Chapter 1 - Tiada Hal Lain Selain Menggemaskan Untuk Dia yang Tidak Berbicara
Pengingat:
【asik asik joss】: kata-kata Kurusu di tabletnya
(kang TL mantap
banget deh) : suara hati
orang lain yang dibaca oleh MC (Kaburagi)
Di awal bulan Februari, setelah ujian reguler selesai.
Aku dibawa ke UKS setelah merasa sakit kepala karena belajar terlalu keras untuk ujian. Jendela ruangan dibuka untuk ventilasi, dan angin sepoi-sepoi yang sejuk masuk, mengingatkanku pada dinginnya musim dingin.
"Istirahat saja. Kamu sepertinya belum tidur sama sekali."
Mengucapkannya dengan perasaan cemas, perawat sekolah, Saya-sensei (Mochizuki Sayaka) menempelkan dahinya ke dahiku dan menggulingkanku ke tempat tidur.
Dia mengangkat bahunya dan menghela nafas, dan aku bisa melihat sedikit kekhawatiran di matanya.
"Hahaha... Saya-sensei. Biarpun kau bilang begitu, aku harus banyak belajar sebelum ujian. Tidak mudah bagiku untuk mempertahankan nilai bagus tanpa usaha sekeras itu."
"Huft. Kami sebagai guru memang mengatakan bahwa tugas utama seorang siswa adalah belajar, tetapi bukankah kami selalu mengajari kalian untuk tidak memaksakan diri terlalu keras?"
"Tidak, tidak, aku sangat kuat, aku bahkan belum pingsan. Aku hanya sedikit pusing karena anemia."
"Meskipun hanya sedikit pusing dan anemia. Tidak jarang di dunia ini ada orang yang mati karena kelelahan..."
"Kata-katamu memiliki daya persuasif yang berbeda."
"Diam. Kamu seharusnya khawatir dengan tubuhmu sendiri."
"Jangan khawatir, aku baik-baik saja sekarang. Lihat ototku ini."
"......." (Mungkin sudah waktunya. Sepertinya membuatnya pingsan juga bisa bisa membuatnya tidur nyenyak.)
Aku tersentak dengan tatapannya yang marah dan tajam serta "suara"nya yang terdengar berbahaya.
Saat aku mencoba untuk menghindari tatapannya, dia meraih kepalaku dan memutarnya dengan paksa.
"Itu menyakitkan!"
"Lihat kesini, Kaburagi. Buka mulutmu yang kotor itu dan tunjukkan padaku."
"Aku tidak mengharapkan permainan semacam itu──."
"Jawabannya hanya ada ‘ya’ atau ‘ya, saya akan melakukannya’. Apakah kamu mengerti??"
"Pilihan jawaban yang bagus...ya. Jadi aku tidak punya hak untuk memveto pilihanmu!?"
[TN: Hak veto berarti adalah hak untuk membatalkan pilihan, atau bisa dijawab hak untuk tidak menjawab juga sih.]
Aku tidak punya pilihan selain membuka mulutku saat sensei mendesakku untuk melakukannya.
Sensei, yang telah mengeluarkan senter, menyorotkannya ke dalam mulutku dan mengamatinya dengan cermat.
"Masih agak merah. Sepertinya terlihat sedikit serak juga...hmmm. Resiko kurang tidur, sistem kekebalan melemah... yah, kurasa ini hanya selangkah lagi dari flu."
"Kalau begitu aku baik-baik saja kan ..."
"Aku akan bertanya, apakah kamu merasa mual atau sakit tenggorokan?"
Tatapan tajamnya diarahkan padaku.
Oh tidak. Ini adalah pertanda bahwa dia tidak akan membiarkanku pergi kecuali aku memberitahunya dengan jujur.
Aku tidak punya pilihan lain, sungguh. Aku menghela nafas dan menyerah lalu memutuskan untuk berbicara.
"Yah ... sepertinya aku benar-benar sakit kepala. Ya, mungkin saja ini karena masuk angin..."
"Masuk angin, huh..."
Meskipun dia tidak yakin, dia tampaknya telah menerima kenyataan bahwa itu benar, kemudian alisnya berkerut dan wajahnya muram.
Ini adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh keluargaku────kepalaku telah menangkap suara hati orang lain sejak diriku masih kecil.
Bahkan jika mereka bertanya kepadaku ‘mengapa?’, aku tidak tahu alasannya karena itu sudah terjadi sejak awal.
Sama seperti bernafas, seperti bayi yang mencoba berjalan dengan kedua kakinya, ini adalah bagian alami dari pertumbuhanku.
Tetapi ‘mendengar suara hati’ bukanlah suatu kemudahan bagiku untuk menangkap apa saja yang terjadi di sekitarku.
Itu hanya terdengar ketika terdapat ruang bagi seseorang untuk berpikir dalam hatinya, seperti saat ada keheningan atau jeda dalam percakapan yang mereka lakukan. Jadi, terkadang aku berada dalam ilusi seakan percakapan normal sedang berlangsung saat itu terjadi.
Di dalam mobil, terutama di kereta api, itu adalah neraka bagiku, karena orang-orang tidak banyak bicara tetapi suara batin mereka terdengar dimana-mana.
Apalagi di hari Senin, pikiran negatif para pekerja kantoran sangatlah kuat.
Yah, aku bahkan akan mendengar hal-hal yang tidak ingin aku dengar…jadi, memiliki kemampuan ini tidak sepenuhnya merupakan sesuatu yang baik.
Wajar bagi setiap manusia untuk memisahkan mana yang nyata dan mana yang tidak.
Ketika seseorang berbicara terus terang atau lisan, masalah bisa saja muncul, maka dari itu mereka akan menyimpan hal-hal seperti itu dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, suara-suara hati mereka tersebut, biasanya terdengar sangat buruk.
Misalnya, mereka mungkin mengatakan ‘Aku akan terus mencintaimu’ secara lisan, tetapi di dalam hati mereka berpikir ‘Ya setidaknya untuk saat ini’... Secara alami, jika seseorang mendengar suara seperti itu sepanjang hari, mereka mungkin akan mulai tidak percaya dengan orang lain dan berpikir, ‘Aku tidak akan berhubungan lagi dengannya’.
Namun, karena aku sudah terbiasa dengan gaya hidup ini, aku tidak lagi menganggapnya sebagai ketidaknyamanan atau hal yang menyedihkan.
Dengan mengetahui perasaan orang lain, berarti aku bisa bergaul dengan lebih baik dan lebih mudah. Aku dapat menilai apa yang tidak aku sukai dan apa yang ingin aku sampaikan kepada pihak lain. Dan sebaliknya, apa yang ingin disampaikan pihak lain kepadaku dapat langsung ku baca, jadi mudah bagiku untuk memenuhi keinginan mereka.
Aku terkadang merasa sakit kepala karena terlalu banyak mendengarkan suara-suara itu, tetapi berkat kemampuan khususku itu, aku memiliki posisi yang kuat di kelasku, dan secara umum aku merasa nyaman dengan kehidupanku saat ini sebagai siswa di sekolah.
Yah, meski aku harus terus bekerja keras untuk menebusnya.
Aku membuka buku pelajaranku dan alis sensei berkerut di sampingku.
Tapi sebelum aku bisa mendengar kata-katanya, buku itu diambil dariku.
"Jangan belajar, tolong... Aku tidak pernah berpikir akan ada saat bagiku untuk dapat mengatakan ini kepada seorang siswa."
Sensei menghela nafas dan menatapku.
"Hanya dalam kasus ini, Kaburagi. Dan apakah kamu yakin tidak akan meminum obat flumu? Jika sakit kepalamu parah, itu suatu keharusan, bukan?"
"Apa yang kau bicarakan? Penyakit dimulai dari pikiran, sensei. Aku membiarkan sistem kekebalanku mengurus dirinya sendiri."
"Haa..."
Dia memiliki garis hitam di dahinya dan dengan kasar membawa cangkir dan meletakkannya di depanku beserta dengan obatnya. Aku pun meminumnya karena merasa tertekan dengan ekspresinya.
"Ingat apa yang aku katakan sebelumnya...?"
"Uhm... maksudmu. 'Serahkan ini padaku dan lanjutkan!', kan?"
"Tidak."
"Atau ketika kau berkata 'Jangan berhenti...' dan jatuh..."
"Kurasa kita bisa membiarkan itu berlalu, ya~?"
"Ahh, aku ingat sekarang. ‘Fokuslah mencari jodoh!’, kan? Memang benar, kau pasti telah melewati usia pernikahanmu."
"Dasar kurang ajar, aku akan menghabisimu."
"────Aku hanya bercanda."
Aku meringkuk di tempat tidur dan berlutut.
Matanya serius. Itu terlihat seperti niat membunuh.
Sementara aku memikirkan hal ini, sensei mengangkat tangannya dan menggulingkanku di tempat tidur.
Dia menarik selimut menutupiku, duduk di tepi tempat tidur dan mengatakan.
"Aku akan membangunkanmu nanti, jadi kamu harus tidur sampai saat itu. Jangan pulang tanpa izin, oke?"
"Ahh ... ya, tolong."
"Dasar pria yang merepotkan."
Dia membawa sebungkus es dari kulkas lalu meletakkan kompres dingin di dahiku.
"Seperti yang aku katakan sebelumnya, 'kesabaran adalah sebuah kebijaksanaan', kan? Jika kamu terus seperti ini, suatu hari kamu akan ambruk."
"Aku akan berusaha untuk tidak membiarkannya sampai ke titik itu. Sangat sulit bagi orang biasa sepertiku untuk terus mendapatkan nilai bagus."
"Yah, aku menghargai usahamu."
Sensei meringis dan sambil menatapku, terlihat bentuk matanya yang indah.
Kemudian dia mengangkat tangannya dan meregangkan tubuhnya.
"Seperti yang selalu aku katakan sebelumnya, kamu harus belajar untuk bergantung pada orang lain sesekali. Teman yang kamu buat sekarang bisa jadi akan menjadi orang yang akan membantumu ketika kamu dewasa nanti, dan kamu bisa lebih banyak beristirahat jika kamu memiliki teman dan keluarga yang mendukungmu..."
"Apakah ada yang salah dengan itu?"
"Kaburagi. Serius, apa yang terjadi padamu akhir-akhir ini? Apakah kamu sudah mendapatkan pacar?"
"Yah... Katakan saja sudah."
"Jadi, kamu masih berpura-pura?"
"Ya, bisa dibilang begitu."
"Aku tahu kamu ingin menghindari masalah, tapi itu tidak akan membawamu kemana-mana di masa depan, kan?"
"Tidak masalah."
Ketika aku mengatakan ini, sensei menghela nafas panjang dan memberikan ekspresi cemas padaku.
Alasan utama rusaknya suasana nyaman dan hubungan manusia adalah perasaan "cinta" yang muncul dalam sebuah kelompok. Di usia berapa pun, hubungan cinta hanya menciptakan masalah.
Itu sebabnya, ketika aku ditanya, 'Apakah kamu sudah punya pacar?', aku akan menjawab, 'Iya, sudah'.
