Chapter 2: He and The Man-Eater and The Transfer Student Ordinary Days
Sudah tiga hari sejak Aoi dipindahkan ke sekolah ini. Aoi sangat akrab dengan Tooya dan yang lainnya berkat kepribadiannya yang blak-blakan. Pertemanannya dengan Mashiro sepertinya juga baik, sepertinya dia tidak peduli diasingkan oleh teman sekelas lainnya dan masih bisa bergaul dengan baik dengan Mashiro…… jadi dia terlihat sangat ekstrem. Meskipun itu adalah sesuatu yang menyenangkan bagi Tooya bahwa Mashiro bisa berteman, tapi Aoi tidak berteman dengan teman sekelasnya hanya karena Mashiro…….. Seharusnya tidak sampai pada tingkat menyatakan sebuah perang melawan seluruh kelas. Apa yang Aoi lakukan adalah mencoba menceritakan seluruh kelas betapa berubah-ubahnya mereka sehingga tidak ada alasan baginya untuk berteman dengan mereka, atau semacamnya.
Jadi, apa yang Tooya khawatirkan menjadi kenyataan……
“Aku merasa sangat buruk hari ini.”
Aoi tampak dalam suasana hati yang buruk. Dia telah menatap kotak makan siangnya sepanjang waktu meskipun dia membawanya untuk makan siang…… Ada perasaan bahwa dia dan Akane memang saudara perempuan dari penampilan mereka. Ekspresi dan wajahnya persis seperti yang Tooya sering lihat dari Akane.
“Tidak ada, aku cuma sedikit marah…… padahal aku sudah mempersiapkannya hari ini.”
Aoi hanya berbicara pada dirinya sendiri. Sementara Mashiro yang duduk di sampingnya melihat ke sini dan menunjukkan ekspresi terganggu.
“Sebenarnya, ada sesuatu di kelas……”
Mashiro ragu sejenak dan berkata.
“Apa yang terjadi?”
“Meskipun tidak seperti yang terjadi padaku.”
Mashiro mengatakan hal itu pada awalnya. Sepertinya bukan masalah besar seperti sebelumnya.
“Aoi tersandung saat dia keluar kelas. Meski tidak ada luka…… tapi kotak makannya……”
“Oh, begitu…….”
Aoi menaruh ekspresi yang sangat tidak menyenangkan setelah dia membuka kotak makan siangnya. Dari apa yang dikatakan Mashiro ketika mereka keluar dari kelas, itu berarti Aoi sedang memegang kotak makan siang di tangannya saat itu…… dan kemudian, kotak makan siang menjadi berantakan saat Aoi terjatuh. Dari apa yang dikatakan Aoi saat dia bergumam, sepertinya dia sangat memikirkan kotak makan siangnya……. Masuk akal baginya untuk mersasa buruk saat kotak makan siangnya menjadi seperti ini.
“Maafkan aku Aoi-chan…… itu semua karena aku……”
“Bukan salahmu.”
Kata Aoi segera.
“Ini adalah pilihanku sendiri untuk menjadi teman Mashiro, bukan salah Mashiro bahwa aku tersandung. Kalau mereka tidak menyukaiku maka katakan saja…… malahan mereka pergi dan melakukan trik kecil seperti itu.”
“Tapi…….”
“Sebenarnya, aku tidak mempedulikannya. Karma benar-benar ada oh……. setelah itu akan terbayarkan.”
Setelah itu, Aoi menghela napas lagi.
“Karena Mashiro akan kerepotan jadi aku tidak marah lagi…… hanya saja aku sedikit sedih karena kotak makan siang yang disiapkan dengan baik berantakan, tapi inilah saatnya melepaskan perasaan dan memakannya.”
Aoi melepaskan kain yang membungkus kotak makan siang dan membuka tutupnya sebelum dia menyelesaikan kata-katanya.
“Uh….. aku masih sedikit frustrasi.”
Karena dampak eksternal, isi dalam kotak makan siang pastilah berantakan—-Dan seperti yang diharapkan, keadaannya berantakan. Lauk yang disusun dengan indah bercampur ke dalam nasi, dan saus tomat yang disiapkan untuk ayam goreng tumpah di atasnya, makanan bewarna merah.
“……… Kau bisa tukaran kalau kau tidak keberatan.”
“Rasa tidak akan berubah……”
Meski begitu makanan di kotak makan siang rasanya hanya saus tomat saja.
“Setidaknya beri aku beberapa lauk.”
“Ah, aku juga!”
