Penerjemah: Randika Rabbani
Proffreader: Randika Rabbani
Jangan lupa buat join ke grup whatsapp Fanservice karena admin sana dah bersedia buat kasih hasil pesanan jasanya dari Hinagizawa Groups buat diunggah ke website Kaori Translation
Ini Linknya: https://chat.whatsapp.com/HLeZcbosBqsJWktlZvriUR
Chapter 3 - Beginilah Caranya Bersikap di Pesta Penyambutan!
Setelah makan siang dengan 'istri'-ku, dia tidak pernah lagi mendekatiku. Yah, wajar saja kalau begitu setelah akhir yang canggung kemarin. Masa orientasi berlalu tanpa masalah khusus. Dan hari Sabtu pun tiba.
"Ara? Kamu datangnya cepat sekali? Padahal masih dua puluh menit sebelum waktu janjian?"
Tempat janjian kami adalah kafe dekat Stasiun Shimoki-tazawa. Dan di dalam kafe ini sudah ada Ayashiro, sedang menikmati teh dengan anggun.
"Aku tinggal di daerah sini, jadi wajar kalau cepat. Kau sendiri juga cepat kan."
Aku memang tinggal di daerah ini sekarang. Dari Shimo-kita ke Kampus Komaba hanya beberapa stasiun, dan kalau niat bisa jalan kaki atau naik sepeda.
"Ara? Kamu tinggal di sini ya. Harusnya bilang dong dari awal. Aku tadi siang keliling toko baju lho. Padahal bisa kujadikan pembawa barang belanjaan."
"Hee. Beli sesuatu?"
"Jaket yang aku pakai ini. Keliatan dewasa dan bagus kan?"
Hari ini Ayashiro menata rambutnya kuncir dua atas. Dan seperti dia biasa, style-nya hitam x pink yang berbau chuunibyou. Hanya saja entah kenapa hari ini terlihat lebih dewasa. Terutama jaket gaya pengendara motornya yang memberikan kesan dewasa.
"Bagus kok. Menurutku cocok dengan kemejanya, dan kelihatan seperti wanita dewasa."
Menurutku hebat sekali bisa mempertahankan elemen Jirai-kei sekaligus menampilkan kedewasaan. Mungkin ini hanya bisa dilakukan karena Ayashiro punya kecantikan luar biasa.
"Terima kasih. Tapi aku belum bisa dibilang dewasa. Aku belum pernah menghabiskan malam dengan siapa pun. Tubuh ini belum mengenal rasa sakit maupun manisnya..."
"Selalu saja menyelipkan lelucon jorok kalau ada kesem-patan! Kenapa sih kau suka sekali lelucon jorok! Kuberitahu ya, kalau bukan aku, semua orang akan tidak nyaman tahu! Terus jangan sekali-kali bilang begitu di pesta penyambutan hari ini, mengerti?!"
"Fufufu, aku tahu kok. Kalau ngobrol jorok di tempat minum, nanti kamu disangka cowok perjaka nggak populer kan. .….Kenapa ya mereka gampang sekali salah sangka.…. huuh..."
Ah, dia mengucapkan sesuatu yang kedengarannya kelam. Sebaiknya kuabaikan saja. Aku pun pada dasarnya termasuk pihak yang tidak populer. Karena aku melakukan lompatan waktu, tubuhku ini perjaka. .….Lagipula aku hanya kenal wanita selain istriku, dan dia berselingkuh, malah jangan-jangan aku ini perjaka sejati?
"Jadi, sirkel yang mengadakan pesta penyambutan hari ini kelompok macam apa?"
"Yah. Tipe serius kali? Organisasi resmi universitas yang dibimbing oleh profesor dari Fakultas Pendidikan, jadi benar-benar terstruktur. Mungkin mirip organisasi non-pemerintah dibidang pendidikan?"
Aku tahu sirkel itu. Sirkel tipe peduli/intelek dalam arti yang benar, yang melakukan kegiatan terhormat.
"Lho eh? Tipe serius sekali ya. Kenapa kau tertarik?"
Jujur aku kaget. Aku memang berpikir Ayashiro punya sisi serius di dalam dirinya, tapi ini benar-benar kelihatan serius. Rasa simpati mulai tumbuh padanya.
"Masalah pendidikan itu mencakup banyak hal, tapi sirkel hari ini ngelakuin dukungan buat ngatasin kesenjangan pendidikan bagi masyarakat miskin. Kamu pasti paham kan? Berapa banyak uang yang dikeluarin buat masuk universitas kita?"
"Yah.…. Aku lulusan SMA negeri, tapi biaya bimbingan belajar lumayan banyak kan. Jujur aku tidak mau menghitung-nya."
"Aku juga gitu. Aku itu, lulusan SMA swasta unggulan ternama. Selain biaya sekolah di sana, ada juga guru privat, bimbel, sampai uang buku referensi. Banyak banget uang yang keluar. Untungnya ayahku kaya, jadi nggak masalah sama sekali sih."
Ada satu sisi gelap di universitas kami. Universitas negeri biaya kuliahnya murah. Tapi tingkat kesulitan ujian masuknya tidak main-main. Untuk menembusnya, butuh uang dalam jumlah yang tidak main-main untuk bimbel, buku referensi, dan lainnya.
Makanya ada gosip yang seolah-olah benar bahwa rata-rata pendapatan keluarga mahasiswa kami lebih tinggi dari universitas swasta.
Secara pengalaman pribadi pun, rasanya teman seang-katanku banyak yang kaya. Menurutku ini jelas aneh.
Universitas yang mudah dimasuki orang kaya biaya kuliahnya murah, sementara mereka yang tidak punya uang dan tidak bisa belajar hanya bisa masuk universitas swasta yang mahal. Ada kesenjangan yang tidak adil di sana.
Setelah lulus pun, lulusan universitas kami akan menda-pat perlakuan istimewa di masyarakat. Pendidikan tinggi juga adalah tiket menuju penghasilan tinggi. Dan kesenjangan itu terus menerus berulang selamanya.
"Sirkel itu ngebuat sama bagiin buku teks original, atau nyebarin video pembelajaran persiapan ujian universitas gratis lewat internet. Aku pengen terlibat dalam hal seperti itu."
"Begitu ya. Hal seperti itu memang bagus ya. Benar. Melakukan sesuatu demi orang lain itu hal yang baik."
"Aku jadi senang kalau kamu bilang gitu. Makanya aku pengen kamu bantu aku di pesta penyambutan hari ini."
"Jadi tameng peluru ya?"
"Bener. Cowok-cowok pasti akan ngerumunin aku, jadi tolong kamu pasang muka serem sambil bilang, 『Jangan sentuh wanita-ku!』 gitu."
"Eee. Itu sih agak... norak sekali kan! Yah, aku bisa jadi tembok penghalang sih. Kalau aku ada di dekatmu, mungkin bisa lah menyingkirkan sebagian besar laki-laki."
Meskipun begitu, mungkin masih akan banyak yang nekat mendekat demi mencari kesempatan.
"Sirkel hari ini ada seleksi lho. Yang wawancarain juga para profesor, jadi ini serius banget. Aku ingin mastiin dikenal dengan baik."
"Kalau begitu memang tidak ada waktu untuk meladeni cowok yang menggoda ya. Yah, serahkan penjagaan padaku. Akan kuantar kau dengan baik."
Lalu kami pun berangkat menuju izakaya tempat pesta penyambutan diadakan.
*
Apa hal penting dalam pesta penyambutan? Itu mencakup banyak hal. Secara pribadi, menurutku yang pertama adalah tempat duduk. Pesta penyambutan dari sirkel yang baik hati biasanya akan mengarahkan penempatan agar mahasiswa baru dan para Senpai bisa bercampur dengan baik. Menurutku yang terbaik adalah undian tempat duduk. Tapi kali ini agak berbeda. Aku harus menghindari terpisah dari Ayashiro. Namun kekhawatiran itu tidak perlu. pesta penyam-butan kali ini diadakan di ruangan lesehan yang luas dan bebas pilih tempat duduk.
