NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Saikyou Degarashi Ouji no An’yaku Teii Arasoi V2 Chapter 3

Penerjemah: Chesky Aseka

Proffreader: Chesky Aseka


Chapter 3: Kericuhan di Selatan


Bagian 1

Saat Al dan Leo sedang menuju wilayah selatan, pergerakan pun terjadi di ibu kota Kekaisaran. 

“Dasar! Apa yang sedang terjadi ini! Dasar! Dasar!”

“Ugh! Aaaaah! A-Ampun! A-Ampun... Saya mohon... Ampunilah saya...” 

Zandra, sambil melampiaskan kekesalannya, terus mencambuk salah satu bawahannya, seorang pembunuh bayaran. Setelah pria itu kehilangan kesadaran, Zandra melemparkan cambuknya sambil terengah-engah. 

“Benar-benar tidak berguna! Sungguh menjengkelkan! Apa sebenarnya yang sedang terjadi!?” 

Sambil menggigit kuku jarinya sendiri, Zandra mondar-mandir di dalam ruangan.

Melihatnya seperti itu, seorang pembunuh paruh baya bernama Günther, orang yang sebelumnya mencoba menculik Al, membuka mulut. 

“Sepertinya semua langkah kita telah terbaca.”

“Aku tahu itu! Yang harus kamu lakukan adalah pikirkan kenapa mereka bisa membacanya! Di pihak lawan tidak ada Leonard ataupun Arnold! Itu fraksi tanpa pemimpin yang bisa dijadikan panji! Jangan bilang gadis lugu yang tak tahu dunia itu, Blau Mève,yang sedang mempermainkanku!” 

“Sepertinya memang ada seorang ahli strategi di kubu Leonard. Gerakan kita dibaca dengan tepat, dan setiap kita bergerak, informasi langsung bocor ke pihak Gordon. Kemungkinan besar bukan pelayan kepercayaan Leonard yang melakukannya, jadi kita harus mengasumsikan munculnya tokoh baru di sana.” 

“Sial! Menyebalkan! Fraksi rendahan macam mereka bisa membuatku semarah ini! Tak akan kumaafkan!” 

Meski begitu, Zandra tidak punya cara untuk membalikkan keadaan. Setiap kali Zandra mencoba menyerang kubu Leonard, kubu Gordon justru balik menyerang kubunya sendiri. Ketika dia sibuk mencoba merebut pendukung Leonard, pendukungnya sendiri satu per satu malah direnggut oleh Gordon. Akhirnya, Zandra terpaksa mundur ke posisi bertahan. 

Meskipun sesekali dia tetap melancarkan serangan ke pihak Leonard, entah kenapa selalu saja pada saat bersamaan, fraksi Gordon muncul dan merampas pendukung Zandra. 

Jika dibiarkan, Gordon akan memenangkan segalanya. Itu hal terakhir yang ingin Zandra lihat. 

“Sebaiknya untuk sementara kita hentikan serangan terhadap fraksi Leonard. Dendam karena kehilangan Menteri Pekerjaan Umum bisa kita balas nanti.”

“Ugh... Baiklah. Tapi sebagai gantinya, bawa seseorang kemari! Amarah ini tak bisa dipuaskan hanya dengan satu orang!”

“Baik, akan segera saya urus.” 

Zandra, yang memiliki sisi keji dan brutal berlebihan, akan selalu melampiaskan kekerasannya saat emosi memuncak. Biasanya, para pembunuh yang gagal menjalankan tugas akan dijadikan pelampiasannya. 

Sambil berpikir siapa yang akan jadi korban berikutnya hari ini, Günther menegaskan dalam hati untuk berhati-hati, karena besok bisa jadi giliran dirinya sendiri.


* * *


“Luar biasa. Anda bisa memahami maksud lawan hanya dari sedikit informasi.”

Sebas memuji Lynfia dengan nada kagum. 

Bagi fraksi Leo, keberadaan Lynfia adalah kekuatan yang besar.

Marie, orang kepercayaan Leo, hanya mampu mempertahankan fraksi mereka sendiri. Sementara itu, tugas menghadapi serangan dari Zandra berada di tangan Fine.

Marie tetaplah seorang pelayan. Jumlah orang yang bisa dia gerakkan secara langsung terbatas. Sebaliknya, Fine mampu menggerakkan banyak orang. Dalam hal ini, Fine lebih tepat untuk menghadapi Zandra daripada Marie. 

Namun, meski cocok, bukan berarti dia memiliki bakat dalam hal tersebut. Masalah itu akhirnya diselesaikan oleh Lynfia. 

“Caranya sama seperti membaca serangan monster. Dalam situasi terbatas, lawan biasanya memilih langkah terbaik yang mungkin. Karena itu, saya mengantisipasi dan menyebarkan informasi ke fraksi lain juga. Kemungkinan besar, sang Putri Kedua kini akan lebih berhati-hati dan tidak berani lagi menyerang.”

“Hebat sekali, Lynfia!” 

Mendapat pujian tulus dari Fine membuat Lynfia sedikit bingung.

Memang, Al menempatkan Lynfia sebagai pengawal Fine, dan telah memberitahukan kepada Fine agar mendengarkan nasihat Lynfia. Karena itu, Fine selalu mendengarkan setiap saran Lynfia. 

Tentu saja, bukan berarti dia menyerahkan semuanya. Dia tetap menyampaikan arahan dan keinginannya, tetapi metode pencapaiannya sepenuhnya disusun oleh Lynfia dan diterapkan. 

Mendapat perlakuan sebaik ini tentu bukan hal buruk, tetapi bagi Lynfia, ada sesuatu yang terasa aneh. 

“Ada yang membuatmu khawatir?”

“Tidak… Hanya saja, saya penasaran, mengapa Anda begitu percaya pada saya?”

“Karena Tuan Al mempercayaimu. Tuan Al tahu betapa pentingnya diriku, jadi dia tidak akan menempatkan orang yang tidak bisa dipercaya di sisiku.” 

Senyuman Fine begitu murni tanpa sedikit pun niat buruk. Alasannya hanya satu, dia tidak meragukan prinsip yang dia yakini. Fine sangat memahami posisinya.

Dia adalah putri dari keluarga duke, menyandang gelar Blau Mève. Itulah seluruh identitasnya. Dia bukan berada di posisi ini karena kemampuan pribadinya, tetapi karena kehadirannya sendiri yang penting bagi Al dan Leo. Mereka tidak menuntut hal lebih darinya. Karena itu, dia yakin bahwa orang-orang di sekelilingnya pasti bisa dipercaya. Itulah mengapa Fine mempercayai Lynfia sepenuhnya. 

“Apakah... Anda tidak merasa terganggu? Maksud saya, saya pendatang baru, tapi begitu banyak bicara.” 

Sejujurnya, Lynfia sudah bersiap diri menghadapi kecemburuan. Fine adalah anak bangsawan, sementara dirinya hanyalah anak dari kaum pengungsi. Perbedaan status mereka sangat jauh. Lynfia mengira tak akan mungkin seorang bangsawan mendengarkan perkataan orang sepertinya. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. 

Meski kepercayaan itu mungkin karena Al, Lynfia tetap merasa heran melihat bagaimana Fine mendengarkan semua ucapannya dengan tulus.

Setidaknya, sikap itu jauh dari citra bangsawan yang ada dalam benak Lynfia. 

“Kenapa harus terganggu? Selama bisa membantu Tuan Al dan Tuan Leo, siapa yang melakukannya tidak masalah. Kalau aku berguna atau kamu yang berguna, bukankah hasilnya tetap sama?”

“...Saya mengerti. Jadi Anda tidak terlalu memikirkan diri sendiri, ya?”

“Tepat sekali. Itulah Nona Fine. Beliau selalu memikirkan orang lain lebih dulu sebelum diri sendiri.” 

Mendengar pernyataan Sebas, Lynfia mengangguk seolah semuanya kini masuk akal.

Dia bisa menerima bahwa ada orang seperti itu. Namun dia juga bertanya-tanya, mengapa orang seperti Fine terlibat dalam perebutan takhta? 

“Kenapa Anda ikut terlibat dalam perebutan takhta? Maaf, tapi menurut saya Anda tidak cocok.”

“Uuh... Benar juga... Aku sendiri pun merasa begitu...” 

Mendengar pernyataan Lynfia secara langsung, Fine tertunduk lemas.

Karena reaksinya begitu jujur, justru Lynfia yang menjadi panik. 

“U-Uh... Apa saya terlalu lancang?”

“Aku hanya terkejut... Aku merasa belum pernah membantu Tuan Al dan yang lain... Padahal saya ingin melakukan sesuatu, meskipun hanya sedikit...” 

Bagi Fine, siapa pun yang bisa memberikan hasil baik untuk Al tidak jadi soal.

Itulah prinsip dasarnya. Tapi bukan berarti dia rela dianggap tidak berguna. 

Jika dia bisa berguna bukan hanya karena gelar dan status, dia ingin benar-benar memberi kontribusi.

Itulah yang selalu dia pikirkan. 

Namun dia juga sadar bahwa dia tak memiliki kemampuan itu, maka dari itu dia tidak pernah bertindak mencolok. 

"Keberadaan Anda saja sudah merupakan keberuntungan besar bagi mereka berdua. Tidak perlu terlalu dipikirkan.”

“Mudah-mudahan saja begitu...” 

Sosok Fine yang menunduk tampak begitu anggun bahkan dari sudut pandang Lynfia sebagai sesama perempuan. Bukan hanya karena wajahnya yang cantik, tapi karena ketulusannya untuk berguna bagi orang lain terasa begitu nyata. 

Sebelum keberangkatan, Lynfia sempat diberi satu pesan oleh Al. Tolong jaga Fine.

Dia tidak tahu sejauh apa makna pesan itu, tetapi Lynfia memutuskan untuk menafsirkannya sedikit lebih dalam. Mungkin maksud Al adalah ingin memberikan kesempatan pada Fine untuk meraih prestasi. 

“Kalau begitu, mari kita buat Anda berguna, Nona Fine.”

“Eh? Apa ada hal yang bisa kulakukan?”

“Ada sesuatu yang hanya bisa Anda lakukan. Anda sangat populer di ibu kota. Dan ada orang-orang yang menginginkan popularitas itu.”

“Siapa mereka?”

“Para pedagang. Menjalin hubungan erat dengan mereka sebelum para pangeran kembali akan sangat menguntungkan fraksi kita.” 

Lynfia melirik Sebas untuk memastikan dia tidak keberatan dengan keputusan ini. Jika Sebas merasa keberatan, pastinya Sebas akan mengutarakan pendapatnya.

Karena Sebas tidak berkata apa-apa, Lynfia pun melanjutkan. 

“Meski pedagang-pedagang yang aktif sekarang di ibu kota mungkin juga menginginkan dukungan Anda, kemungkinan besar mereka juga didekati oleh fraksi lain. Maka dari itu, saya rasa kita harus menyasar pihak lain, pedagang besar yang ingin masuk ke ibu kota.”

“Apakah ada pedagang seperti itu?”

“Ada. Saya yakin Anda pernah mendengarnya, perusahaan besar bernama ‘Serikat Dagang Ras Campuran’.”

“Begitu ya. Penilaianku terhadap kamu harus ditingkatkan lagi rupanya. Tuan Leonard dan Tuan Arnold juga sudah mengamati serikat dagang itu. Tapi mereka belum mengambil langkah. Anda tahu alasannya, bukan?”

“Ya. Karena pemimpinnya adalah seorang vampir perempuan. Reputasi vampir di mata rakyat kekaisaran memburuk sejak insiden beberapa waktu lalu. Saya paham mengapa mereka menundanya, tapi justru karena itulah kita bisa menjalin hubungan lebih dulu. Saya pikir ini kesempatan bagus, bukan begitu?” 

Fine mengangguk berulang kali menanggapi saran Lynfia. Dia tidak hanya mengangguk, tapi juga memikirkannya dengan sungguh-sungguh. Dia memikirkan siapa yang akan menjadi teman dan siapa yang akan menjadi musuh dari tindakannya ini? Apa pengaruhnya terhadap kondisi di ibu kota? Setelah mempertimbangkan semuanya, Fine membuat keputusan. 

“Kalau begitu, ayo bertemu dengan wanita vampir itu. Aku ingin menilainya langsung dari kepribadiannya.”

“Baik. Kalau saya kirim utusan, seharusnya dia mau bertemu. Bolehkah saya yang mengurusnya?”

“Tentu. Aku serahkan padamu. Mungkin dua atau tiga hari kita sudah mendapat balasan.”

“Baiklah... Tuan Al, aku akan berusaha!” 

Fine pun menatap ke selatan, tempat di mana Al kemungkinan berada, dan menyerukan semangatnya.

Tentu saja, dia tidak tahu apa yang sedang dialami Al saat ini.

