NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Volume 6 Chapter 1

 Penerjemah: Nobu

Proofreader: Nobu


Chapter 1 

 “Keindahan yang Tulus”


PoV

Enomoto Rion

     Kemarin, rencana penjualan Yuu-kun sudah selesai.

     Aku bertanya-tanya bagaimana hasilnya karena dia bilang akan meminta izin dari Sasaki-sensei saat istirahat makan siang ini. Sambil memikirkan itu, aku berjalan menyusuri koridor menuju ruang sains.

     ...Aku hanya merasa perlu menanyakan hasilnya karena sudah memberinya saran. Bukan berarti aku ingin melihat Yuu-kun.

     Aku sedikit mempercepat langkahku... Tidak, ini juga hanya untuk menyelesaikan urusanku dengan cepat. Saat aku berjalan, tiba-tiba ada bayangan berdiri tegak di depan ruang sains.

     Seorang gadis manis seperti peri.

     Inuzuka Himari... Hii-chan. Seorang gadis yang (hanya dari penampilannya) sangat manis, tersenyum lebar kepadaku.

     "Enocchi! Hai!"

     Dia melambaikan satu tangan dan berlari ke arahku.

     ...Dia terlihat sangat gembira.

     Pesan LINE tadi malam, entah kenapa dia terlihat aneh (meskipun itu sudah biasa). Karena dia tidak datang ke kelasku untuk makan hari ini, aku mengira dia sudah berbaikan dengan Yuu-kun.

     "Hii-chan. Ada apa?"

     "Hm? Aku lagi nungguin kamu, Enocchi~♪"

     Hmm. Aneh juga.

     Jangan-jangan Yuu-kun belum kembali dari ruang guru. Kupikir dia akan segera kembali untuk melapor pada Hii-chan begitu rencana penjualannya disetujui.

     "Omong-omong, bagaimana dengan rencana penjualan Yuu-kun?"

     "Nfufu~. Kamu penasaran, ya?"

     "Eh? Ya, begitulah..."

     Eh?

     Sepertinya ada yang aneh... Hii-chan, sejak tadi wajahnya tersenyum, tapi matanya tidak. Ada apa, ya?

     Sensasi merinding menjalari punggungku.

     Tiba-tiba, saat aku merasakan firasat buruk dan mundur selangkah—Hii-chan sudah mendorong punggungku ke dinding!

     "H-Hii-chan...?"

     "............"

     Hii-chan perlahan mengangkat wajahnya.

     Dan dengan tatapan yang sangat berkilauan, dia berkata.

     "Enocchi. Ayo berciuman ♡"

     "............"


     Seketika, sensasi merinding menjalar di punggungku—kali ini dengan arti yang berbeda dari sebelumnya.

     Eh? Apa? Maksudnya apa, ini?

     Tiba-tiba bilang mau ciuman… aku sama sekali tidak paham…

     (Ah, ini pasti cuma lelucon seperti biasanya… h-hiih!?)

     Saat pikiranku dipenuhi tanda tanya, Hii-chan mendekatkan wajahnya begitu saja. Ekspresinya tetap seperti peri kecil yang selalu ceria, tapi mata biru laut itu sedingin seorang pembunuh.

     Refleks aku berusaha kabur, tapi lenganku langsung ditangkap. Tapi masa cuma ditangkap Hii-chan saja aku tidak bisa lepas… eh!? Tanganku bahkan tidak bisa bergerak sedikit pun!? Kenapa!?

     Dengan senyum semanis idol yang memukau, Hii-chan kembali mengulang perkataannya.

     “Enocchi. Cium aku, ya? Kalau mau tahu hasil rencana penjualannya.”

     “…H-Hii-chan. Apa maksudnya ini?”

     Sambil diliputi rasa takut yang sulit dijelaskan, aku memberanikan diri bertanya. Hii-chan pun mengangkat jari telunjuknya dengan bangga.

     “Kalau Enocchi mau diet, kan biasanya kamu mulai dari memperbaiki pola makan dulu, ya?”

     “H-ha? Aku tuh… belum pernah diet… mmph!”

     Entah kenapa, bibirku langsung dibungkam dengan tamparan yang rasanya penuh dendam. Sepertinya senyum Hii-chan malah makin menyeramkan…

     “Enocchi? Kalau orang mau diet, langkah pertama itu membenahi pola makan dulu. Oke?”

     “O-oke…”

     “Yang paling penting, jangan langsung menutup semua celah. Kalau mau diet tahan lama, harus tetap memenuhi keinginan sesekali. Misalnya pas pengin makan manis, pilih camilan rendah kalori, atau cokelat dengan kandungan kakao tinggi. Pengganti itu penting sekali. Oke?”

     “O-oke…?”

     Kalau dipikir-pikir… ya, ada benarnya juga… mungkin?

     Tidak, tidak, bukan itu masalahnya sekarang! Teori diet yang sama sekali tidak nyambung ini, apa hubungannya sama fakta bahwa aku sedang diserang Hii-chan…

     Saat aku masih kebingungan, tiba-tiba daguku disentuh pelan olehnya.

     “Nah? Sampai di sini Enocchi juga sudah paham, kan?”

     “Eh. Sama sekali enggak paham.”

     “Nfufu~. Kalau kamu memaksaku untuk menjelaskannya lebih jauh… Enocchi ini memang perempuan berdosa, ya.”

     “Hii-chan? Maaf, tapi hari ini aku benar-benar enggak bisa mengerti…”

     Dia memang selalu suka bicara yang tiba-tiba dan aneh, tapi kali ini lebih parah lagi. Seperti ada tombol aneh yang terpencet!

     “Aku, ya. Setelah jadi pacarnya Yuu, rasanya aku terlalu senang sampai kebablasan. Karena itu, mungkin aku jadi agak mengabaikan mimpi kita berdua.”

     “U-uh… Terus…?”

     “Jadi aku memutuskan, sampai festival budaya selesai, aku mau stop semua adegan mesra sama Yuu. Ya, ibarat sebelum ujian kita harus belajar dulu, kan?”

     “Ya. Tapi itu… apa hubungannya sama diet… eh?”

     Aku pun tiba-tiba terpikir sebuah kemungkinan.

     Jangan-jangan… tidak, tapi… masa iya, sebodoh itu—

     Hii-chan pun berkata, “Kamu sudah sadar, ya.”

     “Tapi dorongan untuk mencium Yuu itu… enggak bisa kuhentikan. Jadi aku harus menemukan sesuatu untuk menggantikan perasaan itu…”

     “Hii-chan? T-tunggu dulu sebentar…”

     “Kalau Enocchi… pasti kamu bisa mengerti, kan?”

     “Hii-chan!? M-matamu… matamu menyeramkan sekali…”

     Seolah masuk akal, padahal aku sama sekali tidak paham maksudnya!

     Dengan mata yang berputar-putar, Hii-chan tak menggubris protesku dan semakin mendekatkan bibirnya.

     Terpaksa, aku pun berniat menyerang balik dengan tangan yang masih bebas—Iron Claw—…tapi, eh!? Hii-chan dengan lincah menangkap kedua pergelangan tanganku hanya dengan satu tangan, lalu memelintirnya ke atas!

     Kenapa dia bisa sekuat ini!?

     Orang ini… benar-benar Hii-chan, kan!?

     “A-a-alasannya kenapa harus aku!? Cium saja orang lain…! Kamu kan selalu pamer betapa banyak yang naksir kamu…!”

     “Nfufu~. Tapi aku bukan tipe perempuan murahan yang mau cium laki-laki lain waktu sudah punya pacar.”

     “Aku sama sekali enggak paham kenapa kalau cewek itu boleh—!”

     Saat aku meronta dan berusaha kabur, Hii-chan menundukkan kepala dan menghela napas kecil. Pelan, dia bergumam, “Sebenarnya… aku enggak mau sampai harus pakai cara ini…”

     “Enocchi. Kamu… yakin mau menolak ciumanku?”

     “Eh?”

     Perlahan, Hii-chan mengangkat wajahnya. Di matanya—menggumpal pusaran niat jahat yang kelam dan pekat.

     “Kedua teman dekatmu itu… akan kubuat mereka celaka, lho?”

     “…!?”

     Matanya… matanya benar-benar serius…!

     Tenggorokanku bergolak. Tanpa sadar aku langsung berhenti melawan. Dua temanku di klub musik tiup… Maa-chan yang berkacamata, dan Uu-chan yang berkepang.

     Kenangan bersama mereka melintas di benakku, seperti kilasan hidup sebelum mati.

     Tahun lalu, waktu pertama kali kami sekelas, mereka mau menyapaku dengan ramah meskipun aku anak yang pendiam dan kaku. Kalau bukan karena mereka, mungkin aku tidak akan bisa menikmati sekolah…

     Karena itu, kali ini… akulah yang harus melindungi mereka—

     “Enocchi, anak baik, ya.”

     “…!”

     Saat aku sudah menyiapkan hati, Hii-chan menjilat bibirnya pelan.

     Pemandangan itu benar-benar membuatku sadar, julukan "wanita iblis" memang sangat cocok untuknya. Dan betapa bodohnya aku yang selama ini menganggap dia cuma orang konyol.

     Aku pun memejamkan mata erat-erat.

     Tubuhku bergetar begitu saja. Sambil mabuk dalam sensasi sadis, Hii-chan menunduk, bibirnya nyaris menyentuh leherku.

     (…Ini semua salahku.)

     Karena aku terlalu terpaku pada cinta pertamaku dengan Yuu-kun. Karena aku bilang hal-hal yang seharusnya tak perlu kukatakan pada Hii-chan. Ini hukuman yang harus kuterima.

     Tapi setidaknya… ciuman pertamaku… kalau bisa, biarlah untuk orang yang kusukai…

     “…Himari? Enomoto-san? Situasi apa ini?”

     Suara orang ketiga itu membuatku tersentak keras dan langsung menoleh!

     Entah sejak kapan, Yuu-kun sudah berdiri di sana dengan ekspresi wajah yang kaku, bibirnya bergetar menahan syok. Tubuhku seperti terbebas dari kelumpuhan, dan dengan gerakan mantap, kuhantamkan Iron Claw ke kepala Hii-chan!

     “Hii-chan, tiba-tiba apa yang kamu lakukan—!?”

     “Mogyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!?”

     Sambil melumpuhkan Hii-chan yang sudah kalap, aku menekan dada yang berdetak tak karuan.

     (T-tidak boleh…! Barusan aku hampir terbawa suasana aneh itu…!)

     Kalau dipikir baik-baik (atau bahkan tanpa dipikir pun), semua yang Hii-chan katakan tadi sama sekali enggak masuk akal. Logikanya saja sudah kacau, kan? Kenapa keinginan mencium Yuu-kun harus dialihkan dengan menciumku? Tadi itu hampir saja jadi masalah besar…

     Semua gara-gara—atau tepatnya, berkat Yuu-kun…

     “Enomoto-san? Kamu… b-baik-baik saja…?”

     “~~~~~!?”

     Saat dia meraih tanganku dan mendekatkan wajahnya, mata kami bertemu tepat dari jarak dekat.

     Untuk pertama kalinya, jantungku berdegup sedahsyat ini. Mendadak rasanya susah sekali bernapas… eh? Kenapa?

     (Aku… jadi enggak bisa menatap wajah Yuu-kun…?)

     Begitu menyadari itu, wajahku langsung memanas seketika.

     “A-a-aku… a-aaa…”

     “Eh? Kamu bilang apa?”

     “A-aku…”

     Aku mengepalkan tanganku erat-erat.

     Lalu, begitu berdiri, aku langsung membalikkan badan dan lari secepat mungkin!

     “E-enggak ada apa-apa kok—!!”

     “Enomoto-san!?”

     Aku pura-pura tidak mendengar suaranya memanggil, menuruni tangga dengan langkah terburu-buru, lalu bersembunyi di sudut koridor.

     Di sana, aku berjongkok dan menarik napas panjang. Perlahan, detak jantungku yang berdegup kencang mulai mereda, hingga akhirnya aku bisa sedikit tenang.

     Begitu melihat wajah Yuu-kun… entah kenapa, dadaku rasanya begitu sesak.

     (…Kenapa? Padahal sampai kemarin, aku tidak pernah setegang ini…)

     Waktu kami bertemu lagi di bulan April pun, saat pertama kali aku mengaku perasaanku…

     Bahkan setelah pulang dari perjalanan ke Tokyo… meski memang sempat canggung, aku tidak pernah merasa setegang ini.

     “Kalau bukan karena bunga ini, aku tidak akan bisa membuat aksesori bersama Enomoto-san. Buatku… bunga ini sangat berharga.”

     Kata-kata Yuu-kun kemarin itu, menancap di hatiku seperti duri bunga.

     Hanya satu kalimat… saat dia bilang aku lebih berharga daripada bunga itu… perasaan itu masih membuat ujung jemariku bergetar sampai sekarang.

     (Tapi… semuanya sudah terlambat…)

     Ini pasti cuma kesalahpahaman.

     Aku hanya teman. Teman biasa.

     …Seorang teman tidak boleh menyimpan perasaan seperti ini.

