Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Bab 1: Persekutuan Camar Putih
Bagian 1
“Tak kusangka kamu masih di sini.”
Beberapa hari telah berlalu sejak aku membawa pulang Elna kembali ke ibu kota kekaisaran. Kini, aku, sebagai Silver, telah kembali ke kota tempat pengungsian.
Leo dan yang lainnya sedang keluar, mengawal para warga yang mengungsi, namun Egor masih tinggal di kota ini.
“Jangan bicara begitu. Aku ini sudah tua. Kalau bertarung habis-habisan, aku lelah juga.”
“Begitu, ya.”
Meski begitu, aku tidak sepenuhnya menerima ucapannya mentah-mentah.
Dia adalah petualang peringkat SS tertua yang pernah ada, dan sudah melintasi seluruh benua. Untuk seseorang sepertinya, bertahan lama di satu tempat hanya karena lelah adalah hal yang tidak biasa.
“Ngomong-ngomong, si Putri Pertapa itu tampaknya marah, loh. ‘Bagaimana bisa meninggalkanku begitu saja’, katanya.”
“Ah, benar juga. Aku benar-benar lupa tentang itu.”
“Secara formal, dia adalah klienmu, jadi seharusnya kamu juga membawanya. Kalau tidak, nanti bisa merepotkan.”
“Dia memang gadis yang merepotkan dari awal. Kalau jadi sedikit lebih merepotkan pun, tidak masalah.”
Mendengar ucapanku, Egor tertawa dengan wajah yang terlihat senang.
Saat aku dan Egor sedang bercakap-cakap, Sonia muncul di dalam ruangan.
“Kakek, waktunya makan siang.”
“Oh, maafkan aku ya, nona elf.”
Sonia tampak terkejut melihat kehadiranku, namun segera menunjukkan sikap biasa dan mulai menata makanan Egor di atas meja.
Lalu, mungkin merasa dirinya hanya akan mengganggu, dia menundukkan kepala tanpa berkata apa pun dan keluar dari ruangan.
“Jangan-jangan, kamu tinggal di sini karena senang dilayani gadis muda?”
“Itu juga salah satunya.”
“Hmph, kamu tampaknya benar-benar menyukainya. Tak kusangka kamu bisa tinggal demi orang lain.”
Kalau Egor hanyalah seorang kakek mesum yang menyukai gadis muda, maka para petugas guild tidak akan sesulit ini menghadapinya.
Orang tua ini sepertinya memiliki hobi membantu orang lain. Itu sebabnya dia terus mengembara ke seluruh benua. Dan karena itu pula, dia jarang sekali terikat dengan orang tertentu.
Namun kini, Egor tetap berada di tempat ini demi Sonia. Kalau Clyde yang ada di sini sekarang, dia pasti akan mencoba merekrut Sonia ke dalam guild.
“Menolong mereka yang meminta pertolongan adalah tugasku. Tapi... Setelah mengalahkan Kura-Kura Roh, aku merasa gadis itu masih terlihat seperti sedang meminta bantuan...”
“Apa masalahnya?”
“Aku tak menanyakannya. Dan sepertinya dia juga tak berniat menceritakannya.”
Sebagai petualang peringkat SS, kemungkinan Egor bisa membantu Sonia memang sangat tinggi.
Namun Sonia sepertinya tidak ingin melibatkan siapa pun, sehingga memilih untuk diam. Dari itu saja sudah terlihat betapa Sonia telah berubah. Bisa dibilang, dia telah menjadi lebih dewasa dibandingkan saat kami pernah saling berhadapan dulu. Dulu dia sering mengambil posisi abu-abu, mencoba berpihak ke dua sisi sekaligus.
Kini, aku bisa merasakan tekad dalam dirinya untuk menanggung tanggung jawabnya sendiri. Karena itu, aku pun menjelaskan situasi Sonia kepada Egor tanpa bertele-tele.
Mendengarnya, Egor terdiam beberapa saat.
“Apa yang akan kamu lakukan, aku serahkan padamu. Aku ada urusan, jadi pamit dulu.”
Aku berkata begitu, lalu bersiap untuk pergi. Memang aku datang hanya untuk melihat-lihat situasi di sini.
Tujuan utamaku bukanlah tempat ini.
Maka aku bersiap untuk pindah, tapi sebelum itu Egor membuka mulut.
“...Kamu ingin menemui Pangeran Ketiga, bukan?”
“Benar. Sebagai petualang yang melindungi rakyat, aku tak bisa mengabaikan insiden kali ini. Aku akan mengancamnya sedikit sebagai bentuk peringatan.”
“Begitu ya... Silver, kamu tak ingin berutang budi padaku?”
“Berutang padamu? Apa maksudmu?”
Kesempatan untuk bisa berutang budi kepada Egor, petualang peringkat SS yang bahkan dijuluki Pendekar Pedang Tersesat, bukanlah hal yang sering terjadi.
Karena itu, aku bertanya dengan rasa tertarik.
“Dalam insiden kali ini, aku ingin kamu menolong gadis elf itu.”
“Kalau kamu sendiri ingin menolongnya, kenapa tak bergerak sendiri saja?”
“Aku tidak pandai bernegosiasi. Yang bisa kulakukan hanyalah menebas. Aku tak bisa memikirkan cara yang damai untuk menyelamatkan orang tua angkatnya.”
“Aku juga tidak akan memilih cara yang damai, tahu?”
“Tapi setidaknya kamu akan membawa perkara ini menuju penyelesaian, bukan? Kalau aku yang bertindak, aku hanya akan mencari sandera lalu merebutnya dengan kekuatan. Itu bukan penyelesaian. Aku ingin gadis itu bisa bebas.”
“...Kamu benar-benar menyukainya, ya?”
“Benar, aku menyukainya. Bagaimana denganmu? Bukankah dia gadis yang layak untuk ditolong? Meski orang tuanya dijadikan sandera, dia tetap memilih terjun ke medan maut demi menolong rakyat.”
Egor menatapku lurus-lurus. Dia seolah sedang mengujiku.
Sebagai petualang peringkat SS, Egor pasti akan membantu jika memang telah memutuskan. Kalau aku menolak, dia pasti akan menggunakan kekerasan.
Tentu saja, itu akan membuat situasi perebutan takhta semakin kacau, dan Egor tak akan mendekati kekaisaran lagi. Itu bukan perkembangan yang kuinginkan.
Lagi pula, tindakan Gordon sejatinya hanyalah kesalahan penilaian sebagai seorang militer. Kesalahan yang bisa dianggap kecil dalam skema besar.
Dilihat dari sudut pandang yang luas, dua warga yang tertinggal bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Tapi sebagai petualang, aku tidak bisa menutup mata.
Tak mungkin menjatuhkan Gordon hanya dengan kejadian ini. Bahkan jika aku menggunakan nama besar Silver untuk menekannya, itu hanya akan menjadi bentuk gangguan. Maka lebih baik aku menggunakan kesempatan ini untuk berutang budi pada Egor.
“Haa... Baiklah. Aku akan bernegosiasi dengan Pangeran Ketiga dan menyelamatkan orang tua angkatnya.”
“Oh! Terima kasih banyak!”
“Tapi, setelah terlibat dalam perebutan takhta, keselamatannya tak bisa dijamin. Apa rencanamu untuk gadis itu?”
“Aku akan menyembunyikan orang tua angkatnya di tempat yang aman. Sedangkan gadis elf itu... Kalau dia bersedia, aku ingin menjadikannya asistenku. Aku ini buta arah, kamu tahu.”
“Itu mengejutkan. Setelah ratusan tahun, akhirnya kamu berusaha mengatasi masalah itu?”
“Jangan bicara seperti itu. Aku juga sudah mencoba memperbaikinya berkali-kali. Aku juga pernah menempatkan orang di sisiku. Tapi tak ada satu pun yang sanggup mengikutiku.”
“Memang tidak banyak orang yang bisa mengikutimu.”
Dia adalah seseorang yang mengembara dengan bebas sesuka hati. Bergerak mengikuti nalurinya, mengaku mendengar suara tak jelas, lalu dengan santainya berpindah dari satu ujung benua ke ujung lain.
Mengikutinya pasti sangat melelahkan. Dan dia juga sangat parah dalam hal arah.
Sonia pasti akan kerepotan, tapi berada di dekatnya juga akan membuatnya lebih aman.
“Selain itu, kalau gadis elf itu selalu berada di sisiku, hubungan antara dwarf dan elf mungkin akan membaik sedikit demi sedikit.”
“Itu hanya harapan yang optimis. Bangsa elf tak mengakui keberadaan setengah elf.”
“Jangan menyamaratakan. Tak semua elf menolak setengah elf. Perlahan-lahan saja. Perubahan yang sedikit demi sedikit sudah cukup.”
Ucapannya memiliki kedalaman yang hanya dimiliki oleh seseorang seperti Egor, yang telah hidup selama berabad-abad.
Dalam hal pengalaman hidup, aku tentu tak sebanding dengannya. Pasti selama menjadi petualang peringkat SS, dia telah menyaksikan banyak hal yang menyedihkan.
Namun Egor tetap memilih untuk terus menolong mereka yang meminta bantuan. Karena dia percaya bahwa hal itu akan membawa dunia ke arah yang lebih baik.
“Sedikit demi sedikit, ya... Itu memang seperti dirimu. Kalau begitu, aku pun akan mempercayainya.”
“Ya, begitu saja. Yang bisa kita lakukan hanyalah membantu dunia agar berubah sedikit demi sedikit.”
Aku mengangguk sekali pada perkataan Egor, lalu melakukan teleportasi.
Tujuanku selanjutnya adalah sebuah benteng di perbatasan utara. Tanah yang dibenci oleh kekaisaran. Dahulu, Putra Mahkota berangkat dari benteng ini dan tewas secara tragis.
Kini, Gordon berada di benteng tersebut sebagai wakil komandan pasukan penjaga perbatasan utara.
Aku pun muncul tepat di depan gerbang benteng itu.
“S-Siapa kamu!?”
“Jubah hitam dan topeng perak!!”
“Tidak mungkin... Dia...”
Para penjaga yang bertugas di gerbang langsung berkumpul dan memperkuat pertahanan. Tapi saat mereka melihatku, semuanya membeku. Wajar saja.
Petualang peringkat SS yang muncul di benteng perbatasan adalah hal yang sangat luar biasa.
“Sampaikan pada Pangeran Gordon. Katakan bahwa Silver datang menemuinya.”
“B-Baik!”
Salah satu penjaga memberi hormat dan segera masuk ke dalam benteng.
Para penjaga yang tersisa mengangkat senjata mereka dan membentuk setengah lingkaran, mengelilingiku. Mungkin itu naluri mereka sebagai prajurit.
Orang sepertiku, yang tidak bisa ditebak apa yang akan dilakukan, pasti membuat mereka tidak tenang tanpa senjata di tangan.
Beberapa saat berlalu, lalu penjaga yang tadi menjadi utusan kembali dengan wajah pucat pasi.
“Huh... Wajahmu pucat sekali.”
“P-Pangeran Gordon... Katanya tidak bisa menemui Anda...”
“Begitukah? Apa alasannya?”
“K-Katanya tidak ada alasan untuk bertemu...”
Dengan suara yang hampir tak terdengar, dia menjawab. Aku meletakkan tanganku di pundaknya.
“Begitu ya. Terima kasih atas usahamu.”
“M-Maafkan saya...”
“Tidak, ini bukan salahmu.”
Setelah berkata demikian, aku perlahan melangkah maju.
Para penjaga, yang mengira aku akan pergi setelah menerima jawaban itu, memandangku dengan terkejut.
Aku berkata kepada mereka dengan suara rendah, “Meski dari pihak kalian tidak ada alasan untuk bertemu, aku sendiri ada alasan tersendiri. Jadi, izinkan aku masuk.”
“B-Berhenti! Sekalipun kamu petualang peringkat SS, memasuki fasilitas militer secara paksa itu... A-Argh...”
Tiba-tiba, para penjaga yang memegang tombak jatuh terduduk, terhantam oleh aura magis mengerikan yang kusebarkan.
Aku melewati mereka dan membuka gerbang.
“Kuharap kalian menganggap ini masih lebih sopan dibanding menyusup masuk lewat teleportasi. Aku hanya masuk secara sopan. Tujuanku hanya bertemu dengan Pangeran Gordon. Aku takkan menyerang siapa pun, atau merusak apa pun. Tapi tentu, jika diserang, aku akan membalas kalian.”
Dengan itu, aku perlahan memasuki benteng. Di kejauhan, seorang prajurit yang mengamati situasi mulai membunyikan lonceng darurat.
“Keadaan darurat! Keadaan darurat! S-Silver telah memasuki benteng!”
Itu adalah kabar paling mengejutkan di benteng perbatasan utara, yang kedua setelah berita kematian tragis sang Putra Mahkota.
Bagian 2
Melihatku memasuki benteng, para penjaga yang tadi terduduk jatuh mencoba bangkit dan menahanku.
Mungkin mereka baru teringat akan tugas mereka sebagai prajurit.
