Penerjemah: Flykitty
Proffreader: Flykitty
Chapter 1
Death Game
1
"Mm… ugh…"
Saat Shiranami Aoma membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah lampu gantung mewah.
Ia bangun dan melihat sekeliling.
Aoma berbaring di atas karpet merah yang terlihat mahal. Ruangan ini berukuran kira-kira sebesar ruang kelas sekolah, bergaya Barat, dan memiliki nuansa seperti kamar dalam kastil abad pertengahan. Rak-raknya dihiasi dengan boneka hewan, sementara cangkir kopi di meja memiliki motif bunga yang lucu, menciptakan suasana dunia dongeng.
Di dinding tergantung sebuah bingkai besar berwarna putih yang memanjang secara horizontal. Namun, yang ada di dalamnya hanyalah kertas putih polos tanpa gambar apa pun.
—Di mana ini?
Ini tempat yang sama sekali tidak ia kenali. Kenapa dia bisa berada di sini?
Aoma mencoba mengingat kembali kejadian terakhir. Karena pikirannya masih sedikit kacau, ia mencoba menelusuri kembali aktivitasnya sepanjang hari ini.
Pagi tadi, seperti biasa, ia adalah orang terakhir yang bangun di rumah. Setelah buru-buru mengenakan seragam, ia pergi ke ruang tamu dan mengucapkan, "Selamat pagi."
Orang tuanya membalas sapaan itu, tapi adik tirinya hanya mengabaikannya. Setelah sarapan, ia pergi ke sekolah—SMA Prefektur Chiba Gin'yoku.
Di kelas 2-F, ia menjalani hari seperti biasa. Selama jam istirahat, ia tidak berbicara dengan siapa pun, lalu setelah pelajaran selesai, ia langsung pulang tanpa ada kejadian yang spesial.
Jika dirangkum dalam sebuah paragraf, harinya bisa dijelaskan dalam empat baris saja. Hari-hari seorang siswa laki-laki yang begitu kesepian dan tanpa peristiwa penting, namun bagi Aoma, itu adalah hari yang biasa dan berharga.
Rutinitas itu mulai berubah saat ia dalam perjalanan pulang.
Di bawah langit cerah di bulan Mei, ia berjalan santai seperti biasa. Namun, sekarang setelah dipikirkan lagi, rasanya jalanan saat itu terlalu sepi.
Saat menunggu lampu hijau di perempatan, sebuah van hitam meluncur ke depan dan berhenti tepat di hadapannya.
"…?"
Mobil itu jelas-jelas menghalangi jalannya, membuat Aoma sedikit kesal.
Saat ia masih menatap mobil itu dengan curiga, pintu sampingnya terbuka, dan dua perempuan keluar—mereka mengenakan pakaian bergaya gothic lolita.
"…"
Keduanya memiliki rambut panjang berwarna silver dengan gaya bergelombang yang sama persis. Wajah mereka tertutup topeng putih berbentuk wajah perempuan, dan karena pakaian mereka juga feminin, Aoma mengira mereka perempuan. Namun, jenis kelamin mereka sebenarnya tidak bisa dipastikan.
Mereka berdiri di sisi kanan dan kiri Aoma, menahannya agar tidak bergerak.
"Um… ada perlu apa?"
Aoma bertanya, tetapi mereka tidak menjawab. Salah satu dari mereka bergerak ke belakangnya dan menutup mulutnya dengan kain.
Kesadarannya perlahan memudar.
—Sial, ini pasti obat bius…
Itulah ingatan terakhirnya sebelum segalanya menjadi gelap.
Kemungkinan besar, ia pingsan dan dibawa ke tempat ini sebelum akhirnya sadar kembali.
Aoma kembali mengamati ruangan.
Selain dirinya, ada sekitar sepuluh orang lain di sana. Ada yang sudah tua, ada juga yang masih seumuran anak SMA. Laki-laki dan perempuan bercampur, seolah-olah mereka diambil secara acak dari kota dan dikumpulkan dalam satu tempat.
Aoma penasaran dengan reaksi orang-orang itu. Jika mereka diculik seperti dirinya, seharusnya mereka panik atau ketakutan.
Namun, mereka tampak cukup tenang. Dengan jumlah orang sebanyak ini, aneh jika tidak ada satu pun yang berteriak atau mencoba kabur…
"Tunggu, apa?"
Seorang gadis berseragam sekolah mendekatinya.
"Kamu Shiranami-kun, kan?"
"…Okishima?"
Aoma mengenali namanya.
Okishima Nanaka, teman sekelasnya di kelas 2-F SMA Gin'yoku.
