Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Epilogue
Malam hari.
Leo memandangi kota kekaisaran dari istana, di mana cahaya-cahaya kota perlahan mulai padam.
Itu adalah pemandangan yang disukainya sejak lama. Dia senang merasakan suasana ketika satu per satu cahaya di ibu kota padam, dan orang-orang mulai memasuki alam mimpi.
Itu adalah waktu yang damai. Hanya di saat seperti ini Leo bisa benar-benar membiarkan pikirannya kosong dan menikmati jalannya waktu.
Akhir-akhir ini, Leo adalah salah satu anggota keluarga kekaisaran yang paling sibuk.
Meskipun perebutan takhta tengah berada dalam masa jeda, pertemuan dengan para pendukung tetap tidak bisa dihindari, dan sebagai Jenderal Kehormatan Pasukan Pengawal Ibu Kota, dia bertanggung jawab atas keamanan selama upacara berlangsung. Selain itu, dia tidak pernah lalai dalam mengasah diri, dan juga menjalankan tugas sebagai tuan rumah untuk Leticia.
Jadwalnya begitu padat hingga hampir tak ada waktu untuk beristirahat. Meski begitu, Leo tidak pernah menganggapnya sebagai beban. Dia memang lelah, tapi merasa puas.
Itulah sebabnya dia bisa terus berjuang tanpa keluhan. Namun, jika terlalu memaksakan diri hingga jatuh sakit, maka segalanya akan sia-sia.
Oleh karena itu, Leo sangat menghargai waktu-waktu di mana dia bisa sedikit melonggarkan diri. Dan saat ini adalah salah satunya.
Tak ada siapa pun di sekitarnya. Kota kekaisaran yang biasanya tak pernah tidur pun perlahan mulai tertidur. Waktu yang hening, hanya dihabiskan untuk menatap pemandangan itu. Bagi Leo, itu adalah saat-saat penyembuhan yang paling berharga.
Beberapa saat kemudian, terdengar kehadiran seseorang dari belakang.
“Terima kasih telah membiarkanku sendiri,” ucap Leo sambil menoleh ke belakang. Di sana berdiri Leticia.
Dengan senyum lembut, Leticia menggeleng pelan.
“Tidak, aku tidak melakukan apa-apa.”
“Kamu sengaja tidak menyapaku, bukan? Itu sangat membantu. Ini waktu yang berharga bagiku. Jadi terima kasih, Leticia.”
Leo tersenyum, lalu sekali lagi mengucapkan terima kasih pada Leticia. Menerima ucapan itu, Leticia mengangguk kecil dan tersenyum semakin dalam.
Lalu dia berdiri diam di sisi Leo.
“Apa Pangeran Leonard sering memandangi kota dari sini untuk mengingat rakyat yang harus dilindungi?”
“Bukan sesuatu yang mulia seperti itu. Awalnya aku hanya suka pemandangannya, melihat cahaya-cahaya yang perlahan padam itu indah. Lambat laun, ini menjadi waktu bagiku untuk menyegarkan diri.”
“Jadi tidak ada makna khusus?”
“Ya, tidak ada.”
“Pangeran Leonard juga melakukan hal yang tak bermakna, ya?”
“Tentu saja. Kamu kira aku tidak?”
“Ya. Kukira kamu adalah orang yang selalu bertindak secara rasional.”
“Rasional, ya... Mungkin memang begitu. Aku memang cenderung tak pandai melakukan hal yang sia-sia. Kebanyakan hal kulakukan karena memang perlu.”
Di situlah perbedaan besar antara Leo dan Al. Leo melakukan sesuatu karena merasa harus. Sedangkan Al, hanya melakukan sesuatu karena ingin. Karena itulah Leo bisa menghadapi segala hal, tapi Al hanya akan bergerak untuk hal yang benar-benar dia inginkan.
Namun, ketika Al menginginkan sesuatu, dia menunjukkan konsentrasi luar biasa,, suatu bakat yang tidak dimiliki Leo.