Aku memberi tahu mereka sejak awal setelah memasuki sekolah, dan berkat itu, aku dapat menghindari masalah-masalah yang tidak perlu, dan aku tidak mengalami peristiwa apa pun yang akan merusak hubunganku dengan siswa/i lainnya.
Satu-satunya masalah yang aku ingat adalah ketika salah satu teman sekelasku menantangku bersaing dengan pacar imajinernya.
"Jadi... kamu punya teman?"
"Jangan berasumsi bahwa aku tidak punya."
"Kamu seorang siswa sekolah menengah dan kamu masih belum memiliki..."
"Tidak, tidak! Aku punya beberapa orang untuk diajak bicara! Kau tahu, kami selalu melakukan kegiatan kami dalam kelompok yang erat. Dan anggap saja bahwa aku sudah punya pacar."
"Oh...yah, itu benar. Kamu memang orang yang populer dengan sia-sia, kamu tahu itu? Ya, sia-sia."
"Kau... bukankah kau benar-benar salah tentang hal itu? Aku sangat disukai dan dihormati, dan aku pandai memecahkan masalah."
"Jangan memuji dirimu sendiri. Kamu bekerja terlalu keras dan kamu pun ambruk seperti sekarang."
Dia menghela nafas panjang dan menatapku dengan prihatin.
Aku merasa canggung dan memalingkan kepalaku darinya.
"Oh ya. Aku punya pertanyaan untukmu, Kaburagi, sebagai orang yang punya banyak teman dan kenalan."
"Oke, apa itu..."
"Bagaimana cara siswa SMA berteman saat ini?"
"Eh, apakah kau... berencana untuk mendekati seorang siswa?"
"Apakah kamu bodoh? Aku perlu tahu itu. Itu bagian dari tugasku untuk mengurus murid-muridku."
"Oh…jadi begitu."
Dia menolak mentah-mentah leluconku dan memasang ekspresi serius.
Fakta bahwa dia memikirkan ‘Aku ingin memberikan saran yang berguna baginya’, menunjukkan sepertinya ada siswa yang mengalami kesulitan dalam hal pertemanan yang datang kepadanya. Dan karena dia merasa itu merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang guru, dia benar-benar ingin membantunya.
"Oh ya. Di zaman sekarang ini, jejaring sosial adalah cara utama untuk mendapatkan teman, bahkan sebelum kita mulai masuk ke sekolah."
"Mnn? Ketika kau mengatakan jejaring sosial, apakah maksudmu seperti akun Mixx atau Myxxxxx?"
[TN: Aku benar-benar melakukan riset berjam-jam tentang ini, mencari-cari medsos lokal Jepang dan sepertinya medsos yang dimaksud itu adalah Mixi dan Myspace. Medsos yang benar-benar lawas, pantas saja aku kesulitan mencari tahu apa itu. Dan MC kita pun juga akan mengatakan demikian.]
"Dari era mana kau berasal. Pengetahuanmu mengungkapkan usiamu, tahu."
"D-Diam! Aku tidak tahu. Aku tidak menggunakan hal semacam itu sebelumnya."
"Kau harus berhenti menggunakan ponsel lama mu dan segera membeli smartphone sesegera mungkin. Jika tidak, kau akan tertinggal dan kau akan disebut wanita tua──"
"Apakah kamu ingin mencoba mati sekali?" (Aku akan membunuhmu.)
"Hahaha...Tolong jangan lakukan itu."
Kata-kata dan isi pikirannya... benar-benar identik.
"Hmm. Tidak apa-apa. Bahkan keypad seperti yang ada di ponsel ini juga memiliki poin bagus tersendiri. Aku pikir ini benar-benar inovatif dan sesuai dengan yang ku inginkan walaupun akhirnya semuanya akan berkembang dengan caranya masing-masing. Aku yakin tidak akan ada yang seperti ini lagi di masa depan. Yap benar sekali."
"Aku pikir di sinilah istilah “generasi boomer” diciptakan, ketika mereka menjadi kaku dengan pemikiran mereka sendiri dan menolak untuk menerima ide-ide orang lain."
[TN: Wkwkwkwk kalimat diatas adalah improvisasi dari aku sendiri, tapi intinya sama kok dengan rawnya. Cuma pengen nyoba pakai istilah yang lagi trend juga disekitar kita sekarang~]
"Bahkan Buddha akan kehilangan kesabarannya jika dihina sebanyak tiga kali, Kaburagi."
"Yosssh"
Aku bersuara seperti anggota klub atletik, kemudian menunjukkan padanya layar smartphoneku untuk mengalihkannya.
"Media sosial yang biasanya digunakan sekarang adalah Instagram atau Twitter. Hampir semua pelajar sekarang menggunakannya. Atau lebih tepatnya, jika mereka tidak menggunakannya, mereka pasti akan banyak ketinggalan topik dan ketinggalan zaman."
"Apakah benar begitu?"
"Ya, tentu saja. Dengan menggunakannya, beberapa siswa bahkan sudah bermain bersama sebelum mereka bertemu di upacara penerimaan sekolah. Atau membangun komunitas terlebih dahulu dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Ini adalah hal yang fundamental."
"A-aku mengerti."
"Sisanya hanya tentang bersikap proaktif dan bergerak untuk berbicara dengan orang-orang. Beberapa lelaki, terutama di awal-awal, hanya akan menunggu dan mengamati, jadi mereka tidak akan bergerak sebanyak yang kau pikirkan. Itu seperti sebuah gunung yang tidak akan bergerak. Itulah mengapa kontak pertama sangatlah penting."
"Huum..Huum.."
"Di lain pihak, para perempuan jauh lebih cepat. Tidak, bahkan menurutku mereka sangat gesit. Kelompok akan dengan cepat terbentuk, walaupun sayangnya terpecah juga kemudian. Mereka yang dapat beradaptasi dengan baik akan segara menemukan posisinya yang tepat. Di sekitar masa inilah tatanan sosial akan lahir."
Sensei kemudian membuat catatan serius dan membaca isinya.
Dia menempelkan dahinya ke kertas dan tampak kewalahan dengan semua penjelasan ini.
"Sangat sulit untuk hidup di zaman sekarang ini ..."
"Nah, dengan semakin mudahnya akses pada smartphone dan internet, tidak dapat dihindari bahwa kita harus mengkhawatirkan lebih banyak hal. Sulit untuk hidup di dunia di mana kita harus beradaptasi dengan berbagai macam perubahan."
"Aahhh. Kamu sungguh dewasa seperti biasanya!"
"Tolong jangan memujiku seperti itu. Kau membuatku malu."
"Aku hanya tercengang, dasar bocah nakal."
Dia memukul dadaku dengan senyum di bibirnya.
"Aku pikir sangat sulit bagi seorang siswa pindahan untuk menjadi bagian dari komunitas yang sudah terbentuk. Lebih sulit lagi jika dirinya memiliki kepribadian yang unik..."
"...Aku sangat mengerti."
Bahu Saya-sensei merosot dalam kekecewaan dan dia menghela nafasnya.
[TN: Kalian dapat mulai berhitung berapa kali Saya-sensei sudah menghela nafasnya…]
Dia menutup buku catatannya dan menggaruk kepalanya. Dia tampaknya frustrasi dengan kurangnya pengetahuannya tentang semua ini.
Keheningan turun, dan suasana menjadi agak canggung.
Sementara aku bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan, aku mendengar irama ketukan di pintu UKS dan terdengar jelas sebuah pertanyaan, '...bisakah saya masuk?'.
Aku belum pernah mendengar suara ini sebelumnya, tetapi aku tidak bisa begitu saja mengabaikannya...
Sensei kemudian menjawab, 'Tunggu sebentar'. Lalu dia berbalik ke arahku dan dengan lembut menarik selimut ke tubuhku.
"...Terima kasih banyak."
"Jangan khawatir. Aku sudah terbiasa dengan ini."
"Hahaha."
"Apakah itu seharusnya lucu? Aku akan mengucapkan ini lagi hanya untuk memastikan, tapi jangan mencoba keluar, oke? Tunggu saja sampai aku kembali. Oke, berjanjilah padaku."
"Oke, aku tidak akan melakukannya."
"Itu kalimat yang biasa laki-laki katakan sebelum dia benar-benar tidak akan melakukannya. Aku tahu itu."
Sensei menghela nafas, menutup tirai dan pergi.
Kemudian aku mendengar pintu UKS terbuka, dan suara ramah nan lembut yang aku dengar sebelumnya mencapai telingaku, 'Saya akan masuk'.
(Yapp, aku harus bekerja sedikit lebih keras lagi untuk semua yang telah dia jelaskan padaku!)
Aku mendengar suara hati sensei yang mencoba untuk bersemangat, dan aku menghela nafas panjang seolah-olah aku mencoba melepaskan akumulasi kelelahanku.
Tampaknya pikiran sensei disibukkan dengan siswa yang baru saja tiba itu.
"Yah... ini sudah cukup."
Aku menutup telingaku dan bersiap untuk tidur.
Aku khawatir dengan orang-orang yang mungkin akan datang, tetapi aku sudah terlalu mengantuk untuk menggerakkan tubuhku.
Namun...
"...Aku akan tidur lebih nyenyak berkat suara yang lembut itu."
Aku mendapati diriku mengatakan itu secara lisan.
'Ahh... Ada sedang yang tidur disana. Jadi kita harus lebih tenang', ketika aku mendengar itu, kesadaranku menghilang.
◇ ◇ ◇
Saat aku tertidur lelap, bau harum menggelitik lubang hidungku.
Bau itu seolah memikatku, dan isi kepalaku berangsur-angsur menjadi jernih.
"...Berapa lama tidur yang aku dapatkan?"
Aku mencari ponselku, mengambilnya dan melihat waktu.
Sepertinya aku sudah tidur cukup lama, dan sekitar satu jam telah berlalu.
Aku sedikit merasa sempoyongan, mungkin karena kondisiku sebelumnya.
Aku bangkit dari tempat tidur dan perlahan memutar bahuku untuk meregangkan otot-ototku.
Ketika aku melakukan ini, aku mendengar percakapan antara sensei dan seseorang.
"Dengar, sudah sebulan sejak kamu pindah ke sini ... apakah kamu sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah?"
"...Bukan hanya aku belum menyesuaikan diri, tapi tidak ada orang yang mendekatiku. Ada apa ini?"
"Oh benar! Bagaimana kalau menggunakan media sosial atau bertukar informasi kontak?"
"...Ya. Tapi, semua orang yang ku dekati sepertinya sibuk dan selalu berkata, 'Aku ada urusan'. Bahkan jika aku ingin bertukar kontak, mereka akan segera pergi."
"Hmm... begitu ya..."
Wajahku tertarik ke belakang ketika aku mendengar percakapan sedih ini. Sensasi menyenangkan yang baru saja aku rasakan setelah bangun dari tidur menghilang dalam sekejap, dan perasaan mual yang tak terlukiskan mulai menguasai perutku.
Oh, ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak aku dengarkan. Aku bahkan tidak bisa membuka tirai untuk keluar. Jika aku telah berbicara sebelumnya, aku akan berpura-pura bahwa aku baru saja bangun dan dapat langsung pergi...