     

 

♣♣♣

PoV

Natsume Yuu

     Beberapa belas menit sebelumnya—

     Aku berdiri tegak di depan Sasaki-sensei, guru matematika yang cerdas seperti gorila, sekaligus pembimbing karier, dan penanggung jawab komite pelaksana festival budaya, di ruang guru saat istirahat makan siang.

     Sasaki-sensei menatap tajam rencana penjualan festival budaya yang kuserahkan, seolah ingin melubanginya.

     "............"

     "............"

     Sehelai keringat menetes dari dahiku.

     Seharusnya ruang guru ber-AC, tapi tubuhku terasa sangat panas. Jantungku berdebar kencang, rasanya aku ingin membuang semuanya dan lari.

     Ada keberatan dari pihak guru mengenai acara penjualan aksesorisku di festival budaya. Rencana penjualan ini dibuat untuk meyakinkan para guru itu. Aku sudah berhasil mengatasi tantangan harga satuan aksesoris 500 yen, dan kini aku datang untuk diperiksa.

     (Tidak apa-apa. Saku-neesan juga tidak berkomentar apa-apa, seharusnya tidak ada masalah...)

     Sasaki-sensei berdeham keras.

     Aku tersentak dan bersiaga... tetapi Sasaki-sensei, saat mengangkat wajahnya, tersenyum lebar seolah menemukan yang dicarinya.

     Lalu dia menepuk punggungku dengan keras!

     "Ini dia, ini! Natsume, ternyata kamu bisa juga, kan!"

     "Sakit, Sensei!?"


     Saat aku melompat-lompat sambil memegangi punggungku, Sasaki-sensei tertawa terbahak-bahak.

     "Wah, tidak kusangka kamu benar-benar bisa membuatnya dengan harga satuan di bawah 500 yen!"

     "Eh. Sensei kira saya tidak akan bisa menyelesaikannya?"

     Sasaki-sensei mengelus jenggot di dagunya sambil menyeringai.

     "Yah, kalau mengingat harga yang kudengar saat keributan sebelumnya. Kalau bisa dengan harga segini, seharusnya kamu sudah melakukannya dari dulu. Dengan begitu, keributan sebelumnya tidak akan menjadi masalah besar."

     "Mmm..."

     Dia membicarakan insiden keluhan dari orang tua karena aksesorisku. Memang benar, jika harganya segini, mungkin tidak akan merepotkan sekolah.

     "Ini hanyalah produk harga rendah untuk percobaan. Kualitas komponennya juga jauh menurun, dan yang terpenting, ini polos tanpa hiasan apa pun. Saya hanya memasang bunga pada komponen yang saya beli, jadi apakah bisa disebut aksesori untuk dijual, itu masih diragukan..."

     "Aku tidak begitu mengerti, apakah memang ada perbedaan sebesar itu?"

     "Sekarang ini, komponen aksesori juga dibuat dengan baik. Bagi orang yang tidak terlalu peduli, mungkin tidak ada perbedaan besar, tapi..."

     Memang benar, jika hanya memasang bunga pada komponen yang murah seperti ini, biaya bahan baku bisa ditekan.

     Harga aksesori yang tinggi adalah penanda kekuatan merek, tetapi sekaligus menjadi kendala dalam bisnis penjualan. Meskipun begitu, alasan aku tetap ngotot menggunakan komponen mahal adalah...

     "Hanya saja, mau bagaimana pun, akan ada perbedaan besar dalam kecepatan degradasi. Bunga preserved bisa bertahan bertahun-tahun jika dirawat. Jika komponennya rusak lebih dulu, menurut saya itu tidak bisa disebut produk yang sempurna."

     "...Begitu. Mungkin memang seperti yang kamu katakan."

     Harga memang bukan segalanya, tetapi harga yang tinggi memiliki alasan tersendiri.

     Dulu, di rumah Himari, Hibari-san pernah menyiapkan peralatan pembuatan aksesoriku. Meskipun aku menggunakannya setiap hari, peralatan itu masih berfungsi baik seperti baru.

     Kata kualitas tidak hanya berlaku untuk keindahan atau kenyamanan. Justru di era di mana kita bisa mendapatkan barang bagus dengan harga murah, ada hal-hal yang harus tetap kita hargai.

     "Baguslah. Pokoknya, dengan ini guru-guru lain juga akan setuju."

     Sasaki-sensei dengan gembira bangkit dan membawa rencana penjualan itu menuju meja Wakil Kepala Sekolah.

     Dia merangkul leher Wakil Kepala Sekolah yang sedari tadi sesekali melirik ke arah kami, lalu dengan sangat akrab menunjukkan rencana penjualan itu.

     "Wakil Kepala Sekolah. Lihat ini!"

     "...Hmm."

     Wahhh...!

     Wakil Kepala Sekolah terlihat sangat terganggu. Tapi Sasaki-sensei tidak menyadarinya, dia tertawa terbahak-bahak sambil membanggakan diri seolah itu hasil karyanya sendiri.

     Wakil Kepala Sekolah menghela napas, lalu memandang rencana penjualan itu.

     "...Hoo. Ini lebih matang dari yang aku kira."

     "Bagus, kan. Ini bukan pandangan bisnis anak SMA, lho."

     "Dulu, ada seorang murid perempuan yang sangat dewasa, yang hidupnya senang menyombongkan diri kepada guru dengan membuat hal seperti ini."

     "Lihat nama marganya. Dia adalah adik laki-laki dari Sakura."

     "Nnngh...!"

     Wakil Kepala Sekolah mengerang dengan wajah masam. Saku-neesan. Apa yang kamu lakukan di sekolah saat SMA dulu...?

     Wakil Kepala Sekolah, menyadari tatapanku, berdeham.

     "...Baiklah, kalau begitu. Penjualan ini aku izinkan."

     "Terima kasih!"

     "Tolong, jangan sampai ada masalah."

     "B-baik..."

     Tidak ada kepercayaan sama sekali...

     Aku menundukkan kepala dan meninggalkan ruang guru.

     (Setidaknya, rintangan pertama sudah terlewati.)

     Istirahat makan siang masih tersisa sekitar separuh waktu.

     Aku memutuskan untuk langsung menuju ruang sains untuk memfinalisasi rencana penjualan.

     (Apa yang Saku-neesan katakan kemarin... Konsep acara penjualan ini, ya.)

     Ini adalah acara penjualan pertama yang sepenuhnya kupegang.

     Seperti yang kubilang pada Saku-neesan, aku sudah punya gambaran umumnya.

     Aku juga punya banyak hal yang ingin kucoba, disesuaikan dengan Bunga Gekka Bijin sebagai tema utama kali ini. Aku ingin segera memfinalisasi strategi penjualannya dan mulai mempersiapkan diri sedini mungkin.

     "…Bagaimana dengan Himari, ya?"

     Festival budaya.

     Himari tidak terlalu antusias dengan acara penjualan aksesori ini.

     Tujuanku adalah untuk mandiri dari Himari.

     Aku tidak ingin lagi bergantung sepenuhnya pada Himari sebagai model seperti sebelumnya. Saat ini, aku sangat butuh pengalaman agar bisa menjamin penjualan yang lumayan sendirian.

     (…Tapi, Himari tidak menginginkan itu?)

     Apakah Himari ingin aku terus beraktivitas di bawah perlindungannya?

     Tapi itu rasanya seperti kematian bagi seorang kreator.

     (Membuat aksesori untuk Himari, apakah itu maksudnya?)

     Menurut teori Saku-neesan, memang begitu.

     Jika aku terus membuat aksesori untuk Himari, maka aku harus melanjutkan kegiatan kreatifku sesuai dengan keinginan Himari.

     Itulah jalan yang benar bagiku.

     Jika aku benar-benar peduli pada Himari, aku seharusnya membuang tujuan pribadiku.

     Namun, apakah itu benar-benar aku yang Himari cintai?

     Kepalaku jadi kacau, rasanya mau meledak.

     (Entah kenapa, rasanya seperti kembali ke dalam kotak pasir...)

     Padahal kami sudah melangkah keluar.

     Namun, sebagai akibat dari keinginan akan hubungan baru yang disebut cinta—rasanya kami kembali ke dalam kotak pasir.

     Apakah tetap berada di dalam kotak pasir ini akan baik untuk masa depan kami?

     (Apakah tidak ada cara untuk menyeimbangkan keduanya...?)

     Saat aku memutar otak, tiba-tiba terdengar suara familiar di koridor.

     "—"

     "—!?"

     Himari dan Enomoto-san?

     Apa yang mereka berdua lakukan? Ah, jangan-jangan mereka datang untuk menanyakan hasil rencana penjualan. Berpikir begitu, aku berbelok di tikungan.

     Himari sedang "menyerang" Enomoto-san.

     Kabedon dan gerakan dagu terangkat ala ingin mencium.

     Wah—pemandangan yang begitu terlarang. Biasanya aku akan sangat terkejut, tapi karena ini adalah dua gadis cantik, malah jadi terlihat artistik. Rasanya aku ingin menebarkan bunga lili putih di sekeliling mereka.

     ...Yah, terlepas dari itu.

     "…Himari? Enomoto-san? Situasi apa ini?"

     Mendengar itu, mereka berdua terkejut dan menoleh.

     Dan entah kenapa, cengkraman besi Enomoto-san tiba-tiba meledak ke kepala Himari!

     "Hii-chan, tiba-tiba apa yang kamu lakukan────!"

      "Mogyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!?"

     Setelah melumpuhkan Himari, Enomoto-san langsung kabur menuju ujung koridor tanpa berkata-kata.

     (Eh—...)

     Apa-apaan itu tadi?

     Setelah Enomoto-san pergi, aku tertegun sendirian.

Entah kenapa, sepertinya Himari sedang "menyerang" Enomoto-san. Astaga, sepertinya dia mau menciumnya, kan? Apalagi, Enomoto-san juga seperti menerimanya...

     Tapi, kenapa... Hah! Jangan-jangan!?

     'Aku sudah dipermainkan oleh Yuu-kun, jadi aku hanya bisa mencintai perempuan sekarang...'

     Seriusan...?

     (Tapi, kalau bukan itu, rasanya Enomoto-san tidak mungkin kalah dari Himari...)

     Saat aku merenung sendirian, tiba-tiba Himari yang tadi melamun di kakiku, menunjukkan reaksi.

     "U-uhm.... Aku ini, apa-apaan..."

     Himari, yang seolah baru saja terbebas dari roh jahat, terdiam saat melihatku.

     Kemudian dia mengedipkan matanya kebingungan, lalu mulai membuat alasan yang terkesan dibuat-buat.

     "A-hahaha. Yuu, kebetulan sekali bertemu di sini, ya? Kamu ganteng banget hari ini!"

     "Enggak, aku enggak mengerti maksudmu. Lagipula, tadi pagi kita sekelas, kan..."

     Lagipula, ini persis di depan ruang sains. Mustahil aku tidak bertemu dengannya.

     Aku ragu-ragu untuk mengucapkan kata-kata selanjutnya. Tidak, aku tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini. Kesimpulan dari apa yang aku pikirkan tadi belum kudapatkan.

     Saat kami masih berteman baik, hal seperti ini tidak pernah terjadi.

     Apakah ini salahku?

     Apakah salah jika aku memprioritaskan aksesori daripada Himari, padahal kami sudah berpacaran?

     Aku tahu bahwa sebelum semuanya terlambat, kami harus bicara baik-baik. Aku juga tahu bahwa jika perlu, aku harus mempertimbangkan kembali acara penjualan itu, tapi...

     "Soal festival budaya itu..."

     "Yuu. Aku akan mendukungmu sepenuhnya, ya!"

     Eh?

     Aku tercengang oleh perkataannya yang tiba-tiba.

     Entah mengapa, Himari tampak bertekad, mengembuskan napas penuh semangat.

     "Kemarin, Onii-chan mengucapkan sesuatu yang membuatku kesal, lho!"

     "Hibari-san?"

     Himari, sambil menirukan gaya misteriusnya dengan menyibakkan poni ke belakang, memamerkan giginya yang berkilau terang. Benar-benar DNA keluarga Inuzuka. Teknik membuat gigi berkilau tanpa sumber cahaya telah diturunkan.

     "Itu. 'Cinta dan impian itu tidak bisa berjalan beriringan', kira-kira begitu maksudnya?"

     "Begitu, ya..."

     K-kebetulan sekali.

     Aku juga baru kemarin ditegur oleh Saku-neesan dengan pembicaraan yang mirip.

     Himari mengepalkan tangannya erat-erat, seolah ada ilusi api yang berkobar di belakangnya.

     "Jadi, karena itu! Aku berniat serius untuk membuat Onii-chan terdiam, tahu!"

     "B-begitu, ya. Eh, apa enggak apa-apa begitu?"

     "Hah? Justru, enggak ada jalan lain, kan? Kita ini dianggap melempem hanya karena sudah berpacaran, tahu! Itu enggak masuk akal, kan?"

     "Benar. Aku juga merasa tersinggung..."

     Himari tersenyum lebar.