“Aku tahu bahwa aku bukan orang yang kuat. Tidak seperti kakakku. Kalau aku sampai belajar untuk bermalas-malasan, aku pasti tidak akan bisa kembali. Kalau aku belajar bersantai, aku tidak akan bisa berkonsentrasi seperti sekarang. Kalau aku mengendur, aku tak akan bisa pulih.”
“Kamu orang yang serius, ya.”
“Aku ini kaku. Tidak bisa hidup sefleksibel kakakku.”
“Segala sesuatu ada baik dan buruknya. Isi hati manusia tidak bisa diwakili hanya dengan kata-kata. Aku bilang kamu orang yang serius, tapi menurutmu kamu itu kaku. Ada orang yang menyebut Pangeran Arnold sebagai orang yang fleksibel, tapi ada juga yang menganggapnya sembrono. Tapi orang yang dinilai itu tak berubah. Karena semua penilaian itu hanya satu sisi dari dirinya. Setiap orang punya banyak sisi yang muncul tergantung waktu dan tempat. Begitulah manusia.”
Sambil berkata demikian, Leticia menatap langit. Di atas sana, hamparan bintang memenuhi malam.
“Sama seperti langit. Langit biru di siang hari adalah salah satu wajahnya, dan langit berbintang di malam hari juga wajahnya yang lain. Mana yang disukai itu tergantung orang. Tapi keduanya adalah bagian dari langit. Hakikat langit tidak berubah. Kadang memberi manfaat bagi manusia, kadang membawa bencana. Tapi bencana bagi manusia bisa jadi berkah bagi makhluk lain. Dunia berputar seperti itu. Jadi... Kurasa kamu tidak perlu merasa malu dengan kekakuan yang kamu miliki. Bisa saja bagi sebagian orang, kekakuan itu terlihat sebagai keseriusan dan memberi dampak positif. Kamu tak perlu terus membandingkan diri dengan kakak sendiri. Aku merasa kamu terlalu merendahkan diri karena terlalu mengagumi Pangeran Arnold. Memang benar, Pangeran Arnold memiliki pesona yang tidak dimiliki olehmu.”
Leticia menurunkan pandangannya dari langit, lalu menatap Leo di sampingnya. Merasa diperhatikan, Leo pun memalingkan wajah ke arah Leticia.
Mata mereka bertemu. Tatapan biru yang seolah akan menelannya hidup-hidup, hanya menatap dirinya seorang.
“Tapi... Aku merasa pesonamu tak kalah hebatnya. Tidak... Aku justru lebih menyukaimu.”
Leticia berkata demikian dengan senyum malu-malu. Itu adalah kata-kata yang sangat spesial bagi Leo.
Selama ini, jika dibandingkan dengan Al, maka Leo yang mendapat pujian. Namun pujian itu datang dari mereka yang tak benar-benar memahami siapa Al sebenarnya.
Orang-orang yang memahami siapa Al sesungguhnya selalu ada di sisinya. Dan karena Leo adalah orang yang paling lama berada di sisi Al, maka dialah yang paling memahami Al.
Dia bangga saat pesona kakaknya diakui banyak orang. Tapi di saat yang sama, dia juga merasakan inferioritas.
Bahwa dia tidak akan bisa mengalahkan Al.
Bagi Leo yang seperti itu, kata-kata “aku lebih menyukaimu” dari seseorang yang memahami pesona Al, adalah sesuatu yang belum pernah dia dengar seumur hidup.
Karena itu, Leo tidak bisa berkata apa-apa. Perasaan hangat dan bahagia mengalir dalam hatinya. Tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya. Wajar saja, karena ini adalah pengalaman pertamanya.
“Pangeran Leonard?”
Mungkin karena Leo tak merespons, Leticia mencondongkan tubuh dan mengintip wajahnya.
Pada saat itu, secara refleks, Leo menggenggam tangan Leticia.
