-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Gimai Seikatsu V1 Chapter 1

Chapter 1: 7 Juni (Minggu)


"Selamat Datang di rumah kami! … Tidak, bukan itu. —Mulai hari ini, kita akan hidup di bawah satu atap, kan! … Hmm, kedengarannya agak terlalu menyeramkan…"

Ada beberapa kardus yang tak terhitung jumlahnya dan perabotan baru di sudut mataku, aku melihat diriku di cermin, dan mengulangi kalimat yang sama pada diriku sendiri.

Itu adalah malam seperti biasa, sekitar jam 5 sore. Aku berdiri di satu kamar di ruangan yang kami sewa di lantai tiga, terletak di distrik tempat tinggal dengan nilai deviasi terbesar di seluruh Jepang (sedikit berlebihan). Itu adalah ruangan 3 LDK [1]. Hanya untukku dan orang tuaku, itu pasti terlalu besar, tapi sekarang pasti akan menjadi terlalu kecil.

Selama lima menit terakhir, aku telah melatih ekspresi dan kata-kataku yang akan kutunjukkan untuk menyambut keluarga baru. Kau tahu, keseluruhan premis ini konyol. Aku mengerti bagaimana orang tuaku akan membersihkan dan menyiapkan kamar yang akan digunakan olehnya dan Akiko-san. Namun, kenapa kau mengirimku, seorang remaja laki-laki, untuk menyiapkan kamar bagi orang asing yang akan menjadi adik perempuanku mulai hari ini. Itu adalah satu keputusan yang tidak bisa kuikuti dengan tepat.

"Aneh… kemana perginya?"

"Ada apa?"

Orang tuaku berjalan mondar-mandir di lorong dengan panik, jadi aku memanggilnya.

"Ah, waktu yang tepat. Apa kau melihat febreeze ada dimana?"(Tln: Febreeze: semacam pengharum ruangan)

"Seharusnya di ruang tamu. Aku menggunakannya untuk tirai kemarin."

"Ah, disana! Terima kasih!"

Aku mendengar suara sandal sembarangan berjalan menyusuri lorong, menuju ruang tamu.

“Kenapa kau panik seperti itu sekarang ?”

"Aku melihat-lihat ruangan lagi, tapi ketika aku mulai membersihkan, baunya sangat menggangguku ... Aku tidak ingin mereka mengira aku bau, kau tahu ..."

"Emang lu siapa, gadis SMA?"

"Kalau kau berada di usia sama sepertiku, itu adalah pukulan kritis, oke! Kau akan mengerti maksudku dua puluh tahun ke depan, Yuuta!"

"Aku akan sangat menghargai jika kau lebih percaya pada putramu sendiri, dasar orang tua yang menyebalkan."

Melihatnya berjalan kembali ke kamar tidurnya, febreeze di tangan, punggungnya meringkuk seperti kucing yang depresi, aku menghela nafas. Kalau kau merasa terganggu karena itu, kenapa kau tidak melakukannya setiap hari? Lalu, itu mungkin akan menjadi permintaan yang terlalu kejam terhadap pegawai yang selalu sibuk seperti dia.

“Kamarku baik-baik saja… kan?” Berkat kata-kata ayahku , aku mulai merasa sedikit khawatir.

Aku membuat janji dengan Ayase-san bahwa kami tidak akan mengharapkan apapun dari satu sama lain, tapi aku tetap tidak ingin dia menderita karena bau menyengat dari kamar anak SMA. Meski begitu, aku secara teratur merawat seprai, membersihkan, dan mencium baunya, jadi selama hidungku tidak mempermainkanku, semuanya akan baik-baik saja.

Karena aku merasa puas dengan hasil pekerjaan sehari-hariku, aku ditarik keluar dari pikiranku ketika bel pintu berbunyi.

--Jadi mereka ada disini, ya....

“Yuuta ~ Bisakah kau pergi untukku?”

“Ya ya.”

Karena ayahku masih sibuk menghilangkan kemungkinan bau busuk dari kamar tidur, aku malah berjalan ke pintu masuk.

“Maaf untuk tunggu seben… tar?”

“Kami datang  ~”

Aku mencoba untuk bersikap ramah mungkin. Dengan senyum lembut, aku membuka pintu depan, hanya untuk membeku dengan indah. Yang menyapaku adalah Akiko-san, kedua tangannya membawa beberapa tas department store. Aku bisa melihat bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya hampir jatuh dari kantong, membuatku cukup kaget.

“Ern, Akiko-san, apa ini…”

"Kami akan mengurusmu hari ini, jadi aku membeli segala macam barang ~"

“Tapi, banyak sekali…? Anda benar-benar tidak perlu…”

"Tidak perlu bersyukur, bukan itu yang terjadi."

Aku mendengar suara yang sedikit kesal. Berdiri di belakang Akiko-san adalah Saki — Ayase-san (tangannya penuh dengan kantong plastik juga).

"Ibuku buruk dalam mengatakan tidak, jadi dia tertarik untuk membeli semua barang yang direkomendasikan dari karyawan."

“Ah, jadi itu sebabnya…”

"Hei, itu membuatnya terdengar seperti aku orang dewasa yang tidak berguna ~"

"Apa aku salah?"

“Ehh! Itu tidak benar, kan Yuuta-kun ~”

Dia melempar bola ke arahku. Sejujurnya, aku tidak begitu menghargai betapa dia begitu mudah melawan sikap proaktif, tapi ketika dia menunjukkan ekspresi cemberut kekanak-kanakan kepadaku, maka semua keluhan akan tenggelam dalam kepalaku. Bisa dikatakan, hanya berbohong tentang itu akan membebani kesadaranku. Terutama karena Ayase-san menatapku dengan dingin, seolah-olah dia menyuruhku untuk tidak memanjakan ibunya. Sungguh sulit berada di dua sisi.

"Jangan hanya berdiri di sana, masuklah. Aku akan membantumu membawa beberapa barang."

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengabaikannya. Orang bijak pernah berkata bahwa untuk mencapai kebahagiaan sebagai seorang lajang, terkadang kau membutuhkan kemampuan untuk mengabaikan berbagai hal. Akiko-san bahkan tidak terlihat peduli, dan hanya tersenyum padaku, saat dia menyerahkan kantong plastiknya.

"Terima kasih. Kamu benar-benar pria yang bisa diandalkan."

"Ahaha." Aku memberikan senyuman samar pada kata-kata terima kasihnya, dan berbalik.

Aku menawarinya dan Ayase-san sandal rumah baru yang kubeli baru-baru ini, dan mengundang mereka masuk. Saat kami sampai di ruang tamu, Akiko-san mengangkat suara keheranan.