     "Oke, sudah diputuskan! Aku akan membuktikan dengan tegas bahwa aku adalah mitra takdirmu di festival budaya kali ini!"

     "Ya. Aku juga senang mendengarnya."

     Jujur saja.

     Aku menghela napas lega.

     (Syukurlah. Ternyata Himari tidak keberatan mengejar impian bersamaku...)

     Rasanya Himari yang dulu sudah kembali.

     Aku merasakan euforia yang sedikit nostalgia sambil berkata pada Himari.

     "Kalau begitu, mari kita bahas konsep penjualan sekarang..."

     "Ah, Yuu. Ada satu saran mengenai itu."

     "Eh?"

     Himari mengulurkan telapak tangannya di depan mataku.

     Menghentikanku, aku pun terdiam.

     Kemudian Himari mengucapkan sesuatu yang di luar dugaanku.

     "Acara penjualan kali ini, aku yang akan memproduksinya dengan sempurna!"

     —Eh?

     Aku terdiam.

     Himari akan memproduseri acara penjualan?

     Itu berarti aku akan jauh dari tujuanku untuk 'mendapatkan keuntungan dari acara penjualan yang kuproduseri sendiri'.

     "H-Himari?"

     "Nfufu~. Rasanya ini juga semacam ujian… apakah nanti aku bisa menjadi partner Yuu di masa depan. Soalnya, kan Yuu memang ingin terus mengejar kualitas aksesori setinggi mungkin? Jadi, aku pun harus siap membantu semua pekerjaan di balik layar 'you'. Lalu, kalau bisa… aku mau mempertimbangkan kemungkinan membuka toko brand 'you' suatu hari nanti. Anggap saja semua ini latihan persiapannya…"

     Himari terus berbicara tentang pandangan masa depan tanpa mendengarkan perkataanku.

     Aku mendengarkannya, meskipun aku masih terpaku.

     (…Memang benar, kalau ada acara penjualan, Himari yang memproduksinya adalah cara kami selama ini.)

     Itu justru yang aku inginkan.

     Aku ingin terus melakukannya bersama Himari, seperti sebelumnya.

     Kalau mengikuti itu, ya, ini yang akan terjadi... seharusnya.

     Tapi, acara penjualan kali ini...

     'Adik bodoh. Sekarang kamu sudah punya pacar, pemikiran muliamu itu salah besar.'

     ...!

     Kata-kata Saku-neesan kemarin, melekat di benakku seperti kutukan.

     Aku mencengkeram ujung seragamku erat-erat, lalu menelan kata-kata yang hampir keluar dari mulutku.

     Himari menolehkan kepalanya karena terkejut. 

     "Yuu, ada apa?"

     "Enggak..."

     Aku menggelengkan kepala.

     Dan dengan sekuat tenaga, aku memasang wajah pura-pura tidak tahu apa-apa.

     "Benar-benar Himari, ya. Aku enggak berpikir sampai sejauh itu."

     "Benar, kan! Kamu jadi jatuh cinta lagi, ya?"

     "Benar-benar jatuh cinta lagi. Himari memang pasangan terbaikku."

     Himari, sambil malu-malu berkata "Uhiyyah!", menepuk-nepuk pundakku.

     Aduh-duh-duh... Himari? Apa kamu benar-benar malu? Ini lumayan sakit, lho?

     Saat aku meringis menahan sakit yang tidak kentara, Himari tiba-tiba mengangkat jari telunjuknya.

     "Karena itu, sampai festival budaya, dilarang melakukan hal-hal yang mirip pacaran, ya?"

     "Seperti masa ujian saja..."

     "Betul sekali. Sebagai gantinya, setelah festival budaya selesai, ayo kita perbanyak kencan, ya?"

     "Ya, benar. Mungkin pergi agak jauh juga bagus."

     "Bagus tuh. Kalau bulan November, bagaimana kalau kita melihat dedaunan musim gugur?"

     "Ah, itu ide bagus. Aku juga pengin pergi."

     Di sekitar daerah kami, melihat dedaunan musim gugur biasanya berlangsung dari akhir Oktober hingga pertengahan November. Festival budaya ada di awal November, jadi waktunya pas.

     Ah, bagus sekali.

     Berjalan di bawah barisan pohon maple merah itu saja sudah terasa seperti melakukan perjalanan ke dunia lain. Berjalan di tengahnya bersama Himari, itu saja sudah membahagiakan.

     ...Entah kenapa, wajah Oneesan nakal dari Tokyo terlintas karena dedaunan musim gugur, tapi dedaunan musim gugur tidak bersalah. Aku akan menikmatinya dengan hati yang tenang.

     Saat aku asyik dalam lamunanku sendiri, aku menyadari Himari sedang menyeringai.

     "Ada apa?"

     "Nfufu~ Yuu, apa yang benar-benar kamu nantikan hanya melihat dedaunan musim gugur?"

     Maksudnya apa?

     Saat aku tertegun, Himari berbisik pelan di telingaku.

     "Di festival budaya nanti. Kalau Yuu berusaha keras, aku akan memberimu banyak hadiah, lho?"

     "...!?"

     Ugh.

     Terkejut oleh serangan mendadak itu, aku menegang.

     Eh? Apa? Hadiah?

     Maksudnya hadiah selain melihat dedaunan musim gugur? Dan itu hal-hal yang dilakukan sepasang kekasih, kan?

     (Itu berarti... mmm?)

     Saat aku menyadarinya, bahu Himari bergetar.

     Begitu aku terpikir, tawa keras Himari bergema.

     "Puhahaha! Yuu, kamu seriusan malu, ya!"

     "Berisik. Kamu juga wajahnya merah padam, kan..."

     Kulit putihnya sampai merah di telinga, kan.

     Dia sendiri yang mengatakannya, kenapa jadi dia yang kena batunya...

     "Nfufu~ Kira-kira Yuu-kun membayangkan apa, ya?"

     "Enyah, cepat kembali ke kelas!"

     Bel tanda istirahat makan siang berakhir berbunyi, dan aku buru-buru kembali ke kelas.

     …Ini tidak salah.

     Meskipun bukan aku yang mengatur, ini tetap acara penjualan aksesori "you".

     Jika aku benar-benar peduli pada Himari, inilah pilihan terbaik.

     Pikiran-pikiran lain seperti mandiri, itu hanya penghalang.

     Aku menjadi kreator yang kuat adalah demi kebahagiaanku bersama Himari.

 

♢♢♢

PoV

Inuzuka Himari

     Acara penjualan festival budaya sudah diputuskan akan diatur olehku.

     Sepulang sekolah.

     Aku sendirian di ruang sains, membuka buku catatan.

     (Permulaan yang bagus! Di sini aku akan menunjukkan hasil yang memuaskan dan membuktikan bahwa aku bisa menyeimbangkan status 'pacar' dan 'rekan impian'!)

     Puhahahaha.

     Yuu pasti akan terkejut dengan bakat tersembunyiku dan menangis tersedu-sedu.

     Aku bahkan sudah mensimulasikan sampai dia akan memeluk kakiku dan berkata, "Himari-sama~ Maafkan aku yang lancang selama ini~ Mulai sekarang, mari kita berjuang bersama~"

     Nah. Abaikan dulu masa depanku yang bahagia...

     ...Bagaimana cara memproduseri acara penjualan, ya???

     Aku menatap kosong buku catatan yang masih kosong melompong itu.

     Sebuah buku catatan yang benar-benar kosong.

     Halus dan mudah untuk ditulisi.

     Aku menatapnya sampai rasanya berlubang, tapi tetap saja kosong.

     "…Eih!"

     Aku mencoba mengayunkan jari. Namun, sayangnya, pulpen itu tidak menulis sendiri seperti yang dilakukan seorang murid penyihir.

     Aku sudah kehabisan akal.

     (Enggak, enggak, tunggu sebentar. Himari-chan enggak semudah itu menyerah, tahu!)

     Sambil tertawa "Ohohoho" dalam hati seolah-olah seorang nona bangsawan, aku kembali menghadap buku catatan.

     (Meskipun begitu, aku enggak begitu mengerti soal produksi, ya.)

     Ini benar-benar di luar bidang keahlianku.

     Memang benar kata Onii-chan... Pengetahuanku tentang manajemen bisnis, pada akhirnya, hanya hasil menjiplak dari kakak-kakakku. Karena aku sendiri tidak mengalaminya, itu hanya sebatas ranah pengetahuan.

     (Kelemahanku adalah tidak pandai membuat sesuatu dari nol...)

     Aku mencoba melihat situs web e-commerce "you". Desainnya menonjolkan foto-foto aksesori Yuu, memadukan kesederhanaan dan kelucuan dengan baik.

     (Ketika memutuskan ini dulu, bagaimana, ya...?)

     Seingatku, ada kumpulan templat untuk membuat situs web. Aku mengambil bahan-bahan dari sana, lalu mengolahnya hingga jadi seperti sekarang.

     (Cukup lucu. Memang, aku pandai mengaplikasikan sesuatu, ya.)

     Rasanya aku menemukan secercah harapan.

     Artinya, dalam hal memproduksi, yang penting bukanlah memaksakan diri. Tetapi mencontoh acara penjualan lain dan menyalin arahannya.

     Mencontoh sesuatu... Apa?

     (Acara penjualan kan tidak mudah ditemukan begitu saja... Hmm?)

     Tiba-tiba, wajah Enocchi terlintas di benakku.

     Toko kue Enocchi... lucu sekali, ya. Aku sudah membersihkannya sampai ke setiap sudut saat kerja paruh waktu musim panas, dan aku hafal betul desain rak produknya.

     Mataku berkilauan.

     (Meniru toko Enocchi...?)

     Itu adalah tawaran yang sangat menggiurkan.

     Rasanya seperti Hansel dan Gretel yang hampir tergoda oleh penyihir jahat. Aku bisa jadi gemuk bulat-bulat di rumah kue itu.

     (Yah, enggak apa-apa, kan! Enochi juga anggota "you", jadi persetujuan setelahnya saja!)

     Aku dengan riang gembira hendak menulis di buku catatan.

     Tapi...

     "...Eh?"

     Tanganku tak bisa bergerak.

     Bukan karena dikutuk penyihir, tapi entah kenapa jari-jariku tak mau bergerak. Ada sensasi yang seolah mendorong akal sehatku.

     (Ah, ini enggak beres...)

     Ini adalah pola yang sudah beberapa kali kurasakan dalam enam bulan terakhir.

     Naluriku menolak. Aku merasakan anak anjing kecil yang ketakutan di dalam diriku melolong-lolong karena aura heroine utama Enocchi yang terlalu kuat.

     Tidak, jangan menyerah, Himari.

     Enocchi sudah menyerah soal Yuu. Sekarang, tidak perlu khawatir akan direbut!

     (Enochi adalah anggota "you"! Enochi adalah anggota "you"! Enochi adalah...)

     Sambil merapal mantra seperti jampi-jampi, aku mengetuk-ketukkan ujung pulpen di kepalaku berkali-kali.

     Dengan kepala yang sudah dipijat dan aliran darahnya lancar, aku mencoba lagi di buku catatan!

     "~~~~~~~~!"

     T-tidak bisa!

     Aku melempar pulpenku. Pulpen itu menggelinding dengan cukup kencang dan jatuh ke sisi lain meja.

     "…Malas gerak."

     Aku menggeser pantatku ke depan, lalu menjulurkan kaki di bawah meja. Aku berjuang keras mencoba meraih pulpen dengan ujung kaki.

     Puffufu, pose yang sangat tidak sopan. Kalau sampai dilihat pacar, sebagai seorang gadis, aku tidak akan bisa hidup lagi!

     (Ah, sedikit lagi sampai... ah, enggak, bukan ke sana, tapi ke sini dong~...)

     Saat aku sedang bermain kejar-kejaran dengan pulpen dan ujung kakiku, tiba-tiba suara dari samping terdengar.

     "...Hii-chan. Apa yang sedang kamu lakukan?"

     "Pugyaha!?"

     Pantatku yang bertumpu di ujung kursi, merosot jatuh.

     Aku menabrak pantatku seperti di acara komedi jadul, dan mengerang kesakitan, "Uwoooo!"

     Ketika aku mendongak, Enocchi menatapku dengan wajah terkejut.

     "Ya, yahhooo. Enocchi, hari ini juga kamu cantik, ya?"

     "...Iya. Makasih."

     Ah, dia mengalihkan pandangan. Aku merasakan kebaikan seolah-olah dia berpikir, "Aku anggap tidak melihat kejadian tadi."

     Justru itu menusuk dan meresap ke dalam hatiku, aku mengambil pulpen dan kembali naik ke kursi.

     Enochi duduk di seberang sambil membuka buku PR-nya. Apakah latihan klub musik tiup libur hari ini?

     "Yuu-kun?"

     "Dia sedang menata taman bunga hari ini. Katanya ada sesuatu yang ingin dia persiapkan sebelum acara penjualan festival budaya."

     "Hm..."

     Dia bergumam, terdengar tidak terlalu tertarik.

     Lalu, sambil mengisi lembar kerja matematika, dia bertanya lagi dengan nada yang sama tidak pedulinya.

