Penerjemah: Eina
Proffreader: Eina
Chapter 2: Ulang Tahun yang Terlupakan
Hari ulang tahun adalah hari di mana seseorang dilahirkan. Satu hari yang pasti datang setahun sekali untuk semua orang... itulah ulang tahun. Tentu saja itu hal yang sudah jelas.
Di dunia ini mungkin ada orang yang tidak mengetahui hari ulang tahunnya sendiri, tapi tidak tahu bukan berarti tidak ada.
Untuk orang-orang hebat, hari ulang tahun mereka bisa menjadi hari peringatan, hari libur nasional, atau bahkan hari perayaan seperti festival.
Sebegitu istimewanya hari yang disebut ulang tahun itu. Karena itulah, aku merayakan ulang tahun Nanami dengan segenap hatiku.
Hanya saja, sampai Nanami memberitahuku, aku benar-benar sudah melupakan hari istimewaku sendiri. Serius, sama sekali tidak ada di dalam kepalaku.
"Kenapa bisa lupa sih..."
Yah, seperti itulah, Nanami jadi sedikit heran denganku. Benar-benar tidak ada kata yang bisa kuucapkan untuk membalasnya.
"Ah, tamagoyaki hari ini ada isinya ya?"
"Iya, aku mencoba bayam. Jadi sedikit mirip telur dadar mungkin?"
"Perpaduan warna kuning dan hijaunya cantik ya."
"Hei... jangan kira aku bisa dialihkan dengan topik itu ya."
Gagal ya. Sambil melirik Nanami yang menatapku dengan tatapan sayu, aku mengambil sepotong tamagoyaki dan memakannya. Hmm, telurnya lembut, dan di dalamnya ada tekstur renyah dari bayam.
Rasanya yang manis menyelimuti rasa bayam yang sedikit pahit dan khas. Ini enak. Mungkin aku akan coba membuat yang seperti ini juga.
"Enak?"
"Un, enak. Yahh... mungkin karena habis sakit, aku jadi sangat merasakan betapa berharganya bisa makan makanan seperti ini..."
"Itu benar sekali... Syukurlah kita berdua sudah sembuh tota006C ya."
Kami saling tersenyum kecut, sama-sama merasakan betapa berharganya kesehatan.
Saat ini adalah jam istirahat makan siang, tapi kami tidak berada di atap sekolah seperti biasa, melainkan di kantin.
Karena cuaca sudah sangat dingin sampai bisa turun salju, kami sudah tidak bisa lagi pergi ke atap. Tentu saja, makan bekal di bawah langit yang dingin rasanya sedikit menyiksa.
Alasan kami makan di kantin yang lebih ramai daripada di kelas juga karena cuaca dingin ini.
Pemanas di kelas kami menggunakan perapian, jadi rasanya masih agak dingin. Sementara itu, kantin terasa hangat secara keseluruhan, mungkin karena menggunakan pendingin ruangan.
(Tln: pakai AC bukan berarti lebih dingin ya, bisa jadi pakai mode angin doang atau suhu yang tinggi. Lebih rame juga biasanya lebih panas)
Karena itulah aku dan Nanami memilih tempat ini, tapi tentu saja semua orang memikirkan hal yang sama, jadi kantin lumayan ramai.
Untungnya kami bisa mendapat tempat duduk. Tergantung tingkat keramaiannya, kadang kami harus menyerah dan makan di kelas.
Bekal hari ini adalah... tamagoyaki, sosis, udang goreng, karage, dan kinpira gobo. Karena ini bekal pertama setelah sekian lama dan kami berdua sudah pulih total dari sakit, menunya adalah udang goreng.
(Tln: Karage ayam goreng fillet, kinpira gobo itu wortel dan ketela / singkong jepang tumis)
Udang goreng untuk perayaan. Ini adalah menu andalan di rumah Nanami. Ditambah lagi ada karage kesukaanku, jadi bekal hari ini benar-benar mewah.
Tadi Nanami sempat bilang, "Aku jadi bersemangat menyiapkannya karena ini perayaan kesembuhan kita" sambil menjulurkan lidahnya sedikit dan menggaruk kepalanya dengan senang.
Lalu ada juga hidangan penutup. Hidangan penutup hari ini adalah... jeruk mikan.
(Tln: Cari aja di google jeruk mikan, salah satu jenis jeruk)
Setelah selesai makan, kami mengambil hidangan penutup kami, jeruk mikan. Masing-masing dua buah. Ukurannya lumayan besar.
"Membawa jeruk mikan utuh untuk bekal itu... lumayan baru juga ya."
"Begitu? Aku sudah sering melakukannya sejak dulu. Tidak perlu wadah, dan mudah dibawa."
"Untuk asupan vitamin pencegah flu", kata Nanami sambil memegang jeruk di kedua tangannya dengan gembira.
Dia membawa jeruk di tangannya itu ke dekat pipinya dengan gerakan yang manis. Entah kenapa posenya jadi terlihat seperti sedang melakukan tanda double peace.
Apa tidak ada foto gravur seperti ini ya? Gadis gal dan jeruk mikan... Hmm, kalau diberi judul seperti itu, rasanya jadi semakin mirip foto gravur.
Aku ingin melihatnya membawa jeruk mikan dengan pakaian renang. Nafsuku sudah pulih sepenuhnya seiring dengan sembuhnya flu ini.
Untuk sekarang, aku mengambil satu foto Nanami yang sedang memegang jeruk dulu. Saat aku mengarahkan ponselku, Nanami membuat tanda V dengan salah satu tangannya. Ya, aku berhasil mendapatkan foto yang manis.
"Aku refleks membuat tanda V, tapi kenapa kamu mengambil foto?"
"Karena kupikir kamu terlihat manis."
Dipadukan dengan lengan bajunya yang sedikit kepanjangan, dia terlihat sangat manis. Liburan sekolah sudah berakhir, dan seragam kami sudah sepenuhnya berganti ke seragam musim dingin, jadi bagian tubuh yang terlihat memang berkurang, tapi yang seperti ini juga bagus.
Yah, walaupun sepertinya roknya masih saja pendek.
Tiba-tiba dipuji membuat Nanami tersenyum senang dengan pipi yang memerah karena malu.
"Mooo, memujiku seperti itu tidak akan memberimu apa-apa tahu."
Dengan gembira, Nanami mengupas kulit jeruk mikan di tangannya satu per satu. Dari dalamnya, muncul daging buah berwarna oranye, lalu dia mengambil satu bagian...
"Ini."
Diaa menyodorkannya padaku... Tunggu, eh?
Fakta bahwa dia akan menyuapiku jeruk mikan membuatku terkejut sampai tidak bisa bergerak.
"Oh, apa jangan-jangan kamu tipe yang membuang seratnya?"
"Bukan, itu tidak apa-apa, masalahnya bukan di situ."
Alasanku tidak bisa bergerak adalah karena kami sedang berada di kantin. Di sekitar kami ada banyak siswa dari berbagai angkatan, dan kadang-kadang para guru juga makan di sini.
Kantin dengan harganya yang murah adalah teman bagi para siswa, dan juga para guru.
Tidak, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah, disuapi di tengah keramaian seperti ini rasanya sedikit memalukan.
Kalau ini terjadi begitu saja, mungkin aku bisa melakukannya, tapi begitu aku berhenti bergerak, pikiran itu terus muncul di kepalaku...
Apalagi, karena karakteristik buah mikan, ini adalah "aahn" yang menggunakan tangan, bukan dengan sumpit atau semacamnya.
Hanya saja, Nanami yang sudah dalam mode seperti ini pasti, pasti tidak akan menurunkan tangannya... jadi aku tidak punya pilihan selain membulatkan tekadku dan memakannya.
Untungnya, meskipun ada banyak orang, semuanya sedang menikmati makanan mereka di kantin. Saat aku melihat sekeliling pun, sepertinya tidak ada yang sedang memperhatikan kami.
Saat di atap sekolah, rasanya kami cukup mencolok, tapi karena di sini lebih banyak orang, mungkin kami tidak begitu menarik perhatian.
Baiklah, cukup sudah mencari-cari alasan.
"Aan."
Aku dengan sengaja mengucapkan kata "aan" untuk mendorong diriku sendiri, lalu aku pun memakan jeruk mikan yang disodorkan. Sebisa mungkin, agar tidak mengenai jarinya.
Saat jeruk itu masuk ke dalam mulut, sari buahnya yang manis dan asam langsung menyebar. Hmm, mulutku jadi segar, jeruk mikan memang cocok untuk hidangan penutup.
Hanya saja, pada saat aku memakan jeruk dari tangan Nanami, rasanya suara di sekitar kami sempat hening... tapi lebih baik kuanggap itu hanya perasaanku saja.
Saat ini pun sekeliling kami masih ramai. Tidak mungkin kan mereka hanya memperhatikan saat aku sedang makan saja.
Nanami mengangguk puas setelah aku memakannya, lalu sambil berkata "Musim dingin memang enaknya makan mikan di dalam kotatsu ya" dan dia pun mengupas jeruk untuk dirinya sendiri dan memakannya.