"Mmmm, buah jeruk, aromanya enak sekali."

“Huh, kamu sebenarnya bisa menjaganya tetap bersih, ya...” Ayase-san melihat ke lantai dan perabotan, dan mendesah penuh apresiasi.

“Yah, kami baru saja membersihkannya dengan panik. Biasanya kami tidak—”

“Ini benar-benar seperti yang Taichi-san katakan padaku. Kamu sangat suka bersih-bersih.”

“—Mereka mengatakan bahwa ruang tamu yang bersih menghasilkan pikiran yang sehat.” Aku menelan kata-kataku sebelumnya yang akan kuucapkan.

Itu berbahaya. Dari suaranya, ayah idiotku itu bertingkah seperti orang suci untuk merayu Akiko-san dengan lebih mudah. Mengetahui apa yang sebelumnya dia alami dengan wanita, dan menyadari bahwa ini dapat menyebabkan kehancuran dengan sangat cepat, aku malah memutuskan untuk bertindak demi kebahagiaan Ayahku, dan tetap diam bahwa dia praktis hanya berbohong padanya.

Namun, Ayase-san menatapku dengan sangat meragukan pada saat yang sama.

“Apa kamu selalu menjaganya tetap bersih seperti ini?” 

"Tentu saja. Setiap partikel debu layak dimusnahkan, itulah motto keluarga kami."

“Itu adalah semboyan keluarga yang mengganggu.”

Aku tidak berbohong sama sekali. Aku baru saja mengubah beberapa kata dari motto yang selalu dibicarakan nenek saya di pedesaan. Aku masih ingat dia menyeringai saat dia memberitahuku.

"Taichi-san mirip sepertimu, kurasa." Akiko-san terkikik. “Dia selalu terlihat bergaya dan menarik, tapi untuk berpikir dia bahkan menjaga rumahnya tetap bersih.”

“Bergaya… Ayahku?”

"Tepat sekali. Pertama kali dia datang ke toko dengan atasannya, dia terlihat agak polos dan tidak berkelas, tapi untuk kedua kalinya dia memakai beberapa cologne, dan merek dasinya membuatnya tampak seperti pebisnis kelas satu."

“Ahhhh.”

Itu mengingatkanku, dulus dia menghabiskan banyak uang untuk pakaian dan parfum, bukan. Kupikir itu hanya untuk lebih cocok dengan dunia orang dewasa, tapi untuk berpikir itu hanya untuk mengesankan wanita yang dia minati.

“H-Hei, Akiko-san, Saki-chan!”

Berbicara tentang iblis, ayahku baru saja keluar dari kamar tidurnya. Yang mengejutkanku, dia masih memegang febreeze di tangannya.

“Wah, kamu…”

Singkirkan apa yang ada di tanganmu sekarang! Aku melakukan yang terbaik di sini untuk memberikan tindak lanjut yang tepat, tapi kau merusaknya sendiri! —Aku mencoba menyampaikan ini hanya dengan kontak mata. Namun, itu tidak berhasil sama sekali, karena ayahku hanya menunjukkan senyuman seperti dia berlatih di depan cermin, dan malah mengatakan.

"Selamat Datang di rumah kami! Ki-Ki-Kita akan tinggal di bawah satu atap mulai sekarang!"

Mengerikan. Tidak ada dalam hidupku yang terasa lebih ditampilkan dan palsu dari ini. Pilihan kata-katanya sangat buruk, dia bahkan menggigit lidahnya, dan wajahnya yang sombong hanya menyakitkan untuk dilihat.

“Aku sangat senang atas sambutan hangatnya ~ Ini, ada beberapa bingkisan!”

“Bukankah itu ham mentah?Hebat, ayo kita pesta ham nanti!”

… Yah, bagaimanapun juga mereka adalah pasangan yang cocok. Akiko-san bahkan tidak repot-repot mengambil febreeze di tangannya, dan dia secara alami menerima segunung barang seperti itu bukan apa-apa.

“Hei, Asamura-kun.”

“Hm?”

“Aku ingin melihat kamarku. Bisakah kamu membawaku ke sana?”

“A-Ah, tentu.”

Ayase-san dan aku meninggalkan bagasi dan tas belanjaan di ruang tamu, menuju ke kamar barunya.

Ini dia.

“Huh, jadi di sini…”

“Aku memang menyiapkan gorden dan tempat tidur, tapi aku tidak tahu warna apa yang kau sukai untuk seprai, jadi kalau kau ingin menggantinya, silakan. Aku menyimpan mejanya di sisi jendela tapi kalai kau ingin memindahkannya, beri tahu saja aku.”

"Terima kasih. Kamu benar-benar mempersiapkan segalanya… Ohh." Dia dengan cepat berjalan melewatiku, berjalan ke tengah ruangan.

Nadanya agak acuh tak acuh, tapi matanya dipenuhi rasa ingin tahu, seperti kucing yang berjalan-jalan di malam hari. Di depanku berdiri seorang gadis normal sekarang. Ditambah dengan gaya rambut dan pakaiannya, aku tidak bisa tidak mengagumi kecantikannya lagi. Entah itu sampo, parfum, feromon, atau bahkan imajinasi perjaka sepertiku, aroma manis memenuhi ruangan yang belum pernah ada sebelumnya.

“Ini pasti besar.” Gadis itu berbalik.

"Mungkin. Kupikir itu cukup normal."

"Kami sebelumnya tinggal di apartemen yang rusak. Satu ruangan dengan enam tikar tatami [2] , dan aku bahkan tidak punya kamar sendiri."

“Jadi, kalian punya futon, dan tidur di kamar yang sama… ya?”

Masuk akal kenapa perabotan mereka cukup baru.

"Enggak juga. Saat aku tidur, aku bisa memonopoli kamar untuk diriku sendiri. Saat itu, Ibu sibuk dengan pekerjaan di malam hari, jadi ritme gaya hidup kami bisa dibilang kebalikannya."

"Kurasa itu pasti jauh lebih mudah daripada tiba-tiba hidup dengan dua pria ... maafkan aku."

“… Tidak apa-apa, tapi satu ada hal…”

"Apa itu?"

"Itu..."

“Eh?”

“Kenapa kamu berbicara begitu sopan? Tentu saja, jika itu kepercayaan pribadi atau semacamnya, maka tidak masalah."

Aku bukan bagian dari sekte yang mencurigakan, oke. Aku baru saja menerima aturan masyarakat untuk menggunakan ucapan sopan terhadap orang yang hampir tidak kutemui, karena hal ini telah terukir di benakku secara tidak sadar saat lahir.

