Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Bab 4: Penaklukan Kura-Kura Roh
Bagian 1
Beberapa hari kemudian. Seluruh petualang peringkat S, kecuali Grom Soldat, telah berkumpul di ibu kota kekaisaran. Namun, monster yang semula dijadwalkan untuk ditaklukkan sudah lebih dulu ditumpas oleh cabang ibu kota.
Sebagai Silver, aku sebenarnya diminta untuk memberikan penjelasan, tapi aku tidak menunjukkan diri. Karena terlalu merepotkan, dan masih ada hal lain yang harus kulakukan setelah ini.
Grom Soldat yang masuk ke wilayah Kekaisaran dari utara, entah kenapa, tak lagi bisa dihubungi. Di utara, terdapat monster target utama yang paling besar, Kura-Kura Roh.
Kata “bertindak sendiri tanpa perintah” terus terlintas di benakku. Pasukan Grom Soldat yang mencapai peringkat S karena pendekatan yang penuh kehati-hatian, seharusnya tidak akan mengambil risiko sembarangan. Tapi jika mereka bertindak atas dasar permintaan Kerajaan Agung, maka semua ini jadi tidak aneh.
Saat aku tengah memikirkan hal itu, tiba-tiba Orihime masuk ke kamarku dengan wajah panik. Melihat itu, aku berdiri, merasa ini saatnya.
“Ada apa, Orihime?”
“Penghalang milikku... Telah hancur. Sepertinya Kura-Kura Roh telah mulai bergerak.”
“Begitu ya... Baiklah. Akan kusampaikan langsung pada Ayahanda. Ayo, Sebas.”
“Baik.”
“Arnold... Penghalang yang menahan pergerakan Kura-Kura Roh hanyalah penghalang untuk mengulur waktu. Jika sesuai rencana, seharusnya masih bisa bertahan tiga hari lagi. Tapi evakuasinya belum selesai, bukan? Rakyat akan berada dalam bahaya. Ini karena penghalangku tak mampu bertahan... Maafkan aku.”
Karena Orihime merasakan sendiri kehancuran penghalangnya, dia pasti memahami betul betapa gentingnya situasi saat ini.
Perkataan itu terasa sangat berat. Namun, aku membalasnya dengan senyuman.
“Tidak apa-apa. Masih ada orang-orang yang bisa diandalkan di Kekaisaran.”
Sambil berkata demikian, aku mengelus lembut kepala Orihime yang tampak cemas, lalu keluar bersama Sebas. Dan kemudian.
“Sepertinya aku tak punya pilihan selain bergerak.”
“Sulit untuk bersantai, ya.”
“Mau bagaimana lagi. Baiklah, waktunya bergerak dalam bayang-bayang.”
“Siap.”
Dengan percakapan seperti itu, aku dan Sebas pun menuju ruang takhta.
Bagian 2
Setelah menerima laporanku, Ayahanda segera memanggil seluruh petualang peringkat S yang telah tiba di ibu kota kekaisaran, serta para pejabat penting negara, untuk berkumpul di istana.
Karena aku sendiri tidak memiliki jabatan resmi apa pun, aku meninggalkan ruang takhta, dan sebagai gantinya Leo yang masuk ke dalam.
Itu adalah situasi yang menguntungkan bagiku, aku tidak perlu mencari-cari alasan untuk pergi. Waktunya benar-benar mendesak. Entah penyebab hancurnya penghalang itu adalah tindakan sewenang-wenang Pasukan Petir Pemberani atau karena alasan lain, itu tak lagi penting.
Yang terpenting adalah kenyataan bahwa penghalangnya telah runtuh dan Kura-Kura Roh mulai bergerak. Ini seperti sebuah gunung yang mulai bergerak. Aku harus segera menyelamatkan rakyat di sekitarnya.
“Kalau begitu, aku berangkat. Urusan menyembunyikan segalanya, kuserahkan padamu.”
“Dimengerti. Semoga perjalanan Anda lancar.”
Begitu kata Sebas sambil membungkukkan kepala ke arahku yang sudah berganti ke wujud Silver. Aku meninggalkan ilusi di dalam kamar. Sisanya akan diurus oleh Sebas. Namun, sebelum aku melakukan teleportasi, aku sempat berhenti sejenak.
“Sebas... Menurutmu, sudah waktunya aku mengungkapkan rahasia ini?”
Itulah pertama kalinya aku menanyakan hal itu. Jadi, aku tak berharap akan ada jawaban. Namun, Sebas segera menjawab.
“Apakah hati nurani Anda mulai terasa berat? Apakah menjaga rahasia ini mulai menjadi beban?”
“...Mungkin. Kurasa Elna juga sudah mulai curiga. Kalau begitu...”
“Apakah Anda berpikir akan lebih mudah jika mengungkapkannya? Jangan membuat saya kecewa, Tuan Arnold.”
“Sebas...”
“Anda memiliki pilihan untuk mengungkapkannya sejak awal, namun Anda memilih tidak melakukannya. Sekarang Anda telah menyimpannya sejauh ini, maka alasannya tidak boleh hanya karena ingin lebih ringan bebannya. Sebuah rahasia hanya akan bernilai jika bisa mendatangkan keuntungan besar. Mengungkapkannya kepada Nona Elna dan berharap dia mendukung kegiatan Anda dari balik layar tidak akan menghasilkan manfaat sebesar itu. Jika Anda telah memutuskan untuk menyimpan rahasia ini, maka Anda harus menjaganya sampai akhir. Jika Anda meminta Pangeran Leonard tetap teguh pada pendiriannya, maka Anda pun tidak boleh goyah. Sekali telah diputuskan, maka harus dijalani sampai akhir. Menjaga sebuah prinsip adalah seperti itu adanya.”
Itu adalah sebuah teguran. Bukan sekadar omelan seperti biasanya.
Karena itu, aku mengangguk dengan jujur atas perkataan itu. Benar. Aku telah memilih untuk menipu orang-orang di sekelilingku. Jika aku berniat berhenti hanya karena mulai terasa berat, seharusnya aku tidak memulainya sejak awal.
Memaksakan prinsip hanya pada Leo, sementara aku sendiri goyah, memang tidak bisa dimaafkan.
“Benar juga... Aku harus tetap menjaga prinsip.”
“Benar. Rahasia itu harus dijaga secara menyeluruh. Seiring waktu, beban rahasia Anda pun semakin berat. Ini berbeda dengan kasus Nona Fine. Anda harus menyembunyikannya sepenuhnya dan menjalani hidup sebagai Silver.”
“Ya, aku mengerti. Akan kulakukan.”
“Jika Anda tak sanggup menipu sahabat masa kecil Anda, maka mustahil untuk Anda menipu Pangeran Eric. Mohon tetap semangat. Saya akan membantu Anda sebisa saya.”
“...Aku mengandalkanmu.”
Begitu kukatakan, aku pun meninggalkan tempat itu melalui sihir teleportasi.
* * *
Saat aku berpindah ke bagian bawah istana, aku langsung menaiki tangga menuju ruang takhta.
Orang-orang yang berpapasan denganku semuanya memasang ekspresi terkejut, lalu dengan tergesa-gesa berlarian ke segala arah.
Sementara itu, aku tiba di depan ruang takhta.
Beberapa bangsawan berdiri di sana, sepertinya hendak memberitahukan kedatanganku pada Ayahanda.
Dari dalam terdengar suara orang berteriak. Sepertinya pertemuan sedang berlangsung dengan sengit. Mungkin karena tekanan itu para bangsawan tak bisa masuk ke dalam.
Para kesatria penjaga pintu pun tampaknya memahami situasinya. Begitu melihatku, mereka menundukkan kepala dan bertanya.
“Yang Mulia Kaisar sedang berada di dalam. Maaf, boleh kami mengetahui nama Anda?”
“Aku Silver, petualang peringkat SS dari cabang ibu kota guild petualang.”
“Bolehkah kami memeriksa kartu petualang Anda?”
Atas permintaan itu, aku mengeluarkan kartu petualang dan menyerahkannya.
Saat aku ke sini terakhir kali, Kakak Trau dan Fine ikut bersamaku, tapi sekarang aku datang sendiri. Meski mereka tahu aku Silver dari penampilanku, tentu tidak bisa langsung diberi izin masuk.
“Sudah kami periksa. Namun, saat ini sedang berlangsung pertemuan penting.”
“Aku tidak bilang akan dibukakan pintu. Aku hanya akan masuk sendiri.”
Dengan mengatakan itu, aku mendorong pintu dengan tanganku sendiri dan melangkah masuk ke ruang takhta.
Para kesatria tidak menghalangiku. Mungkin karena mereka tahu mereka tidak bisa menghentikanku.
“Sudah kukatakan berkali-kali! Aku tidak sudi buang-buang waktu! Serahkan penanganan Kura-Kura Roh pada para petualang!”
Suara kasar itu datang dari seorang pria dengan rambut merah seakan darah. Dia membawa pedang besar di punggungnya dan tersenyum menantang.
Pasti dia Ignart. Bahkan di depan Kaisar pun dia tak menunjukkan sopan santun.
“Itulah yang sudah saya katakan berkali-kali! Tuan Ignart! Ini bukan waktunya berebut prestasi! Kura-Kura Roh sudah mulai bergerak! Yang terbaik adalah memusnahkannya dengan kekuatan penuh! Serahkan saja pada Keluarga Pahlawan dari Kekaisaran! Bukankah itu rencana awalnya?”
“Rencana itu sudah gagal! Sudah batal sejak awal! Silver yang jadi petualang peliharaan Kekaisaran sudah mencuri prestasi itu! Meski kalian mau kirim Keluarga Pahlawan andalan kalian, lokasi pertempurannya berada di dekat perbatasan. Apa kalian pikir takkan ada masalah jika mengayunkan pedang suci dan melintasi perbatasan? Jangan-jangan kalian berniat mengayunkannya di wilayah negara lain juga? Jika kalian menggunakan monster sebagai alasan dan bertindak seperti itu, tak ada yang tahu apa reaksi negara-negara lain! Serahkan saja Kura-Kura Roh itu pada para petualang!”
Franz dan Ignart saling melontarkan argumen dengan sengit.
Aku cukup paham alasan Franz ingin penanganan Kura-Kura Roh dilakukan oleh Kekaisaran. Tapi jika Elna dikirim ke perbatasan dan sang monster mengubah arah ke negara lain, itu akan menjadi masalah besar.
Jika Kura-Kura Roh melintasi perbatasan, itu bisa memicu krisis diplomatik. Dan Elna tidak bisa ikut menyeberang. Ini bukan hanya soal apakah pedang suci bisa digunakan atau tidak, membuat preseden bahwa demi memburu monster, seseorang boleh melintasi perbatasan, itu sangat berbahaya.
Dengan preseden itu, ada kemungkinan pengguna pedang suci dari negara lain juga ikut menyeberang. Negara lain tidak akan tinggal diam. Elna bisa menjadi pemicu kecurigaan besar-besaran.
Namun, menyerahkan semuanya pada para petualang juga bukan jaminan. Kalau memang mereka bisa dipercaya sejak awal, maka Elna tidak akan dimasukkan dalam perhitungan.
Karena kemungkinan tidak mampu menang, Kekaisaran mengikutsertakan kekuatan terkuatnya.
“Serahkan pada kami! Kami yang paling cocok, kami yang paling kuat! Monster yang cuma besar itu urusan kecil! Atau kamu pikir ada orang lain yang lebih cocok!?”
Karena dua orang itu sedang bertengkar, tak ada yang sadar aku sudah masuk.
Karena itu, aku membuka mulut untuk memberi tahu keberadaanku.
“Kalau bicara soal yang paling cocok, orangnya ada di sini.”
“Hah?”
Ignart memalingkan matanya, berwarna merah sama seperti rambutnya, ke arahku. Begitu melihatku, dia tersenyum menyeringai.
“Hah, lihat siapa ini... Bukankah ini si Silver, petualang peringkat SS? Buat apa datang ke sini? Kamu nggak diundang, tahu! Betul kan, Tuan Clyde?”
Ignart melibatkan Clyde yang berdiri di dekatnya. Clyde mengangguk dengan ekspresi masam.
“Benar. Silver, kamu tak diizinkan ikut dalam rencana ini.”
“Apa aku salah dengar? Bukankah tadi dikatakan bahwa rencananya sudah dibatalkan?”
“Itu gara-gara kamu bertindak seenaknya! Jangan merebut buruannya orang lain!”
“Aku hanya dilarang melakukan penaklukan. Maka dari itu aku melakukannya di cabang ibu kota. Apa salahnya? Buktinya bisa ditaklukkan di sana. Tak perlu repot minta bantuan petualang dari daerah lain. Terutama kalau yang datang adalah orang yang tak berguna dan terlambat.”
Mendengar ucapanku, Ignart menatapku tajam dengan penuh kebencian. Dia benar-benar tidak suka padaku. Tapi ya, baginya, petualang peringkat SS lain sepertiku hanyalah penghalang.
“Monster yang hendak ditaklukkan itu sudah bergerak duluan. Padahal kita ingin bergerak lebih dulu, kini justru kita terlambat. Terikat pada rencana awal dalam kondisi seperti ini hanya akan menjadi tindakan bodoh, bukan begitu, Yang Mulia?”
“...Kami telah membuat perjanjian dengan guild petualang bahwa kamu tidak akan dilibatkan.”
“Namun jika rakyat jadi korban karena perjanjian itu, bukankah sama saja menghancurkan maksud dari semua ini?”
Mendengar kata-kataku, Ayahanda mengalihkan pandangannya ke Clyde.
Clyde terlihat makin tertekan. Jika dia menyetujui keterlibatanku, itu berarti mengabaikan keinginan para petinggi guild petualang. Dan itu bisa merusak posisinya sendiri.
Namun, jika menolak, berarti bertentangan dengan prinsip petualang. Petualang bertindak demi rakyat. Itu adalah prinsip utama. Bahkan tindakan sewenang-wenang seperti milikku pun bisa diterima karena menyelamatkan rakyat.
Saat Clyde kebingungan menentukan jawaban, Ayahanda tampak hendak buka suara. Mungkin beliau ingin menanggung semua masalah atas nama Kekaisaran agar aku bisa ikut bertindak.
Bagi Kekaisaran, dengan aku turun tangan, banyak nyawa yang bisa diselamatkan dan situasi pun bisa cepat diselesaikan. Karena tidak ada petualang lain secepat dan seefisien aku dalam bergerak.
Namun, sebelum Ayahanda sempat bicara, suara lain terdengar.
“Aku yang akan mempekerjakan dia.”
Itu suara yang berbeda dari biasanya. Saat menoleh ke belakang, kulihat Orihime berdiri di sana.
Kemudian.
“Biarkan Kekaisaran dan guild petualang melanjutkan rencana seperti semula. Di luar itu, aku yang akan mempekerjakanmu, Silver. Bantu aku menaklukkan kura-kura menyebalkan yang telah menghancurkan penghalangku.”
“Apa-apaan bocah sialan ini?”
“Jaga ucapanmu, Ignart! Beliau adalah Yang Mulia Putri Pertapa!”
“Putri Pertapa...?”
Ignart membelalak setelah ditegur Clyde. Sepertinya penampilannya sangat berbeda dari bayangannya.
Tapi sekarang bukan saatnya memedulikan kesan Ignart. Permintaan Orihime, meskipun terdengar penuh kuasa, sebenarnya penuh pertimbangan untuk Kekaisaran, guild petualang, dan juga aku.
Dengan ini, semuanya punya alasan. Kekaisaran bisa bilang Orihime bertindak sendiri, dan begitu pula guild petualang.
Selain itu, Orihime adalah figur penting yang dikenal sebagai Putri Pertapa. Bahkan petinggi guild pun tak bisa berbuat banyak hanya karena tidak suka.
Paling jauh mereka hanya bisa menggangguku sedikit. Tapi itu bukan masalah.
“...Terima kasih. Yang Mulia Putri Pertapa.”
“Benar! Bersyukurlah lebih dalam lagi! Ini adalah utang besar! Jika terjadi sesuatu pada negaraku, kamu harus jadi yang pertama datang! Harus kamu balas dengan setimpal!”
Apa pun gangguan yang akan datang, aku bisa mengatasinya semua.
“Aku mengerti. Sekali saja, aku akan menerima satu permintaanmu secara cuma-cuma. Entah itu naga atau raja iblis, Silver akan menaklukkannya. Apakah itu cukup?”
“Wah! Sungguh dermawan, wahai petualang bertopeng! Aku suka dirimu!”
“Tunggu, tunggu, tunggu! Hei! Nona Putri Pertapa! Memilih petualang peringkat SS secara pribadi butuh tiga koin pelangi! Itu beban berat bagi negara kecil, bukan?”
Ignart, yang tetap ingin mencegah keterlibatanku, mencoba menggagalkan usulan Orihime. Aku tak boleh bertindak atas kemauan sendiri. Harus ada alasan jelas bahwa aku menerima perintah dari Orihime, seakan aku tak punya pilihan lain.
Namun, Orihime melemparkan sesuatu ke arah Ignart.
“Tiga koin pelangi! Akan kubayar semuanya dengan lunas!”
“Apa!? Kenapa kamu punya itu!?”
“Itu adalah bayaran karena telah menyegel Kura-Kura Roh dengan penghalang! Aku adalah ahli penghalang terbaik di benua ini! Tentu saja aku menerima bayaran setara petualang peringkat SS!”
Meski dia berkata demikian, mata Orihime tampak menunjukkan rasa enggan. Sepertinya bukan berarti dia mengeluarkannya tanpa rasa sakit hati.
“...Yang Mulia Putri Pertapa. Mengapa Anda sejauh ini bersikeras? Bukankah semula Anda tidak begitu bersemangat untuk ikut serta?”
Ayahanda bertanya dengan nada heran, dan Orihime menjawab dengan senyum. Ayahanda tampaknya bingung kenapa Orihime tiba-tiba begitu bersemangat ikut dalam penaklukan.
“Masa lalu adalah masa lalu, sekarang adalah sekarang. Saat itu tidak ada yang memintaku secara langsung!”
“Permintaan?”