 

Bagian 2

Kami diundang ke dalam istana. Melihat sikap yang begitu sopan, jelas bahwa Sang Raja tidak memiliki niat bermusuhan terhadap kami. Wajar saja, karena jika mereka membuat masalah dengan kami sekarang, maka yang akan tamat adalah negara mereka sendiri. Jika mereka menambah masalah dengan Kekaisaran di tengah ancaman naga laut, maka itu jelas akan menjadi akhir mereka. 

Karena itu, jauh lebih bijak bagi mereka untuk menyambut kami dengan hormat dan membujuk agar kami bekerja sama dalam menghadapi naga laut. Tergantung ukurannya, seekor naga biasanya digolongkan sebagai makhluk peringkat S. Bila ditangani oleh Guild Petualang, maka dibutuhkan petualang peringkat S atau sekelompok peringkat AAA, atau akan diserahkan pada petualang peringkat SS.

Jika akan ditangani oleh militer, maka dibutuhkan persiapan dan kekuatan yang luar biasa.

Setidaknya, menaklukkan naga itu hanya dengan kekuatan Kerajaan Albatro saja bisa dibilang mustahil. 

“Silakan lewat sini.”

“Terima kasih.” 

Sambil mengucapkan terima kasih pada kesatria yang membimbing kami, aku memasuki ruang singgasana.

Namun, Sang Raja tidak duduk di atas singgasananya. Dia berlutut di ujung karpet merah dan membungkuk dalam-dalam. 

Di sekelilingnya, para pembesar kerajaan juga ikut berlutut dan menundukkan kepala. 

“Saya merasa terhormat dapat bertemu langsung dengan Anda, Pangeran Leonard. Saya adalah Donato di Albatro, Raja Albatro. Segala yang terjadi baru-baru ini sepenuhnya akibat kelalaian negara kami. Kami mohon maaf telah menyeret Anda ke dalamnya. Dan atas bantuan Anda dalam menyelamatkan banyak orang, termasuk anak-anak saya, saya mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya. Terima kasih banyak...”

“Kami juga mengucapkan terima kasih pada Pangeran Leonard!” 

Para pejabat kerajaan bergantian mengungkapkan rasa terima kasihnya. Itu adalah pemandangan yang luar biasa langka. Meski negara kami berbeda dalam skala kekuatan, tetap saja aku adalah seorang pangeran dan dia adalah seorang raja. Dalam situasi normal, dia berada di atas dan aku di bawah. Paling mentok kami bisa dianggap setara. 

Namun kini, dia turun ke tempatku dan menunduk. Itu benar-benar di luar dugaan. 

Aku pun memandang ke arah Marc, tapi dia juga terlihat terpaku. 

Meskipun berhasil berlutut, ekspresinya bingung seperti tidak tahu harus berbuat apa. Dia jelas sibuk mengurusi dirinya sendiri. 

Dengan menghela napas, aku melangkah maju dan meraih tangan Sang Raja, membantunya berdiri. 

Sang Raja, yang tampak berusia sekitar pertengahan empat puluhan, memiliki rambut cokelat terang dan mata hijau seperti Eva dan Julio. Wajahnya mirip Julio, lembut dan penuh kebaikan, tapi karena tubuhnya terlalu kurus, dia terlihat agak kurang sehat. 

Aku pun ikut berlutut di hadapannya dan mulai berbicara. 

“Yang Mulia Raja, izinkan saya menyampaikan salam pertama. Nama saya Leonard Lakes Ardler, Pangeran Kedelapan Kekaisaran. Mohon maaf atas keributan yang timbul akibat insiden ini. Juga, Anda tidak perlu berterima kasih. Saya hanya membantu mereka yang hanyut di depan mata saya. Jika kapal Kekaisaran tenggelam, saya yakin negara Anda pun akan melakukan hal yang sama. Sebab, Anda semua tahu betapa menakutkannya lautan.” 

“T-Tetapi!” 

“Namun, saya tahu betapa teguhnya rasa tanggung jawab negara Anda. Anda tentu tidak akan puas hanya dengan itu. Maka, perkenankan saya meminta sedikit makanan dan air untuk kapal kami. Jika boleh, tambahkan sedikit harta sebagai pengganti. Kapal kami terpaksa membuang semua harta yang tadinya akan kami serahkan ke Rondine.” 

“A-Apa!? Sampai sejauh itu Anda melakukannya!? Tentu saja! Tidak perlu diminta pun kami akan menyediakannya! Negara kami akan menanggung semuanya!” 

“Terima kasih banyak. Dan satu hal lagi, saya ingin mendengar langsung tentang masalah yang tengah dihadapi negara Anda. Jika ini berlarut-larut, masalah ini bisa berdampak pada seluruh benua.” 

“...Saya mengerti. Anda juga sudah tidak bisa dianggap orang luar. Maka Anda harus tahu.” 

Aku pun mempersilakan Sang Raja kembali ke singgasananya. Dia mengangguk, lalu duduk dengan ekspresi berat dan mulai menjelaskan. 

“Seperti yang mungkin sudah Anda sadari, di wilayah laut kami, terdapat seekor naga laut.”

“Saya memang menduga begitu. Badai yang kami hadapi terlalu tidak wajar. Bahkan kapten kapal kami mengatakan itu mirip dengan naga laut dalam rumor.”

“Benar... Nama naga itu adalah Leviathan. Naga yang telah tertidur selama lebih dari dua ratus tahun.”

“Dua ratus tahun? Itu terlalu lama untuk disebut tidur bagi seekor naga, bukan?”

“Bukan tertidur, tetapi ditidurkan. Dengan menggunakan alat sihir kuno. Ini dia.” 

Sang Raja memerintahkan pelayannya untuk membawa sesuatu. Yang dibawa adalah tongkat sihir yang rusak. 

Tongkatnya rusak total dan patah dari bagian dasarnya. Secara desain tidak ada yang terlalu mencolok, tapi di ujungnya terdapat permata besar. Tampaknya itu adalah permata tempat menyimpan sihir. Meski dalam keadaan rusak, aku masih bisa merasakan sisa kekuatan sihir yang kuat. Melihat ukurannya dan sisa energinya, pasti dulunya ini alat sihir yang sangat luar biasa. 

“Dua ratus tahun lalu, wilayah selatan ini masih berada di bawah satu negara besar. Namun, naga laut Leviathan bangkit dan mulai merusak wilayah sekitar. Negara itu pun terpaksa melawannya. Akhirnya, dengan alat sihir ini, mereka berhasil membuatnya tertidur kembali. Tapi, negara itu kemudian melemah dan masuk ke era perang berkepanjangan. Keluarga pendiri Kerajaan Albatro berasal dari garis pelindung tongkat ini. Oleh karena itu, legenda tentang Leviathan di sini lebih akurat dibandingkan di Rondine.”

“Saya mengerti. Dan sekarang tongkat itu rusak, makanya Anda buru-buru melakukan penyelidikan?”

“Tepat sekali. Saya sungguh menyesal telah melibatkan Anda. Dengan badai seperti itu, bisa saja kapal Anda tenggelam... Saya seharusnya langsung menghubungi Guild Petualang.”

“Itu semua sudah berlalu. Lagi pula, jika ingin menaklukkan naga, bayaran yang dibutuhkan sangatlah besar. Dan berita itu pasti menyebar ke seluruh benua. Karena negara Anda sangat tergantung pada perdagangan laut, saya tidak menyalahkan Anda karena mencoba menyelidiki sendiri.”

“...Saya sangat menghargai pengertian Anda.” 

Penjelasannya pun selesai.

Sekarang aku sudah memahami situasinya. Langkah selanjutnya adalah mencari solusi. Meskipun menghubungi Guild Petualang adalah pilihan, mereka tidak akan langsung bertindak. Hanya segelintir orang di benua ini yang mampu melawan naga.

Memang, aku sendiri salah satunya sebagai Silver, tapi tiba-tiba muncul di sini tanpa alasan tentu akan menimbulkan kecurigaan. 

“Apa langkah yang akan diambil oleh Yang Mulia?”

“Saya rasa satu-satunya pilihan adalah meminta bantuan Guild Petualang. Meskipun, saya tahu mereka takkan segera bertindak...”

“Itu memang pilihan yang terbaik. Kekaisaran kami ingin membantu, tapi karena ini naga, dan lokasinya di laut, mengirim armada saja tidak cukup. Lebih baik kita serahkan pada profesional pembasmi monster. Tapi saya punya satu usul.”

“Tolong jelaskan. Apa usulan Anda?”

“Kerajaan Anda sebaiknya menjalin aliansi anti-naga dengan Kerajaan Rondine. Jika mereka memahami situasinya, mereka pasti sadar ini bukan saatnya untuk berperang.”

“Saya pun sempat memikirkan itu... Tapi kami telah lama berseteru dengan Rondine. Hubungan diplomatik kami tak cukup baik untuk langsung menjalin aliansi.”

“Itulah sebabnya saya menyebutnya sebagai usulan. Biarkan saya yang menyampaikan aliansi ini pada mereka. Jika duta besar penuh kuasa Kekaisaran yang menyampaikannya, mereka takkan bisa begitu saja menolaknya.” 

Sang Raja tampak sedikit terkejut oleh usulku. Usulan yang terlalu menguntungkan pihak mereka. Setelah berpikir sejenak, dia menjawab dengan diplomatis. 

“Karena ini masalah besar, bolehkah saya berdiskusi dengan para penasihat terlebih dahulu?”

“Tentu saja. Namun, saya sarankan untuk tidak terlalu lama. Rondine memang belum mengetahui rinciannya, tetapi mereka pasti sudah mendengar kabar bahwa negara Anda sedang kacau. Mereka bisa saja melihat ini sebagai kesempatan menyerang.”

“Benar juga...” 

Meski aku berkata begitu, aku sebenarnya yakin hal itu takkan terjadi. Karena di pihak mereka ada Leo. Meskipun dia menyamar sebagai diriku, di sisinya ada Elna. Mereka pasti bisa menyiasatinya dengan baik dan menahan gerakan Rondine. Dan selama aku belum muncul, mereka akan mengira aku masih berada di Albatro. Itu bagus, karena aku juga butuh waktu untuk berpikir.

Aku memerlukan waktu untuk menyiasatinya, dan bahkan aku sempat mempertimbangkan untuk kembali ke ibu kota. Masalahnya, itu artinya aku harus menggunakan sihir teleportasi dua kali untuk pergi dan dua kali untuk kembali. Aku harus benar-benar memilih waktu yang tepat. Dengan pemikiran itu, aku menundukkan kepala dan meninggalkan ruang singgasana.

 

Bagian 3

Serikat Dagang Ras Campuran, seperti namanya, adalah sebuah serikat dagang yang dijalankan oleh para ras campuran.

Seluruh anggotanya adalah non-manusia. Karena keunikannya, mereka kerap menjadi pusat perhatian, namun justru karena mereka menaungi berbagai ras campuran, kinerja mereka jauh melampaui serikat-serikat dagang lainnya. 

Pengangkutan barang ditugaskan kepada ras yang memiliki kekuatan besar. Distribusi diurus oleh mereka yang memiliki kecepatan tinggi. Pengumpulan bahan diserahkan kepada mereka yang memiliki penciuman tajam.

Karena masing-masing ras memiliki keunggulan di bidang tertentu, hasil kerja mereka pun secara alami jauh melampaui manusia jika ditempatkan di posisi yang tepat. 

Dengan begitu, perlahan-lahan mereka memperluas pengaruh dari wilayah timur benua hingga hampir mendirikan cabang di ibu kota kekaisaran. Pemimpinnya adalah seorang vampir misterius yang tak pernah menampakkan diri ke publik. 

Itulah Serikat Dagang Ras Campuran. Dan kini, Lynfia dan Fine sedang dalam perjalanan menuju cabang ibu kota mereka. Mereka berdua datang karena permintaan langsung dari pihak lawan. Sebenarnya Sebas-lah yang seharusnya datang, namun karena kehadiran wanita dianggap tidak mengancam, maka Lynfia ditunjuk sebagai satu-satunya pengawal. 

“Cabangnya sebenarnya sudah rampung, dan kami hampir membuka usahanya saat kerusuhan terjadi di wilayah timur. Karena itu, cabang ini belum sempat dibuka, dan bahkan papan nama Serikat Dagang Ras Campuran belum dipasang. Mengingat pemimpinnya seorang vampir, dan kaisar sempat diserang, Kekaisaran kini sangat sensitif terhadap kaum ras campuran. Saya kira itu keputusan yang bijak.” 

“Begitukah? Tapi kalau mereka tidak melakukan hal buruk, saya rasa tidak perlu merasa bersalah. Lagi pula, mereka bukanlah pelaku penyerangan terhadap Yang Mulia Kaisar...” 

“Kalau semua orang berpikiran seperti Anda, tentu tidak akan ada masalah. Tapi sayangnya, dunia ini tidak dipenuhi orang-orang sebijak Anda. Banyak orang tidak melihat pelaku sebagai individu, tapi memandangnya dari sisi ras, dan karena itu mereka membenci semua ras campuran.” 

Lynfia menganggap itu sebagai cerminan kebajikan. Fine bukan hanya pengamat, tapi juga korban dari peristiwa itu. Meski begitu, dia tidak memiliki prasangka terhadap vampir maupun ras campuran. 

