Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Chapter 4
Kedatangan
Bagian 1
Pasukan bantuan yang berada di luar ibu kota bukan hanya Elna dan kelompoknya.
Ada pula lima ribu kesatria yang dipimpin oleh sang Pahlawan yang disiapkan oleh Kanselir. Namun, gerakan rombongan itu justru lambat.
Alasannya, bila Pahlawan mengerahkan kekuatannya sendiri, itu akan terlalu mencolok. Karena itu, pasukan utama kesatria tersebut disusun dari tiga keluarga cabang yang masih terikat dengan keluarga Pahlawan.
Pahlawan Pertama memiliki seorang putra sulung dan tiga putri. Putra sulung mewarisi garis utama, sementara tiga putri mendirikan keluarga-keluarga cabang untuk menopang keluarga utama, semua demi menjaga darah sang Pahlawan.
Mereka memang bangsawan, tetapi bobot darah mereka berbeda dari bangsawan kebanyakan. Tidak setara dengan keluarga Pahlawan, tetapi mendekati posisi tersebut.
Ketiga keluarga ini dianugerahi gelar khusus, “Baron Pedang”. Gelar tersebut menandakan tugas mereka untuk menjadi Keluarga Pahlawan berikutnya bila garis utama terputus.
Masing-masing keluarga memiliki wilayah di dekat ibu kota, serta menurunkan kesatria-kesatria yang mewarisi ilmu pedang sang Pahlawan.
Kesatria-kesatria itu memiliki kekuatan yang jelas melampaui para kesatria dari keluarga lain. Berfungsi pula sebagai bentuk pengawal luar bagi Kekaisaran.
Dan mereka kini berkumpul di bawah Pahlawan. Pasukan mereka berjumlah lima ribu.
Mereka adalah bantuan yang disiapkan Kanselir bersama Lize untuk menghadapi Gordon.
Seharusnya, saat pemberontakan Gordon semakin pasti, Pahlawan akan segera berangkat menuju ibu kota.
Namun.
“Baron Emmert, pendapatmu masih tidak berubah?”
“Tentu saja.”
Di atas bukit tempat Pahlawan mendirikan markas besar, dua pria paruh baya berbicara di dalam tenda.
Salah satunya adalah Baron Emmert. Dia memimpin sekitar dua ribu lima ratus kesatria, setengah dari seluruh pasukan. Pria yang berbicara kepadanya adalah Baron Helmut.
“Tujuan kita adalah menyelamatkan Paduka Kaisar. Kita harus menuju ibu kota sekarang!”
“Aku paham benar. Justru karena itu aku menyarankan agar kita menghentikan pasukan bantuan dari utara.”
“Jika Paduka gugur, apa gunanya menghentikan bantuan!?”
“Nona Elna berada di luar ibu kota. Kudengar Pangeran Leonard bersamanya. Urusan ibu kota serahkan saja pada Nona Elna. Yang kita butuhkan adalah Pedang Suci. Jika Nona Elna bergerak ke sana, maka Pahlawan tidak perlu ikut.”
“Nona Elna pergi karena perintah Kaisar untuk membantu Pangeran Leonard! Setelah menolong beliau, tak ada yang tahu kapan dia bisa kembali! Untuk berjaga-jaga, kita juga harus bergerak!”
“Pemberontakan di ibu kota hanyalah permulaan. Negara Bagian Cornix, Persatuan Kerajaan Egret, dan salah satu dari Tiga Kekuatan Besar—Kerajaan Perlan—akan mengirim pasukan ke wilayah kita. Ditambah lagi, Pangeran Gordon hampir sepenuhnya menguasai pasukan utara. Jika kita tidak menahan mereka sesegera mungkin, gelombang pasukan akan terus berdatangan. Urusan ibu kota serahkan saja pada Nona Elna, sementara kita menghadang musuh dari utara.”
“Rencana Kanselir akan berantakan. Ibu kota mengandalkan kita!”
“Dengan segala hormat, tugas melindungi Paduka Kaisar berada di tangan Kesatria Pengawal. Sementara tiga Baron Pedang bertugas menjaga wilayah sekitar ibu kota. Pengawal di dalam, Baron Pedang di luar. Dan Nona Elna adalah bagian dari Kesatria Pengawal. Urusan ibu kota serahkan saja padanya. Kita harus menahan musuh di utara.”
Perkataan Emmert berbobot berat. Mengabaikannya berarti meruntuhkan struktur pasukan. Lagi pula, tak ada yang salah dengan apa yang dia katakan.
Dia bukan meremehkan Pahlawan ataupun Kaisar. Dia hanya menaruh kepercayaan pada Elna. Dan Elna memiliki rekam jejak yang cukup untuk menanggung kepercayaan itu.
“Baron Emmert... Mengapa kamu mengacaukan langkah kita?”
“Aku tidak mengacaukan apa pun. Justru karena ini situasi genting, kita harus melihat ke depan. Jika kita menumpahkan semua kekuatan ke ibu kota, pasti akan muncul celah di tempat lain. Karena kita tidak bisa sepenuhnya percaya pasukan di wilayah lain, kitalah yang harus menutup celah itu. Jika Paduka Kaisar harus melarikan diri dari ibu kota, saat itulah kita menjemput beliau. Untuk sekarang, sisi utara yang paling mendesak.”
Helmut menyadari bahwa membujuk Emmert tidak mungkin, dan akhirnya dia meninggalkan tenda.
* * *
Helmut keluar dari tenda Emmert dan langsung menuju ke tenda Baron Pedang lainnya.
Namanya adalah Baron Steiert. Dia adalah adik kandung Anna, ibu Elna, dan dengan demikian merupakan paman Elna.
“Dia tidak mau, Baron Steiert.”
“Begitu ya. Yah, kalau bahkan Baron Helmut pun tidak berhasil, mau bagaimana lagi.”
Steiert mengangkat bahunya. Dari tiga Baron Pedang, dialah yang paling muda. Namun dia juga yang paling dekat dengan keluarga inti Bangsawan Pahlawan.
Bagi keluarga Baron Pedang, mengirimkan kerabat sedarah ke keluarga inti adalah hal yang sangat besar. Keluarga inti tidak sering mengambil pasangan dari keluarga cabang. Jika seseorang dari keluarga cabang berhasil masuk ke sana, keluarga itu pun akan berada selangkah lebih dekat dengan keluarga inti dan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dibanding keluarga cabang lainnya.
Karena itulah ketika Anna hendak dinikahkan, sempat terjadi keributan di antara keluarga Baron Pedang. Bagaimanapun juga, dia akan menjadi istri dari kepala keluarga Pahlawan, satu-satunya yang dapat memanggil Pedang Suci. Pengaruh posisi itu tidak dapat dibayangkan besarnya.
Ayah Emmert, kepala generasi sebelumnya, pernah mengajukan putrinya sebagai calon istri Pahlawan. Namun pada akhirnya, Anna dari keluarga Steiert-lah yang dipilih. Alasannya bukan politik; Pahlawan itu hanya menyukai Anna secara pribadi.
Seandainya hanya itu, keluarga Emmert masih bisa menerima bahwa mereka kecolongan satu langkah. Namun masalah sebenarnya muncul saat Elna lahir dari pernikahan mereka.
Keajaiban keluarga Pahlawan. Kelahiran kembali sang Pahlawan.
Gadis jenius yang digadang-gadang sebagai yang paling dekat dengan Sang Pahlawan dalam sejarah panjang keluarga itu. Dan keluarga Emmert telah kehilangan kesempatan untuk menjadi ibu dari tokoh sehebat itu.
Menyadari besarnya posisi yang mereka lewatkan, keluarga Emmert pun mulai memusuhi keluarga Steiert.
Karena itulah tugas membujuk Emmert diserahkan kepada Helmut. Namun bahkan Helmut pun tidak mampu mengubah pikiran Emmert.
“Aku akan menyampaikan ini pada Pahlawan. Sepertinya, sekalipun tanpa Baron Emmert, kita tetap harus menuju ibu kota. Bersiaplah.”
“Baik. Tapi, apa benar kita bisa membiarkan Baron Emmert begitu saja?”
“Pendapatnya bahwa kita harus bersiap menghadapi ancaman dari utara adalah benar. Jadi kita biarkan saja dia mengurus hal itu.”
“Meski begitu, pasti masih akan ada yang protes. Pasukan dari utara kemungkinan datang dengan jumlah yang tidak sedikit.”
“Namun itu satu-satunya pilihan. Kalau tidak suka, ya ikut saja ke ibu kota.”
Setelah mengatakannya, Steiert keluar dari tenda dan pergi menemui Pahlawan.
Tak lama kemudian, rapat militer digelar, dan diputuskan bahwa mereka akan berangkat menuju ibu kota tanpa melibatkan Baron Emmert.
Kepada Baron Emmert kemudian diberikan tugas menahan pasukan yang datang dari utara.
Menerima perintah itu, akhirnya Emmert pun menyetujui untuk ikut menuju ibu kota. Jika dia sendirian pergi menghadang pasukan utara, pengorbanan para kesatria akan terlalu besar.
Setelah itu, pasukan Pahlawan mulai bergerak, namun waktu yang terbuang sudah terlalu banyak.
Sesampainya di dekat ibu kota, sang Pahlawan merasakan penggunaan Pedang Suci. Elna berhasil tepat waktu.
Dengan begitu, ancaman terdekat kini adalah pasukan dari utara. Selama Elna berada di ibu kota, dalam keadaan terburuk sekalipun, setidaknya sang Kaisar bisa diselamatkan.
Akhirnya, sesuai saran Emmert, pasukan Pahlawan yang dipersiapkan sebagai bala bantuan pun bergerak untuk menahan serangan dari utara.
Bagian 2
Dalam situasi seperti ini, sungguh aneh kalau William tidak memilih mundur.
Karena permata pelangi yang kubawa adalah permata palsu, dan karena Gordon telah berhasil dipancing keluar dari istana, mempertahankan ibu kota akan menjadi sangat sulit.
Sekalipun pertempuran diteruskan di lapisan tengah ibu kota, peluang untuk menang tipis.
Kalau begitu, pilihan yang paling masuk akal adalah mundur dan menata ulang formasi.
Para jenderal yang berada di ibu kota jelas bukan satu-satunya pihak yang mendukung Gordon. Jika mereka berkumpul, itu akan menjadi kekuatan yang cukup besar.
Bagi tiga negara—Egret, Perlan, dan Cornix—tak ada yang lebih baik daripada keberhasilan pemberontakan Gordon. Namun, sekalipun gagal, selama Gordon tetap hidup, mereka masih bisa memanfaatkannya untuk kepentingan minimum.
Jika Kekaisaran terbelah dua, ketiga negara itu bisa mendukung Gordon dan menggerakkan pasukan mereka ke dalam wilayah Kekaisaran dengan melewati daerah kekuasaannya.
Hanya dengan itu saja nilai militernya sudah tak terukur.
Dan William pasti memahami semua itu. Kalau dia terus bersikeras mempertahankan ibu kota dan Gordon mati, seluruh rencana yang ada sekarang akan sia-sia.
Kendati demikian, William tetap tidak mundur.
“Karena dia masih yakin ada peluang untuk menang.”
Aku berpindah dari penginapan ke langit di atas ibu kota.
Lebih tinggi daripada Leo dan yang lainnya.
Aku berpindah hingga menembus awan, lalu mengaktifkan penghalang pendeteksi.
Begitu penghalang itu meluas, beberapa kelompok pasukan langsung terdeteksi.
Di sekitar ibu kota ada tiga pasukan.
Satu datang dari barat laut yang paling dekat, dan hampir memasuki jangkauan serangan ibu kota.
Dua lainnya saling bertempur di timur laut. Sepertinya itu pasukan yang dipersiapkan oleh Kanselir. Mereka menghancurkan musuh dengan kekuatan yang luar biasa, tapi tetap butuh waktu untuk memusnahkan lawannya. Mereka tak akan sempat menghentikan pasukan dari barat laut.
“Jadi ini kekuatan Gordon, sebagian dari pasukan pusat dan pasukan utara.”
Gordon dulu dipindahkan ke pasukan penjaga perbatasan utara.
Komandan benteng yang menjaga perbatasan mungkin takkan berkhianat, tapi garnisun-garnisun di berbagai wilayah utara lain ceritanya berbeda.
Mereka tidak ditempatkan di garis depan, tapi juga tidak dekat dengan pasukan pusat.
Jauh dari jalur promosi, apalagi di daerah, para bangsawan punya kuasa jauh lebih besar.
Masalah-masalah di wilayah biasanya ditangani langsung oleh para kesatria di bawah bangsawan, sehingga para prajurit garnisun sering kali tidak punya banyak tugas.
Kalau ada yang tidak puas dengan perlakuan itu, bukan tidak mungkin mereka memilih memihak Gordon.
Jika begitu, pasukan perbatasan utara sangat riskan.
Cornix dan Perlan pasti mulai bergerak bersamaan dengan pemberontakan Gordon. Kerajaan Perlan mungkin akan menggunakan masalah Leticia sebagai alasan resmi invasi, tapi Cornix tidak akan memakai tipu daya semacam itu.
Tidak mengherankan kalau mereka sudah mulai menyerbu dari perbatasan utara.
Jika utara jatuh, Kekaisaran harus merebutnya kembali. Namun ibu kota adalah pusat dari Kekaisaran. Selama dibiarkan jatuh, para bangsawan dan militer di seluruh wilayah takkan bisa bekerja sama dengan baik.
Bahkan jika Kaisar sudah dievakuasi, mereka tetap ingin memastikan ibu kota tak jatuh. Ada keuntungan besar di sana.
Dan sekarang, harapan terakhir William adalah bala bantuan dari barat laut yang semakin dekat.
Jumlahnya delapan ribu hingga sepuluh ribu. Bala bantuan sebesar itu akan menjadi pukulan fatal.
Ayahanda akan terpaksa meninggalkan ibu kota, bergabung dengan pasukan yang disiapkan Kanselir, lalu bergerak untuk merebut kembali ibu kota.
Dengan kekuatan pasukan itu, kemungkinan besar ibu kota bisa direbut kembali. Tapi pertempuran besar tak terhindarkan, ibu kota akan dilalap api perang. Baik demi rakyat maupun demi pusat pemerintahan, itu bukan keputusan yang bijak.
“Petualang SS tidak boleh bergerak terlalu mencolok.”
Bukan berarti aku peduli pada omelan markas utama guild, tapi aku ingin menghindari terlibat tanpa alasan jelas dalam urusan perang saudara suatu negara.
Petualang peringkat SS adalah pelindung rakyat. Itulah pandangan yang membuat keberadaan kami diterima.
Kami boleh bergerak sesuka hati sejauh mematuhi aturan dasar itu.
Dan secara prinsip jangan ikut campur dalam masalah politik negara. Kami diminta untuk tetap netral.
Itu juga demi menenangkan rakyat.
Petualang peringkat SS adalah sekutu seluruh rakyat di benua ini, itulah citra yang dibentuk oleh guild. Para pendahulu kami juga selalu bertindak demikian. Kalau tidak, kami akan dianggap makhluk yang terlalu berbahaya.
Kalau salah satu dari kami berpihak pada salah satu faksi, rakyat bisa saja mulai takut pada para petualang SS.
Kami adalah makhluk di luar batas, tidak bisa dimasukkan dalam kategori mana pun.
Tidak seperti keluarga Pahlawan yang bersumpah setia pada Kaisar.
Kami ini ibarat binatang buas yang dibiarkan berkeliaran. Kalau dianggap berbahaya, yang akan diburu dan dibasmi adalah kami.
“Kalau sampai harus berhadapan dengan mereka, itu bakal merepotkan.”
Untuk menghadapi petualang SS, yang dibutuhkan tentu petualang SS lainnya.
Siapa pun lawannya, hasilnya akan buruk.
Sekalipun aku menghancurkan pasukan yang ada di sini dan meminimalisir korban, pertarunganku dengan mereka akan menghasilkan kerusakan yang lebih besar lagi.
“Aku tidak boleh bergerak terang-terangan.”
Sambil berbisik begitu, aku kembali membuka gerbang teleportasi.
Menggunakan orang lain hanya akan memperbesar korban. Jika aku bergerak sendiri, korban bisa ditekan.
Dilema yang besar.
Aku sendiri tak tahu apa yang benar.
Satu hal saja yang kuyakini, “mereka” pasti menunggu kesempatan. Saat negara dalam bahaya, tidak bisa berbuat apa-apa pasti membuat mereka frustrasi.
Tidak, mungkin bukan demi negara.
“Ini demi menyelamatkan Nona yang sangat mereka sayangi.”
Aku melangkah melewati gerbang teleportasi.
Aku kini berada di wilayah Duke Kleinert.
Di langit di atas ibu kota wilayah itu, aku melihat pasukan kesatria yang berkemah dan bersiaga.
Jumlah mereka sekitar lima ribu.
Para kesatria itu berkumpul lengkap dalam peralatan tempur penuh.
