan dengan kata ‘perselingkuhan’ ya~”
...Jadi, pria yang jatuh itu
ternyata berselingkuh… Nanami, yang mendengar itu, menunjukkan ekspresi yang
rumit.
Un, itu... Aku bisa memastikan itu
tidak akan terjadi. Mutlak.
(Tln: Bro ragu sesaat)
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
"Apakah Anda akan menikah
tahun depan? Selamat!"
"Ah, terima kasih
banyak."
Pemandu itu tersenyum malu-malu,
dan para gadis yang sebelumnya menganggap pemandu itu menarik menghela napas dan
jelas kecewa.
Setelah itu, kami mengunjungi
berbagai tempat sebagai bagian dari belajar tentang sejarah Hawaii. Kami
mengambil foto kenang-kenangan di Lembah Waipi’o, melihat penyu di Pantai Pasir
Hitam, makan malasada di sebuah toko tempat kami singgah…
Sekarang, kami sedang makan malam
yang berupa bento di atas ladang lava di Taman Nasional Gunung Berapi Kilauea
sambil mengobrol santai dengan pemandu.
Rasanya agak aneh makan bento di
tempat seperti ini… Tapi menunya mirip dengan bento Jepang, jadi terasa
menenangkan.
Menurutku, cukup jarang aku banyak
bicara dalam situasi seperti ini, tetapi sejak aku digoda di air terjun, aku
mulai lebih sering berbicara.
Di antara obrolan itu, muncul
pembicaraan tentang pernikahan si pemandu saat kami makan
“Apakah Anda akan melangsungkan
pernikahan di Hawaii?”
(Tln: Bahasa formal pake Anda)
"Tidak, tunanganku orang
Jepang, jadi kami berencana mengadakan pernikahan di Jepang. Jepang itu luar
biasa, ya? Ramen di sana sangat lezat. Aku suka sekali ramen Jepang."
Kupikir orang Hawaii pasti akan
melangsungkan pernikahan mereka di Hawaii, tapi ternyata tidak.
"Oh, dan apakah tunangan Anda
setuju dengan itu?
“Ya, kami berencana mengadakan
pernikahan di Jepang, lalu dia akan pindah ke sini setelahnya. Karena itu, dia
ingin menikmati sisa waktunya di Jepang.”
Gadis-gadis di kelas itu
mendengarkan cerita pemandu dengan mata berbinar, seolah-olah mereka
benar-benar terpesona dengan ide pernikahan internasional.
Baru saja mereka merasa sedih,
tetapi sekarang sudah bangkit lagi dengan energi yang luar biasa.
Begitu topiknya tentang pernikahan,
percakapan langsung didominasi oleh cerita cinta. Bahkan di tempat yang baru,
minat utama anak-anak SMA tetap condong ke hubungan percintaan.
Mereka bertanya-tanya tentang
seperti apa tunangannya, apakah dia sering ke sini, atau apakah pernikahan
internasional lebih sering menghadapi konflik, dan menggali detail
sedalam-dalamnya.
Pemandu itu menjawab semua
pertanyaan dengan sangat sopan.
"Di mana Anda bertemu dengan
tunangan Anda?"
"Sebenarnya, kami bertemu saat
SMA karena hal kecil…"
Wah, sejak SMA…? Ide tentang
hubungan yang bertahan sampai menikah menarik perhatianku, dan aku melirik ke
arah Nanami. Dia juga melihatku, jadi pandangan kami bertemu.
Menikah dari hubungan yang dimulai
di SMA… Kalau tidak salah, orang tuaku dan orang tua Nanami juga seperti itu,
kan? Tidak, apakah orang tuaku juga begitu…?
Hah? Kalau dipikir-pikir, aku rasa
hal yang sama juga terjadi pada Baron-san... Aku juga ingat pernah mendengar
hal yang serupa dari guru UKS.
Apakah mungkin hubungan yang
dimulai di SMA dan berakhir dengan pernikahan itu sebenarnya cukup umum?
…Tidak, mungkin tidak. Dari cerita
pemandu itu, semua orang terlihat terkejut, yang berarti itu langka dan
benar-benar jarang. Sepertinya hanya lingkunganku saja yang begitu, dan
sebenarnya kasus seperti itu jarang terjadi.
Pemandu tadi juga bilang ini jarang
terjadi dan dia belum pernah mendengar hal seperti ini dari orang lain selain
kami. Un, ini benar-benar jarang.
Kupikir aku melihat pemandu melirik
ke arahku dan Nanami, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja.
"Memang jarang, tetapi kalau
ada pasangan di sini yang akhirnya menikah, kami harap kalian akan menggunakan
tur kami untuk bulan madu kalian!"
Dengan itu, semua orang menoleh ke
arah kami. Oh, jadi itu bukan hanya imajinasiku.
Aku melirik Nanami, hanya untuk
mendapati dia juga sedang melihatku. Tatapan kami bertemu dengan sempurna. Lalu
Semua orang lain ikut menggoda kami.
Mereka mulai mengatakan hal-hal
seperti kami pasti akan pergi dari cinta masa SMA hingga ke pernikahan, atau
bahkan mungkin menikah sebelum lulus sekolah.
“Kalau begitu, ingin bertaruh kapan
keduanya akan putus?”
(Tln: Wtf bro)
Dan seperti itu, seseorang
mengangkat topik yang tidak menyenangkan. Tunggu, bisakah kalian tidak
menjadikan kami objek taruhan? Aku ingin protes, tapi lalu…
"Tidak, mereka tidak akan
putus."
"Ya, tidak mungkin mereka akan
putus”
“Mereka pasti datang kembali ke
sini untuk bulan madu.”
“Mungkin bahkan mereka mengadakan
pernikahan di Hawaii juga.”
“Kalaupun mereka bertengkar, pasti
soal hal kecil yang tidak ada yang peduli.”
“Mereka pasti akan dimakamkan di
kuburan yang sama.”
"Sejujurnya, mereka mungkin
bahkan akan meninggal bersama."
"Ini bahkan bukan taruhan lagi,
terlalu mudah ditebak."