Itu membuktikan bahwa dia tidak menilai orang berdasarkan gelar atau ras. Karena dia melihat mereka sebagai individu, maka kebenciannya tidak menyebar pada hal-hal yang berhubungan. 

Namun, Lynfia merasa bahwa Fine perlu menyadari bahwa sikap seperti itu tergolong langka.

Oleh karena itu, dia menekankan sekali lagi pada Fine yang tampak belum sepenuhnya memahami. 

“Nona Fine. Manusia adalah makhluk dengan berbagai pandangan. Anda paham itu, bukan?”

“Ya, tentu saja.”

“Kalau begitu, Anda pasti juga paham bahwa pemikiran Anda belum tentu menjadi pandangan umum. Saya pribadi tidak punya dendam terhadap ras campuran, tapi jika saya punya, mungkin ucapan Anda tadi akan terdengar seperti pembelaan terhadap mereka. Hal semacam itu bisa merugikan Anda, dan pada akhirnya merugikan fraksi yang Anda dukung. Jika Anda benar-benar peduli pada para pangeran, Anda sebaiknya lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat pribadi.”

“Y-Ya... Kamu benar... Ucapanku barusan memang kurang bijak…”

Melihat Fine mengecil dan tertunduk, Lynfia merasa seolah dia telah melakukan sesuatu yang jahat. Namun, dia tetap tidak menghiburnya. 

Lynfia telah diberi kepercayaan oleh Al yang berkata akan menyelamatkan desa, dan memintanya menjaga Fine. Karena itu, Lynfia merasa bertanggung jawab terhadap Fine. 

Sebagai petualang, dia harus bekerja sebanding dengan imbalan yang diterimanya. Paling tidak, dia harus melindungi fraksi dan membantu Fine memperoleh prestasi. Jika tidak, dia merasa tidak pantas menerima bayaran itu. 

Apalagi, Al sudah menunjuk kelompok Abel untuk mengawal desa dengan bayaran besar.

Jumlah uangnya begitu besar sampai prestasi lain pun seolah tak berarti.

Itu hanya mungkin karena Al, sebagai Silver, memiliki kekayaan yang luar biasa. Bagi seorang pangeran biasa, jumlah itu terlalu besar. Karena itu, Lynfia yakin Al pasti memaksakan diri untuk membayarnya.

Dan itulah yang membangkitkan rasa tanggung jawab dalam diri Lynfia. 

“Lawan kita kali ini adalah pemimpin serikat dagang besar. Jika Anda bicara sembarangan, Anda bisa saja dimanipulasi dengan mudah. Mohon tetap waspada.”

“B-Baik!” 

Melihat wajah Fine yang kini terlihat lebih tegas, Lynfia mengangguk pelan.

Saat itu pula, kereta yang mereka tumpangi berhenti. Mereka telah tiba di cabang ibu kota Serikat Dagang Ras Campuran.


* * *


 Kantor Cabang Serikat Dagang Ras Campuran yang terletak di kawasan paling strategis ibu kota kekaisaran tampak sepi. Mungkin memang hampir tak ada orang di dalamnya.

Saat mereka memasuki kantor cabang itu, seorang elf berambut pirang yang tampaknya adalah sekretaris sang pemimpin, mengantar mereka berdua. 

Sepanjang perjalanan, tak ada satu pun dari mereka yang berbicara.

Mereka dibawa menyusuri bagian dalam kantor yang cukup luas itu, dan berhenti di depan sebuah pintu merah.

“Perwakilan kami sedang menunggu di dalam. Silakan masuk.”

“Baik.” 

Setelah mengucapkan itu, sang sekretaris membuka pintu.

Kedua tamu pun masuk ke dalam ruangan, namun tidak melihat seorang pun di sana.

Saat mereka menyadarinya, sekretaris itu telah pergi. 

“Apakah kita salah ruangan?”

“Karena ini undangan dari pihak mereka, kurasa mustahil terjadi kesalahan seperti itu. Menyuruh pihak lawan menunggu dulu adalah taktik yang umum. Mari kita duduk dan menunggu.” 

Dengan tenang, Lynfia membimbing Fine untuk duduk di sofa.

Setelah ragu sejenak, Fine mulai menyeduh teh menggunakan alat yang tersedia di atas meja. 

“Lynfia, mau teh juga?”

“Saya hanya pengawal saat ini. Nanti saja setelah kita kembali.”

“Begitu ya... Padahal minum teh sendirian itu tidak menyenangkan...”

Dengan ekspresi sedikit muram, Fine menyesap teh yang telah diseduhnya.

Waktu pun terus berlalu. 

“...Sepertinya kita sebaiknya pulang saja.”

“Tapi perwakilan mereka belum juga datang.”

“Kita sudah menunggu dua jam. Bisa jadi mereka memang tidak berniat untuk bertemu.”

“Kalau mereka tidak ingin bertemu, mereka pasti tidak mengundang. Pasti ada alasannya. Kita tunggu saja.” 

“...Nona Fine, Anda tidak merasa ini tidak sopan?” 

Bahkan Lynfia, seorang rakyat biasa, mulai merasa marah karena telah dibuat menunggu selama dua jam. Tapi Fine sama sekali tidak menunjukkan rasa tidak nyaman.

Sebagai bangsawan, pasti dia terbiasa dihormati. Apalagi Fine adalah putri seorang adipati dan menyandang gelar Blau Mève. Hampir tak ada yang berani bersikap sembarangan padanya di kekaisaran. Namun kini, dia hanya diam meminum tehnya dengan tenang. 

“Tidak sopan? Tapi justru kitalah yang ingin bertemu. Wajar bila kita yang menunggu.”

“Tapi...”

“Kalau hari ini tidak memungkinkan, maka kita datang lagi besok. Kalau besok juga tidak bisa, kita tunggu lagi di hari berikutnya. Aku hanya bisa menawarkan waktu dan ketulusan. Karena aku tidak bisa banyak membantu.” 

Sambil mengucapkan itu, Fine tersenyum lemah, menyadari betapa tidak bergunanya dirinya.

Tapi Lynfia berpikir sebaliknya. Mengorbankan diri demi orang lain bukanlah hal yang mudah.

Saat dia hendak mengungkapkan pikirannya, pintu ruangan tiba-tiba terbuka.

“Wah, aku terkejut. Kalian masih menunggu, ya?” 

Yang masuk adalah seorang perempuan berambut perak. Rambutnya ditata seperti wanita penghibur, tubuhnya yang montok dibalut gaun mencolok yang memperlihatkan kulitnya yang sangat pucat tanpa rasa malu. Mata magenta miliknya menatap Fine dengan penuh minat. 

Dia membawa aura dewasa, namun wajahnya terlihat muda seperti remaja. Dengan rambut pucat, mata merah, dan kulit seputih salju, dia tampak seperti personifikasi vampir. Fine segera berdiri dan membungkuk sopan. 

“Salam kenal. Saya Fine von Kleinert. Anda adalah perwakilan Serikat Dagang Ras Campuran, bukan?”

“Benar. Aku Yuria, pemimpin Serikat Dagang Ras Campuran. Panggil saja sesuai kenyamananmu.” 

Yuria duduk di sofa, berhadapan langsung dengan Fine.

Lynfia mengernyitkan dahi melihat sikap Yuria. 

“Hanya itu? Setelah membuat kami menunggu begitu lama, Anda bahkan tidak minta maaf?”

“Kalau tak mau menunggu, kalian bisa pulang. Kami tidak pernah memohon untuk bertemu.”

“...Anda tidak punya hormat dengan lawan bicara?”

“Aku belum memutuskan apakah kalian layak jadi lawan bicara. Kami butuh bantuan untuk masuk ke ibu kota, ya. Tapi bukan berarti kami akan bekerja sama dengan sembarang orang. Aku tak menjual murah serikatku.” 

Yuria tersenyum menawan sambil menatap Fine.

Dia tahu bahwa Lynfia hanyalah pengawal, dan yang penting adalah Fine. Lynfia mengumpat dalam hati. Dia ingin memimpin jalannya pembicaraan sendiri. 

“Pertama-tama, salam kenal. Blau Mève. Haruskah aku memanggil dengan kehormatan?”

“Cukup panggil Fine.”

“Baiklah. Aku memang tak suka pakai embel-embel begitu.” 

Yuria tersenyum senang lalu menarik cangkir teh yang telah disiapkan Fine.

“Boleh aku minum ini?”

“Silakan.”

“Terima kasih. Aku haus sekali.”

“Anda sedang sibuk?”

“Tidak juga. Aku hanya mengamati kalian.” 

Lynfia pun paham. Ini strategi untuk mengamati reaksi lawan. Sangat cerdik. Yuria bukanlah pedagang biasa. Dia mungkin telah hidup lebih lama dari kakek nenek mereka dan mengembangkan serikat ini dari nol dengan hanya merekrut ras campuran. Dia benar-benar veteran, dan kini tengah mendominasi suasana. Kalau tak hati-hati, bisa-bisa mereka akan menandatangani kontrak gila. 

Saat itulah Yuria menyampaikan sesuatu yang lebih mengejutkan. 

“Ada empat calon kuat untuk takhta. Semua mengirimkan perwakilan untuk meminta bantuan kami. Sebenarnya aku bisa saja menemui semuanya, tapi aku malas. Jadi aku buat mereka semua menunggu di tempat berbeda hari ini. Di sini hanya ada perwakilan Pangeran Eric dan Pangeran Leonard. Dua lainnya kupanggil ke tempat lain. Mereka marah dan langsung pergi, sesuai perkiraanku.”

“Begitu. Jadi kami yang bertahan, ya?”

“Benar. Setelah dua jam, perwakilan Eric juga pulang. Mereka menilai tak ada harapan. Wajar sih, mereka sudah didukung serikat besar lain. Buang-buang waktu kalau terus kejar kami.” 

Setelah mengatakan itu, Yuria tersenyum dan memuji tehnya.

Lynfia mulai menyesal telah menganggap enteng negosiasi ini.

Serikat Dagang Ras Campuran membutuhkan bantuan. Mereka sudah pasti membutuhkan ketenaran Fine, dan Lynfia beranggapan bahwa dia bisa menggunakan fakta itu sebagai pertukaran, dia mengira tidak akan sulit untuk bekerja sama dengan mereka

Namun ternyata lawan mereka jauh lebih tangguh dari yang dibayangkan.

Mungkin juga terlalu berat bagi Fine. Dia merasa telah membawa tuannya ke sarang singa. Lynfia mengutuk ketidakcermatan dirinya. 

“Baiklah, mari bicara bisnis. Kalian ingin dukungan dalam perebutan takhta. Tapi lawan kalian sudah punya dukungan dana dari serikat besar. Kalian tak bisa menandingi itu. Pertanyaannya, jika kami berpihak pada kalian, apa untungnya bagi kami? Bisa tunjukkan?” 

Yuria membuka pembicaraan dengan dominasi mutlak. Bahkan senyum santai terlihat di sudut bibirnya.

Fine yang terlalu jujur sudah pasti tidak akan mampu melawan. Jadi, apa yang akan dia lakukan? Namun sebelum Lynfia sempat bertindak, Fine sudah mengeluarkan kartu trufnya. 

“Tawaran dari kami adalah diri saya sendiri. Saya akan menyerahkan hak untuk memanfaatkan saya sesuka hati. Mohon bantuannya.” 

Tanpa taktik atau tipuan, ucapan itu membuat Lynfia melongo.

Bahkan Yuria pun terkejut. Namun, dia segera tersenyum nakal. 

“Kalau kamu memberikan hak seperti itu, bisa saja aku menyuruhmu melakukan hal-hal yang tak pantas bagi putri bangsawan, lho?”

“Silakan saja.” 

Jawabannya cepat dan tegas. Dengan senyum lembutnya, kali ini giliran Yuria yang terdesak mundur.

 

Bagian 4

Yuria merasa terdesak oleh senyum Fine. Sederhana saja alasannya, Yuria tidak bisa membayar setimpal atas hak untuk menggunakan Fine sesuka hati. Seberapa banyak pedagang di dunia ini yang bisa menawarkan sesuatu yang setara, atau bahkan melebihi nilai Fine? 

Kemungkinan besar, tidak ada. Entah Fine menyadari itu atau tidak.

Senyum Fine yang begitu tenang terlihat menakutkan di mata Yuria. Karena jika dia menerima tawaran itu, dia tidak bisa begitu saja menarik diri. Seperti tersenyum sebelum vonis dijatuhkan dalam ruang sidang, hal itu tidak masuk akal bagi Yuria. Namun justru karena itu, rasa penasarannya pun bangkit. 

“Apa kamu mengerti? Jika aku menawarkan imbalan seperti yang kalian inginkan, maka apa pun yang kulakukan padamu, kamu tak berhak mengeluh.” 

“Saya mengerti. Namun bila itu syaratnya, saya pun tak keberatan. Saya hanya ingin membantu Tuan Al dan Tuan Leo.” 