     "Kalian tidak mengerjakannya berdua?"

     "Aku sedang membuat konsep acara penjualan!"

     "Konsep... maksudmu tema utama acara penjualan, kan? Hii-chan yang buat?"

     Ah, dia terlihat sangat ragu.

     Aku mengabaikan hasil memalukan tadi, lalu membusungkan dada sambil terkekeh.

     "Yah, kalau sudah aku yang turun tangan, itu gampang sekali. Akan kubuat acara penjualan yang sangat-sangat lucu, deh!"

     "...Ya. Semangat."

     Ah, dia tidak percaya!

     Astaga. Enochi, aku ingin kamu sedikit membantuku menaikkan mood, dong. Bohong pun enggak apa-apa.

     (Hmm? Ngomong-ngomong, Enocchi...)

     Aku mencondongkan tubuh dan bertanya.

     "Hei, Enocchi. Kamu pernah pergi ke pameran tunggal aksesori di Tokyo, kan?"

     "...Iya."

     "Pameran di Tokyo itu pasti sangat keren, kan? Bagaimana menurutmu kalau kita meniru desain pameran itu? Yuu juga bilang dia senang, lho. Nah, ide bagus, kan?"

     "Eh..."

     Enocchi menunjukkan ekspresi aneh.

     Entah apa namanya, cemberut? Bibirnya melengkung ke bawah begitu?

     Sambil berpikir sejenak, dia bergumam, "Uhm..."

     "Tapi, kurasa lebih baik tidak meniru yang itu..."

     Hm?

     Jangan-jangan, dia berpikir aku tidak akan bisa melakukannya?

     "Enggak apa-apa! Aku juga sudah naik level karena bekerja paruh waktu di toko Enocchi!"

     "...Bukan itu maksudku."

     Dia menghela napas sambil menyetujui.

     "Kalau Yuu-kun bilang tidak apa-apa, ya sudah, tidak apa-apa."

     Jawabannya lumayan dingin, ya.

     Apa ada masalah dengan pameran tunggal itu?

     Namun, Yuu bilang itu sangat modis dan penuh dengan selera yang bagus. Agak penasaran, sih... tapi aku juga tidak punya ide bagus lainnya.

     (Yah, enggak apa-apalah. Aku memang enggak pandai membuat dari nol, tapi aku ahli dalam mencontoh.)

     Aku meremehkannya.

     Dengan pemikiran santai seperti itu, aku memutuskan untuk menjadikan pameran tunggal yang Yuu alami di Tokyo sebagai referensi.

 

♣♣♣

PoV

Natsume Yuu

     Beberapa hari kemudian, setelah sekolah.

     Himari dan Enomoto-san datang ke rumahku. Karena rencana penjualan sudah disetujui, kami memutuskan untuk serius mempersiapkan festival budaya... tapi ada beberapa masalah.

     Pertama, yang paling besar.

     "...Yuu. Bagaimana ini?"

     "...Bagaimana, ya?"

     Kami menatap Bunga Gekka Bijin yang kami bawa dari rumah Araki-sensei, sebuah tanaman raksasa berbentuk air mancur setinggi satu meter, yang bertengger di tengah ruang berkebun indoor yang kubuat dari lemari di kamarku.

     Bunga Gekka Bijin itu tidak mau mekar.

     Meskipun aku mengamatinya setiap malam, sama sekali tidak mekar. Jika lebih lama lagi, bahkan jika mekar pun, tidak akan sempat diproses menjadi aksesori.

     "Meskipun begitu, yang satu ini memang tidak bisa berbuat apa-apa..."

     Bunga Wijayakusuma adalah bunga yang rewel.

     Terkadang tidak mekar selama bertahun-tahun, lalu tiba-tiba menghasilkan banyak bunga mekar penuh. Kuncup bunganya terlihat menggembung dengan baik, jadi sepertinya bunganya tidak kekurangan nutrisi...

     "Ngomong-ngomong, di mana Enomoto-san?"

     "Dia lagi bermain sama Daifuku-kun di ruang keluarga bawah."

     "Oh, begitu..."

     Pantas saja sejak tadi Daifuku, kucing putihku, terus menjerit "Nigyuaaa!" Ternyata begitu ceritanya. ...Enomoto-san, apa yang dia lakukan sampai kucing sebegitu takutnya padanya, ya?

     Himari menghela napas.

     "Yah, kalau enggak mekar, mau bagaimana lagi. Sekarang, mari kita lakukan apa yang bisa kita lakukan, ya?"

     "Benar. Setidaknya, kita harus melanjutkan produksi bunga selain Bunga Gekka Bijin..."

     Himari terkekeh misterius, "Nfufu~♪"

     Aku bertanya-tanya ada apa, tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah map dari tas sekolahnya. Dia menarik berkas-berkas yang terikat dan membukanya.

     Saat aku mengintip isinya... Wow!?

     "Hebat sekali ini!"

     Himari tertawa bangga, "Puhahaha!"

     Dia mengangkat map itu, lalu menepuknya dengan tangannya.

     "Ini namanya 'Manual Rahasia untuk Membawa "you" Menuju Kemenangan di Festival Budaya'!!"

     "Pertama-tama, penamaannya terlalu menyedihkan..."

     Membuatku langsung mengomentari di awal, apa dia yang terkuat, ya?

     Aku menerima berkas itu dan membolak-baliknya. Lalu aku terkejut.

     "I-ini..."

     Itu adalah jadwal harian sampai festival budaya, jadwal acara penjualan pada hari-H, serta desain tempat... contoh denah penempatan produk penjualan.

     Semuanya dibuat dengan sangat detail. ...Wah. Bahkan tanggal mulai produksi aksesori sudah ditetapkan dengan menghitung mundur dari tanggal pemasukan produk ke acara penjualan.

     "Hebat sekali. Kamu membuatnya dalam beberapa hari ini?"

     "Yah, kalau aku yang mengerjakan, segini sih biasa saja~"

     Memang benar, dia selalu mendapat pendidikan khusus dari Hibari-san. Sampai Enochi bergabung, Himari juga yang mengerjakan tugas-tugas administrasi "you" untuk kami.

     Himari membalik lembaran dokumen sambil menambahkan penjelasan.

     "Pertama, tema acara penjualan kali ini adalah 'Chic'."

     "Begitu. Chic, ya..."

     CHIC... Maksudnya, gaya yang modis, kan?

     Bagaikan, apa ya? Film klasik, atau urban, atau... ah.

     Dari firasat itu, aku melihat desain tempat penjualan sekali lagi. Penataan yang minim barang dan sederhana, tetapi seimbang... Aku merasa familiar dengan ini.

     "Jangan-jangan, ini gambaran pameran tunggal Tenma-kun?"

     "Puhaha. Yuu memang pintar, langsung tahu, ya!"

     "Tentu saja aku tahu, tapi... eh, tapi aku tidak pernah memberitahu Himari denah pameran tunggal Tenma-kun, kan?"

     Lagipula, itu bukan sesuatu yang didokumentasikan dalam bentuk denah.

     Aku sendiri hanya dijelaskan secara lisan oleh Tenma-kun pada hari pameran.

     Himari menjawab dengan wajah bangga.

     "Aku dapat saran dari Enocchi, lho!"

     "Eh, seriusan..."

     Memang benar, Enomoto-san pernah ikut serta dalam pameran tunggal itu.

     Namun, Enomoto-san tidak ikut dalam pembangunan. Bahkan pada hari pameran, dia hanya berpartisipasi di hari pertama.

     Itu berarti, dia mengingat desain pameran hanya dalam satu hari itu. ...Aku tahu dia pintar, tapi aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku.

     "? Yuu?"

     "Ah, enggak. ...Tapi, aku terkejut ini bisa dibuat semirip itu."

     Temanya adalah 'CHIC'.

     Memang benar, pameran tunggal Tenma-kun sangat cocok dengan gambaran itu. Jika mengikuti gayanya, aku mengerti mengapa barang-barang yang digunakan jadi sedikit.

     Ruangan yang minim hiasan, tenang, dan nyaman.

     Yang akan dipasang hanyalah tiga meja panjang.

     Dan satu tangkai bunga yang diletakkan di meja guru.

     Menggunakan ruangan kelas dengan leluasa, menjauh dari keramaian festival budaya. Seharusnya cocok juga dengan citra aksesori bunga buatanku.

     "Himari. Kamu sudah memikirkan vas bunga untuk meja guru ini?"

     "Eh? Belum sampai sana..."

     "Kalau begitu, pakai Anthurium aja."

     "Boleh aja, tapi kenapa?"

     "Bunga Anthurium merah muda memiliki makna 'kecantikan yang tidak dibuat-buat'. Cocok sekali dengan konsep kita kali ini, kan?"

     "Ooh! Hebat Yuu! Memang pasangan takdirku!"

     Kami berdua bertepuk tangan, "Yeay!"

     Entah kenapa rasanya menyenangkan. Belakangan ini kami sering canggung, tapi akhirnya suasana khas kami kembali lagi.

     Sudah diputuskan begitu, jadi aku harus menyiapkan Anthurium.

     Meskipun ini bunga musim panas, seharusnya masih mekar sampai sekitar bulan Oktober. Jika aku bisa menemukan bibit yang bagus dan mengatur kecepatan pertumbuhannya dengan lampu LED, pasti berhasil.

     "Himari, terima kasih. Aku sendiri tidak akan terpikir sampai sejauh ini."

     Awalnya aku sedikit cemas karena desain yang kupikirkan tidak bisa digunakan, tapi setelah melihat ini dari Himari, rasanya tujuan 'meraup keuntungan di acara penjualan' menjadi lebih realistis.

     Himari dengan bangga merona.

     "Phehehe. Yah, aku kan pasangan takdirmu, Yuu."

     Manisnya.

     Sial, dia tetap saja pandai menyerangku secara tiba-tiba seperti ini. Lebih licik lagi karena dilakukan setelah dia memamerkan kemampuannya. Memang pantas dia dijuluki 'wanita iblis'.

     Saat aku memikirkan itu, tiba-tiba pipiku dicolek-colek.

     "Lho, lho? Yuu, jangan-jangan kamu jatuh cinta lagi sama kemampuanku, ya?"

     "Hentikan!"

     Aku buru-buru menepis tangannya, dan Himari tertawa terbahak-bahak, "Puhaha!"

     Gadis ini, kombinasi "puhehe" dan "puhaha" itu curang sekali. Apa dia berniat menghancurkan segalanya dengan sihir pamungkas yang menggabungkan atribut berlawanan...?

     "Himari, boleh kita bahas bagian jadwalnya?"

     "Boleh~ Kalau begitu..."

     Saat kami hendak mendiskusikan detail manual itu—

     Daifuku si kucing putih menjerit "Nigyaaahhh!" dan melompat masuk!

     "Waaah!? Tunggu, Himari! Daifuku, tangkap!"

     "B-baik! Daifuku-kun!"

     Daifuku berlarian di sekitar ruangan dengan suara berdebam-debam.

     Aku buru-buru menutup dan mengunci lemari tempat Bunga Gekka Bijin berada. Kalau sampai ini diserang, acara penjualan kali ini benar-benar tamat!

     Daifuku menjatuhkan lampu meja di mejaku, lalu akhirnya bersembunyi di bawah tempat tidur. Dan kemudian, hening... keheningan menyelimuti.

     "Oi, Daifuku?"

     "D-Daifuku-kun~?"

     Kami berdua, Himari dan aku, mengintip ke bawah tempat tidur.

     Daifuku membelakangi kami, pantatnya bulat, dan dia gemetar. Apa gerangan yang bisa membuat kucingku yang arogan itu begitu ketakutan... Yah, sebenarnya aku sudah bisa menebaknya.

     Kami memutuskan bahwa Daifuku akan keluar sendiri setelah tenang, lalu Himari dan aku menuruni tangga.

     Ketika kami melihat ke arah ruang keluarga, pemandangan yang kacau balau—dalam arti tertentu, sesuai dugaan—terbentang di hadapan kami.

     Mainan kucing yang sudah tercabik-cabik berserakan, dan Enomoto-san sedang memeluk lututnya, dengan churu yang sudah terbuka dan bando telinga kucing di kepalanya. ...Ada semacam aura suram yang menguar darinya.

     "...Aku pengin mati aja."

     "Enomoto-san!? Tenang, tenanglah! Ini kebetulan! Sungguh kebetulan, Daifuku memang sedang enggak enak badan aja!"

     "B-benar! Enocchi! Sedikit demi sedikit dia akan terbiasa! Pasti, dia akan terbiasa!"

     Bahkan Himari pun merasa kasihan, jadi kami berdua berusaha sekuat tenaga menyemangatinya.

     Enomoto-san. Padahal sebelum datang ke sini, dia begitu bersemangat dengan senyum lebar, "Hari ini aku akan saling mencintai dengan Daifuku-kun!"...

     Dengan mata kosong, Enomoto-san mengalihkan pandangan dari kami.

     "Padahal di cat cafe Tokyo berhasil..."

     "Daifuku kami memang susah ditebak..."