Aku menghela nafasku secara perlahan. Lalu memutuskan untuk menunggu dengan sabar, berharap percakapan itu akan segera berakhir.
"Eh, jangan ragu. Aku tidak akan memberi tahu siapa pun, dan jika kamu memiliki masalah, tanyakan apa pun kepadaku!"
"...Terasa menjengkelkan jika aku terlalu mengandalkan sensei."
"Begitukah?? Aku tidak keberatan."
"...Tidak. Aku akan melakukannya sendiri."
"Aku akui kamu memang pekerja keras... Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Tampaknya sikap keras kepala konsultan pada dirinya selalu mendorong sensei untuk membantu siswanya.
Tapi dia kehilangan kata-kata sekarang. Ini tidak biasa untuk sensei yang selalu berkemauan keras.
Maksudku, apakah ada siswa disini yang takut dengan guru?
Bahkan mereka tidak takut dan sangat kompetitif dengan siswa yang lebih senior…Aku benar-benar belum pernah mendengarnya sebelumnya.
Tidak heran sensei begitu kebingungan sekarang.
[TN: Jadi maksud percakapan diatas, si MC bingung kenapa kayaknya siswa lain pada lari menjauh seolah takut dengan siswa yang lagi diajak bicara sensei sekarang. Karena menurutnya siswa yang lain bahkan tidak takut dengan guru ataupun senior.]
Dalam hal konsultasi tentang hubungan manusia, kita tidak akan pernah tahu di mana letak ranjau itu berada. Maka dari itu hal tersebut sangatlah sulit karena kita harus benar-benar berhati-hati dalam memilih kata-kata kita.
Sebagai seorang guru, bobot kata-katanya jelas sangat berbeda... jadi dia harus sangat berhati-hati.
Seperti yang diharapkan, aku berulang kali mendengar suara hati sedih bertanya-tanya, (Bagaimana... agar dia bisa melakukannya dengan baik?), lagi dan lagi.
Aku tidak dapat memahaminya dengan baik melalui tirai, tetapi mungkin itu suara sensei karena kedengarannya sangat lemah.
"Oh, ya! Seperti yang aku katakan sebelumnya, apakah kamu pernah melihat seseorang yang bisa kamu jadikan contoh? Kamu bisa mulai dengan mengamati dan menirunya."
"...Ada di kelas sebelah. Ada juga beberapa wanita muda yang sangat ramah dan bersinar di kelasku... Tapi kurasa aku tidak akan bisa meniru mereka."
"Di kelas sebelah... ah, Kaburagi?"
"...Ya. Dia punya banyak teman. Dia baik dan aku diam-diam mengaguminya."
"Ahh, tidak. Dia luar biasa, tentu saja, tapi dia benar-benar hanya berpura-pura, tahu? Dia kurang ajar dan brengsek, oke?"
Oii, perawat sekolah. Jangan bicara buruk tentangku.
Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi aku segera menelan suara yang akan keluar dari mulutku dan memutuskan untuk menahannya.
"...Begitukah? Tidak seperti aku, aku hanya mendengar hal-hal baik tentang dia."
"Kamu tidak bisa melihatnya dari permukaan saja, kan? Memang benar bahwa dia memiliki banyak hal yang bisa kamu pelajari pada tingkat mikroskopis, tapi..."
"...Jika aku menirunya, aku akan punya banyak teman, kan?"
"Ya. Nah, jika kamu mendapat kesempatan, mungkin kamu bisa meminta beberapa tips padanya? Jika kamu mau, aku bisa mengenalkanmu padanya."
"...Tidak, aku akan melakukannya sendiri. Aku akan mencari temanku sendiri."
"Kamu benar-benar keras kepala, ya? Aku tidak tahu mengapa orang-orang disekitarku selalu bersikap begini…huft"
...Hah?
Aku memiringkan kepalaku setelah mendengar ketidaknyamanan percakapan mereka.
Alur percakapannya tampak tidak sinkron...
Aku lebih peduli tentang itu daripada rasa tidak hormat sensei terhadapku.
Ada jeda aneh dalam percakapan itu.
Saat aku memikirkan itu, aku mendengar bunyi 'bip' dan panggilan masuk.
"Ini wakil kepala sekolah. Oh, tidak... aku lupa kita ada rapat staf. Tapi aku lebih suka berbicara denganmu sekarang daripada mengikuti rapat..."
"...Sensei. Terima kasih atas waktunya."
"Ya? Haruskah kita bicara lagi nanti?"
"...Tidak baik bagimu meninggalkan pekerjaanmu karena aku."
"Tidak tapi..."
"...Aku hanya tidak ingin mengganggumu sensei."
Sekali lagi, aku mendengar suara kekhawatiran. Sensei ingin membantu siswa yang datang kepadanya untuk meminta nasihat. Namun, siswa yang keras kepala itu menolak untuk menerimanya.
Sebenarnya ini cukup baik karena dia sudah mau meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya, tetapi sangat sulit untuk menyelesaikan masalah dalam hubungan manusia jika dia begitu menarik diri... Dia cenderung pasif dan perlu mengubah cara berpikirnya...
Jika itu aku, aku akan mulai dengan memberinya kepercayaan diri.
Setelah itu, aku akan menjelaskan perbedaan antara sikap apa yang harus ditahan olehnya dan apa yang harus dia usahakan.
Aku pikir itulah hal pertama yang akan aku lakukan.
"...Aku yakin aku akan baik-baik saja. Kamu akan mendapat masalah jika kamu terlambat."
"Mou... aku mengerti... maafkan aku. Aku akan menebusnya untukmu."
Suara keluhan terdengar.
Mungkin adalah prioritas bagi sensei untuk tidak memutus komunikasi dengannya.
(Aku sangat tidak layak)
Suara hati sensei berkata dengan sedih.
"...Kuharap aku bisa membantu sensei yang selalu mendengarkanku."
"Kamu tidak ingin aku menebusnya? Tidak, tidak, aku adalah orang yang selalu menepati janjinya. Kita akan bicara lagi lain kali! Itu adalah janji."
"...Sensei, kamu sangat baik"
"Baiklah kalau begitu."
Nah, akhirnya semua akan selesai untuk saat ini, bukan?
Aku akan menunggu kedua orang ini bubar dan keluar.
"...Aku ingin membalas budi, sensei."
"Eh, kamu ingin aku memberimu pekerjaan?"
"...Apapun itu. Aku akan melakukan yang terbaik."
"Apa saja?? Hmm... Ah!"
Sebuah suara seolah dirinya mendapatkan ide bagus keluar dari mulut sensei.
"Kalau begitu, aku ingin meminta tolong padamu."
"...Tentu tidak masalah."
"Kamu bahkan tidak bertanya apa itu?"
"...Aku senang bisa diandalkan. Aku akan melakukan yang terbaik."
"Aku mengerti. Kalau begitu──"
Aku dapat mendengar suara hati sensei berkata, (Aku telah menemukan orang yang tepat untuk ini), dan aku merasakan firasat buruk.
"Sebenarnya, ada seorang siswa yang tidur di sana..."
"...Siswa?"
"Ya, benar. Itu anak kurang ajar yang akan mencoba keluar dari sini kapanpun. Jadi bagaimana kalau ada orang yang mengawasinya dengan cermat untuk memastikan dia tidak keluar? Hanya sebentar."
"...Ya, oke. Akan ku lakukan. Tidak masalah."
"Maaf. Si idiot ini perlu istirahat, tapi jika aku meninggalkannya sendirian, dia akan terburu-buru dan mencoba memaksakan dirinya padaku agar tidak mengkhawatirkannya. Aku harus mengawasinya seperti ini."
"...Kalau begitu dia hanya perlu tidur dan istirahat."
Ups, sensei menangkapku.
Kupikir aku bisa pulang segera setelah mereka selesai, tapi kurasa sensei bisa melihat menembusku. Dia sudah mengenalku sejak lama, dan dia telah melihatnya setiap saat, jadi aku tidak bisa menyalahkannya untuk mengantisipasi tindakanku selanjutnya.
"Dia orang yang menyusahkan. Dia menyebut dirinya pria yang baik── Ahh, wakil kepala sekolah sudah mendesakku untuk segera datang... Kalau begitu, aku akan pergi, jadi kumohon!"
"...Semoga berhasil, sensei"
Aku mendengar sensei pergi dengan tergesa-gesa dan langkah kakinya menjauh.
Kemudian, tirai segera terbuka dan aku yang sedang lengah pun buru-buru untuk menutup selimutku.
Seolah-olah aku telah tertidur sepanjang waktu dan tidak mendengar percakapan apa pun. Aku berpura-pura bernapas dalam tidurku seolah-olah untuk menunjukkan bahwa aku sedang tidur.
"...Maaf mengganggumu, oke?"
Aku mendengar suara ketakutan dan merasakan dia datang di sebelahku.
Apakah kau benar-benar akan mengawasiku seperti yang diperintahkan oleh sensei?
Tidak, tidak, kau tidak perlu menganggapinya dengan serius!! Kau bisa pulang seperti biasa!
Aku ingin mengatakannya, tetapi jelas aku tidak bisa dengan situasi seperti ini, jadi aku hanya menelannya.
"...Kalau dia tidur, aku harus diam…Umm, di mana kursinya?"
Dia pasti mencari kursi di sekitarnya.
Aku mendengar sedikit suara gesekan kursi dengan lantai.
"...Itu Kaburagi-kun yang sedang tidur. Seperti yang sensei katakan sebelumnya, kamu adalah pekerja keras dan selalu memberikan yang terbaik. Aku tahu itu!"
Aku terkejut dengan kata-kata pujian yang dia berikan kepadaku secara tiba-tiba.
Aku berbalik untuk menyembunyikan ekspresi di wajahku yang tampaknya berubah sebagai akibat dari pujiannya yang jujur.
"...Aku harus mengawasinya. Lalu..."
Maksudku, jangan bilang kau akan terus mengawasiku di sebelahku!?
Tapi dia disuruh oleh sensei untuk pergi setelah beberapa saat, kan??
Dia tidak akan tinggal selamanya. Aku hanya harus tidur dan menunggu waktu berlalu.
Jadi aku memutuskan untuk menunggu dia pergi.
"...Aku harus menepati janjiku. Kontrak harus dihormati. Jika kamu melanggarnya, kamu akan dihukum."
Umm, kau akan segera pulang... kan? aku sedikit gugup...
────Setelah beberapa jam.
Ketakutanku terbukti benar, karena gadis itu masih duduk di sebelahku.
Dia terus menatapku seperti yang diperintahkan oleh sensei.
Aku sesekali membuka mata untuk memeriksa situasinya. Dia akan berkedip dan kemudian menatapku dengan tatapan yang intens ... terus-menerus.
Tidak mungkin, dia tidak akan pulang... Tidak, kenapa dia tidak ingin pulang.
Aku selalu berasumsi bahwa dia akan segera pulang, jadi aku akan tetap seperti ini untuk beberapa saat lagi...
Seiring berjalannya waktu, semakin sulit untuk bangun.
...Bagaimana ini bisa terjadi?
Aku bersumpah dalam hatiku dan membuka mataku untuk melihat wajahnya.