Komentar demi komentar terus
keluar, membuatku kehilangan kesempatan untuk protes. Sebenarnya, mereka bukan
hanya membicarakan pernikahan—mereka bahkan sudah merencanakan kuburan bersama
untuk kami.
Apakah ini yang disebut “pujian
sampai mati”? Tidak, itu tidak sepenuhnya benar. Yang lebih aneh, mereka bahkan
tidak tersenyum menggoda. Mereka serius.
Dengan kata lain, mereka
benar-benar berpikir seperti itu.
"...…Apakah aku harus senang tentang
ini?”
"Memang sedikit memalukan,
tapi aku senang" kata Nanami sambil tersenyum.
Yah, selama Nanami bahagia, aku
tidak ada keluhan. Sama sekali tidak. Tapi… bagaimana aku harus menyelesaikan
situasi ini?
Sebelum aku menyadarinya,
orang-orang di sekitarku, yang baru saja membuat keributan, tiba- tiba terdiam.
Aku berpikir, apakah aku harus
mengatakan sesuatu...? Tapi, aku bisa merasakan pandangan yang penuh harapan
tertuju padaku. Meski semua orang memperhatikan, aku tidak tahu harus berkata
apa.
Jadi, untuk sekarang...
"...Saat itu, mohon kerja
samanya."
Kalimat itu, dalam beberapa artian,
adalah upaya untuk menghindar yang kutujukan kepada pemandu, tetapi ternyata
malah membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.
Bahkan pemandu ikut bercanda dan
mengatakan “Haruskah saya buat reservasi?”, Anda tidak perlu mengatakan itu!
Ayo, semuanya, nikmati saja
pemandangannya. Yah, lebih tepatnya ini seperti hamparan tanah abu-abu sejauh
mata memandang, tetapi tetap saja menakjubkan.
Karena malu, aku duduk membelakangi
semua orang itu, dan Nanami, yang mungkin merasa malu juga, menyesuaikan dirinya
untuk duduk di sebelahku lagi.
Ketika kami berdua duduk bersama, orang-orang
di belakang kami kembali heboh... dan dengan suasana yang meriah seperti itu,
kami menuju ke tujuan berikutnya.
Hari ini kami telah berpergian ke
berbagai tempat, tetapi tempat berikutnya akan menjadi yang terakhir.
Saat matahari terbenam, lampu jalan
di sekitarnya semakin sedikit. Sebelum aku menyadarinya, satu-satunya hal yang
menerangi jalan adalah lampu dari bus kami.
Rasanya seperti sebuah pedesaan di
Jepang. Bahkan, mungkin saja lampu di sini lebih sedikit dari pada jalan di
Jepang
Uwah, gelap?!
Sejujurnya aku belum pernah
mengalami kegelapan yang seperti ini di luar ruangan sebelumnya. Tidak ada
bangunan atau lampu jalan sama sekali, dan udara dingin menyentuh kulitku.
"Nanami, kamu kedinginan? Apa
kamu mau memakai jaketku?"
"Aku baik-baik saja, aku juga
membawanya."
Aku dan Nanami mengenakan jaket
yang sudah kami siapkan, tapi tetap saja sedikit dingin. Perbedaan suhu dengan
siang hari sungguh mengejutkan.
Ini berada di atas gunung... jadi mungkin
karena ketinggiannya? Tujuan terakhir kami berada di atas gunung. Apakah ini
puncaknya? Aku tidak terlalu merasakannya karena kami datang dengan bus.
Melihat langit berbintang di sini
akan menjadi penutup untuk hari ketiga kami di Hawaii.
Tapi, aku tidak terlalu menantikan
langit berbintang. Di Jepang juga bisa melihat langit berbintang,jadi hanya
tempatnya yang berubah...
Itulah yang aku pikirkan tapi...
"Wahh..."
Aku tidak yakin apakah itu suaraku atau suara Nanami. Mungkin juga
kami berdua mengatakannya secara bersamaan. Dengan kosakataku yang terbatas,
aku hanya bisa mengungkapkannya dengan cara yang sederhana, tapi...
Hamparan langit penuh bintang terbentang di depan mata seolah-olah
aku telah melangkah ke luar angkasa.
Udara dingin yang tajam terasa
menegangkan, dan langit malam yang biru tua itu tampak begitu nyata. Di langit
itu, warna merah, biru, putih, kuning... cahaya berwarna-warni berkelap-kelip
tanpa henti.
Bintang-bintang yang berkelap-kelip
itu terlihat seperti bergerak, seolah-olah seluruh langit adalah satu makhluk
hidup raksasa atau seperti lautan yang berombak.
Aku yakin, setiap orang melihatnya
dengan cara yang berbeda. Mungkin karena biasanya aku tidak melihat langit berbintang
seperti ini, meskipun tenang dan indah, tapi aku merasa sedikit takut pada
bintang-bintang itu.
Langit yang begitu luas ini, seolah
bisa menelanku... rasanya ini pertama kalinya aku melihat yang seperti ini.
Jadi ini yang disebut langit berbintang... ini benar-benar berbeda dengan yang
terlihat di Jepang.
Tidak, aku pernah mendengar bahwa
sulit untuk melihat bintang di langit karena lampu-lampu kota, tapi aku tidak
pernah menyangka akan ada perbedaan sebesar itu dalam jumlah bintang yang dapat
dilihat.
(Tln: Sadar ga kalian yang di kota besar kalau bintang itu jarang bet
keliatan?, kecuali kalian tinggal di pinggir kota mungkin masih bsa liat dikit)
Semua orang di kelas memandangi
langit berbintang dan menyuarakan kekaguman mereka.
Pemandu kami menggunakan laser
pointer untuk menjelaskan konstelasi bintang dan bahkan menyiapkan teleskop
untuk kami. Beberapa orang berbaring dan menontonnya.
(Tln: Konstelasi bintang itu bentuk/pola bintang, contoh yang paling
kalian kenal adalah Zodiac)
Dengan langit berbintang seindah
ini, berbaring dan menatapnya mungkin menyenangkan juga. Rasanya seperti
sesuatu dari anime atau manga.