“Bahkan kalau kau menanyakan alasanku…”

"Kita seumuran, jadi kenapa tidak membuatnya lebih santai?Aku tidak ingin kamu menjadi penuh perhatian atau apapun."

“Aku melakukannya persis karena kita seumuran…”

"Huh? Bukankah aneh bersikap sangat sopan terhadap teman sekelas atau temanmu?"

Itu hanyalah logika dari yang kuat, itu tidak berhasil untukku.

Kau harus ingat bahwa, dalam 17 tahun hidupku, aku hampir tidak pernah berhubungan dengan seorang gadis. Apalagi dengan tipe mencolok seperti Ayase-san. Dia membuatnya terdengar sangat sederhana, tapi untuk seseorang dengan prasyarat seperti milikku, itu bukanlah rintangan yang mudah untuk diatasi.

"Benarkah? Yah, aku tidak akan memberitahumu apa yang harus dilakukan, Asamura-kun. Aku hanya tidak ingin kamu terlalu perhatian padaku."

"Sebenarnya aku tidak berencana melakukannya ... Ahh." Di tengah kalimatku, aku memikirkan sesuatu.

Kami berjanji satu sama lain untuk tidak mengharapkan orang lain. Itu terjadi di hari pertama aku dan Ayase-san bertemu. Aku memikirkan arti itu, dan bertanya pada gadis itu.

“Kurasa akan lebih baik untuk mengkonfirmasi itu segera, tapi… Apa kau lebih suka aku berhenti berbicara begitu sopan?”

“Sejujurnya, itu akan membuatku lebih rileks. Aku bukan orang penting yang pantas dihormati juga."

"Baiklah, kalau begitu aku akan menghentikannya." Aku mengangkat bahu, seperti yang kubilang.

Ayase-san terbuka lebar karena terkejut.

“Cepat sekali.”

"Yah, memperlakukanmu seperti teman selama bertahun-tahun tidak mungkin, tapi karena kau memintanya. Lagian itu lebih nyaman untukku juga."

"Begitu. Seperti yang kupikirkan." Ayase-san tersenyum.

Biasanya, nada dan ekspresinya selalu datar dan cukup dingin, tapi untuk pertama kalinya aku merasa bisa melihat sisi lembutnya.

“Sangat membantu kalau kita bisa 'menyesuaikan' dengan mudah.”

"'Menyesuaikan', ya. Itu salah satu cara untuk mengungkapkannya."

Ini hal pertama yang kulakukan dengan Ayase-san. Pertama, Ayase-san mempertimbangkan gagasan bahwa aku mungkin bagian dari kelompok agama yang hanya menggunakan bahasa sopan, dan menawarkanku untuk membatalkannya karena dia tidak membutuhkannya. Kemudian, aku menyadari bahwa itu adalah keinginannya bagiku untuk tidak berbicara dengan begitu sopan, dan saat aku memberikan jawaban, dia tampak lega dan bahagia.

Apakah ini percakapan dan komunikasi normal yang bisa kau temukan di mana saja? Aku tidak tahu. Tapi bagiku, dari pandangan pribadiku, ini adalah pertama kalinya 'penyesuaian' seperti itu terjadi. Dalam kebanyakan kasus, orang yang kau ajak bicara meminta pengertian dan simpati.

Kalau kau tidak menjelaskannya, maka kau tidak bisa memahami perasaanmu! Kenapa kau tidak mengerti saat kau mengatakan ini, kau membuatku marah! —Dan seterusnya. Meskipun kau tidak bisa mengintip ke dalam otak orang lain, mereka semua meminta hal yang mustahil. Karena itu, kenapa tidak mengungkapkan IDmu dari awal?

Kalau kau mengatakan ini dan itu, kau akan membuatku marah. Aku menghargai ini dan itu. Begitu, maka mari kita lakukan seperti ini — Jangan berharap orang lain memahamimu, dan cari informasi yang dapat menyelesaikan masalah.

"Andai saja seluruh umat manusia bisa sesantai ini dan terus terang dengan orang lain. Sama sepertimu dan aku, Asamura-kun."

"Kau bisa mengatakannya lagi."

Aku tidak mengerti kenapa kau tidak menyukai bahasa sopan. Tapi, selama aku tahu dia merasa seperti itu, aku bisa menyesuaikan, dan membuatnya lebih nyaman. Ini sangat impersonal, dan mekanis. Jika semua umat manusia secara jujur ​​menyesuaikan perasaan satu sama lain, dunia akan menjadi tempat yang lebih baik, tapi sayangnya masyarakat tidak bekerja seperti itu.

"Saat aku mendekati teman-temanku di sekolah dengan sikap seperti itu, mereka hanya menertawakanku dengan 'Apa itu, beberapa kontrak?', Dan mengabaikannya."

"Kedengarannya kasar."

"Ya. Itulah kenapa aku memutuskan hubungan dengan semuanya kecuali satu."

“Ohh… aktingnya lumayan.”

Tidak bisa menilai apakah dia berani atau hanya acuh tak acuh, sungguh. Tapi, melihatnya memberitahuku sambil tersenyum memberinya rasa kredibilitas yang aneh.

“Aku hanya memotong orang yang benar-benar layak mendapatkannya, atau tidak penting. Buang-buang waktu berurusan dengan orang yang tidak kukenal kapan aku bisa menginjak ranjau darat, dan membuat mereka marah kepadaku.”

“Memang… Berbicara tentang buang-buang waktu, hanya berdiri di sekitar sini tidak akan menyelesaikan apapun. Haruskah aku membantumu dengan barang-barangmu?”

"Kamu baik sekali."

"Membuat hutang lebih awal akan membantuku dalam jangka panjang. Ini sama-sama menguntungkan bagiku."

“Hmm, pintar sekali.”

“Jangan menggodaku seperti itu…”

“Aku mencoba untuk memujimu. Nah, apa yang harus kuminta darimmu untuk membantuku…" Ayase-san melihat sekeliling ruangan, mencari sesuatu. “Pertama, aku ingin menyimpan beberapa barang. Apa kamu punya pemotong?”

"Tentu ada". Aku segera kembali ke kamarku sendiri, mengambil pemotong, dan berjalan menuju kotak kardus yang dia tunjuk.

“Ah, berikan saja padaku, aku akan melakukannya sendiri.”

“Jangan khawatir, sudah kubilang aku akan membantu.”

"Tidak, bukan itu masalahnya. Di sana-"

Aku mendengar suara Ayase-san di belakangku, tapi tanganku sudah bergerak untuk membuka rekaman itu. Setelah itu, kardus itu terbuka perlahan, memperlihatkan kain putih. Saat itu juga, aku menyesal tidak mendengarkan kata-kata Ayase-san.