Rambutnya telah diputihkan menjadi pirang yang indah, dan cara ia mengenakan seragamnya terlihat modis. Ia adalah tipikal gadis populer yang berada di puncak hierarki sosial sekolah.
Di sisi lain, Aoma adalah anak laki-laki pendiam yang selalu menyendiri. Mereka berasal dari dunia yang sangat berbeda, sehingga biasanya mereka tidak mungkin berbicara satu sama lain. Ini adalah pertama kalinya mereka benar-benar mengobrol.
"Nggak nyangka bakal ketemu teman sekelas di sini. Kamu juga datang karena butuh uang?"
Ia berbicara dengan nada ceria dan akrab. Namun, ekspresinya agak canggung, seperti menyembunyikan sedikit ketegangan.
Selain itu, ada sesuatu dalam dirinya yang terasa familiar. Tapi saat ini, Aoma tidak menyadarinya. Rasa penasaran terhadap kata-kata Nanaka lebih kuat.
"Uang?"
Aoma mengulang kata itu dengan bingung, dan Nanaka menatapnya dengan heran.
"Hah? Kamu enggak datang kesini buat cari uang?"
"Kalau kesini bisa dapat uang?"
"Iya. Mana mungkin ada orang yang datang ke tempat mencurigakan begini tanpa tahu alasannya?"
Orang-orang lain di ruangan itu mulai memperhatikan mereka.
Melihat tatapan mereka, Aoma menyadari bahwa semua orang di sini tampaknya datang atas kemauan sendiri.
"Sepertinya aku diculik ke sini secara tidak sengaja."
Mendengar itu, Nanaka memiringkan kepalanya dengan bingung.
"Serius? Emang bisa begitu?"
"Lalu kamu sendiri gimana bisa sampai di sini? Apa ini semacam tempat yang viral di internet?"
"Nggak, ini bukan tempat biasa. Hmm, gimana ya jelasinnya…"
Nanaka mulai menjelaskan.
Saat ia duduk di bangku taman, seorang wanita bertopeng dengan pakaian gothic lolita menghampirinya.
Wanita itu terlihat sangat mencurigakan, tetapi ia menantangnya bermain kartu "Baba Nuki" (sejenis Old Maid). Jika Nanaka menang, ia akan diberi uang.
Karena ia sedang bosan, ia pun mencoba bermain dan benar-benar menang.
Setelah menerima uang, wanita itu mengatakan bahwa ada tempat di mana ia bisa mendapatkan uang lebih banyak.
Ia lalu diberi undangan ke tempat ini.
"Aku sih kaget pas nyampe tiba-tiba langsung dibuat pingsan. Kayaknya mereka enggak mau tempat ini diketahui siapapun."
Nanaka tertawa kecil dengan santai.
Di tengah situasi yang jelas tidak normal ini, sikap cerianya terasa seperti angin segar.
Namun, pada saat itu—
Bzttt.
Suara bising memenuhi ruangan. Itu adalah suara yang terdengar ketika perangkat penyiaran dihidupkan.
《Selamat malam, semuanya~》
Sebuah suara terdengar dari langit-langit. Pada saat yang sama, kertas dalam bingkai putih bersih tadi mulai menampilkan sebuah gambar.
Rupanya, benda itu sebenarnya adalah monitor yang didesain agar menyatu dengan dekorasi ruangan.
Di monitor, terlihat sosok berpakaian serba hitam. Orang itu mengenakan jubah berkerudung dan menutupi wajahnya dengan topeng putih. Jubahnya menyembunyikan bentuk tubuhnya, dan karena tinggi badannya tidak jelas di layar, jenis kelaminnya pun tidak bisa dipastikan. Sosok yang jelas-jelas mencurigakan.
《Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk berkumpul di sini~》
Suaranya terdengar serak dan khas, kemungkinan besar diubah menggunakan alat pengubah suara, sehingga jenis kelaminnya tetap tidak dapat dikenali. Cara bicaranya santai dan terdengar anehnya akrab.
《Mulai sekarang, kalian semua akan memainkan sebuah permainan. Jika kalian menang, uang akan diberikan~. Silahkan lihat ke sana~》
Langit-langit terbuka, dan sebuah celengan babi raksasa muncul. Celengan transparan itu penuh dengan tumpukan uang kertas pecahan sepuluh ribu yen.
《Isi celengan itu akan dibagi di antara para pemenang. Jika semua orang berhasil menyelesaikan permainan, uang akan dibagi rata. Jika ada yang tereliminasi, bagian untuk yang tersisa akan semakin besar~》
"Jadi, kalau menyingkirkan seseorang, bagian kita akan bertambah, ya…," gumam Nanaka dengan nada berbahaya.