Ngomong-ngomong, tips mengamankan tempat duduk di pesta penyambutan menurutku adalah jangan datang terlalu awal. Kuncinya adalah duduk di dekat Senpai yang paling berpengaruh saat kursi sudah terisi sekitar setengahnya. Orang yang berani duduk dekat Senpai di pesta penyambutan biasanya akan disayang. Dikenali wajahnya adalah hal yang paling penting. Dan sebaliknya, lebih baik hindari duduk di dekat gadis cantik.
Terus terang saja, pesta penyambutan bukanlah tempat mencari jodoh. Aku yang introvert ini tahu karena mengama-tinya dengan baik di dunia putaran pertama. Para gadis juga tidak terlalu suka digoda saat pesta penyambutan. Mereka cenderung ingin diperhatikan oleh para Senpai. Begitulah menurutku. Meskipun soal ini sepertinya perlu riset lebih lanjut ke depannya. Suatu saat aku ingin menyusun strategi penaklukan seperti itu untuk menyelamatkan para introvert.
"Nah, bagusnya kita duduk di mana ya?" kata Ayashiro.
"Yah, tunggu sebentar."
Tentu saja aku punya sedikit pengetahuan masa depan tentang hubungan antar manusia di sirkel ini. Yang pertama harus diincar adalah tempat di dekat ketua saat ini. Tapi area itu sudah terisi. Jadi yang kuincar adalah.
"Di depan gadis berkacamata itu posisi bagus. Orang itu mungkin akan jadi ketua berikutnya."
Ada seorang gadis berpenampilan sederhana dengan rambut cokelat gelap dan berkacamata. Aku pernah bertemu dengannya di masa depan. Saat itu dia menjabat sebagai ketua sirkel ini.
"Apa itu? Tau darimana?"
Pengetahuan masa depan! Tentu saja aku tidak bisa bilang begitu, jadi aku mengelak sebisanya.
"Dia mahasiswi Fakultas Pendidikan tahun kedua. Aku tahu karena kami berpapasan di kampus tempo hari."
Yah, itu bohong sih. Ayashiro menatapku curiga, tapi dia mengangguk setuju.
"Oh gitu. Kalau kamu bilang gitu, ayo kita lakukan."
Lalu kami duduk di depan mahasiswi tahun kedua itu. Senpai itu menatap kami tajam. Bukan sedang melotot. Hanya saja karena dia serius, dia tidak bisa memulai percakapan duluan. Orang ini adalah tipe introvert yang serius. Jadi aku yang memulai percakapan.
"Salam kenal, Senpai. Aku Tokiwa dari Jurusan Arsitek-tur tahun pertama. Ini Ayashiro dari Fakultas Hukum. Mohon bantuannya hari ini."
"Ah. Iya! Mohon bantuannya! Aku Katou dari Fakultas Pendidikan tahun kedua."
Secara pribadi, menurutku kalau berhadapan dengan tipe serius, perkenalan diri cukup dengan nama keluarga saja, tidak perlu nama lengkap. Introvert benci budaya tipe yang heboh atau sok asik yang langsung memanggil nama kecil. Orang ini juga tipe yang membenci hal itu.
"Ngomong-ngomong, rasanya aku berpapasan dengan Katou-senpai di kantin mahasiswa tempo hari, Senpai pesan menu spesial harian kan waktu itu?"
"Ah un! Iya iya! Kroket spesial hari Rabu enak lho! Lagipula kita ternyata pernah berpapasan ya! Wah kebetulan sekali ya! Menarik ya!"
Padahal bohong. Aku sama sekali tidak mendekati kantin mahasiswa demi kabur dari 'istri'-ku.
"Hee begitu ya. Lain kali aku coba deh! Jadi tidak sabar. Ahaha."
Suasana jadi cair dan akrab. Wajah Katou-senpai dipe-nuhi senyum ramah. Saat itu, aku merasakan sentuhan lembut dan geli di pahaku. Ayashiro menempelkan jari telunjuknya di pahaku. Ayashiro tersenyum lembut dengan bibir merahnya. Lalu dia menelusuri pahaku dengan jarinya.
Da-sar Pem-bo-hong.
Ayashiro menelusurinya seperti itu di pahaku. Sensasi jarinya terasa geli, dan sangat manis, entah kenapa terasa nyaman. Senyum Ayashiro seperti anak usil dan mata birunya penuh pesona menggoda yang tidak tertahankan.
"Yaa~. Para mahasiswa baru sekalian! Waktunya sudah tiba! Mari kita mulai pesta penyambutan-nya! Tolong angkat gelasnya! Selamat atas kelulusannya! Kanpai!" (Bersulang)
" " " " " "Kanpai!!!" " " " " "
Dan pesta penyambutan pun dimulai.
Setelah bersulang, tawa dan obrolan ramai terdengar dari berbagai sudut ruang pesta. Sirkel ini memperlakukan mahasiswa baru dengan sopan. Ada suasana ramah di mana para Senpai mendekati mahasiswa baru yang kelihatannya menyendiri. Kupikir ini sirkel yang bagus. Tapi tetap saja masalah kecocokan menjadi penghalang. Terus terang saja, Ayashiro dan Katou-senpai punya arah minat yang terlalu berbeda, jadi secara pribadi mungkin mereka sama sekali tidak cocok. Makanya di awal-awal pembicaraan mereka agak canggung.
Hanya karena aku yang pertama kali mengakrabkan diri dengan Katou-senpai lah percakapan mereka berdua bisa berlanjut. Kurasa tidak berlebihan jika kukatakan akulah yang menjembatani mereka berdua. Keputusan Ayashiro memba-waku adalah pilihan yang tepat. Tapi semangat Ayashiro terhadap kegiatan sirkel ini itu 'asli'.
"Ayashiro-san tertarik pada sirkel kami karena apa?"
Katou-senpai bertanya begitu pada Ayashiro. Wajahnya sedikit merah karena alkohol dan ekspresinya santai, tapi matanya serius. Dia mencoba menilai Ayashiro.
Mungkin untuk menanggapi keseriusan itu, Ayashiro pun memasang ekspresi tegas dan berwibawa lalu membuka mulutnya.
"Keluargaku dulu sering pergi ke luar negeri. Kami banyak mengunjungi negara. Termasuk negara-negara yang jarang didategin orang Jepang. Ada sesuatu yang aku lihat di sana."
"Apa yang kau lihat?"
"Suatu siang, aku berjalan di sebuah pasar sambil digan-deng ayah. Tempat itu benar-benar semrawut, aroma buah-buahan, bau amis ikan, bau darah daging. Semuanya nyampur. Bagi yang kebiasa hidup di Jepang, aroma seperti itu cukup bau. Terus disana, ayahku berhenti di depan sebuah toko. Kios kecil. Mereka ngejual jus dari buah lokal. Aromanya sangat lezat. Tapi... yang ngejual bukan orang dewasa. Itu anak kecil seusiaku saat itu, mungkin sekitar SD. Ayahku pesen dua botol jus, dan membayar dengan lembaran dolar Amerika Serikat. Di negara itu, kepercayaan pada mata uang negaranya sendiri tipis, jadi dolar beredar luas. Tapi, kalau bayar pake uang dollar, itu ngebuat kembalian jadi merepotkan. Harus memperhitungkan kurs tukar hari itu. Aku nggak bisa menghi-tungnya di luar kepala. Tapi anak itu ngehitungnya dalam sekejap dan ngembaliin uangnya dengan cepat. Ayahku terkesan terus kasih uang kembalian itu sebagai tip padanya. Lalu dia berkata padaku dalam bahasa Jepang, 'Kau lihat tadi kan? Anak ini punya kemampuan berhitung lebih hebat darimu, tapi di jam seperti ini dia tidak bisa pergi ke sekolah.' Aku sangat terkejut. Sampai rasa jusnya tidak terasa lagi. Aku pulang ke hotel hampir menangis. Aku nggak mengerti apa-apa dan memeluk ibuku. Kupikir ini nggak adil. Setiap kali kami bepergian, ayahku selalu menunjukkan sisi gelap dunia ini padaku. Mungkin dia cuma ingin memberitahuku betapa beruntungnya kami."