Mungkin karena rasanya yang sedikit asam, mulutnya terlihat mengerut, tapi dia tetap mengerang seolah rasanya sangat enak.
Aku pun hendak memakan jerukku sendiri dan mulai mengupas kulitnya, lalu saat aku mengambil satu potong daging buahnya...
"Aaaah."
Nanami sudah membuka mulutnya dan menunggu.
Entah kenapa, dia bahkan menutup matanya dengan posisi dagu yang sedikit terangkat. Karena bagian kerah bajunya sedikit longgar, celah yang dalam itu terlihat dengan sangat jelas dari pandanganku...
Gawat, gawat. Pikiran kotor muncul di kepalaku.
Sekali lagi, aku mengalihkan pandanganku dari celah yang dalam seperti palung laut itu, yang seolah bisa menyedotku masuk, dan kembali menatap Nanami.
Mungkin karena dia sedang menutup mata? Dia jadi terlihat seperti anak burung yang sedang menunggu makanan. Mencicit... tapi cicitan itu untuk anak ayam bukan?
Rasanya dia tidak mirip anak ayam.
Nanami lebih terasa seperti kucing, tapi kucing kan tidak menunggu dengan mulut terbuka seperti ini.
...Yah, sudahlah, lupakan soal itu, yang ini artinya jelas. Sepertinya aku harus membalasnya. Tentu saja aku mengerti.
Yang pasti, aku tidak boleh melakukan kesalahan seperti memasukkan jariku ke celah itu. Lagipula, ini kantin sekolah, kalau aku melakukan hal itu bisa jadi masalah besar.
Sejak dari Hawaii, rasanya benih-benih keisengan yang berbau pelecehan seksual atau ke arah yang lebih intim mulai tumbuh di dalam diriku. Benar-benar seperti godaan setan.
Untuk sekarang, demi memotong godaan itu, aku membawa potongan jeruk yang kuambil ke mulut Nanami.
Aku sempat berpikir apa dia akan melakukan keisengan tertentu... tapi ternyata aku bisa memasukkan jeruk itu ke mulut Nanami dengan lancar.
Rasanya sedikit antiklimaks, atau lebih tepatnya, sedikit kecewa... Padahal aku sudah mengira kalau dia akan menggigit tanganku.
Mungkin Nanami tidak akan melakukannya di kantin, Un... Tepat saat aku merasa lega dan lengah, hal itu pun terjadi.
*Slurp*
Mungkin karena aku menarik tanganku dengan perlahan karena berpikir dia tidak akan berbuat apa-apa, tapi... tiba-tiba aku merasakan sebuah rangsangan basah di ujung jariku.
Sensasi yang lembut dan basah. Aku pernah merasakannya sekali sebelumnya. Tapi aku tidak menyangka dia akan melakukannya.
Saking terkejutnya hingga aku tidak bisa menarik tanganku, dan Nanami mengedipkan sebelah matanya seolah berkata "Berhasil". Aku merasa seperti mendengar siulan "Hyuuu hyuu" dari sekitarku.
"Saling suap-suapan, mesra sekali ya."
"Benar-benar terasa seperti sudah kembali di Jepang ya."
"Seriusan mereka berdua begitu juga di Hawaii?"
"Aku penasaran kenapa mereka tidak ditembak oleh penduduk lokal."
Aku mendengar kata-kata seperti itu. Sepertinya kami benar-benar menarik perhatian orang-orang sekitar, tapi sepertinya bagian di mana Nanami... yah... menjilat jariku, tidak terlihat oleh mereka.
Mungkin Nanami melakukannya hanya sesaat agar tidak terlihat oleh orang lain... Dilihat dari wajahnya yang penuh kemenangan, aku jadi yakin kalau memang begitu.
Rasanya aku sudah dipermainkan.
Kedua pipiku terasa panas. Sial, aku berpikir untuk memasukkan jari yang dijilatnya ini ke mulutku juga, tapi karena ada banyak mata yang melihat, aku tidak bisa melakukannya.
"...Sialan, aku pasti akan membalasmu."
Mendengar kalimat kekalahanku yang tanpa sadar keluar dari mulutku, Nanami tersenyum semakin lebar dengan raut wajah yang terlihat lebih bahagia, matanya melengkung seperti busur.
Hanya dengan tatapannya saja, aku seolah bisa mendengar kalimat 'apa yang akan kamu lakukan padaku, dasar mesum'. Atau lebih tepatnya, kalimat itu terputar sendiri dalam kepalaku.
"Jadi, kembali ke topik sebelumnya. Soal kamu yang melupakan ulang tahunmu... apa ada kenangan buruk atau semacamnya?"
Benar juga, tadi kami sedang membicarakan soal ulang tahun.
Nanami, yang raut wajahnya berubah total dari sebelumnya, kini menatapku dengan tatapan khawatir. Lupa akan sesuatu karena ada kenangan buruk yang menyertainya adalah hal yang aku dan Nanami sama-sama pernah alami.
Aku pernah melupakan kenangan buruk yang terjadi saat SD, dan Nanami juga tidak ingat kenangan yang membuatnya jadi tidak suka dengan laki-laki saat SD.
Aku sudah mengingatnya kembali, tapi sejujurnya sampai sekarang pun aku tidak ingin mengingat kenangan itu. Meskipun itu hanya kenangan sepele yang terjadi saat SD, tapi bagiku itu adalah sebuah trauma.
Karena itulah Nanami menghubungkan fakta bahwa aku tidak ingat hari ulang tahunku dengan kemungkinan adanya kenangan buruk semacam itu.
Hanya saja untuk kali ini, untungnya... entah ini bisa disebut beruntung atau tidak, tapi dalam rentang ingatanku yang jelas, tidak ada kenangan buruk yang terhubung. Walaupun aku tidak begitu ingat apa yang terjadi saat SD.
Ini murni karena aku cenderung sensitif terhadap urusan orang lain, yang membuatku jadi tidak peka terhadap urusanku sendiri, jadi aku melupakannya begitu saja.
Tidak ada petunjuk tersembunyi, kenangan penting, atau pengungkapan fakta yang mengejutkan. Ini hanyalah lupa biasa.
"Apa karena bulan Desember, jadi perayaan ulang tahun dan Natalmu selalu digabung?"
"Tidak, untungnya orang tuaku selalu merayakan ulang tahunku dan Natal secara terpisah. Padahal karena tanggalnya berdekatan, pengeluarannya pasti banyak, aku benar-benar berterima kasih pada mereka."
"Memang sih, Shinobu-san dan yang lain sepertinya tipe yang akan merayakannya secara terpisah. Tapi kalau begitu, bukankah seharusnya kamu jadi lebih ingat dengan hari ulang tahunmu?"
"Dulu aku pernah bilang 'tidak apa-apa kalau ulang tahunku dan Natal digabung saja karena kasihan', tapi aku malah dimarahi dan dibilang 'anak kecil tidak usah memikirkan hal seperti itu'."
"Kalau begitu kenapa kamu jadi semakin melupakannya sih..."
Ups, sepertinya aku membuatnya heran lagi.
Hmm, meskipun dibilang begitu. Mau bagaimana lagi kalau memang tidak ingat. Lagipula, ada ujian, lalu liburan sekolah ke Hawaii, dan begitu pulang aku langsung sakit.
Aku sama sekali tidak punya waktu luang untuk memikirkan soal ulang tahunku. Jujur saja, kapasitas berpikirku tidak begitu besar.
Dalam artian itu, aku benar-benar takjub pada Nanami yang tidak melupakan hari ulang tahunku.
Mungkin bagi Nanami, ulang tahun adalah sesuatu yang menyenangkan, sebuah acara yang dia rencanakan beberapa waktu sebelumnya.
Mungkin di situlah letak perbedaanku dengan Nanami... Atau dengan kata lain, mungkin karena ini?
"Kalau dipikir-pikir... sejak SMP, aku tidak pernah merayakan ulang tahunku dengan seorang teman, dan di sekolah pun topik itu tidak pernah muncul..."
Artinya, yah, mungkin karena bagi seorang penyendiri, itu adalah acara yang tidak begitu relevan. Un, pemikiran yang ini rasanya lebih masuk akal...
Begitu aku berpikir seperti itu, entah kenapa Nanami menatapku dengan mata yang seolah akan menangis. Eh, tunggu. Kenapa tiba-tiba kamu menatapku dengan tatapan sesedih itu.
"Youshin!! Ulang tahunmu yang berikutnya, ayo kita rayakan baik-baik ya!!"
Dia mengatakannya dengan sangat keras sambil mengepalkan tangannya. Tidak, tidak perlu bersemangat seperti itu, ini ulang tahunku.
Natal juga sudah dekat, lalu ada juga Tahun Baru, kalau perayaan terus berlanjut bisa lelah juga, tidak perlu memaksakan diri...
Ah, mungkinkah alasan orang tuaku tidak menggabungkan ulang tahunku dengan Natal adalah karena ini. Karena aku tidak merayakannya dengan seorang teman, jadi setidaknya mereka ingin merayakannya.
