Malam hari..
Aku mendapat telepon dari Ayahku.
'Yo, bagaimana kabar kalian?'
Ayahku sedang tur di luar negeri. Jadi, kadang-kadang dia meneleponku untuk menanyakan keadaan Tsumugi.
"Jangan khawatir. Kami baik-baik saja bahkan tanpa Ayah.”
Aku bisa mengatakan ini tanpa merasa bersalah lebih dari sebelum aku terlibat dengan Takarai.
'Apa-apaan kau ini? Aku berharap kalian lebih merindukanku.'
Suara Ayahku terdengar tidak senang dan lega secara bersamaan.
'Kau sepertinya sedang bersenang-senang.'
“Mungkin karena rumahnya lebih luas tanpa orang besar?”
'Hou, lain kali aku pulang. Aku akan membawamu ke tempatku, dasar bocah sialan.'
Ayahku tertawa.
'Aku aedikit menghawatirkanmu. Tapi, sepertinya kau baik-baik saja. Kau terdengar jauh lebih baik dari sebelumnya.'
Ayah pasti menyadarinya.
Aku tergoda untuk memberitahunya tentang Takarai yang mungkin menjadi alasan mengapa aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Tapi, aku tidak bisa memaksa diriku untuk melakukannya melalui telepon, karena itu mungkin akan memberinya ide yang salah jika aku mengatakan kepadanya bahwa gadis dari kelasku sering datang ke rumah kami. Ayah akan kembali cepat atau lambat, dan aku bisa memberitahunya apa pun yang rumit saat itu.
"Yah, kenapa Ayah tidak pulang secepat mungkin untuk memastikan aku baik-baik saja?".
Dalam benak ayahku, dia pasti berpikir bahwa aku masih orang yang sama ketika aku mencoba bergaul dengan Tsumugi, sebagai kakak tirinya.
Aku yakin dia mengkhawatirkanku dan aku ingin meyakinkannya sesegera mungkin.
Itu berarti aku harus memberitahunya tentang Takarai, buakn?
Aku merasa malu, tetapi aku juga ingin Ayah tahu tentang Takarai.
'Santuy bro. Ntar gw bawahin oleh-oleh buat lu dan Tsumugi-chan.'
Aku menantikan suvenirnya dari ekspedisi, tetapi lebih dari itu, aku menantikan kepulangannya yang aman.
Tentu saja, aku tidak akan memberitahunya.
Aku tidak ingin membuatnya terbawa terlalu banyak.
|| Previous || Next Chapter ||
3 comments