Aku turun perlahan ke area perkemahan, menerima tatapan dari sekeliling, lalu masuk ke tenda terbesar.
Di dalamnya, Duke Kleinert sudah menunggu dengan baju zirah yang terpasang sempurna.
Dia siap untuk berangkat kapan saja.
“Kamu datang, Silver.”
“Ya. Meski sebenarnya aku lebih memilih tidak datang.”
“Aku pun sama. Aku tidak ingin kamu datang. Kalau kamu sudah tiba, berarti benar-benar terjadi pemberontakan di ibu kota. Tak ada orang tua yang menginginkan putrinya dalam bahaya.”
“Untuk soal itu, tidak ada masalah. Nona Fine selamat. Tapi pasukan sedang bergerak menuju ibu kota. Di dalam ibu kota sendiri, kubu Kaisar memang unggul, tapi kedatangan pasukan itu akan membalikkan keadaan.”
“Tidakkah kamu bisa menyingkirkannya dengan satu serangan?”
“Kalau bisa, sudah kulakukan sejak tadi. Petualang SS kelihatannya bebas, tapi sebenarnya tidak sebebas itu.”
“Hmph... Hanya bercanda. Aku paham posisimu. Datang ke sini dan membantu kami saja sudah masuk wilayah abu-abu. Meski begitu, kamu tetap datang. Aku berterima kasih.”
Begitu berkata, Duke Kleinert tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya.
Aku sadar itu ajakan berjabat tangan, jadi aku menyambutnya.
Duke Kleinert menggenggam tanganku erat sambil tersenyum.
“Ternyata tanganmu lebih kecil dari dugaanku.”
“Lagipula, aku ini juga seorang manusia.”
“Tampaknya begitu. Tidak peduli kamu manusia atau bukan, rasa terima kasihku tidak berubah. Kamu telah menyelamatkan wilayah ini. Kamu telah menjadi kekuatan bagi pangeran yang putriku dukung. Dan sekarang, kamu datang untuk memperingatkan kami tentang bahaya negara dan membuka jalan bagi kami. Maka jangan terlalu memikirkan ini. Sekalipun aku mati dalam pertempuran ini, itu bukan salahmu. Melindungi negara adalah tugas kaum bangsawan. Kami boleh terlihat angkuh sehari-harinya, tapi itu karena kami mempertaruhkan nyawa pada saat-saat seperti ini. Aku tak tahu soal bangsawan lain, tapi begitu yang diajarkan keluarga Kleinert. Bila kami disebut keluarga yang luhur, maka kami wajib menjaga keluhuran tindakan kami.”
Sambil mengucapkan itu, Duke Kleinert mengenakan helmnya.
Kemudian dia menyampirkan pedangnya di pinggang dan mulai berjalan perlahan.
Aku mengikutinya keluar dari tenda, dan bahkan sebelum perintah diberikan, para kesatria sudah mulai bersiap.
“Siapkan kudanya! Kita berangkat!”
“...Aku akan memindahkan kalian ke hutan dekat ibu kota. Musuh kemungkinan menyerang dari sisi utara. Tidak ada yang mengetahui keberadaan pasukan ini. Kita bisa menyerang mereka secara tiba-tiba.”
“Baik. Tenang saja, di masa mudaku aku sering turun ke medan tempur. Aku tidak akan kalah dari pasukan yang manja karena hidup terlalu damai.”
Itu mungkin benar.
Militer mendukung Gordon karena ingin meraih prestasi perang.
Kekaisaran memang sudah lama tidak mengalami perang besar, tapi masa lalu berbeda.
Saat Ayahanda masih muda, perang dengan negara lain terjadi cukup sering. Duke Kleinert yang seusia itu pasti pernah bertempur bersama Ayahanda di medan perang.
Aku menyiapkan beberapa gerbang teleportasi berukuran besar.
Untuk memindahkan satu pasukan, fasilitas sebesar itu memang dibutuhkan.
Sementara itu, Duke Kleinert mulai mengumpulkan para kesatria.
“Perdamaian dibangun di atas pertumpahan darah. Mereka yang tidak puas adalah mereka yang belum pernah menumpahkan darah, atau mereka yang mabuk oleh darah. Rantai ini tidak pernah putus.”
Duke Kleinert berbicara di hadapan para kesatria.
Di tangannya, dia memegang bendera keluarga Kleinert.
Panji kebesaran yang diwariskan turun-temurun.
Pada bendera biru dan putih itu tergambar seekor burung dengan sayap terlipat.
Burung tidur yang tidak mengepakkan sayap sembarangan.
Simbol yang sangat cocok untuk keluarga Kleinert.
“Namun! Meski rantai itu tidak pernah berhenti, bukan berarti kita boleh berhenti bertarung! Bila perdamaian runtuh, maka kita bangun lagi! Kita bersama-sama menumpahkan darah! Di tujuan kita, Fine sedang menunggu! Jangan biarkan dia sendirian! Keluarga Kleinert selalu satu!!”
Duke Kleinert menyerahkan bendera itu pada seorang pria muda di sampingnya.
Itu adalah putra sulungnya, kakaknya Fine, yang dulu menjadi penjaga gerbang saat aku pertama kali datang ke wilayah ini.
Kupikir dia akan tinggal, tapi rupanya dia ikut pergi ke medan perang.
Wajahnya terlihat ketakutan, tapi dia tidak mundur.
“Berangkat! Menuju ibu kota!!”
Dengan teriakan itu, Duke Kleinert menghunus pedangnya dan menjadi yang pertama masuk ke gerbang teleportasi.
Para kesatria mengikuti di belakangnya.
Setelah memastikan seluruh pasukan sudah berpindah, aku pun kembali ke ibu kota.
Sesampainya di sana, pasukan bantuan Gordon baru saja muncul di sisi utara ibu kota.
Bagian 3
“Paduka, pasukan musuh semakin mendekat. Jumlah mereka sekitar delapan ribu. Melihat arah kedatangan dan perlengkapan mereka, kemungkinan itu sebagian dari garnisun utara.”
“Wynfried, bisa kamu bersikap sedikit panik? Mereka mungkin saja datang untuk memburu kita.”
Kaisar Johannes berada tidak jauh dari gerbang timur ibu kota.
Di sekelilingnya ada lima unit dari pasukan kesatria pengawal yang semula ditugaskan untuk melindunginya. Meski para kapten tidak ikut, kekuatan itu saja sudah lebih dari cukup.
Selain itu, Wyn membawa sebagian dari Nerve Ritter, serta dua unit kesatria pengawal lain yang dikirim Elna menuju posisi Kaisar.
Jika digabung, jumlah total mereka sedikit lebih dari seribu. Namun dari segi kualitas, mereka tidak kekurangan apa pun.
Meski begitu, musuh kali ini delapan kali lipat lebih banyak. Jelas itu situasi yang tidak menguntungkan.
Tetapi.
“Kalau mereka benar-benar mengincar kita, itu malah lebih baik. Akan lebih merepotkan kalau mereka melanjutkan perjalanan menuju ibu kota.”
“Kamu memang tidak berubah. Tapi kamu benar. Maaf, aku akan bertindak agak nekat.”
“Ya. Saya minta maaf juga, tapi untuk memancing musuh, kami membutuhkan keberadaan Paduka Kaisar.”
Johannes mengangguk, lalu mencabut pedangnya sendiri dan memacu kuda.
Sihir para kesatria pengawal menggema, memperkuat suaranya ke seluruh medan.
“Jangan biarkan musuh mendekati ibu kota! Para kesatria! Ikuti Kaisar Johannes!!!”
Dengan itu, Johannes melesat sebagai barisan terdepan menuju musuh.
Kesatria pengawal dan Narberitter mengikuti di belakang.
Musuh yang semula mengira Kaisar akan melarikan diri kini melihat rombongan kecil itu malah maju menyerang.
Pasukan bantuan pun langsung bergemuruh.
Mendapatkan kepala Kaisar adalah prestasi terbesar yang dapat diraih siapa pun.
Maka, pasukan bantuan yang tadinya bergerak menuju ibu kota segera berbalik menghadapi Kaisar.
Namun di tempat lain, ada seseorang yang merasa muak.
“Terkurung oleh keuntungan yang ada di depan mata, hah!”
William, yang sedang bertarung melawan Leo di udara, mengklik lidah saat melihat pasukan bantuan berhenti.
Dia meninggalkan Leo pada para bawahannya, lalu terbang bersama beberapa Kesatria Naga menuju Gordon di lapisan tengah ibu kota.
“Hahaha! Ternyata pasukan kita sampai lebih dulu!”
“Sepertinya begitu. Itu sebabnya aku tidak punya waktu bermain-main denganmu, Gordon.”
“Jangan sombong!”
Di tengah medan tempur, Gordon dan Lize bertarung sengit.
Melihat itu, William membuat keputusan yang pahit.
“Maaf! Kalian semua! Matilah demi aku!”
“Tentu! Demi Pangeran William, kami bangga menyerahkan nyawa!”
“Tolong jaga tanah air kami!”
Dengan teriakan itu, para Kesatria Naga menyerbu Lize.
Meski mereka Kesatria Naga, melawan Lize membuat peluang menang mereka nihil.
Tetap saja, mereka menerjang.
Karena William yang memerintahkannya.
Tujuannya hanya untuk mengulur waktu.
“Gordon! Naik!”
“Jangan menghalangiku! Kamu pikir aku akan kalah!?”
“Ayo cepat naik! Kalau tidak, Persatuan Kerajaan akan menarik dukungan!”
“Apa!?”
“Cepat!!”
William meraih lengan Gordon dan memaksanya naik.
Karena tarikan paksa itu, Gordon mengklik lidah dengan kesal tapi menurutinya.
Sementara itu, para Kesatria Naga yang menyerbu Lize sudah tersungkur semuanya.
Melihat jasad para bawahannya berserakan, wajah William mengernyit saat dia terbang.
“Apa yang sebenarnya terjadi!? Kalau alasannya tidak masuk akal, aku tidak akan memaafkanmu!”
“Itu seharusnya kalimatku! Apa yang dipikirkan komandan pasukan bantuan itu!? Di saat genting seperti ini, mereka malah memburu Kaisar!”
“Apa salahnya dengan itu!?”
“Kamu juga!? Bodoh! Begitu Kaisar keluar dari ibu kota, mustahil untuk mengambil kepalanya! Para kesatria pengawal pasti mengerahkan segala cara untuk membuatnya kabur! Kamu harus menyerah soal kepala Kaisar! Yang harus kita prioritaskan itu ibu kota! Itu fungsi dari pasukan bantuan!”
“Kalau Kaisar mati, semuanya selesai!”
“Kalau memang semudah itu, untuk apa kita menggunakan Bola Langit!? Mereka menerjang ke depan justru untuk menarik perhatian! Saat keadaan memburuk, mereka pasti mundur! Dan sementara itu, pertempuran di dalam ibu kota akan selesai! Kalau Marsekal Lizelotte mengurung diri di ibu kota, dengan kekuatanmu yang sekarang, mustahil untuk menaklukkannya! Karena itu kamu harus membuat pasukan bantuan itu kembali mengarah ke ibu kota! Mereka tidak akan mendengar perintahku!”
William mencoba menyeret Gordon menjauh dari medan tempur, tetapi Leo menghalangi mereka di udara.
“Lawanmu adalah aku.”
“Kuh... Jadi kau sudah menyingkirkan bawahanku...!”
William menggertakkan gigi, mengutuk betapa buruknya situasi.
Jika dia bisa menguasai ibu kota, meski Kaisar masih hidup, posisi mereka tetap menguntungkan.
Jika ibu kota jatuh, kehormatan Kaisar akan ternodai. Berapa banyak bangsawan yang akan tetap mendukung Kaisar yang lemah?
Ditambah lagi, ibu kota adalah titik strategis. Orang yang duduk di takhta di sana dapat mengaku sebagai Kaisar.
Menguasai ibu kota berarti membuka ratusan kemungkinan.
Namun pasukan bantuan tergoda oleh prestasi sesaat, yaitu kepala Kaisar. Untuk memperbaiki kesalahan itu, William harus mengorbankan banyak bawahannya.
Meski begitu, William tidak menyerah.
Menyerah bukanlah pilihan.
“Siapa saja! Tahan Pangeran Leonard!”
“Kamu mau kabur, William!?”
“Duel pribadi tidak penting! Yang penting adalah memenangkan perang!”
William membalikkan badan meninggalkan Leo, terbang secepat mungkin.
Leo mengejarnya, tapi para Kesatria Naga yang mendengar perintah William langsung menahan Leo.
Dengan celah itu, William dan Gordon meninggalkan area tersebut dan kembali menuju pasukan bantuan.
Namun tiba-tiba, suara yang paling tidak ingin dia dengar menggema.
“Suara ini...!”
Itu bunyi terompet perang.
Jika itu pasukan bantuan Gordon, mereka tidak perlu membunyikan terompet.
Karena semua gerakan mereka sudah dikoordinasikan sebelumnya.
Yang membutuhkan pemberitahuan seperti itu hanyalah bala bantuan tak terduga.
“Secepat ini!? Para bangsawan sudah bergerak!?”
Dan tepat di bawah William.
Dari hutan di sisi barat, para kesatria mulai bermunculan satu demi satu.
* * *
“Pasukan dari mana itu!?”
Johannes berteriak begitu mendengar suara lengkingan terompet.
Seorang kesatria pengawal menyipitkan mata, memeriksa bendera yang dikibarkan pasukan yang datang.
“Bendera biru dan putih... Seekor burung dengan sayap tertutup... Itu panji keluarga Duke Kleinert!!”
“Mereka datang...! Keadaannya berubah!”
“Semua pasukan, lepaskan panah dan sihir! Jangan beri mereka kesempatan untuk mengubah formasi!”
Wyn segera mengeluarkan perintah cepat.
Serangan kavaleri memang dahsyat, tetapi jika disambut rentetan panah, kerugiannya bisa besar.
Akan sangat merugikan bila pasukan bantuan yang baru tiba justru terkikis kekuatannya.
Itulah pertimbangan di balik instruksi itu. Namun, jumlah mereka sejak awal memang tidak banyak, dan para prajurit yang sedang bertempur di garis depan tidak dapat melakukan serangan jarak jauh.
Karena itu, hujan serangan dari pihak Johannes hanya mampu menghambat sebagian kecil dari gerakan musuh.
Sisa pasukan lawan segera mengatur ulang formasi dan mengangkat busur.
Begitu mereka siap menghadapi serangan masuk, daya rusak dari serbuan kavaleri akan berkurang drastis.
Wyn memusatkan serangannya ke posisi yang diduga sebagai tempat berdirinya komandan musuh, namun pergerakan lawan tetap tak terhentikan.
“Sial! Kita kurang daya tembak!”
Dia mengumpat sambil berteriak, pada saat itu juga, hujan panah tak terhitung jumlahnya turun dari langit.
* * *
“Ayah!”
Di atas tembok utara ibu kota.
Di sanalah Fine dan Mia berada.
Pertempuran di lapisan tengah mereka serahkan pada Lize dan yang lain. Rencana mereka adalah menutup jalur pelarian musuh ke utara. Namun segalanya bergerak jauh lebih cepat daripada yang Fine perkirakan. Pasukan bantuan musuh muncul, sang Kaisar justru melakukan serangan balasan, dan kini ayahnya sendiri datang memimpin para kesatria.
Fine butuh waktu untuk memahami semuanya.
Namun, di depan mata, formasi musuh terus terbentuk dengan cepat.
Jika dibiarkan, hujan panah akan menghantam pasukan Duke Kleinert. Memang, semuanya tidak akan mati. Dalam serbuan kavaleri, korban adalah bagian dari perhitungan.
Mereka pun membawa perisai untuk bertahan. Tetapi tetap saja akan ada nyawa yang melayang. Mereka datang dengan kesadaran itu. Bahkan mereka sengaja membunyikan terompet, membuat diri mereka mencolok agar perhatian musuh teralihkan dari Kaisar. Pengorbanan mereka sudah diperhitungkan sejak awal.
Tubuh Fine bergetar memikirkan hal itu.
Fine mengenal para kesatria keluarga Duke Kleinert dengan baik.
Bukan berarti dia lebih sedih hanya karena mengenal mereka. Kematian siapa pun adalah hal yang menyedihkan.
Namun melihat orang yang dia kenal berada di ambang bahaya, itu menghadirkan ketakutan yang sulit dia gambarkan dengan kata-kata.
Dia pikir dia sudah siap.
Sudah banyak orang yang gugur. Tidak adil bila dia hanya menolak kematian para kesatria dari wilayahnya sendiri.
Karena itu Fine tak berkata apa pun.
Namun.
“Serahkan padaku!”
“Mia!?”
“Jurus pamungkas seharusnya dipakai terakhir, tapi demi ayah Nona Fine dan para kesatria, aku tak akan menahannya!!”
Mia mengeluarkan sebuah anak panah mungil.
Begitu dia mengalirkan sihir ke dalamnya, panah itu memanjang menjadi anak panah sesungguhnya.