Hmm, sepertinya aku sudah membuat orang tuaku khawatir. Aku baru saja menyadarinya, aku harus sedikit introspeksi diri.
Mungkin lebih baik aku menunjukkan pada mereka kalau aku merayakan ulang tahun bersama Nanami, agar mereka bisa sedikit lebih tenang.
"Ngomong-ngomong, apa saja yang kamu bicarakan dengan Ibu dan Ayah? Soal ulang tahunku... apa kamu hanya menanyakan tanggalnya?"
"Setelah Youshin tidur, Shinobu-san dan yang lain pulang, jadi waktu itu aku bertanya kapan ulang tahun Youshin, lalu kami mengobrol banyak hal lainnya juga."
...Kata 'banyak hal lainnya' itu terdengar menakutkan.
Justru karena aku sendiri tidak begitu mengingatnya, ditanyai soal ulang tahun masa laluku itu sedikit memalukan. Yah, kalau Nanami yang tahu sih tidak masalah.
Tapi karena Ibu dan Ayah tidak mengatakan apa-apa padaku, aku ingin percaya kalau mereka tidak mengatakan hal yang aneh-aneh.
"Memangnya apa saja yang kamu dengar...?"
"Hmm? Hadiah apa yang membuat Youshin senang, masakan apa yang sering dibuatkan, sampai umur berapa kamu percaya pada Santa Klaus, dan hal-hal seperti itu."
Oh, begitu ya, meneliti ulang tahunku... eh, tunggu sebentar. Yang terakhir itu tidak ada hubungannya dengan ulang tahun bukan?
"Youshin manis juga ya... percaya pada Sinterklas sampai kelas yang cukup tinggi."
Entah kenapa aku masih ingat soal itu, jadi rasanya... tidak, ini benar-benar memalukan. Malahan, sampai sekitar kelas satu SMP pun aku masih berpikir 'jangan-jangan dia memang ada'.
"Tapi, aku juga mengerti kok. Malahan aku... sampai sekarang pun masih percaya kalau Sinterklas itu mungkin ada."
Saat aku menunduk karena malu, Nanami mengucapkan kata-kata yang tak terduga. Sambil tersenyum malu dan sedikit bingung, Nanami tertawa.
Karena itu, aku pun dengan jujur mengatakan apa yang kupikirkan.
"Aku juga... entah kenapa di lubuk hatiku masih percaya pada Sinterklas."
Mungkin ada yang berpikir 'sudah SMA tahu', tapi entah kenapa untuk Sinterklas, aku merasa seperti itu adalah sebuah mimpi, atau lebih tepatnya, aku ingin Ia ada.
Bukan sebagai sosok yang membagikan hadiah ke rumah-rumah, tapi lebih ke aku ingin Ia ada sebagai Sinterklas itu sendiri... dalam artian seperti itulah aku percaya padanya.
Mungkin ini terlalu seperti dongeng, tapi berpikir seperti itu rasanya lebih menyenangkan.
"Ehehe, kita sama ya."
Dengan satu kata itu, aku merasa senang sudah memberanikan diri untuk mengatakannya, meskipun merasa malu. Senyumnya memang terlihat sedikit malu-malu, tapi aku jadi ingin melindungi senyum ini dengan segenap hatiku.
"Jadi... Youshin, apa yang biasanya kamu lakukan saat ulang tahunmu?"
"Hmm? Bukannya kamu sudah dengar dari Ibu dan Ayah?"
"Aku memang sudah mendengar cerita tentang Youshin dari sudut pandang Shinobu-san dan yang lain, tapi aku belum mendengar cerita yang spesifik tentang apa yang kamu lakukan."
"Pada dasarnya aku hanya bermain game seperti biasa... Malamnya, Ibu membuatkan makanan mewah, lalu kami makan kue, dan semacamnya..."
Maaf kalau jawabanku tidak menarik sama sekali, tapi ulang tahun itu sebagian besar jatuh di hari kerja, bukan hari libur, jadi kalau di sekolah tidak ada apa-apa, ya hari itu jadi seperti hari kerja biasa.
(Tln: Ini fakta. Rata-rata ultah itu pasti di hari biasa)
Karena itu, seringnya aku benar-benar hanya bermain game... Kalau yang berbau ulang tahun, mungkin hanya ada dialog khusus atau event di game gacha ya.
(Tln: Contohnya kayak wuwa yang ada dialog khusus buat ngucapin player di hari ultahnya)
Ah... kalau dipikir-pikir, artinya selain dengan keluargaku, aku sebenarnya merayakannya dengan karakter game atau teman satu tim di game online ya.
Atau lebih tepatnya, mungkin aku baru sadar hari itu ulang tahunku karena notifikasi dari game gacha.
"Mungkin aku pernah dirayakan oleh Baron-san dan yang lainnya."
"Itu artinya, dari Peach-chan juga?"
"Iya. Waktu itu kami belum pakai obrolan suara, jadi hanya lewat tulisan saja, tapi semuanya mengucapkan selamat."
Saat aku sedang bernostalgia, tiba-tiba raut wajah Nanami jadi sedikit tidak senang. Loh, kenapa kamu jadi cemberut begitu.
Baru saja dia tertawa, tapi perubahan ekspresinya begitu cepat... Saat aku sedikit terkejut, Nanami dengan terampil tetap menggembungkan pipinya sambil menunjukkan rasa tidak senangnya.
"Muu... jadi ini bukan pertama kalinya kamu merayakannya dengan seorang perempuan ya..."
...Wow, cemburu macam apa yang semanis ini.
Melihatnya memanyunkan bibir dengan sedikit tidak senang, sambil melirik-lirik ke arahku meskipun pandangannya dialihkan, membuat senyum hangat tanpa sadar terukir di wajahku.
Dengan perasaan yang sedikit hangat, aku sempat berpikir 'pacarku ini manis sekali bukan?', tapi karena Nanami terlihat cukup serius dengan cemberutnya, aku harus menenangkannya dengan benar.
Belakangan ini, aku kadang berpikir kalau ini dibiarkan, Nanami sepertinya akan melakukan tindakan seperti yandere. Atau lebih tepatnya, itu adalah hal yang Nanami sendiri khawatirkan.
Karena itu, aku harus memastikan agar Nanami tidak berjalan ke arah sana.
"Ini pertama kalinya aku merayakannya dengan pacarku, dan malahan ini juga pertama kalinya aku merayakannya dengan seorang perempuan secara langsung. Jadi jangan khawatir begitu."
Waktu itu aku memang tahu kalau Peach-san adalah seorang perempuan, tapi karena ucapannya hanya melalui tulisan, rasanya tidak begitu terasa seperti 'dirayakan oleh seorang perempuan'.
Malahan, ada juga pemain laki-laki yang memakai karakter perempuan dan memberiku ucapan selamat dengan gaya bermain peran feminin, jadi kesadaranku akan gender mereka tidak begitu kuat.
"...Baiklah, dimaafkan."
Sepertinya aku sudah dimaafkan. Hanya saja, sepertinya dia masih sedikit tidak senang, jadi lebih baik aku atasi masalah ini nanti setelah kami pulang ke rumah.
Begitulah pikirku, tapi Nanami tiba-tiba menutup matanya, lalu mengembuskan napas dengan kuat sambil mengerang. Seolah dia sedang mengeluarkan seluruh udara dari dalam paru-parunya.
Setelah mengembuskan napas... dia mengeluarkannya lagi beberapa kali dengan tersengal-sengal. Gerakannya itu lebih terlihat seperti sebuah ritual daripada sekadar helaan napas.
"Aah, sudahlah!! Maafkan aku, Youshin. Sudah mengatakan hal yang aneh."
Dengan raut wajah yang berubah seketika, Nanami meminta maaf padaku. Padahal itu bukan hal yang perlu sampai minta maaf.
"Padahal aku sudah memutuskan untuk tidak cemburu secara aneh, tapi tanpa sadar aku melakukannya... Aah, sudahlah, aku benar-benar payah..."
"Uhm... sejak kapan kamu memutuskan hal seperti itu...?"
"Itu... di gereja Hawaii... kita kan sudah melakukannya. Karena itu, aku memutuskan untuk berhenti menunjukkan rasa cemburuku dalam hal aneh pada Youshin... di pesawat saat perjalanan pulang..."
Seketika, suasana di sekitar kami menjadi riuh. Un, aku juga tahu alasannya dengan jelas. Karena Nanami tidak menjelaskan bagian yang paling penting.
Karena dia tidak mengatakan apa yang 'dilakukan' di gereja Hawaii, orang-orang di sekitar jadi ribut, bertanya-tanya apa yang telah terjadi. Walaupun tidak semuanya.
Entah Nanami sadar akan tatapan itu atau tidak, dia malah terlihat sedang gemetar ketakutan akan 'dosa'-nya sendiri karena sifatnya yang cemburu. Tidak, apa yang membuatmu gemetar, Nanami.
"Maksudmu soal saat aku memberikan hadiah di gereja, kan. Yah... karena itu di gereja, suasananya memang jadi terasa sakral. Jadi, wajar saja kalau kamu berpikir begitu."