" Nanami, mau coba lihat
melalui teleskop?"
"Mungkin aku akan melihatnya...
Youshin juga ayo."
Meskipun jarak di antara kami kecil,
Nanami mengulurkan tangannya. Mungkin karena gelap dan demi keamanan juga, tapi
rasanya ada alasan lain.
Entah kenapa, kalau tidak
berpegangan tangan, rasanya kami akan terpisah.
Meskipun itu tidak mungkin, rasanya
ilusi seperti itu bisa saja benar-benar terjadi di sini.
Kemudian kami melihat bintang melalui teleskop selagi
mendengarkan penjelasan pemandu.
Setelah beberapa saat, sepertinya
ada yang menyatakan perasaannya di tempat yang agak jauh, dan suasananya
menjadi heboh lagi.
Siapa yang melakukannya? Dalam
suasana seperti ini, memang akan terasa romantis.
(Tln: Feeling gua kok Shizuka dengan Taku ya, ada flag di pertengahan
tadi)
“Sepertinya pengakuannya berjalan
dengan baik.”
"Pengakuan di Hawaii ya~ Aku
penasaran siapa yang melakukannya?"
Karena gelap, kami tidak tahu siapa
orangnya, tapi sepertinya mereka sengaja pergi jauh untuk menyatakan
perasaannya. Menyatakannya di depan semua orang... Un, itu pastinya agak
memalukan.
"...Ah, bintang jatuh"
Saat aku kebetulan melihat ke atas,
ada sebuah bintang yang seolah melukis garis di langit. Awalnya aku
bertanya-tanya apa itu, tapi ternyata itu bintang jatuh. Ini pertama kalinya
aku melihatnya.
Kupikir bintang jatuh itu akan
muncul tiba-tiba dan langsung menghilang, tapi ternyata bintang yang diam mulai
bergerak...
(Tln: Gua juga mikir gitu bjir, ga pernah liat diam tiba tiba gerak)
"Eh?! Dimana?!"
"Lihat, di sekitar sana...
apakah akan ada yang jatuh lagi?"
Saat aku menunjuk ke langit, Nanami
mendekat dan melihat bintang-bintangnya. Karena tadi yang bergerak ada di sana,
apakah kali ini akan bergerak di tempat lain?
"Ah..."
"Wahh!!"
Tak lama kemudian, bintang jatuh
lainnya muncul. Kali ini, ada dua. Melihat bintang-bintang jatuh itu, Nanami terlihat
bersemangat, lalu menjauh dariku dan menyatukan tangannya.
Kalau dipikir-pikir, kalau kita
membuat permintaan pada bintang jatuh, katanya permintaannya akan terkabul ya,
yah itu sebelum bintang jatuhnya hilang sih... Tapi dengan bintang jatuh
sebanyak ini, kurasa tidak akan masalah.
Aku juga menyatukan tanganku di
samping Nanami. Entah kenapa, menyatukan tangan selagi melihat bintang di
Hawaii terasa agak tidak nyata. Yah, perasaan adalah yang terpenting di saat
seperti ini.
Aku ingin tahu apa keinginan Nanami
kepada bintang-bintang itu.
"...Nanami, apa yang kamu
minta?"
"Nn?"
Ups, aku tidak bisa menahan diri
dan malah bertanya.
Tapi Nanami tersenyum dengan lembut,
dan tidak menjawabnya seolah menghindari pertanyaannya. Itu sedikit membuatku
frustrasi, tapi kurasa itu baik-baik saja.
Nanami juga dengan ringan bertanya
kepadaku ‘Apa yang kamu inginkan?', tapi aku memberikan jawaban yang tidak
jelas... Dan kami berdua oun tertawa. Hanya begitu saja.
Baik Nanami maupun aku tidak
mengatakan apa yang kami harapkan.
Aku yakin di masa depan akan ada
lebih banyak momen seperti ini, tetapi aku merasa yakin bahwa kami tidak akan
pernah saling menyakiti.
Di sekitar kami terlalu gelap untuk
bisa melihat banyak hal, tetapi karena aku dan Nanami berdekatan, kami bisa
mengenali kehadiran satu sama lain. Dalam arti tertentu, saat itu kami hanya
bisa merasakan keberadaan kami satu sama lain.
Dalam kegelapan itu… kami
diam-diam, perlahan mendekat, dan di bawah selimut bintang yang tak terhitung
jumlahnya, kami berbagi ciuman lembut. Pasti… tidak ada yang melihat kami.
Dan kemudian, saat kami memisahkan
diri…
“Oi, kalian berdua yang lagi
romantis di sana! Ayo kita foto bersama di sini!”
"?! Siapa yang lagi romantis? Kami
akan ke sana sekarang."
Untuk sesaat, kupikir kami
ketahuan, tetapi ternyata tidak. Dengan lega, aku melihat ke arah suara itu dan
melihat mereka sedang berfoto dengan latar belakang langit berbintang.
Kadang berdua, kadang sendirian,
kadang bersama semua orang.
“Haruskah kita berfoto bersama juga?”
"Un♡"
Di bawah langit berbintang, pada hari ini, mungkin untuk pertama
kalinya… kami berbagi rahasia satu sama lain.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Hari ini… Sangat melelahkan. Entah
karena terlalu banyak bermain atau karena terlalu banyak jalan-jalan… Pokoknya sangat
melelahkan. Rasanya seperti ada sesuatu yang berat menekan tubuhku.
"Ah... Aku sangat lelah..."
Aku menjatuhkan diri di tempat
tidur di kamar dan secara refleks mengeluh. Mengatakan “lelah” rasanya malah
membuatku semakin lelah, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak
mengatakannya.
Setelah itu, aku terus mengeluh di
kamar. Rasanya seperti bapak-bapak. Ayahku juga sering mengeluh seperti ini
saat dia lelah. Ngomong-ngomong, aku belum menghubungi Ayah dan Ibu…
Karena ada perbedaan waktu, aku
pikir mereka mungkin sedang tidur, jadi aku tidak menghubungi mereka. Tapi aku
sempat memberi tahu kalau aku sudah sampai di Hawaii…
“Haruskah aku coba menghubungi
mereka?"