Tatapan penuh ketegangan saling beradu di antara orang-orang dalam ruangan.
Udara penuh keserakahan menyelimuti mereka yang berkumpul demi uang.
Suasana ini benar-benar bertolak belakang dengan kehidupan damai yang dicintai oleh Aoma. Dia jelas-jelas adalah orang yang paling tidak cocok berada di sini.
"Permisi."
Aoma mengangkat tangan kanannya.
《Ya, ada yang ingin bertanya~?》
"Ini bukan pertanyaan, tapi… Sepertinya aku datang ke sini karena kesalahan. Aku tidak tertarik dengan permainan ataupun uang, jadi bisakah aku pergi?"
《Sayangnya, tidak ada yang bisa datang ke sini karena kesalahan. Dan meskipun itu terjadi, begitu sudah sampai di sini, kalian harus ikut dalam permainan.》
Jawaban itu disampaikan tanpa ragu sedikit pun.
Apa yang harus dilakukan…?
Aoma berpikir sejenak sebelum segera mengambil keputusan.
"Kalau begitu, aku akan pergi sendiri."
Aoma mulai berjalan menuju pintu. Tidak ada alasan untuk menuruti keinginan orang-orang ini. Mereka tidak berhak memaksanya, dan dia pun tidak punya kewajiban untuk patuh.
Lalu—
Dor!
Bunyi keras menggema. Lubang menganga muncul di dahi Aoma.
Darah merah menyembur keluar saat tubuhnya perlahan tumbang.
Suara tubuhnya jatuh tertelan oleh karpet, membuatnya tergeletak diam dalam posisi telentang. Darah merah mulai menyebar di lantai putih.
Para peserta menatap tubuh Aoma, lalu beralih menatap ke arah datangnya suara tembakan—ke satu titik di dinding.
Panel dinding bergeser, menampakkan moncong senapan yang masih mengarah ke ruangan. Peluru barusan ditembakkan dari sana.
Udara membeku. Semua orang di dalam ruangan kehilangan kata-kata.
Bagi orang-orang yang hidup di Jepang modern—negara tanpa senjata api—pemandangan ini terlalu sulit untuk diproses sebagai kenyataan.
"Kyaaaa!!!"
Setelah hening yang begitu panjang, Nanaka akhirnya menangkap situasi dan menjerit dengan suara keras.
Teriakan itu menjadi pemicu. Kepanikan pun meledak di antara peserta lainnya.
"Tunggu dulu. Hah? Dia beneran mati?"
"Ini… ini cuma syuting film, kan?"
Namun, meskipun melihat tubuh yang tergeletak dan darah yang berceceran, kebanyakan dari mereka masih belum bisa menerima kenyataan.
《Kebetulan sekali. Semua orang, harap perhatikan. Aku adalah Game Master. Di tempat ini, akulah yang menetapkan aturan. Siapa pun yang melawan akan mati.》
Ruangan langsung terdiam, seolah air es dituangkan ke dalamnya.
Saat itulah, para peserta akhirnya menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam permainan yang mengerikan.
《Sekali lagi, selamat datang di acara permainan interaktif kami, 'Hate Breeder'~!》
2
Para staf yang mengenakan pakaian bergaya gothic lolita masuk ke dalam ruangan satu per satu. Mereka berpakaian persis seperti orang-orang yang sebelumnya menjemput para peserta dengan van hitam.
Mereka membawa sebuah peti mati kayu berwarna hitam. Dengan kasar, mereka memasukkan mayat Aoma ke dalamnya, menutup tutup peti, lalu memakunya dengan palu sebelum membawanya keluar dari ruangan.
Selama proses itu, tidak ada yang berbicara.
Ada yang gemetar. Ada yang hanya bisa terpaku menatap. Ada yang menangis pelan... Semua berdiri dengan suasana hati yang suram.
《Nah, sekarang pengganggu sudah disingkirkan, mari kita lanjut ke permainan♪ Kita pindah tempat, ya~》
Dengan aba-aba dari Game Master, para staf bertopeng gothic lolita masuk ke dalam ruangan lagi. Dipandu oleh mereka, para peserta meninggalkan ruangan.
Mereka berjalan menyusuri koridor bergaya rumah Eropa dan tiba di sebuah lapangan terbuka.
Hamparan bunga memenuhi tempat itu.
Mungkin bunga canola, bunga-bunga kuning bermekaran di mana-mana. Meskipun dikelilingi oleh dinding, langit biru terlihat jelas karena tidak ada atap.