Aku dan Katou-senpai menyimak cerita Ayashiro. Kami pun lupa pada minuman kami dan hanya ingin mendengar kelanjutan ceritanya.
"Di dunia ini ada orang-orang yang mengalami ketidak-adilan, terjerumus dalam kemalangan bukan karena kesalahan mereka sendiri. Aku udah melihatnya. Aku udah berpapasan dengannya. Melihat hal seperti itu membuatku merasa ber-salah dan malu. .…. Tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa. Karena aku cuma anak kecil. Aku nggak bisa mengubah dunia. Tapi sekarang aku udah berdiri di ambang orang dewasa. Aku pengen ngelakuin sesuatu. Bukan karena rasa bersalah atau apa kok. Cuma aja, kalau aku bisa membagikan sedikit aja kebahagiaan yang aku miliki. Mungkin ketidakadilan yang aku lihat hari itu bisa terbayarkan. Jadi aku mau memulainya dari sekitarku dulu. Negara ini kaya. Seenggaknya jika dibandingkan dengan seluruh dunia, nggak ada negara lain yang seberuntung ini. Tapi di negara ini pun ada anak-anak yang nggak bisa sekolah karena berbagai alasan, seperti anak kecil hari itu. Satu orang aja cukup. Meski cuma satu orang, kalau dengan kekuatanku, anak seperti itu bisa sekolah terus meraih masa depan yang bermanfaat, aku sudah puas. Itulah alasanku datang ke sini."
Ayashiro tersenyum dengan raut agak sedih. Senyum itu membuat dadaku terasa sesak karena haru. Kupikir keinginan-nya adalah sesuatu yang mulia. Dan aku merasa bahagia bisa berada di samping orang seperti itu sekarang.
"Begitu ya.…. Ah, aku sampai tidak bisa berkata-kata. Tapi, ya. Cerita yang bagus. Ayashiro-san, kau orang yang luar biasa ya."
Katou-senpai juga terlihat terharu. Matanya berkaca-kaca menatap Ayashiro.
"Terima kasih, Katou-senpai."
Lalu keduanya mulai berdiskusi panas tentang masalah pendidikan di Jepang. Karena jurusanku berbeda, aku hanya melihat dari samping. Tapi aku tetap merasa senang. Ayashiro pasti akan bisa bergaul baik di sirkel ini. Karena aku bisa membantunya, aku juga senang bisa datang ke sini hari ini.
Aku diam-diam menjauh dari keduanya yang sedang berdiskusi panas. Tidak boleh mengganggu. Kalau sudah minum alkohol, jadi sering kebelet toilet. Aku pun pergi ke toilet sebentar. Saat kembali, tiba-tiba pemandangan tak menyenangkan masuk ke mataku.
"Makanya! Kita pimpin pendidikan negara ini terus bikin revolusi begitu lho! Keren kan!"
"...Eh... ...i-iya..."
Seorang cowok tahun pertama dengan aura khas debut universitas yang sok keren sedang mengganggu dengan menyebalkan seorang gadis tahun pertama berkacamata dengan poni panjang. Wajahnya tidak terlihat jelas, tapi gadis itu berpenampilan sederhana yang jarang ditemui zaman sekarang. Dia memakai Jeans, kemeja, dan kardigan.
Semuanya produk massal tanpa merek. Dan rambutnya hanya diikat ke belakang sebahu. Tapi ada satu bagian yang menonjol.
Payudaranya sangat besar. Sampai mendorong kemeja-nya hingga ketat. Padahal lengan dan kakinya kurus, dan dilihat dari garis pinggulnya pun bentuknya bagus dan tidak terlihat gemuk. Memang agak sulit dilihat karena kemeja dan kardigan, tapi sepertinya lekuk pinggangnya juga jelas ada. Postur tubuhnya luar biasa bagus.
"Lagian Yuzuriha-chan, gede ya? Pasti populer kan!"
Eh? Dia bilang begitu? Bahaya nih orang... Pelecehan seksual yang terlalu blak-blakan. Tapi gadis yang dipanggil Yuzuriha itu menunduk.
"...Nggak juga... nggak... populer... kok..."
Dia berkata begitu dengan suara lirih dan pelan. Dia tidak bilang 'tidak mau'. Tapi dia menarik kakinya ke dada seperti duduk memeluk lutut. Secara tak sadar mencoba menutupi dadanya.
"Masa sih! Ini buktinya aku kayaknya mulai suka sama Yuzuriha-chan deh!"
Cowok itu berkata begitu sambil minum alkohol. Tapi sudut bibir gadis yang menunduk itu membuat garis tak suka. Ini jelas arah yang tidak baik. Gadis itu mungkin akan pasrah terbawa arus tanpa bisa berbuat apa-apa. Setiap tahun di universitas mana pun pasti ada perempuan yang dimanfaatkan pria secara terpaksa karena tidak bisa menolak. Itu pasti akan menjadi luka baginya di masa depan. Makanya aku mengham-piri mereka berdua.
Cowok sok keren itu hendak melingkarkan tangannya ke bahu gadis sederhana itu. Gadis sederhana itu mungkin merasakannya. Tubuhnya sedikit meringkuk. Tapi dia tidak mencoba menolak dengan kata-kata. Bukan. Dia tidak bisa. Laki-laki introvert akan menjadi penyendiri. Dan perempuan introvert akan menjadi mangsa seseorang.
Keduanya tidak punya kata-kata. Karena takut, mereka tidak bisa bicara. Bahkan terhadap orang yang akan memang-sa mereka pun, karena takut dibenci, mereka tidak bisa bilang 'tidak mau'. Gadis sederhana itu sangat mirip dengan diriku di putaran pertama. Makanya aku menangkap dan menghentikan tangan cowok sok keren itu sebelum menyentuh si gadis sederhana.
"...Eh... Lho eh?"
Gadis sederhana itu mengangkat wajahnya dan menatapku. Matanya yang mengintip dari balik poni secara tak terduga terlihat manis, dan dia tampak terkejut.
"Oi!? Kau pegang apa hah!"
Cowok sok keren itu mulai sok hebat padaku.
Menyebalkan. Tipe orang seperti ini harus diberi tahu soal hierarki.
"Aa? Beraninya kau bicara seenaknya pakai bahasa santai padaku? Aku ini lebih tua darimu. Hormat sedikit!"
Aku sedikit menggertak. Agar dia salah paham.
"Eh!? Ah, Anda Senior ya... iya, itu..."
Cowok sok keren itu langsung ciut. Berhasil. Dia salah mengira aku senior. Tipe orang seperti ini lemah pada hierarki yang terlihat jelas. Dan karena dia punya aura kekanakan, dia pasti mahasiswa baru yang langsung lulus. Dia belum terbiasa dengan universitas, masih terbawa akal sehat zaman SMA. Lebih tua berarti senior. Padahal di universitas itu biasa saja ada teman seangkatan yang lebih tua. Masih naif sekali.
"Kau mau merusak reputasi kami? Di sirkel kami, pele-cehan seksual itu dilarang keras. Sekalipun kau mabuk, kau bisa langsung dikeluarkan. Ini bukan sirkel acara atau sirkel seks bebas. Tidak akan kami manjakan. Mengerti, hm?"