“Arnold sedang gelisah! Silver sedang kesulitan! Karena itu aku berkata bahwa aku akan membantunya! Selama aku tinggal di sini, Arnold telah menunjukkan ketulusan. Ketulusan harus dibalas dengan ketulusan. Aku tidak akan mengingkari janji dengan seorang teman!”
Itu adalah janji yang berat. Bahkan Ayahanda terlihat terkejut. Tapi memang begitulah Orihime, sangat khas dirinya.
“Kalau begitu, negosiasi selesai. Yang Mulia Kaisar, begitulah keadaannya. Aku akan pergi ke utara atas permintaan pribadi Yang Mulia Putri Pertapa... Namun, tentu perlu ada orang yang mengevakuasi warga. Adakah yang bisa ikut denganku?”
“Tunggu sebentar. Akan kupilih beberapa orang. Lalu, bagaimana dengan petualang peringkat S lainnya...?”
“Tentu saja aku ikut!”
Ignart berkata demikian, mengungkapkan keinginannya untuk ikut. Yah, aku bisa memahami perasaannya. Dia datang mengira ini adalah misi besar, lalu semua hasilnya direbut begitu saja.
Meskipun guild petualang tetap bergerak sesuai rencana, berpacu dalam kecepatan denganku hanya akan menjadi lelucon. Ikut serta adalah pilihan terbaik. Namun.
“Yang tak berguna tidak kubutuhkan. Jangan ikut.”
“Apa!? Jangan bercanda kamu!”
“Hmm... Kamu tak mau mundur, ya? Yah, aku memang populer. Keinginan untuk bertarung bersamaku bisa kupahami! Maka dari itu! Akan kuberikan kalian kesempatan untuk bertarung bersamaku. Jika kalian bisa menembus penghalang yang telah kusiapkan, kalian boleh ikut.”
“Apa...!?”
“Sudah diputuskan. Yang Mulia Kaisar, aku akan menunggu di cabang ibu kota. Pilih orang-orangmu secepat mungkin.”
“Baiklah. Apakah itu bisa diterima, Wakil Ketua Guild?”
“Tidak ada masalah.”
Clyde, sambil menahan Ignart yang hendak protes, menundukkan kepala dan menjawab demikian.
Dengan begitu, pembicaraan pun mencapai kesepakatan. Kini saatnya untuk bergerak.
Bagian 3
Cabang Guild Petualang Ibu Kota Kekaisaran.
Aku telah lebih dulu berpindah ke sana bersama Orihime, karena tempat itu telah kutunjuk sebagai lokasi pertemuan.
Alasan kenapa aku memilih tempat itu adalah karena akan sangat merepotkan kalau Orihime memasang penghalangnya di gerbang utama istana.
Di depan pintu masuk cabang ibu kota, penghalang Orihime sudah terpasang, dan Ignart sedang berjuang keras untuk menembusnya, meski tidak berhasil sedikit pun. Petualang peringkat S lainnya sudah lebih dulu menyerah dan kembali ke istana, jadi dia benar-benar keras kepala.
“Ho! Jadi ini cabang ibu kota, ya? Cukup bergaya juga tempatnya!”
“Hei... Silver bawa anak aneh nih...”
“Jangan libatkan dirimu. Dia itu orang aneh bertopeng, pasti anak itu juga bukan orang biasa.”
“Tapi dia manis juga, ya? Gimana kalau aku coba sapa?”
“Hentikan! Kalau itu pacarnya gimana? Nanti kamu dihapus dengan sihir kuno!”
“Silver nggak akan sampai segitunya, kan...”
“Pokoknya jangan. Dia itu bisa pakai sihir teleportasi. Gimana kalau dia balas dendam secara diam-diam? Bisa-bisa kamu dikirimi hal-hal yang paling kamu benci.”
“Ah, iya juga. Dia itu orang yang suram dan penuh misteri.”
Siapa yang mau repot-repot pakai sihir teleportasi buat ngerjain orang sih!
Aku ingin membantah keras-keras, tapi itu bertentangan dengan karakter Silver. Jadi aku menahan diri dan bicara pada petugas resepsionis.
“Maaf atas keributannya.”
“Sudah biasa ribut di sini, jadi tak masalah. Itu adik Tuan?”
“Bukan, dia klienku. Ada berbagai hal yang terjadi.”
“Apa!? Bisa-bisanya dapat Silver untuk menerima permintaan tanpa lewat guild...! Kami saja sering diabaikan...”
Petugas resepsionis, Emma, menundukkan bahu dengan lesu. Semangatnya tampak menurun drastis.
Tatapan dari para staf guild dan petualang yang berkumpul di sana cukup menusuk.
“M-Maaf... Aku akan berhati-hati mulai sekarang.”
“Benarkah? Sebenarnya, kami punya tumpukan permintaan yang ingin diberikan pada Anda!”
“Aku akan menyelesaikannya sekaligus nanti. Itu tidak masalah, kan?”
“Ya! Kami akan menunggu! Ngomong-ngomong...”
“Hm?”
Emma menunjuk ke sudut ruang guild.
Ketika kulihat, Orihime sedang memegang sesuatu yang berwarna putih. Saat aku sedikit mengangkat pandangan, ujung taring naga yang dipajang di guild tampak patah.
Begitu menyadari pandanganku, Orihime terdiam sejenak. Namun...
“Hehe~”
“Aaaaaaahhh!! Taring naga kebanggaan cabang ibu kota rusaaaakkk!!”
“Hei, kamu tahu itu nilainya berapa!?”
“J-Jangan berteriak begitu keras... Aku hanya menyentuh sedikit, lalu patah. Itu salah benda rapuh itu!”
Orihime hanya terlihat menyesal sesaat, tapi kemudian sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah, sangat khas dirinya.
Aku menarik napas dalam-dalam dan mengalihkan pandangan ke petugas resepsionis.
“Tagihannya dikirim ke mana?”
“Ke istana saja.”
Meskipun aku tidak mengungkapkan bahwa Orihime adalah Putri Pertapa, bisa mempekerjakan Silver saja sudah menunjukkan bahwa dia bukan orang biasa, dia sepertinya juga menyadari itu.
Tanpa menunjukkan rasa terkejut, dia menjawab, “Kalau begitu akan saya tagihkan ke istana,” dan mulai menyiapkan dokumennya. Hebat juga dia.
Sementara itu, Orihime yang tak jera justru terus menyentuh benda-benda lain di dalam guild, dan para petualang memarahinya.
Tentu saja, ini bukan hal yang langka. Sampai ke sini pun kami berjalan kaki. Orihime bilang dia jarang punya kesempatan menjelajah ibu kota sesuka hati.
Karena pemilihan anggota tim evakuasi masih akan memakan waktu, kami berjalan santai ke sini, namun sepanjang jalan Orihime menimbulkan banyak masalah. Kalau aku tak ada di sampingnya, mungkin sudah jadi insiden besar.
Kebebasan itu memang bisa merepotkan.
“Hei! Lepaskan aku!”
“Silver! Jaga anak ini baik-baik!”
“Anak ini makan camilanku tanpa izin! Itu keju terakhirku!”
“Umu, rasanya lezat sekali.”
“Sialan! Silver! Tanggung jawab dan traktir aku!”
Orihime berkomentar dengan tenang sambil kakinya menendang-nendang karena tangannya ditahan oleh para petualang, seakan menyiramkan minyak ke api. Di guild ini, ada menu yang memakai bahan-bahan langka yang tidak beredar di pasaran. Kurasa dia tertarik lalu langsung memakannya.
“Silver! Aku penasaran dengan minuman bergelembung itu!”
“Itu belum cocok untuk anak kecil.”
“Mmmh! Menganggapku anak-anak itu sungguh menghina!”
“Kamu memang anak-anak, bukan?”
Yang menyanggah kata-kata Orihime adalah Elna.
Dia tidak ikut rapat karena sedang bersiap menuju utara, tapi mungkin karena aku ikut bertugas, dia datang ke sini.
Kalau kulihat, penghalang yang dipasang di pintu masuk cabang sudah lenyap. Sepertinya Elna yang menebasnya. Melihat itu, bahkan Ignart pun tertunduk lesu.
Dia baru saja menyaksikan betapa besar perbedaan kekuatan yang ada.
Kejutan tak hanya datang dari Ignart, para petualang di cabang juga terkejut saat melihat Elna.
“Elna von Armsberg!”
“Apa yang dilakukan sang Pahlawan di guild petualang!?”
“Ini gawat! Dia datang untuk menantang Silver merebut gelar terkuat di kekaisaran!”
“Kalau mau bertarung, lakukan di luar! Lebih baik lagi di luar ibu kota! Jangan libatkan kami!”
“Hei, Silver! Ini salahmu! Semua gara-gara kamu pakai julukan sok seperti Pelindung Ibu Kota!”
“Aku tak pernah mengaku pakai julukan itu.”
Sambil menanggapi keributan para petualang yang mulai panik dan bingung, aku mengamati Orihime dan Elna yang saling menatap dengan tajam, tak menunjukkan niat untuk mundur.
“Kelihatannya orang-orang sangat takut padamu. Mungkin karena kelakuanmu sehari-hari yang buruk?”
“Kalau begitu kamu juga dianggap anak-anak. Mungkin karena tak ada aura hebat yang memancar darimu?”
“Apa katamu!? Aku sengaja menyembunyikan auraku! Kalau aku keluarkan dengan sungguh-sungguh, semua orang akan tahu bahwa aku adalah Putri Pertapa!”
Sambil berkata begitu, Orihime membusungkan dadanya dengan bangga.
Setelah jeda sejenak, para petualang yang tadinya ramai membicarakan aku dan Elna tiba-tiba pucat seketika.
“Putri Pertapaaaaa!?”
“Kenapa dewi pelindung Mizuho ada di sini!?”
“Oh? Sudah ketahuan rupanya. Auraku yang luar biasa tak bisa ditahan lebih lama, rupanya!”
“Itu karena kamu sendiri yang mengatakannya!!”
Orihime dan Elna terus saling menatap tajam, menciptakan suasana yang seolah-olah mereka akan langsung adu pukul kapan saja.
Melihat itu, para petualang serentak mengambil jarak.
“A-A-Apa yang terjadi hari ini...”
“Dua yang terkuat dan terkeras di benua berkumpul... Apa mereka ingin membuktikan paradoks kekuatan?”
“Ah... Tamat sudah. Ini hari terakhir cabang ibu kota...”
Para petualang yang sebelumnya ribut dan bercanda kini tak bisa lagi bersikap seenaknya ketika para tokoh terkenal bermunculan satu per satu. Apalagi mereka baru saja memperlakukan Orihime seperti anak kecil.
Saat aku tengah menikmati pemandangan langka dari reaksi para petualang itu, Orihime menoleh padaku.
“Silver! Bagaimana kami terlihat di matamu?”
“Terlihat bagaimana maksudmu?”
“Jelas, siapa yang lebih unggul! Dengan matamu yang tajam, tentu kamu bisa melihat siapa yang lebih baik!”
“Hmph, bahkan anak kecil pun bisa tahu jawabannya, iya kan?”
Keduanya menatapku dalam-dalam. Sekarang, bagaimana sebaiknya aku menjawab?
Seketika pandanganku tertuju pada para petualang yang berdiri menjauh. Mereka serempak menggeleng cepat. Artinya jangan memperkeruh suasana. Memahami maksud itu, aku mengangguk pelan dan berkata, “Aku tidak bisa menentukan siapa yang lebih unggul.”
“Apa katamu?”
“Penglihatanmu payah, ya.”
Para petualang menghela napas lega serempak.
Tapi aku telah menunggu momen itu. Maka aku menambahkan, “Tapi, yang pasti, aku tidak merasa akan kalah dari kalian.”
“!!!!”
Teriakan bisu menggema di dalam cabang ibu kota. Para petualang menatapku dengan ekspresi seolah mempertanyakan kewarasanku. Dari belakang terdengar suara jatuh.
Ketika kulihat, Emma sudah tergeletak dengan mulut berbusa. Sepertinya mentalnya tidak tahan dengan percakapan yang terjadi begitu dekat dengannya. Mungkin aku memang sudah bertindak keterlaluan.
“Oi... Kamu serius?”
“Berani-beraninya memprovokasi dalam situasi seperti ini... Dasar bodoh...”
“Itulah kenapa aku benci petualang peringkat SS... Nggak tahu situasi...”
Para petualang gemetar di sudut ruangan.
Sementara itu, Orihime menatapku dengan ekspresi murka yang sangat terlihat.
“Tidak merasa akan kalah, katamu? Penghalang milikku adalah yang terbaik di dunia!”
“Kalau bisa dihancurkan oleh monster, maka bisa juga dihancurkan olehku.”
“Heh, dan bagaimana kamu berencana mengalahkanku? Kamu sudah lihat kekuatan pedang suciku, bukan?”
“Kalau tak kena, tak ada artinya.”
Begitulah, pertarungan tatapan antara kami bertiga pun dimulai. Masing-masing yakin dirinyalah yang terbaik, jadi tak ada yang mau mundur. Di tengah ketegangan itu, sejumlah besar kuda tiba di depan cabang.
“Ah, akhirnya datang juga.”
“Maaf atas keterlambatannya, Silver.”
Yang turun dari kudanya adalah Leo. Di belakangnya ada Sieg, Lynfia, dan para kesatria pengawal terdekat.
Kelihatannya mereka benar-benar mengirimkan kekuatan sebanyak mungkin.
“Jangan bilang, Anda sendiri yang akan pergi?”
“Tentu saja. Kalau Elna bertarung di perbatasan, harus ada keluarga kekaisaran yang bisa memberi izin penggunaan pedang suci di luar negeri. Juga harus ada duta yang bisa menjelaskan niat kita. Untuk itu, akulah yang paling cocok.”
“Jadi kamu tak berniat ikut bertarung?”
“Benar. Peran kami hanyalah menyelamatkan warga yang belum sempat mengungsi. Penaklukan monster aku serahkan padamu. Kami tak akan jadi beban.”
“...Kalau begitu, baiklah.”
Aku pun membuka gerbang teleportasi besar yang cukup untuk dilewati pasukan berkuda.
Namun sebelum kami masuk, para petualang yang ada di cabang berseru.
“Oi, Silver! Kalau ini krisis besar lagi, kami juga akan bantu!”
“Kalau soal monster, itu urusan para petualang!”
“Ayo, kita selesaikan lagi dari cabang ibu kota ini!”
Itu kata-kata yang sangat bisa diandalkan. Karena jika Kura-Kura Roh mulai bergerak, monster lain di sekitarnya pasti juga akan ikut menggila.
Dalam artian itu, tambahan kekuatan akan sangat berguna. Tapi kali ini, aku tak bisa menerima tawaran mereka. Kebanyakan petualang di sini sudah ikut bertempur sebelumnya. Mereka pasti masih kelelahan, dan aku tak bisa membiarkan mereka terus menerus menghadapi bahaya.
“Aku sangat menghargai tawaran kalian, tapi lupakan saja. Kali ini masalah yang harus diselesaikan oleh Kekaisaran demi harga dirinya. Kalau petualang yang menyelesaikannya, Yang Mulia Kaisar akan kehilangan muka. Jadi biarlah mereka yang menerima kejayaan kali ini. Yah... Kalau mereka ternyata tak bisa diandalkan, aku akan menyelesaikannya secepatnya.”
“Bermimpilah. Kamu takkan kebagian peran apa pun. Paling-paling cuma jadi pengangkut kereta.”
“Kalau begitu, mari lihat kemampuanmu.”
Setelah itu, Elna yang pertama kali melangkah ke dalam gerbang teleportasi. Pasukan berkuda yang dipimpin Leo menyusulnya.
Lalu.
“Mari kita berangkat! Tak perlu khawatir! Rakyat adalah rakyat, sekalipun bukan dari Kekaisaran! Aku akan melindungi mereka semua! Dan akan kubuktikan, bahwa aku lebih hebat daripada sang Pahlawan!”
“Itu akan menarik.”
Dengan kata itu, aku dan Orihime pun melangkah ke dalam gerbang teleportasi, menuju wilayah utara.
Bagian 4
Kami berpindah ke Rostock, kota besar di wilayah utara.
Di sini, markas cabang petualang telah menerima informasi tentang rencana ini, dan mereka juga bertugas mengawasi keberadaan Kura-kura Roh.
Namun, Rostock tempat kami berpindah itu kosong melompong. Meski aku telah membuat gerbang teleportasi di dekat markas cabang, tak terasa adanya kehadiran manusia, dan bahkan di dalam markas pun tak ada seorang pun terlihat.
“Sepertinya mereka sudah mengungsi.”
“Tak kusangka kota sebesar ini bisa menyelesaikan evakuasi secepat itu... Sepertinya sang penguasa telah mempersiapkannya sejak lama. Bisa dianggap dia tak percaya pada kekuatan milikku, tapi keputusannya memang bijak.”
Orihime mengungkapkan ketidakpuasan, namun tetap memuji keputusan sang penguasa. Memang benar itu adalah keputusan bijak dan berani.
Meski begitu, sulit dibayangkan sang penguasa meninggalkan kota tanpa menyisakan satu orang pun.
Aku melayang dan mengamati seluruh kota dari udara. Kemudian aku melihat pasukan kesatria dalam siaga tempur menunggang kuda.
Mereka pun tampaknya telah menyadari kehadiranku, dan segera melaju ke arah kami.
“Ada pasukan kesatria. Mereka menuju ke sini.”
“Persiapan yang rapi. Untuk mengantisipasi perampok dan sebagai tim penerima bantuan.”
Aku mengangguk mendengar kata-kata Elna, lalu para kesatria muncul tepat di hadapan kami.
Namun mereka menatap kami dengan waspada dan bertanya, “Sebutkan identitas kalian.”
“Aku Silver, petualang SS dari cabang ibu kota.”
“Petualang...”
Salah satu kesatria menunjukkan ekspresi masam, jelas mengandung kebencian.
Dari situ aku bisa menebak bahwa Pasukan Petir Pemberanipasti telah membuat masalah. Jadi, kehancuran mendadak penghalang memang melibatkan para petualang.