Yang sebenarnya kami lakukan adalah bertukar cincin, tapi ini juga tidak bisa dibilang bohong. Kalau aku mengatakan kami bertukar cincin di sini, nanti bisa muncul gosip aneh lagi...
Meskipun beberapa orang sudah melihat kami mengenakan cincin yang serasi saat liburan sekolah. Tapi soal itu, gosipnya hanya sebatas rumor yang tidak jelas sumbernya.
Setidaknya, tidak ada gunanya membuat sumber masalah baru di sini.
"Ah, un... benar juga ya. Memang begitu, karena itulah aku sudah berusaha hati-hati agar tidak cemburu..."
Entah apakah Nanami mengerti maksudku, atau dia hanya terlambat menyadari betapa berbahayanya ucapannya barusan, dia pun mengikuti alur pembicaraanku.
Hanya saja, Nanami masih terus merenungkan sifat cemburunya itu. Padahal menurutku, dia tidak perlu sampai sekhawatir itu...
Tapi hanya berpikir saja tidak akan tersampaikan, jadi lebih baik aku mengatakannya langsung.
"Kalau menurutku, sisi Nanami yang seperti itu juga terlihat manis, jadi aku tidak begitu mempermasalahkannya."
"...Eh? Benarkah?"
"Un. Maksudku, kamu bereaksi seperti itu karena kamu menyukaiku, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun bukan? Aku tidak suka kalau sampai menyakitkan atau terlalu mengekang, tapi kalau hanya sekadar cemburu sih tidak masalah..."
Loh? Kenapa Nanami malah menunjukkan ekspresi tersiksa... atau lebih tepatnya... ekspresi yang penuh dengan konflik batin.
Aku mengira dia akan senang, jadi ini sedikit di luar dugaanku.
...Ini bukan ekspresi jijik kan? Apa jangan-jangan dia berpikir kalau aku yang menganggap hal seperti itu manis ini menjijikkan...?
Saat aku mulai berpikir 'seharusnya aku tidak mengatakan hal yang tidak perlu'...
"...Aku senang mendengarnya, sangat senang, tapi... aku akan berusaha untuk tidak memanfaatkan kebaikanmu itu...!!"
Entah kenapa, kepalan tangannya yang berada di depan dadanya terlihat bergetar. Padahal menurutku, untuk hal ini dia boleh saja bermanja-manja...
"Kalau aku menganggapnya sebagai hal yang wajar... aku yakin aku pasti akan menjadi orang yang payah!!"
Rasanya aku juga pernah memikirkan hal yang serupa belakangan ini. Aku tidak pernah menyangka akan mendengar kalimat seperti itu dari Nanami, yang membuatku hanya bisa membelalakkan mataku.
Apa ini artinya cara berpikirku dan Nanami perlahan mulai mirip ya. Katanya suami istri itu seringkali menjadi mirip. Walaupun aku dan Nanami belum menjadi suami istri.
Bagi Nanami sendiri, sepertinya itu adalah keputusan yang sulit, raut wajahnya seolah menunjukkan betapa beratnya perasaan yang dia tanggung...
"Tidak, bermanja-manjalah apa adanya."
"...Aku akan bermanja-manja sesekali, tapi aku akan tetap menahannya sedikit."
Un, yah, kira-kira seperti itu. Sebuah kompromi, jalan tengah, atau titik temu... pokoknya, sifat cemburu Nanami adalah bagian dari pesonanya juga.
"Astaga... pembicaraannya lompat-lompat ya. Eh, padahal aku yang membuatnya melompat-lompat. Ulang tahun kan. Ulang tahun Youshin. Sebelum Natal... minggu depan bukan?"
"Ah, un. Benar, ulang tahunku minggu depan. Seingatku... seharusnya minggu depan."
Entah kenapa rasanya masih seperti urusan orang lain. Sepertinya Nanami juga berpikir begitu, karena dia hanya tersenyum kecut. Un, entah kenapa meskipun dibilang ini ulang tahunku, aku masih belum begitu merasakannya.
Apa dengan merayakannya bersama Nanami, aku juga bisa merasakannya ya?
"Kalau ulang tahun... biasanya identik dengan kue, tapi Youshin suka kue apa?"
"Kalau ulang tahun, mungkin shortcake krim segar dan stroberi yang simpel ya..."
Biasanya aku tidak begitu sering makan kue, dan kalaupun aku memakannya, aku lebih sering memilih kue cokelat, atau mont blanc... dan semacamnya.
Tapi entah kenapa, untuk ulang tahun, gambaran yang muncul adalah strawberry shortcake. Kalau kue Natal sih apa saja boleh, tapi kalau ulang tahun rasanya harus kue ini... mungkin seperti itu.
Padahal aku sendiri tidak begitu merasakan hari ulang tahunku, lancang sekali aku berkata seperti ini. Tapi tetap saja, entah kenapa ulang tahun itu identik dengan strawberry shortcake.
"Oh, begitu ya... Boleh juga. Strawberry shortcake."
Melihat Nanami yang tampak bersemangat, aku pun ikut menjadi senang. Rasanya, Nanami terlihat lebih menantikan hari ulang tahunku daripada diriku sendiri.
Mungkin tidak apa-apa jika aku berpikir seperti itu. Bukan sebagai hari ulang tahunku... tapi lebih sebagai hari istimewa yang bisa kuhabiskan bersama Nanami.
Kalau begitu, rasanya aku lebih bisa menantikannya daripada hanya memikirkannya sebagai hari ulang tahunku sendiri.
"Ditunggu ya. Ulang tahun Youshin, kita akan rayakan besar-besaran!! Yah, karena hari kerja, jadi kencannya kita lakukan di akhir pekan saja ya."
Dia mengatakannya di saat yang tepat. Un, aku benar-benar menantikannya.
Tiba-tiba aku menyadari kalau Nanami sudah mengepalkan tangannya dan mengulurkannya padaku. Karena rasanya ini hal yang langka, aku pun ikut mengepalkan tanganku dan membenturkannya pelan ke tangannya.
(Tln: fistbump 🤜🤛)
Berbeda dengan tangan laki-laki, tangan Nanami tidak kasar, jadi kepalan tanganku terasa seperti menyentuh sesuatu yang sangat ringan... rasanya seperti akan patah jika aku menggunakan tenaga terlalu banyak.
Nanami membawa tangan ke samping badannya, lalu tertawa riang sambil memperlihatkan giginya. Melihat senyumnya itu, dalam hati aku merasa lega.
Ekspresi tersiksa yang tadi tidak cocok untuk Nanami... meskipun itu juga terlihat manis... tapi tetap saja, aku tidak ingin membuatnya memasang ekspresi seperti itu.
Perasaan ingin menggoda anak yang manis, atau ingin membuatnya bingung, mungkin dimiliki oleh semua orang, tapi tidak ada gunanya melakukan hal itu secara berlebihan.
Meskipun begitu, cemburu ya... sambil mengingat kembali ekspresi Nanami yang tadi, aku melamun memikirkan tentang emosi yang disebut cemburu.
Aku juga pernah cemburu pada Nanami, tapi mungkin belum pernah karena terkait dengan laki-laki lain. Itu untungnya karena Nanami tidak begitu suka dengan laki-laki.
Tapi sepertinya Nanami perlahan mulai mengatasi rasa tidak sukanya pada laki-laki, dan tanpa bermaksud memujinya berlebihan, dia juga menjadi semakin menawan.
Jadi, mungkin, jika aku akan merasakan cemburu pada Nanami, itu akan terjadi di masa yang akan datang.
Sambil merasakan firasat seperti itu, aku bertanya-tanya, saat hal itu terjadi... aku... dan Nanami, akan bagaimana ya. Meskipun dipikirkan juga tidak ada gunanya, tapi saat hal itu terjadi...
Un, mungkin lebih baik aku jujur saja dan bilang kalau aku cemburu tanpa perlu sok keren. Rasanya itu cara yang paling sedikit menimbulkan kerugian.
Cemburu... bukankah itu salah satu dari Tujuh Dosa Mematikan ya. Itu adalah motif yang cukup umum di dalam karya fiksi. Sering terlihat di mana-mana. Dulu jumlahnya delapan atau sembilan, ya?
Jika kecemburuan Nanami disamakan dengan motif itu, lalu aku ini apa ya?
Aku bertanya pada diriku sendiri, dan tiba-tiba sebuah pemikiran muncul.
Mungkin aku ini adalah Keserakahan (Greed)... Dibandingkan dulu, aku sudah memiliki banyak hal, tapi aku masih saja menginginkan sesuatu yang lebih dari Nanami.
Katanya keserakahan yang berlebihan akan menghancurkan diri sendiri... mungkin ke depannya aku harus lebih rendah hati lagi, sambil memikirkan hal-hal seperti itu, jam istirahat makan siang yang biasa pun berlalu.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Meskipun ulang tahun adalah hari yang istimewa, tapi sebagian besar jatuh pada hari kerja, bukan hari libur. Mungkin sesekali bisa kebetulan bertepatan dengan hari libur sih... Andai saja ulang tahun itu bisa dijadikan hari libur.
