NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ushiro no Seki no Gal ni Sukarete Shimatta V2 Chapter 5 Part 2

Chapter 5 - Bagian 2
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Ketika membuat reservasi untuk penginapan di pemandian air panas, Sandai sudah mengincar penginapan yang kemungkinan besar masih ada, tetapi ternyata lokasinya sangat jauh di pegunungan. Dia tidak memeriksanya secara mendetail sejauh itu.

Bahkan kereta, setiap kali mereka berpindah ke kereta lain, gerbong kereta terus bertambah pendek dan tua. Akhirnya, hanya ada Sandai dan Shino sebagai penumpang dalam satu gerbong kereta.

Di sisi lain, Shino tidak mengajukan keluhan apa pun. Rumahnya yang berada di pedesaan, sepertinya dia juga sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu.

Kereta yang mereka tumpangi keluar dari sebuah terowongan yang panjang. Segera setelah itu, seluruh sekelilingnya tampak putih bersih. Itu adalah pemandangan salju.

"Wow.. warnanya putih banget!"

"Ah, kalau dipikir-pikir. Kawabata Yasunari menulis sebuah bagian yang mengatakan, 'Kereta keluar dari terowongan panjang menuju negeri salju,' tetapi ini benar-benar pemandangan yang sesuai dengan itu."

"Kawabata...?"

"Dia adalah seorang sastrawan. Bahkan namanya muncul di buku pelajaran bahasa Jepang modern."

"Eh, tapi aku tidak melihatnya dibuku pelajaran atau sebagainya..."

"Begitu, aku mengerti."

Kereta yang mereka tumpangi mulai melambat secara bertahap. Tampaknya ada sebuah stasiun setelah keluar dari terowongan dan kereta berhenti total tak lama kemudian.

Mereka tahu, dari melihat nama stasiun, bahwa inilah tujuan mereka. Jadi, mereka pun turun. Segera setelah itu, kereta yang sekarang benar-benar kosong mulai bergerak lagi sambil terguncang dan mengeluarkan suara berderit di rel, bahkan lebih dalam lagi ke pegunungan.

"Akhirnya sampai."

"Yup."

Ketika mereka melihat ke langit, matahari sudah setengah jalan menuju terbenam. Kegelapan dan keheningan yang samar-samar juga menyebar dan akan berubah menjadi malam dalam waktu singkat pada tahap ini.

Karena mereka tidak begitu mengenal daerah setempat. Mereka memutuskan untuk pergi ke penginapan dan check-in tanpa berjalan-jalan.

"Kalau begitu, tolong tuliskan di sini nama, alamat, nomor telepon dan tanda tangan Anda yang akan membuktikan siapa Anda."

Sandai diminta untuk mengisi daftar hotel di resepsionis. Jadi, dia mengisi setiap kolom yang kosong satu per satu dan menyerahkannya. Tanda tangannya adalah nama lengkap Sandai yang ditulis dengan huruf kursif.

Pembayaran untuk akomodasi juga sering dilakukan pada saat check-in, tetapi kali ini Sandai diam-diam membayarnya melalui transfer bank. Jadi tidak ada transaksi di tempat.

"Selamat menikmati masa menginap Anda."

Menerima peta penginapan di lobi, Sandai dan Shino berkeliling penginapan, mencari kamar yang sudah dipesan dengan kunci yang sudah mereka terima.

Tampaknya penginapan ini lebih besar dari yang mereka duga. Ada bangunan utama, sebuah paviliun dan sebagai tambahan, ada juga sesuatu seperti rumah khusus, tampaknya.

Tampaknya rumah khusus itu ditujukan untuk tamu kelas atas dan tampaknya semua kamarnya memiliki pemandian terbuka pribadi. Dan biayanya pun, mulai dari 100.000 yen per malam untuk yang terendah.

"Yang paling murah mulai dari 100.000 yen... Aku ingin tahu orang seperti apa yang akan menginap di kamar seperti ini."

"Orang kaya, bukan?"

"Kurasa itu benar, tetapi bahkan orang kaya pun memiliki berbagai macam kategori. Mungkin... kurasa kau benar-benar berpikir ingin mencoba menginap di tempat seperti ini, Shino?"

"Menurutku yang paling penting bukanlah 'Mampu mampu membeli kemewahan dengan uang sebanyak apapun, tetapi bersama dengan orang yang kamu cintai', benar, kan?"