"Eh... iya... habisnya dia kelihatannya nggak keberatan. Makanya nggak sengaja."
"Bukan nggak sengaja padaku, Bodoh. Kalau tadi aku tidak hentikan, kau pasti sudah kena sanksi disiplin dari universitas. Paling parah bisa dikeluarkan mungkin?"
"Eh, bukan bukan! Bukan begitu!"
"Bukan bukan apanya. Yah, untung kuhentikan tepat waktu jadi kau selamat."
Kunci saat mengancam lawan adalah dengan menjual jasa. Aku belajar ini saat zaman kerja di putaran pertama dulu ketika kelompok anti-sosial terlibat dalam pekerjaan. Sisi gelap industri konstruksi itu dalam.
"Ah, terima kasih."
"Nah begitu. Bisa berterima kasih itu bagus. Pergi sana. Menghilang dari depan gadis ini. Pergilah ke tempat lain. Kuberitahu, jangan bicarakan kesalahanmu ini di tempat lain. Jangan membuatku malu. Paham?"
Terakhir aku menatapnya tajam. Cowok sok keren itu mengangguk-angguk, lalu menjauh dari si gadis sederhana. Ruangan lesehan ini luas. Dia pergi ke kelompok temannya yang agak jauh dan mengalihkan pandangan dari sini. Dia berhasil kutakuti.
"A-anu, t-terima kasih banyak. Se-Senpai-sama..."
Senpai-sama... Anak ini sepertinya terlalu gugup atau terlalu takut. Aku duduk di sebelah gadis sederhana itu. Cowok sok keren tadi masih mengawasi dari sini, jadi aku ingin menjaganya.
"Senpai-sama itu aneh tahu. Lagipula tadi itu gertakan saja. Aku juga mahasiswa tahun pertama sama sepertimu. Mahasiswa pengulang sih! Kukuku."
Gadis sederhana itu memasang wajah bengong, lalu tak lama kemudian tersenyum.
"Oh begitu ya. Terima kasih."
"Tidak usah pakai bahasa formal juga tidak apa-apa. Mau mahasiswa pengulang atau yang langsung lulus, kalau seangkatan itu biasanya pakai bahasa santai kok."
Ini masalah umum mahasiswa baru yang langsung lulus, sering terlanjur pakai bahasa formal ke mahasiswa pengulang. Sebaliknya, mahasiswa pengulang sering pakai bahasa santai ke kakak kelas yang seumuran dan cenderung bikin orang tidak suka. Bahasa Jepang itu sulit.
".….Anu, aku, itu, cuma bisa pakai bahasa formal... logat aku, itu terlalu kental... kalau bukan pakai desu/masu tidak bisa bicara lancar."
"Ah begitu. Hee, asalmu dari mana? Ngomong-ngomong aku dari Hokkaido."
"Dari Satsuma."
"Ah... begitu..."
Lagian Satsuma... cara menyebut yang kuno ya, pikirku. Tapi logat daerah sana memang sulit didengar/dipahami oleh orang area Kanto sih. Jadi bisa dimaklumi.
"Dia masih melihat ke sini, ayo kita ngobrol sebentar."
Gadis sederhana itu tersentak dan mengarahkan wajah-nya ke arah cowok sok keren tadi. Dia menutup erat bibirnya, lalu mengangguk padaku.
"Boleh tahu namamu? Aku Tokiwa Kanahisa dari Fakul-tas Teknik Jurusan Arsitektur. Boleh panggil Kanata juga."
"...Kanata-san ya. Aku Kouyou Yuzuriha. Dari Fakultas Sains Jurusan Matematika."
"Eh? Serius!? Kau hebat ya! Jurusan Matematika!?"
Jurusan Matematika di sini itu gila. Apanya yang gila? Semuanya gila. Isinya kumpulan orang yang kalau soal nilai matematika saja bisa lebih tinggi dari anak kedokteran. Tempat berkumpulnya orang-orang yang saking pintarnya sampai tidak masuk akal. Salah satu sarang para jenius di universitas kami. Ngomong-ngomong, ini juga salah satu tempat yang katanya rasio mahasiswa perempuannya paling rendah. Lagipula Universitas Kouto sendiri memang seperti sekolah khusus laki-laki, rasio pria dan wanitanya sangat timpang didominasi pria.
"Memang seharusnya aneh kan..... orang seperti diriku masuk matematika..."
"Tidak, bukan begitu! Jurusan Matematika itu kumpulan orang-orang jenius berbakat luar biasa, jadi aku malah kagum dan hormat!"
"Tapi di jurusanku cuma aku perempuan satu-satunya. Teman perempuan dari sekolah yang sama yang masuk universitas ini semuanya masuk Fakultas Sastra atau Fakultas Sosial... aku payah di Geografi dan Sejarah jadi tidak bisa masuk jurusan Soshum.…. malahan cuma matematika saja kelebihan diriku."
Bukankah biasanya orang masuk jurusan Soshum karena tidak bisa masuk jurusan Saintek? Cara merendah dirinya terasa janggal.
"Menurutku itu hebat lho! Benar! Cewek yang jago matematika itu keren sekali! Un!"
Tapi sepertinya pujianku nggak mempan pada gadis sederhana ini. Dia memeluk lututnya, dan menempelkan dahi di atas lututnya.
"Tapi semua orang di sekolah juga bilang aku terlalu jago matematika, jadi seperti cowok, nggak manis, jelek. Mereka bilang hormon wanitanya cuma ada di payudara.… karena cuma bisa matematika, dandan pun payah sekali.…. diriku..."
Entah kenapa dia jadi makin negatif sendiri. Gawat nih anak. Orang dengan pemikiran negatif seperti ini pasti keliha-tan gampangan sekali untuk pria hidung belang. Tadi itu selamat karena cowoknya cuma sok keren saja, kalau yang sudah berpengalaman, mungkin sekarang sudah di love hotel.
Mari ganti topik.
"O-oh begitu ya... Kouyou-san datang ke sini berarti tertarik pada pendidikan atau semacamnya ya? Mungkin ingin jadi guru di masa depan?"
"Sama sekali tidak tertarik. Aku, diajak oleh teman-teman dari sekolah asalku. Katanya ayo pergi ke pesta minum. Karena dulu sekolah khusus perempuan jadi tidak ada kesem-patan bertemu laki-laki, katanya karena sudah mahasiswa jadi ingin cari pacar, tapi aku tidak begitu paham soal itu, tapi aku juga tidak bisa menolak..."
Uwah... dari ceritanya, sepertinya anak ini juga tidak punya teman perempuan. Introvert paling introvert. Kelihatan-nya dia dibawa hanya untuk menggenapi jumlah. Atau mung-kin diperlakukan sebagai umpan untuk para cowok.
"Hari ini pun aku tidak bisa ikut mengobrol dengan baik, saat aku sendirian di pojok tadi orang tadi menggangguku, aku takut, tapi kalau menolak rasanya lebih menakutkan... Universitas itu menakutkan. Aku ingin pulang ke Satsuma..."
Kouyou-san semakin murung. Entah kenapa kasihan sekali rasanya. Sempat terpikir haruskah kuserahkan pada Ayashiro saja. Tapi Ayashiro yang duduk agak jauh sedang berbicara dengan penuh semangat pada para Senpai. Kasihan kalau diganggu. Aku ingin membuatnya percaya diri.
"Kouyou-san. Coba angkat ponimu sedikit."
"...Eh? Ta-tapi... in... baik..."
Dia hampir bilang 'tidak mau', tapi akhirnya dia tidak bisa menolakku juga. Sebenarnya aku tidak mau memaksa dan ingin menghargai keinginannya, tapi ada juga istilah terapi kejut di dunia ini.
"Permisi sebentar."
Aku mengeluarkan wax rambut portabel dari saku jaketku, mengambil sedikit dan meratakannya di tangan, lalu merapikan poninya dengan itu.