Namun, baru beberapa langkah, mereka kembali terhuyung dan berhenti melangkah.
“Sebaiknya kalian tidak memaksakan diri. Aku telah meningkatkan kepadatan energi sihirku. Bagi mereka yang belum terbiasa, itu akan terasa sangat menyakitkan.”
Energi sihir adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap orang dalam kadar tertentu. Hanya saja, sangat sedikit yang mampu melepaskannya keluar tubuh atau mengaplikasikannya dalam bentuk sihir. Mereka yang langka itulah yang menjadi penyihir, petualang unggul, atau kesatria. Sementara itu, orang biasa hampir tak pernah bersentuhan dengan sihir dalam jumlah besar.
Saat ini, energi sihir yang menyelimuti sekitarku jauh lebih padat dari area mana pun yang dikenal sebagai daerah berenergi tinggi. Bagi yang memiliki pengetahuan sihir mungkin masih mampu bertahan, tapi untuk manusia biasa, berdiri saja sudah menyiksa.
“T-Tunggu... S-Silver...”
Seorang penjaga mencoba merangkak dan meraih kakiku. Semangat yang luar biasa. Tapi meskipun dia bicara, aku tidak punya niat untuk mendengarkan. Sebelum tangannya menyentuhku, aku melangkah menjauh.
Aku melewati gerbang dan tiba di lapangan terbuka. Di depanku, deretan prajurit telah siap, membidikkan busur mereka ke arahku.
“Berhenti! Silver!”
“Kalian sudah dilatih dengan baik rupanya.”
Hanya dalam hitungan menit sejak alarm dibunyikan, puluhan pemanah telah berkumpul.
Pria yang tampaknya adalah komandan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Begitu tangan itu diturunkan, panah akan segera dilepaskan ke arahku. Namun aku tetap melangkah tanpa ragu.
“Ugh! Berhenti, Silver! Ini benteng militer Kekaisaran! Sekalipun kamu petualang peringkat SS, ini bukan tempat di mana kamu bisa bertindak semaumu!”
“Kalau memang tak diizinkan bertindak sewenang-wenang, cobalah hentikan aku. Tenang saja, aku tidak akan membalas seranganmu.”
“Brengsek! Seenaknya saja! Tembak!! Petualang peringkat SS tidak akan mati hanya karena ini!!”
Dengan itu, perintah penembakan diberikan. Puluhan anak panah melesat ke udara menuju diriku. Namun aku terus melangkah tanpa memperdulikannya.
Anak-anak panah itu mendekat, tetapi ketika mencapai jarak tertentu, kecepatannya menurun drastis dan mereka jatuh ke tanah begitu saja.
Suara jatuhnya panah terdengar satu per satu di hadapanku. Melihatnya, aku berkata, “Kalian benar-benar meremehkanku. Apa kalian pikir langkah seorang petualang peringkat SS bisa dihentikan hanya dengan panah?”
“Tch! Sihir, ya? Kepung dia! Gunakan formasi serangan dari semua arah!”
Komandan itu memberikan perintah kepada pasukan tambahan yang baru tiba.
Pasukan itu membentuk formasi melingkar, mengepungku dari segala sisi, lalu atas aba-aba komandan, panah kembali dilepaskan dari berbagai arah.
Namun hasilnya tetap sama. Begitu memasuki jarak tertentu, panah kehilangan tenaga dan jatuh ke tanah.
Sementara itu, terpapar oleh sihirku yang sangat padat, para prajurit mulai tak tahan dan menjatuhkan busur mereka sambil berlutut.
“Jangan sebut ini sihir.”
“A-Ah...”
Aku berjalan mendekati komandan dan menepuk bahunya. Tidak keras, namun pria itu langsung roboh seketika.
Aku pun melangkah lebih dalam ke dalam benteng, ketika dari samping muncul seorang prajurit bertubuh besar, diikuti oleh satu regu yang terdiri dari sekitar sepuluh orang. Di tangan mereka, terdapat senjata yang tak kukenal.
Secara sekilas terlihat seperti crossbow, namun jelas bukan crossbow biasa.
Di bagian bawahnya terpasang tabung silinder, dan di tengahnya tertanam sebuah batu sihir kecil. Sepertinya ini senjata eksperimental milik militer Kekaisaran.
“Jangan bergerak, Silver! Sekalipun kamu bisa menahan panah biasa, ini tidak akan bisa kamu tahan!”
“Aku tidak tahu senjata apa itu, jadi tak bisa kupastikan. Tapi kurasa tetap saja tak akan bisa menembusku.”
“Hah! Ini adalah Prototipe Crossbow Sihir, senjata yang membuktikan keampuhannya bahkan saat menghadapi para monster dalam insiden iblis di Selatan! Rasakan kekuatannya!!”
Atas perintah pria besar yang tampaknya adalah komandan regu, para prajurit di belakangnya mulai menarik pelatuk.
Daya magis dari batu sihir mulai mengaktifkan mekanisme senjata, membuat anak panah terus-menerus ditembakkan selama pelatuk ditahan. Tabung di bawahnya berputar dan terus mengisi ulang proyektil, menghasilkan tembakan beruntun dalam kecepatan luar biasa.
Anak panah itu menghujaniku dengan kecepatan yang tak masuk akal. Namun hasilnya sama seperti sebelumnya, panahnya kehilangan tenaga dan jatuh ke tanah. Hanya saja, kali ini debu tanah ikut terangkat karena kecepatan jatuhnya lebih tinggi.
Bahkan dalam kepulan debu tersebut, mereka tetap tak menghentikan tembakannya.
Sayang sekali. Senjata jenis itu mengonsumsi batu sihir sekali pakai. Mereka pasti menganggapku sebagai target eksperimen yang sempurna, tapi itu pemikiran bodoh.
“Apakah kita berhasil...?”
“...Kalian tampaknya masih kurang belajar. Aku tidak peduli seberapa bangganya kalian terhadap senjata itu, tapi yang mengalahkan iblis di Selatan bukanlah senjata itu atau pasukan yang memakainya, melainkan aku yang mengalahkannya.”
“T-Tak ada luka sedikit pun...!?”
“Monster dan iblis, anak kecil pun tahu mana yang lebih kuat. Dan aku lebih kuat dari iblis itu. Apa kalian benar-benar berpikir bisa membuatku terluka, bahkan sedikit saja?”
“Hi... Hiii...!”
Begitu aku mulai melangkah ke arah mereka, seluruh pasukan itu melemparkan senjata mereka dan mundur ketakutan.
Mereka mungkin telah mengandalkan senjata itu sebagai harapan terakhir. Tapi harapan itu terlalu rapuh.
Saat aku berpikir demikian, terdengar suara derap kuda mendekat.
“Mundur semuanya! Serahkan pada kami!”
“Kavaleri! Habisi dia!!”
Komandan regu berseru seolah baru saja diselamatkan.
Lima orang penunggang kuda mendekat dengan tombak di tangan, menyerbu dengan kecepatan tinggi.
Namun saat aku hanya melirik mereka sejenak, kuda-kuda itu langsung berhenti mendadak. Akibatnya, para penunggangnya terlempar ke udara.
Karena akan merepotkan kalau mereka terluka, aku mengayunkan tangan kanan dan menjebak mereka dalam penghalang.
“Kalau senjata jarak jauh gagal, kalian beralih ke serangan langsung. Sungguh naif. Hewan itu jauh lebih peka dari manusia. Takkan mungkin seekor kuda menyerbu musuh yang tak bisa dikalahkan, kecuali ada kepercayaan yang kuat.”
Aku menurunkan para penunggang kuda yang terapung di udara ke tanah dengan lembut.
Sementara itu, lebih dari seratus prajurit telah mengelilingiku.
Mereka memegang pedang, sepertinya ingin menyerang jarak dekat.
“Hentikan dia bagaimanapun caranya! Jika benteng ini ditembus oleh satu orang saja, maka itu adalah aib terbesar kita!!”
Komandan yang membawa pedang meneriakkan semangat kepada pasukannya. Namun semangat mereka rendah. Wajah mereka jelas menunjukkan bahwa mereka tahu itu mustahil. Mereka memang lebih bijak.
Tapi, sebagai prajurit, mereka tetap harus menjalankan perintah atasan. Maka perintah penyerbuan yang bodoh pun dilontarkan.
“Serbu!!”
Meski enggan, para prajurit itu tetap maju menyerang. Menumbangkan mereka seharusnya mudah. Namun melihat mereka menderita bukanlah sesuatu yang kuinginkan.
Karena itu, aku memusatkan sihir ke kakiku, dan dalam sekejap telah berdiri tepat di depan sang komandan. Gerakannya terhenti, terkejut oleh kemunculanku yang mendadak.
“Hah!?”
“Apa kamu tidak jadi menyerang?”
Aku menatap matanya dari balik topeng.
Seolah ditatap oleh iblis, sang komandan tak mampu bergerak. Dia hanya membeku di tempat.
“Berani-beraninya memberi perintah sembrono seperti itu. Bagaimana kalau kamu sendiri yang memberi contoh?”
“A-Aku... A-Ampun...”
“Aku tidak berniat mencelakakanmu. Aku hanya ingin memberimu peringatan agar lebih bijak dalam memberi perintah. Serangan sembrono hanya akan mengorbankan nyawa. Ingat itu baik-baik.”
Setelah mengatakan itu, aku berjalan melewati sang komandan dan melangkah lebih dalam. Tak ada lagi satu pun prajurit yang mencoba menghalangiku. Semua hanya memandangiku dari kejauhan. Mereka pasti sadar, bahwa jika aku menginginkannya, menghancurkan benteng ini bukan hal yang mustahil bagiku.
Fakta bahwa aku tidak melakukannya berarti aku tidak memiliki niat bermusuhan. Aku hanya ingin bertemu dengan Gordon.
Aku terus berjalan ke bagian terdalam benteng hingga akhirnya tiba di sebuah kastel yang berdiri di pusatnya. Mungkin ini adalah kediaman komandan benteng. Sepertinya Gordon juga ada di sini.
Saat aku memikirkan itu, tiba-tiba seseorang melompat turun dari jendela kastel.
“Uoooooooohhhhh!!”
Dengan teriakan penuh semangat, pria besar itu mengayunkan pedang besarnya. Tebasan dari atas yang diperkuat momentum jatuhnya itu meluncur dengan kecepatan luar biasa. Namun, sama seperti panah-panah sebelumnya, tebasan itu kehilangan tenaganya sebelum sampai padaku dan berhenti begitu saja.
Aku menggeser pedang itu ke samping dengan ringan, lalu berbicara kepada pria itu.
“Sambutan yang cukup tenang, ya? Pangeran Gordon.”
“Petualang rendahan sepertimu...!”
“Meski aku cuma petualang rendahan, aku tetap berterima kasih karena kamu sendiri yang keluar menyambut. Padahal meski tak disambut pun, aku tetap akan datang ke sini.”
Dengan nada sopan tapi menghina, aku berbicara kepada Gordon. Rupanya dia tidak menyukai sikapku itu, karena wajahnya langsung mengerut kesal.
“Datang ke sini, katamu? Tindakanmu itu disebut menerobos paksa!”
“Ya, mungkin bisa dibilang begitu. Tapi salahmu juga karena menolak bertemu denganku. Aku bukan orang bodoh. Seharusnya kamu sudah bisa memperkirakan bahwa aku akan berbuat seperti ini. Aku ini pria yang bahkan bisa menyusup ke Istana Pedang Kaisar, kamu tahu?”
Dengan kata lain, aku menyiratkan bahwa kamu ini benar-benar bodoh jika tak bisa memprediksinya. Setelah berkata begitu, aku mengalihkan pandanganku dari Gordon dan menundukkan kepala ke arah seorang pria tua bertubuh gemuk yang muncul di belakangnya.
“Maaf telah membuat kegaduhan, Jenderal Benteng.”
“Tidak, tidak. Ini justru jadi latihan yang bagus. Para prajurit pun akan semakin waspada setelah ini.”
Orang itu adalah jenderal benteng ini, sekaligus pemimpin pasukan penjaga perbatasan utara.
Namanya Rojos. Dia dikenal sebagai pribadi yang tenang, dan karena kepribadiannya itulah dia dipercaya mengemban tugas menjaga perbatasan utara. Justru karena sifatnya yang bijak itulah Gordon dipercayakan padanya.
“Jadi kamu ingin berbicara dengan Jenderal Gordon, ya? Akan kusiapkan sebuah ruangan.”
“Terima kasih.”
“Jenderal Benteng!”
“Ini adalah akibat dari perbuatanmu sendiri. Kamu harus menyelesaikannya sendiri juga, Jenderal Gordon.”
“Aku tidak melakukan apa-apa!”
“Katakan itu pada Silver.”
Setelah berkata demikian, Rojos mengundangku masuk.
Gordon, meski wajahnya dipenuhi ekspresi tak puas, tidak bisa menolak. Akhirnya, dia pun berjalan masuk ke dalam kastel bersamaku.