“Meskipun aku sangat berterima kasih kepada kalian berdua…… tapi kalian akan gemuk.”
“Oke……”
Sangat tidak enak untuk terus membujuknya saat dia mengatakan sejauh ini.
“Kalau gitu tukaran samaku……”
“Aku tidak ingin senpai mengevaluasi keahlian memasakku berdasarkan hal yang berantakan ini.”
Dia mencapai jalan buntu……..Aoi menggigil.
“Sebenarnya itu bukan masalah besar. Ini bukan titik di mana kau tidak bisa makan sama sekali…… selain itu bukankah ada senpai yang lebih perlu kau pedulikan?”
“Eh?”
“Kuroe-senpai adalah tunanganmu kan? Kudengar kalian berdua hidup bersama dari Mashiro.”
“……..”
Tooya mengalihkan tatapannya ke Mashiro.
“Maaf, karena dia bertanya tentang segala hal.”
Mashiro tertawa.
“Bukan itu…… baiklah, lupakan saja.”
Tooya tidak berusaha untuk menutup mulut Mashiro, lagipula dia juga tahu bahwa gadis-gadis menyukai topik seperti ini.
……… Ya sudah, Tooya merasa sedikit terganggu dengan informasi yang dianggap sungguhan dan tersebar.
“Kuroe-senpai sangat cantik ne.”
“Yah, sedikit……”
Dia memang memiliki wajah cantik, tapi hanya wajahnya saja.
“Kurasa cowok normal tidak akan membiarkan Kuroe senpai yang cantik seperti itu sendirian…… seperti hari ini, bukankah Tooya-senpai khawatir dengan Kuroe-senpai?”
Pada dasarnya, Tooya makan siang di atap setiap hari, tapi Kuroe kadang-kadang makan siang di kelas. Menurut apa yang dia katakan itu untuk komunikasi kelas, dan Tooya mengizinkannya karena dia merasa lebih rileks tanpa Kuroe berada disekitarnya. Situasi ini tidak berubah sejak mereka mulai makan siang dengan Mashiro, dan Kuroe tidak berniat untuk berubah meski Aoi ada dalam kelompok ini sekarang juga.
“Nah, karena aku percaya dia……”
Meski memiliki arti yang berbeda.
“Dan pertunangan kami cukup meluas.”
“Begitukah….. tapi kau tidak bisa terlalu ceroboh karena situasinya.”
“…… Kau sangat menyukai topik seperti ini.”
Tooya benar-benar ingin pergi jika memungkinkan.
“Karena Tooya-senpai bertindak sangat dingin terhadap Kuroe-senpai.”
“…….Begitu ya?”
“Kuroe-senpai jelas sangat aktif terhadap Tooya-senpai, tapi bagaimana Tooya-Senpai memperlakukan Kuroe-senpai dengan sangat berbeda.”
“……..”
Yah, mungkin apa yang dia katakan benar……., Tooya tidak memperhatikan hal ini. Karena Tooya sama sekali tidak menyadari pendapat dari sekitarnya, jadi dia hanya mengabaikan tunangannya, dan Tooya tidak memikirkan untuk bekerja sama dengan tindakan tersebut. Akibatnya, dia sama sekali tidak peduli terhadap apa yang dia katakan……… Namun, situasinya nampaknya telah berubah—-
“Karena kalian berdua adalah tunangan, Tooya-senpai juga harus memberikan tanggapan yang tepat terhadap perasaan Kuroe-senpai.”
Sebab, di sini ada orang lain yang berbicara dengan rasa empati.
“Yah, tentang itu……”
“Atau ada orang lain yang kau sukai?”
“!?”
Jantung Tooya berdegup kencang saat mendengar kalimat itu.
“Nah, tanggapan yang meragukan…… apa itu benar?”
“Tidak, tidak ada hal seperti itu Aoi-chan!”
Tiba-tiba Mashiro menyela.
“Itu…….?”
Tooya melihat ke sana, Mashiro berkata dengan tatapan putus asa.
“Walaupun Tooya-senpai biasanya tidak menunjukkannya karena malu, tapi sebenarnya dia dan Kuroe-senpai sangat mesra!”
“…… Mashiro?”
Tooya tidak tahan untuk tidak menatap wajahnya yang sangat serius. Ini adalah pertama kalinya Tooya mendengar hal itu.
“Apa itu benar?”
Tanya Aoi.
“Yeah, Tooya-senpai sangat mesra bersama Kuroe-senpai di rumah mereka! Mereka tidur bersama dan bahkan mandi bersama…….. mungkin mereka telah melakukan ini dan itu juga!”