"Nah, coba lihat."
Aku mengangkat cermin tangan di depan wajahnya. Mata di balik poninya yang kini terlihat jelas terpantul di cermin. Ada wajah yang sangat cantik di sana.
Aku menelusuri mata Kouyou-san yang terpantul di cermin dengan jariku.
"Menurutku kau itu gadis yang cantik dan manis. Lihat. Matamu seindah ini."
Ini adalah kata-kata tulusku. Dia sangat cantik meskipun tanpa riasan. Aku tiba-tiba terpikir saat mendengarkan cerita-nya tadi. Mungkin dia di-rundung bukan karena pintar matematika, tapi karena orang iri pada bakat atau mungkin kecantikannya.
Anak ini kepribadiannya gelap dan lemah. Menanamkan pemikiran bahwa dia jelek mungkin tidak mustahil dilakukan di sekolah khusus perempuan tanpa laki-laki. Jika setiap hari diteriaki 'jelek, jelek', wajar saja orang jadi tidak percaya diri dengan wajahnya. Apalagi di ruang tertutup seperti SMA.
"...Bohong... aku… tidak cantik..."
Kutukan yang diberikan padanya pasti dalam. Dikeroyok dengan kata-kata kotor hingga rasa percaya dirinya direnggut.
"Semua orang suka wanita cantik. Aku juga suka. Kau itu cantik. Makanya aku ingin menguasai dirimu yang cantik. Orang tadi juga begitu. Dan kalaupun aku berbohong padamu, itu hanya saat aku mencoba mendapatkan dirimu yang cantik. Nah, kata-kataku barusan bohong atau benar?"
Ada paradoks logika tentang orang Kreta yang berkata, "Orang Kreta adalah pembohong." Apakah kata-katanya itu bohong atau benar? Aku mencoba membuat argumen tidak masuk akal yang mirip dan menanyakannya pada anak ini. Kurasa ini kata-kata yang pas untuk anak jurusan Matematika ini.
"...Lho eh? Laki-laki menginginkan wanita cantik. Tapi Kanata-san bilang dia berbohong untuk mendapatkannya. Berarti 'diriku cantik' itu bohong, tapi karena dia ingin mendapatkan aku itu benar, jadi aku cantik? Lho eh? Lho eh?"
Beberapa saat dia tenggelam dalam lautan pikiran sambil menatap cermin. Lalu dia mulai tersenyum.
"Aneh sekali ya. Padahal logikanya berantakan sekali. Ahaha. Tapi aneh. Aku berpikir tidak apa-apa meskipun kamu pembohong. Tapi aku jadi ingin mencoba mempercayainya. Kanata-san. Apakah aku wanita yang cantik dan manis?"
"Un. Kau cantik dan sangat manis."
"...Terima kasih Kanata-san. Terima kasih banyak."
Senyumnya adalah senyum yang sangat indah.
Setelah itu, kami bisa mengobrol biasa sedikit demi sedikit. Dia sepertinya sangat menyukai matematika. Dia bercerita ingin menjadi peneliti di masa depan. Lalu entah mengejutkan atau tidak, dia suka anime, manga, dan light novel. Dia lebih suka karya untuk laki-laki, dan itu juga salah satu masalahnya katanya. Dan ternyata, dia juga menulis karya kreatif.
"Aku mengunggah cerita romantis di situs novel online lho. Kanata-san. Boleh tidak aku jadikan kejadian hari ini sebagai bahan cerita?"
"Hm? Yah, selama identitas aslinya tidak bisa dikenali sih tidak masalah."
"Baik. Tidak masalah. Namanya aku ganti jadi Tanaka-san atau semacamnya."
Dia berkata begitu sambil tersenyum manis, entah bagai-mana terlihat seperti iblis kecil yang usil.
"Itu kan cuma dibalik saja? Yah, sudahlah."
"Kalau sudah jadi, tolong bantu naikkan Page View-nya ya. Fufufu."
Kurasa kami bisa mengobrol biasa dengan cukup menye-nangkan. Tapi karena kami mengobrol cukup lama, aku jadi ingin ke toilet. Secara pribadi kupikir pesta minum itu adalah pertempuran melawan keinginan buang air kecil.
"Maaf. Aku ke toilet sebentar ya."
"Ah... Kamu… akan kembali kan?"
Kouyou-san menatapku dengan cemas.
"Tenang saja. Aku segera kembali kok."
Lalu aku kembali dari toilet dan... dia sudah tidak ada. Kupikir mungkin dia juga ke toilet. Tapi kami tidak berpa-pasan di jalan, dan dia juga tidak sedang antri di depan toilet perempuan. Dia tidak pergi ke toilet.
Firasat buruk yang kuat muncul dibenakku, aku pun mengedarkan pandangan ke seluruh ruang pesta. Cowok sok keren tadi sudah menghilang. Aku segera keluar dari ruangan lesehan, memakai sepatuku, dan bertanya pada pegawai toko.
"Hei, apa ada cowok yang kelihatannya sok keren dan cewek berkacamata berdada besar keluar!?"
"Iya, betul. Baru saja mereka keluar."
Kouyou-san itu lemah dalam menolak saat dipaksa secara agresif. Makanya saat aku lengah, bajingan sok keren itu pasti membawanya keluar.
"Sialan! Bajingan itu! Pelajaran tadi masih kurang ya!"
Aku pun segera berlari keluar toko. Lalu aku mencari love hotel terdekat dengan smartphone. Ada beberapa love hotel di sekitar Stasiun Shimokitazawa. Kouyou-san pasti dibawa ke salah satunya.
"Sial, yang mana, hotel yang mana! Ke mana dia pergi!? Berpikir! Berpikir!"
Cowok sok keren itu jelas tipe debut universitas. Caranya merayu perempuan sama sekali tidak ada kehalusan. Mungkin, ah bukan, dia pasti perjaka. Aku teringat saat aku masih perjaka dulu. Pertama kali aku seks dengan 'istri'-ku adalah di love hotel. 'Istri'-ku saat itu adalah wanita pasif yang pada dasarnya akan menerima ajakan pria selama orang itu bukan orang aneh atau menjijikkan.
Di saat yang sama, pemikirannya sangat bergantung pada mood, aku jadi takut kapan akan diputuskan dan tidak tahu harus bagaimana. Makanya aku saat itu sangat tidak sabar. Aku ingin segera menjalin hubungan sebelum mood 'istri'-ku berubah, jadi aku memikirkan cara mengajaknya ke love hotel dan melakukannya.
"Pertama, pilih tempat yang dekat dari tempat minum. Pilih tempat yang tampilan luarnya sekilas tidak terlihat seperti love hotel untuk menyembunyikan niat tersembunyi. Lalu di saat yang sama, sebisa mungkin pilih kamar yang interiornya unik dan menarik. .….Yang cocok dengan syarat itu... cuma satu!"
Sekitar lima menit jalan kaki dari sini, sebuah love hotel dekat teater cocok dengan syarat itu. Aku berlari ke arah sana. Dan aku menangkap sosok mereka berdua yang hampir masuk ke love hotel. Wajah Kouyou-san yang menunduk terlihat sedih.
"Brengsek! Berhenti di situ sekarang juga, Woi!"
Keduanya menyadari kehadiranku. Cowok sok keren itu menatapku marah.
"Aa!? Kau bajingan sialan tadi ya! Dasar pembohong! Pura-pura jadi kakak kelas dan merebut Yuzuriha-chan dariku! Pengecut!"
Sepertinya gertakanku sudah ketahuan. Yah, kalau terus di tempat tadi cepat atau lambat pasti ketahuan juga.
"Itu salah kau sendiri mudah dibohongi! Lagian! Jangan coba-coba membawa orang ke love hotel tanpa persetujuan, brengsek!"