Dia memasangnya pada busur, lalu membidik tinggi ke langit.
“Demi satu taruhan nasib!
“Meluncur mengarungi langit, menjadi hujan, dan kembalilah ke Bumi!
“Teknik rahasia busur sihir!
“Hujan Cahaya Surgawi, Menyebar dan Menyatu!!”
Pada dasarnya, busur sihir tidak memerlukan mantra.
Meski begitu, Mia melafalkan mantra singkat sebelum melepaskan panahnya.
Panah yang diselimuti cahaya itu melesat tinggi ke langit, lalu turun dengan kecepatan tinggi menuju pasukan musuh.
Dan bersamaan dengan itu, panah cahaya itu mulai terpecah.
Seperti hujan bercahaya, pecahan panah kecil menyebar dan jatuh ke seluruh barisan lawan.
Kekuatan tiap panah tidak besar.
Tetapi cukup untuk membuat para pemanah tak mampu menarik busur.
Formasi musuh hancur berantakan.
Dalam kekacauan itu, para kesatria keluarga Duke Kleinert menyerbu dengan tenaga penuh dan langsung menerobos barisan musuh.
“Mia!”
“Kita berhasil, tapi aku benar-benar kehabisan tenaga...”
“Terima kasih!”
“Nona Fine sudah berusaha keras menyelamatkan banyak orang. Karena itu, Nona Fine pun boleh meminta bantuan seseorang.”
“Mia...”
Dengan mata berkaca-kaca, Fine menggenggam kedua tangan Mia dan mengayunkannya kuat-kuat.
Namun pada saat itu, suara yang mustahil terdengar di telinga mereka berdua.
Itu adalah, suara lengkingan yang kuat.
Bagian 4
“Itu...!”
Sesuatu muncul menerobos awan.
Sebuah makhluk raksasa lebih dari tiga puluh meter panjangnya.
Ia turun dari langit.
Suara lengkingannya mengguncang hati manusia yang mendengarnya, mengisinya dengan rasa takut.
“Tidak mungkin... Mustahil...”
“Seekor naga...!”
Yang muncul itu adalah naga.
Dan bukan hanya satu.
“Ada satu lagi...”
“Naga merah dan naga hijau... dan di sekitar mereka para Kesatria Naga... Para Naga Suci Pelindung Persatuan Kerajaan...!!”
Persatuan Kerajaan Egret adalah negeri yang unik.
Sebuah negara kepulauan yang terbentuk dari banyak kerajaan yang bersatu menjadi satu.
Namun yang membuat negeri itu benar-benar berbeda adalah hubungan simbiosis mereka dengan para naga.
Tidak ada yang tahu sejak kapan hubungan itu dimulai, tetapi negeri itu telah lama dilindungi oleh tiga jenis naga berwarna berbeda.
Naga-naga itu tidak menyerang manusia. Mereka juga tidak saling bertarung.
Namun siapa pun yang memasuki wilayah kekuasaan mereka tanpa izin—baik monster maupun manusia—akan diserang habis-habisan. Satu-satunya yang dikecualikan adalah warga Persatuan Kerajaan.
Karena itu, di sana mereka disebut sebagai “Naga Suci”.
Tetapi bagi negara lain, keberadaan itu tidak lebih dari ancaman. Sebab siapa pun yang secara tak sengaja memasuki wilayah teritorial tiga naga itu akan diserang tanpa ampun.
Teritori mereka bahkan meluas hingga ke laut, menyebabkan banyak kapal karam setiap tahun.
Untuk masuk ke Persatuan Kerajaan, seseorang harus didampingi warga negara itu. Kalau tidak, mereka akan dijadikan santapan naga.
Lalu mengapa monster berbahaya seperti itu tidak masuk daftar target penaklukan Guild Petualang?
Itu karena ada perjanjian antara Guild Petualang dan Persatuan Kerajaan.
Tiga naga itu berada di bawah yurisdiksi Persatuan Kerajaan, tidak boleh diganggu. Guild Petualang pun mengalah.
Jika mereka nekat memburu, itu akan berarti memusuhi Persatuan Kerajaan dan menanggung korban jiwa besar.
Persatuan Kerajaan juga tak ingin bermusuhan, jadi mereka meredam ketegangan dengan sumbangan dalam jumlah besar.
Begitulah naga yang tidak boleh ditaklukkan itu tetap hidup. Dan kini, makhluk-makhluk tersebut muncul di langit ibu kota Kekaisaran Adrasia.
Fine dan Mia membeku ngeri, namun ada seseorang yang justru bersorak gembira.
“Berhasil! Dengan ini, kita menang!!”
Fine dan Mia menoleh ke arah suara.
Zandra berdiri di sana, menatap langit dengan kegembiraan yang vulgar.
“Ugh, tidak lagi...”
“Yang Mulia Zandra...”
“Baru saja kupikir harus melarikan diri. Ternyata cuma ketakutanku yang berlebihan.”
Zandra tersenyum sombong.
Pertempuran di lapisan tengah ibu kota telah condong pada Lize dan pasukannya setelah Gordon menghilang. Karena awalnya sudah dalam posisi terdesak, Zandra sempat mencoba kabur melalui gerbang utara.
Fine dan Mia datang untuk menghentikannya, namun Mia tak lagi mampu bertarung setelah jurus pamungkas barusan.
Mia menempatkan Fine di belakangnya, bersiap meski kondisinya buruk. Namun Zandra melangkah maju sambil tertawa.
“Oh? Sepertinya sihirmu turun drastis ya?”
“Wanita menyebalkan...”
“Ahahahahahaha!! Fine! Dengan pengawal andalanmu seperti ini, kamu tidak bisa melakukan apa-apa!”
Zandra menatap Fine sambil tertawa mengejek.
Namun wajah Fine tidak menunjukkan ketakutan.
Hal itu justru membuat Zandra jengkel dan alisnya mengerut.
Meski begitu, dia segera mengubah ekspresinya.
Jika Fine tidak takut, maka dia akan membuat Fine takut.
“Aku tak sabar melihat wajahmu saat semua kepercayaan dirimu runtuh.”
“Nona Fine! Aku akan menahan mereka!”
“Oh? Mau melarikan diri? Padahal aku ingin mengobrol denganmu.”
Lalu, dari langit, Zuzan muncul. Di atas sana, para Kesatria Griffon dan para Kesatria Naga sedang bertempur hebat. Meski begitu, Zuzan turun ke arah tembok. Bagi mereka, berada di udara justru lebih aman daripada di darat. Para Kesatria Naga yang mengawal Zuzan kembali ke pertempuran di langit seolah penjagaan tak lagi diperlukan.
Melihat Zuzan, Mia mengerutkan wajah sejadi-jadinya.
“Ibu dari wanita menyebalkan!? Bahkan munculnya pun pilih waktu yang paling jelek!”
“Aku memang mahir melakukan hal yang membuat orang kesal. Syukurlah kamu selamat, Zandra.”
“Ibu juga. Bagaimana bisa keluar dari istana?”
“Raphael menahan Elna untukku. Berkat itu, aku bisa keluar.”
“Raphael? Lalu bagaimana dengan Alida?”
“Kami tahan dia dengan jumlah pasukan. Mungkin cukup banyak yang mati, tapi aku tidak peduli berapa banyak prajurit yang tewas.”
“Itu benar juga.”
Mendengar keduanya berbicara ringan tentang pengorbanan manusia, Fine menghela napas kecil.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Lingkungan membentuk seseorang.
Dan wajar seorang anak mirip dengan orang tuanya.
Kendati demikian, Fine tidak bisa bersimpati.
Kerusakan yang ditimbulkan Zandra terlalu besar.
“Sekalian saja kita tangkap Fine dan jadikan sandera. Duke Kleinert tak akan bisa bergerak.”
“Setuju. Bagaimana dengan Ayahanda?”
“Dia akan kulumpuhkan dengan kutukan. Tidak akan kubiarkan dia kabur sendirian. Sudah jelas, aku akan memanfaatkannya sebagai Kaisar.”
Zuzan dan Zandra tertawa keras, puas dengan rencana jahat mereka.
Mia berkali-kali mendorong Fine agar pergi, namun Fine tidak bergerak.
Dia tidak perlu melarikan diri, begitulah pikirnya.
“Nona Fine!”
“Tidak apa-apa.”
“Oh? Apa yang tidak apa-apa?”
“Keselamatanku dan Mia. Bagaimana dengan kalian berdua?”
“Sepertinya kamu tak mengerti situasinya? Bahaya apa yang akan menimpa kami, hah?”
“Mengapa Selir Kedua wafat? Kematian itu terlalu janggal. Sampai-sampai muncul desas-desus bahwa dia dibunuh. Dan tersangka utamanya adalah Anda, Nyonya Zuzan.”
“Apa maksudmu?”
“Saya tidak tahu benar atau tidaknya. Tapi kalian telah terang-terangan turut serta dalam pemberontakan. Sekarang ada alasan yang sah untuk mengeksekusi kalian. Karena itu saya bertanya, apa kalian akan baik-baik saja? Putri dari Selir Kedua sedang berada di ibu kota.”
“Hah! Lizelotte pasti sibuk memimpin pasukan! Mana mungkin dia punya waktu mengejar kami.”
Tepat ketika Zandra hendak menyelesaikan kalimatnya.
Terdengar langkah kaki yang tergesa-gesa menaiki tangga menuju tembok.
Derap sepatu para prajurit terdengar, membuat Zandra dan Zuzan terpaku dengan mata terbelalak.
“Yang disebut ‘tenang’ itu sesuatu yang harus diciptakan. Jika bahkan itu pun tidak bisa kamu lakukan, kamu tak pantas menyandang posisi Marsekal Kekaisaran. Tapi berkat tawa kalian yang memekakkan telinga, mencarinya jadi jauh lebih mudah. Jadi kalian di sini rupanya, para wanita beracun yang menggerogoti Kekaisaran.”
“Lizelotte...!”
Zandra menyebut nama Lize dengan suara bak jeritan.
Namun Zuzan sama sekali tidak tampak panik.
“Aku tak menyangka kamu akan muncul pada saat seperti ini. Kamu datang mengejarku?”
“Sudah tentu. Aku menerima laporan bahwa kamu terbang dengan pengawalan para Kesatria Naga, jadi aku langsung menyusul. Membiarkan wanita berbahaya sepertimu berkeliaran jelas terlalu riskan.”
“Aduh, aduh. Meski bagaimana pun statusku tetap ibu tirimu, tahu? Kata-katamu itu sungguh kejam.”
“Tak pernah sekalipun aku menganggapmu sebagai ibuku. Kalau kamu ingin disebut ibuku, matilah dulu lalu datang kembali dengan cara yang lebih pantas.”
Lize berkata begitu sembari mencabut pedangnya.
Zandra menguatkan kuda-kudanya dan meneliti keadaan sekitar.
Pasukan Lize hanya sedikit.
Jika mereka menjadikan Fine sebagai sandera, mereka pasti bisa melarikan diri.
Begitu simpul Zandra dan hendak bergerak. Namun Zuzan menggenggam tangan putrinya itu.
“Tak apa, Zandra.”
“Ibu...”
“Kamu ingin membunuhku, Lizelotte? Kamu mengira akulah yang membunuh ibumu?”
“Bukan hanya Ibu. Kakak juga, apa itu bukan perbuatanmu?”
“Mana mungkin aku membunuh Putra Mahkota Kekaisaran. Lagi pula, keduanya meninggal karena penyebab yang tidak jelas. Bagaimanapun Paduka Kaisar sudah menyelidikinya, tapi tidak ditemukan bukti pembunuhan.”
“Itu justru membuatmu semakin mencurigakan. Sihir terlarangmu yang paling patut dicurigai.”
“Ilmu kutukanku bukanlah sesuatu yang bisa membunuh seseorang seketika. Melemahkan mereka, itu bisa jadi. Tapi membunuh mereka secara langsung? Tidak mungkin. Yah, tapi kalau aku harus mengatakan sesuatu padamu, hanya satu hal. ‘Yang membunuh Putra Mahkota bukanlah aku.’”
Yang dia sangkal adalah pembunuhan Putra Mahkota.
Ada dua dugaan.
Kalau begitu, bagaimana dengan yang satu lagi, yang tak dia sangkal?
“...Zuzan!”
“Benar. Soal kematian ibumu, Selir Kedua, aku memang terlibat. Tidak, mungkin lebih tepat kalau kukatakan akulah yang membunuhnya. Aku sudah lama ingin membunuhnya.”
Zuzan menutup kalimat itu dengan sebuah senyum yang penuh, meluap dengan kebencian.
Bagian 5
“...Jadi memang benar kamu pelakunya.”
Mendengar pengakuan Zuzan, Lize berbisik lirih.
Tidak ada rasa terkejut.
Di kalangan keluarga kekaisaran, hampir semua sudah menduga ke arah itu.
Leo menghentikan Lize kala itu semata karena tidak ada bukti. Yang dilindungi Leo bukanlah Zuzan, melainkan masa depan Lize.
Jika dia membunuh seseorang tanpa bukti, bahkan Lize pun takkan selamat dari konsekuensinya.
Karena itulah Leo menahannya. Namun saat ini, dia tidak akan menghentikan Lize.
Karena kini ada bukti. Dan bukti berarti alasan untuk Lize bertarung.
“Serahkan kepalamu. Atas nama Marsekal Kekaisaran, aku akan menjatuhkan hukuman atas dosa pembunuhan Selir Kedua.”
“Aduh menakutkan sekali. Tapi apa kamu mendengar baik-baik tadi? Aku bilang terlibat, itu saja.”
“Sama saja.”
“Tidak sama. Kalau begitu biar kujelaskan. Ibumu, Selir Kedua, roboh lalu meninggal karena seluruh kutukanku berkumpul pada dirinya. Dia sendiri yang menanggung semuanya.”
“Apa...?”
Mata Lize menyipit tajam.
Zuzan sama sekali tidak tampak berbohong.
Melihat Lize yang sejenak berhenti, Zuzan tersenyum menyeringai.
“Memang, aku ingin membunuhnya. Dia wanita yang menerima kasih sayang Paduka Kaisar sepenuhnya, menikmati tempat yang bahkan bisa dibilang eksklusif. Tapi membunuhnya tidak membawa keuntungan. Walaupun dia mati, belum tentu Paduka akan berpaling padaku. Karena itu, kalianlah yang kuincar. Kamu dan Christa.”
“Tetap saja...”
“Paduka memiliki tiga putri! Jika dua putri mati, maka kasih sayangnya akan tertumpah pada yang tersisa! Dan itu Zandra, putriku. Segala yang ada padanya adalah milikku! Dicintainya berarti aku yang dicintai! Jadi kalian hanya penghalang! Christa yang masih kecil akan berada dalam bahaya hanya dengan menerima kutukan. Kamu sebagai jenderal akan berada dalam bahaya jika melemah! Itulah sebabnya kutukanku kuarahkan pada kalian!! Dan wanita itu mengumpulkan seluruh kutukan itu pada dirinya dengan alat sihir! Dia bahkan tidak tahu itu kutukanku! Benar-benar bodoh! Tubuhnya saja tidak kuat, bagaimana bisa selamat setelah menanggung kutukan yang seharusnya mengenai putrinya!? Cukup meminta Kaisar saja! Tapi dia memilih untuk menyelesaikan sendiri! Aku tidak pernah tertawa sebahagia hari itu! Kamu mengerti!? Ibumu—bunuh diri!”
“—!!”
Lize menginjak tanah dan melesat.
Dalam sekejap jarak tertutup, pedangnya sudah berada dalam jangkauan Zuzan.
Namun.
“Bodoh sekali. Sama seperti ibumu.”
“Apa...?”
Lize melihat cengiran Zuzan, lalu menurunkan pandangan.
Sebuah lingkaran sihir raksasa terbentang di tanah.
“Ini kutukan tipe jebakan. Segala macam status buruk akan menimpamu. Ini simpananku yang paling berharga. Nikmatilah sepuasnya.”
“Gh...!”
Dari lingkaran sihir itu memancar cahaya ke langit.
Cahaya menelan tubuh Lize, membuat Zandra bersorak.
“Berhasil! Lizelotte! Setelah terkena kutukan Ibu, dia takkan bisa bergerak! Apa yang harus kulakukan sekarang, ya!?”
Zandra memikirkan cara memperlakukan Lize yang tak bisa bergerak.
Zuzan memandangnya sambil tersenyum getir, seolah “Benar-benar anak yang menyusahkan.”
Karena itu...
Mereka gagal bereaksi ketika seseorang menyibak cahaya itu dan melompat keluar.
“Eh...?”
Terdengar suara udara terbelah dan darah muncrat ke udara.
Zuzan baru menyadari dialah yang terkena tebasan itu ketika melihat percikan darahnya sendiri.
Tebasan diagonal dari pinggang ke dada. Dia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
Namun itu tindakan yang tak berguna dalam pertempuran.
Yang penting adalah bagaimana selamat, bagaimana melumpuhkan Lize, selain itu tidak berarti apa-apa.