Aku mengirim beberapa foto dari
Hawaii bersama kabar terbaru, dan tidak lama kemudian mereka membalasnya.
[Oh, begitu.
Jangan khawatirkan kami dan nikmati liburanmu ya]
[Saat kamu pulang
nanti, mungkin kamu akan terkejut dengan perbedaan suhunya, jadi hati-hati ya.]
Mengingat perbedaan waktunya, sekarang
mereka seharusnya sedang bekerja, tapi balasannya datang dengan cepat.
Ngomong-ngomong, aku juga penasaran bagaimana kabar Baron-san dan yang lainnya.
Ketika aku hendak membuka gamenya,
aku melihat pesan tambahan dari ibu dan ayah.
[Kami tunggu
cerita soal perkembanganmu dengan Nanami ya.]
…Apa sih yang Ayah dan Ibu pikirkan
tentang perjalanan sekolah ini? Maksudku, tidak ada sesuatu yang terjadi… Yah,
kecuali yang tadi.
Aku sama sekali tidak menyangka
kami akan diam-diam berciuman di bawah langit berbintang. Setelah itu, Nanami
juga tetap tenang, jadi setidaknya tidak ada yang mengetahuinya… Mungkin?
Aku rasa sulit untuk ada
perkembangan yang lebih jauh dari ini. Kalau pun ada…
(Tln: Tentu saja, s-)
Aku mengusir pikiran aneh itu
dengan mengibaskan tanganku di udara. Kalau ini manga, pasti ada gelembung
pikiran di atas kepalaku sekarang.
Untuk mengalihkan pikiranku, aku
memeriksa bagaimana kabar Baron dan yang lainnya.
“Oya oya, Canyon-kun yang sedang
liburan di Hawaii nih. Ada perkembangan?”
“Karena ini semacam bulan madu,
mending kamu tidak usah memikirkan soal game.”
Suara Baron-san dan Peach-san
terdengar seperti sedang menggodaku dengan nada geli. Mereka jelas
menikmatinya.
Aku juga mendengar suara anggota
lain. Karena sedang ada event, sepertinya mereka semua melakukan grinding
sambil berbicara di grup. Kalau dulu, mungkin aku juga akan ikut.
"Sekarang akhir hari ketiga...
Aku sedang berada di kamar hotelku."
"Apakah kamu bersama
Shichimi-chan?"
"Tidak. Aku sendirian di
kamarku sekarang. Teman sekamarku sedang keluar bermain."
"Hee, jadi kamu sendirian ya...
Hee..."
Ada sesuatu yang aneh dari komentar
Peach-san. Tidak, aku benar-benar sendirian! Atau lebih tepatnya, Hitoshi
berkata “Aku belum merasa cukup senang! Aku akan menyerbu kamar lain!”
lalu pergi.
Energinya luar biasa. Apakah ini yang disebut masa muda...?
“Tidak, tidak, Canyon-kun, kamu
juga masih muda, kan?”
Tsukkomi datang dari Baron. Yah, kurasa
itu benar benar. Hitoshi juga mengatakan hal yang sama padaku.
Tapi untuk seseorang yang biasanya
tidak bermain, rasanya sulit. Menyenangkan, tapi mungkin akan berakhir lelah
karena bermain terlalu lama.
Seperti seorang anak yang salah
mengalokasikan energi mereka dan seolah habis baterai... Mereka tidak
mengetahui batasan mereka jadi mereka selalu mengeluarkan semuanya, sesuatu
seperti itu.
"Apa yang kamu bicarakan,
Canyon-san? Malam baru saja dimulai untuk cowok dan cewek! Kamu harus melakukan
sesuatu sampai tidak bisa tidur semalaman!"
Peach-san menggodaku sedikit ketika
aku mulai terdengar lelah, dan mengucapkan sesuatu yang terasa tidak seperti seharusnya
diucapkan oleh anak SMP. Seketika, voice chat menjadi heboh.
Lalu, setelah kehebohan itu,
tiba-tiba hening... dan dalam keheningan itu, Peach-san terlihat kebingungan
sambil berkata, “Hah? Hah?” seperti orang yang sedang panik. Sepertinya dia
sedang menoleh ke sana kemari dengan gugup.
“Malam baru saja dimulai”
katanya... tapi aku berpikir “Di sana masih sore kan?”. Meskipun begitu, ada
kekhawatiran kecil yang muncul di dalam diriku. Sepertinya semua orang juga
memiliki kekhawatiran yang sama.
"Peach-san...apakah kamu mulai
keluar di malam hari?"
"... Bukan itu maksudnya oke?!
Aku bukan anak SMP yang suka keluyuran malam-malam seperti itu kok!!"
“Baguslah! Aku juga sempat memikirkan
hal yang sama dan jadi cemas!”
Baron-san dan yang lainnya menghela
nafas dengan lega . Tidak, itu benar. Peach-san sedikit kesal, tapi jika dia
mengatakan hal seperti itu, tentu saja kami akan khawatir.
Saat semua orang, yang berakting
seperti orang tua, sedang mengungkapkan kekhawatiran mereka kepada Peach-san...
Terdengar ketukan di pintu kamarku.
Are? Jika itu Hitoshi, dia pasti punya
kunci kamar... Jadi siapa?
“Maaf, sepertinya ada yang datang,
jadi aku akan off duluan.”
"Iya, kamu lagi study tour.
Jangan pikirkan soal game dan nikmati saja."
“Oh, semoga berhasil.”
Tepat sebelum aku meninggalkan
obrolan, aku merasa Peach-san adalah satu-satunya orang yang memiliki nuansa
kata-kata yang sedikit berbeda dibandingkan yang lain.
Rasanya seperti dia tahu sesuatu
yang akan terjadi, atau mungkin dia sedang menantikan sesuatu... atau hanya
perasaanku saja?