“Umm, Mashiro?”
Tooya mencoba yang terbaik untuk tetap tenang dan bertanya.
“Dari mana kau mendengarnya?”
“Tentu saja itu dari Kuroe-senpai…….ah, aku lupa aku tidak bisa memberi tahu Tooya-senpai tentang ini!”
“……… Ah ah, begitu.”
Bajingan itu, akulah satu-satunya yang tidak tahu apa-apa?
“Apa yang dikatakan Mashiro itu emang benar?”
Aoi menatap Tooya.
“……..Yah itu.”
Tidak ada pilihan lain selain ini.
“Kamu, apa yang sebenarnya kamu katakan pada Mashiro.”
Kelas untuk hari ini sudah berakhir, dan sekarang waktunya pulang sekolah. Tooya, seperti biasa, keluar dari kelas dan memastikan tidak ada orang di sekitar dan berbicara. Karena dia langsung bergegas keluar setelah sekolah berakhir, sehingga arus orang di koridor masih jarang.
“Ada apa denganmu ne, mengatakan itu tiba-tiba.”
“Kapan aku bermesraan denganmu di rumah sebelumnya?”
“Uh huh.”
Kuroe berpaling saat dia mengerti apa yang Tooya katakan.
“Padahal aku menyuruhnya untuk tidak memberi tahu Master.”
“Kamu, jadi kamu pikir kamu bisa saja mengatakannya selama hal itu tidak terekspos?”
“Ya.”
“Jangan cuma mengangguk dan setuju……”
Tooya merasa putus asa.
“Akhirnya, apa niatmu untuk menanamkan hal semacam itu pada Mashiro.”
“Karena dia datang untuk bertanya kepadaku, jadi aku menjawab pertanyaannya.”
Kuroe mengatakannya dengan santai.
“Karena dia bertanya……”
“Bagaimana kita benar-benar berinteraksi, bagaimana kita menghabiskan waktu kita di rumah, dan seterusnya…… lagian, Mashiro adalah cewek yang mencapai usia itu, jadi tentu saja dia akan tertarik dengan perselingkuhan antara cowok dan cewek.”
“…….. Lalu, kamu menjawabnya seperti itu?”
“Ya.”
Angguk Kuroe.
“Master dan aku sedang bertunangan, wajar jika kita bertindak dengan mesra-mesraan di rumah kan? Kalau kita cuma akan bertindak mesra-mesraan di tempat yang tidak dapat dilihat orang lain, maka bisa dijelaskan mengapa kita bersikap dingin di sekolah.”
“…… Kedengarannya seperti setting yang kamu buat tanpa seizinku.”
“Mengacaukan hubungan kita dengan hal yang paling meresahkan itu harus dilakukan…… bukankah master tidak menyangkal hal ini karena kau juga mengetahuinya?”
“………Yeah.”
Orang yang membuatnya tidak bisa menyangkalnya……… tidak perlu lagi menyangkal.
“Lalu semuanya baik-baik saja kan?”
“……… Yah, walaupun kamu mengatakan itu.”
Alasannya bisa mengerti bahwa solusi ini lebih baik. Tapi dia jijik secara mental jauh di lubuk hatinya.
“Master masih sedingin biasanya.”
Kuroe mengangkat bahu.
“Itu karena kau sudah melakukan banyak hal tidak perlu yang membuatku membencimu…….eh.”
Tooya tiba-tiba berhenti. Sepertinya ada keributan di koridor……… di dekat tangga. Ada beberapa orang berkumpul di sana.
“Sepertinya ada sesuatu yang terjadi.”
Suasana di sana tidak tampak cerah.
“Tampaknya seseorang jatuh.”
“Eh……?”
Tooya tidak tahan untuk tidak menatap Kuroe karena dia mendengar sesuatu yang luar biasa. Dengan pendengaran Kuroe, tidak aneh jika dia bisa mendengar percakapan dari sini yang jaraknya cukup jauh.
“Karena banyak orang berbicara pada saat bersamaan, jadi agak merepotkan untuk membuatnya jelas…… sepertinya ada yang terjatuh dari tangga dan terluka. Dia tampaknya menjadi siswi tahun pertama.”
“Tahun pertama…… itu kan……”
Adegan tangan Mashiro dengan perban muncul di benak Tooya.
“Tunggu dulu….. tiga orang? Mereka mengatakan tiga orang terjatuh. Sepertinya mereka jatuh bersama sambil berjalan berdampingan. Tapi tidak yakin apakah itu karena satu orang terjatuh dan menarik yang lainnya.”