“—Adalah pakaianku.”

"Aku benar-benar berharap kau akan memberitahuku lebih cepat!" Aku memunggungi objek yang telah kulihat, dan dengan panik mengambil jarak.

Tentu saja, Ayase-san langsung tertawa menghadapi reaksi seperti itu.

"Ahaha, kamu tidak harus memperlakukan mereka seperti benda terkutuk. Itu menyakitkan, kamu tahu?"

"Racun untuk mata, seperti yang dikatakan kebanyakan orang, kan? Untuk laki-laki seusiaku, ini adalah racun harfiah, dalam banyak hal."

“Cuma kalau aku memakainya sedetik yang lalu. Setelah melalui cucian, ini pada dasarnya sama dengan sapu tangan, bukan.”

"Kumohon, jangan membahasnya lebih jauh dari ini."

Walaupun aku tahu benda yang dia lambaikan hanyalah kain putih, itu tetap membuatku merasa aneh. Kupikir kita berdua relatif pada level yang sama dalam hal nilai-nilai kami dalam hubungan antarmanusia, tapi kurasa ada keretakan yang menentukan di antara kami.

"Aku akan mengambil pakaian dalamku, jadi bisakah kamu meletakkan seragamku di gantungan?"

"Aku merasa seragam itu cukup merangsang."

"Jangan terlalu heboh, oke. Tidak ada lagi yang bisa kau bantu. Abaikan itu, dan bekerjalah."

"Y-Ya, tenanglah diriku. Selow dan woles." Aku terus menerus berkata pada diriku sendiri, dan meraih seragamnya.

Sebuah kemeja, rok, kardigan, dan semua ini terasa lembut sampai tingkat yang membuatku semakin sadar.

"Huh?" Tanganku terhenti.

Dasi seragam sekolah berwarna hijau daun memasuki bidang pandangku, dan aku diserang oleh perasaan deja-vu.

“Ini… Ayase-san, apa kau dari Suisei?”

“Yup, benar. Apa kamu kaget melihat gadis mencolok sepertiku bersekolah di sekolah tingkat atas seperti itu?”

“Bukan itu yang membuatku terkejut… Aku juga seorang murid di Suisei.”

SMA Suisei. Salah satu dari banyak sekolah di distrik Shibuya, serta sekolah dengan tingkat kemajuan tertinggi menuju universitas yang lebih tinggi, dipenuhi dengan siswa berprestasi. Ketat dalam belajar, selama kau berhasil menjaga nilaimu cukup tinggi, kau menerima izin bahkan untuk bekerja paruh waktu, dan karena fleksibilitas ini, aku memilih sekolah ini.

Tidak disangka adik perempuan yang kebetulan kudapatkan setelah ayahku menikah lagi ternyata seumuran denganku, dan bahkan bersekolah di sekolah yang sama persis denganku. Enak tenan lho? Satu-satunya anugrah dalam semua itu adalah kenyataan bahwa dia tidak sekelas denganku. Betapa canggungnya jadinya jika itu masalahnya.

Aku penasaran seperti apa reaksi Ayase-san, dan ternyata, dia seperti sedang melamun tentang sesuatu.

“Jadi Asamura-kun berasal dari Suisei juga… Hmm…”

“… Aku agak merasa tidak enak. Orang tuaku tidak pernah benar-benar mengatakan apa pun."

"Tidak apa-apa. Ibuku juga sama. Tidak perlu meminta maaf."

"Tapi pasti canggung, kan? Aku akan mencoba bersikap seolah kita tidak mengenal satu sama lain di sekolah."

"Hah? Tidak, aku baik-baik saja dengan itu. Maksudku, kalau kamu lebih nyaman dengan itu.. lupakan."

"Apa yang kau-"

Kata-kataku terputus karena smartphoneku yang berdengung di saku. Aku bertanya-tanya siapa yang akan meneleponku pada saat seperti ini, tetapi itu menunjukkan 'Kerja' di layar.

“Emm, angkatkah. Aku tidak ingin menahanmu di sini atau apa pun. Aku juga tidak keberatan jika itu ada di depanku."

“Kita benar-benar rukun, ya.” Aku berkata begitu, menghargai kata-katanya dari lubuk hatiku, dan melangkah keluar ruangan, menerima panggilan itu.

Karena pada saat seperti ini, kupikir itu karena ada kekosongan di shift kerja kami, dan mereka membutuhkanku untuk membantu. Faktanya, memang seperti itulah, jadi aku bertindak seperti pria Ya yang biasa, dan setuju.

Setelah memutuskan panggilan dan kembali ke kamar, Ayase-san fokus pada pekerjaannya sendiri untuk menyimpan barang-barangnya, hanya perlahan berbalik ke arahku.

"Apa yang mereka katakan?" Dia bertanya, dengan acuh tak acuh.

“Mereka membutuhkanku di tempat kerja. Maaf, aku tidak bisa tinggal dan membantu.”

"Tidak apa-apa, ini seharusnya pekerjaanku."

Karena ini adalah situasi yang mendesak, Ayase-san tidak menunjukkan tanda-tanda terganggu. Meskipun dia seorang gadis seusiaku, cantik, dan berpenampilan seperti seorang gadis, seseorang yang pasti akan sulit bagiku untuk berbicara, alasan kenapa aku bisa menjaga percakapan yang begitu tenang saat ini mungkin karena suasananya yang tenang, dan sangat sikap yang canggih. Dia tidak merasa seperti gadis seusiaku, tapi lebih seperti orang dewasa.

“Kalau begitu, aku pergi.”

“Yup, hati-hati.”

Dengan perpisahan yang datar, dia kembali ke pekerjaannya. Pemandangannya tidak bisa jauh dari apa yang orang bayangkan ketika mereka mendengar 'adik perempuan'. Namun, bagiku, ini adalah alasan untuk merasa lega, memungkinkanku meninggalkan ruangan tanpa perasaan yang rumit.

Toko buku itu terletak di dekat stasiun kereta Shibuya. Melangkah keluar dari pintu keluar Hachikou, berjalan melintasi persimpangan berebut dengan berbagai turis dan pengguna YouTube yang merekam diri mereka sendiri dan mengambil gambar di sisimu, itu lurus di depanmu. Dengan semua iklan game seluler yang terdengar di sekitarmu, begitu kau masuk ke dalam gedung delapan lantai, di sanalah aku bekerja, sebagai karyawan toko buku.