Tapi siapa itu? Aku tidak akan nyaman
jika ternyata dia orang asing... Jadi aku pikir aku akan melihatnya.
Ngomong-ngomong, apa sih istilah untuk lubang intip pintu ini?
Aku mendekatkan mata ke pintu untuk
mengintip...
"Nanami, ada apa?"
Saat aku buru-buru membuka pintu, Nanami
tersenyum dan melambaikan tangan kecilnya.
Ya, itu Nanami yang berdiri di
depan pintu. Aku terkejut karena dia datang begitu tiba-tiba tanpa pemberitahuan
apapun. Lagipula... Dia belum menghubungiku kan?
"Ehehe, Bermain... Aku datang
untuk main-main. Apakah kamu sendirian sekarang?"
"Ah, un... Aku sendirian.
Hitoshi pergi ke tempat lain. Ah... Untuk sekarang masuk saja dulu."
"Permisi."
Nanami masuk ke kamarku dengan
ringan.
Pakaian Nanami saat ini... sangat
tipis. Bawahnya pakai celana pendek, atasnya hanya kaos. Dari belakang tidak
kelihatan ada tali, jadi... jangan-jangan dia tidak pakai pakaian dalamnya?
(Tln: Bro mengscan dulu ya)
Apa yang tiba-tiba kupikirkan?
Tenang...tenang... Tapi aku tidak pernah menyangka akan sendirian dengan Nanami
di kamar, jadi mentalku belum siap.
“Kamu seharusnya menghubungiku dulu.”
"E? Eh, ah, begitu. Aku belum
menghubungimu ya... Benar, tiba-tiba datang bikin kaget ya. Ahaha..."
"Tidak, aku senang bisa bertemu
Nanami."
Entah kenapa, Nanami terlihat
gelisah, atau mungkin cuma perasaanku. Padahal kami sudah pernah berdua
sebelumnya, tapi rasanya seperti pertama kali kami berdua.
“Kasurmu yang ini?”
"Ah, un. Benar, tapi
sebelumnya..."
"Uryaa"
Sebelum aku selesai, Nanami melompat
ke tempat tidurku. Aku terkejut dengan tindakannya dan pada saat yang sama
merasa sedikit malu.
"Nanami...Aku belum mandi,
jadi tempat tidurnya mungkin agak bau..."
"Hah? Tidak, tidak sama
sekali... Tidak seperti itu. Baunya enak kok?"
" Jangan menciumnya?! Atau
lebih tepatnya, bukankah harusnya cowok ke cewek yang begini?! "
Tidak, bukankah itu juga aneh? Nanami
mendekatkan wajahnya ke kasur yang tadi kutiduri dan mencium aromanya sedikit. Tidak,
ini sangat memalukan.
Kalau tahu akan begini, seharusnya
aku mandi dulu lalu berbaring.
Tapi, penyesalan selalu datang
belakangan... Untuk sekarang, Nanami lagi tiduran di kasur, dan aku bakal duduk
di kursi atau semacamnya...
“Youshin, sini sini.”
Nanami menepuk kasurku. Maksud dari
tindakan itu... Yah jelas aku paham. Pasti cuma satu kan?
Ketika aku mencoba mengabaikannya
dan duduk di kursi, dia cemberut dengan wajah tidak puas dan menepuk kasurku
lagi, kali ini lebih keras. Serius...?
Aku baru saja bilang kalau aku
belum mandi, tapi aku yakin Nanami akan puas jika aku berbaring di sebelahnya sekali
saja.
Setelah itu aku akan langsung
mandi. Apa mungkin... Parfum diciptakan untuk situasi seperti ini? Aku sangat
menyesal karena tidak serius memikirkan soal keringatku.
Saat aku berbaring di samping
Nanami dan memalingkah wajahku padanya, Nanami tersenyum kecil dengan senang.
"...Nanami, bukankah aku bau
dan berkeringat?"
"Tidak, tidak apa-apa, Maksudku, kamu tidak perlu terlalu
mengkhawatirkannya bukan?"
“Tidak, jika Nanami mengatakan aku
bau, aku akan depresi sampai mati…”
"Bukannya kamu tidak mandi
berhari-hari tahu... Kamu suka mandi kan? Sehari aja tidak ada masalah."
Tetap saja, hari ini panas... Aku
tiba-tiba sadar. Bukankah biasanya para gadis mengkhawatirkan hal seperti ini?
"Nanami... Apakah kamu tidak
keringat?"
"Eh? Ah, etto... Aku... Aku
baru saja mandi sebentar sebelum datang."
"Curang"
Aku mengatakannya tanpa sengaja.
Maksudku, dia menjaga dirinya, sedangkan aku tidak—ini jelas jebakan. Sial,
rasanya seperti aku dijebak.
Nanami sedikit mengepakkan bagian
depan bajunya... Yang tipis. Dari kerahnya, aku hampir bisa melihat ke dalam,
jadi aku sedikit memalingkan wajahku.
"Apakah kamu ingin
menciumnya?"
"...Apakah tidak
apa-apa?"
(Tln: Bro what? *sniff sniff)
"Silakan."
Mungkin agak mesum, tapi aku
mencium aroma Nanami. Aroma sabun mandi yang enak... Kurasa, memenuhi hidungku.
Aromanya agak manis... Tunggu,
bukannya ini sabun mandi yang sama seperti di kamarku? Tapi kenapa aromanya berbeda...
"Aku tadi agak gugup, tapi
saat aku mencium aroma Youshin, aku jadi sedikit tenang."
“Gugup? Apakah kamu gugup?”
"Karena, kita hanya berdua di
kamar ini. Dan ini kamar hotel... Mau tidak mau aku akan merasa gugup."
"Aku juga gugup... Seharusnya
aku mandi."
"...Ah, kalau begitu kamu bisa
mandi dulu. Aku akan berbaring di sini dan menunggumu."
Aku merasa tidak enak meninggalkan
Nanami sendirian, tapi mungkin aku harus menerima tawarannya. Kalau sudah
terlanjur sadar, susah untuk tidak memikirkannya.