"Haa!? Yuzuriha-chan tidak bilang keberatan kok! Aku juga sudah bilang mau ke sini! Iya kan, Yuzuriha-chan?"
Cowok sok keren itu meminta persetujuan Kouyou-san. Wajah Kouyou-san menegang dan dia tidak bisa bergerak.
"Tidak ada yang dengar omong kosongmu! Kouyou-san! Katakan! Katakan yang jelas! Kalau tidak, kau akan selama-nya begini terus! Terbawa arus orang lain, ditekan, dan kehi-langan dirimu sendiri! Apa kau mau terus begitu!? Apa kau rela begitu!?"
Kouyou-san pun mengangkat wajahnya. Dia menatapku dengan wajah hampir menangis dan tubuhnya bergetar.
"...Ta-tapi... aku... aku ini..."
Aku tahu dia tidak percaya diri. Tapi kalau kau tidak memberanikan diri di sini, kau tidak akan bisa maju.
"Yuzuriha! Aku senang mengobrol dengan dirimu yang sebenarnya! Jadi biarkan aku dengar! Apa yang kau pikirkan! Apa yang ingin kau lakukan! Apa yang tidak ingin kau laku-kan! Katakan! Biarkan aku dengar!!!!"
Aku berteriak begitu pada Yuzuriha. Kuharap ini sampai padanya. Kumohon sampailah.
Aku berdoa begitu. Dan kemudian.
"...A... ku... Aku! Tidak mau! Tidak mau! Aku tidak suka kamu! Tidak mau!!!"
Yuzuriha melepaskan tangan cowok sok keren itu dan mencengkeram lenganku.
"Tidak mau! Tidak mau! Tidak mau tidak mau tidak mau! Aku tidak suka kamu! Jangan sentuh aku! Aku benci sekali!"
Yuzuriha berteriak begitu pada cowok sok keren itu. Akhirnya, akhirnya dia bersuara.
"Apa! Sudah sampai sini baru bilang begitu! Sial!"
Cowok sok keren itu pun mengulurkan tangannya pada Yuzuriha. Tapi tidak akan kubiarkan. Seorang gadis sudah memberanikan diri. Maka tugas laki-lakilah untuk melindungi keberanian itu!
"Fuh! Hat! Seiya!"
Aku pun menangkap lengan pria itu lalu memutar dan mengunci persendiannya.
"Sakit sakit sakit sakit!"
"Bisa kupatahkan sekalian lho kalau kuteruskan!"
"Lepaskan! Lepaskan aku! Sakit sakit!"
"Bersumpahlah! Tidak akan pernah mendekati Yuzuriha lagi!"
"Sumpah sumpah! Aku tidak akan pernah mendekatinya lagi!"
"Jangan pernah lakukan hal yang sama pada perempuan lain! Lain kali tidak akan kumaafkan semudah ini!"
"Ya! Ya aku paham! Aku berhenti! Aku tidak akan laku-kan hal seperti ini lagi! Ini tidak cocok untukku! Kumohon! Hentikan! Sakit! Sakit tahu!"
Sepertinya dia serius mengatakannya. Aku melepaskan kuncian persendiannya. Lalu mendorong dadanya.
"Menghilang sekarang juga! Jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi di depan kami!"
"Hii!"
Cowok sok keren itu lari terbirit-birit. Berhasil juga. Aku menghela napas lega, fuuuh.
"Fuu. Berhasil juga."
"Maaf! Terima kasih, terima kasih Kanata-san! Terima kasih! Ueheeeeeeeeeeeeee!"
Yuzuriha memeluk dadaku dan mulai menangis meraung-raung. Gawat nih. Aku tidak tahu cara menenangkan perempuan. Untuk sementara, aku mengelus kepalanya sambil membawanya menjauh dari depan love hotel.
Kami duduk berdampingan di bangku yang ada di area pertokoan, menunggu Yuzuriha berhenti menangis. Selama itu aku menelepon Ayashiro.
『Ada apa? Lagian kamu di mana sekarang? Pesta-nya sebentar lagi selesai lho. Kamu janji mau anter aku kan?』
Ayashiro yang menjawab telepon terdengar agak tidak senang. Aku merasa bersalah karena pada akhirnya tidak bisa menemaninya di shinkan sampai akhir.
"Agak sulit dijelaskan dengan satu kata. Kalau pestanya sudah selesai, bisa tolong datang ke ujung area pertokoan sebentar? Aku butuh bantuan."
『Bantuan? Kamu minta tolong?』
"Un. Ayashiro, aku hanya bisa mengandalkanmu. Tolong bantu aku."
Yuzuriha masih sesenggukan. Tapi pada akhirnya yang membuat anak ini menangis adalah laki-laki. Kalau bisa aku ingin ada perempuan yang menemaninya.
『Ara ara! Oh gitu, gitu ya! Boleh kok. Aku bakal ke sana setelah pestanya selesai. Tunggu sebentar ya.』
Entah kenapa nada suaranya langsung ceria seketika. Kukira dia akan merasa terganggu, tapi sepertinya tidak ya? Aku sangat berterima kasih. Dan tak lama kemudian Ayashiro datang.
"Ara ara ara! Dipanggil ke sini, ternyata ada gadis manis yang lagi menangis! Ada apa gerangan ini!"
Entah kenapa Ayashiro-san menatapku dan Yuzuriha dengan mata penuh rasa ingin tahu. Tangan Ayashiro pun mengelus pipi Yuzuriha.
"Anak cantik ya. Sudah sudah jangan menangis lagi. Air mata nggak cocok untukmu. Tersenyumlah."
Yuzuriha pun memejamkan mata seperti kegelian, lalu langsung berhenti menangis. Dia masih memeluk erat dadaku tapi sudah jauh lebih tenang dan wajahnya membaik.
Ayashiro… hebat.
"Jadi? Gimana situasinya? Ceritakan secara rinci!"
Aku pun menjelaskan dari awal secara rinci, begini begitu. Tapi namanya juga Ayashiro-san. Wanita ini kalau ada kesempatan pasti.
"Jadi gitu. Jadi intinya kamu berhasil 'membawa pulang' makanya mau pamer ke aku. Dan kalau beruntung, kamu mau ajak aku juga dan mengincar threesome ya. Maaf ya. Aku udah mutusin kalau yang pertama itu harus di kamar pacar tersayang yang indah, berduaan aja dalam dunia kita yang penuh gairah. Lagipula aku agak segan kalau main bertiga sama gadis yang payudaranya lebih besar dariku."
"Haha! Terlalu banyak yang bisa dikomentari!"
"Yang 'dimasukkan' itu yang di bawah..."
"Tidak akan kubiarkan kau bilang begitu! Joroknya keterlaluan!"
Ayashiro-san tertawa. Mungkin dia juga sudah minum alkohol, jadi senangnya bukan main.
"Anu, Kanata-san. Aku juga, yang pertama.…. inginnya berduaan saja!"
Kata pertama dari Yuzuriha yang sudah berhenti mena-ngis ternyata malah lelucon jorok. Dia tertular virus Ayashiro!
"Jangan ikut-ikutan omongan jorok gadis ini!"
"Tapi kalau yang kedua dan seterusnya! Kalau dengan gadis baik seperti Ayashiro-san, bertiga pun aku tidak masa-lah! Payudara yang cuma besar ini kelebihanku, pentilku juga ada dua! Silakan hisap berdua!!!"
"Oi Ayashiro! Anak polos dari desa ini jadi tercemar oleh kegelapan kota gara-gara kau tahu! Mau tanggung jawab bagaimana!"
Ayashiro memasang muka bangga. Dasar menyebalkan. Tapi memang berkat dia Yuzuriha jadi berhenti menangis dan ceria lagi.