Aku selalu menyukai buku sejak aku masih kecil, baik itu sastra anak-anak atau semacamnya dari luar negeri, aku mencoba hampir semua genre yang ada. Aku tidak hanya membacanya, aku juga mengonsumsi buku. Aku menggigitnya, sampai aku mencernanya. Itu sebabnya, bekerja di tempat seperti itu, dengan segala jenis rilisan baru di sekitarku, bagaikan surga.

Buku itu bagus. Buku menunjukkan kepadamu segala macam kehidupan orang lain. Ini menawarkan pengalaman yang Asamura Yuuta biasanya tidak akan pernah bisa rasakan. Tentu saja, ini bukan hanya cerita. Ada otobiografi, dan buku bisnis juga. Dengan membaca banyak buku, pengetahuan dan pengalaman memenuhi kepalamu, memberikan dampak terhadapnya.

Kesempitan pikiran, keserakahan dan kesombongan yang berlebihan, narsisme. Melalui membaca buku, dan pengetahuan meta yang kau peroleh, kau bisa menghindari penderitaan dari ciri-ciri kepribadian yang memalukan ini, dan mungkin itulah caraku melakukannya juga; Terima kasih untuk buku.

Otak orang dewasa rata-rata memiliki berat sekitar 1400g. Kau akan berpikir bahwa ini cukup untuk memberi ruang bagi akal sehat, namun itu tidak terjadi pada kebanyakan orang, yang sejujurnya membuatku takut untuk memikirkannya.

Jika aku tidak membaca buku manapun, aku bisa menjadi seperti mereka juga.....

8 malam di malam hari. Aku mulai bekerja sekitar pukul 6 sore, dan dua jam ini berlalu sangat cepat setelah menghadapi badai pelanggan akhir pekan yang biasa. Pada saat jumlah pelanggan berkurang, dan kupikir aku akhirnya bisa mengambil napas, hanya fokus pada memperbaiki sampul buku di kasir, aku disela oleh pemandangan 'semacam itu'.

"Woah, Nona kau, seperti, benar-benar tipeku. Sekilas aku jatuh cinta padamu."

“Apa Anda sedang mencari buku?”

“Eh, kenapa kau bisa semanis ini? Bagaimana kalau kita pergi makan setelah pekerjaanmu selesai? Kapan kau selesai?”

"Saya tidak ingat nama seperti itu, bisakah Anda memberiku beberapa detail lebih lanjutnya?"

“Apa yang kau bicarakan, lol. Kau sangat lucu, haha.”

Pria tipe nakal yang mencolok berusaha sangat keras untuk mengoda karyawan wanita. Dia bahkan tidak menangkap ironi gadis itu, tidak menyusut sama sekali. Ini adalah pemandangan yang familiar di Shibuya, tapi melihatnya terjadi di toko sungguhan, belum lagi dengan ganas, adalah pemandangan yang langka.

Yang diambil adalah contoh sempurna dari seorang Yamato Nadeshiko [3] dengan rambut hitam panjang. Seorang gadis sastra, murni dan sopan — menambahkan gagasan tentang itu pada penampilannya yang cantik dan aroma manis yang melayang di sekelilingnya, dia jelas berada pada tingkatan yang berbeda dari gadis pada umumnya. Bahkan selama upaya penjemputan (sejujurnya sangat buruk) ini, dia tetap tersenyum lembut, tidak goyah sedikit pun. Itu adalah layanan pelanggan yang sempurna. Namun, matanya tidak tersenyum sama sekali.

Aku benar-benar tidak ingin ada masalah, tapi…

Dengan pemikiran ini, aku menuju ke sumber kebisingan, pengikat, dan daftar di tangan.

“Yomiuri-san, aku butuh bantuanmu...”

“Ah, ya! Apa itu?"

"Tentang daftar pendatang baru. Aku tidak tahu cara memeriksanya dengan informasi dari PC."

"…! Oke, aku akan segera ke sana."

"Apa, hei!"

Gadis itu sepertinya mengerti apa yang kumainkan, dan berjalan menjauh dari tempat itu, meninggalkan seorang pria yang bingung. Dia mencoba meraih pergelangan tangan rampingnya, tapi hanya mengenai pengikat di tanganku.

“Apa kau punya urusan lagi dengan Yomiuri-sanku?”

“Eh?”

Tentu saja, kami tidak berada dalam hubungan seperti itu. Ini hanya tindakan untuk membuat pria itu menyerah. Setelah membeku dengan mulut terbuka, pria tersebut bertepuk tangan, dan tiba-tiba menunduk meminta maaf.

“Aku tidak begitu baik dalam hal membaca suasana hati, jadi tentang itu! Masuk akal kalau wanita cantik seperti dia punya pacar, oke."

“Eh. Ah, baiklah.”

Sejujurnya, aku bingung. Menilai dari semua tipe berandalan yang kuketahui, kupikir dia akan menjadi agresif, menghina kami, atau semacamnya, tapi sebenarnya dia menarik diri dengan cukup mudah. Kemudian, mungkin saja dia....

"Tapi, lebih baik kau menghargainya. Berbahagial" Dia meninggalkan beberapa kata penyemangat, dan keluar dari toko.

Sekarang setelah kebisingan itu hilang, keheningan kembali ke toko. Menyadari bahwa kami telah menarik perhatian dari pelanggan lain, aku mencoba menyembunyikan telingaku yang memerah, menunduk, dan kembali ke mesin kasir.

"Terima kasih, Kouhai-kun. Kamu benar-benar membantuku tadi. Lalu, jika pria itu akan menyerah semudah ini, kenapa dia bahkan sekeras ini untuk memulai dengan… Benar, Pacar-kun tersayang?"

"Tolong hentikan itu."

"Jangankan sehari, cinta kita hanya bertahan sebentar? Sedihnya."

Saat hanya ada kami berdua, senyum layanan pelanggannya telah menghilang entah kemana, dan dia hanya menjulurkan lidahnya dengan seringai menggoda. Dia memasang papan namanya di antara giginya, lalu meletakkannya di sisi kanan seragamnya. Di sana, aku bisa membaca nama 'Yomiuri Shiori'.

“Bukankah kita seharusnya menyimpan papan nama itu selama jam kerja kita?”

“Ini pendekatan ad hoc.” Yomiuri-senpai meletakkan satu jari di bibirnya, mengedipkan mata padaku, seperti dia menyuruhku merahasiakannya. “Aturan ada untuk menjaga agar organisasi berjalan lancar, bukan? Jika dia menyebarkan namaku kepada orang lain, kita akan segera memiliki banyak orang seperti dia." (Tln: Ad hoc adalah sebuah istilah dari bahasa latin yang populer dipakai dalam bidang keorganisasian atau penelitian. Istilah ini memiliki arti "dibentuk atau dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja" atau sesuatu yang "diimprovisasi")

Itu masuk akal.