Namun Zuzan bukanlah seorang petarung.
Sambil merasakan panas dari luka menganga itu, matanya menatap Lize.
Tidak ada yang aneh. Tidak ada tanda-tanda dia menahan sakit.
Bagaimanapun juga, seolah kutukan itu tidak berpengaruh sama sekali.
Walau jebakan itu tidak bisa digerakkan, kekuatannya melimpah. Padahal jebakan kutukan itu seharusnya melumpuhkan seseorang selama berhari-hari.
Dia sengaja memancing Lize agar marah dan menerjang tanpa pikir panjang agar tidak menyadari jebakan itu.
Tetapi...
Zuzan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Lalu dia menyadari ada liontin yang retak di dada Lize.
“Alat... sihir...?”
“Ini penyegel sihir khas dari ras dwarf. Ia menyerap sihir apa pun yang diarahkan padaku dan menjadi pengganti, untuk sekali penggunaan. Meski itu kutukan terlarang, selama memakai sihir, hasilnya sama saja. Sayang sekali.”
“Bagaimana... Kamu bisa punya itu...”
Zuzan bertanya, terhuyung-huyung.
Pertanyaan yang tidak ada gunanya.
Namun Lize tetap menjawab, suaranya tenang—namun kuat.
“Aku punya adik-adik yang selalu mendoakan keselamatanku. Aku punya seseorang yang rela melakukan apa pun untukku... meski itu bodoh. Aku punya bawahan yang menghormatiku. Aku tidak akan lagi meremehkan hidupku sendiri, meski aku tidak suka alat sihir seperti ini. Dan selama aku berada di ibu kota, kemungkinan bertarung melawanmu selalu ada. Karena itulah aku memakainya.”
“Kuh...!”
Zuzan berusaha mengangkat tangan kiri dan mengutuk lagi.
Namun Lize menebas tangan itu dalam satu ayunan.
Lengannya terbang di udara.
Kesadaran Zuzan dipenuhi sakit dan kengerian.
“AaaaaaAAAaaa!! Lizelotteee!!! Aku tak akan memaafkanmu!! Tidak akan!!”
“Jangan konyol. ‘Tak memaafkan’ milikku jauh lebih besar darimu.”
Lize menebas kaki Zuzan, lalu menusuk bahu kanannya.
Ketika Zuzan jatuh berlutut, Lize menghunus pedangnya dan mengarahkannya ke leher musuhnya.
“Sebanyak apa pun kamu kusiksa, tetap tak cukup... tapi Ibu tidak akan menginginkan penyiksaan. Ini saja sudah cukup.”
“Z-Zandra... Tolong... ibu...”
“I-Ibu...”
Zuzan menatap Zandra, memohon pertolongan.
Namun Zandra...
“Bagaimana bisa Ibu kalah!? Karena aku mengandalkan Ibu, aku kehilangan kesempatan kabur! Benar-benar tak berguna!!”
“Za... ndra...?”
“Lizelotte! Yang punya dendam itu ibuku! Bukan aku! Tolong kasihani aku!”
“...Ibu dan anak yang tidak jauh berbeda. Mengkhianati dan membuang siapa pun, bahkan ibu sendiri.”
Ibu pun hanya alat baginya.
Mendengar itu, Zuzan meneteskan air mata.
Bagi Zandra, siapa itu Zuzan mungkin tidak penting, tetapi bagi Zuzan, Zandra adalah putri yang begitu menggemaskan di matanya.
Dia sangat mencintainya. Karena itulah dia ingin menjadikannya Kaisar.
Namun kenyataannya.
“B-Betapa banyaknya usahaku... Untuk dirimu sendiri...”
“Diam! Ibu mencoba untuk menjadikanku kaisar itu untuk Ibu sendiri, kan!? Karena Ibu tidak pernah dicintai Ayahanda, Ibu hanya memproyeksikan dirimu padaku! Betapa merepotkan! Aku adalah diriku sendiri!”
“Anak macam apa kamu ini...! Bagaimana mungkin seorang anak mencampakkan orang tuanya...! Tolong! Tolong aku!!”
“Padahal kamu sudah berkali-kali menipu dan meninggalkan orang lain, tapi sekarang kamu yang ingin ditolong? Terlalu egois. Pergilah ke alam baka dan menangislah meminta maaf pada Ibu.”
Mengatakan itu, Lize mengayunkan pedangnya ke samping.
Dalam suara tajam yang menggema, kepala Zuzan terbang.
Melihatnya, Zandra mundur beberapa langkah.
Tatapan Lize jelas, seolah mengatakan bahwa gilirannya berikutnya.
Jaraknya terlalu dekat untuk Zandra menggunakan sihir. Sebelum dia sempat bertindak, dia pasti akan ditebas.
Karena itu, sebagai upaya terakhir, Zandra mengarahkan tangan kirinya pada Fine.
“Kalau kamu membunuhku, Fine juga akan kubunuh! Kalau kamu membiarkannya mati, kehormatan seorang Marsekal Kekaisaran akan ternoda!!”
“Seorang prajurit tidak punya kehormatan. Yang ada hanya satu hal, seberapa besar dia mengabdi pada negara dan membuatnya menang. Kamu salah menilai lawan.”
“M-Meski kamu mengatakan itu, percuma! Jangan bergerak! Jangan mendekat! Aku sungguh akan membunuh Fine! Tidak! Aku tidak akan membunuhnya! Akan kukotori wajah cantiknya itu, kubuat dia menjadi buruk rupa! Ayo! Takutlah! Menjeritlah minta tolong!”
“Jangan hiraukan saya, Nona Lizelotte.”
“Apa!? Kalau kamu ingin hidupmu hancur selamanya, maka silakan! Akan kulakukan!!”
Zandra mengeluarkan sihir ke arah Fine.
Mia berdiri melindunginya, namun sebelum sihir itu menyentuh mereka, sebuah penghalang menepisnya.
Sebuah penghalang yang sangat tipis.
Jika tak diperhatikan baik-baik, kamu bisa dengan mudah mengabaikannya. Lize sudah menyadarinya sejak awal.
“Di dekat Fine sudah ada penghalang sejak tadi. Bagaimana mungkin seorang penyihir sepertimu tidak menyadarinya.”
“Tidak mungkin... Penghalang seperti ini... Siapa yang...?”
“Kamu tidak tahu? Benar-benar bodoh. Kamu tinggal di Kekaisaran tapi tidak mengerti. Kamu mungkin mengira kemenangan ada di tangan begitu naga muncul, tapi rakyat Kekaisaran justru sebaliknya. Munculnya naga sudah memastikan kemenangan kami. Yang luar biasa hanya bisa dilawan oleh yang luar biasa. Logika yang sederhana.”
“B-Bohong... Tidak mungkin... Naga Suci bukan target penaklukan! Kalau ada yang menaklukkannya, markas guild tidak akan tinggal diam!”
“Kamu tidak mengerti apa itu petualang. Mereka berbeda dari kita. Menyerahlah. Tidak ada peluang menang bagimu. Aku tidak akan membunuhmu. Untuk urusan sebesar ini, harus ada seseorang yang memikul tanggung jawab.”
“Tidak! Tidak!! Aku bilang tidak mau! Jangan! Aku tidak mau meminum Anggur Beracun Kekaisaran itu!”
Mengatakan itu, Zandra mengarahkan kedua tangannya pada dirinya sendiri.
Namun sebelum dia sempat, Lize sudah berada tepat di hadapannya dan mencengkeram lehernya.
“Dengan konsentrasimu yang berantakan begitu, kamu takkan bisa menggunakan sihir. Terlebih kamu yang hanya bisa mengandalkan sihir.”
“Aagh...!”
“Tidurlah. Bunuh diri itu terlalu mewah untukmu.”
Lalu, Lize melepaskan Zandra dengan dingin.
* * *
Pasukan Duke Kleinert berhasil melakukan serbuan mereka, namun kehadiran naga membuat semangat tempur pihak lawan bangkit kembali, memaksa mereka untuk bertarung dengan susah payah.
“Ayah! Aku ketakutan sampai rasanya mau muntah!”
“Muntahlah sambil bertarung!”
Duke Kleinert membentak putranya begitu.
Saat dia menebas seorang prajurit musuh terdekat, dia mendongak ke arah naga yang melayang di langit.
“Memangnya itu menakutkan sekali?”
“Tentu saja menakutkan! Itu monster! Tidak ada manusia yang tidak takut melihat itu!!”
“Bodoh. Kamu pernah menantang seekor monster yang menganggap makhluk itu hanya seekor kadal, bukan?”
“Waktu itu...!”
“Hah. Tapi tenang saja. Monster itu kali ini ada di pihak kita.”
Mengatakan itu, Duke Kleinert menatap putranya.
Pada tubuh sang putra tampak lapisan tipis seperti selaput yang menyelubunginya.
Bukan hanya dia, semua kesatria dari keluarga Duke Kleinert pun diselimuti hal yang sama.
Sebuah penghalang, dipasang pada tiap individu.
Di seluruh benua, hanya segelintir orang saja yang mampu melakukan hal semacam itu untuk begitu banyak orang sekaligus.
Dan di Persatuan Kerajaan tidak ada satu pun yang memiliki kemampuan seperti itu.
Negara yang dilindungi naga, namun karena itu pula mereka tak memahami kekuatan manusia yang berada di luar nalar.
Itulah mungkin penyebab kekalahan mereka.
“Memberi perlindungan pada mereka yang menunggu kesempatan untuk ikut bertempur... Kalau kalian mengeluarkan sesuatu yang berada di luar nalar seperti naga, maka tentu saja kekuatan di luar nalar yang lain akan turun tangan.”
Sambil berkata demikian, Duke Kleinert menengadah ke langit ibu kota.
Dari balik awan yang terbelah, seorang penyihir hitam yang diselimuti cahaya perak turun perlahan.
Bagian 6
Naga, sebuah keberadaan yang berada di luar nalar.
Kemunculannya memang mengejutkan pihak Kekaisaran, tetapi ada orang lain yang lebih kaget daripada mereka.
“Hahahahaha!!!! Tak kusangka mereka sampai meminjamkan Naga Suci Pelindung! Luar biasa sekali Persatuan Kerajaan! Dengan ini kita menang!! William!!”
“Aku... tidak diberi tahu.”
Dua ekor naga yang muncul di hadapan mereka tak diragukan lagi adalah Naga Suci Pelindung Persatuan Kerajaan Egret.
Naga suci merah bernama Blood. Naga suci hijau bernama Leaf.
Dua-duanya adalah naga tua yang sudah akrab dengan William sejak dia masih kecil.
Dalam hierarki para naga ada tingkatan. Naga muda, naga dewasa, dan naga tua. Bagi naga yang berumur panjang, mencapai usia tua berarti memasuki masa kejayaan.
Dan selama rentang hidup mereka yang panjang itu, keduanya telah lama menjadi bagian dari Persatuan Kerajaan.
Jika raja memerintahkan, tentu bukan mustahil mereka dikirim ke negara lain.
Namun William tidak pernah mendengar hal seperti itu.
“Pangeran William! Syukurlah Anda selamat!”
“Kenapa kalian membawa mereka!? Siapa yang memberi perintah!?”
William menuntut jawaban dari para Kesatria Naga yang datang bersama kedua naga tersebut.
Hanya raja yang dapat mengutus mereka ke negeri lain.
Tapi mustahil raja mengambil keputusan sebesar ini tanpa sepatah kata pun kepadanya.
“Eh? Ini perintah Paduka Raja agar kedua naga digunakan untuk mempertahankan ibu kota. Sampai saat itu kami diperintahkan menunggu di Negara Bagian Cornix.”
“Apa...? Lalu kenapa kalian membawanya sekarang!?!?”
“Kalau itu, kami mendapat informasi bahwa ibu kota sebentar lagi dapat direbut...”
“Dari siapa informasi itu...? Aku tidak memberi perintah apa pun!!”
“T-Tidak mungkin! Duta besar Kekaisaran yang bertugas di Negara Bagian mengatakan bahwa itu pesan dari Anda, Pangeran! Bahwa Kekaisaran sudah siap bergabung dengan Persatuan Kerajaan!”
“Aku tidak pernah menjalin kontak dengan duta besar itu!!”
“Eh...?”
Jebakan.
Siapa pun pelakunya, bagaimana pun caranya, itu tidak lagi penting.
Yang masalah adalah kenyataan bahwa pada momen terburuk ini, naga—sesosok makhluk di luar nalar—telah tiba.
William tahu. Dia tahu bahwa ketika makhluk di luar nalar seperti naga muncul, para manusia yang juga berada di luar nalar di benua ini akan mulai bergerak.
“Segera tarik mereka mundur...”
“Sungguh? Padahal sudah jauh-jauh dibawa ke sini, mengapa tidak digunakan?”
“Tidak mungkin! Cepat tarik mereka! Kita bahkan belum berhasil menguasai ibu kota! Kita masih berusaha menduduki ibu kota! Jika Gordon sudah duduk di takhta dan mengajukan permintaan resmi, itu lain cerita! Tapi jika kita menggunakan naga sekarang, kita akan memusuhi para petualang!!”
“K-Kenapa Anda begitu marah? Naga Suci negeri kita bahkan ditakuti oleh para petualang. Kalau pun mereka muncul, kita tinggal menghancurkanya.”
Abai.
Itulah celah yang diserang lawan.
William merasakan giginya bergetar karena amarah.
Persatuan Kerajaan Egret adalah negeri yang dilindungi Naga Suci. Karena itu, mereka memiliki keyakinan tinggi terhadap Naga Suci mereka. Fakta bahwa petualang pernah menerima keberadaan Naga Suci justru disalahartikan oleh Persatuan Kerajaan sebagai rasa takut.
Lagi pula, Persatuan Kerajaan adalah negara kepulauan. Tidak ada monster yang melampaui naga di sana. Bagi mereka, Naga Suci adalah makhluk terkuat di dunia.
Maka mereka pun menelan mentah-mentah anggapan bahwa bahkan lima petualang peringkat SS terkuat di benua pun tidak mampu menaklukkan Naga Suci. Itu kesalahpahaman mereka.
Kesombongan lahir dari ketidaktahuan. Karena itu pula mereka begitu percaya diri, sampai-sampai memercayai ucapan seorang duta besar asing tanpa mengeceknya, dan dengan begitu saja membawa Naga Suci melewati perbatasan.
Mereka percaya bisa mengalahkan apa pun yang menghadang. Itulah sebabnya mereka membawa kedua naga tanpa memastikan apa pun.
Namun William tahu.
“Petualang peringkat SS... Mereka bahkan mampu menaklukkan Naga Kuno...”
Naga tua dan naga kuno memang sama-sama naga, tetapi perbedaan keduanya sangat jelas.
Di zaman purba, hanya ada naga kuno. Seiring waktu, sebagian keturunan mereka beradaptasi, menjadi spesies naga yang tak lagi membutuhkan masa hibernasi yang sangat panjang. Itulah naga di zaman sekarang.
Naga kuno adalah naga yang masih membawa darah purba paling murni, naga yang jauh melampaui naga tua dalam segala hal.
Mereka adalah bangsawan di antara naga.
Dan di antara para petualang peringkat SS, ada yang mengukir nama mereka dengan menaklukkan naga kuno.
Seorang penyihir hitam yang berkelana dari ibu kota ke seluruh Kekaisaran sesuka hatinya.
Dia tak pernah muncul selama ini karena dia tahu betul betapa dirinya sendiri adalah perusak keseimbangan.
Namun Persatuan Kerajaan membawa Naga Suci mereka untuk menyerang negeri lain. Terlepas dari niat sebenarnya, situasi yang terlihat sudah cukup, mereka tampak memanfaatkan Naga Suci untuk invasi.
“Kenapa kamu diam, William? Apa yang kamu takuti?”
“Tentu saja aku takut! Di ibu kota ini ada Penyihir Perak Pemusnah!!”
“Dia tak mungkin menyerang. Naga Suci tidak termasuk target buruan menurut aturan markas guild!”
“Dia tidak peduli aturan semacam itu! Saat kami menyerang Kerajaan Perlan, aku pernah bertemu para petualang peringkat SS!! Aku bisa pastikan! Mereka tak peduli dengan peraturan guild!! Yang ada di dalam diri mereka cuma satu! Prinsip dasar mereka hanyalah ‘demi rakyat’!!”
Monser yang mengancam kehidupan rakyat adalah musuh yang harus dibasmi.
Dan sekarang, seekor naga yang mengancam ibu kota telah muncul.
Mustahil mereka diam saja.
Saat itu William merasakan sesuatu yang mengerikan dari langit di atasnya.
Sebuah tekanan tak terjelaskan menghimpit tubuhnya. Ototnya menegang, tubuhnya gemetar.
Naga yang dia tunggangi pun mulai menunjukkan kegelisahan.
Dan kemudian...
“Dia datang...!”
Awan terbelah, dan penyihir hitam berselimut cahaya perak memperlihatkan dirinya.