* * *
Di salah satu ruangan di dalam kastel, aku dan Gordon saling berhadapan.
Gordon menutup mulutnya rapat-rapat, seakan ingin mengatakan bahwa dia takkan mengucapkan sepatah kata pun.
“Kamu tahu kenapa aku datang ke sini?”
“...Tidak.”
“Hmm. Kalau begitu, akan kujelaskan. Dalam pertempuran melawan Kura-Kura Roh, dua anak kecil tersesat di medan pertempuran. Karena Elna von Armsberg berusaha melindungi mereka, situasi pertempuran sempat berubah menjadi tidak menguntungkan.”
“Dan kamu menyiratkan itu salahku?”
“Berdasarkan cerita anak-anak itu, sebelum mereka sampai ke sana, mereka bertemu dengan pasukan. Dan pasukan itu menyuruh mereka pergi ke hutan.”
“...Itu hanya cerita anak-anak.”
“Kalau begitu, katakan saja begitu kepada Kaisar.”
Dengan sikap yang menunjukkan bahwa pembicaraan telah usai, aku membuka gerbang teleportasi.
Pertempuran melawan Kura-Kura Roh adalah peristiwa besar bagi Kekaisaran. Tindakan apa pun yang menghambat itu tidak akan dimaafkan. Gordon akan kehilangan kepercayaan Kaisar, dan mungkin tidak diizinkan menghadiri upacara-upacara penting yang akan datang.
Artinya, dia akan tetap terpinggirkan di utara. Meski begitu, bukan berarti dia tersingkir dari perebutan takhta.
Namun, dia akan tertinggal jauh. Maka Gordon pun berdiri dan menahanku.
“Tunggu!”
“Bukannya tidak ada lagi yang ingin dibicarakan?”
“...Aku yang ingin bicara. Tolong dengarkan.”
“Baiklah.”
Bagiku, urusanku sudah selesai. Dengan wajah penuh penyesalan, Gordon menarikku kembali ke kursi.
Bagi Gordon, dikirim ke wilayah utara saja sudah cukup menghina, dan memperpanjangnya adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi.
“...Apa yang sebenarnya kamu inginkan?”
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya melaporkan bahwa anak-anak itu memasuki medan perang karena mengikuti perintah pasukan.”
“…Itu adalah pasukan pengintai yang aku pimpin. Memang benar, aku mengatakan kepada anak-anak itu untuk mencari pasukan yang ada di dalam hutan.”
“Oh? Dan kamu melakukannya tanpa memberi mereka pengawalan?”
“...Sebagai prajurit, aku hanya mengutamakan pelaporan ke pasukan utama.”
“Itu bisa diselesaikan hanya dengan mengirim utusan. Kaisar akan mengorek bagian itu habis-habisan, kamu tahu itu?”
“...Tolong jangan sampaikan hal ini kepada Ayahanda.”
Dengan tenang, Gordon menundukkan kepalanya. Aku tak bisa melihat ekspresinya, tapi aku bisa membayangkannya. Suaranya pun bergetar. Ini pasti sangat menghina baginya.
Namun, dosa karena mengabaikan nyawa rakyat tak bisa dihapus hanya dengan menundukkan kepala.
“Aku tidak akan melakukannya secara cuma-cuma.”
“Aku ini sudah menundukkan kepalaku!!”
“Berapa besar nilai kepala jenderal yang diturunkan dari jabatannya?”
Setelah mendengar kata-kata sarkastisku, Gordon berdiri dengan marah dan meraih pedang yang bersandar di dekatnya. Namun aku tetap tenang.
Antara aku dan Gordon, ada perbedaan kekuatan yang mutlak. Jika dia ingin menyelesaikan ini dengan kekerasan, aku tidak keberatan.
“Selalu mengandalkan kekuatan saat berada dalam kesulitan. Karena itulah kamu tertinggal dalam perebutan takhta. Apa kamu sudah lupa bahwa orang di hadapanmu ini adalah petualang peringkat SS?”
“Ugh...!!”
“Begitu kamu menggenggam pedang itu, artinya negosiasi ini gagal. Bagaimana?”
Tangan Gordon yang terulur ke arah pedang bergetar hebat. Dia hendak mengambilnya beberapa kali, namun akhirnya menggigit bibirnya dan menarik tangannya kembali, lalu duduk kembali.
Melihat itu, barulah aku memulai negosiasi.
“Kalau begitu, aku akan menyampaikan permintaanku. Bebaskan orang tua angkat mantan ahli strategimu, dan bersumpahlah untuk tidak lagi terlibat dengannya.”
“...Apa hubunganmu dengan Sonia?”
“Aku tidak ada hubungannya. Tuan Egor yang senang padanya. Karena itu, aku ingin membebaskannya darimu demi membalas budi pada Tuan Egor.”
Mendengar permintaanku, Gordon berpikir sejenak, lalu menyeringai kecil.
Kemudian dia mengambil selembar kertas di dekatnya dan mulai menulis sesuatu.
“Ini lokasi tempat orang tua angkat Sonia ditahan. Lagipula, dia hanya mantan ahli strategi yang tak terpakai. Lakukan saja sesukamu.”
“Begitu, ya.”
Aku menerima kertas itu dan berdiri. Di atasnya tertulis nama tempat yang sangat spesifik. Artinya dia memang ada di sana. Setelah menilai demikian, aku menciptakan kembali gerbang teleportasi dan bersiap untuk melangkah ke dalamnya, namun aku berhenti sejenak, lalu berkata, “Oh ya, ingatlah baik-baik. Kamu sedang berurusan dengan dua orang petualang peringkat SS. Kalau kamu sedang berbohong, pikirkan baik-baik apa yang mungkin terjadi padamu.”
“A-Apa maksudmu...?”
“Jangan bermimpi bodoh bahwa kamu bisa memperdaya kami, menggunakan Sonia sebagai sandera untuk memanfaatkan Egor. Egor jauh lebih kejam dariku, kamu tahu itu?”
Gordon berkeringat deras dan terdiam di tempat. Jadi benar, dia sempat berpikiran picik seperti itu.
Yah, itu sangat mencerminkan Gordon. Dengan pria seperti ini sebagai tuan, strategi Sonia hanya akan terbuang sia-sia.
Gordon menggertakkan giginya, lalu mengambil selembar kertas lagi dan menuliskan nama lokasi baru.
“...Keluarga dari orang tua angkatnya ada di tempat pertama. Sedangkan orang tua angkatnya sendiri ada di sini.”
“Jadi kalian menahan mereka di tempat terpisah. Ya, membagi risiko adalah langkah yang wajar. Tapi bersyukurlah kamu berubah pikiran. Secara harfiah, kamu baru saja menyelamatkan nyawamu. Kamu hampir memulai perang melawan dua petualang peringkat SS. Sekalipun kamu suka perang, itu bukan perang yang ingin kamu hadapi, bukan?”
Gordon hanya menatap meja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Melihat itu, aku mendengus pelan, lalu masuk ke dalam gerbang teleportasi dan meninggalkan tempat itu.
Bagian 3
Setelah kembali ke tempat Egor, aku segera membawa Egor dan Sonia berpindah dengan teleportasi.
Kalau sampai kami berlama-lama, bukan tak mungkin kabar ini akan sampai ke tangan anak buah Gordon.
Tempat pertama yang ditandai Gordon adalah lokasi orang tua dari orang tua angkat Sonia, dengan kata lain, kakek dan nenek tirinya.
Mereka ditahan di sebuah rumah kecil yang terpencil jauh dari pemukiman. Namun tampaknya perlakuan terhadap mereka tidak terlalu buruk. Tak tampak luka yang mencolok, dan kondisi tubuh mereka juga baik-baik saja. Tentu, mereka dijaga, namun Egor telah melumpuhkan semua penjaga itu.
Lalu, dengan alur yang sama, kami berpindah ke tempat di mana orang tua angkat Sonia, sang ahli strategi jenius, ditahan.
Di sana pun terdapat rumah kecil di tempat terpencil. Dan seperti sebelumnya, Egor melumpuhkan sekitar sepuluh orang penjaga dalam sekejap.
“Dengan ini, selesai sudah.”
Mendengar itu, Sonia segera berlari masuk ke dalam rumah.
Aku pun mengikutinya dari belakang.
“Ayah!!”
Begitu menemukan pria berkacamata yang duduk di kursi, Sonia tak kuasa menahan diri dan langsung memeluknya erat.
Melihat Sonia seperti itu, pria berkacamata itu tersenyum kecil dan mengelus kepala Sonia.
“Hai, Sonia. Kamu baik-baik saja?”
“Maafkan aku... Maafkan aku...”
“Kenapa kamu minta maaf? Sebenarnya semua ini salahku. Akulah yang menjadikanmu sebagai pengganti. Maafkan aku, ya.”
Dengan nada yang lembut, ayah angkat Sonia mengatakan itu, lalu mengarahkan pandangannya kepadaku. Pria yang tampak lembut. Bahkan terlihat sedikit lemah. Sama sekali tidak terlihat kuat. Tapi ada aura khas yang dia miliki.
Jadi inilah pria yang dulu dijuluki ahli strategi jenius.
“Sepertinya putriku banyak merepotkanmu. Bahkan orang kampung sepertiku pun tahu siapa kamu hanya dari penampilanmu. Suatu kehormatan bagiku bisa bertemu denganmu, Petualang Peringkat SS, Silver.”
“Aku bukan orang yang merawat putrimu.”
Aku berkata begitu sambil menunjuk Egor yang baru saja masuk ke rumah dengan langkah santai.
Sepertinya dia tak menyadari siapa Egor sebenarnya, tapi dia mungkin bisa merasakan bahwa pria ini bukan orang sembarangan.
Ayah angkat Sonia pun membungkukkan badan dengan tenang dan memperkenalkan diri.
“Aku Kevin Raspade, ayah angkat Sonia. Terima kasih telah menjaga putriku.”
“Ah, tidak, tidak. Aku tak melakukan apa-apa. Semua ini adalah hasil kerja Silver. Aku hanya datang belakangan. Tugas utamaku baru dimulai sekarang. Aku akan menjamin keselamatan kalian semua agar tak lagi terseret dalam intrik politik. Tenanglah. Aku juga seorang petualang peringkat SS, tahu. Namaku Egor. Mungkin lebih mudah dikenali dengan sebutan Pendekar Pedang Tersesat.”
Begitu Egor mengungkapkan identitasnya, mata Kevin sedikit membelalak terkejut.
Mungkin Egor sudah masuk dalam daftar dugaan sebagai seorang petarung dwarf legendaris. Tapi kenyataan bahwa ada dua petualang peringkat SS yang bekerja sama demi Sonia, tentu di luar dugaannya.
Kevin menatap Sonia yang masih memeluknya sambil menangis, lalu bergumam pelan, “Kamu membawa sekutu yang luar biasa. Padahal aku sempat berpikir banyak hal, tapi sepertinya itu semua tidak perlu sekarang.”
“Itu hanya... Kebetulan... Aku hanya membuat semuanya jadi lebih kacau...”
“Tanggung jawabmu adalah tanggung jawabku. Kamu tak perlu menyalahkan dirimu sendiri sejauh itu. Dan satu lagi, dua petualang peringkat SS tidak akan datang menolong hanya karena kebetulan. Di seluruh benua, hanya ada lima orang seperti kalian, bukan?”
“Benar. Putrimu telah menunjukkan bahwa dia layak untuk diselamatkan. Itu sebabnya aku meminta bantuan Silver. Meski aku tak tahu alasan apa yang mendorong Silver untuk membantunya.”
Egor melirik ke arahku.
Tampaknya Egor mencurigai betul bahwa aku mau bekerja sama begitu saja.
“Kalau aku bisa berutang budi pada Egor, itu harga yang murah.”
“Kamu kira aku percaya kamu hanya bergerak karena itu saja?”
Mendengar tudingan tak henti-henti darinya, aku hanya menghela napas. Egor tampaknya yakin aku punya motif lain. Dan memang, aku punya alasan terselubung. Tapi mengatakannya pun takkan mengubah apa pun.
“Bagaimanapun juga, aku tidak bertindak hanya karena keuntunganku sendiri.”
“Perintah dari sekutumu, ya?”
“Bisa dibilang begitu. Dia menyesal bahwa dirinya tak bisa membantu, jadi aku bertindak menggantikannya.”
Ada banyak cara untuk menyelamatkan Sonia saat itu. Tapi itu tidak kulakukan karena tidak ada keuntungan yang sepadan. Begitu aku tahu bahwa Sonia dijadikan sandera, menyelamatkannya bukan hal yang mustahil. Tapi waktu dan tenaga yang dibutuhkan terlalu besar.
Dengan perhitungan dingin seperti itulah, aku sempat membiarkan Sonia dalam bahaya.
Kalau Leo yang tahu, dia pasti akan langsung menolong. Itulah kelebihan Leo, sekaligus kelemahannya.
Aku ada di sini untuk menyeimbangkan hal itu. Karena itu pula, aku tidak bisa bertindak seperti Leo.