“...Aku senang. Sungguh... Aku senang sekali bisa mendengarnya langsung darimu. Sampai aku tak tahu harus mengungkapkannya dengan kata-kata.”
“Benarkah? Kalau begitu, aku juga senang. Kalau itu bisa membuatmu bahagia, maka aku pun merasa bahagia.”
Tanpa menunjukkan rasa keberatan sedikit pun, Leticia membalas genggaman tangan Leo.
Dan selama beberapa saat setelah itu, mereka berdua tetap bergandengan tangan dalam diam, menikmati waktu yang mengalir tanpa kata.
* * *
Tengah malam. Seorang pria kembali ke ibu kota kekaisaran dalam keheningan.
Begitu pria itu tiba di istana, dia langsung menuju kamarnya sendiri.
Lalu, dia bertukar tempat dengan sebuah tubuh pengganti yang memiliki postur tubuh serupa, menutupi wajahnya, dan pergi menuju suatu tempat.
Tempat itu adalah sebuah area terisolasi di dalam istana. Di sanalah Zandra ditahan secara tidak resmi, dengan alasan bahwa dia merupakan kerabat dari pemberontak Kriger.
Segalanya telah diatur sebelumnya dengan para penjaga. Tanpa hambatan, pria yang menutupi wajahnya itu masuk ke dalam ruangan, lalu memperlihatkan wajah aslinya.
“Bagaimana keadaannya, Zandra?”
“Semuanya berjalan lancar. Gordon.”
Gordon, yang baru saja kembali ke ibu kota kekaisaran, menyeringai setelah mendengar jawaban Zandra.
Dia sebelumnya telah dipindahkan ke wilayah utara, namun dipanggil kembali untuk menghadiri upacara.
“Sepertinya sang Gadis Suci datang lebih awal dari yang dijadwalkan?”
“Itu bukan masalah. Putra Mahkota dari Kerajaan akan menangani urusan Gadis Suci. Yang akan mengeksekusinya adalah sekutunya.”
“Begitu, ya. Kalau begitu, aku akan melanjutkan rencana ini sesuai jadwal.”
“Silakan saja. Untuk sementara, aku akan bekerja sama denganmu. Aku tidak punya hobi terus-menerus dikurung di ruangan seperti ini.”
“Sikap yang bagus. Selama kamu tidak mengkhianatiku, aku juga tidak akan menyulitkanmu.”
“Sikap sok berkuasa itu membuatku muak... Tapi untuk saat ini, ada orang yang jauh lebih menyebalkan. Jadi kuampuni dulu. Akan kuurus dulu pengganggu lainnya.”
“Benar. Untuk saat ini, musuh kita sama. Setelah itu aku tidak peduli.”
Hubungan mereka semata-mata didasarkan pada perhitungan. Tak ada kepercayaan di sana.
Namun tetap saja, fakta bahwa dua kandidat kuat pewaris takhta kini bersatu adalah sebuah kenyataan. Sesuatu yang sebelumnya dianggap mustahil. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Karena keseimbangan kekuasaan telah runtuh. Dulu mereka dalam kondisi segitiga yang saling mengimbangi, tapi kini pihak keempat telah muncul dan mengacaukan segalanya, menyebabkan Zandra dan Gordon menerima pukulan telak. Karena itulah keduanya memilih untuk bekerja sama.
“Sampaikan pada Putra Mahkota Kerajaan itu. Jangan sampai gagal.”
“Itu justru seharusnya menjadi ucapanku padamu. Kamu sudah menguasai pasukannya?”
“Tentu saja. Aku tak bersenang-senang di utara tanpa hasil.”
Keduanya tersenyum bersamaan, senyum dingin yang mampu membekukan punggung siapa pun. Dalam senyum itu, tak terlihat lagi bayangan dari dua orang yang dulunya pernah dipuji sebagai sosok yang, di masa berbeda, mungkin sudah menjadi kaisar.
Post a Comment