“...Kamu tak peduli apa yang terjadi padamu demi kekuatan kelompok kalian? Apa kamu disandera atau semacamnya?” 

Pengorbanan diri Fine yang di luar nalar membuat Yuria merasa ada sesuatu yang tak beres.

Dia mengalihkan pandangannya pada Lynfia, sang pengawal, namun Lynfia pun tampak sama terkejutnya. 

“Tidak, saya tidak disandera. Saya hanya ingin membantu mereka.” 

“Apakah itu sepadan? Apakah Leonard Lakes Ardler pantas didukung sampai sejauh itu?” 

“Ya, tentu saja. Saya akan memastikan beliau menjadi kaisar meski harus mengorbankan nyawa. Jika itu berarti saya harus menyerahkan diriku dan Anda memberikan sesuatu yang setara, saya akan menerimanya dengan senang hati. Bagaimana?” 

“...Tidak mungkin. Aku tak bisa memberikan sesuatu yang setara dengan dirimu. Kamu menang... Dasar anak menyusahkan. Tidak ada lagi ruang untuk negosiasi.” 

Dengan kata itu, Yuria mengalah. Dalam perundingan penting, Yuria tidak pernah mundur lebih dulu. Bahkan dalam tawar-menawar terkecil sekalipun, dia tidak pernah menyerah. Tapi dia sadar bahwa kali ini, menghadapi Fine yang benar-benar tulus, semua gertakan tidak akan berhasil. Satu-satunya pilihan adalah mengakui kekalahan. 

“Katakanlah, apa yang kalian inginkan?” 

Menatap mata Fine, Yuria menyadari bahwa gadis itu bukan sekadar anak bangsawan biasa dan memutuskan untuk mempercepat pembicaraan. Bagi Yuria, perundingan ini amat penting. Meski alurnya sedikit tidak menguntungkan, selama berhasil dicapai, manfaatnya tetap besar. Lagi pula, cabang ibu kota yang selama ini dianggap tak berguna mungkin bisa mulai beroperasi. 

“Untuk hal-hal rinci, saya serahkan pada Lynfia. Silakan.” 

“Ah, ya. Yang kami butuhkan adalah dana. Untuk terlibat dalam perebutan takhta, kami membutuhkan modal yang tidak sedikit. Kami harus menggandeng banyak tokoh berpengaruh, dan tak akan cukup berapa pun uang yang kami punya. Bisakah Anda membantu mendanainya?” 

“Baiklah. Ada lagi?” 

“Satu lagi. Kami ingin Anda melemahkan para pedagang atau serikat dagang yang punya hubungan erat dengan kandidat lain.” 

“Maksudmu ingin kami mengalahkan mereka di dunia dagang, ya? Baik. Tantangan diterima. Itu saja?” 

“Untuk saat ini, ya...”

“Kalau begitu, izinkan aku menyebutkan syaratku. Aku akan mengabulkan semua permintaan kalian. Sebagai gantinya, aku ingin memakai nama dan, jika bisa, wajah Fine von Kleinert.” 

Itu adalah permintaan yang sudah Lynfia perkirakan sebelumnya, bahkan terlalu mudah ditebak. Karena semua pedagang di ibu kota berpikir hal yang sama. 

Misalnya saja saat menjual sayur, jika bisa mengklaim bahwa “sayur ini direkomendasikan oleh Fine”, maka penjualannya akan meroket. Popularitas Fine di ibu kota sangat luar biasa. 

Tidak ada yang berani menggunakan namanya secara sepihak karena takut memicu kemarahan kaisar. 

Tapi jika mereka mendapat izin langsung dari Fine, maka semuanya bisa digunakan, termasuk gambar wajah atau proyeksi sihirnya. Bagi para pedagang, Fine yang populer adalah tambang emas. 

“Ada permintaan lain?” 

“Tidak ada. Sebenarnya aku sempat berpikir ingin mengelabui kalian agar memberiku syarat yang lebih menguntungkan, tapi aku urungkan. Kaisar kalian benar-benar punya mata tajam. Fine, kamu gadis yang hebat. Cantik, berani pula. Rasanya aku ingin menjadikanmu kekasih.” 

“Terima kasih atas tawarannya, tapi jika saya menjadi milik seseorang, nilainya akan turun. Jadi, saya tidak bisa menerimanya.” 

“Oh, jadi kamu mengaitkan semuanya pada perebutan takhta? Aku jadi penasaran, apa yang membuatmu begitu gigih?” 

Mendengar itu, Fine sempat ragu. Dia tak tahu jawaban mana yang paling tepat. Akhirnya, dia memberikan dua jawaban. 

“Saya adalah putri keluarga duke. Saya berada di posisi yang memungkinkan untuk ikut serta dalam perebutan takhta. Karena itu, saya merasa wajib mendukung calon yang bisa dibanggakan oleh semua rakyat. Tapi kalau dari sisi pribadi... Bukankah mendukung orang yang sangat Anda sukai adalah hal yang wajar?” 

Jawaban itu di luar dugaan Yuria.

Bagian pertama biasa saja, tapi bagian kedua membuatnya tersenyum. Jawaban yang disukai Yuria. 

“Mendukung karena cinta, ya? Sederhana sekali. Pangeran kalian kembar, kan? Yang mana yang kamu sukai?” 

“Itu rahasia.” 

Fine meletakkan jari di hidungnya dan mengedipkan sebelah mata. Gestur manis nan anggun itu membuat Yuria tersenyum. Fine memiliki pesona yang membuat siapa pun ingin mendukungnya. Tak heran jika dia menyandang gelar Blau Mève. 

Yuria merasa bahwa sang kaisar tidak asal pilih. 

“Aku sudah melihat banyak orang sepanjang hidupku, dan aku tahu pasti. Fine, kamu adalah gadis yang istimewa. Jadi, jagalah dirimu baik-baik. Orang yang tidak menghargai dirinya sendiri tidak akan bisa menghargai orang lain.” 

“...Akan saya ingat itu.” 

Fine menunduk hormat.

Melihat itu, Yuria mengalihkan pandangannya ke Lynfia. 

“Lindungilah dia. Anak seperti ini butuh dukungan dari sekitarnya.” 

“Saya memang berniat begitu. Dan Anda juga jangan lupa. Meskipun tidak bisa disebut lingkaran dalam, Anda kini adalah bagian dari kami.” 

“Maksudmu apa?” 

“Mohon jangan berhubungan lagi dengan kandidat lain. Itu akan dianggap pengkhianatan.” 

“Ya, tentu saja.” 

Yuria mengangguk dalam pada peringatan Lynfia. 

Sebagai pedagang, idealnya memang menjalin relasi dengan semua kandidat. Namun dalam perebutan takhta kekaisaran, hal seperti itu bisa berakibat fatal. Begitu mereka memilih mendukung Leo, kandidat lain tidak akan memaafkan mereka. Bahkan jika hubungan tetap baik di permukaan, setelah perebutan takhta usai, mereka pasti akan disingkirkan dari ibu kota. 

Karena itu, pilihan terbaik adalah mendukung Leo sepenuhnya menjadi kaisar. 

“Kalau begitu, kami lega. Kalau dibutuhkan, kami yang akan menghubungi. Sebelum itu, tolong jangan menghubungi kami dulu.” 

“Baiklah. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.” 

“Ya. Sampai jumpa, Yuria.” 

“Sampai jumpa.” 

Yuria pun mengantar kepergian Lynfia dan Fine.

Setelah mereka pergi, dia menatap telapak tangannya. Yang basah oleh keringat. Dia merasa tertekan oleh tatapan mata Fine. Seperti apa lelaki yang bisa membuat gadis sebaik itu menatap seseorang dengan mata seperti itu? Rasa penasaran Yuria terhadap pria itu membuncah. Dia berdiri dari sofa, lalu berkata pada sekretarisnya, “Segera siapkan pembukaan cabang. Kita harus mulai bergerak dan menunjukkan hasil agar bisa menawarkan diri pada pihak Leonard. Kalau bisa, aku ingin bertemu langsung dan memastikan sendiri orangnya.” 

Sambil memberi perintah, Yuria bergumam. 

Jika lelaki yang dicintai Fine mampu membangkitkan rasa ingin tahunya.

“Mungkin akan menyenangkan kalau aku bisa merebutnya juga.” 

Dia menjilat bibirnya dan memperlihatkan taring tajam miliknya. Melihat itu, sang sekretaris menghela napas. Kebiasaan buruk itu lagi, pikirnya. Perwakilan ini memang lemah terhadap hal-hal yang bernilai, termasuk manusia. 

Semoga tidak terjadi kekacauan, pikir elf sekretaris itu sembari diam-diam mempersiapkan segala keperluan.

 

Bagian 5

“Huh...” 

Di dalam kastil Kerajaan Albatro, aku menghela napas panjang sendirian. 

Betapa luar biasa hari-hari ini. Sejak aku menggantikan posisi Leo, entah sudah berapa kali aku dibuat stres karenanya. 

Sejujurnya, aku lelah. Memaksakan diri dan bersikap melebihi batas kemampuanku terasa sangat melelahkan. 

“Apa kabar Leo, ya...”

Aku juga khawatir padanya. Tapi karena ada Elna di sisinya, aku ingin percaya bahwa dia bisa menjalani peran sebagai Al dengan cukup baik. Bagaimanapun juga, selama aku berpura-pura menjadi Leo, pihak sana pun harus berpura-pura menjadi Al. Kalau tidak, semuanya akan kacau. 

Hanya saja, aku bisa membayangkan Leo akan kesulitan lebih dari diriku. Dia bukan tipe yang bisa bermalas-malasan, atau lebih tepatnya, dia belum pernah hidup seperti itu. Menghadapi sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya memang sulit. 

“Yah, tidak ada gunanya dipikirkan...”

Yang bisa kulakukan hanya percaya bahwa semuanya berjalan baik di sana. Lebih baik aku memikirkan hal lain yang harus segera ditangani. 

Yaitu naga laut, Leviathan. 

Tanpa ragu, itu monster di atas peringkat S. Dua cara tercepat yang terpikirkan untuk mengalahkannya sekarang hanya dua. 

Pertama, aku pergi sebagai Silver. Kedua, aku meminta utusan kaisar dari pihak Kekaisaran datang dan menyerahkan pedang suci pada Elna. Hanya itu. 

Tapi Silver tak punya alasan untuk datang ke wilayah selatan. Dan kemungkinan besar belum ada permintaan resmi dari guild petualang. Sementara itu, mengirimkan utusan kekaisaran akan memakan waktu. 

Keduanya tidak bisa dikatakan solusi cemerlang. 

“Bagaimana baiknya, ya...”

Saat aku mencoba merumuskan strategi, terdengar ketukan di pintu kamar. Aku ingin dibiarkan sendiri, tapi mau tak mau aku pun membenahi pakaianku yang tadinya kusut dan merapikan rambut, lalu menjawab dengan suara formal. 

“Silakan masuk.” 

“Permisi. Eva datang untuk mengucapkan terima kasih.” 

Yang masuk adalah Eva dalam balutan gaun. 

Sepertinya dia sudah sadar. Andai saja dia sadar lebih awal, aku tak perlu melakukan semua tindakan berisiko itu. Tapi tentu saja, aku tidak menampakkan perasaan itu dan malah menyunggingkan senyum lembut. 

“Senang melihat Anda selamat, Putri Eva. Apakah Anda sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri?” 

“Y-Ya... Uhh... Terima kasih sudah menyelamatkan saya. Semua orang bilang itu berkat Anda. Mereka mengatakan Anda sangat baik dan pemberani.” 

“Itu pujian yang berlebihan. Yang berjasa dalam menyelamatkan para korban, termasuk Anda, adalah para awak kapal Kekaisaran kami. Jika ada yang pantas menerima pujian, maka merekalah orangnya.” 

“Oh... Kalau begitu, sebagai kakak dari Julio, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Saya dengar Anda adalah orang pertama yang terjun ke laut demi menyelamatkan Julio. Melompat ke laut yang mungkin saja dihuni naga laut itu bukan tindakan yang bisa dilakukan sembarang orang. Itu benar-benar perbuatan seorang pahlawan.” 

“Itu karena saya bertindak tanpa berpikir.” 

Jawabanku hanya dibalas dengan senyum lembut dari Eva. Aku merasa wajahku sedikit menegang. 

Situasi ini pemandangan seperti ini sudah sering kulihat. Dari luar, setidaknya. 

Setiap kali Leo melakukan sesuatu yang hebat, para wanita bangsawan pun terpesona padanya. Reaksi Eva mirip dengan itu. Singkatnya, dia sedang jatuh hati pada Leo. Seorang pahlawan dari kerajaan besar yang tak gentar pada naga laut dan menyelamatkan nyawa orang lain. 

Tolong, jangan tatap aku dengan mata seperti itu. Karena aku bukan Leo. Aku ini Al. Ini menyulitkan. 

“N-Ngomong-ngomong, bagaimana kondisi Pangeran Julio?” 