Dia masih belum bergerak, dan matanya yang besar dan indah menatapku.
(...Dia tidur nyenyak. Dia pasti lelah. Dia akan terkejut ketika dia bangun dan sensei tidak ada di sini, jadi aku harus menunggu.)
Aku mendengarnya lagi. Sebuah suara yang jelas.
Sambil membalikkan badan, aku menatapnya dan melihat bahwa dia memegang tablet di tangannya, dan mulutnya tidak bergerak meskipun aku mendengar suaranya.
Tidak mungkin. Aku tidak tahu kalau siswi yang hendak dibantu sensei adalah Kurusu.
Aku pikir dia adalah orang jahat yang banyak bicara sambil berkata 'Aku harus diam'...
Apakah aku hanya mendengar suara hatinya selama ini.
Aku tidak memperhatikannya karena aku mendengarnya melalui tirai.
Kupikir dia sedang melakukan percakapan normal dengan sensei, tapi ternyata tidak.
Itu masuk akal. Tidak heran aku belum pernah mendengar suaranya sebelumnya, dan mengapa aku merasakan jeda dalam percakapan mereka.
(...Sensei sangat keren. Cara dia berbicara sangat bermartabat dan dewasa. Dia seperti seorang "wanita karir". Apakah aku akan terlihat lebih baik jika bisa lebih tenang seperti itu?)
Dengan suara hatinya yang meneteskan perasaan 'murni' sepanjang waktu, aku memikirkan kapan harus bangun.
Aku tidak pernah berhubungan dengan Kurusu sebelumnya, tetapi dalam waktu yang singkat aku telah mengetahui bahwa dia adalah orang dengan kepribadian yang sangat serius. Dia mengikuti persis apa yang diperintahkan sensei.
Dan... dia tidak banyak bicara.
Atau lebih tepatnya── Rurina Kurusu tidak berbicara.
Dia adalah siswi terkenal yang datang sekitar bulan Februari dan mencuri semua perhatian di sekolah. Dia tidak terlalu banyak bicara, dia tidak terlalu ramah, matanya menakutkan, bahkan ada rumor bahwa dia mungkin sebenarnya adalah putri bos mafia, dan bahkan ada cerita bahwa dia adalah orang berbahaya yang tiba-tiba akan menampilkan hal-hal yang tidak dapat dipahami dalam tulisannya.
Lagi pula, lebih baik tidak terlibat dengannya dan kita tidak tahu alasan mengapa dia tidak berbicara... dia adalah wanita dengan banyak misteri.
Ngomong-omong, ketika orang bertanya mengapa dia tidak berbicara, jawabannya adalah 'ketidak-beruntungan’.
[TN: itu benar-benar ketidak-beruntungan/bencana/kejahatan dalam naskah aslinya. Aku juga tidak mengerti itu.]
Ada rumor 'Dia bisa mengutukmu!?' di lingkungan sekolah... tapi kebenarannya masih tidak dapat diketahui.
Aku hanya melewatinya di koridor beberapa kali dan tidak memiliki hubungan dengannya karena kita berada di kelas yang berbeda.
Aku tidak pernah terlibat aktif dengan siswa baru.
Jadi, aku hanya setengah yakin dengan rumor tersebut dan hanya menanggapi dengan 'Hee, benarkah itu.' setiap kali aku mendengar tentang dia dan tidak tertarik dengannya.
Tapi setelah mendengar suara hatinya, aku sadar. Aku pikir, aku kita tidak pernah bisa mempercayai rumor.
Memang benar dia tidak berbicara seperti yang aku dengar dari rumor tersebut. Tapi suara indah yang kudengar sebelumnya adalah 'suara aslinya', yang berarti bahwa rumor buruk tentang dia semuanya salah.
Alasan mengapa dia tidak berbicara memang tidak jelas, tetapi tidak ada keraguan dalam diriku yang berpikir bahwa sebenarnya ‘Kurusu Rurina hanyalah seorang yang buruk dalam berkomunikasi’.
[TN: Kurusu Shouko mungkin nama aslinya ya. Jika kalian mengerti maksudku, lol.]
Aku mengintip ekspresinya lagi agar tidak diperhatikan.
Dia masih menatapku dan aku tidak bisa melihat perubahan dalam ekspresinya, tapi dia memikirkan ini dan itu di kepalanya.
(...Figur inti dari kelas sebelah. Yang biasa disebut 'riajuu'. Tidak, Raja Normie...dan jika aku melihat lebih dekat, aku dapat melihat bulu matanya yang panjang. Aku ingat seorang gadis di kelasku berbicara tentangnya sebelumnya. 'Dia benar-benar tipeku', katanya... ya, aku yakin dia sangat populer... Dia baik, pandai belajar, pandai berolahraga, dan bisa memperlakukan semua orang dengan sama. Tipe yang ideal...Aku harus mengamatinya dan belajar darinya...)
[TN: Riajuu berarti orang normal, atau katakanlah 'kupu-kupu sosial' atau seseorang yang sangat pandai bersosialisasi.]
J-Jangan banyak bicara... aku malu dipuji begitu tinggi.
Aku terus berpura-pura tidur agar tidak kehilangan ekspresiku, yang menjadi aneh karena terlalu banyak pujian darinya.
(...Aku ingin berbicara denganmu ketika kamu bangun. Pertama-tama, aku ingin berterima kasih padanya. Haruskah aku mengatakan "terimakasih"? Atau, "makasiii" dengan lebih akrab? Ya, sepertinya itu tidak apa-apa)
Tidak, apa maksudmu 'tidak apa-apa'? Aku tidak tahu mengapa kau harus berterima kasih kepadaku.
Tapi tetap saja, Kurusu adalah orang yang seperti itu.
Dia masih memiliki wajah tanpa ekspresi dan menakutkan yang sama seperti sebelumnya, tetapi suara hatinya yang polos terdengar jujur dan sangat indah.
Bukankah dia juga wanita yang cantik?
Ketika aku dekat secara personal dengan seseorang seperti itu, aku dapat mencium bau kebaikan di udara...
Hah. Tidak mungkin untuk tidak menyadarinya.
Dia sangat manis meskipun wajahnya tanpa ekspresi.
“Gap” apa lagi yang efektif hanya untukku seperti ini?
Kurusu menatapku dan bertanya dalam pikirannya, 'Apakah dia sudah bangun?' dan menatap wajahku.
"............"
(Aku tahu dia tertidur. Aku senang sensei mengandalkanku, jadi aku akan terus mengawasinya)
Jika dia benar-benar orang yang buruk, aku akan membiarkannya berlalu.
Tetapi sekarang setelah aku mengetahui isi hatinya yang sebenarnya, aku merasa bersalah karena telah menipu seorang gadis muda yang berhati polos.
Ada banyak orang yang berpenampilan baik tapi memiliki kepribadian yang buruk dan penuh kepalsuan...
Aku adalah pengagum 'hal yang nyata', bukan hal palsu seperti itu.
Aku berpikir begitu dan mengembuskan nafasku.
───Itu tidak ada gunanya.
Aku akan menyerah dan berbicara dengannya. Sebelum rasa bersalah menghancurkanku…
"Fuaahh. Aku tidur nyenyak. Sekarang mari kita lihat apakah aku bisa bangun."
Bahkan aku hanya bisa menertawakan penampilanku sendiri. Kupikir dia akan menertawakanku karena aktingku yang buruk, tapi saat dia melihatku bangun, Kurusu sangat terkejut melihatku sampai dirinya membeku.
Dan tiba-tiba...
(...Dia mencoba melarikan diri. Tidak)
"Eh...!? !?"
Aku didorong ke tempat tidur.
Kurusu jatuh di atasku dengan begitu banyak momentum dan dia membebaniku.
"............"
Kurusu dan aku saling memandang tanpa berbicara.
Sensasi lembut di dadaku dan wangi air jernih yang memikat.
Aku bingung dengan perilakunya yang tidak terduga.
Eh, tidak, bagaimana ini bisa terjadi...?
Biasanya, aku tidak bergerak karena aku tahu apa yang coba dilakukan oleh orang yang ku hadapi.
Aku bisa menghadapinya dengan tenang dan melawan jika dia mencoba menipuku atau mengolok-olokku.
Tapi karena dia menggerakkan tubuhnya sebelum aku bisa berpikir, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Karena itu, jantungku berdebar lebih dari yang pernah ku rasakan sebelumnya.
Aku tidak pandai dalam mendapat serangan seperti ini... cepat pikirkan.
Lalu, aku menutup telingaku dan mencoba untuk tenang.
Tetapi setiap kali aku melakukannya, jantungku berdebar lebih keras karena aku memikirkannya.
Aku membuka mataku untuk melihatnya. Dia menulis 'Terimakasih' di layar tabletnya dan memegang permen cokelat di tangannya seolah ingin menunjukkan rasa terimakasihnya.
"...Umm. Aku tidak mengerti dengan semua ini."
(Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih... Apakah dia menerima pesanku?)
"Aku tidak punya apa-apa untuk kau berikan ucapan terimakasih... Atau, mungkin aku harus meminta maaf untuk situasi ini... Yah, bagaimanapun juga, kamu tidak perlu menahanku, kan?"
【Dilarang Kabur】 (...karena sensei melarangnya)
"Tidak apa-apa. Aku tidak akan lari, bisakah aku bangun?"
Aku tersenyum pada Kurusu, berusaha untuk tidak terlihat kesal. Dia menjawab dengan sedikit memiringkan kepalanya.
【Benarkah?】 (...kamu terlihat lelah)
"Sungguh, sungguh. Maksudku, kita harus melakukan sesuatu dulu dengan posisi ini."
【Mengapa?】
"Mengapa ya, ada banyak hal yang terjadi... dan posisi ini memalukan, bukan?"
Kurasa dia akhirnya merasakannya dari ekspresi canggung di wajahku.
Kurusu pun memutar matanya yang besar dan mundur dariku.
Dia kemudian menampilkan kata ‘maaf’ dalam bahasa Jepang dan mengarahkan wajahnya ke arahku dengan ekspresi kosong yang sama seperti sebelumnya.
Tapi pikirannya yang sebenarnya adalah────
(...Aku telah melakukannya. Aku telah membuat kesalahan... Aku akan digantung...)
Dia sangat tertekan.
Melihat Kurusu tertekan, aku tidak bisa marah padanya.
Sebaliknya, aku bertanya-tanya mengapa dia harus begitu khawatir.
Jadi aku berkata, 'Atas perhatianmu terhadap kondisi fisikku, aku mengerti. Terimakasih.', aku mengucapkan terimakasih dengan maksud untuk menghiburnya.
Kurusu menundukkan kepalanya. Ekspresinya tidak berubah, tetapi dia tampaknya sedikit rileks mendengarnya.
Aku pikir ini adalah akhir dari masalah, tetapi untuk beberapa alasan dia masih menolak permintaanku.
"...Apakah tidak apa-apa untuk bangun?"
Kurusu menunjukkan sebuah tablet dengan kata-kata【Dilarang bangun】 tertulis di atasnya.
"Tidak, di luar sudah gelap. Kita harus pulang, kan?"
【Pertanyaan bodoh】 (...Jangan memaksa. Aku akan melarangnya...)