“Tuan Silver. Kami ditinggal oleh penguasa sebagai perwakilan untuk menyambut bantuan. Tapi...”
“Kalian tak bisa percaya pada petualang. Kalau begitu, jelaskan pada sang pangeran. Apa yang terjadi di sini?”
Aku mendahului dan menoleh ke arah Leo di belakang.
Tak ada waktu untuk bersantai di sini.
“Aku Pangeran Kedelapan, Leonard Lakes Ardler. Bisakah kalian menjelaskan padaku?”
“Y-Ya, Yang Mulia! Mohon maaf atas kelancangan kami!”
Begitu para kesatria mengenali Leo, mereka segera turun dari kuda mereka.
Leo pun bertanya dengan lembut.
“Abaikan formalitas. Sekarang jelaskan, apa yang telah terjadi?”
“Baik! Markas cabang di kota ini bertugas mengawasi Kura-Kura Roh yang dikurung dalam penghalang. Menurut informasi, penghalangnya masih akan bertahan beberapa hari, tapi sejumlah petualang mencoba mengambil kesempatan untuk menaklukkannya, dan justru memicu serangannya hingga penghalangnya runtuh...”
“Bagaimana nasib para petualang itu?”
“Mereka, termasuk kelompok pengawas lainnya, dihantam oleh serangan Kura-Kura Roh dan terpental. Beberapa yang selamat segera kembali ke kota untuk melapor. Penguasa lalu memutuskan untuk mengungsi dengan membawa barang-barang seperlunya dan memindahkan warga.”
“Begitu ya... Bagaimana dengan kondisi Kura-Kura Roh sekarang?”
“Setelah menyerang kelompok pengawas, ia belum menunjukkan gerakan. Namun matanya yang sebelumnya tertutup kini terbuka sepenuhnya. Ia jelas dalam kondisi aktif.”
Mendengar laporan itu, Leo mengerutkan kening. Mungkin dia masih mencoba memahami situasi. Namun, dia segera mengambil keputusan.
“Meski evakuasi kota telah selesai, desa-desa kecil pasti belum. Kami akan berkeliling untuk memastikan keselamatan mereka. Silver, tolong tangani pertempuran setelah itu.”
“Dengan senang hati. Tapi kalau Kura-Kura Roh mulai bergerak, bagaimana?”
“Usahakan untuk menahannya. Selama itu, kami akan menyelesaikan evakuasi sebanyak mungkin.”
“Itu memang ideal. Tapi seluruh monster di wilayah utara pasti mulai bergerak karena ancaman ini. Kawasan ini sudah sangat berbahaya. Mengawal warga sambil bertempur sangat sulit. Jika kami harus bertahan, Putri Pertapa, Sang Pahlawan, bahkan Kura-Kura Roh pun akan terjebak. Termasuk aku juga.”
“Karena itulah aku membawa pasukan kesatria. Jangan khawatirkan kami. Justru aku yang ingin bertanya: bukankah ini bisa dianggap sebagai kegagalan guild petualang? Bisakah kalian menebusnya?”
Kata-kata Leo membuat para kesatria terkejut.
Itu jelas-jelas sebuah provokasi. Meski seorang pangeran, memprovokasi petualang peringkat SS adalah tindakan yang nekat. Namun Leo melakukannya dengan sengaja, untuk membuat Silver sepenuhnya fokus pada Kura-Kura Roh.
“Hmph... Meremehkanku, ya. Aku bukan petualang SS hanya karena gelar. Kami disebut peringkat SS karena menjadi kekuatan mutlak dalam menghadapi monster. Aku kembalikan ucapannya padamu. Kalau ini kesalahan guild petualang, aku akan menebusnya dengan menaklukkan Kura-Kura Roh.”
“Bagus. Kalau begitu, aku merasa tenang.”
“Kamu yakin bisa melindungi warga? Kalau kamu kabur karena takut, reputasimu bisa rusak.”
“Tak masalah. Kalau aku takut mati, aku takkan berada di sini. Begitu juga dengan para kesatria. Jangan remehkan kesatria Kekaisaran.”
Dengan itu, Leo menaiki kudanya dan menghunus pedangnya. Lalu berkata, “Mari berangkat! Jangan lupa, ini adalah pertarungan untuk menyelamatkan warga! Selamatkan nyawa sebanyak mungkin!”
Para kesatria mengangkat pedang dan menyambut seruan itu. Mereka adalah para pemberani yang siap menghadapi bahaya. Semangat mereka jauh lebih tinggi daripada kesatria biasa.
“Tunjukkan jalan!”
“Siap!”
Setelah mengatakan itu pada kesatria Rostock, Leo menyerahkan kepemimpinan pada mereka.
Lalu dia menoleh pada kami dan berucap singkat, “Kuserahkan padamu.”
Entah untuk siapa kata-kata itu ditujukan, untukku, Elna, atau Orihime.
Baik ditujukan untuk kami semua atau satu di antara kami, namun kami masing-masing menjawab dengan caranya sendiri.
“Serahkan padaku!”
“Dimengerti.”
“Tentu saja! Hati-hati juga, Leo!”
Menerima balasan itu, Leo tersenyum kecil dan memacu kudanya keluar kota. Setelah melepas kepergiannya, aku dan Elna saling melirik dan terbang ke udara.
Kami hendak pergi mengawasi Kura-Kura Roh.
Namun dari bawah, Orihime memprotes.
“Aku! Tidak! Bisa! Terbang!”
“...Begitu katanya.”
“Ya. Mungkin dia sebaiknya jaga markas saja?”
Sebenarnya aku sedang menyuruh Elna untuk membawanya, tapi dia menolak dengan santai.
Aku pun menghela napas dan turun, lalu mengulurkan tangan pada Orihime.
Namun dia tampak tidak puas.
“Bagaimana kamu berniat membawaku?”
“Dengan menggenggam tanganmu.”
“Itu sakit!”
“Tahanlah.”
“Aku ini klienmu! Jangan perlakukan aku seenaknya!”
Dengan cepat, Orihime bergerak ke belakangku dan melingkarkan tangannya di leherku.
Dia kini berada dalam posisi seperti orang yang sedang digendong. Dari luar, pasti terlihat sangat konyol.
“Turunlah, Yang Mulia.”
“Tidak perlu! Ini sudah cukup nyaman! Ayo berangkat!”
Dia mulai memerintah seenaknya.
Karena dia bersikeras tidak mau turun, aku menyerah dan terbang bersama dia di punggungku.
Saat itu, Elna yang sudah menunggu di udara menunjukkan senyum mengejek.
“Tadinya kamu terlihat keren. Tapi sekarang kelihatan bodoh. Kamu sadar itu, kan?”
“Diamlah.”
“Apa maksudmu bodoh! Sekarang Silver adalah tungganganku! Inia merupakan sebuah kehormatan besar!”
“Akan kuturunkan kamu.”
“Kenapa!?”
Aku menghela napas sambil menahan rasa lelah terhadap Orihime yang benar-benar serius, lalu aku dan Elna menuju ke tempat Kura-Kura Roh berada.
Kami tak butuh penunjuk arah. Ada reaksi sihir luar biasa besar di sana.
Ini benar-benar berbahaya. Lebih kuat dari monster mana pun yang pernah kuhadapi.
Meski ada Elna dan Orihime, mungkin aku takkan bisa memperhatikan sekeliling. Jika aku fokus bertarung, aku tak bisa membantu Leo. Mudah-mudahan dia tidak memaksakan diri.
“Tapi itu harapan yang mustahil, ya.”
“Apa kamu bilang?”
“Bukan apa-apa. Pegangan yang erat. Kalau kamu jatuh, aku takkan menangkapmu.”
“Waaa! Cepat sekali! Ini menyenangkan!”
Dengan Orihime yang bersorak kegirangan di punggungku, aku sulit menjaga ketegangan.
Tapi bagaimanapun, dia adalah pengguna penghalang terkuat di benua ini.
Harusnya dia bisa berguna. Kalau tidak, sia-sia saja aku membawanya.
Sambil berpikir begitu, aku menyesuaikan posisi Orihime yang hampir tergelincir dari punggungku, dan terus terbang menuju lokasi si monster raksasa.
Bagian 5
Leo dan rombongannya melaju tanpa berhenti, menuju sebuah desa yang terletak agak jauh dari kota.
Karena tak ada yang tahu kapan Kura-Kura Roh akan bergerak, mereka tak bisa menyia-nyiakan sedetik pun. Namun.
“Sial! Kita terlambat!”
Yang terlihat oleh Leo adalah para penduduk desa yang panik melarikan diri dari hutan.
Mereka sedang dikejar oleh monster berbentuk serigala. Penduduk yang berusaha lari sekuat tenaga itu bahkan tak membawa barang bawaan, monsternya pasti mulai menyerang secara tiba-tiba, dipicu oleh pergerakan Kura-Kura Roh.
Di mata Leo, terlihat seorang gadis kecil yang sedang ditarik oleh ibunya.
Meski berlari sekuat tenaga, sang gadis tak bisa mengikuti langkah ibunya, kakinya tersandung, dan dia pun terjatuh.
“Ma, Mamaaaaa!!”
“Cepat berdiri!!”
Sang ibu buru-buru kembali untuk membantunya berdiri, tapi dalam waktu singkat, para monster serigala itu sudah hampir menyusul mereka.
Ibu itu lalu memeluk putrinya erat-erat, berusaha melindunginya dari serangan monster serigala itu.
Namun para monster tak peduli, mereka tetap menerjang ibu dan anak itu. Tapi...
“Aku tak akan membiarkan kalian!”
Sebuah pedang melesat dari kejauhan dan menancap di tanah di antara keduanya dan para monster serigala.
Leo menyusul dengan kecepatan tinggi, melesat tanpa mengurangi lajunya.
Monster serigala itu segera mengubah target mereka ke arah Leo yang tak tampak membawa senjata. Namun saat mereka bertatapan langsung dengan mata Leo, mereka tampak gentar dan membeku di tempat.
Leo tak melewatkan kesempatan itu, dia menarik pedangnya yang tertancap di tanah dan menebas habis para monster yang mengelilinginya.
Namun, di hadapan Leo yang kini berada di garis depan sendirian, telah menunggu kawanan besar monster lainnya.
Meski begitu, Leo tak sedikit pun mundur, mengangkat pedangnya, dan mengeluarkan seruan.
“Hancurkan mereka semua!”
Suara itu menggema di seluruh medan pertempuran, dan seolah merespons seruan tersebut, para kesatria mulai menyerbu.
Dengan para kesatria elit dari penjaga istana di garis depan, monster-monster yang mengepung para penduduk dibasmi dalam sekejap.
Ketika Leo, yang berada di barisan terdepan, menebas monster terakhir, tak terlihat lagi bayangan musuh di sekitar mereka.
“T-Terima kasih banyak! Tuan Kesatria!”
Ibu tadi membungkuk dalam-dalam sambil menggandeng putrinya.
Menanggapi hal itu, Leo membalas dengan senyum lembut.
“Tidak apa. Apa kalian terluka?”
“T-Tidak! Kami baik-baik saja!”
“Begitu ya. Kalian kelompok terakhir? Bagaimana dengan penduduk desa lainnya?”
“Semua warga desa kami hanya kelompok ini saja. Tapi, jika ke arah timur, masih ada beberapa desa lain. Entah bagaimana dengan mereka...”
“Begitu... Semuanya, bersiap!”
Leo mengeluarkan perintah, tapi para kesatria dari Rostock segera menyela.
“Bukankah berbahaya untuk masuk ke dalam hutan?”
“Aku sadar risikonya. Tapi kalau masih ada warga di sana, kita tak bisa biarkan saja.”
“Tapi... Jika terjadi sesuatu pada Anda, Yang Mulia...”
“Y-Yang Mulia!?”
Mendengar kata-kata sang kesatria, ibu tadi akhirnya sadar bahwa orang yang selama ini diajaknya bicara bukanlah seorang kesatria biasa, melainkan anggota keluarga kekaisaran. Dia segera meminta maaf karena telah berlaku lancang, sementara sang putri dengan polos bertanya, “Kakak itu orang penting, ya?”
“N-Nak! Jangan asal bicara! M-Maafkan kami!”
“Tak apa. Aku bukan orang penting. Ayahanda saja yang kebetulan begitu. Entah aku pantas disebut penting atau tidak, itu ditentukan oleh perbuatanku ke depannya.”
Setelah berkata begitu, Leo perlahan memutar kudanya dan menarik pedang dari sarungnya.
Dari dalam hutan, mulai bermunculan monster-monster yang tertarik oleh bau darah.
“Kita bersihkan dulu monster-monster di sini. Kesatria Rostock, lindungi para warga yang masih tersisa.”
“Yang Mulia bermaksud menjadi pasukan belakang?”
“Bukan pasukan belakang. Aku memimpin pasukan terdepan. Kita adalah pembuka jalan untuk Silver dan yang lainnya agar bisa bertarung tanpa khawatir. Mereka tidak bisa bertarung jika ada warga di sekitar. Untuk menciptakan situasi yang cocok untuk mereka menggunakan seluruh kemampuannya... Selama masih ada warga di tempat ini, kita harus ke sana.”
Setelah mengatakan itu, Leo mulai menggerakkan kudanya perlahan.
Selain kesatria Rostock yang ditugaskan menjaga warga, semua kesatria lainnya mengikuti Leo, bergerak menuju kawanan monster. Dan kemudian...
“Lindungi rakyat! Maju!!”
Leo memimpin langsung serbuan ke arah para monster, dan para kesatria menyusul di belakangnya.
* * *
Leo dan yang lainnya menyerbu ke arah gerombolan monster, bertarung dengan formasi menyebar ke samping agar para penduduk desa yang melarikan diri tidak dikejar.
Jika mereka bertarung dalam formasi rapat, beberapa monster mungkin bisa lolos menerobos. Namun, pertempuran seperti ini sangat bergantung pada kemampuan individu masing-masing prajurit.
Meski begitu, Leo tidak mengeluarkan perintah khusus.
Dia yakin diri karena telah membawa para prajurit elit yang sanggup bertarung hanya mengandalkan kemampuan masing-masing.
“Benar-benar! Pangeran ini memang suka menyuruh seenaknya!”
“Kalau masih sempat bicara, lebih baik gerakkan tombakmu.”
“Kamu serius sekali, ya.”
Sambil mengobrol seperti itu, Sieg dan Lynfia membantai monster dengan kecepatan yang tidak kalah dari para kesatria pengawal. Bagi mereka yang dulunya adalah petualang, bertarung melawan monster jauh lebih mudah dibanding melawan sesama manusia. Terutama Sieg, yang meskipun telah melemah, masih merupakan petualang peringkat S. Sekuat apa pun kawanan monster biasa, mereka bukanlah lawan baginya.
“Tuh, jangan dekati aku kalau tidak mau mati!”
Sieg mengucapkannya sambil menyunggingkan senyum buas yang bertolak belakang dengan penampilannya yang menggemaskan, lalu menikam mati monster-monster yang mendekat. Sementara itu, Lynfia mengubah pedang sihirnya menjadi tombak, memburu monster dengan efisiensi tinggi sambil melemahkan mereka.
Saat mereka tengah menekan para monster seperti itu, suara aneh dari langit membuat keduanya mendongak serempak.
“Cih! Monster burung, ya!”
“Itu Red Raven . Monster peringkat A.”
“Ada tiga ekor, ya.”
Dari langit, burung-burung raksasa tengah meluncur ke arah mereka.
Suara yang didengar keduanya adalah deru sayap dari monster-monster itu. Sebagai petualang, mereka paham betul betapa menyulitkannya menghadapi monster jenis burung yang muncul tiba-tiba seperti ini.
Biasanya, butuh bantuan dari rekan yang ahli dalam serangan jarak jauh seperti pemanah atau penyihir.
Mungkin saja ada kesatria pengawal yang bisa menggunakan sihir, tapi tidak mungkin membentuk kerja sama mendadak sekarang.
“Kita hanya bisa memburu mereka saat mereka mendekat.”
“Tidak, kita tidak punya waktu untuk itu.”
“Kalau begitu, apa yang akan kamu lakukan?”
Atas pertanyaan Lynfia, Sieg menunjukkan senyum penuh rasa percaya diri dan mundur untuk mengambil jarak berlari.
Lalu, tanpa peringatan, dia berlari ke arah Lynfia.
“Aku akan terbang! Jadi tolong jadi pijakanku!”
“Tidak mau.”
“Jangan begitu!!”
Meski menolak, Lynfia tetap memegang ujung tombaknya dan bersiap menjadi pijakan bagi Sieg.
Sempat terlintas di benak Sieg untuk memeluk Lynfia sekalian, tapi tatapan dingin dari gadis itu membuatnya sadar diri dan memilih menjadikan tombak sebagai tumpuan.
“Aku akan menggunakan tombakku. Kalau kamu gagal, akan kupanggang kamu di panci besar.”
“Kamu kejam padaku, tapi akhir-akhir ini aku merasa sisi dinginmu itu juga lumayan menarik!”
“Cepat pergi sana.”
Sambil melontarkan Sieg, Lynfia mengayunkan tombaknya sekuat tenaga.
Bagaikan peluru, Sieg pun melesat ke udara. Dan kemudian.
“Maaf ya, aku ini beruang yang bisa terbang juga!”
Dia menebas kepala Red Raven yang berada paling depan, lalu mendarat di tubuhnya. Tanpa ragu, Sieg melompat lagi menuju satu ekor lagi yang ada di sebelahnya.
Red Raven itu mencoba menghindar, tapi Sieg memotong sayapnya dalam sekejap agar tidak bisa terbang.
“Ayo! Ini yang terakhir!”
Dengan berkata begitu, Sieg mengincar Red Raven terakhir, berlari ke arahnya, lalu melompat tinggi.
Mengambil posisi di atas Red Raven, dia menikamkan tombaknya sambil meluncur turun.
“Teryaaaahhhh!!”
Tombak Sieg menembus tubuh Red Raven dengan dalam.