Tapi tetap saja... Mandi saat
sedang berdua dengannya... Rasanya seperti sebelum sesuatu dimulai, dan itu membuatku
gugup dengan cara yang berbeda.
(Tln: Apaan tuh yang mau mulai)
Yah, Hitoshi akan segera kembali, jadi
tidak mungkin ada yang terjadi. Tidak mungkin sama sekali.
Pada saat itu, kata-kata yang
pernah diucapkan ayah, ibu... dan Baron-san melintas di pikiranku. Perkembangan...
Perkembangan dengan Nanami.
...Perkembangan di sini... tidak,
itu tidak mungkin, tidak mungkin, tidak mungkin. Sama sekali tidak.
(Tln: Perkembang biakan?😏)
Tapi kalau begitu, kalau hal yang
khas dari Hawaii itu… Apakah ada hal lain? Bahkan kalau dipikirkan secara
hipotesis, jauh dari orang tua dan tanpa pengawasan… Apa yang bisa kita
lakukan…?
Hmm. Sekarang, kami sedang
berbaring bersama di tempat tidur, tapi melakukan lebih dari ini sepertinya
sulit.
Hawai... Hawai... Ah, mungkin
besok...
"Ah, Youshin..."
“Un? Ada apa?”
Sesuatu hampir terlintas di
pikiran, tetapi aku menghentikan pikiranku dan mengalihkan pandanganku ke
Nanami.
Bersandar dengan tangan kanannya
untuk menopang kepalanya selagi setengah berbaring, Nanami sedikit mengulurkan
tangannya yang lain, menjentikkan jarinya, dan mengedipkan matanya.
Rasanya seperti gerakan pria tampan
jadul.
Atau mungkin, bukan hanya
gerakannya—bahkan auranya terasa seperti itu?
"Kamu bisa mandi dulu."
“Kenapa kamu mengatakannya dengan
suara keren?!”
Dia bahkan membuat suaranya seperti
suara seorang pria tampan, jadi aku tidak bisa menahan diri untuk
mengomentarinya. Tunggu, sejak kapan Nanami bisa membuat suara rendah dan halus
seperti itu? Itu sangat lembut dan jelas.
Nanami berbeda dari biasanya, dan
aku sedikit gugup.
Sisi Nanami yang tidak biasa ini
membuat jantungku sedikit berdegup. Apalagi karena kami sedang berbaring di
tempat tidur—itu membuat kata-katanya terdengar lebih sugestif.
“Yah, aku hanya ingin mengatakannya
sekali saja.”
Nanami terlihat menikmatinya. Aku
tidak pernah membayangkan aku akan menjadi orang yang menerima kalimat seperti
itu. Yah, kurasa aku akan mandi sekarang…
Tepat sebelum aku memasuki kamar
mandi, Nanami mengatakan sesuatu lagi padaku kepadaku.
“Oh, tolong isi air di baknya ya.”
"Un, aku mengerti."
Aku menyetujuinya tanpa berpikir
banyak, tapi saat aku melepas bajuku, aku sedikit memiringkan kepala dengan
bingung. Isi air? Apakah untuk mencegah ruangannya menjadi kering?
Makna sebenarnya dari kata-kata Nanami akan segera menjadi jelas…
Setelah ini.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Kamar mandi di hotel tempat kami
menginap ternyata lebih luas dari yang kukira. Awalnya, aku pikir akan seperti
kamar mandi unit Jepang, di mana toilet dan bak mandi berdampingan…
Terdapat wastafel, area shower
terpisah, dan bathtub terpisah. Selain itu, toiletnya berada di tempat yang
berbeda, jadi tidak ada risiko basah.
Namun, jika kamu mengisi bak mandinya,
kelembapannya bisa menyebar hingga ke area wastafel, dan jika terlalu banyak,
barang-barang seperti handuk yang ingin kamu gunakan bisa menjadi lembab.
Area shower dipisahkan oleh pintu,
tetapi pintunya terbuat dari kaca, sehingga jadi kamu bisa melihat ke dalam.
Itu bukan kaca buram, jadi kamu bisa tahu siapa yang ada di dalam.
Saat ini… mungkin kacanya sedikit
berkabut karena uap dari air yang memenuhi bathtub. Ya, bathtub… yang diisi
dengan air…
"Hangatnya~..."
"Ah... Ah... Un, hangat... Hangat
ya..."
Nanami, yang sedang berendam di
bathtub, mengeluarkan suara puas. Airnya memiliki sedikit warna, tetapi cukup
jernih sehingga hampir semuanya terlihat.
Berusaha untuk tidak melihatnya… Itu
mustahil. Maksudku, tidak ada yang perlu dikhawatirkan juga sih.
Karena, sekarang, Nanami… sedang
memakai baju renang.
Tentu saja, aku juga. Tapi kenapa
kita bisa berakhir… mandi bersama di bathtub? Yah, ceritanya sederhana saja.
Sederhananya, Nanami tiba-tiba
masuk ke kamar mandi.
…Cukup mundur waktu sedikit
saja—hanya sekitar sepuluh menit lalu. Ini terlalu baru untuk disebut kilas
balik.
Ketika aku
masuk ke kamar mandi, hal pertama yang kulakukan adalah mandi dengan shower dan
membersihkan tubuhku. Selama itu, Nanami, yang mungkin merasa bosan, terus
mengajakku bicara tentang berbagai hal.
Tentang tempat yang kami kunjungi
hari ini, tempat lain yang ingin kami kunjungi, dan obrolan ringan lainnya.
Jaraknya cukup jauh, tapi itu di
atasi dengan membuka pintu kamar mandi. Itulah sebabnya aku tidak menyadari kalau
suaranya perlahan mendekat.
Aku juga sedang membasuh tubuhku,
jadi aku tidak melihat ke belakang...
“Youshin, kamu tipe yang mandi di
bak setiap hari? Atau cukup shower saja?”
“Aku rasa aku tipe yang mandi di
bak setiap hari. Rasanya tidak bisa menghilangkan lelah kalau tidak berendam di
air panas.”