Dinding-dindingnya dilukis dengan pemandangan bunga yang sama, lengkap dengan cakrawala di kejauhan, seolah-olah ini adalah padang rumput yang luas.
Namun, suasana aneh terasa karena keberadaan daruma raksasa di sisi berlawanan dari pintu masuk.
Meski disebut daruma, ini bukan boneka merah bulat seperti yang umum dikenal. Bentuknya memang bulat seperti daruma, tetapi desainnya menyerupai kucing hitam dengan dua telinga. Mata kuningnya melotot tajam, dan mulutnya menyeringai menyeramkan.
Di depan daruma itu, ada barisan bunga merah yang tersusun lurus, seolah-olah menggambar sebuah garis batas.
《Babak pertama adalah "Daruma-san ga Koronda"~》
Suara Game Master terdengar dari speaker.
《Sepertinya semua orang di sini kelihatan seperti orang Jepang, jadi mungkin tidak perlu menjelaskan aturannya. Tapi untuk keadilan, aku akan tetap menjelaskan~ Mungkin ada peserta yang baru kembali dari luar negeri atau keturunan Jepang yang lahir di negara lain~》
Daruma perlahan membalikkan tubuhnya, membelakangi para peserta.
《Saat daruma mengatakan "Daruma-san ga Koronda", dia akan berbalik menghadap kalian》
"Da~ru~ ma~-sa~ n~ ga ~~~"
Suara anak-anak yang tidak jelas laki-laki atau perempuan menggema di seluruh area. Suara itu sepertinya berasal dari speaker yang terpasang di kepala daruma.
《Selama kalimat itu diucapkan, kalian harus maju sejauh mungkin. Setelah kalimat selesai, siapa pun yang masih bergerak akan langsung didiskualifikasi. Jika kalian berhasil melewati garis merah tanpa kalah, kalian menang~》
"Permainannya semudah ini?"
"Tadi sempat panik, tapi kalau cuma ini sih gampang!"
Ketegangan yang sempat memenuhi peserta mulai mereda.
Meski sebelumnya mereka ketakutan saat melihat seorang anak laki-laki ditembak mati karena melawan, mereka sekarang merasa lebih tenang karena menyadari bahwa selama mereka mengikuti aturan, semuanya akan baik-baik saja.
《Daripada dijelaskan, lebih baik langsung lihat demonya, ya~》
Lingkaran sihir muncul di tanah, lalu sebuah sosok berbentuk manusia perlahan muncul dari dalamnya.
Itu adalah salah satu staf, berpakaian gothic lolita, berambut silver, dan mengenakan topeng putih seperti sebelumnya.
"Da~ru~ ma~-sa~ n~ ga ~~~"
Staf itu mulai berlari mengikuti suara daruma.
Namun...
"Koronda!"
Berbeda dari sebelumnya, kali ini daruma tiba-tiba mengucapkan kata terakhir dengan sangat cepat dan langsung berbalik.
Staf itu dengan panik berhenti, tetapi tubuhnya masih sedikit bergerak setelah daruma menoleh.
"Didiskualifikasi~♪"
Daruma berkata dengan nada ceria, lalu membuka mulutnya lebar-lebar.
Dari dalamnya, muncullah moncong senjata raksasa.
Dadadadada!
Moncong itu menyemburkan api, dan hujan peluru menghantam staf tersebut. Tubuhnya terkoyak-koyak dan langsung roboh di tempat.
Namun, tidak ada darah.
Dari celah pakaian yang sobek dan anggota tubuh yang terlepas, terlihat bagian dalamnya yang dipenuhi roda gigi dan komponen mekanis. Saat itu, para peserta menyadari bahwa staf-staf tersebut hanyalah boneka.
Tapi hal itu tidak penting.
Semua orang terdiam.
Saat itulah mereka memahami arti sebenarnya dari "diskualifikasi."
Mereka akhirnya menyadari bahwa permainan berhadiah ini sebenarnya adalah Death Game.
Jika manusia terkena hujan peluru seperti itu, tidak mungkin bisa selamat. Dan tidak ada cara bagi manusia untuk menghindari serangan secepat itu.
Diskualifikasi berarti kematian.
"T-tidak! Aku tidak mau ini!!"
Seorang wanita mundur dengan panik, lalu mencoba melarikan diri.
"Tidak!"
Tangan wanita itu ditangkap oleh Okishima Nanaka.
"Lepaskan aku!"
"Aku tidak akan melepasmu! Apa kau lupa anak yang tadi mati!? Jika kau lari, kau pasti akan dibunuh!"