Monster itu menjerit dan berputar-putar di udara, namun Sieg tetap bertahan agar tidak terjatuh, dan dengan satu ayunan tombak yang telah dia cabut, dia menebas lehernya dan mengakhiri nyawa Red Raven tersebut.
“Haaah, dengan ini Lynfia juga tak bisa protes lagi.”
Sambil menghapus keringat, Sieg tersenyum puas di atas tubuh Red Raven yang jatuh perlahan.
Namun, saat tubuh Red Raven mulai menukik jatuh, dia menyadari sesuatu yang penting.
“Eh? Gimana cara mendarat, ya?”
Sesaat kemudian, tubuh Red Raven beserta Sieg menabrak tanah dengan keras, disertai dengan jeritan panik dari Sieg.
Melihat kejadian itu, Lynfia memanggil seorang kesatria yang berada di dekatnya.
“Aku akan mengurus tempat ini. Tolong periksa apakah dia masih hidup. Kalau masih, tolong bawa kembali. Tapi kalau mati, biarkan saja. Itu bukan kerugian bagi umat manusia.”
Mendengar ucapan yang begitu kejam, sang ksatria hanya tertawa getir, lalu segera menunggang kudanya menuju lokasi jatuhnya Sieg.
Di sana, dia menemukan Sieg yang setengah menangis karena ketakutan, lalu menarik napas panjang sebelum membawanya kembali dengan ekspresi kelelahan.
Bagian 6
Saat Leo dan yang lainnya tiba di Rostock, pasukan Kekaisaran telah bergerak lebih jauh ke timur.
Pasukan itu merupakan unit yang dikirim dari pasukan penjaga perbatasan utara yang bertugas melindungi wilayah utara kekaisaran.
Yang memimpin pasukan tersebut adalah Gordon, wakil jenderal dari pasukan penjaga perbatasan. Perintah yang diterimanya adalah untuk mengawasi Kura-Kura Roh dan menyelamatkan warga sebanyak mungkin. Namun...
“Apa yang baru saja Anda katakan...?”
Di markas komando itu, Sonia berdiri di hadapan Gordon dan menghentakkan tangannya ke meja dengan keras.
Itu karena perintah yang diberikan Gordon begitu sulit dipercaya.
“Jangan paksa aku mengulangnya. Kita tidak akan mengerahkan pasukan.”
“Apakah Anda tidak mendengar laporan bahwa ada sebuah desa di dalam hutan itu?”
“Aku sudah mendengarnya.”
“Kalau begitu, kita harus segera mengirim pasukan penyelamat!”
“Karena Kura-Kura Roh, para monster menjadi lebih aktif. Jika kita kirim pasukan ke sana, kita akan menderita kerugian yang tidak sedikit. Sekarang bukan waktunya untuk mengorbankan tenaga manusia yang sedikit.”
Gordon berkata demikian sambil menyilangkan kedua lengannya dan menatap lurus ke arah Sonia yang menyampaikan pendapatnya. Dikirim ke wilayah utara, Gordon telah terpisah dari para penasihat dekatnya. Karena itu pula Sonia, sebagai salah satu aset berharga, tetap dipertahankan meski pernah gagal.
Sonia yang sempat kehilangan semangat hidup karena mengira dirinya akan dieksekusi akibat serangkaian kegagalan, kembali mendapatkan semangatnya demi menyelamatkan rakyat yang berada dalam bahaya, dan mengusulkan pengiriman pasukan kepada Gordon. Namun hasilnya adalah penolakan seperti ini.
“Pengorbanan...? Bukankah melindungi rakyat adalah tugas seorang prajurit?”
“Tugasku adalah melindungi anak buahku.”
“Apa Anda tidak hanya sedang membenarkan diri sendiri? Perintah yang diberikan kepada Anda adalah menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa! Anda harus mengangkat pedang Anda sendiri, menolong rakyat, dan juga menyelamatkan anak buah Anda! Setidaknya, itu yang semestinya Anda lakukan!”
“Keputusan sudah bulat. Tidak akan berubah.”
Gordon mengibaskan tangannya seolah mengusir gangguan.
Melihat hal itu, seorang pengawal meraih lengan Sonia, tapi Sonia menatapnya dengan sorot mata tajam yang membuat pengawal itu mundur.
“Lepaskan.”
“Ugh...”
“...Yang Mulia. Ini peringatan terakhir. Anda harus segera memimpin pasukan untuk menyelamatkan rakyat. Itulah jalan menuju takhta.”
“Merepotkan sekali. Aku tidak akan bertarung dalam pertempuran yang tak bernilai.”
Mendengar perkataan itu, Sonia menarik napas dalam.
Bagi seseorang yang bercita-cita menjadi kaisar, menyelamatkan rakyat adalah kewajiban. Setidaknya, ini adalah situasi di mana dia harus mengerahkan seluruh kemampuannya.
Menjadi kaisar berarti harus menyelamatkan seluruh rakyat. Itulah seorang kaisar. Namun di mata Gordon, rakyat sama sekali tidak terlihat. Yang dia pikirkan hanyalah anak buahnya. Mungkin karena dalam perebutan takhta, dia membutuhkan loyalitas dari para pengikutnya.
Jika seseorang tidak akan melindungi orang yang tidak dia perlukan, maka orang semacam itu tidak layak menjadi kaisar.
“Seperti yang saya duga, Anda bukan orang yang pantas menjadi kaisar...”
“Yang menentukan apakah aku layak atau tidak bukan kamu.”
“Mungkin memang begitu. Tapi saya tidak akan pernah mengakui Anda sebagai kaisar. Dan saya juga tidak akan mengakui seorang prajurit yang tidak mau melindungi rakyat. Anda gagal sebagai pangeran, dan juga gagal sebagai prajurit.”
Sonia mengucapkan itu dengan tegas, namun Gordon tidak bergerak sedikit pun. Dia bisa saja mencabut pedangnya dan memenggal kepala Sonia saat itu juga, tetapi itu hanya akan menjadi kematian sia-sia. Jika Sonia memang harus mati, maka setidaknya kematiannya harus memberi manfaat.
Ketika Gordon sedang berpikir demikian, Sonia, seolah mampu membaca pikirannya, mengajukan usulan.
“Saya akan memimpin pasukan menuju lokasi. Pasukan ini hanya terdiri dari para sukarelawan. Anda bisa sekaligus menyingkirkan saya yang mengganggu dan juga para pembangkang. Dan orang-orang pun akan melihat bahwa Anda sudah melakukan upaya minimum. Bagaimana menurut Anda?”
“Heh? Jadi kamu berniat mati demi diriku?”
“Bukan demi Anda... Saya hanya akan melakukan apa yang bisa saya lakukan.”
Itu adalah kata-kata yang pernah diucapkan oleh Grau.
Lakukan saja apa yang bisa kamu lakukan, begitulah nasihat yang diberikan kepadanya, dan sejak saat itu Sonia terus memikirkannya.
Apa yang bisa dia lakukan? Apa yang seharusnya dia lakukan? Saat memikirkannya, Sonia kembali pada ajaran ayah angkatnya.
Ayah angkatnya telah mengajarkan ilmu strategi militer padanya. Bukan hanya untuk Sonia, tapi demi rakyat.
Sebagaimana ayah angkatnya pernah menyelamatkannya, pria itu selalu bergerak demi rakyat. Seorang prajurit sejati.
Itulah mengapa Sonia mengagumi sosok sang ayah angkat. Namun, setelah keluarganya dijadikan sandera, dirinya menjadi sangat berbeda dari sosok yang dia kagumi.
Dia mulai merancang strategi yang seimbang, lima puluh lima puluh. Strategi yang aman baginya dan memungkinkan untuk membuat alasan, apa pun hasilnya. Itu adalah strategi pengecut, dan jauh dari cara berpikir ayah angkatnya.
Apa yang akan dilakukan ayah angkatnya? Sudah pasti, dia akan memilih tindakan terbaik demi rakyat. Selama ini, Sonia hanya menjadi seperti kelelawar, tidak di pihak mana pun. Karena itulah Grau memarahinya. Sonia yang belum benar-benar melakukan apa pun tetap mengharapkan keselamatan. Tapi dengan cara seperti itu, tak ada seorang pun yang bisa diselamatkan.
Setelah satu kali mempersiapkan diri untuk mati, pandangan Sonia kini menjadi jernih. Hanya demi rakyat. Agar dia tidak mempermalukan ayah angkat yang telah membesarkannya sejauh ini.
Meskipun pada akhirnya, itu mungkin menyebabkan kematian ayah angkatnya.
“Strategi militer ini... Seharusnya digunakan demi rakyat. Pedang Anda pun, seharusnya digunakan demi rakyat. Mereka yang melupakan hal itu tidak akan pernah meraih kemenangan. Seperti saya yang dulu.”
“Aku berbeda denganmu. Kalau kamu memang ingin mati, aku tidak akan menghentikanmu. Matilah sesukamu. Untuk kepentinganku.”
Sonia menyadari bahwa kata-kata tak akan berarti lagi. Dia pun membalikkan badan dan pergi.
Lalu dia mengumpulkan seluruh prajurit dan membuka perekrutan sukarelawan.
Dari lebih dari tiga ribu pasukan, hanya tiga puluh tujuh orang yang memutuskan untuk bergabung dan membantu rakyat bersama Sonia.
Namun, untuk pasukan di bawah komando Gordon, angka itu bisa disebut sebagai keajaiban.
Sonia pun memimpin mereka menuju hutan.
* * *
Sonia dan pasukannya yang menerobos masuk ke dalam hutan sedang menghadapi serangan besar-besaran dari para monster. Para monster yang didorong oleh naluri bertahan hidup akibat ancaman besar bernama Kura-Kura Roh menjadi jauh lebih agresif dan kacau daripada biasanya.
Sambil menahan serangan tersebut, Sonia dan yang lainnya terus berusaha keluar dari hutan.
“Sedikit lagi! Jangan berhenti berlari!”
Sonia dan pasukannya menemukan para penduduk desa yang sedang diserang oleh para monster di dalam hutan, dan berhasil menyelamatkan mereka.
Jumlah mereka lebih dari lima puluh orang. Jumlah pasukan Sonia terlalu sedikit untuk melindungi mereka sambil bertarung, namun dengan arahan yang tepat, Sonia berhasil mempertahankan keselamatan mereka dan memimpin mereka menuju ke luar hutan.
“Kakek, maaf ya. Tolong bertahan sedikit lagi.”
“Ah, tidak apa-apa. Aku masih kuat, tapi kamu sendiri baik-baik saja, Nak?”
Sonia menyapa seorang kakek dwarf yang ikut diselamatkan bersama para penduduk. Tampaknya si kakek tersesat di hutan, dan kebetulan bertemu Sonia yang sedang lewat.
Dengan tubuh pendek dan rambut putih, si kakek berjalan dengan tongkat putih, membuat Sonia khawatir, tetapi setiap kali ditanya, si kakek selalu menjawab bahwa dia baik-baik saja.
“Tapi kamu baik juga, ya, padahal kamu elf.”
“Eh?”
“Jarang-jarang aku diperlakukan baik oleh elf, soalnya aku dwarf. Kamu anak baik.”
“Aku... Setengah-elf.”
Ketika topik tentang elf muncul, Sonia menjawab dengan wajah muram. Namun, si kakek membuka matanya lebar-lebar lalu tersenyum.
“Begitu ya, begitu ya. Kalau begitu aku mengerti. Elf memang cantik dan pandai sihir, tapi mereka terlalu tertutup. Tapi kamu punya darah manusia juga. Cantik, pandai sihir, dan sebaik manusia. Lengkap sudah kelebihannya.”
“Lengkap...?”
Itu jawaban yang sangat di luar dugaan bagi Sonia. Tak pernah sekalipun dia bertemu seseorang yang memandang seorang setengah-elf dengan begitu positif. Apalagi, orang itu adalah seorang dwarf, bangsa yang sering bermusuhan dengan elf.
“Kakek... Bukannya membenci elf?”
“Ada yang kubenci, tentu. Tapi ada juga elf yang baik. Sama saja dengan manusia. Menyamaratakan semuanya itu terlalu dangkal.”
“Begitu ya... Kakek orang yang baik.”
“Baik, ya... Entahlah. Aku hanya hidup mengikuti kata hatiku. Mendengarkan suara-suara, mengikuti suara itu, dan mengembara. Aku hanya bertindak sesuai situasi. Aku rasa itu bukanlah kebaikan. Kamu yang benar-benar baik, Nak.”
“Aku tidak sebaik itu.”
“Kamu itu baik. Kamu melindungi orang lain dengan taruhan nyawa.”
“Aku... Karena aku seorang prajurit.”
Meskipun tidak secara resmi tergabung dalam militer, di dalam hatinya Sonia telah menganggap dirinya sebagai seorang prajurit. Sama seperti ayah angkatnya dulu, seorang prajurit yang melindungi rakyat.
“Itu pun tidak bisa digeneralisasi. Ada prajurit baik dan ada prajurit buruk. Kamu adalah prajurit yang baik. Kamu mengenakan seragam dengan lambang negara dan tahu betul arti dari itu.”
Kakek itu berkata demikian sambil tersenyum kepada Sonia.
Tak lama kemudian, dia menatap ke depan. Di sana terhampar batas hutan.
Sonia dan yang lainnya berlari keluar hutan dengan sekuat tenaga.
Namun, pemandangan yang mereka temui adalah pertempuran sengit antara Leo dan para monster. Di depan kanan dari posisi Sonia, pertempuran kacau sedang berlangsung. Rakyat yang mereka bawa pun gentar melihat pertempuran yang begitu dekat.
“Apa ini...?”
Sonia sempat kebingungan, namun dengan cepat memahami situasinya.
Para kesatria sedang bertarung melawan monster. Mereka menyebar dalam garis horizontal.
Mereka pasti sedang bertarung untuk mencegah monster bergerak ke arah belakang.
Cukup mengetahui itu saja sudah cukup.
“Lari lurus ke depan! Jangan menoleh!”
Sonia meneriakkan itu sambil memerintahkan para prajuritnya untuk menyebar ke samping. Mereka harus menghadang monster yang datang dari arah seberang. Jika garis itu tetap bertahan, maka di balik garis itu adalah zona aman.
Sonia harus membawa rakyat ke sana.
Dengan keputusan itu, Sonia memerintahkan seluruh pasukan untuk membidikkan busur.
“Tunggu tanda dariku! Ayo, lari sekarang!”
Rakyat pun menahan rasa takut dan mulai berlari sekuat tenaga sesuai perintah Sonia.
Sementara itu, si kakek melihat ke arah seberang hutan.
“Kakek, cepat!”
“Hmm, sepertinya aku tadinya ingin ke arah sana, ya.”
“Itu tidak mungkin sekarang! Cepat!”
Sonia memaksa si kakek naik ke kudanya dan langsung memacunya.
“Oho! Nak, ini agak nekat, ya?”
“Tidak apa-apa... Aku pasti akan melindungimu.”
Sambil berkata begitu, Sonia menarik perhatian para monster agar fokus ke arahnya.
Dan tepat pada waktunya, dia memberi aba-aba.
“Tembak!!”
Dia pun turut melancarkan sihir api dan menghujani monster-monster yang mendekat dengan serangan.
Rentetan tembakan membuat para monster terhenti sejenak. Dalam waktu itu, Sonia segera memberi perintah berikutnya.
“Mundur sepuluh langkah!!”
Mereka memperlebar jarak dan bersiap untuk tembakan berikutnya. Taktik itu efektif untuk mengulur waktu.
Namun, itu bukanlah solusi dari situasi mereka sekarang.
Ini adalah strategi yang mengorbankan keselamatan dirinya sendiri. Meskipun demikian, Sonia memilih strategi itu.
Strategi setengah hati yang bisa berakhir ke mana pun tak akan menyelamatkan siapa pun.
Sekarang, keselamatan rakyat adalah prioritas utama. Setelah itu, jika masih memiliki kekuatan, barulah mereka memikirkan cara menembus bahaya.
“Hari ini aku tidak akan menyerah begitu saja...!”
Sonia terus melakukan perlawanan dan menarik perhatian monster ke arah pasukannya.
Berkat itu, sebagian besar monster mengarahkan perhatian mereka kepada Sonia dan pasukannya.
Dengan medan pertempuran yang lebih longgar, Leo dan yang lainnya pun mulai bergerak untuk membantu dan melindungi rakyat yang berlari.
Di tengah itu, Lynfia mengeluarkan suara terkejut.
“Kakek?”
“Ooh! Bukankah ini gadis baik hati yang pernah kutemui! Apa kabar?”
Dengan nada ceria yang seolah tak menunjukkan bahwa dia baru saja dikejar monster, si kakek dwarf membuat Lynfia kebingungan.
Orang tua tersesat yang pernah dia temui di Selatan, mengapa bisa berada di sini?
“Mengapa Anda ada di sini?”
“Aku ingin menyelesaikan urusan lama yang belum selesai. Masuk ke hutan sih tidak masalah, tapi entah bagaimana aku tersesat selama seminggu di dalamnya.”
“Seminggu...? Kenapa tidak membawa penunjuk jalan...?”
“Orang baik hati jarang ditemukan. Untung saja aku ditolong oleh gadis itu tadi.”
Sambil berkata begitu, si kakek menunjuk ke arah Sonia yang sedang dikelilingi monster. Melihat itu, Leo pun bereaksi.
“Dia itu... Kalau tak salah ingat...”
“Kenal, ya? Pangeran Leonard?”
“Eh? Ah, tidak bisa dibilang kenal juga... Mungkin aku pernah bertemu dengannya...?”
“Kamu pernah bertemu dengannya waktu kecil. Bagaimana kabar ayahmu? Belakangan ini pemerintahannya tampak kurang baik.”
“Eh, ah, iya. Beliau baik-baik saja...”
“Negara dengan banyak orang yang bersedih itu tidak baik. Lebih baik suaraku tidak terlalu sering dipanggil.”
Sambil berkata demikian, si kakek perlahan turun dari kudanya, menopang diri dengan tongkat putihnya, dan menatap ke depan.
Di sana, Sonia dan pasukannya dikelilingi oleh gerombolan monster. Keadaan itu tak memungkinkan untuk melarikan diri.