“Itu berarti bukan mereka?”
Jika itu dua orang maka dia bisa mempertimbangkan kemungkinan Mashiro bersama Aoi, tapi karena tiga orang maka dia tidak bisa memikirkannya.
“Sebagian besar alasan yang mereka katakana hanya spekulasi, jadi tidak banyak kredibilitas di dalamnya. Tapi sepertinya mereka tidak didorong oleh seseorang.”
“Tidak bisakah kamu mendapatkan nama ketiga orang itu?”
“Sepertinya ada beberapa penonton di sana…… kenapa nggak kita cek saja?”
“…….. Apa luka mereka terlihat serius?”
“Ini tidak sebanding dengan kebutuhan untuk memanggil ambulans. Hanya sedikit bengkak, sepertinya mereka sudah dikirim ke UKS.”
“Begitu ya…….. lalu bisakah kamu mengkonfirmasikan?”
“Kamu ingin menggunakan clairvoyance?”
Kuroe berkata seperti dia merasa merepotkan.
"Aku sangat khawatir tentang hal itu."
“Kalau begitu kirim aja pesan.”
“Baiklah… ini perintah.”
“Yare yare, kamu cuma memerintahku demi kenyamanan, Master jahat ne.”
Kuroe mengangkat bahu dan memejamkan mata. Meski Tooya memang tahu detailnya, tapi dia menduga visinya beralih ke rumah sakit.
“Yah, bukan mereka.”
Kuroe memejamkan matanya.
“Aku mengerti.”
Tooya mengambil nafas.
“Tapi wajah mereka terlihat akrab…… hugh.”
Kuroe mengatakannya seperti dia ingat sesuatu.
“Mereka terlihat seperti tiga dari lima orang yang mengelilingi Mashiro sebelumnya.”
“Eh?”
“Aku yakin itu ne.”
Kuroe menegaskan dan membuka matanya.
“Mungkin karma, bagi mereka untuk menghadapi kesengsaraan yang sama.”
“…….”
Tooya tidak menjawab. Rasa nyaman saat mendengar bahwa Mashiro tidak terluka hilang. Apakah hanya kebetulan bagi mereka untuk menemui malapetaka…… dan ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah karma seperti yang Kuroe katakan.
“Ini kebetulan saja.”
Kata Kuroe.
“Meski menganggap semua yang tidak penting bagi diri sendiri akan menjadi masalah, tapi pemikiran lawan juga menjadi masalah. Jika kamu merasa bahwa segala sesuatu terjadi ada hubungannya dengan dirimu sendiri, itu hanya akan membuatmu merasa ragu sepanjang waktu.”
“Dan pada akhirnya aku akan menjadi musuh seluruh dunia?”
“Meskipun yang kamu katakan adalah teori ekstrem.”
Meski berbeda dengan apa yang Tanaka katakan, tapi dia juga akan menghadapi hasil kejatuhan mental.
“Ini hanya kecelakaan dari apa yang kita lihat sekarang…… tapi waktunya agak terlalu bagus, ne.”
“Waktu?”
“Bukankah kita berbicara tentang karma sekarang?”
Kuroe mengulangi kata itu, karma. Itu adalah sesuatu yang masih diingat oleh Tooya. Dia ingat bahwa Aoi juga mengatakan hal yang sama saat istirahat makan siang.
“Bagaimana kamu tahu itu?”
Jelas ia tidak berada di tempat saat itu juga.
“Kenapa kamu pikir aku tidak akan mengetahuinya?”
Tanya Kuroe balik.
“……..haa.”
Tooya menghela napas.
“Lupakan saja…….. apa yang ingin kamu katakan adalah, salah satu dari mereka bertiga adalah orang yang menyandung Aoi?”
“Kemungkinannya sangat tinggi ne.”
Jika kau bertanya siapa yang paling tidak senang dengan sikap Aoi, maka akan menjadi orang-orang yang membully Mashiro. Meski Aoi dan Mashiro tidak menjelaskannya, tapi kemungkinannya tinggi.
“Jadi Aoi yang mendorong mereka………?”
“Setidaknya mereka tidak didorong oleh siapapun. Meski pulang sekolah, tapi masih banyak orang saat itu, sangat sulit untuk mendorong mereka secara diam-diam.”
“Begitu ya…….”
Tidak mungkin baginya menurut akal sehat……… jika ia mempertimbangkan akal sehatnya.