"Orang yang dicintai, ya. Yah, kurasa kau benar. Kesampingkan hal itu, penginapan ini memang lebih sepi dari yang aku kira."

Kehadiran orang-orang di dalam penginapan itu hanya sedikit dan mereka juga tidak melihat banyak tamu yang menginap. Sesekali mereka berpapasan dengan orang lain. Tapi, pada dasarnya suasana di dalam penginapan itu dikuasai oleh kesunyian.

"Aku benci tempat yang ramai. Jadi, aku memilih tempat yang sepertinya tidak terlalu ramai. Apa seharusnya aku memilih penginapan yang mungkin lebih ramai?"

"Nggak juga kok. Aku juga kurang nyaman dengan keramaian. Yah, bukankah suasana ini sudah cukup? Lagipula, ini pemandian air panas. Jadi, lebih baik tempat itu sepi daripada berisik."

"Hmm, apakah pemandian air panas yang sepi itu lebih baik?"

"Yup, jika ramai itu nggak ada bedanya dengan spa atau pemandian umum, kan? Ini pemandian air panas. Jadi, yang dinantikan adalah ketenangan dan kedamaian, bukan?"

"Sekarang setelah kau menyebutkannya, aku rasa itu benar juga. Yah, suasana seperti ini jauh lebih baik daripada ramai."

Sambil terus mengobrol, mereka akhirnya sampai di kamar yang sudah mereka pesan. Bagian dalamnya seperti yang sudah dijelaskan ketika memesannya, sebuah kamar tradisional berukuran normal untuk dua orang.

Sandai hanya bisa membayangkan secara samar-samar seberapa besar ukuran normal, tetapi ternyata lebih kecil dari yang ia kira. Kasur yang sudah ditata untuk dua orang memenuhi lebih dari separuhnya, memberikan kesan sempit.

"Daripada memilih karena lebih murah, kurasa aku seharusnya memilih kamar yang lebih besar, ya." Seru Sandai.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita melakukan hal itu saat kita melakukan perjalanan berikutnya? Ini adalah hadiah darimu, kamu yang membayarnya. Tapi, lain kali aku akan membayar bagianku sendiri. Jadi, kita bisa tinggal di kamar yang sedikit lebih besar."

"Yup." Shino meletakkan tasnya di sudut ruangan dan segera berbaring di atas futon.

Masih belum jelas kapan perjalanan berikutnya, tapi paling tidak, untuk melakukan perjalanan itu sendiri sudah terpatri di benak Shino.

Sandai tidak berkata, 'Biar aku saja yang membayar untuk perjalanan berikutnya juga.' Itu karena Shino memiliki kepribadian yang tidak suka menjadi pihak yang hanya menerima dan mengatakan hal seperti itu akan membuatnya tidak senang.

Kali ini murni dengan dalih sebagai hadiah karena telah bekerja keras dalam belajar. Jadi, Shino membuat dirinya dimanjakan oleh Sandai.

Sandai tidak begitu yakin apakah hubungan seperti itu adalah hubungan pasangan yang benar, meskipun begitu, dia tidak berpikir bahwa ini salah.

Ada banyak hal yang benar dan salah seperti halnya jumlah orang.

Bagi Sandai dan Shino, sesuatu yang seperti ini adalah yang benar, jadi ini benar.

Begitulah yang terjadi.

"Hmm...?"

Shino perlahan bangkit dan menatap tajam ke luar jendela, tampaknya telah melihat sesuatu.

"Ada apa?"

"Toko di sebelah sana, aku pikir lampunya menyala. Mungkin mereka menjual sesuatu seperti suvenir atau semacamnya?"

Sandai juga melihat ke luar jendela. Segera setelah itu, ia melihat sebuah toserba yang tampak tua di jalan lama di sepanjang sungai di dekatnya. Tampaknya toko itu masih buka karena lampunya menyala.

"Aku merasa kita akan melihat tiang totem atau semacamnya lagi... Haruskah kita mencoba pergi ke sana sekarang?"

"Mnm!"

Toko itu berada di dekat lokasi penginapan mereka. Itu sebabnya, mereka tidak akan tersesat hanya karena hari sudah malam. Dengan suasana hati yang senang, mereka memutuskan untuk pergi ke sana.