Wanita itu menahan napas. Tanpa daya, ia jatuh terduduk di tempat dan mulai menangis.
"Tidak... Aku tidak mau seperti ini..."
"Sial, ini tidak ada dalam rencana!"
Seorang pria memegangi kepalanya, meringkuk putus asa.
"Heh... Dari kelihatannya, yang lain cuma sekumpulan pecundang."
Seorang pria lain tersenyum kecil dengan tenang.
Mereka semua butuh uang. Itu satu-satunya kesamaan di antara mereka. Jenis kelamin, usia, status sosial—semua latar belakang bercampur aduk. Itulah sebabnya reaksi mereka beragam ketika seseorang mati di depan mata mereka, atau saat mereka menyadari bahwa mereka telah bergabung dalam permainan maut ini.
Keberagaman reaksi para peserta dengan berbagai latar belakang itulah yang menjadi daya tarik utama dari permainan ini—Death Game "Hate Breeder".
Di ruangan terpisah, para VIP menyaksikan kejadian itu melalui monitor raksasa sambil menikmati minuman mereka.
Saat semua orang tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, permainan ini tampaknya akan segera dimulai.
Namun—
"......"
Daruma tetap diam.
"Eh... Bukannya ini harusnya sudah mulai?"
Wanita yang sebelumnya menangis berkata.
"Seharusnya... Tapi..."
Nanaka juga terlihat bingung.
Para peserta hanya berdiri terpaku, menatap Daruma yang diam dan tubuh Gothic Lolita yang tergeletak. Tidak ada tanda-tanda permainan akan dimulai, tetapi mereka juga terlalu takut untuk bergerak tanpa perintah.
3
──Waktu sedikit mundur ke belakang.
Para staf berbusana Gothic Lolita, boneka-boneka itu—dengan tenang membawa peti mati berisi mayat Shiranami Aoma.
Mereka berjalan menyusuri lorong dan menuruni tangga.
Di bawah—area bawah tanah itu terbuat dari batu kasar, jauh dari kemewahan lantai atas. Suasananya lembap dan suram, diterangi cahaya redup menyerupai obor, memberikan kesan yang sangat menekan.
Mereka terus berjalan hingga tiba di krematorium. Ruangan berbentuk lingkaran itu dipenuhi pintu-pintu menuju tungku pembakaran. Panas dari tungku terasa menyengat, membuat ruangan ini begitu menyiksa bagi manusia biasa—mereka pasti akan menyerah hanya dalam beberapa menit.
Saat boneka-boneka Gothic Lolita masuk ke krematorium—
Bang!
Peti mati yang mereka bawa tiba-tiba bergetar hebat.
Mereka langsung berhenti.
"Hei, pegang yang benar!"
Salah satu dari mereka mendorong rekannya.
"Maaf, tapi... rasanya tadi ada sesuatu yang bergerak di dalam..."
"Jangan bodoh! Dia sudah mati! Kepalanya tertembus peluru sampai ke batang otak. Aku sendiri sudah memastikan nadinya berhenti!"
Boneka itu berbicara dengan nada jengkel—
Bang! Bang!
Peti mati kembali bergetar.
"""Dia bergerak!!"""
Refleks, para staf melepaskan pegangan mereka, dan peti mati jatuh ke lantai dengan suara berat.
Bang! Bang! Bang!!
Bahkan setelah jatuh, peti mati terus bergetar hebat.
Lalu, dengan suara keras, tutupnya terlempar ke udara.
"A-Apa yang...!?"
Mereka menatap dengan ngeri.
Di dalamnya, Aoma perlahan bangkit, duduk, lalu berdiri.
"""!?!?"""
Seketika, boneka-boneka Gothic Lolita itu melompat mundur, menjauh dari peti mati.
Aoma hanya menatap mereka dengan tenang.
Darah yang tadinya membasahi dahinya dan bagian belakang kepalanya kini sudah mengering. Bekasnya masih jelas terlihat, tetapi luka yang seharusnya ada telah menghilang sepenuhnya—seakan hanya cat merah yang dioleskan ke kulitnya.
"Aku hampir mati hanya karena itu...? Tubuh di dunia ini ternyata rapuh sekali. Aku terlalu lengah."
Aoma mengusap bekas lukanya dengan telunjuk kanan, lalu melangkah keluar dari peti mati.
"Orang yang sudah mati... hidup kembali!?"
"Tidak! Pasti kita gagal membunuhnya!!"
"Apa yang harus kita lakukan!?"
"Laporkan ke Game Master!!"