Di tengah situasi itu, si kakek memutar tongkat putihnya perlahan. Saat tongkat itu ditarik, sebuah pedang tersembunyi muncul dari dalamnya.
Dengan pedang itu di tangan, si kakek bergumam.
“Kalau aku terlalu menonjol, dia akan menyadarinya... Sebenarnya aku tidak ingin mengayunkan pedang ini... Tapi aku tak bisa membiarkan mereka yang menunggu bantuanku dibiarkan begitu saja.”
Dengan ucapan itu, si kakek mengayunkan pedangnya dengan santai.
Tidak, hanya terlihat santai. Sebenarnya, dia telah menebaskan pedangnya berulang kali dalam kecepatan yang layak disebut sebagai kilat. Dari setiap tebasan itu, gelombang serangan terbentuk, membelah dengan tepat dan tanpa ampun monster-monster yang mengepung Sonia dan pasukannya.
Dalam sekejap mata, monster-monster di depan Sonia roboh. Sonia, yang terkejut melihat arah datangnya serangan itu, menoleh. Di sana, si kakek dwarf berdiri tegak dengan anggun.
“Anda adalah...?”
“Namaku Egor. Aku adalah petualang peringkat SS, Egor. Orang-orang menyebutku Pendekar Pedang yang Tersesat. Aku datang untuk membasmi Kura-Kura Roh.”
Sambil berkata demikian, si kakek dwarf bernama Egor tertawa dengan riang.
Bagian 7
“Mumu! Besar sekali! Bukankah itu sudah bisa disebut gunung?”
Itulah kesan Orihime ketika melihat Kura-Kura Roh. Dan itu juga kesan yang sama dari aku dan Elna.
Leher yang panjang, lengan dan kaki yang kokoh, serta tempurung punggung yang menyerupai dinding batu. Di atas tempurung itu berdiri sebuah gunung sungguhan yang mungkin telah terbentuk dalam dua ratus tahun terakhir.
Secara kasar, tinggi dan panjangnya pasti mencapai ratusan meter. Ukurannya membuat Leviathan tampak imut. Disebut Kura-Kura Roh karena bentuknya, tapi jika melihatnya langsung seperti ini, rasanya lebih tepat disebut naga yang membawa tempurung di punggungnya.
Kura-Kura Roh yang mengawasi kami dari langit tidak menunjukkan tanda-tanda ingin bergerak. Kalau dia tetap diam sampai Leo dan yang lain selesai mengevakuasi warga sekitar, tentu itu sangat membantu.
Menghadapi monster sebesar ini, kami terpaksa menggunakan sihir berkekuatan tinggi. Tak ada ruang untuk memperhatikan lingkungan sekitar.
“Dia tidak bergerak?”
“Kamu ingin dia bergerak?”
“Bukan begitu. Tapi, bukannya naluri makhluk hidup akan membuat mereka siaga jika ada ancaman mendekat?”
Pendapat Orihime memang masuk akal. Kami bertiga mendekat bersama, tapi tetap tidak ada reaksi darinya. Normalnya, ia pasti menganggap kami sebagai ancaman, bukan?
“Jangan-jangan dia ingin mengatakan bahwa kita bahkan tidak dianggap?”
Elna memelototi Kura-Kura Roh dengan wajah sedikit kesal.
Elna tidak suka diremehkan, apalagi oleh seekor monster.
Melihat gelagatnya yang seolah hendak memanggil pedang suci kapan saja, aku pun memperingatkannya.
“Tidak apa-apa jika kamu ingin membakar semangat, tapi tahan dulu. Kamu bisa membahayakan rakyat.”
“Aku tahu! Jangan rewel!”
“Beginilah repotnya kalau berurusan dengan seorang Pahlawan. Terlalu suka bertarung dan tidak memperhatikan sekitar.”
“Mulutmu cerewet sekali... Kamu kira kamu lebih memperhatikan keadaan sekitarmu?”
“Tentu saja! Aku berbeda darimu!”
“Kalau begitu, coba beritahu kami. Kalau kamu benar-benar memperhatikan, apa yang kamu temukan?”
“Hmm! Aku sedang memikirkan kenapa Kura-Kura Roh tidak bergerak. Dan akhirnya aku tahu jawabannya! Ia sedang mengantuk!”
“...”
“...”
“Dia telah tidur selama dua ratus tahun! Mungkin dia masih merasa lemas karena baru bangun! Itu sebabnya dia tidak bereaksi! Aku juga begitu, kalau tidur lama, kepalaku suka pusing dan jalanku sempoyongan!”
Mendengar pendapat Orihime itu, aku dan Elna menghela napas bersamaan. Yang lebih buruk adalah dia serius.
“Aku akan mencatatnya sebagai satu opini.”
“Tidak perlu dicatat. Itu jelas salah.”
“Apa katamu? Kalau begitu katakan, menurutmu kenapa?”
“Kalau aku tahu, aku tak akan repot-repot berdebat!”
“Lalu kenapa kamu bisa bilang pasti salah?”
Sambil membiarkan kedua orang itu bertengkar, aku menatap mata Kura-Kura Roh. Ia tidak melihat ke arah kami. Lebih tepatnya, pandangannya seperti tertuju pada sesuatu yang jauh. Ia jelas sudah bangun. Ini bukan masalah bangun tidur atau lemas.
Mungkin alasannya ia tidak bereaksi terhadap kami karena ia tahu kami tidak punya niat menyerang.
Kalau kami datang dengan niat membunuh, dia pasti sudah bereaksi.
Yah, apa pun alasannya, itu bukan urusan penting sekarang.
Selama dia tidak bergerak, itu lebih menguntungkan. Kami jadi punya waktu untuk menunggu Leo dan yang lainnya.
Saat aku menarik kesimpulan seperti itu, leher Kura-Kura Roh yang sebelumnya tak bergerak perlahan bergeser. Ia menoleh sedikit ke arah hutan tempat Leo berada dan menatap tajam ke sana. Kura-Kura Roh yang tidak bereaksi terhadap kami, kini menunjukkan reaksi terhadap sesuatu. Keanehan itu membuatku segera membentuk penghalang deteksi untuk menyelidiki keadaan sekitar.
Leo dan yang lainnya sedang bertarung melawan monster. Mereka melindungi puluhan warga. Agak jauh dari sana, pasukan Kekaisaran entah bagaimana ada di tempat itu, dan sedang terkepung oleh monster.
Situasinya genting. Apakah kami perlu membantu atau tidak? Aku sempat berpikir sejenak.
Namun, saat itu juga, kekuatan sihir di sekitar Leo melonjak drastis.
Orihime dan Elna juga menyadarinya, terlihat dari arah pandang mereka yang langsung tertuju ke sana.
Dan saat itu pula, Kura-Kura Roh membuka mulutnya perlahan. Wajahnya tampak senang.
Seolah menemukan lawan yang sepadan, energi dahsyat mulai terkumpul di dalam mulutnya.
“Napas!? Kita harus terbang!!”
Aku meraih lengan Elna dan menggunakan sihir teleportasi untuk terbang ke tempat Leo. Di sana, pasukan Kekaisaran dan kelompok Leo telah bergabung, bersama puluhan warga yang mereka lindungi. Namun, yang membuatku terkejut adalah keberadaan seorang kakek dwarf di antara mereka.
“Tuan Egor... Jadi Anda ada di sini.”
“Ohh! Sudah lama, Silver!”
Sapaan yang sederhana. Untuk dua petualang peringkat SS, sapaan ini terbilang tenang.
Dwarf berambut putih yang dikenal sebagai Pendekar Pedang Tersesat ini adalah petualang peringkat SS yang nyaris mustahil dihubungi.
Kepribadiannya tak bermasalah. Dia menindas yang kuat dan menolong yang lemah, dia adalah bentuk petualang sejati. Namun, dia bertindak sesuka hati, tak pernah menanggapi permintaan guild, bahkan guild pun tidak tahu keberadaannya.
Dengan kata lain, Egor adalah problematik dalam pengertian tersebut. Seorang tetua dwarf berusia lebih dari tiga ratus tahun dan petualang peringkat SS tertua yang sudah aktif selama lebih dari dua abad.
“Aku ingin bertanya sesuatu.”
“Tanyakan saja apa pun.”
“Apa benar kamu yang mengacaukannya dua ratus tahun lalu?”
“Betul, betul. Aku malu sekali.”
Egor menggaruk kepalanya sambil tertawa. Tolong jangan ucapkan itu seolah hanya kesalahan kecil. Karena kegagalannya, monster peringkat SS pun lahir.
“Putri Pertapa.”
“Aku sudah memasangnya.”
Bahkan sebelum aku memberi perintah, Orihime sudah memasang penghalang sihir yang sangat kuat di depan.
Dan dari balik hutan, sihir raksasa semakin membesar dan membesar.
Bahkan orang biasa pun bisa merasakannya. Saking besarnya energi itu, tubuh mereka bergetar. Itulah yang mereka katakan.
Itu adalah reaksi naluriah makhluk hidup. Tubuh mereka merespons bahaya secara otomatis. Dan ketakutan itu segera menjadi kenyataan.
Dari balik hutan terdengar suara ledakan yang dahsyat. Bersamaan dengan itu, bola hitam raksasa terbang ke arah kami.
Dalam sekejap, bola itu menghancurkan hutan dan menabrak penghalang Orihime. Cahaya terang muncul, dan suara gemuruh seperti badai mengguncang udara. Benturan itu berlangsung lama, hingga cahaya dan suara itu perlahan memudar.
“T-Tidak mungkin...”
Seseorang bergumam pelan.
Bentang alam di sekitar kami telah berubah. Hutan yang tadinya ada di depan telah lenyap. Tak ada lagi penghalang antara kami dan Kura-Kura Roh.
Karena bentuk tanah yang terbuka itu, wujud Kura-Kura Roh yang berada jauh di sana kini terlihat sangat jelas.
Sepasang mata merah itu menatap lurus ke arah kami.
“Sepertinya dia memang sedang menunggu Tuan Egor.”
“Aku pun merasakannya. Karena itulah aku berusaha mendekat tanpa ketahuan, tapi ya begitulah.”
“Kalau itu memang niatmu, seharusnya kamu datang padaku.”
“Rencana itu baru terpikir saat aku tersesat di hari ketujuh. Tapi sudah terlambat. Maklum, aku ini memang parah dalam urusan arah.”
Egor tertawa keras, dan aku hanya bisa menghela napas keheranan saat mulai membuat gerbang teleportasi.
Penguasa Rostock sudah mengungsi ke kota lain bersama warganya. Gerbang ini menuju ke kota itu.
Tidak bisa dibilang sepenuhnya aman, tapi setidaknya lebih baik daripada tetap tinggal di sini.
“Misi penyelamatan selesai. Segera pergi. Dan beri tahu warga di kota itu untuk bersiap mengungsi juga.”
“Kalau sampai kamu berkata seperti itu, berarti keadaannya sangat gawat, ya? Silver.”
“Benar. Guild memperkirakan ini hanya monster peringkat S, tapi kenyataannya jelas monster peringkat SS. Monster super berbahaya yang biasanya akan memerlukan beberapa petualang peringkat SS sekaligus. Namun, kebetulan hari ini, kita punya dua petualang peringkat SS, dan dua orang lain dengan kekuatan yang setara. Bukan tidak mungkin kita bisa mengalahkannya, tapi... Aku tidak yakin bisa melindungi semua orang di sekitar.”
Karena itulah aku menyuruh mereka pergi segera. Mendengar itu, Leo langsung membawa warga masuk ke gerbang teleportasi.
Untungnya, penghalang Orihime masih aktif. Memang layak disebut sebagai pengguna penghalang terbaik di benua ini, dalam waktu sesingkat itu, dia bisa menciptakan penghalang yang sanggup menahan napas energi dari Kura-Kura Roh.
Namun, Orihime terlihat tidak puas.
“Ada masalah?”
“Makhluk itu... Belum serius. Tapi sudah berhasil mengikis penghalangku sejauh ini. Tak bisa dimaafkan...!”
“Itu belum serius...? Seberapa besar kekuatannya dibanding sebelumnya, Tuan Egor?”
“Dulu dia memang kuat, tapi sekarang jauh lebih kuat. Lagipula, dulu ukurannya tidak sebesar itu.”
Mendengar jawaban Egor, aku menghela napas kecil. Pertarungan satu lawan satu akan terlalu berisiko. Kalau pertarungannya berubah menjadi adu kekuatan brutal, wilayah utara Kekaisaran bisa hancur total. Kami harus mengakhiri ini secepat mungkin, dan kesalahan sekecil apa pun tidak boleh terjadi.
“Kita harus bekerja sama. Bertarung secara terpisah bukanlah strategi yang bijak.”
“Sepertinya begitu. Kalau begitu, aku yang akan memimpin.”
“Apa katamu! Di sini akulah yang harus memimpin!”
“Hei, hei, nona-nona. Di sini yang tertua adalah aku.”
“Aku yang akan memimpin. Kalian berdua tidak cocok untuk posisi komando di garis depan. Putri Pertapa bertanggung jawab menjaga penghalang dan menahan serangan. Sedangkan aku akan bertindak sebagai unit penggempur dan bisa berpindah tempat dengan teleportasi. Aku tidak menerima pendapat lain.”
Melihat ketiga orang ini, aku sempat meragukan apakah mereka bisa bekerja sama, tapi jika kami tidak memanfaatkan kekuatan mereka dengan baik, Kekaisaran akan menderita kerugian besar. Tidak ada pilihan lain.
“Jujur saja, membentuk tim dengan anggota seperti ini membuatku sangat tidak tenang. Tapi lawannya memang pantas untuk semua ini. Kalau kita kalah, aku yang akan bertanggung jawab penuh.”
“Oh? Jadi kamu sudah memikirkan kemungkinan kalah?”
“Lucu sekali. Kalau aku benar-benar percaya kita akan kalah, aku tidak akan bicara soal tanggung jawab. Dan perlu kamu tahu, sampai hari ini, pria bernama Silver ini belum pernah kalah sekalipun.”
Setelah berkata begitu, aku melangkah maju perlahan. Leo dan yang lainnya sudah berhasil dievakuasi lewat gerbang teleportasi. Jika masih ada yang hidup di luar sana, aku hanya bisa meminta maaf karena mereka takkan bisa kami selamatkan lagi.
Pertempuran selanjutnya berada pada level yang sepenuhnya berbeda.
“Baiklah, mari kita mulai.”
Saat aku berbisik demikian, Kura-Kura Roh mengangkat kepalanya dan mengeluarkan raungan dahsyat seakan menantang kami untuk datang.
Bagian 8
“Akulah yang menjalankan kehendak langit,
“Akulah yang memahami hukum langit dan bumi,
“Waktunya penghakiman telah tiba,
“Gemetarlah, kalian yang berdosa, dan bersukacitalah, kalian yang tak bersalah,
“Kata-kataku adalah firman Ilahi,
“Pukulanku adalah pukulan Ilahi,
“Di tanganku terkumpul api malapetaka yang membakar langit,
“Wahai nyala surga, jadikanlah para pendosa menjadi abu dan debu,
“Execution Prominence.”
Sebuah lingkaran sihir raksasa muncul, dan kilatan api yang bersinar terang ditembakkan ke arah Kura-Kura Roh.
Itu adalah serangan pembuka, sekadar salam. Sihir yang dahulu membakar habis gunung bersama Mother Slime itu, kini digunakan untuk menguji apakah bisa berdampak pada Kura-Kura Roh.
Namun, Kura-Kura Roh sama sekali tak berusaha menghindar. Yah, kalau makhluk sebesar itu bisa bergerak lincah, aku sendiri akan terkejut.
“Wah, itu serangan langsung! Apakah kita berhasil?”
“Tidak...”
“Tidak mempan sama sekali.”
Dari kepulan debu tanah, Kura-Kura Roh kembali muncul. Awalnya kupikir mungkin ada sedikit luka, tapi ternyata tubuh utamanya tidak mengalami luka sama sekali. Gunung di atas tempurungnya memang hancur, tapi ia sendiri mungkin malah merasa terbantu karena beban itu lenyap. Sepertinya kami harus terus menghujaninya dengan sihir berdaya tinggi.
“Aku ingin melihat bagaimana dia membalas. Tuan Egor.”
“Baiklah.”
Mendengar permintaanku, Egor langsung meluncur ke arah Kura-Kura Roh. Dia mulai mendaki dari kakinya.
Dia jelas mengincar kepala dan leher, bagian yang kemungkinan memiliki pertahanan paling lemah dari yang lainnya.
Namun, Kura-Kura Roh tidak sebodoh itu untuk membiarkannya.
Toh, lawannya adalah orang yang pernah melukainya. Reaksi yang ditunjukkan kali ini pun jauh lebih agresif.
“Hmm?”
Saat sedang berlari dengan kecepatan tinggi, Egor melompat ke samping untuk menghindari sesuatu yang datang dari arah samping. Itu adalah sisik.
Sisik dari tempurung Kura-Kura Roh, dan bukan hanya satu, ada ratusan, mungkin ribuan sisik yang menyerang secara mandiri.
Sisik yang mampu mengabaikan sihirku, jika meluncur dalam kecepatan tinggi pasti akan menyaingi ketajaman pedang legendaris. Tapi Egor menyambut serangan itu dengan penuh semangat.
“Masih terlalu lemah.”
Satu demi satu, Egor menangkis serangan sisik-sisik itu dengan mudah.
Dan akhirnya dia berhasil memblokir seluruh serangan yang datang padanya. Jika para pendekar pedang dari seluruh benua menyaksikannya, mereka pasti akan bertepuk tangan menyaksikan kehebatan sang pendekar pedang. Namun sayangnya, di tempat ini tidak ada orang yang peduli dengan seni pedang, yang ada hanyalah penyihir dan Putri Pertapa, dan Pahlawan yang kekuatannya sepadan. Lebih buruk lagi, lawan mereka adalah Kura-Kura Roh. Keterampilan pedang sehebat itu tidak akan membuka jalan kemenangan.
“Oh, benar juga.”