* * *

Singkatnya, tidak ada tiang totem.

Yah, bukan berarti mereka menjualnya sih. ...

"Kamu bilang kamu merasa kita akan melihat patung tanah liat, tapi sepertinya tidak ada, ya?"

"Itu bukan patung tanah liat, tapi tiang totem, oke... Tapi, kurasa tidak semua tempat menjualnya."

Meski begitu, itu adalah toko umum dengan rak-rak yang terlihat kosong.

Tanpa terlihat bersemangat untuk berbisnis, penjaga toko nenek yang duduk di bilik petugas terlihat mengantuk, "... Astaga, apa ada pelanggan? Selamat datang," dan baru sekarang memperhatikan keduanya.

Sepertinya ini juga bukan hobi di masa tua atau menghabiskan waktu dan sejenisnya. Jadi, sepertinya tidak ada perasaan untuk bekerja keras juga sejak awal.

Meskipun tidak ada motivasi, Sandai tidak menerimanya dengan perasaan yang buruk. Ia tidak terlalu membenci suasana yang begitu santai.

Apabila kau biasanya tinggal di daerah perkotaan, kau pasti sering melihat orang-orang yang berjalan di jalan tampak sibuk. Dan kau juga akan memahami bahwa masyarakat berjalan berkat orang-orang seperti itu.

Namun, entah bagaimana, rasanya seperti hidup dalam suasana yang serba cepat, dan Sandai tidak menyukai hal itu. Ada pepatah yang mengatakan-ke mana kau akan pergi dengan terburu-buru-tetapi pikiran Sandai persis seperti itu.

Dan kemudian, untuk alasan ini, Sandai menghargai waktu santai ketika bersama dengan Shino.

Meskipun begitu... meskipun itu mungkin masalahnya, untuk mengatakan apakah dia tidak puas dengan barang yang terlalu sedikit, bisa dikatakan bahwa dia puas.

Rupanya Shino mirip dengan Sandai, karena ia terlihat sangat tidak puas.

Pada saat seperti ini, Sandai berada di pihak yang akan tetap diam tanpa mengatakan apa-apa dan pergi, tetapi Shino tidak demikian dan mulai berbicara dengan nenek itu.

"Nee Nenek, apa ada sesuatu yang bisa kita gunakan untuk bersenang-senang?"

"Sesuatu yang bisa kamu gunakan untuk bersenang-senang... aku tidak punya banyak barang yang bisa dinikmati anak muda... coba lihat... hmm... aku punya ini."

Nenek itu mengorek-ngorek kotak kardus di samping stan petugas dan mengeluarkan satu set kembang api yang sedikit berdebu.

"Sebelumnya, nenek berpikir untuk membuangnya karena bukan musim panas lagi. Tapi, karena kamu menginginkannya, nenek akan memberikannya gratis. Tunggu sebentar, biar nenek Carikan korek api dan ember. Agar kalian bisa menikmatinya di tepi sungai di sana. Setelah selesai, kalian bisa meninggalkan embernya di depan toko."

"Nenek baik sekali! Terima kasih!"

"... Yah, hari juga sudah malam. Jadi, nenek rasa sudah waktunya untuk menutup toko."

Orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan akan sering menuai hasilnya dan Shino jelas merupakan orang yang seperti itu.

... Aku yakin tidak memiliki kemampuan seperti ini untuk mengambil tindakan. Sebenarnya, aku memikirkannya sedikit, tapi bukankah kembang api dan aku sama?

Bisa dikatakan, pemikiran Sandai hampir tepat. Jalannya kejadian yang mengakibatkan dia berpacaran dengan Shino dan jalannya kejadian bagaimana Shino mendapatkan kembang api dari nenek itu tentu saja cukup mirip.

Singkatnya, Shino telah mengambil tindakan sendiri dan mendapatkannya.

Dalam hal ini, kembang api ini dan Sandai adalah sama.

"Nee, Sandai~ Coba liat ini. Aku di kasih kembang api~"

"Oh, bagus untukmu. Maaf, nek dan terima kasih."

Ketika Sandai sedikit menundukkan kepalanya, nenek itu tersenyum tipis dan kemudian mulai mengunci toko.

Salju menumpuk di luar. Jadi, mereka menuju ke tepi sungai sambil berhati-hati agar tidak terpeleset atau jatuh.