“Ah, aku paham. Apalagi hari ini,
kita main di pantai dan banyak jalan-jalan, jadi benar-benar capek, ya? …Iya,
hampir penuh.”
“?
Nanami, kamu suka mandi kan?”
“Ya, aku suka kok. Tapi
kadang-kadang rasanya merepotkan… tapi kalau ada yang bilang aku bau, aku akan
nangis. Nangis dengan keras.”
Apa aku pernah bilang Nanami bau…?
Atau lebih tepatnya, apakah dia bisa bau? Aku tidak punya gambaran seperti itu
sama sekali tentang cewek.
Yah, karena kita manusia, mungkin
ada saat-saat seperti itu. Tapi kalau itu terjadi, ya tinggal mandi saja, kan…?
Juga, mengatakan hal seperti itu ke
orang lain—tidak sopan banget, kan? Iya, aku harus pastikan untuk tidak pernah
bilang begitu.
“Ngomong-ngomong, kamu ingat tidak,
Youshin? Hadiah tentang mandi bareng.”
"Hadiah…? Ah, kalau
dipikir-pikir... Kita membicarakan hal itu saat ujian.”
Waktu itu, kesepakatannya adalah
kalau aku bisa mendapat nilai rata-rata di semua mata pelajaran, kami akan
mandi bersama atau semacamnya. Pada akhirnya, aku gagal di matematika, jadi
hadiahnya batal.
Lagipula, dengan orang tua kami di
sekitar, mana mungkin kita bisa mandi bersama. Tapi tetap saja, itu cukup
memotivasiku untuk belajar waktu ujian.
Sungguh nostalgia. Interaksi dengan
Shizuka-san juga mulai karena pelajaran tambahan, kan?
“Aku ingat. Sayangnya, hadiahnya menghilang
ya.”
“Iya, sayang sekali, ya… Jadi,
Youshin, kalau… kalau kamu bisa mandi bersamaku, kamu mau?”
“Tentu saja, aku mau.”
Jawabku langsung. Maksudku, apa ada
orang yang tidak mau mandi bersama pacarnya? Kalau itu Nanami, jelas banget
jawabannya.
Ragu untuk hal seperti itu…
bukankah itu tidak sopan juga pada Nanami?
Yah, awalnya memang hadiahnya
melibatkan memakai baju renang. Aku sudah sering melihat Nanami memakai baju
renang selama di Hawaii, jadi bukan masalah yang besar...
"Baguslah"
"Eh? ”
Suaranya terdengar sangat dekat.
Tidak, bukan hanya dekat—tepat di sebelahku.
Aku mendengar suara logam, dan
pintu kamar mandi terbuka. Secara refleks, aku berbalik sambil tetap berada di
bawah pancuran air.
Ya, aku berbalik...
“Ehehe, aku mas… Hyaa…?! Kya…
Kyaaaaa?!”
(Tln: Melihat excalibur kah?)
Dalam sekejap, aku sempat melihat
sosok Nanami—rasanya dia tidak memakai apa-apa. Dia langsung keluar dari kamar
mandi, dan sebelum aku sempat mengikutinya dengan mataku, aku buru-buru
menutupi tubuhku.
Rasanya reaksiku seperti seorang
gadis pemalu... atau begitulah pikirku, tetapi rasa malu karena terlihat
membuat seluruh tubuhku terasa panas. Lebih panas daripada saat aku terkena
sinar matahari.
Aku yang ceroboh berbalik seperti
itu, tentu saja, itu berarti aku sepenuhnya telanjang di bawah pancuran air.
Yah, telanjang itu wajar di kamar mandi, tapi tetap saja...
…Apakah… terlihat?
Entah kenapa, fakta kalau dia
melihatku benar-benar menusukku. Orang-orang bilang, tidak apa-apa jika
terlihat, itu bukan sesuatu yang akan mengurangi apa pun dari dirimu, tapi… apa
ini?
Rasanya seperti ada sesuatu yang
hilang dariku. Apakah itu sesuatu yang bersifat mental atau sesuatu yang tak
terlihat, aku tidak tahu, tetapi rasa kehilangannya sangat besar.
Mungkin ini karena baru pertama
kali. Apakah akan terasa lebih mudah saat kedua kalinya…? Sambil berpikir begitu,
Nanami perlahan kembali mendekat.
Sekilas, dia juga terlihat seperti
tidak mengenakan apa-apa… tidak, mungkin tidak? Sial, kaca di kamar mandi
berkabut, jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas.
Lalu Nanami memasukkan lengannya ke
dalam kamar mandi, memegang sesuatu, dan berkata pelan.
“Um… Ini... Kalau kamu bisa
menggunakannya…”
Apa yang dia pegang di tangannya…
adalah baju renangku. Yang kupakai tadi siang. Sebagai jaga-jaga, aku sudah
menggantungnya agar kering… berpikir mungkin akan membutuhkannya nanti.
Tangan yang menyelinap masuk itu
berwarna merah cerah—rasanya itu bukan hanya imajinasiku. Sambil tetap menutupi
bagian bawah tubuhku, aku menerima baju renang itu dari Nanami. Baju itu sudah
benar-benar kering.
(Tln: Tangan ngeblush \\\> <\\\)
"...Etto, aku sudah
memakainya… Nanami."
Begitu aku selesai bicara, pintu
kamar mandi perlahan terbuka lagi, dan Nanami masuk dengan perlahan, seirama
dengan pintu yang terbuka.
Awalnya aku pikir dia tidak
mengenakan apa-apa… tetapi ternyata itu hanya kesalahanku. Nanami sebenarnya
memakai sesuatu.
Dia mengenakan... Baju renang baru.
Tadi aku panik dan mengira dia
tidak memakai apa-apa, tapi… baju renang barunya ini sangat berani.
Bagian atas dan bawahnya sebenarnya
tidak jauh berbeda dalam hal tingkat eksposur.