“Dia baru saja sadar. Dan dia mengucapkan terima kasih pada Anda. Katanya Anda adalah pangeran ideal, dan dia ingin menjadi seperti Anda suatu hari nanti.” 

“B-Begitu, ya...”

Kakaknya jatuh cinta, adiknya mengidolakan. Ini buruk. Kalau nanti semuanya kembali ke posisi semula, ini bisa jadi masalah besar. Haruskah aku berusaha membuat mereka membenciku? 

Tidak, tidak mungkin. Di dalam wilayah Kerajaan Albatro, aku tak bisa sembarangan terhadap putri dan pangeran kerajaan ini. Lagipula, kalau aku bertindak aneh, bisa-bisa penyamaranku ketahuan. 

Tapi kalau aku terus bertingkah sebagai Leo seperti sekarang, rasa kagum itu akan berkembang jadi cinta. Aku sudah sering melihatnya terjadi. Tatapan Eva sekarang sudah menunjukkan bahwa dia tergila-gila pada sang pangeran tampan dari negeri besar. 

Tak bisa disalahkan juga. Gadis seusia itu mudah jatuh cinta dan suka berkhayal. Dan Leonard Lakes Ardler punya segalanya yang cocok dengan khayalan gadis-gadis muda: seorang pangeran, tampan, baik hati, dan yang terpenting, bisa melakukan apa saja. 

Tiga dari empat itu mungkin masih bisa kuklaim, tapi yang terakhir jelas membedakan kami. 

Padahal kami punya wajah yang sama, tapi aku tak pernah sekalipun dipanggil tampan.

“Pangeran Leonard. Tak baik bicara sambil berdiri. Bolehkah saya masuk?” 

“Eh, aah...”

Agresif juga ya, anak ini. Tipe yang kuanggap agak sulit. Aku punya trauma masa kecil dengan Elna yang juga terlalu aktif, jadi aku agak buruk dalam menghadapi gadis seperti ini. Yah, Elna adalah teman masa kecilku dan aku sudah terbiasa dengannya, jadi masih bisa kuhadapi. 

Tapi gadis seperti Eva yang tak kukenal tapi langsung mendekat seperti ini, susah juga. 

“A-Apa aku mengganggu...?”

“Tidak, hanya saja... Saya sedang menulis laporan untuk Kekaisaran. Sebenarnya saya pikir tak bisa beranjak dari tugas ini, tapi mendengar Anda ingin masuk membuat hati saya tersentuh.” 

“Oh...”

Eva menutup wajahnya dengan kedua tangan yang memerah karena malu. Ah... Bagaimana ini?

Aku pernah jalan-jalan dan bersenang-senang dengan banyak wanita, tapi belum pernah ada yang mengejarku seperti ini. 

Aku tak tahu bagaimana cara menolak secara halus. Dan karena aku sedang berperan sebagai Leo, aku juga tak bisa menjatuhkan citranya. 

“Maaf sudah mengganggu di saat Anda sibuk. Lain kali, bolehkah kita makan bersama?” 

“Jika jadwal memungkinkan, saya akan dengan senang hati.” 

Begitu Eva pergi, aku langsung menutup pintu dengan cepat. 

“Ini gawat, gawat, sangat gawat...”

Bagaimana aku menjelaskan ini ke Leo nanti? “---Maaf, aku membuat sang putri jatuh cinta,” haruskah aku berkata begitu? 

Tidak, tidak mungkin. Aku harus memutus benih-benih perasaan yang sedang tumbuh itu. Saat ini dia hanya tersihir oleh citra pangeran penyelamat. Kalau aku tidak memberi harapan lebih, lama-lama dia akan sadar. 

“Tenang... Tenanglah. Kamu sudah menyelesaikan masalah yang lebih besar dari ini. Kamu pasti bisa.” 

Dengan tekad itu, aku duduk kembali ke meja kerja. Mau tak mau aku harus menulis laporan situasi untuk Kekaisaran sebagai Leo. 

Tapi bagaimana cara melaporkannya? Kalau aku jujur soal pertukaran ini, maka semuanya akan tahu bahwa yang melakukan semua ini sebenarnya Al. Artinya, mereka akan menyadari bahwa aku punya kemampuan untuk menyamar sebagai Leo. 

Itu sangat buruk. Aku masih ingin mereka meremehkanku sedikit lebih lama. 

Jadi, harus tetap melaporkannya sebagai Leo. 

“Kalau Leo yang menulis, dia akan bilang apa, ya...”

Saat surat itu sampai, situasi mungkin sudah berubah. Jadi aku harus menulis laporan sambil memikirkan langkah selanjutnya. 

Kemunculan naga laut sangat mungkin merugikan Kekaisaran. Untuk menjaga hubungan baik dengan Kerajaan Albatro, sebaiknya aku mengusulkan agar Kekaisaran mengirimkan izin penggunaan pedang suci dari Ayahanda. Surat itu bisa menyelamatkan segalanya, apalagi jika dalam skenario terburuk, satu negara di selatan hilang dari peta sebelum surat ini sampai. 

“Kalau saja mereka mau segera mengajukan permintaan ke guild petualang... Tapi pasti tidak semudah itu.” 

Kerajaan Albatro memang kuat di bidang perdagangan laut dan punya angkatan laut yang hebat, tapi angkatan daratnya lemah. Sebaliknya, Kerajaan Rondine memiliki kekuatan militer darat yang besar tapi angkatan lautnya biasa saja. 

Setiap kali Rondine menyerang, pasti melalui jalur darat. Karena itu, Kerajaan Albatro selalu mengandalkan bantuan dari negara sahabat berupa pasukan dan perlengkapan. Dari luar memang terlihat makmur, tapi sebenarnya tidak terlalu kaya. 

Mereka bukan negara miskin, tentu saja. Tapi jika mereka mengajukan permintaan pemburuan naga ke guild petualang, mereka akan kesulitan untuk meminta bantuan militer dari negara lain setelahnya. 

Itulah kenapa mereka tidak segera mengajukan permintaan tersebut. 

Untuk mengatasi ini, satu-satunya cara adalah menangani Kerajaan Rondine. 

Saat ini, Kerajaan Albatro terjepit di antara naga dan Rondine. Tapi jika Rondine bisa ditangani, maka mereka bisa fokus pada naga. 

“Baiklah langkah pertama, atasi Rondine dulu.” 

Setelah menetapkan arah kebijakan, aku pun mulai menyusun laporan untuk Kekaisaran sambil memperkirakan langkah-langkah selanjutnya.

 

Bagian 6

“Pangeran ketujuh Kekaisaran, Arnold Lakes Ardler, menghadap Yang Mulia Raja Rondine.” 

“Oh, Pangeran Arnold. Selamat datang. Kudengar kapal adikmu terkena badai. Aku doakan keselamatannya.” 

“Terima kasih banyak.” 

Begitulah Leonard memperkenalkan diri sebagai Arnold saat bertemu Raja Rondine. 

Raja Rondine adalah pria bertubuh gemuk dengan kumis dan janggut yang lebat, berusia sekitar akhir empat puluhan. Namanya Carlo di Rondine. Dia meneruskan perang panjang melawan Kerajaan Albatro yang diwariskan oleh ayahnya. Menyaksikan Albatro mendapatkan bantuan dari negara lain, dia pun mengirim duta besar persahabatan ke Kekaisaran dan menciptakan kesempatan bagi Al dan yang lain untuk datang. 

“Langsung saja, Pangeran Arnold. Karena adikmu tidak hadir, bolehkah kami menganggap Anda sebagai kepala delegasi?” 

“Ya, seperti itulah.” 

Leo menjawab pertanyaan tanpa menambahkan hal-hal yang tidak perlu. 

Elna, yang berlutut di belakang Leo, sudah mengingatkannya berkali-kali tentang hal itu. Namun, dunia ini tidak semudah itu untuk dihadapi hanya dengan jawaban singkat. 

“Kalau begitu, bisa aku mendengar jawaban sang kaisar?” 

Raja Rondine membungkukkan badannya, menunjukkan ketidaksabarannya. 

Kerajaan Rondine telah meminta bantuan kepada Kekaisaran untuk menghadapi Kerajaan Albatro. 

Jawaban resmi dari Kekaisaran adalah tidak. Namun, di antara harta yang dibawa oleh rombongan kekaisaran, disisipkan beberapa senjata dan cetak biru desain. Maksudnya adalah untuk tidak sepenuhnya memutus hubungan, meskipun secara resmi menolak permintaan. Namun sebagian besar senjata itu dibawa oleh kapal yang dinaiki Al, dan sekarang semuanya telah tenggelam ke dasar laut. Leo bingung bagaimana menjawabnya, tapi akhirnya mengutarakan jawaban yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk situasi seperti ini. 

“Tentang hal itu, izinkan pengawal kehormatan kami yang menyampaikan. Elna.” 

“Ya. Senang bisa bertemu, Yang Mulia Raja. Nama saya Elna von Armsberg, Kapten Pasukan Ketiga Kesatria Pengawal Kekaisaran.” 

“A-Armsberg... Anak ajaib dari keluarga pahlawan yang melegenda itu... Mengejutkan sekali. Aku memang diberi tahu bahwa seorang kesatria pengawal akan datang, tapi tidak menyangka bahwa...” 

“Tidak menyangka bahwa pengguna pedang suci yang datang?” 

Mendengar itu, Raja Rondine mengangguk berulang kali. 

Elna tertawa kecil, mencairkan ketegangan di ruangan. Penampilannya yang cantik dan anggun membuat udara yang sempat tegang menjadi lebih lembut. 

“Tenang saja. Di luar wilayah Kekaisaran, saya tidak dapat menggunakan pedang suci.” 

“T-Tidak, bukan maksudku mencurigaimu... Kalau kamu tersinggung, aku mohon maaf.” 

“Tidak, saya dan keluarga pahlawan Armsberg sudah terbiasa dengan pandangan seperti itu. Dan inilah jawaban kami, Yang Mulia.” 

“M-Maksudmu apa...? Tolong jelaskan dengan jelas.” 

Raja Rondine tampak bingung. Elna pun mulai menjelaskan. 

“Kekaisaran adalah negara militer yang kuat. Jika Kekaisaran bergerak, berarti para kesatria pengawal seperti saya dan para jenderal elit akan ikut turun tangan. Untuk berbicara terus terang, menghancurkan Kerajaan Anda atau Kerajaan Albatro bukanlah hal sulit bagi Kekaisaran.” 

“A-Aku mengerti... Setidaknya aku pikir aku mengerti.” 

“Yang Mulia memang bijak. Namun Kekaisaran juga memiliki saingan. Misalnya, jika saya datang secara resmi sebagai bala bantuan, negara-negara saingan itu akan senang hati memberikan bantuan ke Kerajaan Albatro. Yang akan terjadi kemudian adalah kehancuran kedua belah pihak, dan kawasan selatan ini akan porak poranda.” 

“A-Astaga...” 

“Sayangnya, inilah jawaban dari Kekaisaran. Karena Kekaisaran terlalu kuat, setiap gerakannya akan memicu reaksi dari negara lain. Maka dari itu, Yang Mulia Kaisar tidak dapat memenuhi permintaan bantuan dari Kerajaan Anda. Terlebih lagi, karena Kerajaan Anda berada di pihak yang lebih unggul.” 

“A-Aku mengerti... Memang, Yang Mulia Kaisar telah mempertimbangkan keseimbangan kekuatan di daratan ini dengan sangat matang. Namun demikian, Kerajaan kami tidak mudah menaklukkan Albatro karena ada negara yang membantu mereka.” 

Elna mengangguk setuju. 

Dia sudah memperkirakan hal ini sejak awal. Karena itulah Kekaisaran menyisipkan senjata dan cetak biru, sebagai bentuk bantuan tak resmi. Namun karena itu sekarang tidak ada, satu-satunya jalan adalah menenangkan Raja Rondine dengan kata-kata. 

“Tentu saja kami memahaminya. Oleh karena itu, Yang Mulia Kaisar berharap untuk membina hubungan persahabatan secara perlahan. Sebagai langkah awal, saya yang dikirim ke sini. Untuk menunjukkan kekuatan Kekaisaran. Bagaimana menurut Anda, Yang Mulia? Apakah Anda tertarik dengan kekuatan keturunan Sang Pahlawan?” 

“Ohh! Jadi begitu maksudnya! Itu luar biasa!” 

Akhirnya Raja Rondine memahami maksud dari semua ini dan wajahnya kembali cerah. 

Karena jika Kekaisaran benar-benar menolak, dia harus mengubah haluan besar-besaran.

Kerajaan Rondine tidak lagi bisa mengalahkan Albatro sendirian. Mungkin bisa dilakukan jika diberi waktu, tapi itu tak bisa diterima oleh sang raja. 

Dia bertekad untuk menyatukan wilayah selatan di masa pemerintahannya. Kalau tidak, negara kecil seperti mereka akan ditelan oleh negara-negara besar yang semakin berkembang di pusat benua. 