     Aku tidak bisa mengatakan, bahkan jika bibirku sobek, bahwa kucing-kucing di sana bekerja secara profesional.

     Bagaimanapun, aku harus melakukan sesuatu pada Enomoto-san. Ambil handuk dulu dan... ah, sebelum itu, aku harus membangunkannya.

     "Enomoto-san? Ayo, kamu harus mencuci rambut dulu..."

     "Iya..."

     Aku tanpa sengaja memegang tangannya dan membangunkannya.

     Tiba-tiba Enomoto-san menatap tangannya dan mengedipkan mata. ...Entah kenapa wajahnya memerah padam.



     "Waaah────!"

     "Gyaaaaaahhh!?"

     Tiba-tiba, Iron Claw yang tak beralasan menyerangku!

     Aku langsung dilumpuhkan dan terjerembap di tempat. Enomoto-san dengan terburu-buru meninggalkan ruang keluarga.

     "K-kenapa..."

     "Yuu. Apa yang kamu lakukan kepada Enocchi...?"

     "A-aku enggak melakukan apa-apa... seharusnya..."

     ...Sejak terakhir kali dia membantuku membuat rencana penjualan, entah kenapa Enomoto-san jadi canggung.

     Padahal dia bilang "teman biasa" begitu, tapi... jangan-jangan bagi Enomoto-san, menyerang jika didekati itu teman biasa? Apa-apaan itu, suku petarung kuno, ya? Gadis yang hanya bisa berteman dengan yang kuat?

     (…Eh? Ngomong-ngomong, bukankah waktu itu dia dan Himari hampir berciuman?)

     Jangan-jangan Enomoto-san... "Karena dipermainkan oleh Yuu-kun, aku jadi enggak bisa disentuh selain dengan perempuan"? Enggak mungkin segila itu. Itu terlalu mengada-ada... Tapi ini Enomoto-san, sih. Dia selalu di luar dugaan...

     Tidak, masalahnya lebih dari itu!

     "Baiklah, karena Enomoto-san baik-baik saja, mari kita kembali ke acara penjualan..."

     "Ah, iya. Ada yang mengganjal?"

     "Dekorasi tempatnya sepertinya enggak terlalu merepotkan, jadi sekarang fokus ke produksi aksesori. Aku harus segera mengamankan tempat kerja dan menyiapkan bunga selain Gekka Bijin."

     Karena harus menyiapkan dalam jumlah besar, aku butuh tempat kerja yang tenang.

     Ruang sains sekolah memang bagus, tapi harus membereskan peralatan setiap saat, jadi tidak cocok untuk produksi massal.

     "Lagipula, aku juga harus memantau Gekka Bijin..."

     Tugasnya terlalu banyak.

     Meskipun aku tergila-gila bunga, kapasitas kemampuanku ada batasnya...

     "Enggak mungkin Yuu bisa melakukan semuanya sendiri. Buktinya kamu aja udah sering menguap di kelas, kan?"

     "Memang berat kalau harus begadang semalaman..."

     Bunga Gekka Bijin, sesuai namanya, hanya mekar di malam hari.

     Mengumpulkan perhiasan bunga dari bunga itu berarti aku harus mengawasinya di malam hari.

     Belakangan ini aku mengawasinya sambil membuat aksesori bunga lain, tapi aku ini kalau sudah fokus pada aksesori, jadi tidak bisa melihat yang lain. Ada bahaya aku akan melewatkan Bunga Gekka Bijin meskipun sudah mekar.

     Lagipula, yang lebih penting adalah kekurangan tidurku sudah parah.

     Himari menghela napas pasrah.

     "Kalau begitu, bagaimana kalau di rumahku?"

     "Di rumah Himari?"

     "Betul. Di rumahku ada peralatan yang kubeli waktu libur musim panas, dan yang terpenting, ada kamar kosong, kan? Kamu bisa menginap di rumahku sebentar, dan kita semua bisa bergantian mengawasi Bunga Gekka Bijin."

     "Itu bagus sekali, tapi apa gunanya aku menginap...?"

     "Enggak, kalau bunga mekar dan langsung dipetik, kan harus ada Yuu..."

     Itu argumen yang sangat valid.

     Memang benar, meskipun aku dihubungi lewat ponsel, ada risiko aku ketiduran. Ditambah lagi, di rumah keluarga Inuzuka fasilitas untuk memproses bunga juga lengkap, jadi ini adalah tawaran yang tak bisa kubayangkan lebih baik lagi.

     Hanya saja...

     (...Entah kenapa, aku punya firasat buruk. Terutama dalam artian Hibari-san.)

     Mengingat aku dan Himari sudah resmi berpacaran dan akan menginap, tidak menutup kemungkinan dia akan melakukan hal-hal aneh yang tidak perlu... Tidak, dia pasti akan melakukan sesuatu. Begitu aku menginjakkan kaki di halaman, rasanya aku akan dipaksa membubuhkan cap jempol di surat nikah dengan kecepatan cahaya.

     Saat aku merenungkan kemungkinan masa depan yang terjadi, entah kenapa Himari menatapku dengan tatapan sinis.

     "Kamu menginap di tempat Enocchi boleh, tapi di tempatku enggak bisa, itu maksudnya apa, ya?"

     "Ugh...!"

     Kalau sudah begitu, aku tidak bisa berkata apa-apa...

     "B-baiklah. Memang benar, aku enggak bisa melakukannya sendiri."

     Himari yang langsung bersemangat setelah mendengar jawabanku, mengangkat tangannya sambil berseru, "Yeay!"

     "Oke, kalau begitu..."

     "Baiklah. Sampai Gekka Bijin mekar, kita akan menginap di rumah Hii-chan, ya."

     Eh?

     Aku dan Himari tersentak, lalu menoleh bersamaan. Enomoto-san, yang entah sejak kapan sudah kembali dari kamar mandi, sedang mengeringkan rambut basahnya dengan handuk. Sepertinya dia mencucinya dengan cukup bersih.

     Lalu dia mengulanginya dengan santai.

     "Kapan? Mulai besok? Kalau begitu, aku juga akan bilang pada Ibuku kalau aku bakal menginap di rumah Hii-chan."

     "Eh, Enomoto-san juga ikut...?"

     Enomoto-san memasang wajah bingung.

     "Kan ada 'Tiga Syarat dari Shii-kun'..."

     'Tiga Syarat Makishima'.

     Itu adalah aturan misterius yang Makishima berikan kepada kami untuk acara penjualan aksesori kali ini.

     1. Selama pembuatan aksesori sampai festival budaya berakhir, tiga anggota harus selalu bertindak bersama.

     2. Motif aksesorinya adalah 'Enomoto Rion'.

     3. Jika ada perbedaan pendapat antar anggota, pendapat Enomoto-san harus diutamakan.

     Memang benar, jika mengikuti aturan ini, Enomoto-san harus ikut serta dalam pengambilan Bunga Gekka Bijin.

     Tapi, tidak mungkin aku bisa melibatkan dia dalam pekerjaan malam. Makishima sendiri mengatakan bahwa ini hanya sebatas 'berusaha semaksimal mungkin'.

     Lagipula, bukankah Enomoto-san tidak terlalu bersemangat dengan acara penjualan ini?

     Himari tampaknya juga tidak menyangka akan didesak sejauh ini, dan dia terlihat sedang memikirkan reaksinya. Seolah menyadari suasana kami, Enomoto-san menundukkan kepala.

     "...Ah, iya. Benar juga. Aku kan hanya teman biasa, maaf kalau mengatakan hal aneh dan merepotkan kalian."

     Kata-kata itu menusuk hati kami.

     Ini seperti... "Jangan ganggu kemesraanku dan Himari berduaan saja." Sungguh tidak enak hati pada Enomoto-san yang sudah berbaik hati membantu.

     Himari mengibas-ngibaskan kedua tangannya.

     "Eh, Enocchi! Enggak apa-apa! Aku sangat menyambutmu!"

     "Benar sekali! Lagipula, ayo Enomoto-san juga ikut bersama!"

     Kami menunjukkan sambutan yang berlebihan dan sengaja dibuat-buat.

     Enomoto-san menatap kami dengan pandangan penuh curiga, namun akhirnya mengangguk kecil.

     "...Baiklah. Kalau begitu, sampai besok, ya."

     Sambil berkata begitu, dia menyampirkan tasnya dengan ekspresi datar. Dan dengan wajah yang sangat keren, dia meninggalkan ruang keluarga sambil mengayunkan bahu dengan gembira.

     ...Enomoto-san, meskipun biasanya berusaha terlihat biasa saja, dia sebenarnya sangat menyukai acara-acara di luar kebiasaan seperti ini.  Dia pasti akan berusaha ikut.

     "Himari, enggak apa-apa?"

     "Hmm. Yah, kalau keluargaku sih oke-oke aja. Mereka juga kenal Enocchi sejak kecil."

     "Bukan itu, maksudku Hibari-san..."

     "Ah—..."

     Himari pun tersadar.

     Kakak Himari, Hibari-san, dan Kakak Enomoto-san, Kureha-san, seperti anjing dan kucing (?). Trauma itu begitu parah sampai Hibari-san menolak semua orang yang berhubungan dengan Kureha-san. Bukan kekanak-kanakan... tapi dia adalah orang yang sangat mementingkan pertahanan diri.

     Himari tersenyum lebar.

     "Yah, paling buruk, tinggal pindahkan aja Onii-chan ke rumah Yuu, biar dia sendirian, kan?"

     "Apa itu solusi...?"

     Mengusir Hibari-san agar kami bisa tinggal di rumah Himari, ini benar-benar tidak masuk akal.

     "Kalau orang itu, pasti senang kalau kubilang boleh pakai kamarmu."

     "Aku benci diriku yang bisa membayangkan itu..."

     Karena aku tidak ingin situasi itu terjadi, aku akan berusaha keras membujuknya besok.

     "Aku juga mau pergi ke minimarket di sana dan melapor pada Saku-neesan serta Ayah. Aku juga akan minta penyesuaian jadwal shift kerjaku."

     "Benar juga~. Aku aja yang menjelaskan pada Sakura-san, ya~"

     "Oh, itu sangat membantu."

     Saat liburan musim panas pun, dia sangat fleksibel dengan shift-ku, jadi aku sungkan mengatakannya. Dalam hal ini, Saku-neesan sangat menyayangi Himari, jadi tingkat keberhasilannya sepertinya akan lebih tinggi daripada aku yang mengatakannya.

     ...Begitulah, perkemahan di rumah Himari sampai Bunga Gekka Bijin mekar pun diputuskan.

♣♣♣

     Sejak keesokan harinya, perkemahan intensif di rumah Himari pun dimulai.

     Sepulang sekolah, aku dan Himari menuju rumah keluarga Inuzuka. Enomoto-san dijadwalkan akan bergabung setelah latihan klub musik tiup selesai.

     Kami sampai di titik di mana gerbang rumah keluarga Inuzuka, yang menyerupai rumah samurai dan telah menjadi simbol daerah ini, mulai terlihat.

     "Ngomong-ngomong, situasi serupa juga terjadi saat bimbingan belajar tambahan di semester pertama, ya."

     "Hahaha. Yuu, kamu terjatuh di pintu masuk karena kejutan dari Onii-chan, kan?"

     Berisik.

     Itu jelas sekali kamu yang merencanakannya.

     "Sebentar lagi akan terlihat... hmm?"

     Dari atas gerbang tanpa pintu, terpasang spanduk putih yang sangat mencolok.

     'SELAMAT DATANG!! CUCU MENANTUKU, NATSUME YUU DAN ROMBONGAN!'

     ...Wow.

     Aku menarik kerah belakang Himari, menyeretnya perlahan ke balik bayangan. Aku meluapkan semua isi hatiku pada Himari yang membuang muka dengan ekspresi sangat canggung.

     "Makanya aku enggak mau datang ke rumah Himari!"

     "Hah? Beraninya kamu bicara begitu pada keluargaku."

     "Kalau begitu, aku balik tanya! Kalau Saku-neesan tipe orang yang melakukan hal seperti ini, apa kamu mau datang bermain!?"

     "Tentu saja enggak mau."

     Pasti begitu!

     Alasan mengapa aku tidak pernah datang ke rumah Himari selama setahun SMA adalah karena ada kejadian seperti ini.

     Jika hal seperti itu bisa terjadi bahkan saat masih menjadi sahabat, tentu saja akan jadi seperti ini setelah kami resmi berpacaran. Akhir-akhir ini aku tidak bertemu Kakek Himari, jadi aku benar-benar lengah.

     "Ternyata ini yang kumaksud 'firasat buruk'..."

     "Ahaha. Dengar-dengar kamu akan menginap mulai hari ini, Kakek dan yang lainnya jadi semangat sekali."

     Meskipun aku sudah beberapa kali menginap saat liburan musim panas, saat itu kami masih sahabat, jadi mereka menahan diri. Memang pantas disebut keluarga terpandang, mereka memahami seni negosiasi. Aku, seorang anak kecil seperti ini, tidak bisa menandingi mereka.