Bagai dewa yang turun dari langit.
Melihat sosok itu, William merasa jiwanya remuk.
* * *
Sejujurnya, kalau Mia tidak melakukan apa-apa, aku berniat menampakkan ilusi pada musuh dan ikut campur sedikit. Tapi karena itu tidak diperlukan, aku merasa lega.
Namun pada saat yang sama, aku juga dikejutkan oleh perkembangan gila berupa kemunculan naga.
Meski begitu, aku tak bisa terus-terusan terpaku dalam keterkejutan. Begitu naga itu muncul, aku langsung memasang penghalang pada para kesatria keluarga Duke Kleinert serta pada Fine dan yang lainnya.
Di lapisan tengah ibu kota Kekaisaran, pasukan pemberontak sudah dipukul mundur dan hampir tidak ada pertempuran lagi. Satu-satunya pengecualian adalah Elna dan Raphael yang tengah bertarung sengit, tapi jika itu Elna, seharusnya tidak ada masalah.
Istana pun perlahan mulai dikuasai, dipimpin oleh Alida, bersama Jenderal Estmann dan para prajurit di bawah komandonya.
Pertempuran kini telah berpindah ke luar ibu kota.
Dan dari sekadar pertempuran antar manusia, segalanya berubah menjadi pertarungan yang berada di luar nalar.
“Kelihatannya Persatuan Kerajaan juga tidak bisa menjaga koordinasi,” ujarku sambil membuka gerbang teleportasi dan menyelipkan tanganku ke dalamnya.
Yang terhubung adalah kotak koleksi milik kakekku. Topeng perak ini pun berasal dari sana.
Bagi seorang penyihir, isinya adalah harta karun yang bisa membuat air liur menetes tanpa henti. Dari situ, aku mengambil sebuah gelang.
Di gelang itu terpasang banyak permata.
Tidak banyak waktu berlalu sejak Pertempuran Kura-Kura Roh. Energi sihirku belum kembali sepenuhnya. Aku telah menghancurkan cabang Grimoire dan juga menggunakan banyak sihir dalam pemberontakan ini.
Sejujurnya, cadangan sihirku lumayan menipis.
Istilah “habis” sebenarnya hanya kiasan. Manusia tetap bisa memaksa diri mengeluarkan sihir melampaui batasnya.
Seperti yang Leo lakukan di wilayah selatan Kekaisaran, aku pun bisa melakukannya bila ingin.
Namun kalau kupaksakan, aku tidak akan bisa bergerak untuk beberapa waktu, dan bebannya pada tubuh terlalu besar. Untuk tubuhku yang tidak terlatih keras, itu bahkan berbahaya.
Menjadi tidak bisa bergerak sebagai Silver bukan pilihan yang bagus. Tapi sekarang adalah saatnya menguras sihir habis-habisan.
Kesempatan ikut serta ini langka.
Sayang jika aku melewatkannya. Selain itu, ada sesuatu yang ingin kulakukan.
Jadi, aku memutuskan untuk mengandalkan alat sihir.
Gelang itu dapat menanggung sebagian konsumsi sihir. Bagi penyihir biasa, ia adalah alat bantu yang sangat kuat. Hanya saja, kalau aku yang memakainya, kemungkinan besar benda itu akan menjadi barang sekali pakai.
Aku sebenarnya tidak ingin menggunakannya karena pasti Kakek akan marah, tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkan cara lain.
“Kalau begitu, mari kita tutup tirainya.”
Sambil berkata begitu, aku mengenakan gelang itu dan mulai melafalkan mantra.
“Akulah yang memahami hukum perak,
“Akulah yang terpilih oleh perak sejati.
“Bintang perak turun dari lautan bintang,
“Menerangi bumi dan menggentarkan langit.
“Kilau peraknya adalah kebenaran dewa,
“Gemerlap peraknya ialah berkah langit.
“Kilatan perak sesaat,
“Benderang perak abadi.
“Wahai cahaya perak, bersemayamlah di tanganku
“Untuk melenyapkan mereka yang congkak—”
Mantra itu berakhir.
Kini hanya tinggal memicunya. Dengan kondisi itu, aku mulai turun perlahan.
Bagian 7
Di antara kedua tanganku yang perlahan turun, muncul sebuah bola perak.
Jika aku meremasnya, Silvery Ray akan aktif.
Namun, ada seseorang yang menghentikanku.
“T-Tunggu! Silver! Ini hanya kesalahpahaman! Kami tidak berniat menggunakan Naga Suci untuk menyerang!”
“Kalian sudah menyeberangi perbatasan dan muncul sampai di langit ibu kota Kekaisaran, tapi tidak berniat menyerang, Pangeran William?”
“Tapi kami belum menyebabkan kerusakan apa pun! Kami akan menariknya kembali! Jadi tolong tunggu!!”
“Karena belum melakukan apa-apa kamu minta untuk tidak dibasmi? Maaf, tapi banyak monster yang dibasmi para petualang adalah monster yang ‘belum’ melakukan apa pun. Jika ada kemungkinan mereka membahayakan rakyat di kemudian hari, maka mereka dibasmi. Itu adalah hukum besi petualang. Kalau sudah ada korban, sudah terlambat.”
William menegang sejenak, wajahnya terdistorsi.
Mungkin dari percakapan barusan dia sadar tidak ada celah untuk membujukku.
Namun dia tetap melanjutkan ucapannya.
Benar-benar hebat. Meski tahu situasinya sudah tanpa harapan, dia tetap mencoba menjembatani percakapan dan mempertaruhkan segalanya untuk meyakinkanku.
“N-Naga Suci bukan monster biasa! Mereka adalah makhluk yang membawa manfaat!”
“Bagi Persatuan Kerajaan, ya. Ini wilayah Kekaisaran. Bagi siapa pun selain warga Persatuan Kerajaan, kadal yang tidak memberi ampun itu wajar saja dianggap hama.”
“Tolong... Kami tidak akan membiarkan mereka melakukan apa-apa... jadi...”
“Andai kamu bukan pangeran Persatuan Kerajaan, andai makhluk itu tidak disebut Naga Suci, dan andai ini tidak terjadi di tengah ibu kota Kekaisaran yang sedang dilanda pemberontakan, mungkin aku masih bisa menoleransi... Tapi semuanya sudah terlambat. Kalian membantu pemberontakan, membawa naga ke sini, lalu minta dibiarkan pergi hanya dengan alasan tidak akan melakukan apa-apa? Tidak terlalu egois, menurutmu?”
“Aku mengerti apa yang ingin kamu katakan. Semuanya memang salah kami... Tapi mereka adalah dewa pelindung tanah kelahiranku... Kumohon...!”
“Kalian bernegosiasi dengan Guild Petualang karena tahu akan bermasalah jika mereka dibasmi, bukan? Tak ada yang akan keberatan selama mereka hanya melindungi Persatuan Kerajaan. Yang jadi masalah adalah kalian membawa dewa pelindung itu ke negara musuh. Seharusnya kalian menjaganya baik-baik di negeri sendiri.”
Sambil berkata begitu, aku bersiap meremas bola perak itu.
Namun seseorang kembali ikut campur.
“Silver!! Kamu sadar apa yang sedang kamu lakukan!?”
“Apa maksudmu, Pangeran Gordon?”
“Apa yang akan terjadi kalau kamu melakukannya! Naga Suci berada di bawah kesepakatan antara Persatuan Kerajaan dan Guild Petualang, bahwa mereka tidak boleh dijadikan target pembasmian! Jika kamu membasminya, Guild Petualang tidak akan diam saja! Dan sebagai anggota guild, kamu sendiri pasti akan mendapat masalah besar!!”
“Aku kira apa tadi... Pangeran Gordon. Jangan meremehkan para petualang, oke? Kesepakatan antara guild dan Persatuan Kerajaan? Itu sudah tidak berlaku lagi. Naga Suci memang suci bagi Persatuan Kerajaan, tapi bagi negara yang diserang, mereka hanyalah naga jahat. Perjanjian guild hanya berlaku selama Naga Suci beraktivitas dalam wilayah Persatuan Kerajaan.”
“Mana bisa logika seperti itu! Tidak ada aturan detail seperti itu! Satu-satunya ketentuan guild adalah bahwa Naga Suci Persatuan Kerajaan bukan target pembasmian! Jika kamu membunuhnya, berarti kamu melanggar aturan guild!”
“Hmph. Begitu? Dan kalaupun benar begitu kamu mau apa?”
“Apa!?”
Gordon membelalakkan mata mendengar jawabanku.
Reaksi itu memberitahuku betapa dia meremehkan para petualang.
Kalau dia pikir mengacungkan aturan akan membuat seorang petualang berhenti, berarti dia benar-benar tak paham apa-apa.
“Banyak orang menyebut petualang sebagai kaum tak beraturan. Itu benar adanya. Bagi kami, aturan bukanlah hal penting! Urusan setelahnya? Tentu saja diurus nanti! Yang penting sekarang hanya satu, di depan mata ada monster yang bisa membahayakan rakyat! Pada situasi itu, mengacungkan aturan kepada petualang hanyalah kebodohan! Satu-satunya aturan yang kami junjung hanya satu! Demi rakyat! Hanya itu! Jika ada aturan lain yang diajukan, jawaban kami cuma satu: masa bodoh!”
Begitu aku berkata demikian, aku melepaskan seluruh kekuatan sihirku. Udara di sekitar bergetar hebat, bangunan-bangunan di sekeliling berderak hanya dari efek sampingnya.
Manusia, baik kawan maupun lawan, gemetar ketakutan. Sementara para naga, menangkap niat membunuhku, meraung keras.
Naluri naga mereka pasti menyimpulkan bahwa mereka tidak boleh membiarkanku bertindak sesuka hati.
Tanpa ragu, kedua naga itu membuka mulut lebar-lebar dan melontarkan napas naga mereka.
Dengan ini, mereka melakukan serangan pertama. Aku punya alasan untuk membalas serangan.
“Maafkan aku, Naga Suci. Kalian tidak bersalah.”
Sambil bergumam begitu, aku meremas bola perak itu.
Dan kemudian...
“Silvery Ray.”
Aku menyebutkan nama sihirnya.
Tujuh bola cahaya muncul mengitari tubuhku.
Targetnya adalah dua naga tua, yang merah dan yang hijau. Napas naga mereka yang melesat ke arahku langsung dinetralkan oleh kilatan perak yang ditembakkan bola-bola cahaya itu.
Itu jelas serangan penuh kekuatan. Dan tetap saja, sihirku menetralkannya dengan mudah. Itu berarti selisih kekuatan di antara kami sangat besar.
Namun kedua naga itu tetap menerjangku. Padahal mereka bisa saja melarikan diri.
“Sikap kalian yang tetap bertarung sampai akhir demi Persatuan Kerajaan layak dihargai. Kalian tidak lari.”
Dengan demikian, aku mengarahkan lenganku pada dua ekor naga yang memilih untuk melawan. Seiring gerakanku, kilau perak memancar dari bola cahaya itu.
Kedua naga yang menyerangku hilang kepalanya seketika, dan tubuh mereka jatuh lunglai menuju tanah.
Aku menahan tubuh mereka dengan sebuah penghalang.
“Blood... Leaf...”
William menatap nanar dua jasad naga itu.
Sejak kecil, dia hidup dekat dengan para naga, bahkan sampai dijuluki Pangeran Naga. Bagi William, naga adalah makhluk yang sangat istimewa, berbeda dari pandangan orang lain.
Memang menyedihkan. Seandainya bisa kubiarkan mereka pergi, aku ingin melakukannya.
Dua naga itu sebenarnya memiliki pilihan untuk melarikan diri. Mereka adalah naga, mestinya mereka tahu kapan lawan tak bisa ditandingi.
Namun mereka tetap memilih untuk menghadapi aku.
Sebagaimana William menganggap mereka istimewa, bagi dua naga itu, manusia dari Persatuan Kerajaan pun pastilah memiliki istimewa.
Dengan ini, Persatuan Kerajaan kehilangan dua dari tiga Naga Suci Pelindung mereka. Mau terus berperang atau memilih mundur dengan patuh, itu terserah mereka. Yang jelas, kekuatan negara mereka merosot drastis.
Tinggal dua negara musuh tersisa.
Aku membunuh naga yang tak ingin kubunuh karena itu perlu dilakukan.
Dengan memanfaatkan sihir dari gelang, aku menciptakan dua gerbang teleportasi raksasa. Di ujung sana, kubuat lagi satu gerbang yang sama.
Gerbang-gerbang teleportasi itu tersambung layaknya terowongan, dan ujungnya mengarah ke perbatasan utara dan barat Kekaisaran.
Di perbatasan utara, pasukan Cornix bertempur sengit melawan pasukan penjaga perbatasan utara. Dari keadaan yang kulihat, pasukan penjaga sedang terdesak. Tampaknya pasukan Egret turut bergabung dalam operasi Cornix, dan wilayah utara dipenuhi orang-orang yang berada dalam pengaruh Gordon. Bisa jadi ada campur tangan tertentu.
Di perbatasan barat, pasukan Perlan berbaris dalam jumlah besar, tampak menunggu saat untuk menyerbu. Begitulah adanya.
Kepada dua pasukan itu, aku mulai berbicara.
“Komandan pasukan Persatuan Kerajaan Egret, Negara Bagian Cornix, dan Kerajaan Perlan yang hendak menyerbu perbatasan. Bisa kalian dengar suaraku? Aku Silver, petualang peringkat SS.”
Di perbatasan utara, gerak maju pasukan Cornix langsung melemah.
Melihat gerbang teleportasi yang terbuka di langit, tampaknya mereka mengerti bahwa aku memang benar Silver.
Sementara itu, pasukan Perlan di perbatasan barat tampak panik.
“Maafkan aku yang menyampaikan pesan dengan cara seperti ini. Ada hal penting yang harus kusampaikan. Sebenarnya, ada orang bodoh yang mencoba menyerang ibu kota Kekaisaran dengan menggunakan naga. Memanfaatkan monster untuk perang sama saja dengan menyatakan perang pada para petualang. Menanggapi hal itu, aku sebagai petualang peringkat SS akan bergerak melindungi Kekaisaran. Karena itu, kuminta kalian menghentikan pergerakan kalian untuk sementara waktu. Jika kalian memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang, maka aku akan menganggap kalian sebagai pasukan yang memanfaatkan monster untuk berperang, dan aku akan menyingkirkan kalian.”
Seiring kata-kataku, aku mengarahkan cahaya perak ke gerbang teleportasi.
Lewat gerbang itu, cahaya tersebut melintas rendah di atas kedua pasukan.
“Ini bukan perintah. Hanya permintaan. Namun... Bilamana kalian mengabaikannya, aku akan mengambil tindakan yang setimpal. Setidaknya berhentilah selama seminggu. Dalam waktu itu, kekacauan di Kekaisaran akan mereda. Bila kalian kesulitan menentukan keputusan, tanyakan saja pada raja kalian. Raja yang bijaksana tak akan memerintahkan penyerbuan. Tapi kalau-kalau raja kalian hendak membuat keputusan yang keliru, sampaikan padanya baik-baik: ‘Gerbang teleportasi ini dapat dihubungkan ke seluruh istana di semua negara.’”
Setelah melempar ancaman itu, aku mulai menutup gerbang teleportasi secara perlahan.
Bersamaan dengan itu, permata pada gelangku hancur berkeping-keping. Sepertinya memang sekali pakai.
Yah, mau bagaimana lagi. Jika aku tidak menahan laju negara-negara lain yang pasti akan menyerbu, maka meski kekacauan di ibu kota berhasil kutenangkan, Kekaisaran tetap akan goyah.
Pihak Guild Petualang mungkin akan mengeluh bahwa aku terlalu berlebihan. Namun mereka pasti akan memprotes sejak aku membunuh Naga Suci. Kalau begitu, lebih baik sekalian saja kulakukan semuanya dengan tuntas.
Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh Silver, petualang SS yang namanya bergema di seluruh benua.
Namun, ada juga hal-hal yang justru tak bisa dilakukan oleh Silver.
Aku bisa memastikan satu hal, Gordon dan orang-orang di sekitarnya tak akan pernah menyadari itu. Di mata mereka, Silver adalah makhluk yang tak bisa dihentikan apa pun yang terjadi.
“Tidak mungkin... Tidak mungkin... Kenapa... Kenapa pemberontakanku... Bagaimana bisa...? Kenapa kalian selalu menghalangiku? Kenapa makhluk-makhluk di luar nalar seperti kalian bisa ada di dunia ini...? Kenapa...? Kenapa, kenapa, kenapa...?”
“Gordon! Sadarlah!!”
Namun bahkan Silver memiliki batas.
Dan jika ada orang di pihak musuh yang bisa menyadari keterbatasan itu, hanya William yang mungkin mengetahuinya.
Di tindakanku kali ini ada satu celah. Bila William dan kawan-kawannya menyadarinya, mereka bisa menemukan jalan keluar.
Jalan itu memang kecil, tapi jalan tetaplah jalan.