Untuk mencapai ini, dia ingin menjadi Raja Persatuan. Itu sebuah ambisi besar, tetapi juga merupakan wujud dari kepeduliannya terhadap nasib kawasan itu. 

Bagi raja yang memendam tekad seperti itu, kekuatan keturunan Sang Pahlawan adalah sesuatu yang ingin dia lihat dengan mata kepala sendiri. 

“Namun... Sayangnya, kami tidak memiliki seseorang yang dapat menandingimu satu lawan satu. Maka dari itu, Pangeran Arnold, bolehkah kami mengirim beberapa orang sekaligus?” 

“Selama pihak yang bersangkutan setuju, saya tidak keberatan.” 

“Saya tidak keberatan.” 

“Kalau begitu, bagaimana kalau sepuluh orang? Itu sepertinya adil.” 

“Baik. Sepuluh orang, ya? Ide yang bagus.” 

Elna menerimanya dengan santai. 

Raja Rondine, yang tak menyangka Elna akan menyetujui begitu mudah, tak bisa menarik kembali ucapannya. Dia pun segera memanggil sepuluh kesatria terbaik dari kastil. 

Lalu, di ruang terbuka di depan singgasana, pertarungan satu lawan sepuluh pun dimulai. 

“Oooooohhh!!” 

Yang pertama menyerang adalah seorang kesatria bertubuh besar. Dia menyerbu dengan pedang latihan, tetapi dari sudut pandang Elna, gerakannya penuh celah. 

Dalam hati dia berpikir, kalau ini bawahannya, harus diulang dari pelatihan dasar, lalu dia mengayunkan pedang latihan dengan ringan. 

Dengan itu, suara nyaring terdengar saat pedang latihan kesatria besar itu terbelah dua di tengah. 

“Eh...?” 

Melihat ujung pedangnya terbelah seperti digunting dengan pisau tajam, wajah kesatria itu seketika memucat. 

Elna tak menghiraukannya, dan menatap kesembilan kesatria lainnya. 

“Aku menyarankan agar kalian menyerang bersama-sama.” 

Para kesatria itu sempat gentar di bawah tatapan Elna, tetapi karena mereka berada di depan raja, mereka memaksakan diri dan menyerang. 

Tiga orang datang dari tiga arah yang berbeda. 

Namun bagi Elna, serangan itu sangat lamban. Dia mengayunkan pedangnya dengan satu gerakan memutar, dan memotong ketiga pedang latihan dari tengah. Pemandangan ajaib itu membuat sisa kesatria mundur perlahan tanpa sadar. Melihat itu, Elna membentak mereka. 

“Seorang kesatria tidak boleh mundur di hadapan tuannya! Apa kalian ingin membuat Rondine dicemooh sebagai negeri tanpa kesatria!?” 

“Y-Ya! Kami akan maju!” 

Sungguh seperti guru dan murid, pikir Leo saat menyaksikan semua itu. 

Krsatria-krsatria itu kembali menyerang, dan untuk pertama kalinya Elna menahan pedang mereka. Sorak pun menggema dari pihak Rondine. 

Namun itu semua hanya bagian dari pertunjukan Elna. Mungkin hanya bawahannya dan Leo yang menyadarinya. 

Setelah menunjukkan kekuatan luar biasa, dia sengaja menurunkan tempo untuk menjaga harga diri lawan. Ini adalah teknik umum para kesatria pengawal saat berhadapan dengan bangsawan atau pihak lain. 

Beruntung, tak ada yang menyadari niat itu di pihak Rondine. Leo diam-diam menghela napas lega, lalu berpikir sejenak, berapa lama semua ini harus diapertahankan? 

“Mungkinkah Kakak juga sedang kesulitan sekarang...”

Dia berbisik lirih agar tak terdengar siapa pun. Bagi Leo, Al selalu merupakan sosok luar biasa yang bisa melakukan hal-hal yang tak bisa dia lakukan. 

Saat mereka kecil, ada sebuah pohon tinggi yang tak bisa dipanjat siapa pun. Anak-anak bersaing siapa yang bisa menaikinya lebih dulu. Leo pun berlatih keras, tetapi tak pernah berhasil, dan tren itu pun berlalu. 

Namun suatu hari, Leo melihat seekor burung kecil terluka di atas pohon itu. 

Dia hanya bisa menatapnya, karena dia tak bisa memanjat. 

Saat itu, Al lewat dan setelah mendengar ceritanya, dia berkata, “Tunggu di sini,” lalu pergi. 

Tak lama kemudian, Al kembali dan dengan mudah mengembalikan burung itu ke sarangnya. 

Dia meminjam alat sihir mengambang dari ruang kaisar tanpa izin untuk menyelamatkan burung itu. 

Seperti itulah Al, selalu punya cara yang tak terpikirkan oleh Leo. Karena itulah Leo percaya bahwa kakaknya pasti bisa menjalankan perannya menggantikan dirinya. Dan dengan keyakinan itu, Leo pun memutuskan untuk sepenuhnya fokus menjadi seorang pemalas dengan segenap tenaga.

 

Bagian 7

Akhirnya pada keesokan harinya, Raja Albatro meminta untuk dijembatani dengan Rondine. 

Adanya jeda waktu memang membantu, tetapi sebagai sikap resmi negara, itu tergolong lambat. Ini menunjukkan betapa dalamnya kerenggangan antara mereka dan Rondine. Tapi, jika negara sampai runtuh, segalanya akan berakhir. 

“Kalau begitu, aku serahkan padamu, Pangeran Leonard.” 

“Ya, Yang Mulia. Mohon percayakan pada saya.” 

“T-Tapi, benarkah Anda akan menempuh jalur laut...?” 

Dengan raut wajah dipenuhi ketakutan, sang raja memandang laut. 

Saat ini, kami berada di pelabuhan. Setelah menerima permintaan, aku memerintahkan persiapan keberangkatan kapal. 

Penduduk Kerajaan Albatro yang mengira kami akan menempuh jalur darat tampak terkejut bukan main, bahkan sekarang pun mereka masih menatapku seolah tak percaya. 

“Jalur laut lebih cepat. Ibu kota Kerajaan Rondine juga kota pelabuhan. Dalam dua hari kami akan tiba. Tak ada waktu untuk disia-siakan.” 

“Tapi laut itu dihuni oleh Leviathan...” 

“Kami membawa meriam sihir yang kami pinjam dari kerajaan ini. Lagipula, jika kami tak melakukan apa pun, Leviathan tak akan menyerang. Kalau aku jadi naga itu, yang paling kukhawatirkan adalah penyegelan kembali. Artinya, perhatian Leviathan terfokus di sini. Mohon berhati-hatilah.” 

“A-Ah... Saya benar-benar menyesal telah merepotkan Anda. Tolong jaga diri baik-baik.” 

“Meskipun saya hanyalah orang yang tak seberapa, mohon percayakan pada saya.” 

Setelah mengucapkan itu, aku berbalik untuk berpisah dari sang raja. Namun, seseorang memanggilku dari belakang. 

“P-Pangeran Leonard! Mohon tunggu sebentar!” 

“Apa itu Pangeran Julio? Apakah sudah tak apa berdiri?” 

Didampingi para pengikutnya, Julio muncul. Seharusnya dia masih beristirahat. Meski begitu, dia melangkah sendiri hingga sampai di sampingku, lalu membungkukkan tubuhnya dalam-dalam. 

“Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih sebelum keberangkatan Anda. Terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah menyelamatkan begitu banyak orang.” 

Dia tidak langsung membahas dirinya atau kakaknya yang telah diselamatkan, melainkan lebih dulu menyoroti para penyintas lainnya. Pola pikir seperti ini sangat mirip dengan Leo. Julio pastilah seorang yang juga berhati lembut. 

“Saya hanya menolong karena ada banyak orang yang meminta pertolongan di depan mata. Tidak ada hal istimewa yang saya lakukan.” 

“Namun, faktanya tetaplah Anda telah menyelamatkan mereka. Saya tidak akan pernah melupakan kebaikan ini.” 

“...Itu terlalu berlebihan. Tapi, saya tidak keberatan. Kalau begitu, suatu hari nanti, kembalikanlah budi ini.” 

Aku berkata demikian sambil tersenyum ala Leo dan berbalik. Tapi Julio kembali memanggilku. 

“Pangeran Leonart! S-Saya ingin menjadi seperti Anda! Apa yang harus saya lakukan agar bisa menjadi orang sebaik Anda?” 

Sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Aku memang menganggap Leo orang hebat, tapi aku tak pernah berpikir dia adalah sosok sempurna. Di balik kelebihannya, ada pula kekurangan. Itulah Leo. 

Tak ada pilihan, sebaiknya aku jawab sejujurnya. 

“Pangeran Julio. Leonard Lakes Ardler tidak seagung yang kamu bayangkan. Ada orang yang memuji saya karena sifat saya yang baik, tetapi ada juga yang menyebut saya terlalu lembek. Ada yang memuji saya karena berani, tapi juga banyak yang menilai sembrono dan ceroboh. Bahkan saya sendiri merasa idealisme saya adalah kekurangan sebagai seorang pangeran atau calon kaisar yang harus membuat keputusan realistis. Anda mungkin melihatnya sebagai pahlawan, tapi saya jauh dari sosok ideal seperti itu.” 

“N-Namun...!” 

“Saya tahu. Meskipun begitu, jika Anda tetap ingin menjadi seperti saya, saya akan memberi Anda satu nasihat. Saya tak pernah ragu terhadap hal yang saya anggap benar. Itu adalah satu-satunya hal yang patut saya banggakan. Kekurangan lainnya akan ditutupi oleh para bawahan. Tapi dalam mengambil keputusan, seorang raja akan selalu sendirian. Itulah sebabnya saya tak boleh ragu saat harus membuat keputusan penting. Ketika saya menyelamatkan para penyintas pun, saya melakukannya karena saya yakin itu benar. Apa pun hasilnya, selama saya yakin, saya akan bertindak tanpa ragu. Jika Anda ingin menjadi pangeran yang membanggakan, jangan pernah ragu pada hal yang Anda anggap benar.” 

“Y-Ya! Kata-kata itu akan saya ingat dalam-dalam!!” 

Julio menunduk. Kata-kata tadi adalah kesan jujurku tentang Leo. 

Secara pribadi, aku merasa Leo sebenarnya tidak cocok menjadi kaisar. Kakak tertua kami yang dulu adalah putra mahkota bersikap lembut tapi mampu membuat keputusan tanpa terbawa perasaan. Sementara Leo terlalu lembut. Dia pasti akan terpengaruh oleh emosi. Namun, Leo tidak pernah ragu. Sikap manis atau idealis itu bisa diatasi oleh para pembantunya. Yang penting adalah dia mampu membuat keputusan. 

Seorang kaisar tak harus sempurna. Tak perlu kuat. Tak perlu pandai bersiasat. Selama dia benar-benar memikirkan kepentingan Kekaisaran dan mampu mengambil keputusan penting, itu sudah cukup. 

Itulah alasan aku mendukung Leo sebagai kaisar. Tiga kandidat lainnya memang berbakat, tapi mereka semua memiliki ego yang tinggi. Mereka mengutamakan diri sendiri dulu, baru Kekaisaran. Jika mereka menjadi kaisar, maka Kekaisaran pun akan seperti itu. Aku harus mencegahnya. 

“Kalau kubilang ke Leo, mungkin dia akan bilang, ‘Kalau begitu, Kakak saja yang jadi kaisar.’”

Aku bergumam pelan agar tak terdengar oleh siapa pun, lalu menaiki kapal. Aku memang tidak cocok menjadi kaisar. 

Itu pun diakui oleh mentorku, yang juga mantan kaisar sekaligus kakek buyutku. Menurut beliau, yang paling dibutuhkan seorang kaisar adalah semangat. Kalau itu tidak ada, maka meski semua syarat lainnya terpenuhi, tetap saja tidak cocok. Yang dimaksud dengan “semangat” di sini bukan semangat untuk menjadi kaisar, melainkan semangat terhadap segala hal. Artinya, orang yang mudah malas tidak cocok menjadi kaisar. 

Aku rasa itu benar adanya. Baru beberapa hari meniru Leo saja, mentalitasku sudah kacau balau. Aku ingin cepat-cepat kembali bermalas-malasan. 

“Berlayar! Menuju Kerajaan Rondine!” 

Dengan pikiran seperti itu, aku mengeluarkan perintah. Jika sudah berkumpul kembali dengan Leo, mungkin pikiranku bisa sedikit tenang. 

Sembari menahan rasa ingin buru-buru, aku pun memulai perjalanan ke lautan tempat naga laut berada.


* * *


Hari keberangkatan berlalu tanpa insiden. Lalu hari kedua pun tiba.

Saat kami meninggalkan wilayah laut Kerajaan Albatro dan memasuki wilayah laut Kerajaan Rondine, itulah saatnya terjadi. 

Tiba-tiba, suara erangan bergemuruh dari dasar laut.

“A-Apa itu?”

“Apa lautnya sedang berteriak?”

“Sial! Semuanya, siaga tempur!” 

