¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯
'Kafe sudah tutup'
Nakaoka menempelkan kertas bertuliskan itu di pintu, menghela nafas dan berjalan ke dalam kelas. Dan kemudian teman-teman sekelas Sandai mulai mengeluh kepada Nakaoka satu demi satu.
"Padahal tidak skinship yang berlebihan, Sensei!"
"Kita hanya mengenakan pakaian yang sedikit cabul, bukankah kita...?"
"Ini sedikit memalukan, tetapi beberapa orang memberikan tip juga, jadi..."
"Kami baru saja menjalankan kafe dengan pakaian yang aneh! Orang-orang yang berpikir ini erotis adalah orang yang sesat!"
Nakaoka melirik para siswi yang menangis, menarik napas dalam-dalam, dan menegur dengan keras. "JANGAN MENGELUH! DIAM!"
Meskipun Nakaoka terkadang menghibur dirinya sendiri atas kecerobohan para siswa muda, dia juga terkadang menjadi serius. Dia adalah tipe orang yang akan menghormati kebebasan para murid, tetapi akan menjadi tegas dan marah jika garis yang tidak boleh dilewati dilanggar.
Dan para muridnya, mungkin seperti yang diharapkan orang yang datang ke pemahaman bahwa mereka telah sedikit melampaui batas akal sehat, mulai mengalah satu demi satu.
"Y-Ya."
"...Maap Nakaoka-sensei."
"Maafkan aku."
"Maaf."
"Ada apa dengan nada bicara itu? Apa kalian benar-benar merasa menyesal? ...Yah, tidak masalah. Lagipula festival sekolah terbuka untuk masyarakat umum. Jadi, banyak orang yang akan datang. Jika ada keluhan yang dibuatdan wakil kepala sekolah atau kepala sekolah mendengarnya, itu akan berubah menjadi masalah besar. Aku mungkin juga tidak bisa sepenuhnya menutupi untuk kalian. Astaga... sabuk garter dan setelan gadis kelinci dan yang lainnya... Aku tidak tahu dari mana kalian mendapatkan ini, tapi aku menyita semuanya," kata Nakaoka dan menjejalkan banyak pakaian ke dalam kotak kardus. "Kalau begitu kalian semua diberhentikan! Pergilah menikmati program kelas lain sebagai tamu selama sisa festival sekolah!" katanya, menutup pintu dengan keras dan pergi.
Keheningan yang sangat berat menimpa kelas, tapi... jumlah orang yang menerima kenyataan bahwa program dibatalkan meningkat seiring berjalannya waktu dan satu per satu, mereka menghilang dari ruang kelas.
Sandai dan Shino awalnya tidak begitu tertarik untuk berpartisipasi. Jadi tidak seperti teman sekelas lainnya, mereka tidak berkecil hati.
Tidak sedikitpun.
"Entah bagaimana... Kafe kelas kita berakhir begitu saja, bukan?"
"Tidak ada yang bisa kau lakukan tentang apa yang sudah rusak. Ayo kita pergi melihat kelas lain atau program tahun ajaran, masih ada waktu luang juga.."
"Mnm.."
Ketika Sandai dan Shino meninggalkan ruang kelas seolah-olah tidak ada yang terjadi, mereka mendengar teriakan sedih ketua kelas dari belakang.
"UUUOOOOOOHHHH!!!! INI SEHARUSNYA MENJADI FESTIVAL SEKOLAH YANG BERKESAN!!!"
Semangat ketua kelas untuk festival sekolah memang benar-benar nyata.
Itu jelas terlihat.
Namun, ada batasan untuk segalanya. Kehilangan ketenangan seseorang karena 'pada dasarnya itu adalah festival sekolah terakhir' tidaklah baik.
Membayar kesalahan seseorang, singkatnya... Namun, ada juga teman sekelas yang khawatir tentang ketua kelas itu. Itu adalah Takasago, dia buru-buru bergegas ke sisi ketua kelas.
Jika ada keberuntungan dari pembatalan ini, itu akan menjadi bahwa hubungan antara Takasago dan ketua kelas mungkin mengambil langkah maju lagi. Berada di saat-saat kesedihan adalah resep klasik untuk memulai romansa untuk bergerak maju.
Karena akan lebih baik untuk tidak menjadi penghalang di saat seperti itu, Sandai memutuskan untuk diam-diam meninggalkan mereka sendirian dan mulai berkeliling festival sekolah bersama dengan Shino.