Karena itu, aku menatap William.
“S-Silver... Biarkan aku bertanya satu hal... Bila kata-katamu barusan benar... Berarti kamu tidak bisa menyentuh kami, bukan?”
Dengan tegas, William menyampaikan itu padaku.
Melihat sikapnya, aku menyipitkan mata.
Jadi benar dia menyadarinya, keterikatan yang hanya dimiliki Silver.
“Kalian adalah pasukan yang memanfaatkan monster untuk perang, bukan?”
“Itu hanya keputusan sepihak dari pihakmu. Kami terus menyangkalnya. Dua naga yang tewas itu... untuk saat ini, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun menyerang kami adalah tindakan kriminal.”
“Oh? Kamu bermaksud lolos dengan logika itu?”
“Tidak masalah bagiku bila kamu membunuh monster yang mungkin membahayakan rakyat. Tetapi aku tidak mengizinkanmu membunuh pasukan yang mungkin membahayakan rakyat. Jika kamu melakukannya, berarti kamu harus membunuh setiap pasukan di seluruh benua.”
Dalam hal menghadapi monster, otoritas Silver adalah mutlak. Dia berdiri di puncak para petualang sebagai peringkat SS.
Namun justru karena itu, tindakannya terhadap manusia penuh batasan.
Menekan dan mengancam mereka agar berhenti masih bisa dibenarkan, monster memang benar-benar muncul. Namun menyerang pasukan manusia secara langsung hanya karena mereka membawa monster akan dianggap terlalu lemah sebagai alasan.
Benar seperti yang William katakan, mereka tidak benar-benar bertempur bersama monster. Bila seorang petualang SS menyerang pasukan hanya karena itu, kasus ini akan menjadi jauh lebih rumit, bahkan menimbulkan keraguan terhadap apakah Silver layak dipercaya.
Pada akhirnya, para petualang SS lainnya pun bisa saja dikirim untuk memburu diriku.
Logika William ini memang aneh, tapi dia menusuk titik terlemahku.
Memang luar biasa. Dari sekian banyak orang, berapa banyak yang mampu memahami batasan Silver lalu menggunakannya untuk bernegosiasi?
Baru saja aku melanggar aturan dengan membunuh naga.
Bisa saja nasib yang sama menimpanya.
Di tempat ini, akulah yang memegang kekuatan mutlak.
Namun William tetap berdiri menghadapiku tanpa gentar.
Sungguh, gelar Pangeran Naga bukan sekadar julukan.
“...Pangeran William. Kamu masih berniat bertempur?”
“Tentu saja. Aku tidak bisa mundur lagi.”
“Kalian telah kehilangan dua Naga Suci. Kamu masih ingin meneruskan perang?”
“Justru karena kami telah kehilangan mereka, kami tidak bisa berhenti. Jika kami tidak bisa memperoleh sesuatu yang sebanding... untuk apa dua naga itu mati?”
“...”
“Aku tidak menyimpan dendam. Kamu hanya menjalankan tugasmu. Kekeliruan ada pada pihak kami, aku akui itu. Namun mundur atau tidak adalah persoalan lain. Persatuan Kerajaan pasti akan meraih keuntungan! Dan demi itu, Gordon tidak akan kami serahkan! Jangan ikut campur! Mengerti!? Silver!!”
Setelah melihat kekuatan sebesar itu, dia masih belum menyerah dan tetap berusaha melakukan apa pun yang bisa dilakukan, ya?
Gordon, hanya bisa terpaku kosong menyaksikan seranganku sebelumnya.
Dia mungkin tak bisa menerima kenyataan bahwa pemberontakannya telah gagal total.
Sekarang bahkan tak jelas lagi siapa sebenarnya yang menjadi simbol mereka.
Tidak, sebenarnya jelas, Gordon hanyalah panji, dan William adalah pembawa panji itu.
Saat ini posisi mereka sudah terang benderang.
Kenapa pria seperti dia berada di pihak Gordon?
Sungguh disayangkan. Sangat disayangkan.
“...Baiklah. Aku tidak akan ikut campur.”
Begitulah jawabku pada William.
Kenyataannya, setelah gelangku hancur, akan sangat berat bila harus bertarung lagi sekarang.
Kali ini aku terlalu banyak menghabiskan energi sihir. Selama bergerak dalam bayangan, aku berusaha menghemat pemakaian sihir, tapi akhirnya tetap harus mengandalkan alat sihir itu.
Dengan sisa energi sihir yang ada, aku mungkin bisa mengalahkan William dan pasukannya, tapi hanya sebatas itu. Menangkap mereka atau memastikan tak satu pun lolos jelas akan sulit.
Ini memang waktunya mengakhiri semua.
Aku sudah menghentikan pergerakan negara-negara lain dan menggagalkan pemberontakan.
Memang aku ingin mengamankan Gordon, tapi itu bukan lagi tanggung jawab Silver.
Di bawah sana, Kak Lize pasti sudah membentuk pasukan pengejar.
William dan Gordon akan menghadapi pengejaran sengit.
Namun mata William belum padam. Tatapannya meyakinkanku bahwa dia akan melakukan apa pun agar Gordon tetap hidup. Mata yang menunjukkan tekad sekeras itu.
Pria yang sulit menyerah, duh.
Tapi bukan berarti aku membencinya.
Kali ini, sebagai penghormatan bagi keengganan untuk menyerahnya itu, aku akan mundur dengan tenang.
“Tindakan yang baik, Pangeran William.”
“Seluruh pasukan, mundur!! Kita kembali ke utara dan susun ulang kekuatan!!”
Dan begitu teriakan William bergema, pasukan pemberontak pun mulai mundur serentak.
Bagian 8
Sambil mengamati mundurnya pasukan pemberontak, aku melakukan teleportasi.
Tepat di belakang Ayahanda.
“Bukan tindakan yang bagus, Paduka Kaisar.”
“Pedas sekali kamu bicara, Silver.”
Ayahanda, masih duduk di atas kudanya, mengembuskan napas mendengar ucapanku.
Di ujung pandangannya tampak para Kesatria Naga yang tengah mundur.
“Pemberontakan itu salah sepenuhnya berada pada pihak pelaku. Itu tindakan yang merusak tatanan. Namun kegagalan untuk menumpasnya adalah tanggung jawab penguasa. Inilah akibat terlalu percaya pada militer. Anak ketiga para bangsawan dan para berandal yang ingin mencari prestasi, mereka masuk militer hanya demi nama. Orang-orang seperti itu selalu haus prestasi dan mudah tergiur keuntungan sesaat.”
“Menusuk sekali mendengarnya. Memang salahku karena mengabaikan kebutuhan untuk mengendurkan tekanan sesekali.”
“Kalau begitu, lain kali lebih berhati-hatilah. Aku sudah mengulur waktu yang kamu butuhkan. Sisanya urus sendiri.”
“Terima kasih atas bantuanmu. Tapi... bagaimana dengan posisimu? Kalau kamu terlalu berpihak pada Kekaisaran, kamu akan menuai kecaman.”
“Aku tidak peduli dengan kecaman. Aku hanya membantumu karena rakyat membutuhkan seorang kaisar yang baik. Setidaknya kamu jauh lebih baik daripada Pangeran Ketiga itu. Buktikan bahwa keputusanku kali ini tidak salah.”
Sambil mengucapkannya, aku mengalihkan pandangan darinya.
Beban Ayahanda memang besar. Itu wajar karena dia seorang kaisar.
Tapi di sisi lain, ada hal-hal yang membuatku simpati.
Tiga tahun lalu, ketika Kakak Sulung meninggal, Ayahanda sudah bersiap untuk menyerahkan takhta kepadanya.
Dia seharusnya memasuki masa pensiun. Tapi rencana itu berubah drastis.
Banyak posisi penting Kekaisaran diisi oleh para pendukung Kakak. Ketika mereka mundur dari pusat pemerintahan, Ayahanda harus membangun kembali struktur negara dari nol.
Karena itu dia tidak bisa menerapkan strategi ekspansi luar negeri. Seperti Kak Lize yang dikirim ke perbatasan timur, Ayahanda menempatkan para jenderal terpercaya di tiap garis perbatasan, sementara urusan diplomasi ditangani Kanselir dan Eric.
Militer menyebutnya pengecut, tapi sebenarnya itu satu-satunya langkah yang mungkin.
Seandainya Kakak masih hidup hingga sekarang.
Pada akhirnya pikiran itu selalu bermuara ke sana.
Tidak ada gunanya dipikirkan. Dia sudah tiada.
Namun itulah pemicu. Titik balik segalanya.
“Aku akan memenuhi harapanmu, sebisa mungkin.”
“Kalau begitu, jasad sang Naga Suci bisa kamu manfaatkan sesukamu. Jual pada Persatuan Kerajaan, atau jual bagian-bagiannya. Asal melalui Guild Petualang. Itu pasti berguna untuk membangun kembali ibu kota.”
“Itu sebabnya kamu membunuhnya?”
“Itu salah satunya. Tapi jika kita hanya melumpuhkannya tanpa membunuhnya, itu akan menjadi preseden yang buruk. Orang-orang akan mulai berpikir untuk menggunakannya pada perang selanjutnya. Aku tak mau itu terjadi.”
Sebenarnya Naga Suci itu bisa saja dibiarkan hidup.
Tapi baik sebagai alasan untuk menahan pasukan musuh di perbatasan, maupun demi masa depan, membiarkannya hidup tidak membawa banyak manfaat.
Lagipula Persatuan Kerajaan tidak akan tersentuh hanya karena satu atau dua ekor naga.
Andaikan semua tiga Naga Suci mereka lenyap, tapi masih ada satu ekor yang tersisa.
Dan bila mereka duduk berunding hanya untuk mengambil kembali naga itu, mereka pasti membatalkan kesepakatan begitu mendapatkannya.
Mereka mengerahkan dua ekor naga, sudah dipastikan mereka sudah merelakan untuk kehilangan keduanya. Kendati demikian, Persatuan Kerajaan melakukannya untuk merebut tanah subur di benua ini.
“Tidak mudah bagimu, ya.”
“Tidak semudah kamu. Untuk sementara aku tidak bisa bergerak terang-terangan. Jangan bergantung padaku.”
“Tentu. Urusan negara akan ditangani negara. Maaf telah merepotkanmu.”
“Kalau ingin meminta maaf, tunjukkanlah pada rakyat. Bangun negara yang lebih baik. Itu tugas seorang kaisar.”
Setelah mengucapkannya, aku membuka gerbang teleportasi dan meninggalkan tempat itu.
Aku menuju tempat penginapan di mana Sebas sudah menunggu.
Sesampainya di sana, aku berganti pakaian lalu langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang.
“Sepertinya Anda sangat kelelahan.”
“Ya... Aku menggunakan terlalu banyak energi sihir.”
“Kalau begitu bukankah seharusnya Pangeran Gordon jangan dibiarkan lolos?”
“Kamu pikir akan sulit menyingkirkannya nanti? Masalahnya adalah Silver tidak boleh melakukan itu. Dengan sisa energi sihir yang kupunya, aku tidak bisa bertarung dengan akurat untuk menangkapnya hidup-hidup. Yang bisa kulakukan hanya membunuh. Dan bagi Gordon, mati di tangan Silver hanya akan menjadi kelegaan. Terlepas dari reaksi Guild Petualang atau para peringkat SS lainnya, membunuh Gordon sebagai Silver adalah langkah yang buruk... Dia harus menjadi tempat tumpuan semua amarah rakyat ibu kota. Entah dia dibunuh atau ditangkap, itu harus dilakukan oleh orang Kekaisaran sendiri.”
Seorang pengkhianat yang banyak menumpahkan darah dibunuh oleh seorang petualang.
Mendengar itu, rakyat ibu kota tidak akan benar-benar puas.
Mereka mungkin akan bersorak, memuji Silver, tapi tetap menyimpan kekosongan.
“Dan... bila Silver menyelesaikan semua masalah, rakyat bisa kehilangan kepercayaan pada keluarga kekaisaran. Jangan sampai muncul orang-orang bodoh yang berkata Silver saja yang jadi kaisar. Itu akan menghancurkan makna seluruh perjuangan kita.”
“Itu benar adanya. Anda berusaha menjaga keutuhan Kekaisaran, tapi Anda sendiri menjadi penyebab retaknya, itu memang menentang tujuan Anda. Maafkan saya, saya kurang berpikir jauh.”
“Tidak apa-apa... Membunuhnya memang cara termudah. Bahkan Kakak Lize mungkin tidak bisa mengejarnya hanya dengan pasukan kecil. Jika Gordon kembali ke utara, pengaruhnya akan pulih. Penumpasannya akan menjadi perang berikutnya. Lebih banyak korban... aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa berhenti sekarang. Jika Gordon bisa ditaklukkan, Leo akan mampu berdiri sejajar dengan Eric. Tidak, dia akan melampauinya. Setelah ini, perebutan takhta bukan soal siapa yang lebih cocok. Kesenjangan Eric dan Leo tidak akan tertutupi. Inilah cara tercepat.”
“Bukankah ini sedikit terlalu terburu-buru?”
“William adalah seorang pejuang kelas atas. Dia mengakui Gordon sebagai sahabat. Artinya Gordon dulunya memiliki kualitas yang pantas untuk diakui. Tapi lihat dia sekarang? Aku dulu mengira Gordon hanya menunjukkan sisi buruknya pada keluarga. Tapi ternyata tidak. Hari ini aku benar-benar yakin, perebutan takhta kali ini ada yang tidak beres. Ada sesuatu di baliknya. Tapi sudah terlambat untuk mundur. Jadi yang bisa kulakukan hanya mengakhirinya secepat mungkin.”
Begitu aku mengatakannya, rasa kantuk yang luar biasa langsung menghantamku.
Sepertinya efek sampingnya datang.
Tubuhku yang telah kehilangan begitu banyak sihir berusaha memulihkannya dengan menuntut tidur.
Semakin besar kapasitas sihir seseorang, semakin besar pula hentakan baliknya.
Masih banyak hal yang ingin kulakukan, masih banyak hal yang harus kulakukan.
Pihak Guild Petualang pasti akan memanggil Silver ke markas besar, dan Leo mungkin akan dikirim untuk menumpas Gordon. Aku ingin membantunya juga.
Namun konsumsi sihir sejak pertarungan dengan Kura-Kura Roh terlalu besar.
Kalau aku tidak beristirahat sekali saja, tubuhku tidak akan mampu bertahan.
“Aku akan tidur untuk sementara... entah sampai kapan aku akan tidur... Sebagai Silver, bilang saja aku sedang mengambil cuti panjang... Sebagai pangeran, jelaskan saja kalau aku terkena racun atau semacamnya...”
“Ya, saya mengerti. Semuanya akan saya tangani.”
“...Sampaikan pada semuanya... Terima kasih... Bilang kalau mereka sudah bekerja dengan baik...”
“Akan saya beritahukan.”
Mendengar jawaban Sebas, aku pun menyerahkan diri pada rasa kantuk yang perlahan menelan tubuh dan pikiranku.
Ada sensasi tenggelam ke dalam kegelapan yang sangat dalam.
Lalu pemandangan berubah.
Yang kulihat adalah masa lalu.
Tepatnya, tiga tahun yang lalu.
Saat diputuskan bahwa Putra Mahkota Wilhelm akan berangkat melakukan inspeksi ke wilayah utara.
Di alun-alun istana, ketika aku bolos kelas dan duduk membaca buku, Kakak Sulung datang menghampiriku.
“Al! Ternyata kamu di sini. Aku akan pergi dari ibu kota lagi. Kita tidak bisa bertemu untuk sementara.”
“Pergi lagi? Kak Wilhelm, kamu itu Putra Mahkota. Tinggal saja di ibu kota, kan enak?”
“Justru karena aku Putra Mahkota, aku harus keliling Kekaisaran. Tapi bukan berarti semuanya buruk. Banyak hal yang bisa dilihat. Mau ikut?”
“Tidak mau. Repot.”
“Itu memang jawabanmu. Aku sudah menduganya.”
“Kalau terus kerja melulu, Kakak bakal dibenci Kak Therese, lho.”
“Ck ck ck! Aku dan Therese terikat oleh cinta, jadi tidak masalah.”
“Kalau mau pamer kemesraan, cepat pergi sana. Mendengar kebahagiaan orang lain itu nggak menyenangkan, tahu.”
Saat aku melambaikan tangan, menyuruhnya cepat pergi, Kakak hanya tersenyum kecut lalu membalikkan badan.
Dan saat itu...
“Aku titipkan Kekaisaran padamu selama aku pergi, ya, Al?”
Itu sesuatu yang langka.
Dia tidak pernah mengatakan hal semacam itu sebelumnya.
Tapi waktu itu aku tak terlalu memikirkannya.
Kupikir itu hanya salah satu keisengannya, jadi aku hanya membalasnya dengan senyum kecil.
“Serahkan saja padaku, Yang Mulia Putra Mahkota.”
Begitulah, Kakak Sulung pergi dari hadapanku.