Egor berkomentar kecil sambil menatap ke depan. Di sana, sisik yang ukurannya dua kali lebih besar dari sebelumnya bersiap menyerang.
Kalau begini terus, tidak akan ada akhirnya.
Aku pun menggunakan sihir teleportasi untuk memindahkan diri ke sisi Egor dan membawanya kembali ke tempat semula.
“Putri Pertapa.”
“Aku tahu!!”
Menghadapi ribuan sisik yang meluncur ke arah kami, Orihime membuat penghalang pelindung ke segala arah.
Sisik-sisik yang mengejar Egor tak mampu menembus penghalang itu, dan perlahan-lahan kembali ke bawah Kura-Kura Roh. Dengan begitu, putaran pertama pertempuran pun berakhir.
“Jadi? Apa yang akan kita lakukan?”
“Baik pertahanan jarak jauh maupun dekat, semuanya sempurna. Ada yang merasa bisa menembusnya?”
“Lima puluh lima puluh. Dengan jumlah sebanyak itu, aku pasti terhenti di tengah jalan.”
“Kalau sampai terhenti, kita akan dihujani serangan dari segala arah. Mungkin bisa kutahan, tapi aku akan kehilangan kesempatan menyerang.”
“Benar-benar tidak berguna, para pendekar pedang ini. Pendekar Pedang dan Pahlawan, katanya. Malu kalau dengar kalian bicara.”
Orihime menyulut api dengan komentar yang memancing Egor dan Elna.
Egor hanya tertawa kecil, bilang “Pedas sekali komentarnya”, tapi Elna langsung berkerut kening dan menatap tajam. Itu wajah yang biasa dipakai Elna kalau dia mulai kesal, dan wajah itu tidak cocok dipakai wanita.
“Kalau bisanya cuma bertahan, jangan sok besar kepala.”
“Apa kamu bilang?”
Pandangan mereka bertemu tajam di udara. Bertengkar di hadapan Kura-Kura Roh, sungguh pasangan yang terlalu santai.
“Bagaimanapun juga, tak ada dari kalian yang bisa mengubah keadaan ini sendirian. Kalau kalian tak paham hal sesederhana ini, aku akan memindahkan kalian ke garis belakang.”
“...Aku tahu.”
Elna mendengus dan memalingkan wajahnya.
Orihime pun tampak tak puas, tapi tidak melawan kata-kataku.
Kalau mereka tidak bisa bekerja sama dengan baik, yang terjadi hanyalah perang konsumsi yang menguras tenaga. Aku tidak bisa membiarkan mereka bertengkar di tengah kondisi seperti ini.
“Kalau begitu, apa rencanamu untuk menembus pertahanan itu, Silver?”
“Menghancurkan dari jauh tidak akan cukup. Satu-satunya jalan adalah menyerang titik lemahnya.”
“Yang kamu maksud wajahnya, ya?”
“Mungkin. Tapi lehernya pun ditutupi sisik. Mungkin hanya mata atau mulut yang terbuka.”
“Aku akan mendukung sang pahlawan wanita. Putri Pertapa, tolong dukung Tuan Egor. Dengan dua orang dalam satu tim, serang dan bidik wajahnya. Tim pendekar pedang yang akan menjadi serangan utama.”
Semua orang mengangguk menerima rencana sederhana itu. Tidak perlu strategi mendetail. Kami bahkan belum tahu seluruh kekuatan yang disembunyikan Kura-Kura Roh. Kami hanya bisa mengandalkan kemampuan masing-masing untuk beradaptasi. Dan untungnya, orang-orang di sini cukup bisa diandalkan untuk itu.
“Lakukan sesuka kalian. Kami akan menyesuaikan.”
“Aku tak perlu diingatkan. Kalau kamu lambat sedikit, akan kutinggalkan.”
“Itu justru kalimatku. Kalau kemampuanmu menyedihkan, aku tak akan repot-repot membantu.”
“Beraninya kamu! Itu tugasmu, tahu!”
“Tenang saja, Pendekar Pedang! Aku yang akan menjagamu!”
“Terharu juga, ya. Sudah lama tidak ada yang menjaga aku.”
“Tenang! Berdirilah dengan bangga! Tapi kalau aku lupa membuat penghalang, maafkan aku!”
“Mengapa kedua orang yang bertugas mendukung justru yang paling mencemaskan...”
Padahal kelompok pendekar pedang pun tidak kalah mencemaskan. Saat aku berpikir begitu, Elna menghela napas panjang, lalu mengangkat tangan kanannya ke langit dengan perlahan.
“Dengarkanlah seruanku, dan turunlah! Wahai pedang bintang yang bersinar gemilang! Sang Pahlawan kini membutuhkanmu!”
Cahaya itu ditangkap oleh tangan Elna, lalu berangsur memudar dan berubah menjadi pedang tipis berkilauan berwarna perak.
Pedang suci legendaris, Aurora, yang digunakan sang pahlawan lima ratus tahun yang lalu untuk menaklukkan Raja Iblis. Konon pedang itu dibuat dari meteor, dikatakan dapat membelah segalanya dan menolak keberadaan iblis sepenuhnya.
Itulah pedang terkuat yang bisa dibayangkan. Mungkin pengalaman Egor lebih banyak, tapi kekuatan murni Elna bisa menyingkirkan semua perbedaan itu.
Dengan pedang suci di tangan, kekuatan serang Elna tak tertandingi di seluruh benua.
Namun meski begitu, mencoba menembus pertahanan Kura-Kura Roh secara langsung adalah keputusan yang ceroboh.
Pedang suci memang senjata terkuat di benua ini, tapi Elna sendiri belum sepenuhnya menguasainya. Bahkan Elna pernah mengatakan bahwa dia tidak sehebat Pahlawan Pertama. Bisa memanggil pedangnya bukan berarti bisa menggunakannya dengan sempurna.
“Pedang suci, ya. Sudah lama aku tidak melihatnya. Untuk usia semuda itu, bisa memanggilnya saja sudah hebat.”
“Senang mendengarnya, Tuan Egor.”
“Tunggu sebentar. Kenapa sikapmu ke aku beda?”
“Sebagai sesama pendekar pedang, wajar kan memberi hormat pada seorang yang lebih ahli?”
“Jadi maksudmu aku kalah dari kakek tua nyasar ini?”
“Itu tidak ada hubungannya dengan nyasar. Pendekar adalah pendekar. Berbeda dengan Putri Pertapa yang cuma bisa membuat penghalang.”
“Grrr!”
“Wahaha! Gadis-gadis ini benar-benar menyenangkan!”
“Tolong fokus...”
Kenapa rasanya tidak ada sedikit pun ketegangan di sini...
Yah, mungkin lebih baik daripada diliputi rasa putus asa. Mereka ini, seaneh apa pun tingkahnya, tetaplah jajaran terkuat di benua ini.
Mereka pasti tahu kapan harus serius. Saat aku berpikir begitu, Elna dan Egor perlahan maju. Aura di sekeliling mereka sudah berubah.
Udara di sekitar mereka kini tajam dan menggigit, seperti bilah pedang.
Tertular oleh itu, Orihime pun masuk ke mode pertempuran. Penampilannya mirip binatang buas yang mengintai mangsanya.
Merasa sedikit lega, aku membuka gerbang teleportasi di depan Elna.
“Semoga berhasil.”
“Aku tak perlu doamu. Sudah ada orang lain yang berdoa untukku. Aku tak akan kalah pada siapa pun, karena aku adalah pedang.”
Setelah berkata begitu, Elna melompat ke dalam gerbang. Begitu keluar, dia langsung muncul di atas Kura-Kura Roh. Melihat itu, Egor pun langsung berlari lurus menuju Kura-Kura Roh.
Langit dan tanah. Serangan serentak dari dua pendekar pedang terkuat di benua ini.
Menanggapi itu, Kura-Kura Roh pun mengaum keras dan melepaskan sisik-sisiknya untuk melawan.
Egor menangkis beberapa sisik, lalu melompat tinggi ke udara. Kemudian dia berhenti di udara.
Namun dia tidak melayang, melainkan mendarat. Orihime telah membuat pijakan dari penghalang. Tapi sisik-sisik mulai mengepung Egor.
Namun, sisik-sisik itu tidak bergerak tak peduli waktunya.
“Aku tak mengira bahwa penghalang juga bisa digunakan untuk menyerang.”
Orihime menangkap satu per satu sisik itu dalam penghalang kecil dan menghentikan gerakannya.
Pertahanan yang mutlak pun mulai menunjukkan celah. Egor tak menyia-nyiakannya dan menyerang.
Sementara itu, Elna di udara menebas sisik-sisik yang menyerangnya. Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Seketika, Elna dikepung oleh banyak sisik. Melihat itu, aku segera memindahkan diri ke sisinya.
“Serahkan yang ini padaku.”
“Eh? Ternyata kamu tahu juga caranya membantu.”
Dengan itu, aku membuka gerbang teleportasi baru. Elna masuk ke dalamnya dan lolos dari kepungan.
Aku sendiri menciptakan banyak bola angin di sekelilingku dan mulai menahan serangan sisik yang datang.
Kura-Kura Roh, yang tak bisa mengabaikanku, tidak dapat memanggil kembali sisik-sisik itu.
Dan di saat pertahanannya melemah, Egor dan Elna menyerangnya.
Jadi, bagaimana ia akan membalasnya?
Bagian 9
Kura-Kura Roh mencoba menyerang balik dengan sisa sisiknya. Namun, tak mungkin dua orang itu bisa dihentikan hanya dengan serangan setengah hati.
Mereka berdua menghindari sisik-sisik yang mendekat dan mendekati wajah Kura-Kura Roh. Sasaran mereka tampaknya adalah mata.
“Haaaahhh!”
“Hmmmph!”
Tusukan penuh kekuatan dari keduanya menghampiri mata Kura-Kura Roh.
Mereka berhasil menembusnya, begitu pikirku sesaat. Namun gerakan mereka mendadak terhenti di udara.
“Gh...!”
“Tch...!”
Keduanya mengerutkan wajah dan berusaha bergerak, tapi tubuh mereka tidak bergeming. Lalu mereka jatuh bebas ke tanah.
Meski berhasil mendarat, mereka tak bisa bergerak dari tempat itu. Seolah tubuh mereka ditimpa beban berat.
“Gravitasi...!!”
Sambil menangkis sisik-sisik yang mengarah padaku, aku menyadari kemampuan Kura-Kura Roh.
Kemampuan yang sama mungkin digunakan untuk mengendalikan sisik-sisik ini. Jika memang kekuatan gravitasi, maka serangan ke arah bawah akan sangat mematikan.
Sisik-sisik di sekelilingku mulai bergerak menuju wajah Kura-Kura Roh.
Sisik-sisik itu lalu berkumpul dan membentuk dua tombak raksasa.
Kedua tombak itu lalu meluncur tajam menuju mereka berdua.
“Jangan terlalu percaya diri!”
Aku membuka gerbang teleportasi di dekat Elna dan menggunakan rantai kutukan untuk membelenggu tombak dari sisik itu.
Tombak-tombak yang meluncur tajam pun terhenti oleh rantai tersebut, dan Elna berhasil melarikan diri melalui gerbang teleportasi dari pengaruh gravitasi.
Di sisi lain, Orihime menahan tombak yang menyerang Egor dengan penghalang miliknya. Seperti Elna, Egor pun berhasil bebas.
Dengan begitu, kini aku yang berada di posisi paling berbahaya.
Segera kulepaskan rantai kutukan dan menjauh darinya, lalu mengirim ketiga orang lainnya ke posisiku.
“Nampaknya ia memiliki kemampuan yang sangat menyulitkan.”
“Aduh, benar-benar mengejutkan. Tapi syukurlah, karena kejutan itu nyeri pundakku yang bertahun-tahun sembuh seketika.”
Egor tertawa terbahak-bahak saat berkata begitu.
Sungguh, tubuh seperti apa yang bisa sembuh dari nyeri bahu hanya karena terkejut?
Aku menoleh ke arah Elna. Dia menatap tajam ke arah Kura-Kura Roh tanpa menyembunyikan rasa frustrasinya.
“Berani-beraninya membantingku ke tanah... Sungguh hina!”
“Senang mendengarnya. Itu berarti semangatmu belum padam.”
“Tentu saja belum! Akan kupotong dia sampai hancur!”
“Ngomong doang memang mudah, tapi melakukannya tidak semudah itu. Dengan kekuatan sebesar itu, mendekat pun sulit, bukan?”
Orihime mengajukan pertanyaan, bukan sebagai ejekan.
Karena maju tanpa strategi, emosi saja tidak akan cukup.
Dan memang benar begitu. Kalau emosi bisa menyelesaikan semuanya, mereka sudah menang sejak tadi.
“Kalau kita gunakan cara yang sama, hasilnya pasti juga akan sama. Kita harus mengganti metode serangan.”
“Jadi, apa rencanamu?”
“Menyerang titik lemah dari jarak dekat tidak akan menembus pertahanannya. Maka kita harus menyerangnya dari luar.”
Sebenarnya itu adalah pilihan yang ingin kuhindari, tapi tampaknya kami tidak punya pilihan lain untuk menghancurkan pertahanannya.
Kalau kami semua melancarkan serangan habis-habisan, tanah di sekitar sini pasti akan berubah bentuk. Tapi sekarang bukan saatnya mempertimbangkan dampak lingkungan.
Jika kami tidak menghentikannya di sini, kota-kota di utara akan terkena dampaknya.
Namun.
“Meski begitu, sebaiknya kita fokus bertahan dulu.”
Mungkin Kura-Kura Roh melihat ini sebagai peluang untuk menghancurkan kami.
Sisik-sisik yang tadi berkumpul kini kembali terurai dan tersebar mengelilinginya.
Apa yang dia rencanakan kali ini?
“Apa pun yang datang, aku akan menahannya!”
“Kalau begitu sangat membantu. Aku ingin menyimpan tenagaku untuk serangan terakhir.”
“Aku setuju. Pertahanan akan kuberikan padamu. Itulah satu-satunya kelebihanmu.”
“Jangan bilang satu-satunya! Aku punya banyak kelebihan lainnya!”
“Oh ya? Kalau begitu sebutkan satu-dua sebagai contoh.”
“Terima kasih sudah bertanya! Yang pertama, telingaku ini sangat imut! Kedua, ekorku juga imut! Ketiga, aku sendiri sangat imut!”
“Itu semua cuma penampilan luar! Tidak berguna saat ini!”
“Yang keempat, dadaku besar untuk usiaku! Jauh lebih besar darimu!”
“Apa katamu!?”
Sungguh...
Apa mereka tidak sadar kalau serangan musuh bisa dimulai kapan saja?
Kurasa mereka akan tetap bercanda seperti ini bahkan jika lawannya adalah Raja Iblis.
“Tuan Egor. Katanya pendekar sakti sepertimu bisa menebas apa pun dalam tiga kesempatan. Apa kamu sudah siap menebas sisik itu?”
“Hm. Aku sudah tahu seberapa kerasnya. Sekarang saatnya kubelah seperti kertas tipis.”
Egor menatap ke depan dengan penuh semangat.
Inilah wajah sejati dari Egor yang dikenal sebagai Pendekar Pedang.
Meski kesehariannya terlihat seperti kakek santai, pada dasarnya dia adalah pendekar sejati. Tak mungkin dia menerima begitu saja sesuatu yang mampu menahan tebasannya.
Aku tak yakin orang sepertinya akan membual, dan tampaknya dia benar-benar sudah menemukan celahnya.
Maka dari itu...
“Elna. Bisakah kamu menggunakan pedang suci dengan kekuatan penuhnya?”
“Apa maksudmu? Tentu saja bisa!”
“Maksudku, apa kamu bisa membangkitkan kekuatan sejatinya?”
“...Kamu cukup tahu soal pedang suci, ya?”
“Aku mempelajarinya saat belajar sihir kuno. Itu pedang yang digunakan untuk mengalahkan Raja Iblis. Tak mungkin kekuatannya hanya segini.”
“Benar. Pedang suci memiliki beberapa segel. Jika kubuka, kekuatannya akan meningkat drastis. Tapi... Tanah di sini mungkin takkan sama lagi setelah itu.”
“Itulah yang juga kupikirkan. Tapi kita tak bisa membiarkan Kura-Kura Roh bebas begitu saja. Bersiaplah.”
Mendengar perkataanku, Elna memejamkan mata sejenak, lalu mengangguk pelan.
Jika Elna menggunakan kekuatan sejati pedang suci, kerusakan besar pasti tak terhindarkan. Namun jika Kura-Kura Roh dibiarkan, dampaknya bisa lebih parah.
Saat aku memikirkan itu, ia membuka mulutnya. Mungkin itu napas serangannya yang pertama.
Kami semua bersiap, namun Kura-Kura Roh tak segera meluncurkan napasnya.
Sebaliknya, ia mengumpulkan energi hingga batasnya, lalu melepaskannya ke langit.
“Mmmh!! Jangan bilang di usia dua ratus tahun aku sudah pikun!?”
“Tidak mungkin! Itu akan jatuh ke sini!”
Seperti yang Elna katakan, napas yang ditembakkan ke langit menyebar menjadi ratusan bola hitam yang jatuh dari langit.
Seperti hujan meteor.
Lebih buruk lagi, sisik-sisiknya berubah menjadi perisai yang memantulkan bola-bola itu, menciptakan lintasan yang tak terduga.
Seperti cermin pemantul cahaya, perisai-perisai itu mengarahkan bola hitam ke arah kami.
“Ini gawat! Tak akan bisa kutahan dari semua arah!”
“Itulah tujuannya! Sebisa mungkin hindari semuanya!”
Aku memberi instruksi sambil bergerak.
Meskipun itu napas yang telah menyebar, tetap saja itu serangan Kura-Kura Roh. Orihime pun tidak akan mampu menahan semuanya jika kekuatannya tersebar ke segala arah.
Orihime dan Egor terbang ke kiri. Aku dan Elna ke kanan, menghindari bola-bola hitam.
Namun serangannya tidak berhenti sampai di situ. Bola kedua dan ketiga terus mengejar kami.
Saat aku hendak membawa Elna pergi dengan teleportasi, kudapati pandangannya terpaku pada satu titik.