"Ufufu. Ini hukuman karena kamu ninggalin aku. Tapi baguslah. Kamu bukan sampah yang tega meninggalkan gadis yang kesusahan. Mataku nggak salah nilai kamu, dan aku senang sekali udah bawa kamu hari ini. Aku ngelakuin langkah yang super bagus!"
"Yah, benar juga. Kalau tidak ada kamu, mungkin sudah gawat."
"Tentu saja. Makanya Yuzuriha! Kamu harus berterima kasih padaku sampai mati! Kamu kan anak Matematika, pasti paham hubungan sebab-akibat sama logika kan! Yang bawa cowok ini hari ini itu aku! Jadi, nggak berlebihan kalau dibi-lang akulah yang menolongmu!"
Apa ya? Kedengarannya seperti argumen ngawur tapi kok tidak salah ya, jadi kesal. Tapi Yuzuriha memasang wajah seperti tersambar petir dan menggenggam tangan Ayashiro.
"Logika yang sempurna! Terima kasih Ayashiro-san! Terima kasih banyak!"
Lalu Yuzuriha memeluk Ayashiro. Ayashiro menepuk-nepuk kepala Yuzuriha sambil bilang "yoshi yoshi".
"Ah~ payudaranya lembut ya. Begini ya rasanya jadi protagonis light novel pas ngalamain momen keberuntungan mesum (lucky sukebe) habis menolong heroine berpayudara besar. Bagus! Bagus sekali!"
Gadis ini benar-benar terlihat senang ya. Tapi berkat dia Yuzuriha jadi ceria lagi. Cara menyemangati seperti ini mung-kin memang lebih baik dilakukan oleh sesama perempuan. Aku jadi sangat tertolong.
Tak lama kemudian, keduanya melepaskan pelukan, dan Ayashiro pun duduk di bangku. Urutannya aku, Yuzuriha, Ayashiro. Ngomong-ngomong, Yuzuriha masih menggandeng tanganku dan tangan Ayashiro. Sepertinya rasa cemas dan takutnya masih sedikit tersisa. Nah, sekarang bagaimana ya. Kupikir sebaiknya kuantar pulang.
"Yuzuriha tinggal di mana? Aku antar sampai rumah ya."
"Eh, jangan! Merepotkan! Aku tinggal di asrama maha-siswa di Mitaka! Tempat itu lumayan jauh dari stasiun. Aku tidak enak!"
Aku pernah dengar soal asrama di Mitaka. Katanya seperti pulau terpencil di daratan atau semacamnya. Tapi biaya asramanya super murah katanya.
"Dasar cowok ini! Coba-coba ganti profesi jadi serigala pengantar! Tapi kasian juga ya. Pesta minum pertama dalam hidup Yuzuriha jadi berantakan kan? Kasian."
"Memang benar ya," pikirku. Mengalami hal seperti itu di pesta minum pertama dalam hidup memang terlalu kasihan.
"Iya sih. Tapi aku jadi bisa bertemu kalian berdua! Itu saja sudah cukup!"
Yuzuriha berkata begitu sambil tersenyum padaku. Tapi tetap saja kasihan. Pesta minum itu menyenangkan. Aku tidak ingin dia punya rasa tidak suka. Lagipula setelah masuk dunia kerja pun pesta minum itu cukup penting.
Dan di situ aku mendapat ide.
"Ayashiro, Yuzuriha. Kalian berdua ada jam malam?"
"Aku nggak ada. Cukup hubungi ayahku aja, beres."
"Di asrama aku tidak ada jam malam kok."
Syaratnya terpenuhi. Ayashiro sepertinya sudah menebak apa yang kupikirkan. Dia pun menatapku dengan pandangan penuh harap. Yuzuriha memiringkan kepalanya. Entah kenapa terlihat imut seperti hamster.
"Besok kan hari Minggu! Ayo main sampai pagi! Pesta ronde kedua! Kita pesta pora dan lupakan hal-hal yang tidak menyenangkan!"
"Ara! Boleh juga! Ayo ayo!"
Ayashiro-san seru diajak. Suka sekali gadis begitu!
"Pesta ronde kedua... bertiga saja kan?"
"Iya dong. Ayo!"
Aku pun mengulurkan tanganku pada Yuzuriha.
Yuzuriha yang melihat tangan itu, lalu menggenggamnya dengan senyum lebar.
"Baik! Aku ikut!"
Lalu aku pun menarik tangan Yuzuriha dan berlari kecil menyusuri area pertokoan.
Ayashiro juga mengikuti dengan riang. Kami bertiga pun memulai perjalanan pesta ronde kedua kami.
Tempat yang kami datangi adalah tempat biliard, lengkap dengan dart.
"Ini toko langgananku!" seru ku.
Di dunia putaran pertama. Meskipun aku introvert, aku punya beberapa teman dan kadang pergi bermain. Tempat ini adalah salah satunya.
"Hee. Toko yang bagus ya. Ada sofa dan meja segala, gaya juga ya."
Kelebihan toko ini adalah adanya satu sofa di dekat setiap meja biliard. Saat menunggu giliran pun bisa bermalas-malasan di sofa, menyenangkan.
"Waa biliard...!? Dewasa sekali!"
Yuzuriha terlihat antusias hanya dengan melihat meja biliardnya saja. Matanya berbinar-binar menatap meja dan bola-bolanya. Aku suka reaksi polos seperti ini. Aku jadi ikut senang.
"Kalian berdua mau minum apa? Biar aku pesan."
"Ini kan pesta ronde kedua, boleh dong pesan yang di-suka? Budaya 'bir dulu' di pesta minum itu aku harap musnah aja. Aku mau pesan anggur merah dulu. Sama sepiring buah campur."
"Ah, aku paham itu! Aku juga tidak suka perasaan harus pesan bir padahal ingin minum yang disuka! Bir dari pitcher itu rasanya sudah tidak ada gasnya dan tidak enak! Aku pesan shochu ubi straight saja, tidak perlu es. Lalu acar lobak asap dengan krim keju."
Pesanan Ayashiro sesuai dugaan, tapi pesanan Yuzuriha entah kenapa terasa sangat 'dewasa'.
"Aku sengaja pesan bir botol saja, bukan 'bir draft dulu'. Cemilannya kacang saja."
Secara pribadi aku suka bir botol ukuran besar seperti botol PET 500ml dari luar negeri. Aku pergi ke konter untuk memesan.
Tak lama kemudian minuman dan cemilan datang. Aku membawa nampan itu ke tempat mereka berdua duduk di sofa.
"Ee. Ehem. Ronde kedua, kanpai!" (bersulang)
""Kanpai!""
Meskipun hanya bersulang bertiga, ini pasti bersulang paling menyenangkan dalam hidupku. Aku percaya itu bukan hanya untukku, tapi juga untuk mereka berdua.
Bermain biliard sambil minum alkohol cenderung jadi kacau, tapi karena kedua gadis ini sudah terkontaminasi virus Ayashiro, jadi makin parah.
"Denger yaa, Yuzuriha! Kalau mau pukul bola trik itu caranya duduk di ujung meja gini, silangin kaki dengan seksi! Lihat tuh! Serigala pengantar KW di sana itu lagi lihat ke sini! Pamerkan dong!"
Ayashiro-san entah kenapa sangat ingin memukul bola dengan gaya seksi. Aku sama sekali tidak melihat ke arah kakinya. Sama sekali tidak merasa kesal karena celana dalamnya nyaris tidak terlihat.
"Tapi tapi! Bukankah lebih bagus begini, buka kancing, terus lihatkan belahan oppai begini! Itu baru cara yang paling mantap! Ayashiro-san!"
Aku mulai berfikir. Sebenarnya, saat memukul bola dengan stik, kalau payudara menyentuh meja itu foul atau tidak? Yang bisa kukatakan, bra yang membungkus payudara besar itu cenderung berbentuk simpel dan membentuk lekukan yang tampak indah secara matematis.