Itulah kali terakhir punggungnya yang kulihat.
Berapa kali pun kusesali, penyesalan itu tak akan ada ujungnya. Seandainya saat itu aku ikut bersamanya, mungkin segalanya akan berbeda.
Namun masa lalu tak bisa diubah.
Justru karena itu, aku akan mengubah masa depan.
Demi masa depan yang lebih baik.
Dengan memperbarui tekad itu, aku kembali tenggelam ke dalam kegelapan.
Bagian 9
Di tengah mundurnya pasukan pemberontak, masih ada dua orang yang bertarung sampai akhir.
“Apa sudah waktunya berhenti?”
“Jadi artinya kamu sudah siap untuk mati?”
Dengan itu, Elna menatap lurus pada Raphael, Kapten Kesatria Pengawal Kesepuluh.
Elna tidak memiliki satu pun luka. Sebaliknya, Raphael dipenuhi goresan-goresan kecil.
Itu saja sudah menunjukkan perbedaan mereka. Dalam hal apa pun, Elna mengungguli Raphael pada setiap detail.
Namun.
“Tidak, aku masih belum mau mati. Jadi aku tidak punya niat membuat tekad macam itu.”
“Kamu pikir boleh seenaknya begitu? Kamu adalah Kapten Kesatria Pengawal, tetapi kamu berkhianat pada Paduka Kaisar. Tak ada seorang pun yang akan memaafkanmu. Semua Kapten akan memburumu.”
“Aku menantikannya, sungguh. Soalnya sebagai Kapten, aku tidak bisa melawan rekan sendiri.”
“Itu alasanmu berkhianat? Kamu mengkhianati Kekaisaran hanya karena itu?”
“Kalau setengahnya sih, ya. Aku ingin bertarung melawan yang kuat. Bagi seorang ahli pedang, itu hal yang wajar.”
“Begitu... Dengan demikian akan kupenuhi keinginanmu. Jangan lari!”
Elna mengeluarkan aura tempurnya sepenuhnya.
Melihat itu, Raphael sempat tergerak untuk menanggapinya, tetapi akhirnya menahan diri.
“Aku ingin juga melawanmu dengan sepenuh tenaga, tapi aku sudah lelah setelah bertarung melawan Komandan Alida di istana, dan kamu sendiri juga tidak dalam kondisi sempurna setelah memakai Pedang Suci. Pertarungan ini kutunda dulu. Kalau kita terus bertarung di sini, aku bisa saja dihabisi secara keroyokan.”
Usai berkata demikian, Raphael mundur jauh dari Elna.
Namun bagi Elna, jarak sejauh itu sama sekali bukan halangan.
Begitu memasuki jarak serang dengan Raphael, Elna langsung mengayunkan pedangnya ke arah leher lawannya.
Raphael menghindar pada detik terakhir, tetapi sebuah luka baru tercetak di lehernya.
“Hebat sekali... Seperti yang diharapkan dari keluarga Armsberg.”
“Kamu masih bisa bersikap tenang? Padahal baru saja kubuktikan kalau kamu tak bisa melarikan diri.”
“Aku tetap akan lari. Aku belum bisa mati, masih ada yang harus kulakukan.”
Setelah mengucapkannya, Raphael kembali menjauh.
Kali ini dia tidak hanya menjauh dari Elna.
Banyak pembunuh bayaran yang bersembunyi di sekitar mereka tiba-tiba menyerang Elna untuk membantu pelarian Raphael.
Seperti itulah Raphael bertarung melawan Alida bahkan ketika di istana, memanfaatkan bantuan orang-orang di sekitar.
Pertarungan satu lawan satu adalah keinginannya, tetapi ada tujuan yang harus dia prioritaskan.
Sekarang pun, dia tidak diizinkan mengerahkan seluruh kekuatannya.
Karena itu, Raphael memusatkan diri sepenuhnya pada melarikan diri.
Menghadapi itu, Elna menghabisi para pembunuh yang menyerangnya dalam sekejap, lalu mengejar Raphael tanpa henti.
Namun, meski Elna sekuat itu, dia tidak bisa menyusul Raphael yang sungguh-sungguh melarikan diri sambil mendapat bantuan yang menghalanginya.
Saat memasuki area luar ibu kota, Elna akhirnya kehilangan jejak Raphael. Di sekelilingnya, tubuh para pembunuh yang nekat menghambatnya bergelimpangan.
“Banyak sekali misterinya...”
Kapten Kesatria Pengawal yang berkhianat, para pembunuh tak dikenal.
Bahkan jika Gordon dan Zandra bekerja sama, tidak seharusnya mereka bisa bertindak sebebas ini.
Pasti ada sesuatu di baliknya.
Dengan firasat itu, Elna menyarungkan pedangnya.
Bagaimanapun, menyelidiki hal-hal seperti itu bukan tugasnya.
“Semoga Al baik-baik saja...”
Sambil mengkhawatirkan teman masa kecilnya yang tidak terlihat di mana pun, Elna bergegas melanjutkan penyisiran sisa-sisa musuh di ibu kota.
* * *
Di sebuah gang di dekat Guild Petualang.
Di sana Eric berdiri.
“Yang Mulia.”
“Bagaimana hasilnya?”
“Saya bergerak sesuai dengan perintah Yang Mulia.”
“Baiklah. Lalu bagaimana dengan Ibu?”
“Saya telah mengirim pasukan secukupnya. Seharusnya tidak menimbulkan kecurigaan.”
Di belakang Eric.
Dari kegelapan yang tak tersentuh cahaya, terdengar sebuah suara.
Di dalam bayangan itu berdirilah Xiaomei.
“Kerja bagus. Banyak hal memang melenceng dari rencana, tetapi kita tidak benar-benar mengabaikan kemungkinan Gordon mundur. Leonard dan Arnold memang sedikit terlalu menonjol, tetapi masih dalam batas toleransi.”
“Baik. Kalau begitu, saya akan bergerak bersama ‘beliau’.”
“Aku serahkan padamu. Laporkan semua informasi padaku secara berkala.”
“Baik.”
Mengatakan itu, Xiaomei pun menghilang kembali ke dalam kegelapan.
Melihatnya pergi, Eric kembali memasuki Guild Petualang.
Apa pun yang terjadi di ibu kota, dia tahu tempat ini aman.
Dalam keadaan darurat, mereka bisa berkomunikasi dengan seluruh benua, dan para petualang terampil dapat berkumpul dalam jumlah besar.
Dan...
Jika terjadi sesuatu, dia bisa memperkirakan bahwa Silver pasti akan bergerak.
Karena itu Eric menempatkan dirinya di cabang ibu kota dan menjadikannya pusat untuk menjalankan segala rencananya.
“Kerja bagus, para petualang. Kalian sudah bekerja dengan baik.”
Eric bergumam pelan.
Dia telah memanfaatkan para petualang, lalu memutarbalikkan informasi melalui duta besar Kekaisaran.
Itu sudah lebih dari cukup sebagai langkah menentukan, dan dengan usaha yang sangat minim.
Hasil akhirnya memang berbeda dengan yang Eric bayangkan. Tapi itu bukan masalah.
Jika akhir cerita berubah, dia hanya perlu menyesuaikan geraknya. Dengan cara seperti itulah Eric selalu memastikan dirinya menjadi pihak yang diuntungkan.
Zandra benar-benar tersingkir, dan Gordon pun jatuh dalam kesulitan.
Para kandidat takhta yang dulu dianggap sebagai pesaing kini tinggal menunggu waktu untuk padam.
Bahkan faksi Leonard yang baru menanjak pun telah mengerahkan seluruh kekuatan mereka dalam pemberontakan kali ini.
“Jadi kamu memang menyembunyikan taringmu, ya, Arnold?”
Leonard dan Arnold telah membuka banyak kartu yang selama ini disembunyikan, akhirnya memperoleh prestasi besar.
Sementara berbeda dari mereka, Eric nyaris belum memperlihatkan apa pun.
Dan kali ini, satu langkah lagi Eric berada di atas angin.
* * *
Gerbang timur ibu kota.
Untuk sementara waktu, tempat itu menjadi pangkalan Kaisar, sehingga penjagaannya sempat menipis.
Ketika Kaisar keluar dari ibu kota, mereka mengalihkan para tamu penting dari negeri lain agar menjauh dari gerbang timur, dan fokus pengawalan pun lebih banyak diarahkan ke sana.
Para tamu itu kemudian bergabung dengan Mitsuba dan yang lainnya, lalu bersembunyi di dalam kota.
Karena itu, para prajurit yang bertugas di gerbang timur tidak pernah membayangkan bahwa tempat ini akan diserang.
“Hmph, benar-benar lembek. Kamu juga berpendapat begitu, bukan? Xiaomei?”
“Saya setuju sepenuhnya, Nyonya Zofia.”
Xiaomei menundukkan kepala dengan hormat.
Di hadapannya berdiri seorang wanita berambut merah.
Usianya telah melewati empat puluh, tetapi tetap tampak muda, dengan tubuh yang terlatih dan kokoh.
Pedang yang dia genggam tidak memiliki setetes pun darah meski para penjaga telah dia tebas, hal itu saja sudah cukup untuk menunjukkan bahwa dia seorang ahli luar biasa.
Namanya Zofia. Dia adalah Selir Keempat, sekaligus ibu kandung Gordon.
Sejak pemberontakan dimulai, dia terus bersembunyi.
Dan kini dia datang ke gerbang timur demi putranya yang lain.
“Benar-benar memalukan bisa tertangkap. Dengan penjagaan selemah ini, bukankah seharusnya kamu bisa menerobos seorang diri, Conrad?”
“Aduh, Ibu. Seperti biasa, perkataan Ibu benar-benar semena-mena, ya. Yang menjaga tempat ini itu bawahan langsung Kak Lizelotte, lho? Mana mungkin aku bisa menerobos mereka.”
“Sungguh menyedihkan. Prajurit selevel ini saja kamu takut?”
“Tolong jangan samakan aku dengan Ibu yang konon bisa menjadi Kapten Kesatria Pengawal kalau saja Ibu tidak menjadi Selir. Lalu, Ibu bakal mengeluarkanku atau tidak ini?”
Mendengar itu, Xiaomei membuka pintu tempat Conrad dikurung.
Conrad meregangkan tubuhnya seolah-olah akhirnya bisa bernapas lega, namun seseorang memanggilnya.
“M-Mohon, bawa aku juga!”
Yang berseru adalah Henrik.
Dari percakapan para penjaga, dia sudah dapat memperkirakan situasi di ibu kota.
Zandra ikut dalam pemberontakan dan gagal. Henrik, sebagai adik Zandra, jelas tidak akan lolos dari hukuman.
Karena itu, dia berniat mengikuti Conrad.
Namun...
“Hmph, putra Zuzan rupanya. Seperti anak dari wanita licik itu saja, kelakuanmu pengecut dan tak tahu malu. Kamu hendak bergantung pada kami demi menyelamatkan diri? Kami tidak butuh orang selemah itu.”
“T-Tunggu! Aku pasti bisa berguna!”
“Kamu berguna untuk apa? Kalau ada sesuatu yang bisa kamu banggakan selain wibawa kakakmu, tunjukkan.”
“I-Itu...”
Henrik terdiam dan kebingungan.
Di antara pria seusianya, dia cukup berbakat, tetapi di antara keluarga kekaisaran, dia bukan sosok yang menonjol.
Karena itulah dia selama ini bergantung pada otoritas Zandra.
Sekarang, tanpa itu, apa yang tersisa pada dirinya?
Bahkan dia sendiri tidak tahu.
Melihat Henrik hanya menunduk tanpa jawaban, Zofia mendengus.
“Kita pergi, Conrad. Xiaomei, habisi saja anak tak berguna itu.”
“Eh, Ibu mau ninggalin Henrik?”
“Tentu saja. Apa gunanya dia?”
“Yah, aku juga tidak yakin dia berguna sih, tapi meninggalkan dia rasanya tidak tega. Jadi, aku juga akan tinggal di sini.”
“Apa!?”
Zofia berhenti langkahnya, menatap Conrad tajam.
“Apa kamu gila?”
“Tidak, aku tidak gila. Henrik itu teman senasib yang dikurung bersamaku. Walau beda ibu, tapi dia tetap adikku. Aku tidak boleh meninggalkannya.”
“Kak Conrad...”
Henrik sampai meneteskan air mata karena haru.
Melihat keadaan memanas, Xiaomei segera menengahi.
“Kita tidak punya banyak waktu. Mari bawa Pangeran Henrik bersama.”
“...Conrad. Kamu bertanggung jawab atasnya, mengerti?”
“Tentu saja.”
“...Kalau begitu ikutlah.”
Zofia pun membalikkan badan dan berjalan pergi.
Melihatnya, Conrad tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan pada Henrik.
“Kita sudah diizinkan, Henrik.”
“Terima kasih! Terima kasih banyak! Henrik ini pasti akan membalas budi!”
“Tidak perlu begitu.”
Conrad berkata demikian sambil berbalik dan keluar lebih dulu.
Melihat senyum yang mengembang di wajahnya, Xiaomei bergumam dalam hati bahwa Conrad adalah orang yang jahat.
Senyum yang tersungging di wajah Conrad yang tampak sembrono itu ternyata menyimpan kelicikan yang tak terduga.
Senyum itu entah kenapa tampak mirip dengan senyuman Al.
Bagian 10
Pemberontakan di ibu kota berakhir dengan kemenangan di pihak Kaisar. Namun, kerusakannya sangat besar dan para dalangnya masih hidup.
Di langit, saat Leo bertempur melawan para Kesatria Naga, dia menyadari ketika Silver muncul dan seluruh arus pertempuran langsung mengarah pada pihaknya. Maka dia segera mengakhiri pertempuran udara.
“Tidak perlu mengejar terlalu jauh!”
Mengikuti perintah William, para Kesatria Naga berbalik mundur. Para Kesatria Griffon yang hendak mengejar pun Leo hentikan.
Mereka memang menang, tetapi tidak tanpa luka. Terlebih, mereka memaksa diri menempuh perjalanan cepat untuk kembali ke ibu kota, hampir semuanya sudah kelelahan sampai batasnya.
Karena itu, Leo memerintahkan para Kesatria Griffon untuk melindungi Leticia.
“Semua turun dan bentuk formasi pertahanan! Lindungi Leticia! Setelah ini, target musuh sudah jelas!”
“Leo...”
“Istirahatlah di bawah. Aku masih punya sedikit urusan yang harus kuselesaikan.”
“Baik. Aku menunggu.”
Setelah menenangkan Leticia yang terlihat sangat letih, Leo melesat dengan kecepatan penuh menuju gerbang utara ibu kota.
Di sana, Lize sedang menyiapkan pasukan pengejar untuk memburu Gordon dan William yang tengah mundur.
“Kak Lize!”
“Leo! Kamu datang tepat waktu. Bantuanmu sangat berarti.”
“Tidak... Seandainya aku tiba lebih cepat, kerusakan tidak akan sebesar ini.”
Leo menatap ibu kota.
Asap membubung di banyak tempat, jeritan tidak berhenti. Seluruh kota telah menjadi medan perang. Mungkin ada pula prajurit yang berubah menjadi perusuh, dan yang menanggungnya adalah rakyat.
Andai saja dia lebih cepat sampai. Penyesalan itu menghantam Leo.
“Segala sesuatu tak pernah berjalan seperti yang kita inginkan. Yang bisa dilakukan hanyalah mengambil keputusan terbaik pada saat itu. Sesudahnya, apa pun yang dipikirkan takkan mengubah hasil. Yang terjadi sudah terjadi. Tak ada yang bisa dilakukan.”
Kata-kata Lize, yang telah melewati begitu banyak medan perang, terasa berat.
Leo mengangguk diam-diam, dan melihat itu, Lize tersenyum tipis.
“Tidak semuanya buruk. Kita berhasil melindungi keluarga. Sebagai anggota keluarga kekaisaran... mungkin ini terdengar seperti pengkhianatan terhadap rakyat, tapi... aku bersyukur Ayahanda, Al, dan Christa selamat. Kita telah melindungi apa yang harus dilindungi. Setidaknya hal itu patut kita banggakan.”
“Kakak benar... Kita berhasil melindungi yang paling berharga. Aku akan mencoba menenangkan hatiku dengan itu.”
“Begitulah seharusnya. Aku akan mengejar para pemberontak. Kamu segera kembali ke sisi Ayahanda dan mulai menata ulang ibu kota.”
“Baik. Aku akan memulainya secepat mungkin.”
“Perbatasan pasti kacau. Mungkin hanya wilayah selatan yang aman. Wilayah timur pun pastinya sedang diawasi Kekaisaran Suci Sokal, menunggu celah. Kekaisaran kini menanggung banyak front sekaligus. Mengatasinya tidak akan mudah. Bagaimanapun juga, ini pemberontakan seorang pangeran... Kekacauan sesudahnya bisa melebihi saat kita kehilangan Kakak dulu.”