"Yah, aku sudah sangat sehat, kau tahu? Aku sudah terlalu banyak tidur dan aku tidak bisa tidur lagi."
(...Dia yang berusaha keras biasanya mencoba menipu)
Dia menatapku curiga tanpa komunikasi verbal.
Aku dapat mengatakan bahwa dia benar-benar tulus dan sangat peduli...
Hanya karena sensei memintamu untuk melakukannya, bukan berarti kau tidak bisa fleksibel! Di samping itu...
"Bukankah kita terlalu dekat?"
【Pertanyaan bodoh】 (...Terus awasi. Jangan lewatkan perubahan sekecil apa pun)
"Aku punya masalah dengan itu..."
Aku terkekeh dan mengalihkan pandangan darinya.
Dasar, kau serius untuk hal yang sia-sia!
【Janji itu mutlak】
"Kau tidak perlu terlalu serius begitu."
【Hukuman】 (...Mengingkari janji adalah kejahatan)
"A-aku mengerti..."
Aku tidak yakin mengapa dia begitu keras kepala dan serius...?
Aku tahu dari upaya tulus yang dia lakukan bahwa dia hanya berusaha untuk serius, dan itu membuatnya semakin sulit untuk dilihat.
Jika dia terus melakukan ini setiap hari, tidak heran dia mendapatkan reputasi buruk. Wajahnya yang tanpa ekspresi hanya akan membuat orang semakin salah paham dengannya.
Ketika aku memikirkannya, segala sesuatu yang baik tentangnya tampak sia-sia.
Meskipun aku tahu itu sekarang, tetapi untuk membiarkannya berlalu begitu saja tanpa mengatakan apa-apa...huft.
Aku menggaruk kepalaku dan mengangkat bahuku.
"Kau adalah Kurusu dari kelas sebelah, kan?
Kurusu memutar matanya dan mengangguk sedikit.
Dia tampak terkejut aku mengenalnya.
"Apakah kau sering datang ke UKS?"
Setelah jeda singkat, Kurusu hanya menulis 【Saat bersekolah】 dan menunjukkannya kepadaku.
[TN: Tulisan Kurusu di tabletnya emang banyak yang sulit dimengerti kedepannya, ya emang itu masalah utamanya kan yang buat dia dijauhi orang-orang.]
Lalu, kami tidak berbicara, dan hanya terus bertukar pandangan.
Jauh di lubuk hatinya, dia berpikir, 'Aku senang dia mengenalku seperti ini', tapi aku tidak bisa merasakan kegembiraan itu di dalam ekspresinya. Baru beberapa menit sejak kami mulai berbicara, tapi itu sudah cukup bagiku untuk memahami alasan mengapa orang-orang merasa tidak nyaman dengan Kurusu.
Aku mengerti. Ini bisa menjadi canggung kan.
Tempo percakapan harus diperlambat karena komunikasinya tertulis, dan meskipun demikian, teksnya pendek karena dia berusaha merespons dengan secepat mungkin.
Ditambah lagi, ada jeda untuknya memilih kata yang akan digunakan, mereka yang tidak tahan menunggu jawabannya mungkin akan menyerah dan meninggalkannya sebelum dia menyelesaikannya.
"Hei, karena kita berdua di sini, mengapa kita tidak mengobrol sebentar? Jika kau punya waktu."
───Keheningan ini tidak canggung bagiku.
Kurasa aku tergerak oleh kepribadiannya yang kikuk tapi jujur.
Karena aku tahu isi hatinya, makanya aku mengatakan hal tersebut.
Dia menerima ekspresi verbalku, dan dengan ekspresi acuh tak acuh di wajahnya, dia kemudian menulis di tabletnya dengan tergesa-gesa.
【Dengan senang hati】
Dia menunjukkan itu padaku... tapi dia tampak agak gelisah, seolah-olah dia ingin mengatakan '...apa kau yakin?'.
Seperti yang aku katakan sebelumnya, dia selalu memperhatikan orang lain terlebih dahulu dibanding dirinya sendiri.
Tindakannya yang menahanku seperti ini juga didasarkan pada kekhawatirannya, jadi... Kurasa aman untuk setidaknya mengenalnya.
"Aku senang mendengarnya. Btw, aku baik-baik saja sekarang, oke? Ini, lihat ototku untuk membuktikannya!"
(...Fufufu. Kaburagi-kun, kamu lucu)
Lelucon yang tidak cocok dengan sensei sebelumnya tampaknya dapat diterima oleh Kurusu.
Dia tidak memiliki ekspresi di wajahnya, tetapi bagian mulutnya sedikit bergerak.
Suasana pun menjadi agak santai dengan lelucon konyol itu, dan aku memutuskan untuk memulai percakapan dengannya.
"Baiklah, mari kita mulai dengan bagian yang mudah. Bagaimana dengan perkenalan diri masing-masing?"
【Oke. Aku pandai dalam hal ini】 (Perkenalan diri... ini membuatku gugup. Aku tidak pandai dalam hal ini, jadi apa yang harus kukatakan...?)
Apa yang kau tulis dan apa yang kau pikirkan berbeda...
"Hmm... mari dimulai dari aku. Namaku Ritsu Kaburagi. Hobiku adalah berolahraga, mungkin? Aku suka menggerakkan tubuhku, tidak hanya di permainan bola saja. Kemudian mari kita beralih ke Kurusu."
Aku mengatakan hobi template yang biasanya aku gunakan dan menunggu tanggapan Kurusu. Dia menulis sesuatu, menghapusnya, dan mengulanginya beberapa kali, sampai akhirnya dia menunjukkan tabletnya padaku.
【Rurina Kurusu. Suka membaca】 (Hobiku yang sebenarnya adalah... kerajinan tangan wol. Orang-orang berpikir itu kekanak-kanakan. Tapi membaca... apa buku-buku terbaru saat ini? Aku belum membaca akhir-akhir ini...)
[TN: Kerajinan tangan wol (wool felt) adalah jenis kerajinan tangan yang menggunakan bahan dasar wol. Biasanya orang akan membuat berbagai macam karakter seperti karakter fiksi, bunga, hewan, dll.]
"Oh, membaca. Itu hobi yang bagus."
Aku mengangguk dan tersenyum.
Maksudku──hobimu bukan membaca, kan! Tapi baiklah, aku akan membiarkan itu berlalu.
Oke. Aku tidak akan mencoba menggali topik itu lebih dalam.
Aku tahu kau bertanya-tanya harus berkata apa, jadi aku tidak akan bertanya, 'Buku apa yang sedang kau baca?'.
Yah, tapi itu benar. Dibutuhkan banyak keberanian untuk mengekspos dirimu kepada seseorang yang tidak kau kenal dengan baik…
Aku melihat sekeliling dan menemukan tasnya.
Melirik ke arah tas yang di kakinya, aku menemukan ritsleting kecil terbuka dan boneka anak ayam lucu mengintip dari sana.
Jadi begitu...itu adalah salah satu karya kerajinan wolnya.
Baik. Untuk membuatnya lebih mudah dalam berbicara jujur, aku akan terbuka padanya──
"Oh, ya, Kurusu. Aku punya koreksi atas pernyataanku sebelumnya tentang hobiku."
Kurusu menatapku seolah berkata, 'Apakah itu salah?', dan memiringkan kepalanya.
"Oh, ya. Ini hanya sedikit memalukan. Tapi tolong jangan tertawa, ya?"
Aku menggaruk pipiku dan menatap Kurusu dengan malu. Melihat ini, dia mengangguk kecil.
"Biasanya aku berkumpul dalam keramaian bersama dengan orang-orang. Tapi sebenarnya, aku tidak suka tempat yang ramai. Aku suka pergi ke hutan, berjalan-jalan di tepi sungai dan tempat-tempat sepi lainnya. Duduk di kursi sembari minum teh adalah yang terbaik bagiku."
(...Hobimu seperti ojii-san?)
"Haha. Sekarang kau berpikir aku seperti ojii-san, kan?"
[TN: Ojii-san berarti kakek, siapa tau kalian tidak cukup otaku untuk tahu itu. Lol]
Kurusu terkejut dan kemudian menggelengkan kepalanya dengan tergesa-gesa.
Tapi aku menenangkannya dengan mengatakan, 'Aku tidak marah, tidak apa-apa'.
(...Hantu Komunikatif. Seolah pikiranku tersampaikan padanya)
[TN: Ini semacam pujian dari orang yang tidak komunikatif kepada orang yang sangat komunikatif di sana. Jadi mereka menganggap begitu hebatnya mereka hingga menyebutnya sebagai hantu. Konyol juga.]
"Siapa pun yang membicarakan hobi ini akan mendapatkan kesan itu. Tapi apa yang salah? Kau memiliki hobi yang kau suka, jadi lebih buruk jika kita berusaha untuk menyembunyikannya."
(...Sejujurnya aku juga takut untuk jujur...tapi)
Aku pun memperhatikannya saat dia mulai menulis ketika dia memikirkan itu.
Akhirnya saat dia selesai menulisnya, dia menyembunyikan wajahnya dengan tabletnya dan menunjukkan 【Hobiku, kerajinan tangan wol】.
"Kebetulan, apakah itu yang kulihat di tasmu?"
【Aku membuatnya】 (...ini adalah anak ayam yang aku buat baru-baru ini. Aku bekerja keras untuk membuatnya)
"Heee, itu sangat bagus dan sangat lucu. Apalagi yang kau buat?"
【Kelinci, kucing dan babi】 (...Aku bisa melakukannya dalam suasana tenang, jadi itu menyenangkan)
"Itu bagus, kan. Bahkan aku akan membayar untuk hal kecil yang lucu seperti itu."
Ketika aku mengatakan ini, dia mengeluarkan hewan lain dari tasnya yang berbeda dari anak ayam, dan memberikannya kepadaku dengan hati-hati.
"Bolehkah aku memilikinya?"
【Ya】 (...landak. Terlihat seperti Kaburagi-kun.)
"Wow. Aku sangat senang. Terima kasih!"
【Tidak, tidak】 (Aku lega... dia terlihat senang)
Aku meletakkan boneka landak tersebut dan mengamatinya.
Hmmm. Ini benar-benar dibuat dengan sangat baik.
Aku akan menyimpannya di sakuku. Tapi apakah aku benar-benar terlihat seperti landak?
"Jika Kurusu memberikannya kepadaku, kupikir aku akan memasukkannya ke dalam saku tasku. Bagaimana dengan ini? Bukankah ini lucu dengan wajahnya yang terlihat mencuat dari saku?"
(...Itu sangat lucu. Aku membuatnya sendiri, tapi aku ingin mengelusnya...)
Kurusu mengangguk dan menatap boneka landak tersebut yang mengintip dari sakuku.
Suasananya entah bagaimana menjadi hangat dan lembut. Kurasa ini pertanda dia sudah bisa sedikit terbuka dengan dirinya.
Tapi kemudian, seolah-olah mengganggu kami, sebuah pengumuman datang, 'Perhatian, waktu sekolah sudah berakhir'.
"Oke, saatnya pergi dari sini..."