Satu per satu, mereka berkeliling untuk melihat program dari setiap kelas di setiap tahun ajaran. Ada yang mengadakan pameran sesuatu, ada yang menampilkan live konser atau drama di gimnasium. Acara festival sekolah itu beragam dan itu adalah sekolah dengan jumlah siswa-siswi yang banyak dengan banyak kelas juga. Jadi, berkeliling juga sangat merepotkan.
"Aku lelah~ Gendong dong~" kata Shino dengan matanya berubah menjadi X, tampak lelah karena berjalan. Sangat mudah dimengerti bahwa dia ingin dimanjakan.
"...Kurasa aku tidak punya pilihan. Ayo naik."
"Uww."
Dia tahu hal ini karena sebelumnya dia juga pernah menggendong Shino di punggungnya, tetapi Shino benar-benar ringan. Bahkan Sandai, yang stamina dan kekuatannya tidak terlalu besar, tidak terlalu kesulitan dengan itu.
Meskipun Sandai tertarik tanpa batas pada tubuh ramping dan lembut Shino, seperti yang dilakukan seorang pemuda yang sehat, dia tetap seperti yang terakhir kali mencoba untuk tidak menikmati sensasinya.
Justru karena dia tidak mengungkapkan keinginannya secara terbuka, justru karena dia tidak berpikir hanya untuk memuaskan dirinya sendiri sehingga Shino mengaguminya.
Satu-satunya hal yang tidak ingin dia lakukan adalah tindakan apapun yang akan mengkhianati hal itu.
"Yup~ ayo jalan~"
"Ya, iya."
"Mana suara kudanya, Sandai~"
"Neighhihin. ...Apa kau senang dengan ini?"
"Yap."
Pemandangan dia menggendong Shino di punggungnya menarik perhatian dalam berbagai indera. Tapi, tatapan ingin tahu dan sejenisnya selalu menghujani mereka sampai sekarang. Sandai selalu berada di posisi dimana dia tidak peduli bagaimana orang lain memandangnya. Namun, dia sekarang berada di posisi sebaliknya.
Sandai melihat sebuah bangku saat dia berjalan melewati celah-celah kerumunan dan kemudian membungkuk untuk menurunkan Shino.
"Wee~ sebuah kursi terlihat. Waktunya istirahat~"
"Tunggu di sini. Aku akan membeli minuman dulu. Oh, kau mau minum apa Shino?"
"Aku nggak haus."
"Jangan begitu dong. Setidaknya biarkan aku melakukan hal-hal seperti pacar, seperti mengambil tindakan untuk pacarku. Selain itu... Akhir-akhir ini kau selalu membuatkan makan siang untukku."
"....Terima kasih. Kalau begitu, aku ingin minum milktea! Seharusnya ada di sana."
"Oke, tunggu sebentar. Akan kubelikan."
* * *
Clang, milktea itu jatuh ke dalam outlet mesin penjual otomatis dengan bunyi dentang. Sandai mengambilnya dan dengan santai berjalan kembali.
Saat itulah.
Suara aneh terdengar datang dari ruang UKS yang kebetulan dilewatinya. Sandai secara spontan berhenti.
"Pyo-Pyon."
"Nakaoka-sensei... sepertinya masih ada rasa malu yang tersisa dalam dirimu. Ini tidak seperti kelinci."
"Tidak, menirukan kelinci dengan pakaian ini pada usia ini memang benar-benar..."
"Aku sudah mengatakan itu baik-baik saja. Ini masih sangat bisa dilakukan. Lagipula, kita masih sangat muda. Hanya nyaris."
"Begitukah?"
"Yup, itu benar. Tiga puluh bagi wanita itu masih muda, kau tahu? ...Sekarang, sekali lagi dengan pikiran seorang kelinci sejati. Satu, dua, tiga-go!"
"Pyon!!!"
Ada percakapan yang membuatnya penasaran tentang apa yang terjadi di dalam. Jadi, Sandai diam-diam membuka pintu ruang UKS.
Di dalam sana, ada wali kelasnya dalam setelan gadis kelinci. Seirama dengan irama tepuk tangan dari wanita perawat sekolah, wali kelasnya meletakkan tangannya di atas kepala untuk membuat telinga kelinci sambil menggoyangkan pantatnya, mengulangi, "Pyon. Pyon."
"Nakaoka-sensei... apa yang kau lakukan?" Sandai bertanya seperti bergumam sambil terdiam.
Nakaoka dan perawat sekolah menoleh ke belakang pada saat yang sama. Kedua wanita berusia tiga puluhan itu membeku saat mata mereka terbuka lebar dan perlahan-lahan keringat keluar di dahi mereka.