“Oleh karena itu, itu hanya kecelakaan untuk saat ini.”
Lalu, Kuroe tersenyum. Dia menyangkalnya saat mencoba menekankan kesepakatannya pada saat bersamaan.
“…… Ngomong-ngomong, aku belum mendengar jawabanmu.”
“Ya?”
“Apa pendapatmu tentang Aoi?”
“Aku ingat aku pernah menjawabnya sebelumnya”.
“Kamu cuma ngomong nggak jelas saat itu.”
Dia sama sekali tidak tahu pendapat Kuroe.
“Tidak apa-apa cuma mengatakan bahwa kau membenci atau menyukai dia, aku ingin mendengar apa pendapatmu.”
“Hmm.”
Kuroe meletakkan jarinya di dagunya seperti berpikir.
“Anak manja, ne.”
“…… Apa itu kesanmu pada Aoi?”
“Ini benar-benar cuma kesanku sendiri. Dia hanya akan mengandalkan seseorang yang dia bisa andalkan, seperti itu.”
“Walaupun dia sama sekali tidak menyukai anak yang tidak berguna……”
Tapi mungkin itu sebabnya dia bersikap sangat ramah dengan semua orang.
“Ada banyak jenis orang manja di dunia ini. Sedangkan untuk anak itu, dia hanya akan melakukan apapun yang dia bisa sendiri tanpa izin, jika dia terus dimanjakan maka tentu saja dia tidak akan menjadi orang yang tidak berguna yang dipikirkan oleh master.”
“Begitukah…….”
Monster yang sangat tertarik pada umat manusia dan tidak keberatan membuat kontrak yang merugikan dirinya sendiri. Pendapatnya seharusnya tidak salah.
“Jadi kamu membenci Aoi?”
“Apakah perlu bagi Master untuk tetap berpegang pada ini?”
“Ini adalah referensi untuk komentar lebih lanjutmu……. Ini adalah perintah, jawablah dengan jujur.”
“Sepertinya aku sama sekali tidak memiliki kredibilitas”.
Kuroe mengangkat bahu.
“Jika aku harus memilih, maka itu akan menjadi kebencian.”
“Kenapa?”
“Dia terlihat seperti seseorang yang aku kenal sebelumnya…… dan itu tipe yang kubenci.”
“…… Apakah kamu yakin itu bukan hanya sekedar amarah?”
“Yah, kamu juga tidak salah.”
Kuroe menjawab acuh tak acuh.
“Tapi kebebasankulah untuk memikirkan apapun yang kuinginkan kan?”
“Meskipun apa yang kamu katakan benar…….”
Tidak mungkin dia menerimanya.
Jadi, Tooya berpikiran dirinya tidak bisa ceroboh.
Aoi tinggal sendirian di kamar di sebuah apartemen kecil. Meski kamarnya tidak luas, tapi cukup bagi satu orang untuk tinggal. Dan apartemen itu bukan bangunan kuno sehingga kamarnya didekorasi dengan baik. Perabotannya tidak selesai karena baru saja pindah. Tapi ada televisi, rak buku, lemari dan juga meja kecil. Tak ada yang tampak penuh warna di ruangan ini, nampaknya monoton sama seperti kamar seorang gadis.
“Yah, terasa menyenangkan.”
Namun, Aoi sepertinya tidak terlalu peduli dengan hal itu dan berbaring pada bantal lembut sambil bergumam sendiri.
“Meskipun aku tidak menduga ketiganya jatuh bersama……… itu jahat banget. Menyeret teman-temannya agar dia bisa selamat. Dan bukan hanya satu tapi dua orang.”
Itu jahat banget, meskipun dia memikirkan hal itu, tapi ekspresinya mengatakan bahwa dia tidak dapat menerimanya.
“Yah, mereka juga pantas mendapatkannya karena mereka melakukan sesuatu yang buruk pada Mashiro sebelum ini…… ah, aku tahu. Aku tidak akan melakukannya lain kali.”
Ekspresi Aoi mereda setelah diperingatkan oleh seseorang.
“Ini pasti akan diragukan…….eh, tidak apa-apa kan? Ya, karena tidak ada masalah besar meski meragukan. Dan mereka salah, senpai pasti bisa menerima……..karena dia—-”
Ding dong
Percakapan itu terputus oleh bel pintu. Siapa ini? Pikir Aoi. Bahkan belum seminggu sejak dia pindah ke sini. Mashiro dan Tooya belum tahu alamatnya, dan yang mengenalnya tidak ada di sekitar…….. jadi mungkin itu sales. Mungkin mereka datang ke sini untuk mengiklankan koran mereka setelah mengetahui ada penyewa baru.