"Itu juga nggak buruk sih. Ngomong-ngomong ukuran cup-mu berapa? Aku F lho."
"Itu... anu... mmhh..."
"Eee!? H-cup yang mesum itu!?"
"Uwaan! Jangan dibocorkan dong! Malu tahu!"
Sudah pamer belahan dada sambil mengayunkan stik, tapi malu kalau ukuran cup-nya diketahui? Apa itu lelucon khas anak Matematika? Kedua gadis itu larut dalam suasana riang khas orang mabuk, tapi mereka tampak akrab dan asyik bermain biliard sambil tertawa kecil.
Aku pun menenggak bir botol langsung dari mulut botol. Yuzuriha yang wajahnya memerah karena alkohol menatapku lekat-lekat.
"Kenapa?"
"Bukan apa-apa. Cuma ngerasa Kanata-san yang minum langsung dari botol itu seperti di film luar negeri. Menurutku keren!"
"Terima kasih. Syukurlah kalau cocok denganku."
"Iya! Rasanya seperti mafia! Seperti orang yang berbuat jahat di Wall Street, terus dikelilingi wanita cantik pirang di kolam renang malam di atap gedung! Keren sekali! Aku udah berpikir begitu sejak pertama kali ngeliat kamu di pesta penyambutan!"
"Oo, ou. Kuterima itu sebagai pujian."
Apa itu pujian ya? Lho eh? Jangan-jangan dari sudut pandang Yuzuriha saat itu, aku terlihat lebih menakutkan daripada cowok sok keren tadi?
"Kamu kan katanya di SNS disebut berwajah Hollywood ya. Imutnya! Sini sini, liat ini Yuzuriha! Ini foto pas upacara masuk!"
Ayashiro memamerkan foto di smartphone-nya pada Yuzuriha. Itu foto yang kami ambil bersama Ayashiro saat upacara masuk.
"Uwa! Pakai setelan jas! Mafia banget! Keren ya! Haa, kalau tahu kalian berdua ada di sana, harusnya aku datang ke upacara masuk ya."
"Eh? Kamu tidak datang?"
"Iya. Aku sampai di dekat sana sih... tapi kupikir kalau orang sepertiku datang nanti malah merepotkan..."
Yuzuriha menunduk murung sambil menenggak shochu-nya sekaligus lalu menghela napas. Lagian dia ini benar-benar bertindak negatif ya. Kasihan sekali kaum introvert yang membuang kesempatan mendapatkan kenangan seperti ini.
"Padahal nggak gitu lho. Tapi kenangan kan bisa dibuat mulai sekarang. Ayo, kalian berdua baris di sana."
Ayashiro pun mengarahkan smartphone-nya pada kami dan memberi instruksi. Kami berdiri berjajar seperti yang diperintahkan.
"Kaku! Kaku banget tahu! Yang keras itu peni..."
"Tidak akan kubiarkan kau bilang itu!"
"Ayo Tokiwa! Kamu lingkarin tanganmu di pinggang Yuzuriha! Dengan gaya 'Gadisku!' gitu! Yuzuriha senderin kepala kamu di dada Tokiwa dan lingkarin tanganmu di lehernya! Rasanya 『Bagaikan Dewi Internet』!"
Dewi Internet itu apa? Tapi Yuzuriha mengambil pose persis seperti yang dikatakan Ayashiro. Aku pun merasakan sedikit getaran gairah saat tangannya menyentuh leherku.
"Waa bagus banget! Wajah menggoda itu! Haai, cheese! Yeeaayy wkwkwk"
Ayashiro terus menerus menekan tombol shutter. Lalu dia memamerkan foto yang sudah diambil pada kami.
"Kya! Apa ini! Aku jadi seperti simpanan mafia!"
"Oi. Aku bukan anggota yakuza."
Maaf untuk Yuzuriha yang berteriak-teriak Kyaa kyaa, tapi aku agak keberatan disamakan dengan anggota yakuza.
"Pasrah aja. Mau diapain gimana juga kamu punya wajah Hollywood ala anggota yakuza yang ngebuat wanita yang berfoto sama kamu terlihat kayak simpanan atau teman seks, wajahmu itu mesum."
"Wajahku semesum itukah!?"
"Aa Yuzuriha! Nanti aku kirim fotonya, jadi kalau kamu diganggu cowok sejurusanmu, tunjukin foto itu, terus bilang kamu udah jadi yang 'kedua' cowok ini! Kalau begitu mereka pasti nggak akan mengganggumu lagi!"
Kedua. Istilah kuno yang katanya merujuk pada sim-panan. Zaman sekarang masih ada yang pakai istilah 'kedua'? Aku cuma pernah dengar di film-film lama?
"Waa senang sekali! 'Kedua' itu kedengarannya bagus ya! Kesan keren tapi noraknya itu menarik! Seperti film yakuza! Aku terus diganggu oleh orang-orang sejurusan, menyebalkan sekali! Akan kupakai ya!"
"Hentikaaan ituu! Citraku! Citra pemuda baik-baik yang menyegarkan akan hancuuuur!"
"Hyahahaha! Lucu bangeeeet! Ahaha! Tokiwa si preman pinter! Ufufu! Ahahaha!"
Kami berpesta, tertawa bersama, bercanda. Dan pagi pun menjelang.
"Matahari paginya menyilaukan!"
"Cahaya matahari! Membakarku! Aku akan disucikan!"
"Aah~ Air putih penetral mabuk ini enak banget ya. Ngefek~"
Kami bertiga pun bermandikan cahaya matahari pagi di stasiun sebelum kereta pertama beroperasi. Aku memutuskan untuk mengantar mereka berdua sampai benar-benar naik kereta. Lalu pintu geser stasiun terbuka. Pesta ronde kedua berakhir di sini. Sangat sepi rasanya. Tapi rasa sepi itu adalah bukti bahwa tadi sangat menyenangkan. Jadi tidak masalah.
"Kalau begitu ayo kita lakukan tepukan penutup! Seeno!"
" " "Hai!" " "
Kami bertepuk tangan bersamaan. Lalu bertepuk tangan kecil.
"Terima kasih banyak ya kalian berdua. Hari ini benar-benar menyenangkan. Mungkin ini hari paling menyenangkan dalam hidupku."
Yuzuriha menundukkan kepala pada kami.
"Sama-sama. Terus, ayo kita main bareng lagi sehabis ini dan terus perbarui hari paling menyenangkan dalam hidup-mu."
"Ayashiro-san! Terima kasih! Aku suka kamu!"
Keduanya berpelukan. Bagus ya. Hal seperti ini.
Persahabatan benar-benar terlahir. Sudah tidak apa-apa. Yuzuriha sudah bisa mengangkat wajahnya sekarang.
"Kanata-san juga terima kasih banyak!"
"Sama-sama. Tidak masalah buatku. Aku senang kalau kau menikmatinya."
"Iya. Berkat kamu, kurasa aku pasti bisa menikmati kehidupan kuliahku ke depannya. Terima kasih banyak!"
Yuzuriha pun memeluk leherku sangat erat, lalu segera melepaskannya.
"Gimana? Lembut? Kamu nafsu? Penasaran?"
"Haha! Ayashiro! Jangan nodai momen mengharukan ini dengan lelucon jorok!"
Tapi sejujurnya payudaranya memang luar biasa besar... lembut... dan... itu... jantungku berdebar kencang...! Payudara! 'Istri'-ku dulu G-cup, jadi lebih besar dari itu rasanya curang banget. Gila sekali, seriusam.
"Fufufu. Kalau begitu, kami pergi dulu ya."
"Dadah Tokiwa. Sampai ketemu lagi di kampus!"
Keduanya masuk ke dalam stasiun dan menghilang dari pandangan. Aku mengantar mereka dengan pandangan mata, lalu pulang ke rumah dengan suasana hati yang gembira.
Post a Comment