NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yosei no Batsurigaku―PHysics PHenomenon PHantom―[LN] Bahasa Indonesia Volume 1 Prologue

 Penerjemah: Chesky Aseka

Proffreader: Chesky Aseka


Prologue

“Tokyo Absolute Zero ── Zero-point Emotion ──”


Seorang gadis berjalan seorang diri di atas permukaan bumi yang seluruhnya diselimuti es.

Malam beku yang suhunya turun hingga lebih dari dua ratus derajat di bawah titik beku. Dari celah awan, cahaya bulan yang redup menembus sesuatu yang tak berwujud seperti kabut, yang mengendap tanpa batas di langit malam. Lalu cahaya itu memantul dan menyebar samar, memecah dalam warna-warna pelangi.

Benda yang melayang di udara itu adalah butiran debu es yang disebut debu berlian, terbentuk dari uap air di atmosfer yang membeku menjadi kristal-kristal halus.

Hembusan angin kencang menerbangkan butiran debu berlian bersama hawa dingin yang menusuk, membuat cahaya pelangi itu bergetar lembut layaknya aurora.

Gadis itu berjalan menunduk, menatap permukaan beku di bawah kakinya.

Dia tidak merasa dingin. Anginnya tidak menyakitkan, tidak pula terasa membekukan.

Bahkan hawa dingin yang lebih dari dua ratus derajat di bawah titik beku tidak mampu membekukan tubuhnya.

Di ruang ini, tak ada satu pun fenomena mampu melukai gadis itu secara fisik.

Mata gadis itu bergetar, lalu air matanya meluap. Namun air mata itu tidak sempat mengalir. Begitu menyentuh udara luar, tetesannya segera mengalami perubahan wujud menjadi kristal-kristal kecil yang terpecah, lalu tertiup angin, menghapus jejaknya.

Air matanya membeku, menempel, lalu hancur berderai. Tanpa memikirkan apa pun, gadis itu terus melangkah. Di setiap langkahnya, tidak ada bobot, tidak ada keringanan, tidak ada apa pun yang terkandung di dalamnya. Tetes-tetes air mata yang terus bermunculan dari sudut matanya membeku menjadi kristal dan beterbangan. Begitulah dia menembus permukaan es, menempuh perjalanan yang memakan waktu yang entah berapa lama.

Tidak ada tujuan. Tidak ada alasan.

Gadis itu berpikir bahwa dunia es ini akan terbentang selamanya, tanpa batas dan tanpa akhir.

Karena itulah, dia tidak menyadari ketika tiba-tiba tanah di bawah kakinya lenyap.

Dia telah menembus sesuatu yang mirip selaput. Kaki kanannya yang terjulur ke depan kehilangan pijakan, tubuhnya goyah, dan seiring itu kaki kirinya pun kehilangan tempat bertumpu. Bersamaan dengan sensasi melayang, tubuh gadis itu terlempar ke udara.

Saat jatuh menembus langit malam, hati gadis itu terpaut pada sesuatu yang sama sekali berbeda dari keadaannya.

Hal pertama yang dia rasakan setelah keluar dari dunia beku itu adalah angin. Lalu dingin, kemudian, berbanding terbalik dengan dingin itu, kesadaran akan hangatnya suhu tubuhnya sendiri. Dan terakhir, sensasi air mata yang mengalir di sudut matanya.

Air mata itu tidak membeku. Sebagai cairan, tetesan yang tumpah dari matanya memberikan sensasi yang terasa begitu aneh.

Air mata itu tidak menelusuri pipinya. Dari tubuhnya yang jatuh menembus langit, tetesan itu justru bergerak menjauh, terbang ke atas dan ke atas.

Mencoba mengikuti ke mana air mata itu pergi, gadis itu mendongak.

Di sanalah dia sadar, dari langit turun berjuta-juta serpihan putih.

Serpihan putih itu menyentuh pipinya. Dia merasa seolah serpihan itu perlahan mencair dan menghilang.

Bukan seperti es yang keras dan tak membiarkan apa pun mendekat.

Pipinya memang terasa dingin saat tersentuh, namun ada kelembutan di dalamnya, seolah membawa rasa hangat yang samar. Kelembutan itu membangkitkan rasa kagum di hati gadis itu.

Saat jatuh menembus langit malam, gadis itu sudah tahu nama dari serpihan putih yang turun tanpa henti itu sejak dia dilahirkan.

Dia membuka bibirnya, dan suaranya bergetar. Dengan sedikit rasa kagum, dia mengucapkan kata pertamanya.

“Salju...”


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment


close