【Dilarang】 (...seperti yang sensei katakan sebelumnya)
"...Kurusu? Kau tidak perlu memegang lenganku begitu erat. Maksudku, apa kau tidak malu?"
【Janji】 (Janji... agar kamu beristirahat, untuk menjaga... dan memantaumu.)
"Hahaha..."
Aku tertawa pahit.
Sensei, jika kau akan memintanya melakukan sesuatu, kau harus membuatnya sedikit lebih jelas.
Dia terlalu serius dan tidak fleksibel. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa...
Sementara aku memikirkan hal ini dan mengkhawatirkannya, aku mendengar suara langkah kaki datang dari lorong.
"Maaf aku terlambat!!"
Sensei kembali ke UKS dengan tergesa-gesa.
"Sensei, kau terlambat...."
"Yah, aku minta maaf. Kita berbicara tentang hal yang tidak penting untuk waktu yang lama──eh??"
Sensei membuat wajah canggung segera setelah matanya bertemu dengan kami.
Kemudian dia melihat ke jendela yang sudah terlihat gelap dan menghela nafas.
"Ada apa, sensei?"
“Kaburagi, apakah kamu yang baru saja bertemu dengannya langsung ingin mendekatinya? Ada apa dengan pendidikan anak muda akhir-akhir ini...Kenapa Kurusu berada dipelukanmu...Hufff."
【Bagus. Baik】 (...Pembicaraannya bagus. Dan dia juga baik padaku)
"Bagus dan baik, huh...? Kaburagi...jangan bilang?"
"Tidak mungkin! Maksudku, Kurusu, tolong pilih kata yang tepat untuk kau gunakan. Kalau tidak, kesalahpahaman ini akan meningkat."
"…Dasar kamu, apakah kamu punya wasiat terakhir?"
"Kau sangat tidak objektif... ini benar-benar salah paham, oke? Kami hanya mengobrol biasa."
"Hooo. Apa yang biasa dengan 'berduaan di UKS dengan seorang wanita cantik di lenganmu'? Ada yang salah denganmu. Aah!?"
"Ahh, kau benar-benar tidak bisa diajak bicara..."
【Untuk pertama kalinya】 (...Aku bisa berbicara tentang hobiku untuk pertama kalinya)
"Hei, Kurusu? Aku sudah kehabisan akal. Jika kau tidak memperbaiki pilihan katamu, sensei akan terus membicarakan ini sampai besok."
Aku menghela nafas dan memberi penjelasan singkat tentang apa yang sudah terjadi pada sensei yang menatapku.
Dia mengangkat bahunya, seolah dia akhirnya mengerti apa yang aku katakan.
"Oh, baiklah... tidak apa-apa kalau begitu. Yasudah, mari kita kesampingkan dulu apa yang sudah terjadi dan aku akan mengantarmu pulang karena ini sudah larut malam."
"Oh, Saya-sensei. Kau baik sekali!"
"Berbahaya bagi seorang gadis manis berjalan di jalan pada malam hari. Btw, aku tidak peduli padamu, Kaburagi. Kuharap pria bejat sepertimu ditendang sampai mati oleh kuda dijalan."
"Uwaa...matamu bahkan lebih dingin."
Kurusu, yang tidak bisa mengikuti interaksi antara aku dan sensei, hanya dapat mengawasi dan kebingungan harus berbuat apa.
Sensei, yang tidak bisa mengerti isi pikiran Kurusu, mendesaknya untuk melepaskan diriku.
"Kalau begitu aku akan pulang. Aku akan menjelaskan lagi tentang hal ini lain kali"
"Tidak apa-apa. Aku akan memarahimu lagi nanti dengan baik"
"Hei, hei"
Aku mengemasi barang-barangku dan keluar dari UKS.
Saat aku meletakkan tanganku di pintu, aku merasakan sentuhan di bahuku dan berbalik.
【Terimakasih】
"Tidak, terima kasih juga. Aku jadi bisa bersantai."
(...Tapi berakhir sudah. Aku ingin bicara sedikit lagi. Sudah lama bagiku...)
Menanggapi ucapan terima kasihku, dia masih memiliki ekspresi kosong yang sama di wajahnya. Tapi di dalam hatinya, dia merasa sedikit sedih.
Aku tahu perasaan ini, tapi aku tidak bisa membiarkannya begitu saja... ya itu benar.
Aku benar-benar orang yang jahat.
"Mari kita bicara lagi. Aku sering mendapatkan urusan yang harus dilakukan di UKS."
【Apa kamu yakin?】
"Aku tidak akan berbohong. Seperti yang kau lihat, sensei sangat marah padaku. Aku yakin kita akan memiliki kesempatan untuk bertemu lagi. Jadi, sampai jumpa lagi."
Kemudian dia menundukkan kepalanya berulang kali, dan…
(Aku sangat senang, aku tidak percaya ini. Aku ingin tahu apakah dia memiliki begitu banyak teman karena dia sangat baik. Aku sangat mengaguminya...)
Dia memiliki pemikiran itu di benaknya.
Dia begitu polos dan jujur, aku hanya bisa tersenyum kepadanya.
────Tolong, jangan menatapku seperti itu.
Aku hanya membuat pilihan terbaik berdasarkan perhitunganku sendiri. Aku bukan orang yang harus dikagumi, bahkan untuk fakta bahwa aku bisa mendengar suara-suara hati yang polos seperti ini.
Itu bukan sesuatu yang murni semurni "kebaikan" atau semacamnya.
Itu hanya gerakan sosial atau sebuah citra yang hendak ku bangun...
Sangat menyakitkan untuk dilihat dengan rasa kagum seperti itu.
Aku mencoba untuk tidak membiarkan pikiran seperti itu muncul di wajahku.
"Oke, sampai jumpa."
【Bye】 (Aku tidak pernah menantikan sekolah sebelumnya... ini pertama kalinya)
"Fufufu, dasar anak muda~"
Aku menjawab, 'Diam', dalam hati untuk kata-kata sensei itu, dan meninggalkan UKS.
◇ ◇ ◇
Sekolah mengadakan kegiatan sukarelawan untuk membersihkan area sekitar gedung sekolah setiap bulan.
Semua siswa dipersilahkan untuk mengikuti kegiatan ini dan para relawan juga selalu diundang, namun karena diadakan pada hari Minggu maka jumlah pesertanya tidak banyak.
"Hari ini tidak berbeda dengan biasanya."
Beberapa siswa hadir hari ini. Setiap kelas ditugaskan ke tempat tertentu dan ada sekitar lima orang dari kami, termasuk aku sendiri. Kami hanya bertemu satu sama lain pada pertemuan pertama dan kemudian kami bekerja dalam diam.
Kami akan memulai aktivitas kami seperti itu... tapi....
(...Ayo lakukan yang terbaik. Apa yang harus aku lakukan?)
Sebuah suara yang indah mencapai telingaku. Tubuhku bereaksi terhadap suara yang baru saja kudengar beberapa hari yang lalu dan aku memalingkan wajahku ke arah itu.
Aku menoleh dan melihat Kurusu berdiri di depanku, mengenakan jersey dan membawa kantong sampah.
Kurusu memiliki rambut panjang yang diikat ke belakang dengan gaya ponytail. Kakinya yang panjang, yang dipertegas dengan jerseynya, terlihat ramping dan dia terlihat sangat cantik.
Sungguh menakjubkan betapa cantiknya dia hanya dengan menggunakan jersey. Maksudnya, aku tidak terlalu banyak berpikir saat mengatakan ‘Lain kali aku melihatmu lagi’ padanya kala itu, tapi... terlalu dini untuk melihatnya lagi saat ini.
Ini merupakan tanda keseriusan dirinya bahwa dia aktif berpartisipasi dalam kegiatan semacam ini meskipun dia baru pindah ke sini dalam waktu yang singkat.
Setelah berbicara dengannya, aku menyadari bahwa dia mungkin tidak peduli untuk membuat kesan yang baik pada orang-orang sepertiku.
Yah, sebenarnya itu bukan hal yang begitu buruk, tapi tetap saja itu bukan sebuah ketulusan.
Aku mendengarkan Kurusu untuk mencari tahu apa yang dia pikirkan.
(Aku tidak yakin apakah ini ide yang bagus atau tidak, tapi aku yakin ini akan membantu. Aku perlu mengumpulkan energi yang cukup... Fyuh!)
Kurusu baru saja menunjukkan antusiasmenya yang indah.
Suara yang lembut dan penuh motivasi itu sepertinya tanpa sadar mengguncang indraku seperti sebelumnya.
Tidak ada yang buruk tentang isi hatinya... Tidak, sungguh. Aku minta maaf karena masih hidup dengan penuh kebohongan.
Saat aku mengakui dosaku di dalam hatiku, Kurusu sepertinya memperhatikanku dan melirikku. Tapi dia segera memalingkan wajahnya.
(...Kaburagi-kun. Dia bersih-bersih di hari liburnya...Aku menghormatinya. Sosok yang patut dikagumi. Orang suci?)
──Perasaannya yang begitu polos itu sampai di telingaku dan nyawaku seolah terkuras habis setelah mendengarnya.
...”Gap” antara wajahnya yang tanpa ekspresi dan isi hatinya terlalu imut.
Kurusu, yang tidak tahu tentang perasaanku, terus berbicara dengan suara hatinya yang hanya bisa aku dengar.
(...Aku tidak tahu apakah ini momen yang tepat. Bolehkah aku menanyakan sesuatu padanya? Tapi mungkin akan mengganggu jika aku berbicara dengannya secara tiba-tiba. Ini pertama kalinya aku...aku ingin mencari guru…oh...dia tidak ada di sini. Aku tidak melihatnya...Aku dalam masalah)
"........."
(...Aku harus mengerjakannya sendiri. Aku akan mencoba membersihkan semuanya...Aku harus melakukan yang terbaik)
"...Yo, Kurusu. Seolah sudah lama aku tidak melihatmu."
(...Tidak mungkin. Dia sedang berbicara denganku...)
Dia tampak terkejut.
Tidak tidak. Aku tidak bisa mengabaikan ini.
Aku tidak peduli dengan sikapku sebelumnya, dan jika aku mengabaikan ini, hatiku tidak akan bisa menerimanya.
Kurusu sepertinya sangat senang mendengarku berbicara dengannya, sudut mulutnya berkedut, dan ekspresinya lebih tegang dari biasanya.
Tapi tetap saja, tatapannya, terlihat sangat kuat. Jika aku tidak tahu isi hatinya, aku hanya akan melihat wajah yang sedang menatap tajam.
Aku menunggu Kurusu menulis di tabletnya, berusaha untuk tidak kehilangan senyum di wajahku.
【Halo】 (...Aku sangat senang. Terimakasih, Tuhan)
"Oh. Kau terlihat baik-baik saja hari ini..."
【Baik】 (...Aku sangat bersemangat. Mungkin aku bisa terbang sekarang? Aku akan melakukan yang terbaik...)
"Jadi begitu. Senang mendengarnya. Hari ini akan melelahkan. Mari kita bekerja keras bersama, oke?"
(...Ya. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantumu)
"Oh, kau sudah banyak menganggukkan kepalamu sekarang. Ahh, ngomong-ngomong, kenapa Kurusu ada di sini?"