     Lagipula, lihatlah. Tatapan para ibu-ibu di sana yang berkata, "Oh, bukankah itu Natsume-kun?" dan "Wah, sudah dewasa sekali, ya" sungguh menyakitkan. Kenapa aku dikenal sampai ke tetangga rumah Himari...?

     Setelah membulatkan tekad, aku melewati gerbang tanpa pintu dan menginjakkan kaki di halaman. Di tengah taman Jepang yang indah, seorang pria tampan berjas sedang berpose sempurna dengan melipat tangan.

     Tentu saja, itu adalah Hibari-san.

     Aku memang menduga dia ada, tapi tidak menyangka dia benar-benar menungguku. Aku sudah berhenti melontarkan komentar tidak pantas seperti "Apa kamu tidak bekerja...?".

     "Selamat datang, Yuu-kun! Di kediaman keluarga Inuzuka!"

     "T-terima kasih, Hibari-san. Mohon bimbingannya..."

     Hibari-san melepas kacamata hitamnya dan memamerkan gigi putihnya yang berkilau.

     "Yuu-kun. Akhirnya kamu memutuskan untuk menjadi bagian dari keluarga Inuzuka, ya?"

     "Uhm, kamu dengar kan, kalau hanya sampai Bunga Gekka Bijin mekar?"

     "............"

     "Dengar, dong!? Jangan pura-pura enggak dengar!?"

     Jangan pura-pura masuk telinga kanan keluar telinga kiri, dong...

     "Hahaha. Hanya bercanda, kok ♪"

     "Benar, ya..."

     "Nah, kalau begitu, untuk menyambut Yuu-kun, makan malam harus meriah, ya."

     "Enggak, yang biasa aja... Lagipula, aku enggak usah dipedulikan..."

     "Sushi atau kaiseki, mana yang kamu pilih?"

     "Enggak dengar!? Orang ini, benar-benar enggak dengar!!"

     "Oh ya. Kalau menginap beberapa malam, bagaimana kalau sekalian aja menyewa koki untuk tinggal di sini...?"

     "Sungguh, tidak perlu! Aku bisa beli roti di minimarket mana pun kok!"

     Memang sih, aku sangat menghargai niatnya.

     Tapi standar orang ini berbeda dengan orang biasa. Aku takut dia benar-benar akan membawa koki terkenal dari kota. Mau disebut bintang Michelin berapa pun, mana mungkin aku mengerti...

     Entah apakah bujukanku yang putus asa berhasil, Hibari-san menghela napas, "Hmm..." Syukurlah, dia mau mempertimbangkannya lagi. Tidak pantas dia menghamburkan uang berharga begitu saja untuk bocah sepertiku.

     Saat aku merasa lega, Hibari-san bergumam dengan wajah serius.

     "Begitu. Pertama, sushi."

     "Aku belum pernah melihat komunikasi sekuat ini..."

     Aku menyerah saja. Apa pun yang dia bawa, akan kuhabiskan semua dengan lidah rendahan orang biasa ini.

     Ketika aku merasa kesal, suara tajam terdengar dari rumah utama.

     "Berhenti!!"

     Suara itu serak namun penuh semangat. Kami menoleh, dan seorang kakek berambut putih berbaju kimono berdiri tegap.

     Kakek Himari—Inuzuka Gorozaemon.

     Berusia 88 tahun. Kadang-kadang dirawat di rumah sakit karena sakit pinggang, tetapi masih berkuasa sebagai pemimpin keluarga Inuzuka. Meskipun sudah tua, auranya yang meletup-letup tidak menunjukkan tanda-tanda memudar.

     Dengan tatapan tajamnya, ia melotot ke arah Hibari-san.

     "Hibari. Apa yang kamu lakukan seenaknya sendiri..."

     "Kakek..."

     Suasana tegang yang tiba-tiba.

     Aku menelan ludah melihat atmosfer yang mirip pertarungan serius antar master ini. Inikah tekanan dari para pria yang sehari-hari mempertaruhkan nyawa...?

     Mungkin saja Gorozaemon-san sebagai pemilik rumah tidak menyetujui kami menginap. Itu wajar saja, mengingat ada cucu perempuan yang sedang beranjak dewasa di rumah ini.

     (…Begitulah, mungkin orang biasa akan berpikir begitu.)

     Namun aku tahu.

     Tragedi yang akan segera terjadi...

     Dan seperti dugaan. Gorozaemon-san membelalakkan mata, merentangkan tangan dan kakinya kaku, lalu berbaring telentang. Kemudian ia mengibas-ngibaskan tangan dan kakinya!

     "Yuu-kun, bukankah sudah kubilang aku yang akan menyambutnya~!"

     "Berisik, orang tua. Diamlah dan main shogi saja di beranda."

     "Enggak mau, enggak mau! Aku juga ingin bermain dengan cucu menantuku—!"

     "Hah. Kapan orang tua menyebalkan ini akan mati, sih..."

     Hibari-san dengan dingin mencibir Gorozaemon-san yang terus berpose seperti anak kecil yang merengek.

     ...Uhm. Seperti biasa, para pria di sini penampilan dan kepribadiannya tidak sinkron. Lagipula, spanduk di gerbang itu disiapkan oleh Gorozaemon-san. Memang bagus punya selera humor, tapi sebagai anak laki-laki remaja, aku sungguh ingin dia berhenti...

     Saat aku sedang berpikir begitu, Gorozaemon-san mendekat.

     "Jadi, Yuu-kun. Malam ini aku boleh menentukan makan malam, kan?!"

     "Saya sangat menghargai niat baik Anda, tapi saya lebih suka yang sederhana..."

     "Aku boleh panggil koki Prancis langgananku, kan!?"

     "Tolong jangan lakukan itu, sungguh...!"

     Gorozaemon-san langsung murung. Sepertinya dia sudah menyerah.

     Memang sih, aku berterima kasih atas sambutannya, tapi orang ini kalau dibiarkan, akan terus mencoba menyuguhkan makanan mewah tanpa pandang bulu.

     Ketika aku merasa lega, Gorozaemon-san bergumam dengan wajah serius.

     "Begitu. Pertama, truffle putih, ya."

     "Maaf. Tadi Hibari-san sudah melakukan itu..."

     Orang ini, perkataan dan perbuatannya benar-benar mirip dengan Hibari-san, ya.

     Bahkan sampai marah jika diberitahu langsung, aku jadi curiga jangan-jangan mereka sedang berlatih sandiwara.

     Saat aku bertanya-tanya bagaimana cara mengatasi ini, terdengar suara wanita dari pintu masuk.

     "Sudah, Ayah. Hibari-kun. Jangan begitu, Yuu-kun pasti ketakutan, kan?"

     Suara ini, Ibu Himari—Inuzuka Ikuyo-san!

     Ibu Himari... artinya putri kandung Gorozaemon-san, terkenal sebagai wanita cantik blasteran yang memiliki darah Eropa Barat lebih kental daripada Himari. Dia adalah wanita dengan kesan dingin, dan sering menjadi penengah ketika Gorozaemon-san dan Hibari-san bertengkar.

     Pokoknya, kalau Ikuyo-san sudah datang, amanlah!

     "Yuu-kun, tenang saja. Aku akan menyiapkan makan malam yang umum."

     "Ah, terima kasih banyak!"

     Aku berbalik ke arah Ikuyo-san dengan perasaan lega.

 



     ...Entah kenapa, seorang wanita cantik blasteran berbusana pemburu sedang memanggul senapan berburu di bahunya.

     "Kalau begitu, akan kuambilkan segera, ya."

     "Senapan berburu di bahu itu apa? Hei, mau berburu apa dan di mana?"

     Ngomong-ngomong, Ikuyo-san punya lisensi berburu dan pengolahan daging, dan sering masuk hutan. Dulu, kami pernah diberi daging babi hutan yang segar.

     Karena hari sudah mulai gelap, kami semua membujuknya dan akhirnya dia mengurungkan niatnya. Ibu ini entah kenapa yang paling eksentrik di antara mereka semua...

     "Saya menghargai kebaikan Anda, tapi saya hanya ingin meminjam tempat untuk mengawasi Gekka Bijin..."

     Sebagai buah tangan, aku menyerahkan satu set keripik nasi Mochikichi.

     Namun, Gorozaemon-san dan Ikuyo-san terus menggerutu.

     "Tapi, sayang sekali ini kesempatan menantu menginap."

     "Benar. Menantu juga harus terbiasa dengan gaya hidup kami."

     Kalau panggilan 'menantu' itu tidak dihentikan, aku bisa benar-benar pergi, lho.

     Keluarga ini, sudah membesarkan dua anak laki-laki, kenapa bisa tidak mengerti perasaan anak laki-laki remaja sama sekali? Tekanan yang mereka berikan itu terlalu dahsyat...

     "Himari, bagaimana kamu bisa menahannya?"

     "Eh? Biasa aja, kok?"

     Dia mengatakannya dengan wajah polos. ...Ngomong-ngomong, dia ini pada dasarnya punya rasa percaya diri yang tinggi, ya. Apa ini hasil dari pendidikan semacam ini?

     Dengan begitu, periode pengawasan Bunga Gekka Bijin untuk festival budaya pun dimulai.

♣♣♣

     Aku ikut di truk pickup yang dikendarai Ikuyo-san, membawa pot Bunga Gekka Bijin dan pakaian ganti.

     Setelah itu selesai, Enomoto-san bergabung tepat pada waktu makan malam.

     Aku sempat khawatir Hibari-san akan menolak, tapi dia menyambutnya dengan sangat santai. Aku bertanya-tanya mengapa, tapi karena aku takut menimbulkan masalah jika terlalu banyak bertanya, aku memilih diam.

     Setelah kami semua makan malam, kami bertiga meminjam ruang tamu untuk memeriksa jadwal.

     Ngomong-ngomong, di sini juga sudah tersedia peralatan pembuatan aksesoriku, jadi rasanya seperti ruang cabang laboratorium sains sekolah.

     "Menurut jadwal yang dihitung Himari, batas waktu agar aksesori Bunga Gekka Bijin bisa selesai adalah..."

     Pandangan kami secara otomatis tertuju pada pot Bunga Gekka Bijin di sudut ruang tamu. Tentu saja, bunganya belum mekar. ...Aku ingin mengatakan, mari kita tunggu dengan sabar, tapi...

     "Kalau enggak mekar dalam satu minggu lagi, agak sulit..."

     "Eh? Bukannya dua minggu masih bisa?"

     "Kalau bunga biasa, mungkin masih bisa..."

     Dalam benakku, terlintas kejadian saat liburan musim panas ketika aku menantang Kureha-san dalam lomba aksesori.

     Untuk tantangan yang diajukan Kureha-san itu, aku membuat tiara bunga matahari. Namun, akibatnya, aku salah memperkirakan waktu pengolahan bunga dan membuat bunga mataharinya layu.

     Aku tidak boleh melupakan pelajaran dari waktu itu.

     Bunga Gekka Bijin kali ini, meskipun tidak sebesar bunga matahari, juga merupakan bunga yang besar. Untuk mencegah kecelakaan semacam itu, aku ingin mempertimbangkan waktu produksi yang lebih panjang.

     Himari bergumam, "Uhm..."

     "Begitu, ya. Kalau mempertimbangkan poin itu, memang sekitar satu minggu itu batas waktunya."

     "Kalau Bunga Gekka Bijin enggak mekar, kita terpaksa hanya mengandalkan aksesori harga rendah lainnya untuk acara penjualan."

     "Baiklah. Kalau begitu, aku akan turun tangan, deh!"

     "Eh? Sepertinya kamu punya jurus rahasia?"

     "Nfufu~ Ra-ha-sia ♡"

     Wah, firasatku buruk sekali...

     Tapi ini semua tergantung suasana hati Bunga Gekka Bijin, dan kalau dia mau mencoba sesuatu, kurasa tidak masalah.

     "Kalau begitu, sementara aku akan membereskan bagian-bagian aksesori."

     "Oke. Enocchi. Bagaimana kalau kita mandi dulu?"

     "Iya. Aku setuju."

     Saat Himari berkata begitu, Enomoto-san mengangguk pelan.

     Entah kenapa, mata Enomoto-san terlihat berbinar. Yah, aku mengerti. Kamar mandi kayu hinoki di rumah ini, rasanya seperti berada di penginapan, membuat semangat melonjak.

     Saat aku memikirkan itu, Himari menyentuh ujung hidungku dengan jarinya sambil berkata, "Kya☆!"

     "Jangan mengintip, ya♪"

     "Mana mungkin aku melakukannya. Aku bukan kamu, kok..."

     Zaman sekarang, bahkan di acara karyawisata pun tidak ada yang bicara begitu...

     Begitu diputuskan, Himari langsung mendorong punggung Enomoto-san keluar. Dari balik pintu geser, obrolan ceria para gadis itu samar-samar terdengar menjauh...

     "Enochi. Kita mandi bareng, ya!"

     "Eh, aku enggak mau..."

     "Kenapa enggak mau!?"

     Aku juga sependapat dengan Enomoto-san.

     Bahkan sesama jenis pun ada yang tidak ingin dengan mudah menunjukkan tubuhnya, kan? Aku juga merasa lebih nyaman sendirian, kecuali kalau Hibari-san menerobos masuk. Apalagi kalau lawan bicaranya adalah Himari, itu sangat mencurigakan.