Sepertinya orang dewasa yang sudah bekerja bisa mengambil libur kapan pun mereka mau, jadi aku pernah berpikir apa mereka bisa mengambil cuti ulang tahun, tapi sepertinya tidak semudah itu.
Saat ulang tahun Nanami, kami sempat membicarakan hal itu, dan para orang dewasa langsung menolaknya. Malahan, meskipun ada cuti berbayar, mereka katanya tidak akan berpikir untuk mengambilnya di hari ulang tahun.
Katanya nanti saat dewasa aku juga akan mengerti, tapi aku dan Nanami justru sama-sama berpikir kalau kami ingin mengambil libur di hari ulang tahun kami masing-masing...
Omong-omong, pendapat yang paling banyak saat itu adalah "Tolong buat sistem di mana ulang tahun pribadi juga bisa dijadikan hari libur". Sepertinya para orang dewasa punya lebih banyak pemikiran soal cuti ya.
Dengan perasaan seperti itu, aku pun menyambut hari ulang tahunku setelah satu tahun berlalu.
"Selamat ulang tahun, Youshin."
"Terima kasih... eh... cepat sekali...?"
Orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku adalah Nanami. Lebih tepatnya, Nanami yang sedang telponan denganku sampai ketiduran.
Aku sendiri sudah mulai mengantuk, tapi tiba-tiba dari arah Nanami terdengar suara yang begitu nyaring yang membuat kami berdua langsung terjaga.
Kukira ada insiden apa, tapi sepertinya Nanami sengaja memasang alarm agar berbunyi tepat di hari ulang tahunku.
"...Pantas saja hari ini kamu terus-terusan bilang ayo kita begadang."
"Ehehe, aku berhasil jadi yang pertama, loh... huaah..."
Dia sampai menguap. Hari ini memang sedikit melelahkan ya. Aku merasa bersalah karena membuatnya memaksakan diri untuk tetap terjaga, tapi di saat yang sama, hatiku terasa sangat senang karena dia mengucapkan selamat untukku.
Mungkin untuk hari ini cukup sampai di sini saja. Bisa menyambut hari ulang tahun seperti ini bersama Nanami rasanya sangat membahagiakan...
"Sebenarnya, aku ingin merayakan ulang tahun Youshin hanya berdua saja loh."
"Ah, ide bagus. Waktu ulang tahun Nanami kita juga kencan berdua... Nanti di hari libur berikutnya..."
"...Menginap."
"Vweh?!"
Menginap?!
Apa maksudnya menginap yang 'itu'? Saat aku bertanya dengan tatapan mataku, Nanami mengangguk pelan. Itu... adalah usulan yang luar biasa merangsang.
"Hubungan kita, kalau mau melangkah lebih jauh lagi... sepertinya... sudah tidak ada pilihan lain selain menginap... begitu pikirku... jadi..."
Ah, Nanami terlihat malu di atas tempat tidurnya. Dia melipat lututnya dan memeluk erat selimutnya. Wajar saja dia malu, dia baru saja mengatakan hal seperti itu.
Pipiku sendiri juga terasa sangat panas.
"...Tapi yah, tidak mungkin ya."
"Tidak mungkin ya... sepertinya..."
Saat ulang tahun Nanami saja tidak diizinkan, jadi mustahil hal itu akan diizinkan hanya karena ini hari ulang tahunku.
Benar juga, selama aku dan Nanami belum pindah dari rumah orang tua kami, menginap itu mustahil...
Saat itu, terlintas di benakku wajah beberapa teman yang di Hawaii pernah berkata, "Kalau butuh bantuan untuk membuat alibi, kami akan bantu." Wajah mereka terbayang dengan senyum yang sangat tidak menyenangkan.
Tapi sejujurnya, aku ragu untuk melakukannya.
Bukan soal merepotkan mereka, tapi lebih dari itu... membuat alibi artinya sama saja dengan mengumumkan pada semua orang bahwa kami akan melakukan 'hal itu'.
Kalau untuk teman-teman perempuan sih tidak apa-apa, tapi meminta alibi pada teman-teman laki-lakiku, itu artinya mereka mungkin akan membayangkan Nanami dalam 'situasi' seperti itu...
Yah, mungkin bagi laki-laki itu hal yang wajar, tapi tetap saja, rasanya... aku tidak suka.
Ini bukan cemburu, tapi lebih ke perasaan ingin memonopoli informasi tentang sisi Nanami yang seperti itu untuk diriku sendiri... Hmm, apa ini artinya aku juga pencemburu ya.
Atau ini hal yang normal?
Aku jadi penasaran, bagaimana para laki-laki di dunia ini menyikapi informasi semacam itu.
Karena itu, yah, meskipun tawaran alibi itu sangat kusyukuri, tapi sepertinya aku tidak akan pernah memintanya.
Artinya, agar aku dan Nanami bisa melangkah lebih jauh lagi, apa yang harus kami lakukan...
"Masa 'Onee-chan' sudah berakhir, ya..."
"Tunggu, apa maksudnya itu?"
Keberadaan sebuah periode yang tidak kukenali tiba-tiba terungkap membuat alur pemikiranku benar-benar buyar. Padahal sedikit lagi rasanya aku akan mendapatkan sebuah kesimpulan.
Masa 'Onee-chan'... ? Apa jangan-jangan maksudnya yang waktu ulang tahun Nanami? Tidak, memang benar waktu itu aku diminta untuk memanggilnya 'Onee-chan'.
Eh? Apa itu masih berlanjut?
"Youshin juga sudah tujuh belas tahun ya... seumuran... tahun depan... delapan belas... banyak hal yang akan dilegalkan ya..."
Tanpa menjelaskan soal masa 'Onee-chan', Nanami berbicara dengan terbata-bata sambil terkantuk-kantuk. Justru aku yang jadi terjaga sepenuhnya sekarang.
Jika kuperhatikan baik-baik, mata Nanami sudah terlihat sayu... atau lebih tepatnya, sudah hampir terpejam. Mungkinkah ini karena semangatnya untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku sudah hilang?
Rasanya dia tertidur lebih cepat dari biasanya.
"Delapan belas tahun itu... sudah boleh... menikah ya... upacara kedewasaan juga..."
(Tln: Upacara kedewasaan atau Seijin Shiki itu salah satu hari libur di JP yang baru aja diturunin umurnya ke 18 sejak 2022. Cuma perayaan festival biasa buat merayakan orang-orang yang jadi legal dewasa secara hukum)
"Ah, benar juga. Sekarang upacara kedewasaan di umur delapan belas tahun ya."
"Upacara kedewasaan... aku ingin pakai furisode... itu kan untuk yang belum... menikah... sebelum itu... tidak akan menikah..."
(Tln: Furisode itu sejenis kimono, tapi untuk main character atau pihak yang dirayakan. Simplenya kayak ulang tahun, kimono itu untuk para tamu acara dan furisode untuk yang ultah karena dia main character di acaranya. Biasanya juga dipakai oleh wanita yang belum menikah, mungkin untuk menonjolkan kecantikan)
"Hee, jadi furisode itu untuk perempuan yang belum menikah, ya... Nanami dengan furisode pasti akan terlihat manis."
"Heehee" Nanami tertawa dengan mata yang masih terpejam. Aku pun ikut tersenyum membayangkan sosok Nanami yang mengenakan furisode.
Begitu ya, tapi apa tahun depan sudah upacara kedewasaan... ya? Padahal belum lama ini usia dewasa adalah dua puluh tahun, tapi sepertinya sudah diubah oleh revisi undang-undang. Minuman beralkohol dan sejenisnya masih belum boleh kan?
Yah, melihat reaksinya yang dulu, sepertinya Nanami tidak boleh minum alkohol di usia berapapun... Aku harus memikirkan cara minum yang benar, kalau tidak nanti aku yang akan khawatir.
Lalu, menikah ya. Ternyata banyak juga hal yang dilegalkan di usia delapan belas tahun. SIM juga sudah boleh bukan? Eh?
Apa SIM memang dari dulu sudah boleh ya?
"Menikah ya... kehidupan pernikahan dengan Youshin... akan seperti apa ya... oh iya, upacaranya... bagaimana ya... tidak usah juga... ingin jalan-jalan bersama..."
Entah apakah Nanami punya rencana yang jelas atau tidak, berbagai macam kata terus keluar dari mulutnya. Lagipula, apa dia tipe yang tidak ingin mengadakan upacara pernikahan, ya?
Suara napasnya yang teratur sudah mulai terdengar, sepertinya dia sudah hampir tertidur pulas. Mulai dari sini, lebih baik aku tidak menjawabnya aneh-aneh agar Nanami bisa tidur dengan nyenyak.
Meskipun begitu... saat di Hawaii dia terlihat sangat terkesan saat melihat upacara pernikahan, jadi kupikir dia adalah tipe yang ingin mengadakan upacara. Apa Nanami lebih memilih menggunakan uang upacara untuk jalan-jalan ya?