“Sebagai seorang ayah, bolehkah aku tahu nama sekutumu itu, Silver?”
“...Sonia Raspade. Menurutmu siapa orang itu?”
“Orang yang menyesal tak bisa menyelamatkanku, yang bekerja sama denganmu...? Mungkinkah Pangeran Leonard?”
“Hampir benar. Tapi bukan dia, melainkan kakaknya.”
“T-Tidak mungkin... A-Al...?”
Sonia menatapku dengan ekspresi terkejut, lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan.
Dari matanya, perlahan air mata kembali menggenang.
“Pangeran Ketujuh, Arnold Lakes Ardler. Itulah nama sekutumu. Dan nama pria yang menyesal karena tak bisa menyelamatkanmu.”
“Kamu berteman dengannya?”
Menanggapi pertanyaan Kevin, Sonia menggelengkan kepala perlahan.
“Kami bukan teman... Aku justru pernah menjadi musuhnya...”
“Tapi tampaknya dia tak menganggapmu demikian. Dia khawatir padamu. Itu sebabnya aku menolongmu. Begitulah cara takdir bekerja.”
“Takdir, ya... Tapi aku tidak pernah melakukan apa-apa untuknya...”
“Mungkin karena kalian mirip. Atau mungkin kalian berdua mewarisi kelembutan hati yang tak sanggup membiarkan orang lain menderita.”
Setelah berkata begitu, aku membalikkan badan. Sisanya bisa kupercayakan pada Egor.
Jika Sonia akan tetap berada di sisi Egor, itu bukan masalah. Di sisinya akan aman, dan mungkin bisa sedikit mengurangi kebiasaan buruk Egor yang buta arah.
Tapi sekalipun tidak, Sonia berhak untuk hidup bersama keluarganya.
Meski memiliki pengetahuan strategi militer, Sonia tetaplah orang biasa. Dia hanyalah korban dari perebutan takhta. Dia tidak punya pilihan selain mengikuti Gordon.
Tak ada yang akan menyalahkannya jika kini dia menikmati kehidupan damai. Dan Egor pasti tahu tempat seperti itu.
“Kalau begitu, aku pergi dulu. Aku masih harus membantu pangeran kembar yang terlalu lembut itu. Kalau tidak, para bajingan seperti Pangeran Ketiga bisa saja naik takhta.”
Setelah mengatakan itu, aku melangkah pergi. Namun Kevin tiba-tiba memanggilku dari belakang.
“Silver. Tunggu sebentar.”
“Ada apa? Kalau kamu ingin menjadi penasihat bagi si pangeran kembar, aku bisa merekomendasikanmu.”
“Sayangnya, aku tak punya keberanian untuk terjun ke dalam perebutan takhta. Tapi tolong sampaikan ini pada para pangeran, ‘Ada yang aneh dengan perebutan takhta kali ini.’”
“...Apa maksudmu?”
Kalimat itu terdengar familiar.
Setelah berpikir sejenak, aku teringat, itu adalah kata-kata yang muncul dalam percakapanku dengan Elna. Bukan ucapan Elna sendiri, melainkan ucapan ayahnya, sang Pahlawan.
Jadi ada orang lain yang berpikiran sama. Dan dia adalah ahli strategi jenius yang terkenal itu.
“...Dalam perebutan takhta sebelumnya, sudah banyak pertumpahan darah yang terjadi. Saudara yang saling membunuh itu memang bagian dari perebutan kekuasaan.”
“Menurutku juga seperti itu. Tapi menurutmu, ada yang berbeda kali ini?”
“Ada laporan bahwa beberapa bangsawan berubah kepribadian setelah terlibat dalam perebutan kekuasaan. Mungkin karena trauma dari pertempuran yang brutal. Tapi kali ini, perubahannya terlalu mencolok.”
“Mencolok?”
“Tiga tahun lalu, setelah Putra Mahkota wafat, perebutan takhta baru dimulai. Dan sejak itu, ketiga kandidat berubah. Putri Zandra menjadi semakin kejam, Pangeran Gordon semakin brutal, dan Pangeran Eric semakin dingin.”
“Jadi menurutmu takhta dan kekuasaan hanya menunjukkan sifat asli mereka?”
“Manusia tidak bisa berubah sedrastis itu. Setidaknya tidak sampai melupakan semua pelajaran masa lalu yang pernah mereka dapat.”
“Apa maksudmu?”
Mendengar pertanyaanku, Kevin menatapku lurus dengan tatapan yang tajam.
Dalam mata Kevin, terpancar ketulusan yang membuat kata-kata berikutnya tampak tanpa kebohongan sedikit pun.
“Mungkin ini sulit dipercaya... Tapi sejauh yang kuketahui tentang Pangeran Gordon, selama beberapa tahun setelah pertempuran perdananya, dia adalah seorang pemimpin yang mau mendengarkan pendapat orang lain. Setidaknya, teman-teman lamaku beberapa kali memberi saran kepadanya, dan saran itu dia terima. Dalam pertempuran pertamanya, Pangeran Gordon tidak mendengarkan saranku dan nekat menyerbu demi meraih prestasi militer. Dan demi prestasi itu, dia menukar nyawa banyak orang. Sejak saat itu, dia berubah.”
“Apa benar? Pangeran Ketiga yang itu?”
“Benar. Setelah itu, Pangeran Gordon memang berubah. Dia tetap sombong, tapi dia sadar bahwa dirinya membutuhkan penasihat. Dia mulai mendengarkan suara para staf militernya. Dia belajar dari kesalahan di pertempuran pertamanya, lalu meraih banyak kemenangan hingga akhirnya menjadi seorang jenderal. Kaisar tidak akan begitu saja mengangkat seorang bocah yang hanya tahu maju membabi buta seperti babi hutan menjadi jenderal. Tapi orang seperti dia justru menolak semua usulan Sonia. Aku sering menerima surat darinya. Isinya karena putriku tak bisa diandalkan, maka aku yang harus datang menggantikannya. Aku tak bisa mempercayai perubahan itu.”
Mungkin karena terlalu dekat dengannya, aku tidak menyadari perubahan yang terjadi pada Gordon. Sejak dulu dia memang sombong dan cenderung menyelesaikan masalah dengan kekuatan.
Karena itu, aku mengira sikap Gordon yang sekarang adalah kelanjutan dari sifat aslinya. Namun jika benar dia pernah belajar dari kesalahan dan berubah, maka, memang ada yang janggal.
Dia telah belajar dari kegagalan. Dan perubahan itu membawanya pada kesuksesan. Dengan pengalaman seperti itu, mungkinkah dia begitu saja membuang pelajaran yang telah diperolehnya?
“Kalau begitu, terlalu aneh jika ini hanya dianggap akibat dari terlibat dalam perebutan takhta?”
“Ya. Aku memang tidak tahu pasti. Mungkin ada sesuatu yang tidak kuketahui yang telah terjadi. Tapi... Setelah melihat kehancuran usai pertempuran pertamanya, dia sangat menyesali kecerobohannya sendiri. Saat aku memberi nasihat padanya... Memang dia bukan orang yang sangat bijak, tapi dia adalah pangeran yang penuh semangat untuk melindungi kekaisaran.”
“Waktu memang bisa mengubah seseorang... Apalagi jika dia tenggelam dalam perebutan kekuasaan dan hanya memikirkan bagaimana menyingkirkan para pesaingnya. Tapi aku yakin kamu sudah memperhitungkan itu, bukan?”
“Ya... Namun perubahan yang kulihat pada Pangeran Gordon bukanlah sesuatu yang bisa dijelaskan hanya dengan waktu atau lingkungan.”
Kevin menegaskan ucapannya dengan nada penuh keyakinan. Setelah Pahlawan, kini bahkan sang ahli strategi jenius pun mengatakan bahwa ada yang janggal.
Apalagi pendapat Kevin berasal dari sudut pandang yang lebih jauh dari inti perebutan kekuasaan.
“Saat Pangeran Wilhelm diangkat sebagai Putra Mahkota, semua orang menaruh harapan besar padanya dan pada masa depan kekaisaran. Tapi di saat yang sama, mereka juga merasa iba terhadap para pangeran dan putri lainnya. Pangeran Eric, Pangeran Gordon, Putri Zandra, mereka semua dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi kaisar jika dilahirkan di zaman yang berbeda. Karena itu, mereka dulu sangat dihormati oleh banyak orang. Tapi sekarang, tak satu pun dari mereka terlihat seperti dulu. Jika kamu bilang itu aneh... Ya, memang aneh. Aku mengerti. Akan kusampaikan pesannya.”
“Terima kasih. Dan berhati-hatilah. Sekalipun kamu seorang petualang peringkat SS, perebutan takhta itu berbahaya. Jika terlalu dalam terlibat, kamu bisa terseret dan tak bisa kembali.”
“Tak perlu khawatir. Aku sudah sangat menyadarinya.”
Saat aku hendak benar-benar melangkah ke dalam gerbang teleportasi, Sonia memanggilku dari belakang.
“Silver! Tolong sampaikan pada Al... Bilang padanya terima kasih... Dan juga maafkan aku...”
“Baik. Akan kusampaikan rasa terima kasihmu. Tapi untuk permintaan maaf, kurasa dia tak mengharapkannya.”
Mengatakan itu, aku melangkah ke dalam gerbang teleportasi dan kembali ke ibu kota kekaisaran.
Bagian 4
Orang yang menyambutku saat kembali ke ibu kota kekaisaran adalah Sebas.
“Selamat datang kembali.”
“Ya, aku pulang.”
Seperti biasa, aku melepas topeng perakku, menanggalkan jubah hitam, dan mengganti pakaianku.
Setelah itu, aku menjatuhkan tubuh ke kursi dengan berat, seolah semua tenagaku telah habis.
“Anda tampak lelah.”
“Ya, aku lelah. Bahkan sihir yang kukuras dalam pertarungan melawan Kura-Kura Roh belum sepenuhnya pulih, dan lebih dari itu, urusan negosiasi sangat menguras mental.”
“Negosiasi?”
“Ya. Aku bernegosiasi dengan Gordon dan berhasil membebaskan Sonia. Termasuk keluarganya yang dijadikan sandera. Saat ini mereka berada di bawah perlindungan Egor.”
“Itu kabar baik. Kini satu orang yang patut diwaspadai dari pihak Pangeran Gordon telah tersingkir.”
Aku mengangguk kecil mendengar ucapan Sebas. Melihat apa yang Sonia lakukan dalam pertempuran melawan Kura-Kura Roh, tak mungkin dia masih menyusun strategi demi Gordon. Tapi jika seseorang menjadi sandera, apa pun bisa terjadi.
Dalam skenario terburuk, Kevin bisa saja dipaksa tampil di hadapan umum dengan Sonia sebagai sandera. Dari sudut pandang itu, kejadian kali ini memang sangat besar dampaknya.
“Dan aku juga berhasil berutang budi pada Egor. Bukan transaksi yang buruk.”
“Secara emosional pun, Anda telah menghilangkan satu kekhawatiran. Itu cukup besar, bukan?”
Aku tersenyum pahit mendengar perkataan Sebas. Seperti biasa, sepertinya aku tak bisa menyembunyikan apa pun darinya.
“Ya, benar juga. Bisa menyelamatkan Sonia adalah hal besar. Rasanya seperti satu beban besar di dalam hati telah terangkat.”
“Seseorang seperti dia memang sulit untuk ditolong tanpa kesempatan yang tepat. Meski jika memungkinkan, tentu saya ingin dia masuk ke pihak kita.”
“Tapi semua orang tahu bahwa Sonia adalah mantan penasihat militer Gordon. Bahkan jika dia sendiri ingin bergabung dengan kita, tidak akan semudah itu. Orang-orang akan ribut.”
Sebentar lagi, upacara peringatan dua puluh lima tahun penobatan Ayahanda akan dimulai secara resmi.
Para tamu dari berbagai negara akan berkumpul, dan ibu kota akan menjadi pusat festival besar. Dalam kesempatan itu, tugas untuk menjamu para tamu penting dari luar negeri akan dibebankan kepada anak-anak Kaisar.
Kekaisaran ini memang salah satu dari tiga negara besar di benua, namun bukan satu-satunya yang unggul. Dua negara besar lainnya masih ada.
Satu adalah Kerajaan Perlan di barat, dan yang lain adalah Kerajaan Agung Sokal di timur.
Dari segi luas wilayah dan kekuatan militer, Kekaisaran kita sedikit lebih unggul. Tapi jika terlibat konflik dengan salah satu dari dua negara tersebut dan terlibat terlalu lama, bisa-bisa diserang dari belakang oleh yang lain. Karena letak geografis itulah Kekaisaran selalu menjaga keseimbangan diplomatik.
Dan kini, tugas menjamu kedua negara itu pun dibagi. Salah satunya, tak diragukan lagi, akan dipegang oleh Eric. Masalahnya adalah siapa yang akan menjamu pihak satunya lagi.