     "Baiklah, mari kita kerjakan."

     Aku melanjutkan persiapan untuk pemrosesan bunga.

     Besok, saat Araki-sensei membeli bunga dari pemasok, aku juga akan membeli bunga yang akan digunakan untuk acara penjualan kali ini.

     ...Sebenarnya, aku juga ingin menanam bunga sendiri, sih. Akhir-akhir ini, kapasitas untuk itu tidak mencukupi.

     (Tidak, itu hanya untuk sekarang. Setengah tahun lagi, entah bagaimana...)

     Setelah lulus sekolah, aku bisa meluangkan waktu untuk menanam bunga.

     Sekarang, fokus saja pada pengejaran teknik aksesori. Jika kemampuanku meningkat, seharusnya aku bisa melakukan lebih banyak hal setelah lulus SMA.

     Himari saja rela tidak ikut festival budaya yang dia nantikan demi mencoba hal baru. Aku juga akan menjadi kreator yang pantas untuk dibantu Himari.

     (Apa yang kulakukan, seharusnya tidak salah...)

     Sekarang, fokus saja pada jalan yang kuyakini.

♣♣♣

     Sekitar satu jam kemudian, pintu geser terbuka.

     Himari, yang sudah selesai mandi dan mengenakan yukata untuk tidur, menampakkan wajahnya.

     "Yuu~. Persiapan jurus rahasia yang kubilang tadi sudah siap, lho!"

     "Oke. Aku segera ke sana."

     "Ah, bawa juga pot Bunga Gekka Bijin-nya, ya!"

     "Bunga Gekka Bijin?"

     Apa yang sedang dia rencanakan, ya?

     Bagaimanapun, aku membawa pot itu sesuai permintaannya. Lalu, di taman beranda, ada suasana yang agak riuh.

     "Woah..."

     Di sana sudah ada Enomoto-san dan Ikuyo-san, yang sama seperti Himari, sudah berganti pakaian dengan yukata.

     Pemandangan gadis cantik bergaya Yamato Nadeshiko dan wanita cantik bergaya Eropa di taman Jepang keluarga Inuzuka, lengkap dengan kipas dan sandal mereka, memiliki nuansa layaknya poster promosi kota wisata onsen.

     ...Yah, Himari yang sigap menyadari momen ini langsung menerobos pemandangan dan menunjukkan tanda damai, sehingga suasana puitis itu langsung mati dalam sekejap.

     "Enomoto-san. Apa yang sedang kalian lakukan?"

     "Ah, Yuu-kun."

     Enomoto-san dan Ikuyo-san sedang menyiapkan lilin dan ember.

     Saat aku mengintip dari kejauhan untuk menghindari Iron Claw yang tak terduga, terlihat banyak kembang api genggam yang terhampar di beranda.

     Himari terkekeh penuh arti, "Fufufu~."

     "Nfufu~ Namanya 'Operasi Peningkatan Semangat Mekar Bunga Gekka Bijin dengan Kembang Api'!"

     "Penamaannya parah sekali..."

     Seleranya...

     Entah mengapa, aku merasakan nuansa era Showa yang kental. ...Saat aku memikirkan itu, Ikuyo-san berkata dengan wajah yang sangat cantik dan dingin.

     "Aku yang memikirkannya."

     "Maaf sudah bilang itu parah!"

     Bukan hanya nuansa Showa, tapi memang benar-benar generasi Showa. Lagipula, kenapa dia terlihat sedikit bangga padahal baru saja dihina...?

     "Aku mengerti maksudnya, tapi kenapa kembang api?"

     "Yah, waktu liburan musim panas, Kakek bilang, 'Aku mau main sama Yuu-kun!' dan dia sudah terlanjur membeli banyak. Karena musimnya sudah mepet, jadi sekalian saja dihabiskan."

     "B-begitu, ya... Lalu, di mana Gorozaemon-san?"

     "Kakek sudah tidur jam sembilan."

     "Berarti ini cuma kita doang yang main-main..."

     Hibari-san... tidak ada.

     Mungkin dia sedang bekerja di kamarnya. Dia kan tetap sangat sibuk.

     "Kalau begitu, mari kita coba."

     Pot Bunga Gekka Bijin kutaruh di atas bantal duduk di beranda. Itu adalah tempat terbaik dengan pemandangan taman yang luas.

     —'Operasi Peningkatan Semangat Mekar Bunga Gekka Bijin dengan Kembang Api'!

     Namun, operasi yang sekilas terlihat hanya seperti keisengan belaka ini... sebenarnya cukup masuk akal.

     Bunga adalah makhluk hidup. Mereka punya perasaan.

     Misalnya, ada kisah terkenal tentang eksperimen kaktus.

     Dikatakan bahwa jika kaktus ditanam sambil dipuji dengan kata-kata positif seperti "lucu sekali" atau "tumbuhlah dengan sehat", ia akan tumbuh menjadi bentuk yang sangat besar dan indah. Sebaliknya, jika terus-menerus dicerca dengan kata-kata negatif, ada hasil yang menunjukkan dampak buruk pada pertumbuhannya. Ini disebut 'Efek Backster'.

     Kaktus itu sering digambarkan bersama kelompok musisi yang memakai sombrero—topi lebar khas Meksiko, kan?

     Aku berpikir, jangan-jangan itu sebenarnya berasal dari Efek Backster.

     Memang, hal itu bisa saja diartikan sebagai getaran udara yang timbul dari berbicara, atau pengaruh karbon dioksida.

     Namun bagiku, aku tetap ingin percaya bahwa bunga juga memiliki perasaan, dan bunga yang tumbuh dengan cinta akan menjadi lebih indah. Itulah alasan mengapa aku memberi nama pada bunga yang kugunakan untuk aksesori dan berbicara padanya saat menyiramnya.

     Maka dari itu, mari kita tampilkan suasana gembira kembang api ini, dan semoga Bunga Gekka Bijin mekar indah.

     Ketika Himari memberiku kembang api, aku merobek kertas di ujungnya dan mendekatkannya ke api lilin. Seketika, percikan api yang indah menyembur keluar.

     "Ohh..."

     Hebat, sensasi yang sudah lama tak kurasakan.

     Ngomong-ngomong, kembang api jenis ini sudah berapa tahun ya tidak kugunakan. Meskipun ada di minimarket, keluarga kami tidak pernah menikmatinya bersama.

     Saat aku menatap percikan api yang menyembur, Himari mendekat dan menyandarkan bahunya.

     "Apinya, dong♪"

     "Enggak, nyalain sendiri aja..."

     Mau tak mau, aku mendekatkan percikan api ke ujung kembang api Himari.

     ...Namun, sebelum kembang api Himari menyala, percikan apiku padam.

     "Aduh..."

     "Hmm..."

     Yah, kembang api jenis ini memang cepat padam, ya.

     "Sekali lagi!"

     "Enggak, kenapa enggak langsung nyalain aja?"

     Meski begitu, Himari terus merengek, jadi aku mengulang percobaan beberapa kali.

     Sebenarnya, itu tidak terlalu sulit. Kami berdua berhasil menyalakan kembang api Himari dari kembang apiku dengan mengatur waktu yang tepat.

     "Ooh!"

     "Hebat, apinya menyala terang, ya!"

     Kembang api genggam yang jadi dua lapis memang berbeda ketebalannya.

     Himari tersenyum malu-malu, diterangi cahaya redup kembang api yang cemerlang.

     "Puhehe..."

     ...Uhm. Manisnya.

     Wajah Himari yang polos dan manis seperti ini, yang baru terlihat setelah kami berpacaran, sungguh menyenangkan. Dulu aku selalu cemas karena itu pertanda dia akan melancarkan "puhaha", tapi keinginan untuk memotretnya setiap kali dia melakukannya di Instagram sungguh besar.

     Mungkin kalau aku bilang, dia akan mengizinkannya, tapi Himari itu pemalu di tempat-tempat aneh... Saat aku memikirkan hal-hal seperti itu sendirian, Himari tiba-tiba menyadari sesuatu.

     (Gawat, apa dia tahu niat terselubungku?)

     Aku ketakutan akan terkena "puhaha", tapi ternyata kekhawatiranku itu tidak beralasan.

     Himari mengambil kembang api di kedua tangannya, menyulutnya dengan lilin, lalu mengambil pose misterius sambil berputar-putar sedikit menjauh.

     "Menari bagai kupu-kupu, menyengat bagai lebah!"

     "Jangan menyengat, jangan menyengat!"

     Berbahaya kalau mengarahkan api ke sini.

     Dasar anak ini, sudah mulai bosan dengan waktu kembang api yang tenang ini. Aku pikir Himari tetaplah Himari, sambil aku mengubah fokus untuk menghabiskan kembang api.

     "Tapi, ini kan cuma main-main aja."

     "Eh? Kenapa, enggak boleh?"

     "Enggak, maksudku, kenapa kita enggak melakukan sesuatu yang bisa membuat Bunga Gekka Bijin semangat?"

     "Eh, Bunga Gekka Bijin? Apa itu?"

     Dia sudah melupakan tujuan awalnya...

     Enomoto-san dan Ikuyo-san yang duduk di beranda juga sudah asyik mengobrol biasa.

     Lagipula, mereka berdua cukup akrab, ya. ...Ngomong-ngomong, dia pernah bilang sering bermain bersama saat SD.

     Tidak, tidak, yang lebih penting adalah Bunga Gekka Bijin.

     Himari, yang setelah dijelaskan dan teringat kembali strategi semangat awalnya, langsung mengambil alih.

     "Kalau begitu, ayo kita buat Bunga Gekka Bijin semangat dengan kembang api!"

     Himari memegang kembang api di kedua tangannya, lalu memuji Bunga Gekka Bijin sambil menampilkan tarian kupu-kupu (?).

     "Bunga Gekka Bijin, manisnya♪"

     "............"

     Namun, tidak terjadi apa-apa!

     Bukan berarti aku berharap langsung mekar, sih. Mungkin arahnya sudah benar. Tapi entah kenapa, rasanya ada yang kurang, seperti sentuhan yang bisa langsung menusuk hati.

     "Himari. Bisa kamu tambahkan sedikit variasi?"

     "Permintaan aneh yang tiba-tiba sekali."

     "Kalau begitu, sama saja dengan saat kamu menyiram bunga setiap hari, kan? Yang lebih seperti, untuk keadaan darurat..."

     "Eh~? Kalau sudah berhubungan dengan bunga, Yuu jadi aneh-aneh..."

     Himari terkesiap lalu tertawa nakal, "Nimaa~."

     "Yah, nyaapippi sih, ya~?"

     "Hentikan. Sungguh, jangan datang menyerangku dengan sejarah kelam tanpa peringatan."

     Itu tentang permainan berlebihan antara aku dan Enomoto-san saat perjalanan ke Tokyo. Sampai sekarang pun Sasaki-sensei masih memanggilku "Nyantaro". ...Lihat, kan, Ikuyo-san jadi mendekat sambil bertanya "Ada apa, ada apa?"

     Himari berpikir, "Hmm."

     Lalu, sepertinya dia mendapat ide, dan berbisik padaku.

     "Eh... Yah, rasanya memang punya kekuatan sih, tapi..."

     "Jangan banyak alasan, coba saja!"

     Kami berdua memegang kembang api di kedua tangan, menyulutnya dengan lilin.

     Begitu percikan api menyembur, kami mengayunkannya ke atas dan ke bawah seperti pom-pom pemandu sorak. Kembang api ini, di antara yang disiapkan, mungkin termasuk jenis yang paling tahan lama. Kami akan menggunakannya sampai padam.

     Aku dan Himari, bergantian menyemangati Bunga Gekka Bijin.

     "Bunga Gekka Bijin, daunnya rapi banget!"

     "Secara potensi paling kuat! Kalau mekar, keindahannya melebihi kembang api!"

     "Basisnya beda, basisnya!"

     "Kuncup bunganya sudah sempurna! Besar sekali sampai yang lain enggak terlihat—!"

     Bshuuu... dan percikan api meredup lalu padam.

     ...Entah kenapa rasanya ada yang salah.

     Enomoto-san, yang terpaku melihat tantangan kami, tiba-tiba berkomentar pelan.

     "Seperti teriakan bodybuilder..."

     Benar sekali.

     Memang Enomoto-san yang penggemar gulat, dia bisa mengungkapkan perasaanku dengan tepat. Himari yang mendengar itu, langsung cemberut dan mencari-cari kesalahan.

     "Ih! Kalau begitu, Enochi aja yang melakukannya!"

     "Hii-chan, kamu sadar enggak kalau bicaramu kacau sekali...?"

     "Enomoto-san, tolong ya!"

     "Yuu-kun juga..."

     Berkat kombinasi (atau apa pun itu) kami yang serasi, Enomoto-san dengan wajah bingung menerima kembang api sambil bergumam, "Ugh..."

     Dengan sedikit ragu, dia menyalakan ujungnya. Kami harus melakukannya selagi percikan api menyembur (suasana jadi seperti itu).