* * *

"... Kurasa ada yang bisa dan tidak bisa menyala, ya."

Mengingat bahwa kembang api sudah tertutup debu, tampaknya kembang api itu sudah sangat tua dan sebagian bisa menyala, sebagian lagi tidak.

Dari penampilannya, seharusnya sekitar separuhnya tidak menyala.

"Yang ini menyala saat aku nyalakan, tapi kembang api jenis apa ini, aku ingin tahu?"

"Ini adalah sebuah roket!"

"Eh? Begitukah?"

Yang dinyalakan oleh Shino adalah kembang api roket. Melihat sumbu kembang api yang perlahan-lahan semakin pendek, Sandai buru-buru mengambilnya dan meletakkannya di tanah.

Mereka menjauh dan segera setelah kembang api itu terbang lurus ke atas lalu menggelegar, menciptakan kelopak kecil.

"Oooh."

"Indah sekali..."

"Tapi, itu kecil sekali. Beda dengan di festival. Itu jauh lebih besar."

"Tidak, jika ada benda seperti itu di toko. Hanya akan membuat celaka."

"Hm, benar juga. Yah, kecil juga nggak apa-apa lah."

"Ya, daripada itu. Ayo nyalakan kembang apinya lagi."

"Mnm!"

Mereka berjongkok dan menyalakan kembang api dan terdengar suara krkrkr, dan bola-bola api pun terbentuk. Bola api itu sesekali berderak, menimbulkan percikan api.

Kembang api akan segera terbakar. Mereka terus menerus melakukannya dan akhirnya menyalakan kembang api yang tersisa.

Kemudian, Shino tiba-tiba menempelkan bola apinya ke bola api Sandai. Bola api yang sekarang saling menempel itu mengembang seperti balon, menjadi sedikit lebih besar dan kemudian menjadi satu.

"Ini menjadi sedikit lebih besar."

"Hanya sedikit."

Berbicara tentang kembang api, ia memiliki gambaran tentang musim panas atau musim gugur. Sandai bahkan tidak pernah membayangkan bahwa ia akan bermain dengan kembang api di tengah-tengah lanskap musim dingin yang bersalju.

Meskipun begitu, sebenarnya tidak terlalu buruk.

Udara di sana cukup jernih meskipun terasa dingin, jadi malah terlihat jauh lebih indah daripada kembang api yang terlihat di musim panas atau musim gugur.

"Ah... Sudah jatuh."

Bola api terakhir jatuh ke tanah. Bola api itu melelehkan salju sedikit dan dengan cepat padam. Dengan ini, mereka telah menyalakan semua kembang api yang masih bisa berfungsi.

"... Sudah habis, ya. Nah, mari mita bersihkan dan kembali ke penginapan."

"Mkaay~"

Segera setelah itu, mereka langsung membersihkan sisa-sisa kembang api di tanah dan meninggalkan ember di etalase toko seperti yang dikatakan oleh nenek tadi,, lalu kembali ke penginapan.

"Uwh, dingin sekali. Aku ingin cepat-cepat
berendam di air panas." Kata Shino, sambil memegangi kedua tangannya.

Pipinya juga terlihat agak merah. Dia tampaknya benar-benar kedinginan.

"Shino, tangan."

"Mm? Fufu~ perhatian."

Kalau begini terus, Shino bisa masuk angin... Lebih baik kita segera masuk ke pemandian air panas...

Segera setelah sampai di penginapan, mereka langsung menuju ke kamar mereka untuk mengambil pakaian ganti.

Pada saat itulah terdengar suara berderit yang aneh bergema di dalam penginapan. Sumber suara itu berasal dari arah kamar yang mereka tempati..

"Suara apa itu?"

"Entahlah, mari kita lihat."

Mereka kembali ke kamar mereka sambil memiringkan kepala dengan bingung dan kemudian, terkejut. Dari semua hal, ada sebuah lubang di langit-langit kamar mereka dan bagian dalamnya tertutup salju.

Sepertinya suara aneh barusan berasal dari kecelakaan yang disebabkan oleh beratnya salju yang jatuh dan yang paling parah adalah kamar Sandai dan Shino.

Di depan pemandangan yang ada di depan mereka, yang bisa mereka lakukan hanyalah menatap dengan wajah lurus.

"".... Gimana nih.""





|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close