Ketika upacara dimulai, Ayahanda pasti akan memanggil pulang Gordon. Lalu pertanyaannya, apakah Gordon yang akan ditugaskan menjamu tamu, ataukah Leo? Jawaban dari pertanyaan itu akan menunjukkan dengan jelas posisi masing-masing dalam perebutan takhta saat ini.
Secara logika, Leo yang akan dipilih. Tapi jika ada masalah yang mencoreng namanya, maka semua itu bisa buyar.
Selama tidak membuat kesalahan besar, Leo hampir pasti menang. Karena itulah aku memilih menyelamatkan Sonia sebagai imbalan atas informasi yang bisa menurunkan posisi Gordon. Jika Gordon tidak bisa hadir dalam upacara itu, dan Leo menjadi penggantinya, maka orang-orang akan menganggapnya sebagai sekadar alternatif. Dan itu tidak boleh terjadi.
“Leo harus bisa menunjukkan kepada para tamu dari luar negeri bahwa dia berada di atas Gordon. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk menunjukkan bahwa Leo telah naik ke peringkat kedua dalam perebutan takhta dan mulai membangun relasi dengan negara lain.”
“Akhirnya sampai ke tahap ini juga, ya.”
“Masih jauh. Target kita adalah puncaknya, takhta kekaisaran. Dan Leo pun pasti tidak akan lengah. Karena di hadapannya berdiri musuh terkuat yang sejauh ini tak pernah tersentuh.”
“Benar. Pangeran Eric tetap tak tersentuh sejauh ini.”
“Tak hanya itu. Para pendukung Zandra dan Gordon pun mulai berpaling ke Eric. Ketimbang kami yang sudah pernah saling berselisih, lebih mudah bagi mereka untuk berlindung di balik Eric. Apa pun konflik yang terjadi di antara kami, kekuatan terbesar tetap berada di tangannya. Dan dia pun menyadarinya, itulah sebabnya dia tak perlu bergerak.”
“Jadi, diam saja sudah cukup memperkuat posisinya.”
“Ya. Dan dia pun bisa menjaga hubungannya dengan Ayahanda. Zandra dan Gordon menunjukkan ambisi mereka secara terang-terangan, dan itu membuat Ayahanda tidak senang. Tapi Eric berbeda. Dia sama sekali tidak menunjukkan ambisi. Karena dalam hatinya, dia merasa bahwa menjadi Kaisar adalah hal yang sudah sewajarnya. Ayahanda menyukai rasa percaya dirinya, dan juga pandangan luas Eric yang sudah memikirkan apa yang akan dia lakukan setelah naik takhta.”
Eric tetaplah kandidat utama. Justru karena Zandra dan Gordon terlalu agresif, mereka harus bersikap ekstrim untuk menyusul Eric. Tapi tetap saja...
“Sebas... Menurutmu, apakah ketiga orang itu telah berubah?”
“Anda membandingkannya dengan saat Putra Mahkota masih hidup?”
“Ya, itu maksudku.”
“Ya. Mereka berubah. Banyak berubah.”
“Begitu, ya... Ayah angkat Sonia juga berkata begitu. Katanya ada yang aneh dengan perebutan takhta kali ini. Kamu pun merasa begitu?”
“…Perebutan takhta pasti terjadi setiap setengah abad sekali. Para kaisar terdahulu dengan sengaja membiarkan itu terjadi sebelum mereka terlalu tua.”
“Itu benar. Kalau semuanya terlalu lepas kendali, maka kaisar harus turun tangan.”
“Ya. Dan catatan tentang perebutan takhta sebelumnya pun banyak tersimpan. Saya sendiri masih mengingat jelas perebutan takhta sebelumnya. Dan jika dibandingkan dengan itu, kali ini memang terasa aneh.”
Aku terdiam sejenak mendengar kata-kata Sebas. Ini sudah orang ketiga yang mengatakan hal serupa. Dalam perebutan takhta sebelumnya, Sebas masih menjadi seorang pembunuh aktif. Dia pasti tahu semua informasi secara mendetail. Jika Sebas sendiri berkata demikian, maka pasti ada perbedaan yang signifikan dari sebelumnya.
“Apa yang menurutmu aneh?”
“Tindakan yang sampai menimbulkan kerugian bagi Kekaisaran sendiri jarang terjadi. Kalau mereka benar-benar terpojok, itu bisa dimengerti. Tapi baik Putri Zandra maupun Pangeran Gordon masih memiliki kekuatan. Meski begitu, mereka memicu kerusuhan dan bahkan ikut mencampuri hal-hal yang bisa menjadi api konflik. Sementara itu, Pangeran Eric hanya menonton dari tempat tinggi. Jika seseorang benar-benar ingin menjadi Kaisar, seharusnya mereka tidak akan membahayakan negara yang kelak akan menjadi miliknya sendiri. Merusak negara berarti menghancurkan diri sendiri. Tetap saja itu terasa janggal.”
“Selama kekuatan mereka tetap bertahan, masih ada peluang untuk membalikkan keadaan. Memang, semuanya terasa tidak alami.”
Kalau dibilang mereka hanya bodoh, itu terlalu dipaksakan. Artinya mereka tiba-tiba menjadi bodoh, padahal dulu, baik Zandra maupun Gordon adalah bangsawan yang mendapat pengakuan tinggi saat Putra Mahkota masih hidup.
“...Mungkin masalah ini jauh lebih dalam dari yang kita bayangkan.”
“Namun meski begitu, apa yang harus dilakukan tetap tak berubah.”
“Tepat. Jika benar ada perubahan aneh pada ketiga dari mereka, maka mereka tidak boleh menjadi Kaisar. Demi aku dan juga keluargaku.”
“Bukankah sebaiknya Anda mengatakan demi Kekaisaran?”
“Itu tugas Leo untuk memikirkannya.”
Mendengar jawabanku, Sebas tersenyum kecil dengan ekspresi pasrah. Saat itulah terdengar suara ketukan di pintu. Setelah aku mempersilakan masuk, Fine pun muncul di ambang pintu. Di belakangnya ada Christa dan Rita.
“Maaf telah mengganggu.”
“Ada apa? Hari ini ramai sekali.”
“Barusan Anda sedang bekerja, jadi sebelumnya kami tidak masuk...”
Sebas menyisipkan penjelasan dengan nada ringan untuk membantuku.
Aku mengangguk paham, lalu mengelus kepala Christa yang mendekat.
“Maaf, Christa. Tadi aku tidak bisa menemuimu.”
“Tidak apa-apa... Karena kakak sedang sibuk, aku bermain dengan Fine.”
“Begitu, ya. Maaf juga, Fine.”
“Tidak apa-apa. Tapi sebenarnya bukan saya yang menemaninya bermain.”
Fine lalu menoleh ke arah Rita dengan tatapan sedikit iba.
Di tangan Rita, Sieg tampak lemas tak berdaya. Sepertinya bukan dijadikan teman bermain, melainkan mainan itu sendiri. Padahal mereka baru saja kembali dari ibu kota menggunakan kuda pacu, terpisah dari Leo dan Lynfia. Benar-benar kasihan.
“Benar. Kakak, lihat ini.”
Setelah berkata demikian, Christa mendekati Rita.
Aku merasakan firasat buruk, namun Sieg tidak memberi reaksi apa pun. Sepertinya pikirannya benar-benar kosong sekarang.
Christa memegang kepala Sieg, dan Rita memegang kakinya. Lalu mereka perlahan mulai menariknya.
“Tarik... Tarik... Makin panjang...”
Seperti menggumam dalam mimpi, Sieg terus mengulang kata itu dengan lirih.
Akhirnya dia rusak juga, ya? Tapi begitu mencapai batas tertentu, kesadarannya seolah kembali, dan dia tiba-tiba bersuara.
“Tarikan ini kelewatan!! Sakit, tahu!!”
“Hebat, kan, Kak Al! Sieg bisa ditarik panjang banget, lho!!”
“Sieg... Tubuhnya lentur.”
“Aneh sekali mainannya. Dari mana kalian dapat ide ini?”
“Sieg mau mengintip rok perempuan... Lalu Lynfia menghentikannya. Terus diajari mainan ini, katanya.”
“Begitu ya. Lanjutkan saja.”
“Jangan asal setuju! Tarikannya kelewatan! Lepasiiiin!!”
Tak sudi dijadikan mainan dua anak kecil, Sieg berusaha keras menggeliatkan tubuhnya.
Tapi meskipun tubuhnya berguncang ke atas dan ke bawah, dia tak mampu lepas dari genggaman dua anak itu.
Penampilannya yang terlalu konyol membuatku tak tahan melepaskan tawa, namun Sieg tak melewatkan itu dan langsung naik pitam.
“Jangan ketawa, dasar bocah! Itu anak-anak di bawah perlindunganmu, jadi kamu yang harus urus mereka!!”
“Begitu ya. Maaf, salahku.”
Sambil meminta maaf, aku memperberat kalungnya. Mendadak tubuh Sieg menjadi berat dan tak tertahankan, membuat Christa dan Rita melepaskannya.
Dengan suara ‘duk’, Sieg ambruk ke lantai.
“Aku sudah menyelamatkanmu, kan.”
“Apa nggak ada cara lain buat nyelamatin orang!? Kamu mungkin lupa, tapi aku ini petualang peringkat S, tahu!”
Setelah berteriak seperti itu, Sieg tiba-tiba terdiam. Lalu, seolah baru mengingat sesuatu, dia menepuk tangan.
“Benar juga. Aku ini petualang peringkat S ya...!”
Dia lupa.
Sampai segitunya dia sudah terbiasa dalam bentuk itu, rupanya.
“Hei! Bocah! Bagaimana kabar janji buat balikin aku ke bentuk semula, hah!?”
“Jangan sok tahu, padahal kamu sendiri yang lupa. Nanti akan kubicarakan dengan Silver kalau ada kesempatan. Sabar saja dulu.”
“Jangan seenaknya! Memang sih, dalam bentuk ini aku dimanja-manja sama cewek, dan karena pandangannya rendah, aku bisa nikmatin banyak hal seru, pokoknya semuanya enak deh!”
“Kalau emang seru, tetap saja seperti itu dulu.”
“Tapi aku jadi nggak bisa ngelakuin hal-hal enak sama cewek! Aku pengin segera ngelakuin hal enak!”
“Hal enak?”
“Omong kosong orang dewasa. Jangan dipikirin.”
“Waaaaaahhhhh!! Rasanya tenggelam ke dalam lantaiiiiii!!”
Karena berucap sesuatu yang tak pantas di depan anak-anak, aku memperberat kalungnya lebih drastis.
Christa dan Rita menyenggol tubuh Sieg yang terkapar dengan cemas, tapi Sieg malah marah lagi pada mereka. Meski begitu, dia sama sekali tidak membalas reaksi mereka. Jelas-jelas dia sudah dianggap mainan sepenuhnya.
“Tehnya sudah siap~”
“Aku juga mauuuu!”
Sieg berusaha merangkak mendekati Fine, jadi aku tambahkan lagi berat kalungnya.
Dasar makhluk pantang menyerah. Kalau dibiarkan, dia pasti akan kembali lupa bahwa dirinya adalah petualang peringkat S.
Lebih baik kuabaikan saja sampai dia lupa lagi.
Sambil memikirkan hal itu, aku menikmati tehnya perlahan.
Bagian 5
Beberapa waktu telah berlalu sejak penaklukan Kura-Kura Roh. Hari-hari berlalu tanpa perubahan yang berarti.
Namun, aku dipanggil oleh Ayahanda. Hanya aku yang dipanggil. Leo, yang telah kembali dari wilayah utara, tidak diundang.
“Arnold, kamu tahu kenapa kamu dipanggil hari ini?”
“Entahlah. Setahuku aku telah mematuhi semua perintah, bukan?”
Aku belum melanggar perintah mengenai menjaga martabat. Artinya, pemanggilan ini bukan soal itu.
Selain itu, aku juga mendapat informasi dari Sebas. Para bangsawan muda di ibu kota mulai bergerak secara aktif. Yang terlintas di benakku adalah Marquis Laurenz von Weitling yang pernah kutemui di istana. Mungkin dia terlibat dalam hal ini.
“Itu bukan hal yang akan kubicarakan denganmu. Hari ini aku memanggilmu karena Fine.”
“Fine? Ada masalah dengannya?”
“Tahukah kamu kenapa banyak bangsawan di ibu kota tidak melamar Fine?”
“Karena Fine adalah kesayangan Ayahanda, kan? Mungkin mereka segan akan hal itu.”
“Mungkin. Namun, sebenarnya di antara para bangsawan telah dibuat perjanjian non-agresi, semacam perjanjian camar. Tapi perjanjian itu telah runtuh. Para bangsawan muda berpengaruh telah keluar dari perjanjian tersebut.”
“Saat ini sudah ada lebih dari dua puluh lamaran pernikahan yang masuk.”
Laporan dari Franz membuatku mengerutkan dahi. Itu berarti sudah lebih dari dua puluh orang tolol yang langsung melamar.
Apa bangsawan muda di ibu kota hanya terdiri dari orang bodoh?