“……..Sangat mengganggu.”
Dia benar-benar ingin mengabaikannya. Karena televisi tidak dinyalakan, sepertinya ia bisa mengabaikannya.
Ding dong
Namun bel pintu masih berdering.
Ding dong
Masih berlanjut.
“Sangat menjengkelkan……..ah, aku mengerti. Aku datang.”
Aoi berdiri dan berjalan ke pintu masuk sambil menjawab dengan tidak sabar.
“Ini aku, jadi apa yang kau mau?”
Aoi membuka kunci dan membuka pintu.
“Eh……!?”
Dia terkejut oleh orang yang berdiri di sana.
“Yo.”
Inaba Akane berdiri di luar tanpa ekspresi.
“Kakak besar……”
“Kau harus lebih berhati-hati karena kau tinggal sendiri. Kau harus segera mengonfirmasi pengunjung dari lubang intip.”
Lalu, Akane menatap adiknya lagi.
“Atau, kau tinggal dengan seseorang?”
“……..Aku tinggal sendirian.”
“Begitukah, sepertinya aku mendengar kau berbicara dengan seseorang barusan.”
“Kayaknya aku teleponan barusan.”
“Gitu ya.”
Mereka hanya berdiri di sana setelah menjawab.
“……….”
“……….”
Masih berdiri.
“Masuklah…. tidak baik berbicara sambil berdiri.”
“Ah ah.”
Akane mengangguk dan memasuki kamar. Mereka duduk berhadapan satu sama lain di meja kecil.
“Jadi, kenapa kau kemari?”
“Apa aku perlu alasan untuk bertemu dengan adikku?”
“………”
“Itu seharusnya kalimatku…… kenapa kau datang ke sini?”
Akane menatap Aoi.
“Kenapa…… karena aku pindah sekolah”
Aoi menjawab seolah ingin menyembunyikan sesuatu.
“Apa tidak ada alasan lain bagimu untuk pinda pada waktu ini?”
Tidak mungkin tidak memiliki yang sesuai akal sehat.
“Katakanlah, alasanmu”.
“Sepertinya kau menginterogasi…… itu bukan bagaimana harusnya kau memperlakukan adikmu.”
Aoi memunculkan ekspresi kesepian.
“Kau selalu seperti ini sejak dulu. Selalu berusaha menghindariku di rumah……… nggak lembut.”
“…….Mungkin.”
Akane tidak menyangkal.
“Tapi sekarang bukan saatnya untuk mengatakan itu, aku di sini untuk mendengarkan niatanmu.”
Akane tetap menatap Aoi.
“…… Ini adalah misi.”
Bisik Aoi.
“Misi?”
“Itu benar, misi yang diturunkan ke tempat suci kita dari zaman kuno, aku datang ke kota ini untuk menyelesaikannya.”
“…….. Dua orang itu?”
“Dua yang mana?”
Tanya Aoi seperti mencoba bersikap polos.
“Kupikir misi keluarga kita adalah melindungi benda itu.”
Akane berhenti bertanya dan melanjutkan.
“Itu hanya salah satu dari mereka…….. Kau seharusnya tidak tahu karena kau meninggalkan rumah sebelum menyelesaikan latihan. Misi kita adalah melindungi hal itu dan juga menyelesaikan bencana yang terjadi.”
“………Sepertinya begitu.”
Akane menunjukkan bahwa dia yakin.
“Intuisi bahwa kau yang terbaik…… itu berarti kau bisa mempercayaiku sekarang?”
“Ketika menyangkut misi keluarga kita, ne.”
Tekan Akane.
“Kupikir aneh rasanya hanya mengirimimu untuk misi penting semacam itu. Sejauh yang kutahu, ayahlah yang harusnya melakukan ini sendiri.”
“Aku datang ke sini untuk observasi dulu.”
“Walaupun sudah dua bulan sejak segel dilepas?”
“Kami terlambat ketika kami menemukannya.”
“Menurutmu, kebohongan semacam itu bekerja padaku?”
Akane masih menatap Aoi.
“Aku akan lebih dari cukup, dia mengizinkannya sehabis bujukanku.”
Aoi membalas tatapan Akane secara langsung.
“Membujuk, huh”
“Yeah, ayah sangat terus terang selama kau berbicara dengan baik dengannya.”
“Jika demikian, maka aku tidak akan melarikan diri dari rumah.”