Terutama bagian bawah—sepertinya
disebut high-cut. Potongannya sangat tinggi di bagian paha, membuatnya sangat
terbuka. Meskipun tetap tertutup, potongan yang tinggi ini membuatnya cukup
mencolok.
Bagian belakangnya tidak sepenuhnya
terbuka… tetapi tetap memperlihatkan lekukan dengan sudut yang cukup tinggi,
membuatnya terlihat sensual.
Nanami, dengan kulitnya yang
sedikit kecokelatan karena terbakar matahari, mengenakan baju renang seperti
itu dan masuk ke sini. Aku yakin kalian bisa memahami betapa bingungnya aku
saat itu.
Dan itulah yang membawa kami ke situasi
saat ini…
“Yoshin, kamu bisa lebih ke sini.”
"Tidak, tidak, tidak, tidak...
Di sini... Sudah cukup."
“Yah, duduk berhadapan seperti ini
juga cukup bagus.”
Nanami dan aku berada di bak mandi
yang sama... Saling berhadapan. Ya, hanya duduk berhadapan. Tidak ada bersandar
pada tubuh satu sama lain.
Karena jika kita melakukan itu,
kita akan… bersentuhan, kan?
Bahkan hanya dengan duduk
berhadapan seperti ini sudah cukup berat bagiku… atau lebih tepatnya, aku sudah
tidak bisa berdiri lagi.
Alasannya?
Jangan tanya padaku.
"Nanami... Uh...kenapa kita
mandi bersama...?"
"Eh? Yah, ini bagian dari
berbagai hadiah buatmu, Youshin. Di sini… tidak ada orang tua kita yang
mengawasi, jadi kupikir kita bisa melakukannya diam-diam…"
"Memang benar, tidak ada orang
tua kita di sini… tapi kalau Hitoshi kembali dan melihat ini, kita tamat. Belum
lagi, mungkin ada yang khawatir dan mencarimu…"
"Ah, itu akan baik-baik saja."
Eh? Baik-baik saja katanya... Kenapa
dia begitu percaya diri...?
"…Sebenarnya, ketika aku
bilang ingin berduaan denganmu… Itu… Kenbuchi-kun malah dengan senang hati
menyetujuinya…"
…Serius? Orang itu, penuh semangat
dan bilang mau pergi bersenang-senang, ternyata sedang bersikap perhatian… Apakah
itu benar perhatian? Aku tidak percaya dia sampai sejauh itu.
"Jangan-jangan… sampai
pagi?"
"Ah… Un. Maksudku… Aku awalnya
berniat kembali di tengah-tengah, tapi dia bilang dia akan menginap di kamar
lain malam ini, jadi kita bisa melakukan apapun… Jadi, uh…"
Apa itu benar-benar baik-baik saja?
…Yah, mungkin hal seperti ini juga bagian dari keseruan perjalanan sekolah.
Mereka bilang berendam di air panas
bisa menghilangkan lelah… tapi hari ini, itu malah membuatku sangat gugup.
Rasanya seperti santai, tapi tidak santai sama sekali.
Entah sejak kapan, kami berdua
terdiam, dan keheningan menyelimuti kamar mandi. Satu-satunya suara adalah air
yang bergerak setiap kali kami bergerak.
Keheningan justru membuat
ketegangannya semakin besar. Barusan tadi kami mengobrol dengan lancar, tapi
tiba-tiba, Nanami juga berhenti bicara sepenuhnya.
Mungkin Nanami sama gugupnya
denganku? Mungkin obrolan ramahnya tadi sebenarnya cara dia menutupi rasa
malunya.
Begitu hening, sulit untuk memulai
suatu pembicaraan lagi.
Kami berdua meringkuk di dalam bak
mandi besar, mencoba membuat diri kami sekecil mungkin. Kami melipat kaki kami
untuk menghindari saling bersentuhan.
Kalau kaki kami bergerak dan saling
menyentuh, itu akan jadi momen canggung seperti "Ah…!" Apa yang harus
kulakukan soal ini…?
Tidak, tidak boleh seperti ini.
Dalam situasi seperti ini, aku harus yang lebih aktif memulai percakapan. Tidak
bisa selalu Nanami yang melakukannya.
Ayo, aku bisa.
"Nanami... Mau ke sini?"
Kenapa aku bilang begitu?!
Aku benar-benar salah memilih
topik. Sebenarnya, aku merasa ingin meninju diriku sendiri beberapa detik yang
lalu yang dengan semangat berkata "Ayo, aku bisa."
Serius, kenapa aku bilang hal
seperti itu?!
Sekali kata keluar dari mulut, itu
tidak bisa ditarik kembali. Air yang sudah tumpah tidak bisa diambil lagi.
…Apakah keinginanku yang tidak kusadari baru saja keluar begitu saja?
Ini benar-benar… tidak ada yang
bisa kulakukan lagi.
"U-un..."
Nanami berdiri di bak mandi.
Saat dia berdiri, tetesan air
mengalir di tubuhnya. Aku sudah melihat tubuhnya yang basah tadi siang di
pantai, tapi di dalam bak mandi, ada daya tarik yang benar-benar berbeda.
Apakah ini karena perbedaan antara
air laut dan air hangat? Uap di sekitarnya, kulit Nanami yang berkilauan basah,
dan beberapa bagian tubuhnya yang basah…
Nanami mendekat ke arahku dan…
membalikkan tubuhnya.
Dengan punggung dan pinggulnya
menghadapku, dia perlahan menurunkan tubuhnya ke dalam bak mandi… dan tubuh
kami akhirnya saling bersentuhan dengan erat.
"Ada yang... Keras... ?"
(Tln: AOWKWKWK)
"Ah—Nanami, bisa tidak, uh,
jangan terlalu memikirkan itu? Benar, jangan terlalu dipikirkan. Tenang saja,
semuanya baik-baik saja."
"U-uh… oke…?"
Walau Nanami menjawab dengan nada
ragu, aku berhasil mengalihkan perhatiannya… dan kami melanjutkan obrolan kami
di dalam bak mandi.
…Tapi, kalau begini terus, aku mungkin akan pingsan karena kepanasan.