(Tln: FYI, upacara pernikahan itu hanya formalitas sebenarnya, kalian bisa adain atau ga juga gada masalah selama kedua belah pihak setuju)
Sebenarnya, berapa banyak uang yang dibutuhkan ya. Aku ingat pernah membaca di sebuah manga kalau cincin tunangan itu harganya setara dengan gaji tiga bulan...
...Tidak, tunggu dulu. Entah kenapa karena Nanami dengan santainya mengeluarkan kata 'menikah', aku jadi ikut terbawa dengan suasananya. Apa pernikahan itu sudah menjadi hal yang pasti ya.
Rasanya tsukkomi-ku salah. Tidak, bagaimana cara mengungkapkannya ya. Ini adalah perasaan yang sulit diutarakan dengan kata-kata. Dia sudah berpikir sampai sejauh itu...
Di satu sisi aku merasa kagum, tapi di sisi lain muncul juga perasaan, apa benar tidak apa-apa jika itu adalah aku?
Tidak, jangan berpikir lemah seperti itu. Aku harus punya semangat untuk membuat Nanami berpikir 'aku senang menikah dengan Youshin'. Jangan jadi lemah.
...Sebenarnya, apa aku akan bisa menjalani kehidupan pernikahan ya. Lagipula apa itu kehidupan pernikahan, apa sedikit berbeda dengan selalu bersama berdua...?
Arah kekhawatiranku rasanya jadi sedikit melenceng, mungkin karena aku juga sudah mengantuk. Apa cara berpikirku ini benar ya?
Saat aku sedang memikirkan hal itu dengan kepala yang mulai kosong...
"Mau menikah...?"
Sebuah kata yang tidak akan pernah keluar dari mulut Nanami jika dia sadar sepenuhnya, tiba-tiba terlontar. Kalau Nanami besok mengingat ini, bukankah dia akan sangat malu.
Meskipun begitu, sambil menatap wajah tidurnya, aku menjawab pertanyaannya.
"...Un, ayo kita lakukan. Pertama-tama, kita coba tinggal bersama dulu?"
Tidak ada jawaban untuk kata-kataku... sebagai gantinya, yang terdengar hanyalah suara napasnya yang teratur, dan kesadaranku pun terputus di sana.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
"Youshin, hari ini ulang tahunmu ya?"
"Ah, un. Begitulah."
"Oh, selamat ya. Harusnya kamu mengatakannya dong. Kalau kamu bilang aku pasti sudah menyiapkan hadiah yang pantas."
"Tidak perlu serepot itu juga tidak apa-apa..."
Tepat saat aku masuk ke kelas dan duduk di bangkuku, tiba-tiba Hitoshi mengucapkan selamat padaku. Lagipula, aku tidak ingat pernah memberitahu siapa pun, jadi kenapa dia bisa mengetahuinya?
Apa Nanami yang memberitahunya? Pikirku sambil melihat ke arah Nanami, tapi Nanami sendiri sedang dikelilingi oleh teman-teman perempuannya. Ada banyak sekali perempuan yang mengerumuninya.
Mungkin ini kerumunan terbesar sepanjang sejarah. Bahkan saat di Hawaii pun tidak sebanyak itu... Sepertinya ada juga perempuan dari kelas lain.
Apa hari ini ada sesuatu yang istimewa dengan Nanami? Tapi, Nanami juga sepertinya terlihat kebingungan.
Aku ingin membantunya, tapi kalau laki-laki masuk ke kerumunan perempuan seperti itu sepertinya tidak akan berakhir baik... Untuk sementara, aku sebaiknya hanya mengirim pesan padanya saja.
Aku mengirim pesan singkat [Perlu bantuan?], lalu dia membalas [Tidak apa-apa, justru lebih baik kamu tetap di sana]. Un, sepertinya memang bukan giliranku untuk beraksi.
Biar urusan di sana kuserahkan pada Nanami...
"Cerita soal ulang tahunku, kamu dengar dari siapa? Apa Nanami yang memberitahumu?"
"Hmm? Ada banyak gosip yang beredar lagi. Katanya ada pasangan bucin yang bermesraan di kantin. Di dalam gosip itu, ada yang bilang kalau hari ini adalah hari ulang tahun si pacar laki-lakinya."
Seenaknya saja menyebut kami pasangan bucin, tidak sopan sekali. Meskipun di satu sisi itu mungkin adalah fakta, jadi aku tidak bisa membantahnya.
"Hmm? Tunggu, di gosip itu nama kita tidak disebut?"
"Kalau dibilang pasangan bucin yang bermesraan di kantin, ya siapa lagi kalau bukan kalian."
"Ah... ah... jadi begitu..."
"Jadi? Kalian benar bermesraan?"
"...Un."
Sialan, Hitoshi, senyumnya terlihat senang sekali. Memang sih kami sedikit melakukannya, tapi walaupun begitu, kami tidak mengganggu siapa pun... Apa kami mengganggu ya?
"Padahal kami tidak melakukan hal yang aneh-aneh."
"Ah, yah, kalau hanya sekadar bermesraan sih tidak apa-apa kan? Lagipula sepertinya semua orang menikmati gosipnya."
"Secara pribadi sih, aku tidak ingin ada gosip yang beredar."
"Itu mustahil. Gosip itu sendiri kan sudah seperti hiburan. Semua orang suka hal-hal seperti itu, makanya bisa menyebar dengan luas."
‘Lagipula, mustahil kemesraan kalian tidak menjadi gosip’, lanjut Hitoshi.
Kalau sudah dibilang begitu, aku tidak punya pilihan selain pasrah. Gosip tidak akan muncul jika kami tidak melakukan hal yang tidak perlu, jadi kejadian kali ini adalah akibat dari perbuatanku sendiri.
Mungkin aku harus menerima kenyataan ini saja... Gosip kali ini sepertinya juga tidak ada niat buruk, tidak seperti yang sebelumnya.
Loh? Apa yang sebelumnya juga tidak ada niat buruknya? Aku sudah lupa...
"Omong-omong, gosip kali ini adalah tentang si pacar laki-laki yang memutuskan akan 'memeluk' pacarnya di hari ulang tahunnya."
Ternyata ada niat buruknya di rumor kali ini.
Tidak, kami tidak pernah membicarakan hal seperti itu sedikit pun. Dari mana bisa... ah, apa mungkin bagian yang disamarkan oleh Nanami itu?
Apa itu penyebabnya?
Apa bagian yang disamarkan itu bergabung dengan gosip ulang tahun lalu berubah wujud dan menyebar luas.
Aku sudah mengetahuinya dari pengalaman sebelumnya, tapi sekali lagi aku sadar kalau gosip itu menakutkan. Mungkin lebih baik kuanggap beruntung karena kali ini nama kami tidak disebut.
Tanpa sadar aku menghela napas.
"Kalau begitu, ini kuberikan sebagai hadiah."
Hitoshi meletakkan sebuah kantong plastik minimarket di atasku. Sepertinya isinya sesuatu yang berbentuk kotak, mungkin makanan ringan?
Apa dia repot-repot membelikannya untukku?
"Ah, terima kasih. Eh, bukannya tadi kamu bilang belum menyiapkan apa-apa?"
"Hadiah yang pantas... memang belum kusiapkan. Ini adalah hadiah lelucon yang kusiapkan kalau-kalau gosip itu ternyata benar."
Hadiah lelucon apa.. Aku tidak begitu memahaminya, tapi aku senang dengan niatnya yang sudah repot-repot menyiapkan hadiah.
Baiklah, akan kuterima dengan senang hati.
"Oh begitu, terima kasih sudah repot-repot. Sekali lagi, terima kasih... eh, apa ini?"
Saat aku melihat ke dalam kantong plastik minimarket, ada sebuah... kotak kecil berbentuk persegi. Warnanya agak gelap, dan bentuknya seperti... kotak rokok?
(Tln: 😏)
Tapi tidak mungkin ini rokok, mungkin cokelat atau semacamnya. Ada angka juga tertulis di kotaknya. Mungkin persentase kakao atau semacam itu.
"Aku baru pertama kali lihat, ini apa?"
"Kondom. Ah, maksudku kondom yang 'itu'."
"...Hah?"
Begitu mendengar itu, aku buru-buru memasukkan kembali kotak itu ke dalam kantong plastik. Beraninya kau membuatku mengeluarkannya di dalam kelas. Tidak ada yang melihatnya kan?
Aku kembali melirik kotak itu di dalam kantong. ...Jadi ini... benda yang itu.
Seriusan orang ini. Dia benar-benar gila. Dari sekian banyak barang, dia malah memberikan benda yang paling gawat.
Ini adalah kedua kalinya aku menerima benda ini dari seseorang. Tapi waktu itu dari guru, dan hanya satu buah... bukan dalam bentuk kotak seperti ini.
Omong-omong, benda yang kudapat waktu itu rasanya canggung jika diletakkan di kamar, jadi sampai sekarang masih ada di dalam dompetku. Meskipun tidak pernah ada gilirannya untuk dipakai.