Dia jelas bukan tipe orang yang akan membiarkan orang lain bermain dengannya. Sejujurnya, kupikir kreativitas dan pemikiran bijak ini adalah pesona terbesarnya, tapi aku rasa kebanyakan pria di dunia ini tampaknya tidak setuju denganku.

“Itu yang ketiga kalinya bulan ini, ya.”

"Ini baru tanggal 7, jadi kita berada pada kecepatan setiap dua hari sekali."

“Dan ketiga kalinya saat sedang bekerja. Bagaimana aku bisa fokus seperti ini?” Yomiuri-senpai bersembunyi dari mata pelanggan di belakang kasir, mendesah kalah.

“Kalau saja mereka berhenti melakukannya di dalam toko. Setiap kali aku mencoba membantu, kau menggodaku tepat setelahnya… Lagian, aku sudah terbiasa.”

“Seperti biasa, terima kasih banyak. Kamu benar-benar bisa diandalkan, Kouhai-kun.”

"... Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu merasa berhutang sesuatu padaku."

"Tidak apa-apa. Kamu banyak membantuku, jadi aku benar-benar berterima kasih."  Dia tertawa, dan menepuk pundakku.

Yomiuri-senpai mungkin tampak seperti Yamato Nadeshiko yang ramah dan sopan, tapi ketika hanya ada kami berdua selama shift, dia sering bercanda seperti itu, atau menggunakan nada yang cukup santai. Pada awalnya, aku agak tersesat karena jaraknya yang samar-samar, dan seringnya skinship, tapi begitu kau memahami bahwa begitulah karakternya bekerja, mudah untuk bergaul dengannya.

"Kau populer seperti biasa. Mungkin karena kau sangat cantik "

"Kouhai-kun… Kalau kamu terus memujiku seperti ini dengan santai, kamu mungkin akan berakhir seperti orang itu sekarang."

“Jangan menakut-nakutiku seperti itu, dong.”

"Yah, kurasa bukan karena penampilanku, bukankah hanya karena aku terlihat cukup santai dengan sedikit dorongan?"

"Terlihat cukup mudah ..." Karena cara ungkapannya yang langsung dan terus terang, aku kehilangan kata-kata.

Dia terlihat polos, tentu saja, tapi dia sudah dewasa, kurasa. Kota Shibuya ini memiliki apa yang bisa kau sebut sentuhan sesat, membuat orang seperti pria itu salah paham. Aku bisa membayangkan banyak pria di sini membidik seorang wanita yang tidak memiliki pengalaman dengan pria, yang bisa dimenangkan dengan sedikit dorongan. Belum lagi dia tidak pernah benar-benar menahan kata-katanya ...

"Nee, Kouhai-kun. Aku sudah mencium aroma wanita darimu selama ini. Apa kamu mendapatkan pacar atau sesuatu?"

Dia bahkan memiliki kecenderungan sedikit sadis.

“Jangan bercanda seperti itu, tolong… Tapi, apa aku benar-benar baunya sebanyak itu?”

"Penuh dengan bau busuk. Berapa jam kamu bermain-main untuk mengumpulkan aroma yang intens?"

“Biarkan aku pergi lebih awal. Aku akan pulang dan mandi.”

“Ahhh, aku hanya bercanda. Jangan tinggalkan aku sendiriii ~ ”

Aku mengambil bau dari pakaianku, dan berpura-pura berjalan pulang, ketika Yomiuri-senpai memelukku. Saat ini, hanya dia dan aku yang bekerja. Meskipun kami berhasil melewati puncak badai, meminta dia melakukan sisanya terlalu kejam. Karena itu, aku hanya bermain-main untuk memulai, dan tidak pernah benar-benar bermaksud untuk pulang.

"Itu, karena kamu memberitahuku sebelumnya, jadi aku penasaran."

“Ahhh…”

Sekarang setelah dia menyebutkannya, aku sebenarnya meminta beberapa nasihat darinya. Setelah aku mengetahui bahwa adik perempuanku sebenarnya adalah seorang gadis seusiaku, aku tidak yakin bagaimana cara memperlakukannya, dan sikap seperti apa yang harus kuambil. Karena Yomiuri-senpai adalah satu-satunya gadis di sekitarku yang bisa aku ajak bicara dengan mudah, aku meminta beberapa tips darinya. Tentu saja, aku diejek, diolok-olok, dan tidak mendapatkan informasi yang berguna.

'Aku tidak bisa banyak bicara hanya mengetahui bahwa itu perempuan. Setiap orang memiliki kepribadian, hobi, dan nilai yang berbeda.'

Itu adalah pendapatnya, dan itu sangat masuk akal bagiku, jadi aku tidak bisa mengeluh sama sekali.

"Dan, bagaimana dia? Imut?"

"Maksudku, aku merasa tidak nyaman melihatnya seperti itu."

"Aku tahu kalau kamu bukan tipe agresif yang akan senang dengan situasi seperti itu. Aku berbicara dari sudut pandang tujuanmu."

“… Menurutku dia cantik, ya.” aku menjawab dengan jujur.

Aku merasa sulit untuk mengatakan itu. Bagaimanapun, dia akan menjadi keluargaku mulai hari ini, jadi ketika aku melihatnya dengan cara yang obyektif, rasa bersalah memenuhi dadaku, membuatku merasa tidak nyaman. Dalam hal hubungan antarmanusia, dia adalah seseorang yang berbagi banyak pemikiran denganku, tapi dia adalah anggota dari dunia yang tidak pernah terpikir akan kutemui.

Dia memiliki gaya yang hebat, memiliki wajah yang imut namun menawan, rambut pirang yang indah, dan pakaian serta aksesoris yang dia kenakan dengan sempurna melengkapi penampilannya. Dia jelas berbeda dari karakter latar sepertiku, seseorang yang berdiri di bawah sinar matahari. Daripada merasa senang dengan pujian apa pun yang bisa kuberikan padanya, dia mungkin hanya menganggapnya menjijikkan.

“Fiuh, hidup bersama dengan kecantikan seperti itu, kamu beruntung.”

"Tidak akan ada yang terjadi."

"Tidak akan ada yang terjadi?"

"Bisakah kau tidak membuat lelucon kotor seperti itu? Itu adalah kebiasaanmu yang sangat buruk."

“Aku selalu bersekolah di sekolah khusus perempuan sepanjang waktu, jadi mau bagaimana lagi.”

“Evaluasiku terhadap sekolah khusus perempuan menurun…”

"Itu kebenaran."