Ketika aku mengikuti arah pandangnya...
Elna sudah berlari sekuat tenaga.
“Jangan bilang...!”
Di arah yang dia tuju, ada dua anak kecil.
Seorang bocah lelaki dan perempuan. Sepertinya mereka terpisah dari orang tuanya.
Mereka hanya bisa menatap langit dengan wajah kosong.
Dengan kekuatan serangan Kura-Kura Roh, bahkan hanya efek sampingnya saja bisa membuat mereka terlempar jauh.
Itulah sebabnya Elna berlari, untuk melindungi mereka.
Namun dalam situasi seperti ini, tindakan itu adalah celah yang sangat fatal.
“Tunggu! Elna!”
Teriakanku terhalang bola-bola hitam yang menghujani dari langit.
Kuseret teleportasi secepat mungkin, tapi Elna tetap menerobos bahaya dengan tekad bulat.
Bola hitam lainnya mengarah langsung ke tempat anak-anak itu.
Apakah Elna akan sempat atau tidak, itu benar-benar pertarungan detik terakhir.
Dan Elna pun pasti tahu itu.
Namun meski begitu, dia berhasil menyelip ke depan anak-anak dan menangkis bola hitam yang mengarah ke mereka.
“Haaahhh!!”
Namun karena itu, gerakannya pun terhenti.
Dan lawannya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Beberapa bola hitam langsung mengarah padanya, dan Elna tak sempat menangkis semuanya. Tubuhnya terkena hantaman langsung dan terlempar jauh oleh ledakan dahsyat.
Bagian 10
Melihat Elna terhempas jauh, sejenak pikiranku menjadi kosong.
Aku langsung mengalihkan pandangan ke arah Kura-Kura Roh.
“Apa yang kamu lakukan pada temanku...!?”
Aku bergumam pelan, dan mulai menghimpun sihir di kedua tanganku, bersiap untuk melancarkan sihir tingkat tinggi.
Namun, Orihime menghentikanku.
“Apa yang kamu lakukan!? Segera pindahkan mereka!!”
Mendengar suaranya, aku mengarahkan pandanganku ke tempat di mana kedua anak itu sebelumnya berada.
Di sana, dalam sebuah penghalang yang mungkin dipasang Orihime secara refleks, kedua anak itu menangis.
Melihat itu, pikiranku perlahan menjadi lebih tenang.
Anak-anak itu adalah orang-orang yang dengan segenap tekadnya telah dilindungi oleh Elna. Karena Elna yang melindungi mereka, penghalang Orihime bisa dipasang tepat waktu.
Aku tidak boleh membiarkan pengorbanan itu sia-sia.
“Tch!”
Aku berpindah dengan teleportasi ke sisi anak-anak itu.
Gadis kecil yang tampak berani kini menangis tersedu-sedu menyaksikan kekacauan ini. Anak laki-laki di sampingnya mencoba sekuat tenaga menenangkannya.
“Tentara itu... Bilang kalau kita ke sini kita akan selamat...”
“J-Jangan menangis... Kita akan baik-baik saja...”
Entah mengapa pemandangan itu mengingatkanku pada diriku dan Elna di masa lalu.
Biasanya akulah yang selalu menangis, tapi ketika Elna menangis, aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.
Karena saat itu, aku merasa akulah yang harus melindunginya.
“Sekarang kalian aman.”
Aku menaruh tangan di atas kepala mereka dengan lembut, lalu membuka gerbang teleportasi.
Tujuannya adalah kota tempat Leo dan yang lainnya telah dievakuasi.
“Setelah keluar dari sini, teruslah berteriak ‘Pangeran Leonard’. Maka kalian pasti akan ditolong.”
Gadis kecil itu hanya bisa menangis, tak sanggup menjawab.
Jadi aku menatap anak laki-laki itu.
“Bisa kamu lakukan itu? Kamu yang akan menjaganya.”
“...Ya!”
Anak itu menggenggam tangan gadis kecil itu dan masuk ke dalam gerbang teleportasi.
Dengan itu, satu kekhawatiran telah terangkat dari pundakku.
Setelah melepas kepergian mereka, aku kembali berpindah dengan teleportasi menuju tempat Elna terhempas.
“Elna...!”
Aku memanggil namanya dan segera berlari menghampirinya.
Elna tergeletak lemah, tidak sadarkan diri.
Namun, bahkan dalam kondisi itu pun, dia tetap menggenggam erat pedang sucinya, sikap yang layak dihormati.
Tak tampak luka besar, tapi selama dia tak sadarkan diri, dia tak bisa bertarung.
Saat aku mencoba membawanya pergi dari medan pertempuran, aku tertekan oleh kekuatan gravitasi dan nyaris terhimpit.
“Tch!”
Sambil menggerutu, aku cepat-cepat membangun penghalang di sekitar Elna.
Sepertinya Kura-Kura Roh menganggap ini sebagai kesempatan. Tentu saja.
Kesempatan seperti ini takkan datang dua kali.
Aku pun membangun penghalang di sekeliling diriku sendiri untuk mengurangi efek gravitasi, lalu memandang ke arahnya.
Ia menghadap ke sini, dengan mulut terbuka lebar.
“Kamu akan menghabisi kami napas kekuatan penuh...?”
Benar-benar monster peringkat SS.
Ia tahu benar kapan harus menyerang.
Namun, sebagai monster, ada hal yang tidak ia pahami.
“Baiklah... Aku terima tantanganmu...!!”
Manusia terkadang bertindak di luar logika.
Menghadapi serangan langsung seperti ini jelas merugikan.
Melarikan diri adalah langkah yang lebih bijak, aku pun tahu itu.
Tapi...
“Kamu akan membayar mahal untuk ini, Kura-Kura Roh! Aku tidak akan tinggal diam setelah dilukai, aku selalu membalas dua kali lipat!”
Elna adalah sahabatku yang sangat berharga.
Dulu, saat aku belum bisa menggunakan sihir kuno, dia selalu melindungiku. Berkali-kali aku selamat karena Elna.
Aku menjadi seperti sekarang karena dia.
Elna adalah sosok yang sangat berarti bagiku.
Dan kamu telah menyakitinya. Bahkan saat dia melindungi anak-anak.
Menyebutmu pengecut mungkin tak pantas karena kamu hanya seekor monster. Tapi kamu menyerang Elna dalam keadaan tak siap, dan melukainya. Itu tak akan pernah kumaafkan.
Meski dia dalam kondisi tidak sempurna, aku tahu harga dirinya pasti sangat terluka.
Elna selalu kuat, selalu percaya diri.
Siapa pun yang merusak citra itu, takkan kuampuni.
“Akulah yang memahami hukum perak,
“Akulah yang terpilih oleh perak sejati.”
Aku menggumamkan mantra Sihir Perak Pemusnah, dan membentangkan kedua tangan, melepaskan kekuatan sihir.
Aku akan melenyapkan napas itu sepenuhnya.
“Petir perak muncul dari langit,
“Melesat membakar bumi hingga musnah.”
Melihatku mulai melancarkan serangan balik, Kura-Kura Roh mulai mengumpulkan napasnya untuk menahanku.
Tatapannya seakan berkata, “Jangan sombong, manusia.” Tapi dari sisiku, justru aku ingin berkata, “Jangan sombong, kura-kura!”
“Panas dari petir perak adalah lambang kekuasaan ilahi,
“Gemuruhnya adalah gema firman Ilahi.”
Lingkaran sihir raksasa muncul di tanganku, dan petir perak mulai menyambar-nyambar dengan suara menggelegar.
Sementara itu, napas Kura-Kura Roh mulai menunjukkan gelombang hitam yang lebih pekat dan kuat dari sebelumnya.
Kali ini dia akan melepaskan napas yang berbeda dari sebelumnya.
Itu karena dia benar-benar menganggap kami berbahaya.
Bagus.
“Petir pemusnah dari langit terang,
“Kilat tajam dari langit kelam,
“Wahai petir perak, bergemuruhlah di tanganku,
“Dan tunjukkanlah kehendak langit perak...”
Lingkaran sihirnya membesar, dan petir perak memperlihatkan wujud penuhnya.
Aku menyatukan keduanya di tanganku dan melantangkan nama sihir terakhir.
“Silvery Lightning!”
Petir perak raksasa meluncur ke arah Kura-Kura Roh. Di saat bersamaan, dari mulutnya, bola hitam napasnya ditembakkan.
Keduanya bertabrakan di tengah, memancarkan cahaya hitam dan perak yang sanggup mengubah bentuk medan sekitarnya.
“Ugh...!”
Namun, tampaknya aku agak kewalahan.
Sihir Perak Pemusnah memerlukan waktu yang cukup untuk mengumpulkan kekuatan agar bisa mencapai potensi penuhnya.
Silvery Lightning ini hanya mencapai sekitar 80 persen kekuatan aslinya. Tak dapat dipungkiri, kekuatannya masih kurang.
Namun aku tetap mengerahkan seluruh sihirku untuk melawan napas Kura-Kura Roh.
Mungkin karena dianggap menyusahkan, ia memperkuat gravitasi yang diarahkan padaku dan Elna.
Merasa tubuhku semakin berat, aku melepaskan penghalang di sekitarku dan memusatkan kekuatan untuk memperkuat penghalang Elna.
Tubuhku langsung terhimpit, hingga aku tersungkur berlutut.
Namun kesadaranku tetap kugenggam erat. Jika aku pingsan sekarang, Elna akan tersapu napas itu.
Dan legenda Silver yang tak terkalahkan pun akan berakhir.
Kalau kekuatan terbesar Kekaisaran lenyap sekaligus, yang menanti hanyalah neraka.
Ya, di pundakku terpikul masa depan kekaisaran.
Saat memikirkan itu sejenak, aku tertawa kecil.
“Betapa konyol... Masa depan Kekaisaran? Aku tidak peduli...”
Itu bukan jati diriku.
Justru karena aku membenci peran semacam itu, aku memilih menjadi petualang bebas.
Aku hanya akan mempertaruhkan hidupku demi hal-hal yang benar-benar penting bagiku.
Kekaisaran itu penting, tapi bukan yang utama.
Aku kembali berdiri, membangkitkan lututku yang sempat roboh.
Mengingat kembali jati diriku, aku pun memperoleh kembali semangatku.
“Datanglah sebanyak yang kamu mau... Tapi siapa pun yang menyentuh orang-orang di sekitarku, takkan kubiarkan!”
Petir perak yang mulai terdorong perlahan berhasil menekan kembali napas hitam itu.
Petir itu menembus bola hitam, dan mencapai tubuh Kura-Kura Roh.
Namun, karena kekuatannya sudah berkurang, petir itu tak cukup melukainya.
Dia masih berdiri dan menatap ke arah kami tanpa goyah.
Tapi itu adalah sebuah kesalahan.
Dia terlalu fokus padaku dan Elna.
“Tak menyadari aku sudah sedekat ini... Sepertinya kamu benar-benar menganggap Silver sebagai ancaman.”
Di atas cangkangnya, Egor sudah bersiap dengan tongkatnya.
Pedangnya telah dia sarungkan, dan kini dia berdiri dalam posisi seperti seorang pendekar pedang yang siap menghunus.
Dan kemudian...
“Tahu kenapa aku masih disebut Pendekar Pedang?”
Dengan kecepatan luar biasa, Egor menghunus pedangnya dan menebas satu garis pada cangkang Kura-Kura Roh.
“Itu karena tak ada satu pun yang tak bisa kutebas.”
“Graaahahhhhhhh!”
Goresan tajam dan dalam membelah cangkang Kura-Kura Roh, dan darah pun muncrat keluar darinya.
Egor segera mundur dari cangkang yang mengamuk itu. Namun, pertahanan tak tertembus milik Kura-Kura Roh kini telah retak.
Hanya satu dorongan terakhir.
Saat itu, sebuah suara terdengar dari belakangku.
“...Al...?”
Bagian 11
Ketahuan.
Kata itu berputar-putar dalam kepalaku.
Begitu akrabnya suara Elna, hingga aku tahu pasti, itu suara yang takkan pernah dia tujukan kepada Silver.
Bagaimana dia bisa tahu? Dari cara memanggilku? Atau ada alasan lain?
Meski diselimuti keraguan, aku mantapkan hati dan perlahan menoleh ke belakang. Sekalipun sudah ketahuan, aku akan tetap berpura-pura. Aku akan bertahan, sebisa mungkin menutupinya dengan kebohongan.
Namun, niat bulat itu langsung lenyap.
Yang kulihat saat berbalik adalah Elna berdiri di sana. Tapi tatapannya kosong, seolah tidak fokus.
“Aku tidak apa-apa... Tidak perlu cemas... Aku tidak akan kalah...”
Mungkin kesadarannya sudah mulai kabur.
Dia pasti mengira aku berada di sana, meski kenyataannya tidak.
Kepada diriku yang hanya ada dalam khayalannya itu, Elna pun melanjutkan perkataannya.
“Aku akan... Melindungimu Al, sekarang...”
Dengan langkah sempoyongan, Elna mengangkat pedang suci dan bersiap.
Melihat sosok dan ucapannya itu, aku hampir saja menyebut namanya.
Hampir saja kulepas topeng ini, dan kukatakan bahwa aku di sini. Bahwa aku adalah Silver, dan Elna tak perlu lagi bertarung. Sudah cukup.
Namun itu tidak adil.
Kesatriaku yang telah menunjukkan tekad sampai sejauh ini, tidak akan meminta sesuatu yang setengah hati.
Sekali diputuskan, harus ditegakkan sampai akhir. Sebas pernah berkata, begitulah makna menjalani prinsip hidup.
Kini aku akhirnya memahami makna dari kata-kata itu.
Aku sedang berbohong pada seseorang yang telah begitu memikirkanku. Mengungkapkan kebenaran hanya demi perasaanku sendiri adalah penghinaan.
Tindakan sepihak seperti itu tidak bisa kuizinkan pada diriku sendiri.
“Tak kusangka. Jadi kamu bertarung demi si Pangeran Sisa itu?”
Dengan suara lugas khas Silver, aku melontarkan pertanyaan pada Elna.
Elna menatapku dengan pandangan kosong, namun lambat laun matanya mulai fokus.
Dan begitu dia menyadari aku adalah Silver, wajahnya langsung mengernyit kesal.
“...Sungguh memalukan... Aku sempat melihatmu sebagai Al...”
“Yang merasa dipermalukan seharusnya aku. Jangan samakan aku dengan si pangeran setengah jadi itu.”
“Kamu ini... Bukannya aku sudah bilang untuk tidak mengucapkan kata itu di depanku...?”
Sambil berbicara, Elna memegangi sisi kanan perutnya dengan tangan kiri.
Mungkin dia tidak sedang marah seperti biasanya, melainkan memang tak mampu melakukannya.
“Mulutmu masih lancar padahal tulang rusukmu retak.”
“...Bisa tidak berhenti berlagak seperti tahu segalanya? Rasanya aku ingin menebasmu dengan pedang suci ini.”
“Itu menakutkan. Bahkan aku pun tak bisa menghentikan serangan pedang suci.”
Sambil mengangkat bahu, aku mengalihkan pandangan ke Kura-Kura Roh.
Kura-Kura Roh, yang cangkangnya telah ditebas dalam-dalam, kini mengarahkan semua sisiknya pada Egor.
Akibatnya, sisi tempat kami berdiri dibiarkan tanpa penjagaan.
Kini peran umpan dan penyerang utama telah tertukar.
Elna pasti juga menyadarinya. Tapi dia tidak bergerak.
Jika hanya satu tulang rusuk yang patah, dia pasti masih bisa bertarung. Mungkin beberapa tulang rusuknya patah dan organ dalamnya juga terluka.
Aku sempat khawatir, namun Elna perlahan membuka mulut.
“Sebelum aku pingsan... Aku mendengar suara Al...”
“Mungkin kamu hanya melihat kilas balik hidupmu?”
“Kamu pasti tidak populer dengan gadis, ya...? Tapi aku yakin Al sedang mengkhawatirkanku. Aku bisa merasakannya.”
“Itu bukan gayamu. Terlalu berperasaan.”
“Kamu menyebalkan, sungguh... Aku tahu karena kami sudah lama bersama. Al itu orang yang gampang khawatir. Dia pasti cemas saat ini juga. Jadi aku harus menyelesaikan ini secepatnya... Sebelum Al melakukan hal bodoh, aku harus menyelesaikan masalah ini. Itu tugasku.”
Sambil mengatakan itu, Elna perlahan mengangkat pedang suci dengan kedua tangan.
Wajahnya menyeringai kesakitan sesaat, namun setelah beberapa kali menarik napas dalam-dalam dan menstabilkan diri, dia menatap tajam ke arah Kura-Kura Roh.
Kesadarannya kini telah masuk ke mode bertarung, mungkin rasa sakitnya pun berhasil dia tekan sementara.
“Itulah maksudku. Silver, bantu aku.”
“Maksudmu apa sebenarnya? Tidak ada alasan bagiku untuk membantu urusan pribadimu, bukan?”
“Kamu sudah bilang dirinya adalah pangeran tak berguna, kan? Kalau kamu membantuku, aku akan memaafkanmu.”
“Perempuan mengerikan. Padahal aku hanya mengatakannya untuk memotivasimu.”
“Dan kamu berhasil memotivasiku. Untuk itu saja, aku berterima kasih.”
“Tapi itu tak terdengar seperti ungkapan terima kasih. Lagipula, kamu tahu kan aku sampai memaksakan diri untuk melindungi tubuhmu yang pingsan tadi?”
Itu bukan bohong. Aku benar-benar bertarung satu lawan satu dengan Kura-Kura Roh demi melindungi Elna.
Meski sihirku belum habis, melancarkan sihir besar itu tetap berat. Setidaknya butuh waktu lama.
Namun Elna, mengabaikan keadaanku, langsung berkata, “Tak usah banyak alasan. Kamu pasti masih punya senjata rahasia, kan? Keluarkan sekarang.”
“Aduh... Bukannya seharusnya kamu yang menghabisinya sendiri? Kalau aku ikut campur, hutang ini akan mahal, kamu tahu?”