“Kalau Ayahanda menyatakan tidak akan menikahkan Fine, bukankah masalahnya selesai?”
“Memang benar aku menganggap Fine seperti anak perempuanku sendiri, tapi aku tak bisa membatasi hidupnya sejauh itu.”
“Justru karena Ayahanda menyayanginya, maka seharusnya tak membiarkan Fine dipaksa menikah dengan orang yang tak dia kehendaki.”
“Itu memang benar, tapi...”
Ayahanda tampak sedikit enggan berbicara dan melirik ke arah Franz.
Franz yang dimintai bantuan menghela napas pelan, lalu menatapku lurus.
“Seperti yang beliau katakan, kami memang telah menolak lamaran-lamaran itu. Tapi mereka membalasnya dengan pertanyaan, bagaimana kami memandang pernikahan Nona Fine. Artinya, apakah kami berniat menikahkannya dengan salah satu pangeran.”
“Bukankah cukup dengan menjawab akan diserahkan pada keputusan Fine sendiri?”
“Putri Camar Biru, Blau Meve, adalah salah satu simbol kekaisaran. Menikahkannya dengan pihak yang akan merusak simbol itu bisa menjadi kerugian besar bagi kekaisaran, begitu pendapat mereka.”
Ayahanda menunjukkan ekspresi seperti menelan serangga. Karena banyak bangsawan yang terlibat, tak mungkin untuk hanya menyuruh mereka diam.
Seorang kaisar memiliki kewajiban untuk mendengarkan suara bawahannya. Terlebih bila itu menyangkut kepentingan kekaisaran. Dan sekarang, persiapan untuk perayaan dua puluh lima tahun penobatan tengah berlangsung. Tanpa bantuan para bangsawan, upacara itu takkan berhasil. Waktu yang sangat buruk untuk ini.
“Jadi, bila Putri Camar Biru menikahi Pangeran Sisa, itu akan jadi masalah besar?”
“Kalau dipersingkat, ya begitu.”
“Haa... Aku dan Fine tidak memiliki hubungan seperti itu.”
“Namun, kamu adalah pria yang paling dekat dengannya. Lebih dekat dari Leonard.”
“Itu hanya karena kami sering bersama.”
“Itulah yang tidak disukai para bangsawan.”
“Jadi, apa yang harus kulakukan?”
Bangsawan tidak berhak mencampuri urusan pribadi kami hanya karena mereka tidak suka.
Kalau mereka bisa menggantikan posisi Fine, aku tidak akan mengeluh. Tapi gabungan mereka pun takkan bisa menggantikannya.
“Yang Mulia, kami meminta Anda untuk menjaga jarak dari Nona Fine untuk sementara waktu.”
“...Dan kamu pikir para bangsawan akan mundur dengan itu? Kamu serius, Kanselir?”
“Aku tak bisa memastikannya. Ini ulah anak-anak muda yang terbawa emosi. Tidak ada solusi yang pasti. Tapi jika Anda menjauh, mungkin mereka sedikit tenang.”
“Aku tidak berpikir demikian. Mereka hanya ingin menyingkirkan pria yang dekat dengan Fine. Dan jika penghalang itu hilang, mereka pasti akan mendekatinya. Kalau Fine tak keberatan, aku bisa menjauh. Tapi mengenal sifatnya Fine, itu mustahil.”
“Jadi kamu menganggap dirimu sebagai perisai?”
Aku mengangguk atas pertanyaan Ayahanda.
“Aku jelas penghalang. Tapi kalau demi kebaikan Fine, maka sebaiknya aku tetap di sisinya.”
Ayahanda menunjukkan wajah suram beberapa saat.
Saat ini, menjelang perayaan dua puluh lima tahun penobatan, beliau tak ingin berselisih dengan para bangsawan. Tapi mundur sekarang hanya akan memperburuk keadaan. Mereka yang langsung melamar Fine tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dan kurasa mereka tidak akan mendekati Fine secara sopan.
“Dan... Kamu tak keberatan?”
“Apa maksud Ayahanda?”
“Maksudku, kamu akan mendapat banyak kebencian dari para bangsawan. Mereka akan menyakitimu.”
“Itu sudah biasa.”
“Diremehkan dan dimusuhi itu berbeda. Apalagi jika seorang wanita terlibat, urusannya jadi jauh lebih merepotkan.”
“Itu nasihat dari Ayahanda?”
“Benar. Fine adalah idola kekaisaran. Selama ini, tidak ada yang protes karena mereka menganggapmu tidak pantas untuknya. Tapi aku menaikkan statusmu dan ini akibatnya.”
“Benar juga. Ini hampir seluruhnya salah Ayahanda.”
“Justru karena itu, ini nasihat yang sangat berharga! Kalau begini terus, kamu akan jadi musuh semua bangsawan muda di kekaisaran, termasuk yang paling berpengaruh. Itu bukan strategi yang bijak.”
“Maaf, tapi... Bukankah Ayahanda sendiri yang menyuruhku menjaga martabat? Jika aku menuruti tekanan bawahanku hanya karena takut, aku hanya akan makin diremehkan. Dan secara pribadi... Aku tidak suka cara mereka bertindak.”
“Oh?”
Ayahanda menyipitkan mata seolah terkejut. Aku memang jarang terjun langsung ke dalam kerumitan. Tapi kali ini berbeda. Kalau aku mundur, mereka menang. Jika mereka ingin memusuhiku, silakan saja. Jika aku menjauh, hari-hari Fine akan hancur. Aku tidak akan membiarkan itu.
Aku yang membawanya keluar dari utara. Maka sudah tugasku untuk melindunginya.
“Setelah melihat Duke Reinfeld, tindakan para bangsawan yang menginginkan Fine terlihat kekanak-kanakan. Mereka pasti bilang mencintai Fine, tapi dari sudut pandangku, itu bukan cinta. Membiarkan mereka berbicara soal cinta sesukanya hanya akan menghina Duke Reinfeld.”
“Memang, dibandingkan dengan dia...”
“Kalau mereka benar-benar menginginkan Fine, hadapilah dengan segala cara. Jika mereka bahkan tak bisa menyingkirkan Pangeran Sisa ini, mereka tak layak memiliki Putri Camar Biru.”
Fine adalah Putri Camar Biru. Salah satu simbol kekaisaran.
Pasangannya haruslah sosok yang pantas. Dalam hal ini, aku bisa jadi batu ujinya. Kalau mereka tak mampu menyingkirkanku, itu adalah bukti ketidaklayakan mereka.
“Tapi itu berarti akan menjadi beban yang besar bagi Anda, bukan begitu?”
“Lebih baik aku yang menanggung beban daripada Fine. Selama mereka masih mencoba menyingkirkanku, Fine bisa tetap tenang.”
“Dan jika mereka melakukan sesuatu padamu?”
“Kalau keterlaluan, bukankah bagus? Ayahanda akan punya alasan untuk menghukum mereka.”
“...Jadi kamu malah berniat memancing mereka?”
“Kalau mereka mencoba menyingkirkanku dengan cara yang tak sampai pada hukuman, itu pun tak apa. Kalau tak mampu sampai di situ, mereka memang tak layak.”
Berapa orang yang punya kemampuan menyeimbangkan seperti itu?
Mungkin hampir tak ada. Kalaupun ada, keterlibatan Fine bisa membuat mereka kehilangan akal sehat. Ini adalah kegilaan para pemuda. Logika dan norma tak berlaku. Lebih baik kuhadapi secara langsung.
“Anda bisa dalam bahaya.”
“Ada Sebas di sisiku.”
“Dan kalau mereka menciptakan situasi di mana Sebas tak bisa campur tangan?”
“Kalau itu terjadi, maka terjadilah. Aku hadapi saja.”
Aku bisa membayangkan beberapa cara mereka bisa melakukannya, mencegah Sebas untuk bertindak. Tapi apakah mereka mampu, rasanya tidak.
“Untukmu... Ini agak tidak biasa, ya?”
“Apa aneh jika aku semangat?”
“Tidak juga, tapi... Kamu benar-benar tak mempertimbangkan untuk menikahi Fine?”
“Tidak. Aku tak menganggap diriku cukup hebat untuk itu. Tapi... Fine telah memberi begitu banyak hal. Kepadaku, kepada Leo, kepada Kekaisaran. Jika ada orang yang lebih rendah dariku ingin di sisinya, aku tak bisa menerimanya.”
“Bahkan jika lawannya adalah semua bangsawan muda di kekaisaran?”
“Dengan senang hati. Mereka yang awalnya memilih untuk ragu dan hanya menonton dari pinggir tidak pantas untuk mendapatkan simbol kekaisaran... Aku akan memastikan itu.”
Setelah berkata demikian, aku membungkuk dan meninggalkan ruangan.
Di belakangku, Franz bergumam pelan.
“Para bangsawan muda mungkin mengira akan menyerang seekor burung lemah, padahal yang mereka hadapi adalah seekor elang.”
Aku hanya bisa tersenyum tipis mendengar itu.
Lebih baik diremehkan. Itu membuat pergerakanku lebih mudah.
Tapi jika orang-orang yang mengetahui rahasiaku ikut terlibat, aku tak bisa tinggal diam.
Siapa pun yang mencoba menghancurkan orang-orang di sekitarku tidak akan kuberi ampun. Jika mereka ingin menyerang, silakan datang. Aku akan membalas semuanya. Dengan tekad itu, aku melangkah menuju pertempuran yang baru.
Bagian 6
“Dengan itu, Yang Mulia Pangeran Arnold memutuskan untuk tetap berada di sisi Fine.”
Di kamarnya, Leo sedang menerima laporan.
Seperti biasa, yang memberikan laporan itu adalah Marie, tanpa ekspresi sedikit pun.
“Begitu ya... Memang seperti dirinya.”
“Begitu saja tidak bisa dibiarkan.”
Leo tersenyum kecut mendengar kata-kata Marie.
“Menurutmu apa tindakan kakak sia-sia?”
“Memilih untuk tetap berada di sisi Nona Fine adalah tindakan yang mulia. Namun, saya rasa itu tidak akan bertahan lama. Seharusnya beliau menjaga jarak.”
“Mungkin pendapatmu ada benarnya, Marie. Jika pada akhirnya dia tersingkir, lebih bijak mundur sejak awal. Tapi kalau dia tidak akan tersingkir, maka pilihannya tidak buruk.”
“Anda yakin beliau tidak akan tersingkir?”
“Aku yakin. Kalau menurutmu?”
“Paling lama bertahan selama seminggu.”
Leo tersenyum pahit atas penilaian Marie.
Mengatakan bisa bertahan selama seminggu adalah penilaian yang cukup tinggi dibandingkan pandangan umum terhadap Al. Itu berarti Marie pun menaruh penghargaan pada kemampuan Al.
Namun, penilaian Leo berada jauh di atas itu.
“Aku yakin kakak bisa menghalau mereka semua.”
“Tuan Leonard, tolong hentikan keberpihakan Anda kepada keluarga. Anda dan Tuan Arnold adalah orang yang berbeda.”
“Benar, kakak bukanlah aku. Karena itulah, aku yakin kakak akan menghadapi ini dengan caranya sendiri.”
Marie menghela napas, merasakan keyakinan penuh itu.
Salah satu dari sedikit kelemahan Leo adalah terlalu percaya pada keluarganya. Percaya memang hal baik, tapi percaya secara berlebihan tetaplah berbahaya. Bahkan dengan saudara kembar pun perlu ada batasnya.
“Tuan Leonard, kekuatan kita perlahan makin membesar. Ini bukan seperti dulu yang hanya segelintir orang. Jika Anda terlalu memihak Tuan Arnold, bisa menimbulkan ketidakpuasan.”
“Aku tidak berpihak padanya. Justru aku sudah menjaga jarak karena dia seorang keluarga. Tapi aku bisa mengerti kalau terlihat seperti berpihak. Bagaimana? Mau ikut membantu kakak untuk sementara waktu?”
“Maksud Anda, bekerja di bawah Tuan Arnold?”
“Aku rasa dia butuh tenaga tambahan.”
“Anda benar-benar ingin menyerahkan situasi ini sepenuhnya pada beliau?”
Dalam benak Marie, hasilnya sudah terlihat.
Yang mereka hadapi adalah kumpulan bangsawan yang sebelumnya tergabung dalam perjanjian camar. Jika mereka berusaha menyingkirkan Al, cobaan demi cobaan akan menimpanya tanpa henti.
Marie memperkirakan Al hanya akan bertahan seminggu sebelum akhirnya menyerah. Dan bila itu terjadi, akan menjadi masalah besar bagi kubu Leo.
“Di antara para bangsawan yang saat ini mendukung kekuatan kita, tidak sedikit yang melakukannya karena hubungan mereka dengan Nona Fine. Termasuk hubungan dengan Serikat Dagang Ras Campuran. Jika mereka menganggap kita tidak mampu melindungi Nona Fine, itu akan menjadi kerugian besar. Seharusnya Anda yang tampil ke depan, Tuan Leonard. Jika Anda yang berada di sisinya, tak ada seorang pun bisa mengeluh.”