Dek kapal menjadi ramai. Namun aku tetap tenang, keluar dari kamar dan naik ke geladak.

Kapal ini sudah dipasangi penghalang. Penghalang untuk menyamarkan keberadaan. Itulah alasan aku memilih jalur laut. Tapi tak kusangka akan bertemu dengannya di sini. 

“Semua, tenanglah! Sudah terlambat. Sekarang, kita hanya bisa melewatinya.”

“T-Tapi, Paduka...”

“Dia sudah ada di bawah.” 

Wujudnya tak terlihat. Kemungkinan besar dia sedang bergerak di laut dalam.

Tanpa penghalang penyamaran ini, bisa saja kami sudah ditenggelamkan hanya untuk main-main.

Dalam legenda yang tersisa di Kerajaan Albatro, makhluk itu digambarkan memiliki tubuh panjang lebih dari lima puluh meter, lengkap dengan sayap dan empat kaki layaknya seekor naga. Tapi sekarang tak ada yang bisa dikonfirmasi. Meski begitu, keberadaannya di bawah sana jelas terasa.

Tak hanya aku, tapi semua orang di sini menyadarinya lewat insting dasar manusia. Semua menahan napas, dan itu bukti yang tak terbantahkan. Mereka merasakan ancaman terhadap hidup mereka. Naga adalah pemangsa, dan manusia adalah yang dimangsa. Itu sudah seperti hukum mutlak. 

Setelah beberapa saat, aku bisa memastikan Leviathan sudah lewat. Namun aku tak mengatakan apa pun. Waktu terus berlalu lebih dari satu jam tanpa ada yang bergerak, hingga akhirnya Marc membuka suara, mengatakan mungkin sekarang sudah aman. Lalu kapal pun melanjutkan perjalanan menuju Rondine. 

“Aku sungguh mengira ini akhir hidupku tadi...”

“Ya. Aku lengah. Tak kusangka akan bertemu dengannya di tempat seperti ini.”

“Benar juga. Tapi kenapa dia ada di sini?”

“...Bagi makhluk itu, semua manusia adalah musuh. Dia tidak kenal konsep negara. Entah dia hendak menyerang Rondine, atau sedang dalam perjalanan pulang setelah menyerang. Bagaimanapun, kurasa Rondine sedang mengalami masalah besar.” 

Dan seolah membenarkan firasat burukku, terdengar suara laporan keras dari kejauhan.

“Yang Mulia! Rondine sedang diserang oleh monster!”

“Seperti yang kuduga...” 

“Paduka, mulai sekarang mohon jangan ucapkan pikiran semacam itu!”

“Kalau tahu sebelumnya, kita bisa bersiap, bukan?”

“Ada juga yang menganggap, kalau Anda mengatakannya, itu benar-benar terjadi.”

“Aku bukan dewa yang punya kekuatan semacam itu.” 

Sambil berkata begitu, aku naik ke dek dan menatap kota utama Rondine dari kejauhan.

Benar saja, kota itu sedang diserang oleh monster berbagai ukuran. Di tengah semua itu, satu kapal terlihat berlayar dan menahan monster di laut.

Bendera yang dikibarkan adalah bendera Kekaisaran. Seperti yang kuduga, dia memang cepat mengambil keputusan. 

“Majukan kapal secepatnya. Kita bantu Kakak!”

“Dimengerti! Semuanya, siaga tempur! Siapkan juga meriam sihir yang dipinjam dari Kerajaan Albatro!” 

Kapten memberikan perintah dengan penuh semangat.

Sepertinya dia sangat senang karena akhirnya bisa menggunakan senjata yang dipinjamkan untuk melawan naga laut.

Aku memasang pedang milik Leo di pinggangku, meski terasa berat. Aku tahu aku takkan bisa mengayunkannya dengan baik. 

“Baiklah, apa ini kesempatanku untuk menyelesaikan peranku?” 

Dengan pikiran itu, kami pun melaju lurus menuju Rondine.

 

Bagian 8

Leo bisa berangkat di tengah situasi mendadak itu pada dasarnya karena kebetulan belaka.

Saat monster muncul, Leo sedang memeriksa barang-barang yang akan dimuat ke kapal. Meski sebenarnya, dia hanya melakukan pengecekan terakhir dengan malas, layaknya Al. 

Namun, begitu monster muncul, Leo segera menyadari bahwa itu adalah keadaan darurat, dan langsung memerintahkan kapal untuk berangkat.

Berkat itu, mereka berhasil menghentikan beberapa monster di laut, dan berhasil mencegah meluasnya kerusakan. Tapi, itu juga berarti mereka menjadi sasaran beberapa monster sekaligus. 

“Sial! Ada monster juga di sebelah kiri!”

“Abaikan saja! Fokus pada yang di depan dulu!” 

Atas perintah sang kapten, semua orang kembali menatap ke depan. Di sana, seekor ular laut raksasa mendekati mereka, panjang tubuhnya hampir sepuluh meter. 

Seekor ular laut. Dari bentuk dan kekuatannya, monster ini kadang disebut sebagai naga palsu. Monster ini dapat sangat berbahaya bagi manusia, dan tingkat ancamannya berubah tergantung dari tempat kemunculannya. Semakin sering menyerang kapal dan muncul di perairan dalam, maka peringkatnya bisa mencapai AA hingga AAA.

Konon, setengah dari seluruh kecelakaan laut disebabkan oleh ular laut ini. Kecuali naga laut yang jarang muncul, monster ini adalah yang paling ditakuti oleh para pelaut. 

Namun, sangat jarang sekali makhluk seperti ini muncul di dekat daratan.

Monster yang menyerang pelabuhan biasanya adalah monster yang juga bisa hidup di darat. Tapi ular laut pada dasarnya adalah monster laut. Bukan berarti mereka tidak bisa bergerak di darat, tapi mereka tak bisa hidup lama jika jauh dari laut. Jadi munculnya mereka di dekat darat sudah termasuk hal yang tidak wajar. 

“Kapten! Jangan memaksakan diri bertarung! Cukup tarik perhatiannya saja!”

“Yang Mulia mengucapkan hal yang sembrono! Kalau takut, lebih baik tetap di dalam kamar saja!” 

Leo, yang tengah berpura-pura sebagai Al, memberikan perintah. Namun karena Al selalu dianggap remeh, tak ada satu pun yang mendengarkan.

Hanya kapal ini satu-satunya yang berhasil berangkat. Jika kapal ini tenggelam, maka tak ada yang bisa menangani ancaman dari laut. Meski ular laut tidak naik ke daratan, jika kapal-kapal di pelabuhan hancur, itu sudah cukup untuk memberi kerugian besar bagi Rondine. Karena itulah, Leo menilai bahwa selama monster yang naik ke darat belum ditaklukkan, mereka harus fokus menarik perhatian ular laut. Itu adalah analisis situasi yang dingin dan logis. Namun sang kapten mengabaikannya dan tetap memulai pertempuran dengan ular laut. Leo pun mengernyitkan dahi. 

“Bagaimana sih kakak bisa membuat orang-orang mau bergerak mengikuti perintahnya...?” 

Manusia tidak akan mendengarkan perintah dari orang yang tak mereka percaya. Apalagi saat sedang dalam pertempuran.

Leo merasa bingung menghadapi kenyataan bahwa sosok bernama Arnold begitu tidak dipercaya hingga perintahnya bahkan tak dipertimbangkan. Namun saat itu, sebuah kapal tampak muncul di sisi kanan dari pandangannya. Begitu melihat kapal itu, Leo pun tersenyum dan memberi perintah keras pada sang kapten. 

“Kapten! Putar kapal, mengitari ular laut dari sisi kiri!”

“Yang Mulia, seperti yang saya bilang, jangan sembarangan mengucapkan hal seperti itu! Kami tidak punya kesempatan untuk...”

“Lakukan saja! Leo sudah tiba! Kita serang ular laut secara bersamaan!” 

Sambil berkata demikian, Leo menatap kapal yang mendekat dengan tampak penuh keyakinan.


* * *


“Kapten. Putar ke kiri.”

“Dimengerti! Buka meriam sisi kanan! Biar ular raksasa itu merasakan kekuatan meriam sihir terbaru kita!” 

Menangkap gerakan Al, Leo pun ikut menggerakkan kapalnya ke kiri.

Kemudian, mereka menempatkan ular laut di antara kedua kapal dan melewatinya secara bersilangan, lalu mulai menembakkan meriam secara serempak. Tidak ada jeda sedikit pun dalam koordinasi waktu mereka. 

“Tembak!”

Dengan aba-aba dari Al dan Leo, peluru pun meluncur dari kedua kapal secara bersamaan.

Meriam sihir adalah senjata yang menembakkan peluru dengan daya dorong dari kekuatan sihir penggunanya. Meriam sihir terbaru yang diadopsi oleh Kerajaan Albatro ini dapat menembakkan peluru bertenaga besar dengan konsumsi sihir yang lebih kecil. 

“Bagus! Luar biasa kekuatannya! Tembakkan lebih banyak lagi!”

Kapten kapal berseru dengan riang seperti anak kecil. Ya, tentu saja, batin Al. Melihat ular laut yang begitu ditakuti para pelaut dipukul habis-habisan tanpa bisa berbuat apa-apa adalah momen kegembiraan mutlak bagi mereka. Setelah rentetan tembakan berakhir, ular laut pun roboh ke laut.

Sorak sorai terdengar dari kedua kapal, namun pertarungan belum berakhir. 

“Monster lainnya menuju kapal adikku. Kapten! Bisa sejajarkan kapal kita ke sampingnya?”

“Itu perkara mudah!”

“Para kesatria, siapkan diri untuk naik! Kita akan mengusir monster yang sudah naik dengan pertarungan jarak dekat!” 

Sambil memberi instruksi, Al mulai mencari-cari Marc. Jika pertukaran antara Al dan Leo terjadi saat pertempuran, maka yang paling kewalahan adalah Leo. Dia akan terjebak dalam situasi yang tak dia pahami, tapi harus melakukan banyak hal.

Karena itu, Al ingin bicara dengan Marc dulu agar tidak timbul masalah. 

“Kesatria Marc!”

“Ya! Ada apa?”

“Aku akan bantu adikku. Mohon kamu kawal sisanya.”

“Dimengerti. Saya serahkan semuanya kepada Anda.” 

Dalam percakapan singkat itu, Marc langsung menangkap maksud Al dan menundukkan kepala. Al pun merasa terbantu memiliki seseorang yang bisa mengerti tanpa harus menjelaskan panjang lebar, dan menghela napas lega.

Karena sekarang dia harus membawa pedang berat yang tidak biasa dia gunakan menuju Leo. Tidak ada waktu untuk menjelaskan macam-macam. 

Di kapal tempat Leo berada, beberapa monster kecil telah merangkak naik.

Al menilai bahwa kapal itu menghadapi ancaman yang lebih ringan dibanding kapal mereka sendiri.

Setelah menyelaraskan posisi di samping kapal Leo, Al dan para kesatria segera menyeberang. 

“Serbu!” 

Al mengayunkan pedang beratnya sambil memberi aba-aba. Itu saja sudah cukup membuat lengannya terasa seperti hendak copot, dan wajah Al pun meringis. Dia pikir hebat sekali Leo bisa mengayunkan pedang seberat ini. Al pun berlari lurus menuju Leo. 

Al sempat berniat masuk ke ruangan dan bertukar peran dengan tenang. Tapi kenyataan tidak sebaik harapannya. 

“Waaaahhhh!!” 

Dari laut, ular laut yang semula diyakini sudah dikalahkan muncul kembali dengan raungan keras.

Gelombang besar air laut mengguyur tubuh Al dan yang lainnya.

Semua orang langsung memusatkan perhatian pada ular laut itu. Namun, hanya Al dan Leo yang tidak terpengaruh oleh pemandangan itu. 

Dengan lincah meluncur di atas geladak yang basah, Al melemparkan pedang dan sarungnya ke arah Leo.

Leo menangkapnya tanpa kesulitan, lalu melompat tinggi dan memberikan satu tebasan telak pada ular laut yang menganga hendak menyerang.

Tebasan itu menghantam tepat di mata monster tersebut. Dengan lolongan kesakitan, ular laut pun mundur dan menghilang kembali ke laut. 

Leo kemudian mendarat di dekat Al, berdiri membelakangi kakakknya. Pada saat itu, Al membungkukkan punggungnya membentuk postur membungkuk seperti biasanya, sementara Leo meluruskan punggungnya dengan tegap. Dengan rambut dan pakaian yang kini basah kuyup dan acak-acakan, perbedaan fisik di antara mereka nyaris tak terlihat. Hanya dengan perubahan kecil itu, keduanya berhasil bertukar peran secara sempurna.


“Telat, tahu...”

“Maaf. Aku terseret masalah yang merepotkan.”

“Menurutku ini sudah cukup merepotkan.”

“Dengar dan terkejutlah. Masih ada yang lebih merepotkan.”

“Wah, senangnya aku...” 

Saat keduanya bercakap-cakap tanpa rasa sungkan, seekor monster berbentuk katak menyerang ke arah Al.