【Sukarelawan】
"Aku pikir sulit untuk berpartisipasi dalam acara seperti ini karena terlalu merepotkan dan melelahkan, tetapi Kurusu memang hebat."
【Pandai bersih-bersih】 (...Langkah demi langkah. Aku ingin melakukan yang terbaik)
"A-aku mengerti."
Sial...seperti biasa, sifat baiknya terlalu mempesona!
Aku tidak percaya dia berterima kasih kepada Tuhan hanya untuk hal seperti ini.
Aku tahu dia sangat termotivasi, tapi seperti biasa, ekspresi wajahnya benar-benar kosong.
Sungguh disayangkan, karena suaranya begitu bergema di lubuk hatinya.
Mau tak mau aku bertanya-tanya...apa yang bisa kulakukan untuk menjernihkan kesalahpahaman orang-orang karena dia tidak berbicara.
"Nee, itu siswi pindahan, kan? Kaburagi-kun bersamanya, tapi apa dia baik-baik saja?"
Saat aku berbicara dengan Kurusu, aku mendengar suara seorang siswi yang juga menjadi sukarelawan.
"Itu benar. Luar biasa. Kalau itu aku, aku tidak akan mau mendekatinya karena aku takut jika dia menatapku seperti itu."
"Aku mengerti~. Apakah itu adalah sebuah hukuman karena datang ke sini??"
"Itu mungkin. Jika Kaburagi-kun dalam masalah, haruskah kita membantunya?"
"Jangan lakukan itu, kita tidak tahu apa yang akan dia lakukan."
Mereka mungkin mengira mereka berbisik secara rahasia, tapi kita bisa mendengarnya.
Yah, mungkin mereka mencoba untuk terdengar, tapi aku benar-benar tidak suka perilaku perempuan seperti itu.
Jika aku tidak tahu apa-apa tentang Kurusu, aku akan mengerti bahwa kesanku tentangnya mungkin akan seperti itu juga.
Bahkan jika aku tahu itu, aku tetap merasa tidak enak mendengar hal-hal seperti itu...
Aku mengalihkan pandanganku kembali ke Kurusu di depanku.
Aku tidak bisa melihat emosi apa pun di wajahnya, tapi tangannya yang memegang tablet sepertinya terlihat sedikit tegang.
(...Aku tidak ingin menjadi pengganggu...Aku harus menjauh darinya. Kaburagi-kun akan disalahpahami juga kalau begini...)
Kurusu membungkuk dan berbalik meninggalkanku.
Dia khawatir dengan apa yang harus dia lakukan hari ini, tetapi dia tidak ingin menggangguku. Dia sangat canggung dan tidak mengutamakan dirinya sendiri.
Aku pikir dia sangat sedih dengan kepribadiannya sendiri dan sikap orang-orang di sekitarnya.
Aku meletakkan tanganku di bahu Kurusu.
"Hei. Kenapa kau tidak pergi bersama denganku hari ini?"
Dia berhenti dan berbalik.
Dia akan mengatakan tidak karena itu akan menggangguku, tapi aku mengatakan serangkaian kata padanya agar dia tidak lari.
"Kurusu, ini pertama kalinya kau menjadi sukarelawan, kan? Jika itu masalahnya, aku pikir akan lebih baik bagimu untuk menjalani prosesnya denganku hari ini. Aku yakin ada banyak hal yang tidak kau ketahui jika ini pertama kalinya bagimu... Di mana membuang sampah, ke mana harus pergi bersih-bersih, kapan harus istirahat... kau mengerti, semua hal yang tidak kau ketahui, kan? Aku sudah menjadi sukarelawan sepanjang hidupku. Jadi aku akan membantumu dengan itu."
Dia menatapku dan mengedipkan matanya yang besar berulang kali.
Tanpa menunggu jawaban darinya, aku mendatangi guru yang baru saja datang dan bertanya.
"Sensei. Hari ini aku memiliki seseorang yang baru menjadi sukarelawan, dan aku ingin mengajarinya tentang kegiatan di sini, apakah tidak apa-apa?"
"Ya? Oh, itu mengingatkanku. Bisakah aku meminta Kaburagi untuk melakukannya?"
"Tentu. Aku akan melakukannya."
Aku meminta izin dari guru dan mengajukan diri untuk membantu Kurusu, dan kemudian berbicara dengan gadis-gadis yang berbisik sebelumnya.
"Kita akan membersihkan bagian belakang gedung sekolah. Kurusu ingin melakukan yang terbaik hari ini karena ini pertama kalinya dia berpartisipasi. Aku tahu ada banyak hal yang dia tidak mengerti, jadi seseorang harus mendukungnya. Jadi, maaf mengganggumu, apakah tidak apa-apa?"
"Yah, um... jika itu tidak apa-apa denganmu, Kaburagi-kun, maka tidak apa-apa, kan...?"
"Maaf. Terima kasih. Semoga kalian juga beruntung."
Aku memberi tahu gadis-gadis itu bahwa itu adalah pilihanku sendiri, dan aku kembali ke Kurusu dan tersenyum.
"Ayo pergi. Aku akan mengambil gunting rumput dan aku tidak boleh melupakan sepatu bot juga. Tanpa itu, memotong rumput liar akan sangat sulit karena disana sangat berlumpur."
(...Mengapa?)
"Sudah, jangan membeku, ayo pergi!"
Aku memberi isyarat kepada Kurusu untuk mengikutiku, dan dia terhuyung-huyung mengejarku.
Ketika kami mencapai bagian belakang gedung sekolah, aku tidak melihat siswa lain. Lalu aku berhenti dan berbalik menghadap Kurusu.
"Aku akan menjadi instrukturmu, kan? Jangan meremehkannya karena kau pikir ini hanya pekerjaan bersih-bersih biasa."
Mencoba menghilangkan suasana suram, aku berbicara padanya dengan nada secerah mungkin.
Melihat sikapku, Kurusu bertanya padaku dengan tatapan khawatir.
【Kenapa?】 (Kenapa kamu juga begitu baik padaku...?)
Kurusu menunjukkan tabletnya padaku dan matanya yang besar dan indah menatap lurus ke arahku.
Bukan karena aku menyukainya atau ingin dekat dengannya.
Jika kalian percaya pada kata-kata ‘memanfaatkan kemampuanmu untuk menjalani kehidupan yang baik’, maka kalian pasti adalah orang yang tidak akan mau terlibat dengan ini.
──Awalnya.
Orang-orang tidak memiliki cara untuk mengetahui kebenaran dari apa yang dikatakan orang lain, dan tampaknya mereka akan langsung percaya dan menjadi mabuk ketika diberikan banyak perkataan yang enak untuk didengar.
Aku bahkan tidak akan mengkoreksi kata-kataku itu karena aku tidak pernah mengalaminya.
Karena aku bisa mendengar suara hati seseorang.
Seperti percakapan normal pada umumnya. Seperti percakapan yang biasanya terjadi sehari-hari.
Sama seperti bernafas, hal ini adalah bagian alami dari kehidupannya sehari-hari. Suara hati orang jarang ada yang indah, dan biasanya merupakan sesuatu yang buruk dan tidak bisa mereka katakan dengan lantang.
Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan orang-orang untuk menyembunyikan kata hatinya sangatlah lucu dan kosong jika dilihat dari sudut pandangku.
Percaya atau tidaknya aku pada mereka, apakah aku akan berhubungan baik dengan mereka atau tidak, tergantung pada suara hati mereka.
Itulah mengapa aku dikejutkan dengan suara orang yang jujur dan sungguh-sungguh berusaha melakukan yang terbaik, dan aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.
Tapi pada akhirnya──
"Aku hanya memenuhi egoku sendiri, sederhana kan."
Pada akhirnya, ini semua hanya untuk kepuasan diriku sendiri.
Saat aku duduk di kereta dan ada orang tua di depanku, aku akan menyerahkan kursiku.
Jika tidak, aku akan merasa canggung dan bersalah...
Aku tidak ingin hatiku terganggu oleh perasaan seperti itu... itulah satu-satunya alasan.
“Ahh. Ngomong-ngomong, tidak perlu merasa berhutang budi padaku. Aku melakukannya atas dasar kemauanku sendiri. Dan jika aku tidak menyukainya, aku pasti akan bertindak egois."
Jadi, aku mengucapkan kata-kata tersebut agar dia tidak merasa berhutang budi kepadaku.
Aku yakin dia akan lega mendengar ini, dan dia tidak perlu khawatir tentang hal ini.
'Terimakasih telah bernisiatif melakukannya!', hanya itu yang perlu dia katakan.
Kemudian dia melihat ke bawah dan kemudian menganggukkan kepalanya. Sepertinya dia mengerti dengan maksud perkataanku.
"Yoshh! Sekarang mari kita kembali ke jalur──"
【Pasti kembali】 (Kalau begitu aku akan berbicara dengan egois juga... Pasti ada sesuatu yang bisa kulakukan untuknya)
"Kurusu? Sudah kubilang, itu tidak perlu."
(...Kamu tidak boleh menolaknya)
"Kau tidak perlu terlalu keras dengan dirimu sendiri... Tidak, tidak. Kurusu, aku akan mundur sekarang jika kau tetap bersikeras dengan itu."
【Ditolak】
"Ehh..."
Hah? Bukankah ini berbeda dari yang aku harapkan?
Kenapa dia begitu keras kepala...?
(...Jika kita diberi sesuatu, kembalikan. Membalas bantuan orang lain adalah suatu keharusan)
Dia sangat termotivasi. Keadaannya yang tertekan sebelumnya tampak seperti sebuah kebohongan.
Ahh──tapi, yah...Kurusu juga seperti ini tempo hari.
"Kau benar-benar serius..."
Aku menghela nafas dan menjatuhkan bahuku.
Sepertinya aku membuat pilihan yang salah. Tindakan yang aku ambil untuknya tampaknya telah membuat hubungan di antara kami semakin kuat.
"Baiklah, kalau begitu kita akan bekerja sama, tapi... apa benar tidak apa-apa?"
【Aku akan pergi bersamamu】
"Kau seperti seorang samurai!"
[TN: Maksudnya tekadnya sangat kuat.]
Dengan begitu, kita berdua pun mulai bekerja.
◇ ◇ ◇
Dua jam telah berlalu sejak pekerjaan kita dimulai. Aku dan Kurusu melanjutkan pekerjaan bersih-bersih kami dengan saling berdiam diri.
Memungut sampah, mencabuti rumput liar, dan mengumpulkan daun-daun yang gugur. Ini adalah pekerjaan yang sangat sulit dan menyusahkan, tetapi Kurusu yang tulus bekerja sangat keras tanpa keluhan atau komentar.
Kata ‘sunyi’ akan menjadi satu-satunya kata yang muncul di benak orang-orang jika mereka melihat adegan tanpa percakapan ini.
Seorang pria dan wanita yang bekerja bersama, namun tidak ada satu pun adegan romantis yang terjadi diantaranya.
Tapi ada alasan untuk ini. Kurusu tidak dapat menggunakan tabletnya sebagai alat percakapan saat bersih-bersih, jadi dia tidak punya pilihan lain selain tetap diam.