“Jangan bercanda. Hutangku lebih besar daripada hutangmu.”
Setelah pertukaran singkat itu, aku perlahan mengangkat satu tangan ke atas.
Seperti yang Elna katakan, aku memang punya senjata rahasia. Aku sudah menyiapkannya sebagai cadangan kalau Elna tidak bangun. Tapi aku tak menyangka akan menggunakannya saat dia sudah sadar.
Elna pasti berniat melenyapkan Kura-Kura Roh sepenuhnya di sini.
“Akulah yang memahami hukum perak,
“Akulah yang terpilih oleh perak sejati.”
Sihir Perak Pemusnah adalah sihir kuno yang unik.
Sihir ini punya ciri-ciri seperti perak yang berkilauan, dan mengubah semua energi sihir menjadi atribut perak yang bersinar.
“Perak ilahi yang memenuhi langit biru,
“Perak murni yang terserak di hamparan hijau.”
Energi perak dari sihir ini tetap tersebar di sekitar medan perang setelah penggunaannya.
Karena berubah menjadi atribut yang sangat spesifik, sihir itu tak bisa digunakan lagi oleh sembarang cara. Tapi.
“Kadang ia melesat laksana kilat,
“Kadang ia menjadi cahaya yang menerangi malam kelam.”
Dengan Sihir Perak Pemusnah yang sama, energi perak itu bisa dikumpulkan. Namun tidak semua sihir bisa melakukannya.
Harus sihir khusus yang mengumpulkan kekuatan dari medan sekitar.
Itulah senjata rahasiaku.
“Perak surgawi yang mulia,
“Perak putih yang tak bernoda.”
Sihir Perak Pemusnah yang mengumpulkan energi perak yang tersebar di medan perang dan membentuknya menjadi sebuah pedang.
“Wahai perak sejati, berkumpullah di tanganku,
“Dan musnahkanlah musuh di hadapanku—”
Energi perak dari sekeliling berkumpul di tanganku dan membentuk satu pedang.
Pedang itu memancarkan cahaya perak yang menyilaukan, dengan kekuatan besar yang terkumpul di dalamnya. Kekuatan itu dipengaruhi oleh seberapa kuat Sihir Perak Pemusnah sebelumnya.
Karena sihir Silvery Lightning sebelumnya hanya digunakan dengan 80 persen kekuatan, maka pedang ini pun belum mencapai kekuatan penuhnya.
Meski begitu, untuk menghabisi Kura-Kura Roh, kekuatannya sudah cukup. Ini adalah jenis sihir yang jarang dalam Sihir Perak Pemusnah, yang berfokus pada satu area serangan. Dalam hal daya rusak, Sihir Pemusnah Perak ini tak tertandingi.
Nama sihir ini adalah...
“Silvery End Saber.”
Pedang Perak Pemusnah. Inilah pedang suciku.
Di sisi lain, pedang suci Elna pun bersinar dengan cahaya yang tak kalah terangnya.
Jika punyaku adalah perak, maka pedang Elna adalah emas.
Saking terangnya pedang suci itu, sulit untuk ditatap langsung, yang berarti ini jelas berbeda dari sebelumnya.
“Dengarkanlah seruanku dan bangkitlah! Wahai pedang bintang yang bersinar dengan kehidupan! Sang Pahlawan kini membutuhkan keajaiban!!”
Menanggapi teriakan Elna, cahaya emas menyembur keluar dari pedangnya.
Cahaya itu begitu kuat hingga cahaya perakku pun nyaris tenggelam.
“Pedang Suci Aurora, Pelepasan Kedua...”
Satu segel di pedangnya pasti telah dibuka oleh Elna.
Meski belum dalam bentuk sempurna, ini adalah wujud mendekati pedang suci yang menaklukkan Raja Iblis.
“Sudah siap, Silver?”
“Tentu saja. Sepertinya mereka pun sudah siap.”
Aku menatap lebih jauh ke balik Kura-Kura Roh.
Di sana, puluhan lapisan penghalang besar telah dibangun. Jumlahnya terus bertambah.
Orihime pasti menyadari kami akan mengerahkan serangan penuh, jadi dia menyiapkan pertahanan untuk menahan dampaknya. Sungguh bijaksana.
“Dia pikir bisa menahan serangan ini dengan itu? Remeh sekali.”
“Tujuan kita bukan penghalang itu, kan? Kamu mengerti, kan?”
“Tentu saja. Tujuan kita si kura-kura lemah itu.”
Elna menatap lurus ke arah Kura-Kura Roh. Merasa ada bahaya besar, ia mulai masuk ke mode pengerasan super. Tapi sudah terlambat. Begitu kami menyelesaikan persiapan, hasilnya sudah ditentukan.
“Rasakan akibatnya. Ini wilayah Kekaisaran.”
“Negeri tempat sang Pahlawan dan Penyihir Perak berada.”
“Kamu...”
“Kaulah yang...”
“Telah memilih musuh yang salah!”
Bersamaan, aku dan Elna mengayunkan lengan kami. Cahaya dari pedang emas dan perak menghantam Kura-Kura Roh dengan kekuatan luar biasa.
Bagian 12
Arus cahaya perak dan emas meluncur deras menuju Kura-Kura Roh.
Mungkin karena menyadari bahwa pengerasan tubuhnya takkan sempat dilakukan, ia membuka mulutnya dan mencoba menghadang dengan napasnya.
Namun, hembusan napasnya tak mampu menghentikan arus cahaya perak dan emas itu.
Dalam sekejap, arus itu menelan napasnya, dan dengan kekuatan yang sama, langsung melahap tubuh sang monster.
Kura-Kura Roh berusaha bertahan dengan tubuh keras yang menjadi kebanggaannya, tapi dengan cangkang terkuatnya yang telah terluka, bertahan adalah hal yang mustahil.
“Gugyaaaaaahhh!”
Jeritan maut menggema, dan tubuhnya lenyap dalam cahaya.
Seluruh keberadaan Kura-Kura Roh tersapu bersih, ditelan oleh cahaya. Tapi semuanya tidak berakhir di situ.
Arus cahaya perak dan emas yang telah menyatu terus melaju melewati titik itu.
Kali ini, aliran cahaya itu dihadang oleh penghalang-penghalang yang telah disiapkan oleh Orihime. Setiap kali cahaya itu menghantam penghalang, terdengar bunyi benturan yang tumpul menggema ke sekeliling, dan setiap kali satu penghalang hancur, terdengar suara nyaring seperti kaca yang pecah.
Namun, arus cahaya itu perlahan kehilangan momentumnya.
Dan akhirnya...
“Berhenti juga...”
Aku mengembuskan napas lega sembari berbisik.
Tadi aku terlalu bersemangat dan melepaskan serangan penuh bersama Elna, tapi bila salah perhitungan, serangan itu bisa saja menimbulkan kerusakan lebih besar daripada Kura-Kura Roh sendiri. Aku harus berterima kasih pada Orihime.
“Dari dua belas penghalang, cuma bisa menghancurkan sepuluh...?”
“Berhentilah kecewa hanya karena ada yang tidak hancur...”
Sambil menegur Elna yang tampak kaget di sampingku, aku menoleh ke sekeliling.
Kura-Kura Roh telah benar-benar lenyap, dan tidak ada monster lain yang terlihat.
Sepertinya kita bisa menyimpulkan bahwa semuanya sudah selesai.
Saat aku tengah berpikir begitu, Elna perlahan duduk di tempat.
“Ada apa?”
“Aku capek.”
“Kamu juga bisa capek?”
“Kenapa kamu berkata begitu pada gadis lemah tak berdaya?”
“Aku ingin tahu, standar dari dunia mana yang menyebutmu lemah.”
“Tentu saja dari dunia ini. Cepat buka gerbang teleportasi. Aku bahkan malas untuk berjalan.”
“Pahlawan yang manja, rupanya.”
Sambil berdecak pelan, aku membuka gerbang teleportasi menuju arah Orihime. Egor seharusnya juga ada di sana.
Setelah bergabung kembali, kami bisa langsung menyusul ke tempat Leo. Saat aku masih berpikir demikian, Elna dengan cepat masuk ke dalam gerbang teleportasi. Begitu aku menyusulnya, di lokasi tujuan, Orihime sudah berdiri dengan ekspresi penuh kemenangan.
“Hehe!! Kini terbukti bahwa penghalang milik diriku adalah yang terbaik!”
“Kamu teruskan saja bicaramu. Aku tak punya tenaga untuk berdebat denganmu.”
Elna duduk kembali dengan ekspresi kelelahan yang tulus. Melihat reaksinya yang lebih dingin dari perkiraan, Orihime pun tertegun. Dari belakang Orihime, Egor muncul menunjukkan wajahnya.
“Maaf sudah menjadikanmu umpan, Silver.”
“Sama-sama. Tapi kamu memang hebat, Pendekar Pedang. Aku tak menyangka kamu bisa menebas cangkang itu.”
“Dan aku juga tak menyangka kamu melancarkan dua sihir besar secara beruntun. Sesuai rumor yang beredar, Silver.”
Kami saling memuji, sambil menjaga jarak yang sopan.
Sambil menunjukkan sikap dewasa kepada Orihime, Egor perlahan mendekati Elna.
Setelah memberi tahu dengan sopan, dia menyentuhkan tangan ke sisi kanan tubuh Elna.
“Hm. Parah juga ini. Lima tulang rusuk patah. Akan sedikit sakit, ya?”
“Iya...”
Tangan Egor yang menyentuh bagian tubuh Elna hanya bergerak sekejap. Sangat cepat, namun tampaknya dia mengembalikan tulang rusuk yang patah ke tempatnya.
“Setelah ini cukup disembuhkan dengan sihir penyembuh. Silver, kamu mau coba?”
“Sayangnya, sihir penyembuhku sangat boros energi. Dalam kondisi setipis ini, aku tidak mau menggunakannya.”
“Parah banget kamu ini...”
“Andai saja ada satu orang lagi yang terluka parah, mungkin akan kupakai. Tapi kalau cuma kamu saja, ya...”
Sambil bergumam seperti itu, aku membuka gerbang teleportasi menuju kota tempat Leo dan yang lainnya diselamatkan.
Di antara para kesatria yang dibawa Leo, ada beberapa yang tergolong pengawal dekatnya. Mungkin ada yang bisa menggunakan sihir penyembuh juga. Lebih baik menyerahkan penyembuhan Elna pada mereka. Dengan pikiran itu, aku membawa ketiganya menuju kota lewat gerbang teleportasi.
* * *
Setelah kembali ke kota, suasananya menjadi sangat sibuk.
Begitu laporan penaklukan Kura-Kura Roh disampaikan, seluruh kota langsung berubah menjadi hiruk-pikuk perayaan. Di tengah kemeriahan itu, Leo dan para kesatria disibukkan dengan persiapan untuk memulangkan warga yang telah dievakuasi dari Rostock.
“Pangeran Leonard. Maaf mengganggu di saat sibuk, tapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan.”
“Apa itu, Silver?”
Elna memang telah disembukan dengan sihir penyembuh, tapi karena kelelahan yang terlihat masih cukup berat, aku memutuskan untuk membawanya langsung ke ibu kota kekaisaran. Namun, sebelum itu, ada hal yang harus kutanyakan.
“Harusnya ada dua anak kecil yang datang lewat teleportasi. Apa mereka sudah diamankan?”
“Sudah. Mereka sedang tidur di ruangan lain.”
Bukan Leo yang menjawab, melainkan suara lain. Saat aku menoleh, aku melihat Sonia berdiri di sana.
“Kamu... Kalau tidak salah kamu adalah penasihat militer Pangeran Gordon. Yang menyerang Gels.”
“Tidak senang juga diingat karena itu... Lagi pula, aku bukan penasihatnya lagi.”
“Kalau begitu maafkan aku. Jadi, apa yang dikatakan anak-anak itu?”
“...Katanya, karena ada banyak tentara, mereka meminta tolong. Tapi malah disuruh pergi ke arah hutan. Mungkin itu pasukan pengawas yang dipimpin oleh Pangeran Gordon.”
Di sampingku, Leo tampak sejenak diselimuti oleh aura amarah.
Elna pun, meski wajahnya masih terlihat lelah, mengerutkan alisnya.
“Seorang prajurit, yang seharusnya melindungi negara dan rakyatnya, menolak memberikan perlindungan...?”
“Kalau harus menebak, Pangeran Gordon mungkin akan berdalih bahwa karena pasukan yang kupimpin berada di hutan, maka beliau menyuruh mereka bergabung ke sana. Tapi tetap saja, seharusnya beliau mengirim pengawal. Atau kalau prioritasnya melapor ke markas besar, cukup kirim pengantar pesan. Pada akhirnya, beliau hanya ingin meninggalkan medan pertempuran. Begitulah beliau.”
“Kalau lawannya adalah Kura-Kura Roh, pasukan pengawas biasa memang takkan mampu melawannya. Aku tidak bisa bilang aku tak paham keputusannya. Tapi memahami sepenuhnya pun tampaknya mustahil.”
“...Aku tidak bisa menerima ini begitu saja. Keluarga kekaisaran yang meninggalkan rakyat tidak bisa dimaafkan.”
Leo menggumamkan kalimat itu dengan ekspresi tak bisa menahan amarahnya. Memang, tak seharusnya hal ini dibiarkan begitu saja. Namun, betapa pun kerasnya protes yang diajukan, tetap saja keputusan itu hanya akan dianggap sebagai kesalahan penilaian militer.
Apakah saat itu mereka sudah menyadari bahwa Kura-Kura Roh telah mulai bergerak atau belum? Jika ya, maka itu perbuatan yang disengaja. Jika tidak, maka itu murni kesalahan penilaian.
Namun, jika ingin mengklaim bahwa itu perbuatan disengaja, tidak ada bukti untuk membuktikannya.
Keputusan untuk mundur sendiri juga bukan kesalahan. Itu bisa dianggap sebagai keputusan rasional demi menghindari korban yang sia-sia.
Menjatuhkan Gordon karena insiden ini akan sangat sulit. Meskipun bisa memperburuk pandangan Ayahanda terhadapnya, memperbesar masalah hanya untuk tujuan itu membawa lebih banyak kerugian.
“Hmm... Pangeran Leonard. Bolehkah aku menangani masalah ini?”
“...Apa yang ingin kamu lakukan?”
“Tidak banyak. Hanya sedikit keisengan saja. Tapi aku perlu bantuan kakakmu. Tak masalah?”
“Kalau kakakku setuju, lakukan saja.”
“Kalau begitu, biarkan aku yang menanganinya. Tenang saja. Aku hanya akan mengajukan protes sebagai seorang petualang.”
Setelah berkata demikian, aku membawa Elna dan masuk ke gerbang teleportasi, lalu berpindah ke ibu kota kekaisaran.
* * *
“Selamat datang kembali.”
“Ya.”
Sebas menyambutku ketika aku tiba lewat teleportasi.
Aku melepas pakaian Silver dan duduk di kursi. Elna telah naik kereta dari guild petualang dan kembali ke kediaman Keluarga Pahlawan. Dia terlihat lelah, tapi kalau hanya lelah, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Kali ini benar-benar cukup gawat...”
“Namun kalau akhirnya bisa dilewati dengan selamat, itu adalah hal yang patut disyukuri.”
Sambil berkata demikian, Sebas menuangkan teh.
Kami bertukar beberapa kata, hingga Sebas menyadari sesuatu dan tersenyum tipis.
“Sepertinya kehadiran saya akan mengganggu. Mohon maaf, saya permisi.”
“Hah?”
Tiba-tiba saja, Sebas menghilang dari hadapanku.
Apa maksudnya mengganggu...
Saat aku sedang memikirkan hal itu, pintu terbuka tanpa ketukan. Yang muncul di sana adalah Elna.
“Elna? Ada apa?”
“Aku capek, jadi aku datang untuk bertemu denganmu, Al.”
“Kalau capek, tidur saja di rumah... Tapi kalau kamu sudah kembali, berarti semuanya sudah beres, ya?”
“Ya. Kura-kura itu sudah dikalahkan. Karena aku capek, jadi aku kembali bersama Silver.”
Elna duduk di sofa. Lalu dengan wajah sedikit cemberut, dia menepuk-nepuk sisi sofa di sebelahnya.
“Ada apa?”
“Sini.”
Nada bicaranya tak memberi ruang untuk menolak, jadi aku tak punya pilihan selain duduk di sampingnya.
Begitu aku duduk, Elna perlahan merebahkan tubuhnya, menjadikan pangkuanku sebagai bantal.
“Heh?”
“Aku sudah bilang, kan? Aku capek. Dirundung kura-kura itu.”
“Jangan-jangan, maksudmu malah kamu yang merundungnya?”
“Kurang ajar... Aku sudah berjuang keras, jangan ngomong gitu dong...”
Sambil berkata begitu, Elna manyun dengan manja.
Melihat itu, aku menghela napas dan meletakkan tanganku di atas kepalanya.
“Istirahat di rumah pasti lebih nyaman daripada di sini, tahu?”
“Kalau aku pulang ke rumah, semua orang pasti khawatir dan mengerubungiku, jadi aku malah nggak bisa istirahat. Di sini aku bisa tenang.”
“Begitu ya. Ya sudah, terserah.”
“Iya, memang terserahku.”
Setelah berkata begitu, Elna langsung memejamkan mata, bersiap untuk tidur. Perubahan sikapnya benar-benar cepat. Yah, dia seorang kesatria. Pasti harus istirahat saat ada kesempatan.
Kurasa dia memang berniat langsung tidur begitu saja, jadi aku mulai mengelus lembut kepala Elna.
Dia sudah berjuang keras sebagai seorang kesatria. Mendengarkan satu keinginannya bukan masalah.
“Kerja bagus. Kamu sudah berusaha keras.”
“Iya... Aku memang sudah berusaha keras...”
Sambil mengucapkan kata-kata itu, Elna menutup mata dengan tenang, dan segera saja mulai tertidur dengan napas yang teratur.
Wajah tidurnya terlihat sangat damai.
Previous Chapter | Next Chapter
Post a Comment