Pangeran pahlawan yang telah menyelesaikan banyak masalah. Dalam perebutan takhta, dia mulai menonjol dan tampak sebagai calon kaisar yang nyata. Nama dan kedudukannya tak kalah dengan Putri Camar Biru.
Ketidakpuasan para bangsawan dalam perjanjian camar berasal dari kecemburuan karena Fine mungkin akan jatuh ke tangan Pangeran Sisa.
Namun, jika seseorang yang bahkan tak bisa mereka cemburui tampil di hadapan mereka, situasi bisa mereda. Begitulah pandangan Marie. Tapi Leo memandangnya berbeda.
“Kalau aku yang tampil, mungkin masalahnya akan mereda untuk sementara. Tapi bangsawan yang kehilangan pelampiasan akan menyimpan dendam. Dan mereka pasti akan mulai mendukung Kakak Eric. Kepada seseorang yang mereka harap bisa menyingkirkanku. Setelah itu, perebutan atas Fine akan dimulai. Kakak pasti menyadari itu dan memilih untuk berdiri paling depan. Kalau mereka bahkan tidak bisa menyingkirkan orang yang mereka remehkan, maka harga diri mereka akan runtuh. Pada akhirnya, mereka akan menyerah sebelum merasa kecewa.”
Memang masih akan ada beberapa yang tak mau menyerah. Tapi lebih sedikit dibandingkan jika Leo yang turun tangan dan membuat mereka bungkam tanpa kata.
Begitulah Leo menjelaskan, tetapi Marie tetap menyimpan keraguan. Dia tak bisa sepenuhnya percaya bahwa Al telah mempertimbangkan sedalam itu.
“Aku mengerti maksud Anda, namun...”
“Pada akhirnya, semuanya bergantung pada apakah kakak bisa menyingkirkan mereka atau tidak. Karena itu, Marie, aku ingin kamu berada di sisinya.”
“Jika itu perintah, tentu akan saya patuhi. Tapi bagaimana dengan Anda, Tuan Leonard?”
“Aku punya urusanku sendiri. Untuk urusan ini, aku akan menyerahkannya sepenuhnya kepada kakak. Kalau aku yang maju, masalahnya hanya akan memburuk.”
Leo tersenyum kecut.
Jika dia menyatakan secara terbuka bahwa Fine adalah miliknya, mungkin semuanya akan selesai. Tapi membentuk begitu banyak musuh karena hal itu bukanlah sesuatu yang dia inginkan.
Di antara para bangsawan dalam perjanjian camar, ada yang turut serta dalam perebutan takhta, tetapi banyak juga yang tetap netral. Bagi para bangsawan muda, perebutan takhta adalah wilayah yang asing, dan banyak dari mereka diperingatkan oleh orang tua atau lingkungannya untuk menjaga jarak.
Kalau mereka bisa mendukung pemenang, bagus. Tapi jika salah langkah, mereka bisa jadi target pembersihan. Untuk keluar dari situasi itu, dibutuhkan kekuatan politik yang kuat. Itu bukan sesuatu yang pantas dibebankan pada para bangsawan muda.
“Aku sudah tahu sejak awal, bila bergerak dengan memanfaatkan popularitas Fine, hari seperti ini pasti akan datang. Hanya saja, ternyata datang lebih cepat dari yang kukira. Aku serahkan kakak padamu.”
“Dimengerti.”
“Dan pastikan untuk mengikuti semua perintah kakak. Sekalipun terlihat tidak rasional.”
“Bahkan kalau menurut saya itu keputusan yang salah?”
“Benar. Karena kakak adalah orang yang bisa mengubah langkah buruk menjadi langkah yang tepat. Aku rasa kamu akan menyaksikan sesuatu yang menarik. Jarang-jarang dia secara aktif mencampuri masalah seperti ini.”
“Anda sungguh percaya... Bahwa beliau bisa menyelesaikan masalah ini?”
“Tentu saja. Kalau kakak tidak bisa, maka tak ada seorang pun yang bisa. Masalah ini memang sangat rumit. Karena lawan kita digerakkan oleh emosi.”
Selama lawan digerakkan oleh emosi, tak ada gunanya menyampaikan argumen secara logis.
Cara terbaik adalah mengabaikan mereka, tapi itu juga tak mungkin dilakukan.
Masalah-masalah rumit terus bermunculan, dan Leo dalam hati menghela napas.
Sudah jelas insiden ini bukan perintah dari Eric. Dia bukanlah orang yang melakukan sesuatu yang berlebihan setelah sudah diperingatkan.
Apakah ini ulah bawahannya, atau bukan? Yang jelas, jika ini bukan kerjaan kandidat takhta, maka tidak mungkin Leo bisa mengadukannya kepada Kaisar.
“Sepertinya ini saat yang tepat untuk merekrut seseorang.”
“Merekrut siapa?”
“Penasihat kita. Masa jeda adalah masa untuk persiapan pertempuran berikutnya. Kalau kita lihat sejarahnya, semua yang berhasil merebut takhta pasti punya penasihat. Ayahanda juga memiliki Kanselir. Kurasa sudah saatnya kita juga memiliki seorang penasihat.”
“Jadi, tugas Anda saat ini adalah mencari penasihat itu?”
“Aku sudah punya kandidatnya. Tapi aku harus pergi sendiri. Orang itu tak akan bergerak kalau aku tak datang langsung. Selama ini aku tak bisa mendekat. Yah, meski aku datang sendiri, belum tentu dia akan mau juga.”
Begitu katanya, Leo pun berdiri.
Barang-barang telah selesai dikemas. Jika bisa berangkat kapan saja, maka lebih cepat tentu lebih baik.
Ada pula informasi bahwa orang itu sering berpindah-pindah tempat. Akan merepotkan jika sesampainya di sana, ternyata sudah terlambat.
“Kalau begitu, bekerjalah di bawah kakak untuk sementara. Aku akan meninggalkan ibu kota dalam waktu dekat.”
“Kalau sampai Anda sendiri yang datang langsung, pastilah orang itu sangat terkenal, bukan?”
“Tidak juga, dia tidak punya prestasi besar. Dia dulu pernah tinggal di istana. Aku dan kakak sering bermain bersama dengannya. Bakatnya luar biasa, tapi sayangnya kepribadiannya agak bermasalah. Orang seperti itu.”
“Jadi... Dia teman lama Anda?”
“Kurang lebih begitu.”
Ucap Leo sambil tersenyum.
Tak ada rasa cemas di wajahnya. Dia hanya akan mencurahkan seluruh kemampuannya untuk hal yang harus dia lakukan, dan tidak merasa perlu mengkhawatirkan Al.
Bagaimanapun juga, Al adalah orang yang langsung melarikan diri saat tahu dirinya tak bisa menang. Namun kali ini, Al tidak lari, malah memilih untuk menghadapi langsung.
Artinya, dia pasti punya peluang untuk menang.
Sambil menantikan hasilnya, Leo pun meninggalkan ibu kota menuju perjalanannya yang baru.
Bagian 7
Para bangsawan yang sebelumnya tergabung dalam Perjanjian Camar diam-diam membentuk sebuah organisasi baru setelah menerima balasan dari Ayahanda. Organisasi itu diberi nama Persekutuan Camar Putih. Pemimpinnya adalah Laurenz.
Dengan kata lain, itu adalah aliansi anti Pangeran Sisa. Jika mereka ingin menyingkirkanku, silakan saja, begitulah semangat yang terasa dari mereka.
Terhadap tindakan itu, Ayahanda tidak mengucapkan sepatah kata pun. Karena beliau berniat menyerahkan urusan ini padaku. Lagipula, beliaulah penyebab awal masalah ini. Kalau bukan beliau yang mengurusnya, aku yang akan kerepotan.
“Tapi, Persekutuan Camar Putih...”
Melihat mereka memakai kata “putih”, kurasa itu sindiran langsung padaku. Aku hanya bisa menggeleng heran pada pilihan nama yang begitu sederhana.
“Bagaimana menurutmu, Sebas?”
“Anda bertanya bagaimana... Hanya bisa saya simpulkan bahwa karena mereka para bangsawan muda, mereka tidak tahu rasa takut.”
“Ya, benar juga. Kurasa lingkungan sekitar mereka pun tidak mampu mengendalikan mereka.”
Beberapa dari mereka sudah menjabat sebagai kepala keluarga, atau dianggap sebagai calon pewaris berikutnya. Lingkungan mereka pasti sudah memberi peringatan. Tapi kalau sampai situasinya jadi begini, berarti mereka memang sudah lepas kendali.
“Mereka bahkan mungkin berpikir untuk menyelamatkan Fine dariku.”
“Gagasan picik dari para pemuda yang terlalu percaya diri.”
“Masalahnya adalah, jumlah pemuda yang berpikiran picik seperti itu ternyata tidak sedikit.”
“Anda sudah menjadi musuh mereka. Apa yang akan Anda lakukan? Membujuk pihak yang digerakkan oleh emosi adalah tindakan sia-sia.”
“Aku tahu. Tentu saja akan kuhancurkan mereka.”
Sambil berkata demikian, aku menyelesaikan penulisan dua pucuk surat.
Situasi sudah bergerak ke arah yang sangat menyebalkan. Ini bukan lagi sesuatu yang bisa diselesaikan dengan aku mundur, dan juga bukan sesuatu yang bisa diakhiri hanya dengan intervensi paksa dari pihak lain.
Alasannya, tentu saja, karena lawan kali ini digerakkan oleh emosi.
Untuk saat ini, sebaiknya kubuat mereka yang tengah terbakar semangat itu menjadi sedikit lebih tenang.
Dengan pemikiran itu, aku menyegel kedua surat yang telah kutulis.
* * *
“Tuan Arnold. Atas perintah Tuan Leonard, saya datang untuk membantu.”
“Marie, ya...”
Aku sedikit mengernyitkan wajah, memikirkan bagaimana cara menolaknya.
Jika dia berada di dekatku, ruang gerakku akan jadi terbatas.
“Tenaga di sini sudah cukup. Maaf, tapi pulanglah.”
“Itu tidak bisa saya lakukan.”
Marie menjawab dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasa.
Kelihatannya tidak akan mudah menyuruhnya kembali. Tidak ada pilihan lain.
“Kalau begitu, jawab pertanyaanku. Kalau tak berguna, maka tak dibutuhkan.”
“Silakan, tanyakan apa pun.”
“Siapa yang akan bergerak lebih dulu?”
Itu pertanyaan yang sangat sederhana.
Justru karena sederhana, hal itu menguji wawasan dan kepekaan si penjawab.
“Di sisi Marquis Weitling, yang menjadi pemimpin aliansi, ada beberapa bangsawan muda yang radikal. Di antara mereka, yang paling terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada Anda adalah Count Fahner. Kecuali terjadi sesuatu yang luar biasa, saya rasa dialah yang akan bergerak lebih dulu.”
“...”
Jawaban terbaik yang kuperkirakan datang seketika.
Itu adalah jawaban yang hanya bisa diberikan oleh orang yang memahami situasi pihak lawan.
Sebagaimana layaknya pelayan Leo, dia memang teliti. Cukup rajin juga.
“Sudah puas dengan jawaban saya?”
“...Aku ingin melakukan ini sesuai caraku sendiri, bisa?”
“Itu juga sudah menjadi bagian dari perintah. Saya tidak akan mengganggu.”
“Kalau begitu, tidak masalah.”
Karena tidak ada alasan lagi untuk menolak, aku tak bisa mengusirnya.
Aku pun mengizinkan Marie untuk membantu.
Beberapa saat setelah Marie keluar dari ruangan, aku bertanya pada Sebas.
“...Bagaimana dengan persiapan di balik layar?”
“Berjalan lancar. Namun, kami sudah menghabiskan cukup banyak uang.”
“Tidak masalah. Uang bukan untuk ditimbun, tapi untuk digunakan saat diperlukan. Habiskan saja sebanyak yang diperlukan. Jangan beri Persekutuan Camar Putih satu kemenangan pun. Satu-satunya yang layak bagi mereka hanyalah keputusasaan.”
Langkah-langkah ini memang bagian dari strategi yang dibutuhkan ke depannya, tapi juga berasal dari emosiku pribadi.
Aku tidak suka mereka. Itulah kesan jujur yang kurasakan.
Bukan karena mereka menantangku secara langsung. Tapi karena mereka mencoba menjauhkan aku dari sisi Fine. Karena mereka melihat Fine hanya sebagai alat untuk menaikkan nilai mereka sendiri.
Hal-hal itulah yang membuat kekesalanku semakin dalam.
Mungkin memang ada yang benar-benar menyukai Fine, tapi caranya salah. Mereka bisa menerima Leo, tapi tidak denganku, itu juga sesuatu yang tak bisa kupahami.
Kalau mereka pikir Fine akan menderita bila menikah denganku, itu hak mereka. Tapi, saat ini, jika harus memilih antara aku dan Leo, maka kemungkinan besar, lebih dari delapan puluh persen, Fine akan bersama Leo. Mereka mengusik dua puluh persen sisanya. Itu keterlaluan.