     Di tengah tatapan diam kami yang terpusat padanya... Enomoto-san merona, lalu mengeluarkan suara nyaris tak terdengar.

     "Bunga Gekka Bijin-chan, manisnya..."

     ""............""

     Uhuk...!

     Aku dan Himari, nyaris batuk darah bersamaan.

     Ini dia, ini. Ini yang kurang dari kami. Wajah malu gadis cantik. Entah kenapa aku terharu, sampai tak sengaja bertepuk tangan.

     "Himari. Kamu juga gadis cantik, bisakah berusaha sedikit lagi?"

     "Ih, berisik sekali. Kan Yuu yang seenaknya minta variasi!"

     Himari memalingkan wajahnya yang memerah, kesal.

     Oh, bukan seperti yang kuharapkan, tapi hasilnya dia juga malu. Ini bagus juga.

     Setelah bermain sekitar satu jam, kembang api sudah hampir habis. Kembang api kawat yang terakhir itu sungguh menyedihkan. Himari menyalakannya sekaligus. ...Enomoto-san sepertinya menantikannya, jadi sempat ada sedikit keributan.

     Himari, yang tak kunjung jera, akhirnya mengusulkan.

     "Baiklah. Terakhir, ayo kita foto kenang-kenangan!"

     "Himari, kamu benar-benar bersemangat, ya."

     "Nfufu~ Wanita yang baik memang cocok dengan malam, kok~"

     "Iya, iya. Ngomong-ngomong, kenang-kenangan apa? Bunga Gekka Bijin-nya kan enggak mekar..."

     Aku mengabaikan celotehan Himari sambil bertanya, dan dia menjawab sambil cemberut.

     "Enggak, enggak. Kan kita akan menghadapi festival budaya dengan anggota 'you' ini? Ini harus didokumentasikan, dong!"

     "Ah, begitu, ya..."

     Entah kenapa, aku tidak terpikir sampai sejauh itu, rasanya sudah terlambat.

     Tapi memang benar, kali ini bukan hanya aku dan Himari, tapi juga ada Enomoto-san.

     "Foto seperti apa? Kalian berdua enggak perlu pakai seragam, kan?"

     "Pakaian sih enggak masalah~ Lagipula, bukankah yukata lebih seksi dan bagus?"

     "Rasanya semuanya akan berakhir kalau aku setuju... Bagaimana menurutmu, Enomoto-san?"

     Enomoto-san menghela napas.

     "Hii-chan, kalau sudah mulai bicara, dia enggak akan mendengarkan..."

     Itu aku sangat setuju.

     Lalu.

     Menurut Himari, karena sudah terlanjur, sebaiknya kita gunakan sisa kembang api yang ada. Lebih spesifiknya, dia ingin membuat tulisan cahaya di udara dengan mengayun-ayunkan kembang api itu. Memang, wakil si ceria dunia itu, bahkan untuk sekadar foto kenang-kenangan pun harus keren sampai membuat orang takjub.

     "Tulisan apa? 'Semangat untung banyak' atau 'Aksesori', begitu?"

     "Itu, kan, untuk kita♪"

     "?...Oh, begitu."

     Setelah meminta Ikuyo-san untuk memotret, kami bertiga berbaris di taman.

     Himari di kananku, Enomoto-san di kiriku. Lalu kami bertiga menyalakan kembang api bersamaan, dan buru-buru, "Satu, dua, tiga!" mulai menggambar tulisan di udara menghadap ponsel.

     Begitu kembang api padam, Himari berlari ke arah Ikuyo-san.

     "Ibu, bagaimana hasilnya!?"

     "Himari. Tulisannya terbalik."

     "Eh, seriusan?"

     Oi, kamu yang mengusulkan.

     Aku dan Enomoto-san menghela napas, lalu mencoba lagi.

     Kali ini tulisanku miring, Enomoto-san salah timing, dan setelah beberapa kali gagal, akhirnya kami berhasil mendapatkan satu foto yang memuaskan Himari.

     "Kembang apinya tinggal dua batang, ya."

     "Untung pas-pasan, ya!"

     "Padahal kalau Hii-chan enggak salah di awal, pasti masih banyak..."

     "Sudahlah," sambil berkata begitu, kami saling mengirimkan foto itu ke ponsel masing-masing.

     Tulisan di foto itu adalah kami—yaitu 'y' 'o' 'u'.

     Tidak ada kata lain yang lebih cocok untuk menyatakan tekad kami.

     Pada akhirnya, tantangan Bunga Gekka Bijin memang gagal, tetapi kami telah menghabiskan waktu yang cukup memuaskan.

♣♣♣

     (Belakangan ini, sudah lama juga kami bertiga tidak bersenang-senang seperti ini...)

     Setelah selesai membereskan kembang api, aku mandi.

     Biasanya, saat Gekka Bijin akan mekar, pertanda sudah terlihat sejak sore hingga sekitar jam sembilan malam. Karena kemungkinan kecil akan mekar malam ini, aku memutuskan untuk beristirahat. Lagipula, besok sudah menunggu pembuatan aksesori bunga lainnya.

     Dengan perasaan segar setelah mandi, aku membuka pintu geser kamar tatami yang kupinjam sebagai kamar tidur.

     Dua kasur futon merah berkualitas tinggi terhampar rapat berdampingan.

     "............"

     Ini dia, ciri khas keluarga Inuzuka.

     Mereka bahkan dengan teliti menaburkan kelopak bunga kering. Suasana hatiku jadi rusak, aku menutup pintu geser itu pelan-pelan. ...Andai saja tidak ada insiden ranjang ganda di Tokyo, aku nyaris saja berteriak.

     Mungkin ini ulah iseng Gorozaemon-san atau Ikuyo-san. Himari belum ada di sini, jadi lebih baik aku kabur sebelum dia terperangkap seperti kantong semar.

     Sambil berpikir akan begadang mengerjakan tugas malam ini, saat aku hendak menuju ruang tamu—

     "Yuu-kun, kenapa kamu lari?"

     "Hiekk..."

     Tiba-tiba, bahuku dicengkeram dari belakang.

     Ketika aku menoleh, seperti dugaanku, Hibari-san, si tampan yang segar itu, berdiri di sana. Di tengah kegelapan ini, gigi putih bersihnya berkilau terang. Sumber cahayanya...

     "Ayo, Yuu-kun. Kamu pasti lelah hari ini, kan? Istirahatlah. Tentu saja, di kamar tidur yang sudah siap sedia ini!"

     "H-Hibari-san. Aku menghargai niat baikmu, tapi sungguh, dengan Enomoto-san juga ada di sini, lelucon seperti ini..."

     "Hahaha. Apa yang kamu katakan? Siapa pun yang ada di sana, enggak ada yang bisa menghalangi cinta kita berdua!"

     Orang ini, bicara apa!?

     Sungguh keterlaluan... Hih! Entah kenapa dia memegang daguku, dan Hibari-san menyinariku dengan sinar senyum tampannya dari jarak dekat! Gawat, kebebasan tubuhku terenggut! Orang ini, benar-benar manusia, kah...? Yah, sudah terlambat untuk itu!!

     "Aku serius, lho? Ayo, Yuu-kun. Masuklah..."

     "Hi-Hibari-san..."

     Berkat sihir (?), tubuhku terhuyung-huyung ditarik ke kamar bergaya Jepang.

     Gawat. Kalau begini terus, aku benar-benar akan menghabiskan malam bersama Himari di bawah pengawasan semua orang, termasuk Gorozaemon-san dan yang lainnya. Agak terlalu aneh... Hmm?

     Entah kenapa di dekat bantal, ada sebotol scotch mahal, jus anggur, dan iPad yang digunakan Hibari-san untuk menonton anime. ...Ini jelas bukan persiapan untukku dan Himari.

     Hibari-san tersenyum cerah, lalu menggendongku ala bridal style.

     "Malam ini aku tidak akan membiarkanmu tidur!"

     "Ah, maksudnya begitu, ya!? Ini adalah persiapan untuk menghabiskan waktu bersama Hibari-san, kan!?"

     Kesalahpahaman yang sedikit memalukan... Tidak, justru lebih aneh kalau dalam situasi seperti ini aku bisa dengan tepat menyimpulkan bahwa itu adalah rendezvous dengan Hibari-san!

     "Aaaah~..." Aku menjerit sambil diseret ke dalam futon.

     Pantas saja Hibari-san tidak menampakkan diri saat kembang api tadi. Pasti dia menyelesaikan pekerjaan yang dibawa pulang dengan kecepatan kilat demi ini.

     Sambil berpikir, "Siapa tadi yang bilang 'Sudah saatnya istirahat'?", aku pun begadang semalaman ditemani Lycoris Recoil rekomendasi Hibari-san.

 

♢♢♢

PoV

Inuzuka Himari

     ...Eh?

     Rasanya aku mendengar jeritan Yuu...

     "Hii-chan. Ayo tidur."

     "Ah, iya."

     Saat tengah malam tiba, aku memutuskan untuk tidur berdampingan dengan Enocchi di futon.

     Sudah lama aku tidak tidur di kamar tamu ini. Aku masuk ke dalam futon dengan gembira, lalu berbicara pada Enocchi yang sudah di futon sebelahnya.

     "Enocchi! Rasanya seperti karyawisata..."

     "Sudah, selamat tidur."

     Enochi mengabaikanku sepenuhnya dan menarik futon sampai menutupi kepalanya.

     Aku mengguncang bahunya.

     "Astaga! Ayo kita ngobrol lebih banyak lagi!"

     "Hii-chan, berisik. Kita kan menginap hanya untuk mengawasi Gekka Bijin."

     "Malam ini kan Ibu yang jaga, jadi enggak apa-apa!"

     "Besok pagi kita mau pergi ke tempat Araki-sensei, kan?"

     "Hari pertama itu penting, tahu! Ayo kita ngobrol seru-seruan ala cewek!"

     "Iya, iya. Baiklah, baiklah. Mapo tofu makan malam tadi enak, ya. Sekarang, matikan lampunya."

     "Enocchi~!"

     Mapo tofu buatan sendiri dengan doubanjiang pedas dan sentuhan sichuan pepper kebanggaan Ibu itu tidak penting sekarang!

     "Ih. Kalau begitu, aku matikan lampunya aja, ya?"

     Bagaimanapun, aku mematikan lampu dengan remot seperti yang dia katakan.

     Aku menyalakan lampu duduk di samping bantal, menjadikannya lampu tidur. Sungguh, Enocchi ini dingin sekali, ya. Tapi, aku tahu kok. Obrolan ala cewek yang sesungguhnya itu justru dimulai setelah lampu dimatikan...

     "Zzzzzzz..."

     "Cepatnya. Enocchi, cepat sekali tidurnya!"

     Aku kembali mengguncang bahunya.

     "Enocchi~! Kalau begini, serunya itu tidur sambil bilang 'sudah tidur belum?' 'Beluuuum!'"

     "...Hii-chan, kamu benar-benar menyebalkan."

     Aku mulai bermain game 'Sudah tidur belum?' 'Belum!' dengan Enocchi yang setengah mengantuk dan menggumam-gumam.

     "Enocchi! Sudah tidur belum?"

     "Sudah."

     "Sudah selesai!?"

     "Sudah tidur."

     Ah, sepertinya dia tidak berniat bermain dengan benar!?

     "Ih. Kalau begitu, aku akan ke futon sebelah... ya?"

     "Hii-chan, kamu terlalu ingin diperhatikan, ya...?"

     Nfufu~ Tanpa mempedulikan omelannya, aku menyelinap ke dalam futon Enochi.

     Soalnya, aku selalu terjaga di jam segini. Mataku terlalu melek jadi tidak bisa tidur.

     (Uwaah, Enocchi hangat sekali!)

     Lagipula, rasanya seperti tidur dengan seorang gadis. Seluruh tubuhnya lembut dan baunya sangat harum. Bahkan aku yang sesama perempuan saja jadi pusing... Eh? Yuu pernah tidur seranjang dengan ini di Tokyo, kan? Dia bisa menahannya? Pria itu gila, ya?

     Yah, aku sih tidak akan menahan diri!

     "Oooh...!"

     "…………💢"

     Aduh, aduh, aduh...!

     Maafkan aku yang lancang menyentuh dadamu! Tolong maafkan aku, aku tidak berpikir "Enochi pakai sport bra ya..." atau semacamnya! Jariku, jari yang sedang mencubit ini rasanya mau putus...!

     Aku dilempar keluar dari futon Enocchi.

     Saat aku mulai berbaring sambil menggerutu, Enocchi berkata dengan suara mengantuk.

     "Hii-chan. Kamu akan melakukannya dengan benar, kan?"

     "...Iya."

     Benar.

     Aku akan melakukannya dengan benar.

     Mencintai dengan benar, dan juga mendukung impian kami.

     Untuk itu...

     "Enocchi. Malam ini saja, jadikan aku bantal peluk, ya..."

     "Mati sana."

     "Mati sana", katanya.

     Malam ini pun, tusukan dingin dari teman sejatiku itu terlalu tajam, sampai-sampai aku menyerah lagi! ☆


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close