“… Serius?”

"Yah, terserah kamu untuk percaya atau tidak… kau tahu?" Dia berbicara seperti dia sedang berbicara tentang legenda urban, memberiku kedipan.

Di dalam kepalaku, aku memilih yang terakhir. Aku ingin menjaga citraku tentang romansa yuri yang berkembang di sekolah khusus perempuan.

"Yah, aku juga laki-laki, jadi aku mendapatkan pikiran seperti itu muncul di belakang kepalaku. Tapi, sejujurnya, aku bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan semua pikiran jahat ini."

"Hmmm?"

"Pikiran tentang itu. Aku tinggal satu atap dengan seseorang seusiaku, dan jenis kelamin berbeda. Ini terlalu rumit bagiku, yang tidak pernah mengalami kontak seperti ini sebelumnya."

"Jadi aku bahkan bukan seorang gadis di matamu?"

“Lagipula kau adalah pria sejati.”

“Ahahah! Heeeey, bukankah itu terlalu kejam! Maksudku, aku bisa melihat dari mana asalmu, tapi!”

“Kau seperti seorang teman, atau Senior yang dapat diandalkan.”

Dia selalu membuat lelucon kotor juga ...

"Ahahaha… haaaah… Fiuh… Baiklah, aku mengerti. Dari percakapan barusan, aku menemukan bahwa keahlianmu dalam menangani perempuan sangat buruk."

“… Aku akan menahan diri dari komentar apa pun.”

Orang sepertiku tidak bisa melakukan apapun untuk memulai...

“Sejujurnya, aku bingung. Sikap seperti apa yang cocok untuk kami sebagai saudara? Bagimana caranya aku menaruh perhatian padanya? Kekhawatiran ini memenuhi kepalaku, aku bahkan tidak punya waktu untuk menikmati situasi ini."

"Bertingkahlah seperti biasanya, Kouhai-kun."

"Apa aku tidak akan dibenci karena ini?"

“Ap kamu membenci perilaku bawaanku?”

"…Enggak juga."

"Lihat!"

“Tapi, kau cantik juga, Yomiuri-senpai… Sikap biasamu dan aku bahkan tidak bisa dibandingkan.”

“Itu adalah evaluasi diri yang mengerikan yang kamu dapatkan di sana. Aku sebenarnya sangat menyukaimu, Kouhai-kun. ”

“Tapi, kau aneh, Yomiuri-senpai…”

“Hei sekarang, kamu menggunakan kata-kata yang benar-benar berlawanan dengan sikap yang sama di sana. Tapi, aku suka itu. Terasa sangat artistik."

"Itu yang kumaksud."

Di tengah percakapan, wajahnya berubah menjadi kritikus, saat dia mengangguk pada dirinya sendiri. Menurutnya, sebagai gadis sastra, ia terus mencari retorika indah dalam percakapan sehari-harinya. Aku tidak mengerti bagaimana ini berhubungan dengan dia menarik beberapa lelucon lama di siang hari, tapi aku menelan keraguan itu.

Saat aku merasa sedikit kalah pada gagasan bahwa beberapa pria paruh baya sedang tidur di dalam wanita cantik kesusastraan seperti dia, Yomiruri-senpai berjalan pergi ke 'Kanan', hanya untuk kembali dengan sebuah buku di tangan.

"Ini dia, aku merekomendasikan ini."

“'Ilmu Pria dan Wanita'?”

“Ini adalah penelitian psikologis yang dimasukkan ke dalam data dan saran tentang bagaimana bergaul dengan orang lain — terutama ketika mereka adalah anggota dari lawan jenis. Ini akan menjadi referensi yang bagus, bukan?”

“Kedengarannya menarik setidaknya.”

Aku dengan cepat membalik-balik halaman buku itu, dan berkata begitu. Hanya dengan melihat isinya, aku menyadari bahwa buku ini pasti akan sangat membantuku.

Menurutnya, kau perlu memahami orang lain. Setelah itu, kau perlu memahami diri sendiri. Untuk mencapai itu, kau perlu mendapatkan pandangan objektif tentang dirimu. Aku pernah membaca sesuatu yang serupa di buku lain sebelumnya. Itulah mengapa aku mulai bekerja untuk melihat diriku secara objektif, dan ini bukanlah sesuatu yang sama sekali baru bagiku. Namun, ada satu bagian dari isi buku ini yang sangat menarik perhatianku.

"Kalu kau ingin menjadi lebih baik dalam mempersepsikan dirimu secara objektif, mulailah menulis buku harian!"

Itu adalah metode yang bisa kugunakan secepatnya. Hanya dari membaca itu, aku merasa tertarik. Yomiuri-senpai rupanya menangkapnya, dan menunjukkan seringai succubus.

"Aku akan memberitahumu, aku menguji efek dari buku itu, dan anak laki-laki melakukannya mengerjakan pekerjaan Tuhan."

"Kau pernah menggunakannya sebelumnya?"

“Banyak kredibilitas, bukan?Maksudku, kamu dan aku berteman baik.”

“Ya, itu cukup meyakinkan.”

Satu realisasi berarti lebih dari seratus pengurangan. Daripada beberapa nasehat orang gendut tentang diet, kau lebih suka percaya mantan gendut yang menjalani pelatihan ketat dan rencana kebugaran. Alhasil, aku memutuskan untuk membeli buku tersebut.

Setelah shift kerjaku berakhir, setelah selesai mengganti seragam, aku membeli buku dari Yomiuri-senpai, yang shiftnya berlangsung sampai tengah malam. Beda denganku, anak SMA yang hanya diizinkan bekerja sampai jam 10 malam, dia masih dikurung di sana. Aku menerima buku itu darinya, memasukkannya ke dalam tasku, dan tepat saat aku akan pergi, aku berbalik lagi.

"Jika seseorang seperti sebelumnya mencoba untuk mendatangimu lagi, hubungi aku kapanpun. Sepedaku selalu siap siaga."

Untuk sesaat, Yomiuri-senpai tampak bingung. Ekspresi itu bagaimanapun berubah dengan cepat, saat dia menunjukkan seringai bahagia.

"Wow ~ Kalau begitu, aku akan memanggilmu, lalu polisi."

“Tolong buat sebaliknya.”

Kalau kau akan memanggil polisi sejak awal, maka jangan repot-repot menghubungi Kouhai-kunmu.

Saat aku sampai di rumah di tempat parkir apartemenku, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dalam perjalanan pulang, aku menyeimbangkan sepeda dengan satu tangan, sambil mencari aplikasi yang bisa kugunakan untuk membuat buku harian, itulah sebabnya pengunduhan memakan waktu lebih lama dari biasanya. Aku menghentikan perjalananku di ruang sepeda, naik ke lantai tiga dengan lift, ketika aku diserang oleh rasa bersalah lagi.