Lize menatap ibu kota yang dilanda hiruk-pikuk. Tiga negara menginvasi sekaligus, dan di atas itu, Kekaisaran Suci dapat ikut campur kapan saja, situasinya sangat genting.
Jika kekalahan terus berlanjut, Kekaisaran Adrasia akan kehilangan wilayah dalam sekejap.
Kekacauan itu bisa menyamai—atau melebihi—ketika sang Putra Mahkota gugur.
Namun Leo menjawab dengan tekad kuat.
“Namun, bila kita menumpuk kemenangan, kita bisa membungkam semua negara yang memusuhi. Dan, meski bukan ide bagus... medan perang juga tempat untuk meraih prestasi.”
“Hmph... Ucapanmu sudah mulai terdengar seperti seorang pemimpin, ya? Benar. Keadaan terdesak adalah pertanda bangkitnya keunggulan. Kita hajar semuanya sampai mereka tak berani untuk melawan. Kita mulai dari para pengkhianat.”
Dengan senyum yang mengingatkan pada binatang buas, Lize meminta kudanya dari seorang prajurit, lalu memerintahkan.
“Kita kejar mereka!”
“Yang Mulia! Baru sekitar delapan ratus prajurit yang berkumpul!”
“Terlambat! Beri tahu yang datang belakangan untuk menyusul! Delapan ratus sudah cukup! Jangan biarkan mereka mundur dengan mudah! Ikuti aku!”
Dengan pekik komando, Lize memimpin pasukannya bergerak.
Tujuannya adalah menebas Gordon dan William. Tapi musuh tentu akan mati-matian menghalangi. Meski Lize tangguh, dia tidak berpikir mampu menembus semua musuh dan jenderal yang siap mati hanya untuk menunda mereka. Namun bila membiarkan mereka kabur dengan mudah, pihak lawan akan cepat pulih.
Dia harus menanamkan ketakutan, memaksakan korban, dan menguras tenaga musuh sebanyak mungkin.
Demi pertempuran berikutnya.
* * *
Setelah melepas kepergian Lize yang melaju kencang, Leo berpindah ke gerbang timur.
Di sana, Kaisar Johannes—yang sebelumnya melarikan diri ke luar ibu kota—telah kembali memasuki kota lagi.
“Ayahanda! Syukurlah Anda selamat!”
“Oh! Leonard!”
Melihat Leo turun dari langit, Johannes bergegas menghampirinya.
“Bagus sekali kamu tiba tepat waktu.”
“Itu semua berkat semua orang yang menahan musuh. Sepertinya pihak lawan juga dipenuhi kesalahan perhitungan.”
“Kalau sudah menyangkut pemberontakan, biasanya memang begitu. Tapi yang paling berpengaruh tentu saja kakakmu.”
“Kakak memang ahli membuat keadaan kacau. Ngomong-ngomong, Kakak ada di mana sekarang?”
“Aku juga sedang mencarinya. Menurut laporan, dia bertarung dengan Zandra di bagian tengah kota, tapi...”
Karena Sebas berada di sisi Al, baik Johannes maupun Leo percaya putra itu tidak mungkin terseret bahaya yang mengancam nyawanya.
Tetapi tetap saja tidak melihat wujudnya menimbulkan rasa gelisah.
Dari belakang Johannes, seorang gadis berambut hitam tiba-tiba muncul dan menyelipkan wajahnya.
“Leonard! Arnold tidak ada! Di mana dia!?”
“Yang Mulia Putri Pertapa. Sepertinya Kakak ikut terseret pertempuran...”
“Apa!? Jadi dia belum menyiapkan penyambutan untukku!? Padahal aku sudah bersusah payah memasang penghalang di dekat Kaisar sementara aku sendiri kehabisan energi sihir! Tidak ada ucapan terima kasih sama sekali, ini tidak dapat diterima!”
“Putri Pertapa, kami sangat berterima kasih atas bantuan Anda. Tanpa Anda, pertempuran ini akan jauh lebih sulit. Kami akan kembali ke istana dan menyiapkan kamar untuk Anda. Silakan beristirahat dulu, setelah itu izinkan kami mengungkapkan rasa terima kasih.”
“Aku tak butuh hadiah! Aku hanya ingin Arnold memuji aku!”
Dengan bangga Orihime mengangkat dada.
Melihat keluguan sikap Orihime, Leo hanya bisa tersenyum kecil.
Tak diragukan lagi, pemberontakan kali ini merupakan ancaman mematikan bagi Kaisar. Menjaga Kaisar dari dekat dengan memasang penghalang adalah tugas yang tidak mencolok, tetapi sangat besar artinya. Jika sesuatu yang fatal terjadi, penghalang Orihime akan menjadi penyelamat.
Mulai dari insiden Kura-Kura Roh, Kekaisaran sudah memiliki banyak utang budi pada Orihime, dan kini utang itu bertambah.
Jika suatu hari dia meminta sesuatu yang besar, Kekaisaran tidak akan bisa menolaknya.
Namun tuntutan Orihime hanya ingin dipuji. Bahkan Leo sampai kehilangan kata-kata karena betapa tidak berambisinya gadis itu.
“Kalau begitu, biar aku yang mencari Kakak. Mohon tunggu sebentar.”
“Baik! Untuk sementara, serahkan Kaisar padaku! Aku hampir tertidur karena terlalu lelah!”
“Akan kuusahakan secepatnya.”
Orihime juga bukannya tidak kenal lelah. Dia memasang penghalang di sekitar Kaisar, membantu dalam pertempuran di gerbang timur, sebelumnya memperbaiki penghalang ruang takhta, dan bahkan sebelum itu bertarung melawan Kura-Kura Roh.
Tidak aneh kalau dia sudah berada di ambang batas.
Memahami itu, Leo segera terbang ke udara dan menuju bagian tengah kota.
Di sana, tempat pertempuran terbesar berlangsung, para petualang dan prajurit sudah mulai merawat yang terluka dan membersihkan sisa-sisa pertempuran.
Ini adalah ibu kota Kekaisaran, yang berada di pusat benua dan bagian tengah kota adalah pusat dari pusat itu. Semua jalur menuju istana dan ke empat gerbang kota melintasinya. Dan tempat seperti itu telah berubah menjadi medan perang.
Jasad korban tidak boleh dibiarkan begitu saja. Bangunan yang runtuh harus segera diperbaiki.
Warga yang mengungsi tetap memiliki kehidupan yang harus kembali mereka jalani.
Kemenangan bukanlah akhir.
Leo mengira bahwa usaha besar untuk memulihkan ibu kota akan diperlukan cukup lama.
Sembari memikirkan itu, dia melihat seseorang yang dikenalnya dan segera turun.
“Elna!”
“Leo! Hei! Aku tidak melihat Al!”
Elna rupanya juga sedang mencari Al.
Di sekitar mereka, para kesatria dari Regu Ketiga tampak melakukan pencarian.
“Aku juga mencarinya. Sebas ada bersamanya, jadi kukira Kakak baik-baik saja...”
“Memang, tapi tetap saja aku tidak bisa membiarkan seorang pangeran menghilang begitu saja!”
“Benar.”
Leo mengangguk dan ikut membantu pencarian.
Namun tak peduli seberapa jauh mereka mencari, Al tidak ditemukan.
Saat mereka mulai bingung harus bagaimana, Guy muncul di hadapan mereka.
“Kalian di sini rupanya!”
“Guy! Al tidak ada! Kamu tahu dia sembunyi di mana!?”
Begitu melihat Guy datang, Elna langsung menghampiri dan menyerbunya.
Menurut laporan terakhir, Guy adalah orang yang berada paling dekat dengan Al.
“Aku tahu di mana dia! Jadi lepaskan dulu!”
Guy yang dicekik di kerah bajunya sambil diinterogasi, menepuk tangan Elna berulang-ulang.
Namun Elna tetap tidak melepaskannya.
“Di mana!? Cepat bilang!”
“Tunggu! Lepasin dulu...!”
“Bilang!!”
“Aku tidak bisa bernapas...!”
“Apa!? Ada sesuatu terjadi pada Al!?”
“Elna, nanti malah Guy yang kenapa-kenapa.”
“Oh, benar juga.”
Begitu dilepaskan, Guy menghirup udara dalam-dalam seolah baru saja selamat.
“Terima kasih, Leo... Tidak kusangka bahkan di tengah pemberontakan, inilah saat aku paling dekat dengan kematian...”
“Itu karena kamu lama sekali bicara. Jadi? Di mana Al?”
“Kamu cuma peduli sama Al, ya? Bagaimana dengan aku?”
“Aku tidak peduli.”
Wajah Guy menegang dengan senyum dipaksakan, lalu menyerah dan menunjuk ke arah gang.
“Al ada di penginapan itu. Ayo ikut.”
“Jadi dia mengungsi. Pantas saja tidak ketemu.”
“Sebas pasti berpikir tidak perlu bergerak ke mana-mana selama dia ada di dekatnya.”
* * *
Guy berhenti di depan salah satu kamar penginapan tempat Al berada.
“Ada apa?”
“Dengar... Siapkan mentalmu dulu.”
“A-Apa maksudmu...?”
“Al ada di dalam kamar ini. Waktu aku menemukannya, dia sudah...”
“Tidak... Tidak mungkin!!”
Dengan wajah serius, Guy mulai bicara, namun Elna memotongnya dan langsung masuk ke kamar. Leo tidak melewatkan senyum tipis yang muncul di sudut bibir Guy saat melihat Elna pergi begitu saja.
Masuk ke kamar, Elna melihat Al tertidur di atas ranjang. Dia bergegas menghampirinya.
“Al!!”
Dia memegang tangan Al dan menempelkan tubuhnya, takut akan sesuatu yang buruk. Tapi tidak ada dingin yang dia bayangkan.
Dari belakang, Guy yang tampak sangat puas mengumumkan, “Waktu aku menemukannya, dia sudah tidur nyenyak, begitulah. Ya ampun, sempat bikin panik juga.”
“Guuuyyy...?”
“Tapi yang penting dia selamat. Pas aku lihat dia tidur di penginapan ini, aku juga sempat mikir, jangan-jangan!? Jadi sekarang kamu mengerti kan perasaanku tadi?”
Ini adalah balasan Guy atas cekikan Elna sebelumnya, sebuah keisengan yang jelas-jelas disengaja. Dia melakukannya dengan cara yang memastikan Leo menyadarinya. Bagaimanapun, Guy punya prinsip, dia tidak akan menjahili Leo.
Tapi berbeda dengan Elna. Mereka sudah bersahabat sejak kecil.
Hanya saja Guy tidak pernah belajar bahwa keisengan semacam ini selalu berakhir sama.
“Kelakuanmu buruk sekali! Aku benar-benar mengira dia mati, tahu!?”
“Mana mungkin dia mati!? Ada Sebas di sebelahnya, kan!?”
“Kamu bicara sedalam itu, siapa yang tidak bakal kepikiran macam-macam!?”
Elna mendekati Guy dan mengambil bantal cadangan, lalu menghajarnya.
Itu hanya bantal, tetapi di tangan Elna, apa pun berubah menjadi senjata.
Guy mencoba menangkis dengan kedua lengan.
Tetapi...
“H-Hei!? Sudah cukup, kan!?”
“Belum!”
Pukulan demi pukulan semakin keras. Guy mulai terdorong mundur, kekuatan benturannya makin besar. Kedua lengannya tak lagi mampu meredam semuanya.
Akhirnya Guy tersungkur di sudut kamar, meringkuk sambil menerima serangan bantal tanpa perlawanan.
“Sakit! Berhenti! Itu cuma bercanda!!”
“Lihat situasinya! Lihat situasinya!”
“Aku cuma kasih sedikit petunjuk samar, kan!? Hei!? Sudah berhenti! Aku minta maaf!”
“Aku tidak akan memaafkanmu sampai kamu benar-benar menyesal!”
“Aku sudah minta maaf!”
“Tidak!”
“M-Maafkan aku...”
“Tidak!”
“L-Leo...”
“Ini salahmu sendiri, Guy,” ujar Leo sambil mengangkat bahu melihat Guy dipukuli di sudut kamar dengan bantal.
Guy tahu tidak akan ada pertolongan. Dia mencoba merangkak pergi untuk melarikan diri, tetapi Elna tidak memberinya kesempatan.
Saat suasana kacau itu berlangsung, Sebas kembali ke kamar setelah mengganti air.
“Oh? Mendadak jadi ramai sekali.”
“Halo, Sebas. Terima kasih sudah menjaga Kakak.”
“Itu memang tugas saya. Tapi rupanya pasien kita bertambah satu,” gumam Sebas, melihat Guy yang sudah babak belur dipukuli Elna.
Dia kemudian menjelaskan pada Elna yang masih terengah-engah.
“Tuan Guy berlari ke mana-mana hanya untuk mencari Tuan Arnold. Karena saya tidak bisa meninggalkan sisi beliau, kedatangannya sangat membantu. Saya yakin dia langsung memberi tahu kalian berdua.”
“Hmph, itu lain cerita.”
“Sebas... Tolong siapkan ranjang untukku juga...”
“Nanti akan saya siapkan. Tapi sebelumnya kalian perlu tahu, tampaknya Tuan Arnold terkena kutukan. Mungkin beliau tidak akan sadar dalam waktu dekat.”
“Kutukan!?”
“Ya. Sepertinya terjadi di dalam istana. Ketika saya tiba, sudah terlambat. Tapi syukurlah kutukannya tidak membahayakan nyawa. Beliau hanya tertidur.”
“Mungkin berkat darah kekaisaran, ya?”
“Mungkin saja. Katanya beliau menjelajahi berbagai tempat di dalam istana. Mungkin di sanalah beliau terkena kutukan atau racun sejenisnya.”
“Yang penting dia tidak dalam bahaya...”
“Ayo kita bawa dia ke istana. Di sini susah mengamankannya.”
“Tidak bisa,” jawab Leo sambil menggeleng pada usulan Elna.
Elna menatapnya penuh tanda tanya.
“Mengapa?”
“Saat ini istana masih kacau, dan suasana kemenangan baru saja tercipta. Kalau tersebar kabar bahwa seorang pangeran pingsan, moral akan jatuh. Apalagi Kakak jadi pusat perhatian dalam pertempuran ini. Kalau sampai diketahui bahwa musuh sempat mencelakainya, suasana kemenangan akan runtuh.”
Kemenangan di ibu kota itu rapuh.
Meski pemberontak kalah, mereka belum hancur sepenuhnya. Negara lain juga bisa menyerang kapan saja.
Kekaisaran berada dalam posisi lemah. Kendati demikian, kemenangan tetaplah kemenangan. Dengan kemenangan ini bisa menutup kelemahan itu.
Karena itu suasana kemenangan ini harus dijaga. Mereka tidak bisa menimbulkan rumor tidak di wilayah ibu kota.
Rakyat perlu percaya bahwa keluarga kekaisaran selamat sepenuhnya, dan musuh gagal total.
“Jadi Al harus tetap di sini untuk sementara...?”
“Tidak ada pilihan lain. Pertempuran terjadi di banyak tempat. Kita tidak bisa memastikan keamanan semua rute. Membawa Kakak ke istana tanpa terlihat siapa pun itu hampir mustahil. Kalau desas-desus muncul, kita tidak bisa menghentikannya.”
Itu keputusan yang masuk akal.
Dia tidak bisa bertindak demi kakaknya.
“Kakak sudah memperdaya musuh sepenuhnya, seluruh kota tahu itu. Justru karena itulah kita tidak boleh membiarkan siapa pun tahu keadaannya yang sekarang. Sebas, bisa mengamankannya secara rahasia?”
“Serahkan pada saya.”
“Elna, kumpulkan pasukanmu dan lindungi area sekitar. Buat seolah itu rutinitas normal.”
“Baik.”
“Kalau begitu, aku...”
“Ranjangku juga, tolong...” rintih Guy, masih merangkak di lantai mendengar obrolan yang hampir berakhir.
Kelihatannya dia benar-benar tidak bisa berdiri.
Leo menghela napas panjang dan menatap Elna.
“Kamu berlebihan, tahu?”
“Tidak apa-apa, hanya Guy.”
“Apa-apaan!?” protes Guy dari lantai, namun tanpa sedikit pun wibawa.
Melihat pemandangan itu, Leo tertawa kecil, lalu mengalihkan pandangannya pada Al yang sedang tidur.
Wajahnya terlihat tenang. Dengan segala kontribusi yang telah dia berikan, ketenangan seperti itu adalah haknya.
Sekarang adalah saatnya Leo yang harus bekerja keras.
Dengan tekad itu tertanam di hati, Leo memalingkan pandangannya dari Al.
Masih banyak hal yang harus diselesaikan.
Kalau bisa, dia ingin segalanya sudah beres ketika Al terbangun. Atau setidaknya, keadaan harus lebih baik daripada sekarang.
“Ayo, kita kerja lagi.”
Sambil berkata begitu, Leo keluar dari kamar dan kembali ke ibu kota yang masih dipenuhi hiruk-pikuk.




Post a Comment