Lagipula, apa anak SMA bisa membeli benda seperti ini?
Aku kira tidak akan bisa, makanya aku menerimanya waktu itu. Aku ingat pernah membicarakan hal itu... apa jangan-jangan kalau kita cuek saja, sebenarnya bisa dibeli dengan normal?
Kukira akan ada pengecekan umur di minimarket... Tapi ternyata tidak ada ya, untuk benda seperti ini.
Yah, memikirkan panjang lebar soal urusan pembelian juga tidak ada gunanya.
Untuk saat ini, aku menarik napas dalam-dalam sekali dengan tenang...
"Akan kupukul kau brengsek!?"
"Itu kan setengahnya cuma lelucon!! Lagipula, hadiah antar teman laki-laki kan memang seperti ini."
"Pasti bohong, hadiah antar teman laki-laki seperti ini...?"
"Kira-kira memang begini, kalau anak laki-laki sudah iseng. Lagipula ini masih tergolong biasa. Praktis juga. Yang lebih parah itu benar-benar parah."
Seriusan? Anak SMA zaman sekarang mengerikan sekali. Memberikan benda seperti ini hanya karena iseng, kesenjangan antara bayanganku tentang hadiah antar teman dengan kenyataan ini terlalu besar.
Karena itulah ini disebut hadiah lelucon, tapi bagi diriku yang tidak punya imunitas, rangsangannya sedikit terlalu kuat...
"Kau jangan-jangan, tidak membayangkan yang aneh-aneh tentang Nanami, kan..."
"Tentu saja tidak, bahkan aku pun tidak akan melakukan hal seperti itu pada pacar temanku."
Oh begitu, kalau begitu yah... setidaknya untuk bagian itu aku lega.
"Lagipula, hadiah pertama dari teman yang kuterima malah benda ini. Rasanya aku jadi ingin menangis."
"Jangan berlebihan begitu. Di SMP kan kamu juga sudah mendapat hadiah."
Eh, apa di SMP itu biasa dapat hadiah ulang tahun dari teman? Dunia mana yang dia bicarakan... aku sama sekali tidak punya ingatan seperti itu.
Saat aku terdiam tidak bisa menjawab, Hitoshi pun ikut terdiam. Tidak, kalau kamu ikut diam...
"Eh... serius?"
"Tidak pernah."
"...Maaf ya."
Jangan meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Itu malah lebih menyakitkan. Tidak, jangan menundukkan kepala seserius itu. Sudahlah, tidak perlu sampai sekhawatir itu. Berhenti meminta maaf.
"Lagipula, apa benda seperti ini praktis? Aku tidak begitu tahu soal itu."
"Hmm... aku juga tidak punya pacar jadi hanya dengar-dengar saja, tapi kata senpai sih, satu kotak tidak cukup untuk satu malam. Apalagi saat baru pertama kali."
...Ceritanya frontal sekali ya. Aku belum pernah mendengar informasi seperti itu, jadi ini sangat bermanfaat, atau lebih tepatnya, apa aku juga akan seperti itu nanti.
"Untuk sekarang, tidak ada ruginya untuk kamu simpan. Hadiah yang sebenarnya akan kuberikan nanti."
"Tidak, tidak perlu repot-repot begitu. Ini akan kuterima dengan senang hati."
"Lagipula menurutku ini untuk bahan tertawaan, jadi kukira kamu akan tertawa, tapi ternyata leluconku gagal ya..."
Soal itu, rasanya lebih ke masalah di pihakku, jadi kurasa Hitoshi sendiri tidak perlu memikirkannya. Aku juga sebenarnya ingin bisa menertawakan hal seperti ini.
Apa Nanami baik-baik saja ya... saat aku sedang berpikir begitu, pintu geser kelas tiba-tiba terbuka dengan kencang.
"Youshin-kun!! Benarkah hari ini ulang tahunmu!! Ini terlalu mendadak jadi aku tidak bisa menyiapkan barang yang bagus, tapi aku membawa hadiah!!"
"Shouichi-senpai... terima kasih sudah repot-repot."
"Nah, terimalah ini!! Sebagai seorang laki-laki, etiket itu penting tahu!!"
"Tidak kenapa Anda juga?!"
Melihatku yang melontarkan tsukkomi tanpa ragu pada seorang senior, entah kenapa raut wajah Shouichi-senpai yang terlihat sangat senang itu begitu membekas dalam ingatanku.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Aku tidak menyangka akan menerima hadiah yang sama dari Hitoshi dan juga Shouichi-senpai, tapi sepertinya mereka berdua melakukannya setelah mendengar gosip yang beredar.
Yah, kalau gosipnya sudah sampai soal 'memeluk' dan dihubungkan denganku, mungkin mau bagaimana lagi. Lagipula, semua yang kumiliki ini adalah pemberian dari orang lain.
Loh, bagaimana ini. Apa kusembunyikan saja di suatu tempat di kamar ya... tidak pernah kusangka aku akan melakukan hal seperti ini.
"Youshin... wajahmu terlihat lelah ya..."
"Nanami juga... bukankah kamu terlihat lesu..."
"Tadi pagi ada sedikit masalah..."
"Aku juga... tadi pagi ada banyak sekali masalah..."
Kami saling bertatapan lalu sama-sama menghela napas panjang.
Saat ini kami berada di kamar Nanami, aku datang berkunjung sepulang sekolah karena dia bilang ingin merayakan ulang tahunku. Tadi Mutsuko-san dan Saya-chan juga sudah mengucapkan selamat padaku.
Aku sempat ditawari untuk makan malam bersama sebagai perayaan, tapi karena hari ini orang tuaku seharusnya pulang lebih awal, aku menolaknya dengan sopan.
Katanya mereka akan merayakannya denganku di lain kesempatan, dan niat baik mereka itu sudah sangat membuatku senang.
Nanami hari ini... karena di luar dingin, jadi dia mengenakan atasan yang tebal. Dia memakai pakaian rumahan seperti piyama yang empuk, tapi bawahannya adalah celana pendek yang memperlihatkan pahanya tanpa ragu.
Aku selalu memikirkannya setiap kali melihatnya, tapi semangat para perempuan yang mengenakan rok pendek di musim dingin itu luar biasa ya. Padahal cuacanya sedingin itu, tapi mereka membiarkan kaki mereka terbuka.
Aku pernah bertanya pada Nanami apa dia tidak kedinginan, dan dia menjawab kalau dia menahannya dengan semangat.
Setelah itu, saat dia menyuruhku mencoba menyentuh pahanya karena dingin, aku benar-benar kaget karena ternyata memang sedingin itu. Selain itu, aku juga kaget karena Nanami dengan santainya membiarkanku menyentuh pahanya.
Sejak dari Hawaii, rasanya penolakan Nanami terhadap kontak fisik semakin berkurang. Aku harus berhati-hati...
Yah, walaupun aku tidak menyentuh dadanya sih. Baik di Hawaii maupun di Jepang.
Lupakan soal itu, kembali ke Nanami yang sekarang. Nanami benar-benar menunjukkan atmosfer yang lesu.
Sejak pagi Nanami sudah dikerumuni oleh teman-teman perempuannya, saat istirahat makan siang juga dia dihujani pertanyaan oleh perempuan dari kelas lain, dan saat pulang pun dia terus ditanyai macam-macam oleh adik kelas juga.
Bisa jadi dia lebih lelah daripadaku. Kalau aku hanya 'dikonfirmasi' oleh beberapa orang saja, seperti Hitoshi, Shouichi-senpai, dan Teshikaga-kun.
...Soal Teshikaga-kun, sepertinya dia mungkin sudah melakukan pengalaman pertamanya. Entah kenapa reaksinya terasa seperti itu.
Yah, itu masalah yang sensitif, jadi lebih baik tidak usah dibahas.
"Merepotkan sekali ya, yang namanya gosip itu..."
"Mau bagaimana lagi... Gosip soal percintaan seperti itu makanan favorit semua orang."
"Aku juga sebelum pacaran dengan Youshin sebenarnya cukup tertarik sih," kata Nanami sambil tertawa mencela diri sendiri. Mungkin Nanami sedang merefleksikan perbuatannya di masa lalu.
Kalau aku dari dulu sama sekali tidak tertarik dengan gosip, jadi setelah kembali merasakan betapa menakutkannya gosip, aku memutuskan untuk tidak akan termakan oleh gosip tidak bertanggung jawab seperti itu.
Tentu saja, aku berpura-pura tidak mendengar suara yang mengatakan 'makanya jangan melakukan hal yang bisa jadi gosip, sadar diri'.
Aku tidak menyangka akan selesu ini di hari ulang tahunku, dan kami hanya berdiam diri di kamar tanpa melakukan apa-apa.
Beberapa saat kemudian, Nanami datang ke sebelahku, lalu menyandarkan tubuhnya seolah ingin bermanja-manja.
Sensasi dari pakaian rumahannya yang empuk dan sentuhan kulit kakinya yang polos di tanganku terasa begitu nyaman. Kenapa kulit Nanami bisa sehalus ini ya.