Glup, Sandai menelan ludahnya.
Apa yang Nakaoka kenakan adalah salah satu pakaian yang diambilnya setelah memarahi murid-muridnya. Dan dia telah meminjamnya dengan seenaknya dan meniru seekor kelinci.
"Sensei..."
"...P-Pyon. Kamu keliru-pyon. Aku hanya seekor kelinci kecil-pyon. Tidak ada wanita bernama Nakaoka-pyon. Fujiwara-kun, kau tidak melihat apa-apa-pyo... n.."
Sandai memiliki firasat bahwa akan lebih baik untuk berpura-pura tidak melihat ini.
Bahkan Nakaoka adalah seorang siswi sebelum dia menjadi guru. Jadi, dia mungkin melakukan kesalahan karena dorongan hati yang tiba-tiba. Tidak salah lagi bahwa dia bahkan tidak berpikir bahwa dia akan disaksikan oleh seorang siswa, apalagi oleh siswa di kelas yang di ambil sebagi wali kelasnya.
Dia bisa tahu dari melihat keadaannya yang terguncang.
Ini adalah situasi di mana kehormatan Nakaoka sebagai seorang guru dan kemudian, lebih dari segalanya, martabat Nakaoka sebagai seorang wanita sedang terancam. Jadi, ini adalah tontonan yang harus dilupakan jika itu untuk melindungi mereka.
Jika itu adalah seseorang yang akan memikirkan hal-hal yang tidak benar seperti membuat orang lain melakukan apa yang diinginkannya setelah mendapatkan hal menarik, ini mungkin akan menjadi situasi di mana mereka akan mengatakan 'Aku punya bahan yang bagus' dalam kegembiraan, tapi sayangnya Sandai bukanlah orang seperti itu.
Selain itu, Sandai juga berhutang budi pada Nakaoka. Dia berutang budi padanya. Meskipun melihat Sandai dan Shino berciuman baru-baru ini, Nakaoka telah membaca suasana hati dan berpura-pura tidak melihatnya.
Berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang sempurna untuk membalas budi, Sandai membuat gerakan seperti robot, melangkah ke koridor dan membanting pintu ruang UKS.
'...Anak itu, apakah dia murid dari kelasmu?'
'...Ya.'
'...'
'...'
'Dia melihat sisi memalukanmu, tau..'
'I-Ini salahmu! Kamu yang membuatku melakukannya!'
'Memang aku yang merekomendasikannya, tetapi yang memutuskan untuk melakukannya adalah kamu, Nakaoka-sensei! Kamu sudah dewasa. Jadi, kamu bertanggung jawab atas tindakanmu sendiri-'
'Berisik, diamlah! Aku tidak mau mendengar alasan! Pertama-tama, tubuh mesum apa ini!? Hah?'
'Tolong hentikan~ jangan membelai itu~'
Sandai dengan tegas bersumpah pada dirinya sendiri bahwa dia akan berpura-pura tidak melihat semuanya. Karena itu, melupakan adegan barusan tentu juga cukup sulit.
Itu adalah adegan yang mengejutkan bahkan setelah kembali ke sisi Shino, gambaran mengejutkan dari Nakaoka dalam setelan gadis kelinci tetap terukir di benak Sandai dan tidak bisa hilang.
Namun, dia harus melupakannya. Sandai menggelengkan kepalanya dan secara paksa menendang Nakaoka keluar dari ingatannya.
"...Ada apa?"
"Aku baru saja menemukan seekor kelinci besar. Itu saja."
"Kelinci?"
"Nakao- Tidak, bukan apa-apa. Lebih penting lagi, ini milktea-mu." Sandai menelan nama yang hampir dia ucapkan tanpa berpikir panjang, menyerahkan teh susu dan duduk di sebelah Shino.
Shino memiringkan kepalanya. Tapi tanpa berusaha untuk menanyakannya secara khusus, mungkin karena Sandai juga menatapnya seperti ikan mati, dia menaruh kaleng itu di mulutnya dan mulai meminumnya.
"...Dewicious."
"Senang mendengarnya."
"Yep. Terima kasih. ...Tunggu, mana minumanmu. Kamu nggak beli juga?"
"Tidak, aku tidak begitu haus."
Itu bukan kebohongan dan itu adalah kebenaran bahwa dia tidak haus, tapi, "Nn." Shino berhenti meminum milktea di tengah jalan dan menyodorkan teh susu itu kepadanya. "Muu, kamu ini. Ini ambil punyaku. Aku sudah meminumnya setengah. Jadi, habiskan saja."