Al berputar ke kiri. Tanpa sepatah kata pun, Leo menyesuaikan gerakannya dan menebas monster yang menyerang hanya dengan satu serangan. 

“Kok bisa sih kamu mengayunkan benda seberat itu? Ototku bakal remuk besok.”

“Berlebihan amat. Kamu cuma bawa pedangnya, kan.”

“Nggak juga, aku tadi sempat ayunkan, tahu.”

“Itu juga cuma sekali, kan? Gimana kalau kamu mulai latihan pedang aja sekalian? Kan bisa bikin aku lebih santai juga...”

“Ogah, deh. Lagipula aku nggak mau lagi tukar tempat sama kamu. Sekali saja cukup.”

“Kenapa memangnya? Jangan bilang kamu ngelakuin hal aneh pas pura-pura jadi aku?”

“Nggak kok. Aku memainkan peran Leo dengan baik dan terhormat. Itu sebabnya aku capek.”

“Aku juga sih. Capek harus berpura-pura jadi kakakku sepanjang waktu.”

“Kalau kamu harus berusaha keras buat jadi aku, berarti kamu jelas-jelas keliru.” 

Sambil mereka terus berceloteh, para kesatria menyelesaikan sisanya dengan menumpas monster yang tersisa. Setelah merasa tugasnya hampir selesai, Al mengangkat tangan dan meregangkan tubuh, lalu dengan malas memberi tahu. 

“Leoo, sisanya kuserahkan padamu. Aku mau ke pelabuhan bantu pertahanan.”

“Iya iya. Jadi aku yang harus bersihin semuanya ya, seperti biasa?”

“Tepat sekali. Urusan daratan biar Elna yang tangani. Lautan, kamu yang urus.”

“Masih sama aja, ya. Tapi ya sudahlah. Seperti biasa, kita bagi peran saja.” 

Setelah berkata begitu, Leo kembali ke kapal tempat Al datang, sementara Al tetap tinggal di kapal yang tadi dinaiki Leo.

Dengan begitu, keduanya pun akhirnya kembali ke posisi semula. 

“Yang Mulia, seberapa jauh garis pertahanan ingin ditarik mundur?”

“Serahkan saja pada kapten. Aku mau tidur di kamar.”

“Eh, maaf?”

“Lakukan sesukamu. Toh, Leo pasti beresin semuanya.”

“...Astaga. Kupikir Yang Mulia akan sedikit lebih bisa diandalkan selama Pangeran Leonard tidak ada...” 

Sambil mendengar gumaman kecil sang kapten, Al tersenyum masam memikirkan kerja keras Leo dan kembali ke kamar untuk rebahan di atas ranjang. Pada akhirnya, kapal Al tidak terseret ke dalam pertarungan, dan Al terlelap dalam tidur yang dia nantikan.

 

Bagian 9

Suara keras dari meriam sihir yang mengguncang akhirnya mereda, dan saat itulah aku terbangun.

Begitu naik ke geladak, pertempuran sudah berakhir.

Sepertinya Leo dan yang lain sedang memeriksa apakah masih ada monster yang tersisa. 

“Kalau memang sudah selesai, cepatlah kembali. Aku mau tidur di kastel.”

“Haa... Ayo pulang.” 

Disambut dengan tatapan heran dari seluruh kru kapal, aku kembali ke pelabuhan dan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di tanah Rondine. Yah, pelabuhannya sendiri tidak terlalu berbeda dari Albatro. Meski, yang di sana terlihat lebih ramai. 

Sambil memikirkan hal itu, Elna muncul melompat dari atap ke atap.

“Al!”

“Hei, Elna. Kerja bagus.” 

Aku melambai santai dan menyambut Elna. Dari situasinya, bisa ditebak bahwa hampir semua monster di daratan telah dibabat habis olehnya.

Monster yang tergeletak di mana-mana sebagian besar tumbang hanya dalam satu serangan, bukti betapa mematikannya dia. 

“Aku tidak merasa itu pekerjaan berat. Bukankah yang kewalahan itu justru kamu?”

“Ya juga sih. Aku capek banget.” 

Sebagaimana sahabat masa kecilku, dia langsung tahu aku adalah Al yang asli.

Bisa menebakku secepat itu menunjukkan betapa tajamnya mata Elna.

Sambil berpikir begitu, aku menengadah, dan tepat berada di posisi di mana aku bisa mengintip rok Elna. Tentu saja, dia mengenakan celana ketat hitam, jadi tidak ada pakaian dalam yang terlihat. Tapi kalau Leo yang melihat, dia pasti tetap akan bilang itu tidak sopan. 

“Elna, menurutku sebaiknya kamu tidak naik ke tempat tinggi begitu, deh.”

“Kenapa? Mau pura-pura jadi Leo? Itu nggak akan berhasil, tahu?”

“Yah, kalau kamu nggak keberatan sih, nggak masalah juga.” 

Elna tetap mempertahankan ekspresinya yang penuh percaya diri.

Pasti dia punya keyakinan mutlak.

Dan justru karena itulah aku jadi kepengin menggoyahkan kepercayaan dirinya. 

“Makanya, percuma saja! Aku ini pakai pelindung, tahu!”

“Ah, iya... Tapi itu sobek, lho?” 

Sejenak, ekspresi Elna menghilang dari wajahnya.

Lalu, dengan rona merah di pipinya, dia memprotes padaku. 

“A-A-Aku nggak akan tertipu dengan trik murahan itu!”

“Makanya aku bilang, kalau kamu nggak keberatan, ya sudah. Tapi, karena itu celana ketat hitam, kalau pakai pakaian dalam berwarna terang malah makin kelihatan.” 

“...”

Itu jadi pukulan telak. Elna pun membalikkan badan dan perlahan-lahan memeriksa bagian dalam roknya.

Dia memang biasanya suka pakaian dalam berwarna putih atau warna lembut. Kuharap dia akan tertipu kalau kubilang warnanya mencolok. Dan ternyata berhasil dengan sempurna. 

“D-Dimana? Bagian mana yang sobek, Al...?”

“Itu cuma bohong. Kamu harusnya sadar sendiri.” 

Sambil mengatakan itu, aku melenggang santai menuju kastil. Leo pasti akan pergi menyapa Raja, dan mungkin dia akan bilang bahwa karena ini situasi darurat, dia ingin bicara dengan kakaknya. Sebenarnya, tidak ada pilihan lain bagi Leo. Selagi menunggu, aku tak punya urusan. Jadi mending tidur di kastel. 

“Al...? Mau ke mana kamu?”

“Ke kastil.”

“Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja?”

“Justru kamu yang harus membiarkan aku pergi, kan?” 

Tempat ini baru saja jadi medan perang. Siapa yang tahu monster akan datang?

Kalau Leo sih mungkin bisa menanganinya, tapi aku harus segera mengamankan diri. 

“Di sisiku aman. Jadi tetaplah di dekatku.”

“Tanya ke hatimu sendiri. Sejak kapan dekatmu itu aman? Aku sudah beberapa kali hampir mati, tahu.”

“Itu karena kamu selalu ngomong yang aneh-aneh! Dan lagi, kenapa kamu tega bohong bilang celana dalamku sobek!?”

“Karena kamu keliatan terlalu percaya diri. Aku jadi pengen jahilin kamu.” 

“Kadang kamu tuh mirip banget sama Yang Mulia Kaisar... Beliau juga sering bilang nggak suka kalau ada yang keliatan terlalu tenang.”

“Yah, namanya juga ayah dan anak. Tapi ya, maaf deh. Tapi aku rasa, kamu sesekali harus coba pakai pakaian dalam yang lebih menantang.”

“Itu bukan urusanmu!” 

Kerah bajuku ditarik, dan aku diguncang hebat ke depan dan belakang.

Wah, dunia terasa berputar... 

Tepat saat aku merasa kesadaranku akan lepas, akhirnya dia melepaskanku.

Karena aku tak bisa bergerak sesaat setelah itu, aku akhirnya ikut naik ke kereta yang dikirim untuk menjemput Leo.


* * *


“A-Apa katamu!? Naga laut telah terbangun!?” 

“Benar, Yang Mulia. Tiga kapal perang terbaru milik Kerajaan Albatro telah ditenggelamkan. Serangan monster kali ini juga kemungkinan besar berkaitan dengan naga laut.” 

“K-Kalau begitu, kalau benar naga laut itu telah muncul... Maka negara kita pun tak bisa hanya diam berpangku tangan, ya...?”

Melihat Raja Rondine yang mulai panik, aku menghela napas dalam hati. Padahal kupikir aku bisa santai sejenak, tapi gara-gara Elna berkata, “Kalau begitu, kenapa tidak bertukar lagi saja?” aku akhirnya kembali berdiri di hadapan Raja Rondine, berpura-pura sebagai Leo. Yah, memang benar akan lebih cepat jika aku yang menyampaikan penjelasan ini daripada menjelaskannya ke Leo dulu. Tapi tetap saja, rasanya tidak sudi. 

“Benar. Karena itu, Raja Albatro telah meminta Kekaisaran menjadi perantara dengan Kerajaan Rondine. Yang Mulia, sebagai duta besar penuh kuasa dari Kekaisaran, izinkan saya menyampaikan usulan: dalam situasi darurat ini, lupakan sejenak dendam masa lalu dan bentuklah aliansi anti-naga bersama Kerajaan Albatro. Kekaisaran berjanji akan mendukung aliansi ini sepenuhnya.” 

“U-Umm... Tapi...” 

“Ada masalah, Yang Mulia?” 

“Apakah benar-benar negara kami akan terkena dampaknya?” 

“Saya mengerti. Memang belum ada bukti nyata. Namun, saat perjalanan ke sini, kami sempat berpapasan dengan naga laut yang bergerak dari arah perairan Rondine. Kami berhasil menghindarinya, tetapi fakta bahwa ular laut yang jarang sekali mendekati daratan muncul di perairan ini, cukup menunjukkan bahwa serangan monster kali ini kemungkinan disebabkan naga laut yang telah memasuki wilayah laut Rondine.” 

“T-Tapi tetap saja...” 

“Yang paling penting adalah bahwa wilayah perairan Rondine kini termasuk dalam wilayah pergerakan naga laut. Yang Mulia, pada titik ini, jalur pelayaran ke selatan sudah bisa dianggap diblokade oleh naga laut. Apakah Anda tidak menyadari bahwa situasi ini merugikan negara Anda?” 

Sebenarnya aku tak ingin memaksakan argumen seperti ini, tapi Raja Rondine terlalu lamban dalam mengambil keputusan, jadi aku mendesaknya dengan menjelaskan kerugian yang dihadapi Rondine. 

“Jika jalur laut terblokir, maka hanya jalur darat yang tersisa untuk perdagangan. Kerajaan Rondine memang menguasai dua pertiga wilayah semenanjung, tetapi hampir semua akses ke wilayah tengah dikendalikan oleh Kerajaan Albatro. Jika pengiriman barang harus melalui darat, maka pihak yang dirugikan adalah Kerajaan Rondine.” 

“A-Apa itu benar...?” 

“Jika jalur pelayaran kami juga terblokir, Kekaisaran pun tidak dapat memberikan bantuan. Sekarang Anda mengerti, bukan? Jika Anda hanya berpangku tangan dan tidak bergerak menghadapi naga laut ini, itu berarti Anda menerima kondisi tersebut. Tentu saja, jika Anda yakin mampu menghadapi Kerajaan Albatro dalam kondisi itu, saya tidak akan menghentikan Anda. Namun, saya tidak bisa menjamin pihak mana yang akan didukung Kekaisaran.” 

Begitu aku mengakhiri dengan kalimat andalan itu, wajah Raja Rondine langsung pucat.

Kekaisaran adalah negara besar. Hanya dengan menyiratkan akan turut campur saja sudah cukup untuk membuat panik negara-negara kecil atau menengah.

Apalagi Rondine memang sedang berusaha meminta bantuan dari Kekaisaran. Jadi kata-kataku pasti terasa jauh lebih berat dari yang kubayangkan. 

“A-A-A-Aku mengerti! Aku akan menerima usulan aliansi itu. Dalam menghadapi naga laut, negeri kami tidak akan segan bekerja sama dengan Kerajaan Albatro!” 

Akhirnya dia memutuskan juga. Dengan ini, Kerajaan Albatro bisa mengajukan permintaan resmi ke guild petualang.

Atau mungkin mereka bahkan sudah mengajukannya. Lagipula, mereka tidak mungkin berharap Kekaisaran akan gagal sebagai perantara. 

Baiklah, dengan ini tugas Arnold sudah selesai. Sebelumnya aku sudah memberitahu Elna dan Leo bahwa aku hanya akan membujuk Raja, dan sisanya mereka boleh urus sendiri. Kemungkinan besar, Rondine akan mengirim armadanya ke Albatro untuk menghadapi naga laut. Tapi aku tidak akan ikut dalam rombongan itu.

Karena dari sini, saatnya aku bergerak dari balik bayangan.


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment



close