Boneka-boneka Gothic Lolita itu tampak panik, menempelkan tangan ke telinga mereka. Di telinga mereka terdapat earphone dengan mikrofon.
《Ada apa~?》
"Master, anak laki-laki yang sudah kami bunuh hidup kembali! Silakan lihat monitor nomor 53!"
《……!? Apa yang terjadi!? P-Pokoknya bunuh dia. Tidak ada yang boleh hidup setelah menentangku!》
Boneka-boneka Gothic Lolita itu serempak mengangkat tangan dominan mereka ke udara. Sebuah lingkaran sihir muncul, dan berbagai senjata seperti pedang, tombak, kapak, serta senjata api bermunculan.
"Aku sebenarnya tidak ingin membuat kekacauan, tapi sepertinya tidak ada pilihan lain. Ini Death Game, kan? Kalau dibiarkan, rasanya bakal mengganggu tidurku."
Dengan wajah bosan, Aoma menatap boneka-boneka Gothic Lolita yang bersiap menyerang. Dalam sekejap, mereka menerjangnya serempak.
Namun, semua serangan mereka meleset.
Pedang dan kapak hanya membelah udara, tombak menusuk kehampaan, dan peluru menghantam dinding.
Aoma menghilang dari pandangan mereka.
《Di atas!》
Game Master yang mengawasi dari monitor adalah satu-satunya yang bisa melacak posisi Aoma dan segera memberi peringatan.
Namun, pada saat itu, Aoma sudah mendarat di belakang salah satu boneka yang memegang pedang. Dengan momentum jatuhnya, ia menebaskan tangan seperti pisau ke tubuh boneka itu. Terdengar suara potongan yang gemeretak saat hantamannya mengenai sasaran, menyebabkan tubuh boneka itu remuk.
Meskipun tubuhnya rusak, boneka itu tetap memaksa berbalik dan mengayunkan pedangnya. Namun, Aoma dengan sigap merunduk, mencengkeram tubuhnya, lalu melemparkannya ke belakang.
Boneka yang dilempar melayang langsung ke arah kapak yang baru saja diayunkan oleh boneka lain. Dengan suara tajam yang mengiris udara, boneka itu terbelah dua.
Memanfaatkan celah itu, Aoma melompat ke udara, mencengkeram kepala boneka yang baru saja menebaskan kapaknya. Ia memutar kepalanya dengan kasar, meletakkan kaki kanan di bahu boneka tersebut, lalu menarik kepalanya dengan kuat.
Kepala itu terlepas, beserta tulang belakang mekanisnya.
Dalam hitungan detik, dua boneka Gothic Lolita telah dihancurkan.
Setelah itu, satu per satu boneka yang menyerbu dihancurkan hanya dengan tendangan berputar, serangan siku, dan pukulan lurus.
Dalam waktu kurang dari lima menit, seluruh boneka Gothic Lolita telah dimusnahkan.
"……"
Aoma menatap tangannya. Kulitnya terkelupas, mengeluarkan darah akibat menghantam tubuh keras boneka-boneka itu.
"Memang terlalu rapuh. Gerakan yang terlalu dipaksakan menyebabkan otot dan tendon robek. Dulu, tubuhku tidak serapuh ini… Bahkan kalaupun rusak, tubuhku akan sembuh dengan sendirinya."
Ia berbisik sambil memutar bahu dan lehernya.
"Agak merepotkan, tapi kalau aku mengaktifkan 'Regenerasi Diri' sambil bertarung, seharusnya tidak ada masalah. Dan kalau kuberi 'Pengerasan' pada tanganku, bisa kugunakan sebagai senjata…"
《K-Kamu… sebenarnya siapa…?》
"…Ah, tidak perlu terlalu dipikirkan. Aku hanya seseorang yang datang dari tempat yang cukup jauh."
《Jauh?》
Aoma berjongkok dan meraih kepala boneka gothic lolita yang masih memiliki tanda-tanda kehidupan.
"Boneka sihir. Dilengkapi dengan kepribadian buatan ya. Kalau begitu, bisa di-hack."
Lingkaran sihir terbentuk di telapak tangannya, dan mata boneka itu mulai bersinar.
"Aku bisa membaca pikirannya. Tunggu sebentar, aku akan datang ke tempatmu sekarang."
4
"Apa yang terjadi!? Kenapa belum dimulai!?"
"Kau tahu berapa banyak yang kami pertaruhkan!!?"
Di ruangan lain, sebuah ruangan mewah tempat para VIP berkumpul—keributan besar terjadi.
Para VIP datang ke sini untuk menonton death game sambil bertaruh. Jika permainan tidak dimulai, maka kedatangan mereka sia-sia.