Akane mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke Aoi sebelum dia bahkan bisa merespon. Ia melakukannya secara alami.
“Ada apa dengan benda keras itu”.
Tanya Aoi.
“Ini juga membujuk…… dalam bentuk selain bahasa.”
Aoi tetap menatap Akane seperti dia tidak bisa melihat pistol yang mengarah tepat di depannya.
“Sepertinya kau tidak tahu ada cara lain untuk meyakinkan selain negosiasi.”
“Apa yang kau lakukan saat ini bukan meyakinkan tapi mengancam kan?”
“Kita sedang bernegosiasi. Tapi aku hanya akan menarik pelatuknya jika aku tidak bisa mendapatkan jawaban yang kuinginkan.”
“Padahal kau tidak akan melakukan itu.”
Aoi tersenyum polos seperti anak kecil.
“Karena kau tidak akan pernah menembakku.”
“Walaupun aku bukan kakak yang lembut?”
“Yeah, meski begitu aku dapat menegaskan bahwa kau tidak akan pernah menembakku.”
Aoi berkata seperti dia mendapat saran dari seseorang.
“…….Cih.”
Akane mendecakkan lidahnya dan menarik moncong dari Aoi.
“Kalau kau bisa menembakku barusan, maka kau sudah melakukannya sejak lama, atau begitulah yang kukatakan.”
“…… Itu karena ada bajingan di sana.”
Akane melotot pada Aoi—-melotot sangat dalam.
“Apa niatmu?”
“Seperti kukatakan, untuk misi.”
Jawab Aoi.
“Dan rincian misinya?”
“Aku tidak akan memberitahu orang yang melarikan diri dari rumah.”
“Katakan padaku.”
“…… Jadi kau masih menatapku seperti itu huh?”
Aoi menunjukkan ekspresi kesepian kepada Akane yang sedang menatapnya.
“……Katakan saja.”
“Jika kau ingin tahu, kau bisa menelepon ayah.”
Jawab Aoi.
“Cih.”
Akane mendecakkan lidahnya.
“……. Dua orang itu berada di bawah kendali Order of Black Magic. Jika kau melakukan tindakan apa pun, kami juga akan melakukan tindakan penanggulangan.”
Akane berdiri setelah meninggalkan kalimat ini.
“Aku akan kembali.”
Dia berjalan ke pintu masuk.
“Baiklah, selamat tinggal kakak.”
Akane keluar dari kamar Aoi tanpa melihat ke belakang.
“Kakakku tidak berubah sama sekali.”
Kata Aoi setelah Akane meninggalkan kamar.
“Baiklah, jujur saja, aku benar-benar terkejut saat dia mengarahkan pistol ke arahku. Tentu saja aku percaya dengan apa yang kau katakan…… tapi aku masih merasa ngeri dan kesepian saat ditodong. Dia selalu bersikap bermusuhan terhadap kusejak dulu, tapi aku tidak membencinya.”
Aoi menunjukkan ekspresi kesepian.
“……Yeah, aku tahu. Ini akan terselesaikan asalkan tujuan kita terpenuhi. Itu sebabnya aku menerima mantra dari ayah dan datang kesini sendiri, dan aku tidak berniat menyerah…….. yeah, aku percaya padamu.”
Aoi tersenyum setelah didukung.
“Tapi kakakku sudah mengetahuinya, kalau aku tidak bertindak cepat…… yah, yeah. Meski lebih baik kalau kita lebih dekat, tapi aku tetap akan melakukannya sebelum liburan. Dengan begitu, orang itu akan lebih mudah diingatkan pada hari biasa.”
“Itu……… selamat datang.”
Tanaka menunjukkan ekspresi bingung yang sangat langka. Bukan masalah kalau dia memasuki ruangan dengan kasar. Karena dia hanya akan masuk ke ruangan jika dia menguncinya jadi dia menyerahkan kunci padanya, dan pada dasarnya ruangan itu tidak terkunci saat berada di sini. Juga biasa baginya untuk tidak menyapa dan hanya berbaring di sofa…… tidak mengerti ekspresinya.
Sangat tertekan. Ungkapan ini cocok dengan ekspresi Akane saat ini. Dari pandangan Tanaka, Akane sepertinya dihancurkan oleh seseorang.
“Pekerjaan hari ini berakhir, jadi kupikir kau pulang ke rumah…..”
Sejauh yang diketahui Tanaka, Akane meninggalkan Order of Black Magic tiga jam yang lalu. Lalu dia langsung mendatangi ruangan Tanaka setelah melakukan sesuatu di luar.