Mereka bilang aku tak layak berada di sisinya. Tapi kalau begitu, siapa yang layak?
“Benar-benar omong kosong.”
Jika bahkan orang yang mendampingi pun tak bisa dia pilih sendiri, maka Fine tak ubahnya burung dalam sangkar. Aku tak ingin itu terjadi.
Burung terlihat indah karena ia bebas terbang di langit.
Dan sepertinya mereka tak menyadari hal itu.
“Tapi, Anda yakin dengan ini? Jika bertindak sesuai rencana, bukan hanya reputasi Anda di kalangan bangsawan, bahkan pandangan rakyat pun bisa menurun.”
“Tidak apa-apa denganku. Kalau tidak begini, masalah tak akan selesai. Termasuk diriku, aku akan membuat rakyat menaruh rasa tidak percaya pada para bangsawan dan memperbesar masalah ini. Karena kalau tidak seperti itu, mereka tak akan pernah menyerah.”
“...Sulit juga memang.”
“Itu tandanya berurusan dengan orang bodoh selalu melelahkan.”
Sambil memberikan penilaian pedas pada lawan, aku dan Sebas pun kembali menyusun strategi berikutnya.
Bagian 8
Keesokan harinya.
Marie menyerahkan beberapa lembar dokumen padaku.
“Tuan Arnold. Saya rasa sudah waktunya kita mulai melakukan pendekatan diplomatis.”
“Ini dokumen tentang calon-calon yang layak didekati, ya... Lalu, siapa bangsawan dari Persekutuan Camar Putih yang kamu anggap paling tidak berbahaya?”
“Putra Baron Becker, Damien von Becker. Dia memang mengagumi Nona Fine, tapi bergabung dalam kelompok itu hanya karena ajakan teman-temannya. Dia sangat cocok dijadikan target pendekatan.”
“Memang hebat. Tapi, itu informasi sampai kemarin.”
Sambil berkata begitu, aku menunjukkan beberapa lembar kertas pada Marie.
Di situ tertulis surat permintaan maaf panjang, lengkap dengan tanda tangan di bawahnya. Nama Damien juga ada di antara mereka.
“Ini...”
“Aku sudah berhasil menarik beberapa bangsawan yang terlihat tidak berbahaya. Damien salah satunya.”
“Begitu cepatnya... Bagaimana Anda melakukannya?”
“Bangsawan di Persekutuan Camar Putih punya kualitas yang beragam. Di pusatnya ada yang secara realistis bisa jadi calon pasangan Fine, tapi yang di pinggirannya hanya masuk karena ajakan teman atau sekadar ikut-ikutan. Dan biasanya mereka bukan orang kaya. Jadi, aku cari catatan utang mereka dan melunasinya semua. Artinya, sekarang aku yang jadi kreditur mereka.”
“Metode yang efektif... Tapi, dari mana dananya?”
“Aku tidak pernah menggunakan uangku sendiri. Pengelolaan uang itu sudah lama kuserahkan ke Sebas. Selama ini, dia sudah membuatnya berkembang berkali-kali lipat.”
Itulah faktanya. Aku menyerahkan semua urusan aset pada Sebas, dan dia mengelolanya dengan sangat baik hingga nilainya berlipat ganda. Tapi sebenarnya, itu hanya cara agar tidak menimbulkan kecurigaan saat uang digunakan. Sumber pendapatan utamaku tetap dari aktivitas sebagai Silver. Dalam hal kekayaan pribadi, mungkin aku salah satu yang terkaya di Kekaisaran.
“Sangat dermawan. Tapi bukankah mengeluarkan banyak uang untuk yang tidak berbahaya itu berlebihan?”
“Uang itu paling berguna saat dibelanjakan. Aku ada urusan, jadi ikuti saja arahan Sebas. Sebas.”
“Hadir.”
Sebas muncul tanpa suara.
Aku menyerahkan dokumen yang sudah kusiapkan kepadanya.
“Wah, wah. Ini cukup besar pengeluarannya, ya?”
“Tidak masalah. Habiskan saja sebanyak yang diperlukan. Kita harus ajarkan pada Persekutuan Camar Putih yang keterlaluan itu siapa yang di atas dan siapa yang di bawah.”
“Jadi, Anda ingin benar-benar menghancurkan mereka, ya?”
“Tepat sekali. Tunjukkan pada seluruh bangsawan di ibu kota, beginilah cara menggunakan uang.”
Mendengar itu, Sebas membungkuk dalam-dalam, lalu pergi bersama Marie.
Kalau begitu, persiapan awal kuserahkan pada mereka berdua.
Saat aku berpikir demikian, tamu baru masuk ke kamarku.
“Yang Mulia Pangeran Arnolt. Saya, Alois von Zimmer, datang memenuhi panggilan.”
“Selamat datang, Count Zimmer. Maaf memanggil di tengah situasi seperti ini.”
“Tak masalah. Waktu luang saya memang cukup banyak akhir-akhir ini.”
Wajah Alois yang mengatakan itu tidak berbohong. Meski kelihatannya dia terus belajar, mungkin memang terasa membosankan jika itu satu-satunya kegiatan.
Aku tersenyum tipis kepadanya.
“Baguslah. Karena aku ingin meminta bantuanmu sedikit.”
“Itu tergantung tugasnya, Yang Mulia. Sayangnya, saya bukan orang yang berbakat.”
Alois merendah, memberi ruang untuk menolak. Cukup lihai.
Tapi terlihat jelas bahwa dia sudah mempelajari cara berbicara seperti itu. Bagus.
“Silver cukup menghargaimu.”
“!!”
“Mungkin aku sebaiknya memanggilmu Grau?”
“Anda... Siapa sebenarnya...?”
Itu informasi yang hanya Silver dan Alois yang tahu. Tapi sebenarnya masih ada satu orang lain yang tahu.
“Yang meminta bantuan pada Silver waktu itu adalah aku. Aku tidak ingin Leo diganggu.”
“Jadi... Anda yang mengutus Grau...?”
“Bisa dibilang begitu.”
Mendengar itu, Alois mundur selangkah dan berlutut di tempat.
“Ada apa?”
“Saya ingin mengucapkan terima kasih, Yang Mulia... Berkat Anda, saya bisa melindungi nyawa para rakyat saya...”
“Bukan aku yang melindungi mereka. Itu kamu dan Silver. Tapi, kalau kamu tetap merasa berutang budi, pinjamkan kekuatanmu padaku.”
“Tentu. Saya akan memberikan segalanya.”
“Jangan terlalu serius. Aku cuma ingin kamu bercerita tentang diriku. Sampaikan pada para bangsawan.”
“Menyebarkan rumor yang baik, ya! Serahkan saja pada saya!”
Wajah Alois langsung bersinar.
Tapi aku menggeleng pelan.
“Eh?”
“Kebalikannya. Aku ingin kamu sebarkan rumor buruk. Ceritakan betapa menyeramkannya aku, dengan wajah seburuk mungkin.”
“T-Tapi bukankah itu akan memperburuk keadaan?”
“Tidak apa-apa. Aku sudah membicarakannya dengan Silver. Ini strategi yang sudah dipikirkan matang. Bukan ide dadakan.”
Kukatakan begitu karena Alois tampak khawatir.
Meski begitu, ekspresinya masih menunjukkan keraguan, tapi akhirnya dia mengangguk pelan.
“Yang Mulia, bolehkah saya meminta satu hal?”
“Apa?”
“Setelah semua ini selesai, izinkan saya memperbaiki citra Anda. Saya tidak bisa menghadapi rakyat saya kalau harus terus menghina orang yang telah menolong kami...”
“Itu... Tergantung situasinya. Aku tidak bisa janji.”
“Yah...”
Melihat wajah Alois yang terluka seperti itu, entah kenapa aku merasa sedikit bersalah. Yah, memang aku sedang merencanakan sesuatu yang licik.
Tak ada pilihan. Kalau Alois menolak bantuanku di sini, semuanya bisa gagal.
“Baiklah, baiklah. Lakukan sesukamu.”
“Benarkah? Terima kasih banyak!!”
Alois membungkuk dalam-dalam dengan semangat.
Yah, walaupun Alois nanti memperbaiki citraku, masyarakat hanya akan menilaiku sebagai “pria yang memanipulasi opini publik lewat anak kecil”, entah itu kesan saat ini atau yang akan datang, hasil akhirnya tetap sama.
“Itu saja yang ingin aku sampaikan. Bisa kuandalkan padamu?”
“Tentu! Serahkan saja pada saya!”
Alois menjawab penuh semangat.
Saat dia hendak keluar dari ruangan, aku tiba-tiba menghentikannya. Ada hal yang ingin kupastikan.
“Count Zimmer, tidak, Alois.”
“Ya?”
“Yah, aku hanya ingin bertanya... Apakah kamu sudah pernah bertemu dengan anggota keluarga kekaisaran lainnya selain aku?”
“Saya sudah beberapa kali berbicara dengan Yang Mulia Pangeran Eric dan Pangeran Leonard. Tapi selain mereka, saya belum punya kesempatan bertemu yang lain.”
Mendengar itu, aku menghela napas dalam hati.
Alasan Ayahanda membiarkan Alois tinggal di istana adalah agar dia bisa belajar banyak hal, dan karena Ayahanda mempertimbangkannya sebagai calon suami untuk Christa. Aku yakin Ayahanda tidak berniat menikahkan Christa ke luar negeri. Jadi, pasangan yang dia pikirkan pasti berasal dari kalangan bangsawan Kekaisaran.
Kalau kelak harus menikah, sebaiknya dengan orang yang benar-benar beliau sukai, barangkali itulah yang sedang beliau pikirkan. Tapi, kenyataannya beliau belum juga menunjukkan tanda-tanda ingin bertemu siapa pun. Itu berarti beliau masih bimbang.
“Jangan langsung jadi tak berguna begitu tiap kali soal anak perempuanmu dibahas, dong...”
“Maaf?”
“Bukan untukmu. Eh, bagaimana kalau makan malam bersama lain waktu? Ada beberapa kenalan yang ingin aku perkenalkan.”
“Benarkah? Dengan senang hati!”
Alois tersenyum polos saat mengucapkannya.
Alois adalah pemuda yang menjanjikan. Kapasitasnya sudah terbukti dalam konflik internal sebelumnya. Dia adalah calon utama untuk menjadi suami Christa. Tapi pada akhirnya, semua tergantung pada apakah mereka cocok atau tidak.
Untuk sekarang, aku hanya akan mencoba mempertemukan mereka terlebih dahulu.
Sambil memikirkan itu, aku mengantar kepergian Alois.
Tak lama kemudian, Fine datang menggantikan posisinya, dan wajahnya terlihat sangat murung.
“Ada apa? Ini bukan seperti dirimu. Wajahmu kelam sekali.”
“Maaf... Semua ini karena saya...”
Fine berkata demikian sambil menunjukkan ekspresi makin terpuruk. Sepertinya dia merasa semua ini adalah kesalahannya.
Benar-benar konyol.
“Itu bukan salahmu. Separuh dari ini karena kebodohan para bangsawan, separuh lagi karena Ayahanda.”
“Tapi... Karena saya berada di sisi Anda, Tuan Al...”
“Jangan salah paham. Kalau kamu menyusahkan, dari dulu kamu sudah kukirim pulang ke wilayahmu. Fakta bahwa itu tidak terjadi berarti aku yang memilih untuk tetap menahanmu di sisiku. Mengerti?”
Aku menekankan kalimat itu dengan nada tegas, dan Fine mengangguk sedikit terkejut. Melihatnya begitu, aku tersenyum tipis dan kembali bersikap seperti biasa.
“Baiklah. Kalau begitu, boleh minta tehnya? Yang agak kental, ya.”
“Y-Ya! Segera saya siapkan! U-Uh... Tuan Al...?”
“Hm?”
“Ada... Kue juga, kalau Anda mau...”
“Tentu saja aku mau. Tolong, ya.”
“Y-Ya! Semoga cocok di lidah Anda...”
Sambil berkata begitu, Fine mulai mempersiapkan semuanya sambil bersenandung kecil.
Pemandangan seperti ini adalah keseharian kami, rutinitas yang biasa.
Dan ada orang-orang yang mencoba menghancurkan itu. Parahnya lagi, mereka adalah orang-orang dari kalangan bawahanku sendiri, yang hendak merusak keseharianku yang sederhana ini.
“Aku tak akan memberi ampun...”
Aku bergumam pelan agar Fine tidak mendengarnya.
Seiring dengan itu, aku merasakan amarah yang membara dari dasar hatiku, namun aku menahan diri dan mencoba menenangkan diri.
Setidaknya, di hadapan Fine aku ingin tetap tersenyum. Karena jika aku menunjukkan wajah marah, Fine pasti akan merasa bersalah.
“Sudah siap! Silakan, Tuan Al!”
“Ya, terima kasih.”
Saat kuminum, teh itu tetap terasa nikmat seperti biasanya.
Previous Chapter | Next Chapter
Post a Comment