《Para tamu sekalian! Mohon maaf!! Terjadi masalah, dan kami harus segera mengevakuasi kalian dari tempat ini…!》
Game Master yang muncul di monitor berkata demikian, namun—
"Evakuasi? Omong kosong apa itu!"
"Kalian kan bisa menggunakan sihir!? Lakukan sesuatu dengan itu!"
Para VIP meluapkan amarah mereka. Namun, keterlambatan mereka dalam mengambil keputusan menjadi hal yang fatal.
"Jadi ini ruangan VIP, ya?"
Seorang anak laki-laki muncul di ruangan itu.
Dahinya dan kedua tangannya berlumuran darah, rambutnya acak-acakan, pakaiannya kotor, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang terasa begitu hidup.
Bagi para VIP, auranya tampak begitu kuat—sebenarnya, itu adalah tekanan luar biasa dari kekuatan sihir yang bocor dari tubuhnya. Bahkan mereka yang tidak bisa menggunakan sihir pun bisa merasakannya.
"Siapa kau?"
"Hei, bukankah itu anak yang ikut dalam permainan?"
"Hah? Bukannya dia yang ditembak di awal? Bukannya sudah mati?"
Para VIP bergumam dengan panik.
Sementara mereka masih tercengang, Aoma mengangkat tangan kanannya dan membentuk lingkaran sihir.
"Constraints(Keterikatan)."
Tali cahaya melilit tubuh para VIP, menahan mereka. Cahaya itu kemudian berubah menjadi tali nyata dari kain.
Mengabaikan para VIP yang panik, Aoma berjalan menuju ruangan di bagian dalam.
"──Kabur, ya?"
Ia menendang pintu hingga hancur dan masuk, tetapi ruangan itu kosong.
Ini adalah ruangan Game Master.
Berdasarkan peta yang ia dapatkan dari membaca pikiran boneka gothic lolita, ruangan ini terletak di bagian terdalam dari area VIP.
Jika ada musuh atau pengkhianat yang ingin mencapai ruangan ini, mereka harus melewati area VIP terlebih dahulu—artinya, mereka akan bertemu umpan dalam perjalanan.
Kemungkinan besar, ada jalan keluar tersembunyi yang tidak diketahui oleh boneka gothic lolita. Namun, bagi Aoma saat ini, mengetahui hal itu tidak ada gunanya.
Ia melihat ke perangkat di atas meja Game Master.
Layar menampilkan sebuah padang bunga dengan sebuah boneka kucing besar di tengahnya.
──Sepertinya permainan belum dilanjutkan. Setidaknya, untuk saat ini, semuanya sudah beres.
*
Suara ledakan besar memecah keheningan padang bunga.
Dinding meledak, memperlihatkan area di baliknya.
Di sisi lain terdapat hutan, dan dari celah pepohonan, sebuah van melaju masuk.
Van itu menerobos bunga-bunga, melaju lurus ke arah tengah lapangan, dan berhenti tepat di depan para peserta permainan.
Para peserta, yang tidak dapat bereaksi terhadap kejadian mendadak itu, langsung terkejut begitu melihat siapa yang keluar dari kursi pengemudi.
"Eh!?"
"Itu anak yang tadi ditembak!"
"Shiranami-kun!?"
Hanya Nanaka yang mengenal namanya, sehingga dia memanggilnya langsung.
"Eh? Bukannya kamu sudah mati...?"
Kata-kata Nanaka itu mewakili perasaan semua peserta.
"Ah—entah bagaimana, pelurunya tidak mengenai bagian vitalku. Aku memang banyak kehilangan darah, sih."
Nanaka masih menunjukkan ekspresi ragu.
"Aku merasa kamu tadi benar-benar ditembak tepat di tengah kening..."
"Fakta bahwa aku masih hidup ini adalah bukti terbaik, bukan? Lebih penting lagi, cepat naik ke dalam mobil. Aku sudah menghubungi polisi, mereka mungkin akan segera datang... tapi aku yakin kalian tidak ingin berhadapan langsung dengan mereka, kan?"
Banyak peserta mengangguk mendengar perkataan Aoma.
Sebuah acara mencurigakan yang bisa menyebabkan kematian, ditambah dengan jumlah uang yang sangat besar—bahkan jika mereka diinterogasi, apa yang harus mereka katakan? Dalam skenario terburuk, mereka bisa dianggap bagian dari penyelenggara dan berakhir di penjara.
Satu per satu, peserta mulai menaiki van sesuai instruksi Aoma.