Sandai bisa saja menolak dan menyuruhnya untuk tidak mempermasalahkannya, tetapi Shino mungkin tidak akan setuju dengan itu. Jadi, dia menerima tawaran itu. Sandai meneguknya dan membuang kaleng yang sekarang kosong itu ke tong sampah. Bang, suara kaleng jatuh bergema ke dalam lorong.
Matahari sore yang mengalir ke lorong itu akan mulai tenggelam. Festival sekolah telah berakhir dan para siswa/i juga mulai bersih-bersih.
Banyak siswa-siswi dari kelas lain yang keluar untuk meluncurkan kembang api, pesta malam, makan malam atau karaoke dan semacamnya. Kelas Sandai juga, meskipun program mereka dibatalkan, ada yang menemukan teman sekelas mereka masih di sekolah dan menyebarkan pembicaraan seperti itu.
Tapi, Sandai dan Shino memilih untuk tidak berpartisipasi. Bagaimanapun, ingin memprioritaskan waktu mereka bersama adalah alasan mereka.
"...Ayo kita pulang."
"...Mn."
Berjalan-jalan di pusat kota, kembali ke apartemennya dan bersantai bersama.. setelah menghabiskan waktu bersama, Sandai pergi mengantar Shino ke stasiun.
Dan kemudian, mereka berciuman. Setelah itu dia turun dari kereta dan kemudian memeriksa jam.
"Sudah jam 10, ya..."
Ketika dia berpikir tentang waktu sampai dimulainya anime larut malam, dia bertanya-tanya apakah dia bisa belajar sedikit.
Saat Sandai meninggalkan stasiun sambil menguap, smartphonenya berdering.
"...Mm, Shino 'ya? Tidak, ini SMS... Siapa lagi ini?"
Dia berpikir bahwa itu mungkin pesan untuk pertama kalinya dalam beberapa saat dari orang tuanya, tetapi bahkan jika itu yang terjadi, itu akan menunjukkan namanya. Sedangkan untuk yang satu ini, hanya nomor telepon yang ditampilkan. Dengan kata lain, pesan dari seseorang yang tidak terdaftar dalam kontaknya.
"Apa ini jenis lelucon di mana mereka mengirim pesan ke nomor acak?"
Itu adalah hal pertama yang muncul dalam pikirannya, tetapi ada juga kemungkinan bahwa itu adalah pesan mendesak dari kantor pemerintah atau perusahaan listrik dan semacamnya. Jadi, dia memeriksa isinya untuk berjaga-jaga.
> (Nomor tidak diketahui): Tolong, jangan beritahu siapapun apa yang kamu lihat di ruang UKS hari ini. Kumohon. Aku akan melakukan apa saja.
Itu adalah pesan yang segera membuatnya tahu siapa pengirimnya.
"...Sensei."
Jika kau bertanya darimana Nakaoka mendapatkan nomor telepon Sandai. Mungkin dia mencari nomor telepon Sandai yang sebelumnya diberikan. Karena fakta bahwa orang tuanya berada di luar negeri, Sandai telah memasukkan nomor teleponnya sendiri pada informasi kontak kelas. Dia telah mengirim pesan setelah melihatnya.
Mungkin memalukan untuk berbicara langsung dari fakta bahwa dia telah mengirim SMS dan tidak memberikan panggilan. Bagaimanapun juga, Sandai mengirim, 'Aku tidak melihat apa-apa'.
Meskipun Sandai tidak yakin apakah Nakaoka mungkin lega atau mungkin merasakan kebungkamannya, tidak ada balasan lebih lanjut yang datang.
"Astaga." Sandai mengangkat bahunya, tetapi bagaimanapun, dia menerima pesan lain dari orang lain. Smartphone Sandai begitu sibuk hari ini. "Apa lagi sekarang..." Dia melihat pengirimnya sambil mengerang dan melihat pesan itu berasal dari akuarium di mana dia mendapat tawaran kerja paruh waktu.
Isinya adalah tentang memintanya untuk datang hari Minggu depan jam 1 siang untuk penjelasan dan pelatihan detail pekerjaan dan juga permintaan maaf karena menghubunginya di malam hari.
"Minggu depan, ya..."
Dia tidak akan memiliki hal khusus untuk dilakukan pada hari Minggu berikutnya dan Shino juga akan bekerja pada siang hari. Dengan kata lain, Sandai akan bebas di siang hari. Dia mengirim pesan balasan karena dia juga tidak punya alasan untuk menolak.
Post a Comment