“Apa yang terjadi?”
Sudah pasti sesuatu terjadi.
“Aku pergi untuk menemui….. adikku.”
“Hari ini?”
Dia menceritakan alamatnya kemarin, jadi Tanaka tidak merasa terkejut.
“Sepertinya tidak ada yang bagus berdasarkan ekspresimu.”
“………Ah.”
Akane mengangguk.
“Bisa kutahu apa yang terjadi?”
Tanaka tidak tahu betul tentang urusan Akane. Meski dia akan mengumpulkan kecerdasan orang lain tanpa ragu sedikitpun jika perlu, tapi ia bukan orang yang akan menanyakan tentang kehidupan pribadinya jika tidak perlu. Meski Akane membawa banyak masalah padanya sepanjang masa ini…… tapi ia pasti sudah menghindarinya jika ia membencinya. Tanaka masih memiliki toleransi untuk mendengarkan masalahnya.
“Tanaka, apa kau punya saudara laki-laki?”
“Aku punya adik.”
“…… Bisakah kau membunuhnya?”
“Jika benar-benar diperlukan.”
Jawab Tanaka tanpa ragu-ragu…… secara umum, setidaknya dia harus ragu karena itu saudaranya. Namun, jika hal berkembang sampai batas itu, ia akan melakukannya seperti yang ia katakan tanpa ragu atau menyesal karenanya.
“Begitu…… aku tidak bisa melakukannya.”
Sudah jadi batasnya untuk memasukkan jarinya ke pelatuk… dia bahkan tidak membuka bolt pengaman.
“…….. Maaf, aku tidak tahu apa yang ingin kau katakan”
Tanaka menunjukkan ekspresi bingung.
“Tidak terdengar seperti pertengkaran antar kakak adik…… apa yang kau lakukan setelah bertemu dengan adikmu?”
“Ada percakapan, mengeluarkan pistol dan kembali tanpa tembakan.”
“…… Pada saat ini, mari kita lupakan kau mengambil pistol tanpa izin.”
Tentu saja itu dilarang.
“Ingin membunuh adikmu hanya karena pertengkaran, bahkan kaupun tidak bersikap impulsif sejauh itu. Apa kau yakin bahwa ada alasan kenapa kau harus membunuhnya?”
“……..”
Akane tidak menjawab.
“Bukankah kau datang ke sini untuk membicarakan hal ini?”
“…….”
“Jadi kau ingin aku menyelidikinya sendiri tanpa penjelasan ya.”
Lebih baik mengatakan bahwa inilah tujuan Akane datang ke sini. Karena ia tidak bisa mengatakannya, maka ia datang ke sini dan mencoba membuat Tanaka untuk menyelidikinya.
“…… Tidak, bisakah kau menunggu sebentar?”
Akane berbicara.
“Tunggu sebentar lagi, aku tidak punya cukup tekad saat ini…… sedikit lagi.”
Akane mencoba mengandalkan Tanaka.
“Itu berarti adikmu akan segera melakukan sesuatu?”
“……..”
“Untuk menahannya saat waktunya tiba, aku akan menafsirkannya seperti itu. Percakapan tidak bisa berlanjut jika kau tidak memiliki tanggapan.”
Apakah dia ingin mengatakannya…….. sepertinya tidak. Sudah dikonfirmasi bahwa Akane tahu sesuatu. Dia membutuhkan informasi dari Akane untuk mengetahui apa yang terjadi. Karena Tanaka sama sekali tidak tahu apa-apa, itu yang paling efisien untuk diajukan kepada orang yang diinformasikan.
“Aku akan bisa melakukannya pada waktu itu.”
“Sangat cepat?”
“Karena aku pernah ke sana.”
“…….Gitu.”
Tanaka merasa rileks.
“Seperti aku katakan sebelumnya, tidak ada alasan bagi Order of Black Magic untuk bertindak sekarang. Dan aku tidak memiliki kebiasaan untuk menyerang privasi kolegaku secara tidak perlu.”
“…… Itu akan sangat membantu.”
Akane berdiri setelah mengucapkan terima kasih singkat.
“Pulang sekarang?”
“Akan minum sebelum pulang.”
“Begitukah.”
Meski Akane tidak menjelaskannya, tapi Tanaka masih bisa mengerti sampai sejauh ini.
Previous
Kare to Hitokui no Nichijou V3 Chapter 2 Bahasa Indonesia

Hinagizawa Groups
... menit baca
Dengarkan
Sebelumnya
...
Selanjutnya
...