"Ah! Maaf, ada yang bisa mengemudi di antara kalian? Aku belum punya SIM, jadi kalau aku yang menyetir, bakal bermasalah."
"Aku bisa mengemudi."
Seorang pria berusia sekitar tiga puluhan mengajukan diri dan duduk di kursi pengemudi.
"Tapi kalau kau tidak tahu jalannya, kita harus pergi ke mana?"
"Mobil ini punya GPS. Kita bisa melihat lokasi saat ini, jadi seharusnya tidak ada masalah."
Aoma, yang duduk di kursi penumpang depan, mengoperasikan GPS.
"Tokyo... Distrik Aomajuku? Jadi ini Aomajuku?"
"Tampaknya begitu."
"Mana mungkin ada hutan seperti ini di Aomajuku...?"
"Pokoknya, kita akan tahu setelah keluar. Gas aja."
Pria itu menginjak pedal gas, memutar balik mobil, lalu keluar melalui dinding yang telah hancur.
Mereka terus melaju di dalam hutan untuk beberapa saat. Lalu tiba-tiba, pandangan mereka bergetar seperti bergelombang. Saat mereka menyadari apa yang terjadi, mereka sudah berada di jalan umum.
Pria itu hampir saja menginjak rem karena terkejut, tetapi setelah melihat kaca spion dan memastikan ada mobil lain di kejauhan, ia menahan diri. Jaraknya cukup jauh, tetapi jika ia melakukan pengereman mendadak, ada risiko tertabrak dari belakang.
Malam telah tiba di Aomajuku.
Aoma memeriksa ponselnya. Jam menunjukkan pukul 12:35 dini hari.
"Ada taman di dekat sini. Kita turun di sana saja."
Sesuai instruksi, pria itu memarkir van di dekat taman.
Di tempat itu, mereka pun berpisah.
Barang-barang peserta sebelumnya telah dikumpulkan oleh Aoma dan diletakkan di bagian belakang van, jadi setelah turun, ia langsung membagikannya.
Dengan GPS di ponsel mereka, mengetahui lokasi saat ini menjadi mudah, dan masing-masing peserta pun pulang dengan cara mereka sendiri.
Karena mereka hampir tidak saling mengenal, sebagian besar peserta pergi tanpa banyak bicara.
Satu-satunya yang masih tampak ragu adalah Nanaka, yang menatap Aoma seakan ingin bertanya sesuatu. Namun, ketika Aoma tidak memberikan jawaban, ia pun akhirnya pergi.
Setelah memastikan semua orang telah pergi, Aoma menggambar lingkaran sihir merah bercahaya di tanah.
Begitu lingkaran itu bersinar, para VIP yang sebelumnya disekap muncul.
Para VIP masih dalam keadaan terikat dan tidak sadarkan diri.
"Apa yang harus kulakukan dengan mereka...?"
Mengingat lokasi tempat Death Game ini berlangsung, menyerahkan mereka ke polisi hanya akan berakhir dengan mereka berkelit.
Pernyataan bahwa Aoma telah memanggil polisi sebelumnya hanyalah kebohongan untuk memastikan para peserta segera pergi.
Aoma kemudian menggambar lingkaran sihir di setiap dahi para VIP.
Sebuah sihir untuk menanamkan ingatan palsu—"Rewrite".
Dengan ini, ingatan mereka dalam satu jam terakhir telah diubah. Mereka masih akan mengingat sempat diikat, tetapi dalam ingatan baru mereka, mereka berhasil melarikan diri sendiri.
—Aku akan membiarkan mereka bebas untuk saat ini.
Toh, kemungkinan besar Death Game berikutnya akan segera diadakan. Dan jika tidak ada lagi Death Game, itu malah lebih baik.
Aoma melepaskan ikatan para VIP. Mereka akan sadar dalam beberapa saat, dan setelah itu, mereka akan berusaha menyelamatkan diri masing-masing.
"Namun, sihir, ya..."
Sambil berjalan pergi, Aoma terus berpikir.
Semua staf Death Game adalah boneka magis.
Arena dibuat di tengah Aomajuku dengan menggunakan ruang dimensi alternatif.
Boneka magis dan ruang dimensi itu sendiri hanya bisa diwujudkan dengan sihir.
Dan perasaan "nostalgia" yang ia rasakan saat berbicara dengan Nanaka tadi—itu berasal dari aura magis yang memenuhi arena.
Hal-hal yang sangat familiar baginya di dunia asalnya, Domus Patria.
"Kenapa ada benda dari dunia lain di sini...? Sepertinya aku perlu menyelidiki lebih lanjut..."