Sangat berbeda dengan kulitku... ah... rasanya menenangkan... Dia pasti sangat lelah...
"Makanan ringan yang kudapat, mau kita makan bersama...?"
"Makanan ringan? Memangnya kamu dapat sebanyak itu?"
Sambil masih bersandar padaku, Nanami memiringkan kepalanya. Pas sekali, kepalanya kini bersandar di bahuku... dan aku bisa merasakan sensasi rambutnya yang halus membelai pipiku.
Aku sebenarnya masih ingin merasakan sensasi ini, tapi untuk sementara aku menjauh dari Nanami dan menarik tasku. Kubuka tasku dan melihat isinya... un, bahkan aku sendiri pun mungkin akan sedikit kaget.
Jumlah makanan ringannya jauh lebih banyak daripada buku pelajaranku. Padahal hari ini tasku masih lowong, tapi sekarang sudah penuh sesak dengan makanan ringan.
Kalau sampai ketahuan guru, mungkin sudah disita semua...
Baiklah, untuk sekarang, mari kita keluarkan dulu isinya.
"Wow, banyak sekali..."
Setelah kujajarkan kembali, aku baru sadar kalau aku benar-benar menerima dalam jumlah yang sangat banyak.
Mulai dari cokelat yang sedikit mahal, manisan Jepang, makanan ringan... ada begitu banyak jenis makanan yang biasanya tidak kubeli.
Karena aku menerimanya satu per satu dari setiap orang, aku tidak menyangka jumlahnya akan jadi sebanyak ini.
Aku juga harus membalasnya di hari ulang tahun mereka nanti... aku harus cepat-cepat menghafal wajah dan nama teman sekelasku... sampai sekarang masih agak samar-samar...
Di satu sisi aku merasa bersyukur, tapi di sisi lain aku juga merasa tidak enak... tapi yah, karena Nanami melihat tumpukan makanan ringan di atas meja dengan mata berbinar-binar, kurasa tidak apa-apa.
Meskipun tidak seperti biasanya, aku juga merasa senang melihat semua ini.
Di kelas satu dulu aku tidak pernah dirayakan seperti ini, jadi aku sedikit terkejut. Selain itu, aku juga sangat senang.
"Ini kan yang Youshin dapat? Apa boleh kumakan juga?"
"Ah, tidak apa-apa kok. Semua yang memberikannya berkata 'makan dengan Nanami ya'."
Soal ini, benar-benar semua orang tanpa terkecuali, memberikannya sambil mengatakan 'makan dengan Nanami ya'... aku sampai berpikir apa mereka sudah berunding sebelumnya.
Satu-satunya yang tidak mengatakan itu mungkin hanya Hitoshi, Shouichi-senpai, dan Teshikaga-kun.
Hitoshi dan Shouichi-senpai memberikan barang yang tidak memungkinkan mereka mengatakan itu, dan Teshikaga-kun... dia memberiku protein bar. Mereknya belum pernah kulihat sebelumnya.
Katanya Teshikaga-kun juga sedang melatih tubuhnya untuk melindungi Shizuka-san, semoga suatu saat nanti kami bisa latihan otot atau berolahraga bersama.
"Kalau begitu, sebelum aku menyantapnya tanpa sungkan..."
Sebelum Nanami mengulurkan tangan ke tumpukan makanan ringan di atas meja, dia meregangkan badannya dengan kuat seolah memberi semangat pada tubuhnya yang lelah.
Meskipun dia meregangkan badan sambil sedikit gemetar, kedua gundukannya yang besar dan indah itu menunjukkan eksistensi diri yang luar biasa tanpa bisa dikalahkan oleh pakaian rumahannya yang tebal.
Mungkin ini terdengar sedikit vulgar, tapi... apa Nanami jadi lebih besar dari sebelumnya ya?
Luar biasa sekali... pikirku, tapi aku juga berpikir tidak seharusnya aku menatapnya terlalu lekat, jadi aku pun mengalihkan pandanganku ke tempat lain.
Nanami lalu menegakkan punggungnya dan duduk bersimpuh.
Sikapnya yang anggun itu membuatku merasa malu pada diriku sendiri yang baru saja memiliki pikiran vulgar, dan tanpa sadar aku pun ikut menegakkan posturku.
Sambil menarik napas perlahan dan mengatur pernapasannya, Nanami tersenyum lembut. Raut wajahnya yang penuh dengan kasih sayang itu justru membuatku menahan napas.
"Youshin, selamat ulang tahun."
Seolah sedang menahan perasaannya, Nanami meletakkan tangannya di depan dadanya. Dia lalu memejamkan matanya sekali, kemudian perlahan melanjutkan kata-katanya.
"Terima kasih sudah bertemu denganku. Terima kasih sudah bersamaku. Bisa menghabiskan waktu yang sama denganmu seperti ini sekarang, adalah kebahagiaan terbesarku."
Kata-kata Nanami meresap ke dalam hatiku. Entah kenapa... aku tidak bisa mengatakannya dengan baik, tapi mendengar kata-kata itu, aku berpikir seperti ini.
Begitu ya, hari ini adalah hari... di mana aku dilahirkan.
"Tahun depan, tahun depannya lagi, bahkan jika kita terpisah jauh, izinkan aku untuk terus merayakannya... bersamamu. Aku sangat mencintaimu."
Saat dia mengatakan itu, aku merasa seperti akan menangis.
Rasanya, hari ulang tahun yang selama ini tidak pernah kurasakan, untuk pertama kalinya menjadi nyata.
"Tu-tunggu... Youshin, jangan menangis."
"Heh...?"
...Ternyata aku bukan hampir menangis lagi, tapi sudah menangis.
Padahal aku tidak bermaksud menangis... pikirku, tapi begitu aku menyadarinya, air mataku malah semakin deras. Nanami lalu... memelukku dengan lembut.
"...Terima kasih, Nanami. Aku, ini pertama kalinya dirayakan seperti ini, jadi aku jadi sangat terharu... uuh, memalukan..."
"Astaga... padahal tidak perlu menangis. Ayo, berhenti menangis dengan mengubur wajahmu di antara payudaraku."
(Tln: .....)
Dia mengatakan hal seperti itu lagi... tapi yah, mungkin karena aku berada di sana, air mataku jadi sedikit berhenti. Lagipula, rasanya empuk dan sensasinya luar biasa hari ini...
Aku yang dibuat menangis pun terus menikmati sensasi dada Nanami... sementara dia terus membisikkan ucapan selamat di telingaku.
...Apa jangan-jangan, dia sengaja ingin membuatku menangis lagi ya.
Di dalam pelukan Nanami... sekali lagi aku menyadari kalau usiaku telah bertambah. Aku sudah tujuh belas tahun. Tahun depan, delapan belas dan menjadi dewasa... usia di mana aku bisa memutuskan banyak hal.
Meskipun dibilang akan menjadi dewasa setelah satu tahun berlalu, aku masih belum begitu merasakannya. Lagipula, anak SMA masih dikatakan anak-anak, tapi tiba-tiba disebut dewasa... rasanya aneh.
Sampai sekarang, mungkin tidak apa-apa dengan pemikiran seperti itu, tapi aku yakin ke depannya itu saja tidak akan cukup. Terutama, jika aku ingin terus bersama selamanya seperti yang dikatakan Nanami tadi.
Aku menggerakkan mataku saja dan melirik ke Nanami, lalu pandangan kami bertemu. Seolah dengan tatapan matanya saja dia bertanya, "Ada apa?".
Karena itu, aku... mengungkapkan perasaanku saat ini.
Selama ini aku sering mengatakannya dengan ringan tanpa berpikir panjang, tapi kali ini... dengan perasaan yang kuat.
"...Saat aku berumur delapan belas nanti, kurasa aku akan mencoba untuk hidup sendiri."
Gerakan Nanami yang sedang memelukku, menjadi sedikit lebih kaku. Tidak ada jawaban khusus dari Nanami. Tapi aku, terus mengungkapkan semua yang ada di dalam hatiku.
"Pasti akan butuh banyak uang, mungkin akan sulit untuk meyakinkan orang tua kita, dan kurasa akan ada banyak syarat yang diberikan. Bukan hanya tidak akan mudah, tapi mungkin saja tidak akan diizinkan sama sekali."
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, dan aku juga tidak tahu apa aku bisa melakukan semua hal yang selama ini kupercayakan pada Ibu dan Ayah.
Lagipula, ini bukan hanya masalah orang tuaku saja, tapi juga ada urusan dari pihak Nanami. Pasti akan ada banyak sekali masalah, tantangan, dan hal-hal yang harus kami lewati.
Meskipun begitu, aku merasa harus mengatakannya sekali lagi pada Nanami.
"Kalau Nanami tidak keberatan... maukah kamu benar-benar mencoba untuk tinggal bersamaku?"
Mendengar usulanku itu, Nanami tersenyum dengan raut wajah yang tampak bahagia...
"Unn!!!"
Seolah satu kata itu menjadi pemicunya, Nanami yang diliputi oleh emosi pun menciumku.
Previous Chapter | ToC | Next Chapter
Post a Comment