Biasanya, aku baru pulang pada waktu senggangku, tapi aku tidak ingat memberi tahu Akiko-san atau Ayase-san tentang berapa lama aku akan keluar untuk pekerjaan paruh waktu. Aku berharap orang tuaku memberi mereka penjelasan yang tepat, tapi aku tidak bisa mengharapkan itu.

Mengingat kemungkinan keluargaku sudah tidur, aku dengan hati-hati membuka pintu, dan menuju ke ruang tamu sepelan mungkin. Aku bisa melihat cahaya menyala melalui pintu kaca yang tertutup embun, jadi ada seseorang yang masih bangun. Merasa tubuhku tegang, aku menuju ke dalam. Ternyata, Ayase-san sedang duduk sendirian di sofa.

Kupikir itu cokelat panas atau semacamnya, karena uap samar keluar dari cangkir yang dipegangnya. Dia melihat ponselnya, tanpa ekspresi, mungkin sedang membuka medsos atau mengirim pesan kepada beberapa orang. Teman? Pacar? Menjadi gadis cantik, dan mudah diajak bicara, kedengarannya sangat mungkin.

"Aku pulang."

"Eh? Ah, ya." Dia mendongak ke arahku, memberiku reaksi yang sedikit bingung.

Daripada menjadi tidak jelas, sepertinya dia terkejut, tidak yakin harus berkata apa. Seperti orang asing yang baru saja menanyakan arah ke daerah yang tidak terlalu dia kenal.

“… Ayase-san?”

"Maaf, aku tidak terbiasa mendengarnya, jadi aku tidak tahu bagaimana menanggapinya."

"Ahh… benar. Karena kau menjalani gaya hidup yang sangat berbeda."

Dia menyebutkan bahwa karena Akiko-san selalu bekerja di malam hari, waktu tidur mereka tidak pernah cocok, ya. Ketika aku pertama kali mendengar itu, aku hanya berpikir 'Kurasa keluarga seperti itu juga ada', tapi menyadari apa arti sebenarnya sekarang, aku merasakan dadaku menegang.

“Untuk apa ekspresi serius itu?” Ayase-san menunjukkan tawa masam.

Sepertinya pikiran batinku benar-benar terlihat di wajahku.

"Tidak apa-apa. Aku tidak diperlakukan dengan buruk atau apa pun. Dia pulang ketika aku pergi ke sekolah, tidur dan menyelesaikan bisnis apa pun yang dia miliki, dan saat aku pulang, dia pergi bekerja. Bagi kami, itu adalah rutinitas normal kami."

“Kau tampak cukup dekat meskipun begitu.”

“Bagaimanapun, kami adalah ibu dan anak. Hari ini, kami harus pergi berbelanja bersama setelah sekian lama, itu sangat menyenangkan.” Atau begitulah yang dia katakan, tapi suaranya tidak menawarkan intonasi khusus, tidak ada ekspresi di wajahnya.

Aku hanya mendengarkan alasannya, saat dia berbicara tentang masa lalu dengan nada yang sangat datar. Alasanku tidak merasakan kesepian darinya mungkin karena dia sudah terbiasa. Kita berbicara tentang orang tua tunggal, dan siswa sekolah menengah. Aku tahu aku bukan orang yang bisa berbicara, tapi secara pribadi aku tidak akan terlalu merasa tidak bisa melihat orang tuaku untuk sementara waktu.

Lebih penting lagi, sepertinya aku mengganggunya saat dia sibuk menelepon. Merasa menyedihkan, dan menyesal, aku ingin pergi dan bersembunyi di kamarku sendiri.

"Aku berpikir untuk mandi lalu pergi tidur ..."

"Silahkan. Aku baik-baik saja dengan menjadi yang terakhir. Aku selalu begadang."

"Baiklah," Gotcha.

Saat aku berjalan ke kamarku sendiri, bersiap untuk mandi, aku memikirkan kata-kata terakhir Ayase-san. Dia terbiasa dengan mandi terakhir. Dia juga baik-baik saja karena sering begadang. Maksudku, itu masuk akal kalau kau memikirkannya. Dia tidak akan menginginkan seorang anak laki-laki yang hampir tidak dia temui, apalagi harus tinggal bersama sekarang, menggunakan air mandi yang baru saja dia gunakan, dan dengan tidur terlebih dahulu, dia membuat dirinya tidak berdaya di hadapan seorang remaja laki-laki.

Biaklah, aku harus membereskan barang-barangku...

Memutuskan hal ini, aku hanya butuh 10 menit untuk mandi dari 30 menit seperti biasanya, dan aku menggunakan 20 menit lainnya untuk membersihkan bak mandi, mengisinya dengan air hangat. Aku belum benar-benar tahu bagaimana harus bersikap di sekitarnya, tapi paling tidak, aku ingin membuatnya semudah mungkin untuknya.

***

Hasilnya, meskipun kau mungkin mengharapkannya setelah membaca terlalu banyak romcom, tidak ada peristiwa yang mendebarkan dan mengasyikkan yang terjadi pada malam pertama kami tidur di bawah satu atap. Seperti yang telah kunyatakan dalam prolog cerita ini, kehidupan sehari-hari dengan saudara perempuan tiri sangat berbeda dari apa yang diperlihatkan dalam materi tersebut.

Meski begitu, bukannya aku tidak menyadari lawan jenis tidur dalam jarak beberapa meter yang sama denganku, itulah sebabnya aku sulit tidur.

Ketika aku bangun keesokan paginya, Ayase-san sudah menyiapkan semuanya sendiri, duduk di ruang tamu, jadi tidak ada acara menarik yang mendebarkan untuk ditemukan. Namun-

"Pagi. Tidur nyenyak?" Dia bertanya kepadaku.

"Begitulah, bagaimana denganmu?"

"Sama. Kamar mandinya bagus, terima kasih banyak."

—Aku bisa menangkap pesona Ayase-san sebagai manusia normal bahkan melalui percakapan yang begitu datar, dan meskipun mungkin tidak sama dengan semua percakapan fiksi itu, aku mendapati diriku berpikir bahwa hubungan ini juga tidak seburuk itu.


Catatan penerjemah:

1 Gabungan ruang tamu, ruang makan, dan kamar tidur

2 Sekitar 10 meter persegi

3 Contoh sempurna dari seorang istri Jepang, dengan rambut panjang yang indah, seorang ibu rumah tangga yang berbakti.



__________
0

Post a Comment

close