Ya, dari pihak ketiga, mungkin hanya hal tersebut yang dapat mereka lihat.
Namun, dari sudut pandangku, yang bisa aku dengar hanyalah suara gesekan sampah yang dimasukkan ke dalam kantong...ini tidak sunyi sama sekali.
(...Aku ingin berbicara dengannya. Tapi, tidak baik untuk mengobrol sambil membersihkan. Sedikit saja... tidak, tidak, aku harus mencoba. Setidaknya, untuk berterimakasih padanya...)
Ya, selain itu aku juga bisa mendengar suara orang di sebelahku ini yang bertanya dan menjawab pertanyaan sendiri dan mengkhawatirkan berbagai macam hal.
Sulit bagiku untuk berbicara dengannya ketika aku mendengar konflik batin yang sedang dihadapinya itu...
Jika ini seperti biasanya, aku akan berinisiatif dalam memulai komunikasi dan melakukannya seperti yang diharapkan.
Aku tidak pernah terlalu memikirkan banyak hal dalam berhubungan dengan orang-orang.
Tetapi aku hanya bisa mendengar suara asli kurusu, yang polos dan tidak terdapat kepalsuan sama sekali di dalamnya. Aku merasa seperti memanfaatkan perasaan polosnya jika aku melakukan apa yang biasa aku lakukan, dan aku merasa bersalah.
Aku meliriknya ke samping. Saat itu, mataku bertemu matanya.
Dia memberiku tatapan dingin dan tajam. Jadi jika kalian hanya melihat ekspresinya, kalian pasti akan berpikir 'Apakah aku telah melakukan suatu kesalahan?'.
Akan tetapi──
(...Mata berbicara lebih keras daripada kata-kata. Orang baik pertama yang berbicara denganku di sekolah. Aku ingin mengenalnya... aku ingin sekali berbicara dengannya...)
Yah, aku tahu mengapa dia menatapku, jadi tidak ada kesalahpahaman dari ku.
Senyum itu, tidak peduli bagaimana orang melihatnya, terlihat sangat menakutkan dan mengancam.
Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
('Aku ingin bicara. Aku senang bersamamu', aku akan sangat senang jika dia berpikir seperti itu. Yang aku butuhkan adalah manfaat baginya untuk berbicara denganku.)
Tidak peduli dengan perjuangan yang aku hadapi untuk bisa menanggapinya, pikirannya satu demi satu tersampaikan padaku.
Maksudku, apakah kita benar-benar membutuhkan manfaat hanya untuk saling bicara?
Aku rasa tidak perlu, itu hanya hal natural yang dapat dilakukan semua orang...
Aku bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan, dan aku menatapnya.
(Bicara tentang kesenangan, komedi... Komedi berarti lelucon...gachan...bukan?)
[TN: Gachan (がちょーん) adalah lelucon lama dari komedian Jepang “TANI Kei,” dan digunakan saat seseorang merasa terpojok, tetapi kata itu sendiri tidak memiliki arti sama sekali. Aku lupa ini diambil dari web mana wkwkwkwk]
Sial... Pilihannya sangat kuno!
Dan cara dia malu...dia sangat manis dengan sia-sia!!
Perasaanku hampir terbakar, tapi aku mati-matian menahannya.
Tapi Kurusu, yang tidak tahu tentang perubahan perasaanku ini, terus berpikir dalam hatinya seolah-olah dia terus mencoba menyerangku.
(Oh...tapi bagaimana jika Kaburagi-kun tidak suka komedi? Kalau begitu mari kita coba strategi manisan... Cokelat untuk Kaburagi-kun? Atau jus jeruk karena ini musim dingin? Eh, jus jeruk bukanlah manisan, kan? Tapi sekarang aku hanya punya permen. Bolehkah aku mengambilkannya jus jeruk? Ini bagus untuk tenggorokannya, kan...ya)
Tolong hentikan itu...
Pikirannya melesat ke segala arah, tapi kerja keras dan niat baiknya bergema di hatiku.
Kelucuan perasaannya yang polos dan jujur itu menyengat hatiku.
Tapi apa yang bisa aku lakukan dengan ini?
Aku memegang kepalaku dengan tangan dan menghela nafas berat.
Kemudian Kurusu mendatangiku, membawa tabletnya dan mulai menulis di atasnya.
【Benda merah ini adalah serangga】 (...mari coba memperlihatkan betapa pintarnya aku)
"Hehe. Kurusu tahu banyak hal, ya~"
【Cangkang jangkrik digunakan sebagai obat】 (...Fufufu... Aku telah diakui mengetahui banyak hal)
"Itu... aku tidak mengetahuinya."
Aku mengangguk seolah aku terkesan dan berusaha menutupi ekspresi wajahku yang akan memudar.
Kurusu sepertinya tidak memperhatikan, dan mungkin karena senang dengan reaksiku, dia menulis 'Aku akan memberimu permen' di tanah dan menatapku tajam.
Dia sepertinya berpikir untuk mencoba membuat senyum yang selebar mungkin.
───Tapi, dia benar-benar tidak pandai menunjukkannya!!
Aku tersentak kembali dalam pikiranku dan melihat punggung Kurusu saat dia pergi untuk mengambil permen.
(Langkah pertama adalah menunjukkan pengetahuanku... Aku ingin orang-orang berpikir bahwa aku memiliki poin bagus dalam hal ini. Dan aku ingin berbicara tentang banyak hal... Bagaimana cara mencari teman...bisakah kita berteman…)
Suara hatinya masih bocor, dan kata-katanya menyerang hatiku.
Teman. Bagaimana cara mencari teman... Dia adalah orang yang canggung, sungguh.
Aku dapat mengatakan bahwa dia berusaha keras untuk diterima orang-orang, meskipun aku memiliki banyak keraguan dengan cara pendekatannya, seperti mencoba membuatku tertawa dan menawarkan permen.
Sayangnya, dengan selera dan kepribadiannya yang unik, dia tidak akan punya teman. Dan mungkin karena ketidakmampuannya untuk berteman inilah yang membuat pemikirannya menjadi sedikit aneh seperti ini.
Dia memiliki wajah yang cantik, dia adalah gadis yang tampak natural dengan penampilan yang fresh. Bisa dianggap dia memiliki kecantikan yang alami, tapi...ahh, itu benar-benar sia-sia.
Aku tahu apa yang hendak aku katakan, jadi tidak apa-apa. Jika dia mencoba berteman dengan cara yang dia lakukan sekarang, orang lain mungkin ingin menghindarinya karena mereka tidak mengerti apa yang dia lakukan.
Itu semua benar-benar bisa dimengerti. Kisah yang begitu menyedihkan.
Aku menghela nafas dan menatapnya saat dia mencoba memikirkan apa yang harus dibicarakan selanjutnya.
"Yah, Kurusu. Ada beberapa hal yang ingin kukatakan tentang pilihan percakapanmu..."
(Dia ingin berbicara padaku... aku senang)
"Yah, maksudku. Aku minta maaf karena mengatakan ini, tapi kurasa kau tidak harus memamerkan pengetahuanmu dengan cara ini."
【Dilarang?】
“Tidak dilarang, tapi bagus untuk dijadikan bahan perbincangan jika memang situasinya tepat. Jadi, tidak baik untuk tiba-tiba membicarakan hal-hal aneh dengan orang yang bahkan tidak kau kenal dengan baik... terutama pengetahuan tentang serangga. Karena ada orang yang membencinya meski hanya mendengarnya.”
(...Oh tidak)
Kurusu membeku mendengar kata-kataku. Dia tidak bergerak bahkan ketika aku melambaikan tanganku padanya, dan dalam hatinya dia tertekan karena dia merasa telah gagal.
"Oh, maaf. Aku tidak bermaksud menyangkal semuanya. Pengetahuannya itu sendiri tidak buruk... tapi tahukah kau, ada waktu tertentu untuk mengatakan sesuatu seperti itu, kan? Itu bisa digunakan dalam sebuah percakapan atau menjadi topik tambahan untuk percakapan lainnya. Cara yang salah untuk menggunakannya hanya akan memberikan efek sebaliknya."
Dia tampaknya terkejut dengan saran ini dan menundukkan kepalanya setelah terdiam beberapa saat.
Nah, aku bisa tahu dengan melihatnya bahwa dia benar-benar pekerja keras. Akan sia-sia jika dia menempatkan usahanya ke arah yang salah.
Kurusu kemudian memiringkan kepalanya dengan imut seolah bertanya, 'Apa yang harus kulakukan?'.
"Mnn, mari kita lihat. Untuk saat ini, bukan ide yang baik untuk mencoba memaksakan diri. Aku pikir tidak apa-apa dengan dirimu yang sekarang. Tentu saja, tanpa pengetahuan trivia yang telah aku sebutkan sebelumnya."
【Kecewa】 (Bagaimana jika orang berpikir aku gadis yang tidak pintar)
"Mengecewakan ya... Yah, toh aku masih nyaman berbicara denganmu. Aku tidak selalu ingin berbicara dengan seseorang yang pintar."
【Membosankan】 (...Tidak menyenangkan untuk diajak bicara)
"Tidak, tidak, kau bukan pelawak, orang tidak akan mengharapkan itu dalam percakapan yang normal."
【Tanpa manfaat】 (Tidak ada manfaat untuk berbicara denganku...)
"Tidak perlu memikirkan manfaat berbicara dengan orang lain. Percakapan santai dan tidak penting bisa jauh lebih menyenangkan dari yang kau kira."
Mendengar kata-kataku, Kurusu berhenti menulis di tabletnya dan mulai bertanya-tanya apakah itu memang hal yang benar untuk dilakukan.
Percakapan dalam pikirannya mungkin haruslah menyenangkan, memiliki manfaat atau penting.
Namun kenyataannya, bukan hanya itu, dan percakapan 'tidak penting' itu biasa terjadi dimana-mana.
Itu merupakan percakapan yang mudah, dan kita tidak perlu khawatir dengan apapun di dalamnya.
Tapi──itulah yang terkadang membuat percakapan seperti itu terasa nyaman.
Jika Kurusu memahami ini, dia mungkin akan berubah juga.
"Jadi, jangan mencoba memaksakan diri untuk memperbaiki keadaan. Kau pasti bisa melakukan yang terbaik dengan sendirinya."
【Pendiam dan bodoh】 (Jika aku tidak berbicara dan bodoh... maka aku bukan gadis yang baik)
"Benarkah? Kupikir kau lebih menawan sekarang. Jika kau tanya kenapa, aku akan menganggap perilaku unikmu itu bodoh dan lucu."
(...Mouu, bukankah kamu sudah berpikir bahwa aku pintar sebelumnya?)
"Jangan melihat ke bawah dan sedih seperti itu. Aku berada di puncak kelasku. Jika kau ingin diakui sebagai orang yang pintar, kau harus mengalahkanku."
【Menyerah】 (...Aku tidak akan pernah menang jika aku berhadapan langsung dengannya. Tidak akan pernah. Perbedaannya seperti antara langit dan bumi)
"Bukankah kau menyerah terlalu cepat!?"
Maksudku, kepercayaan dirimu terlalu rendah!
Bahunya merosot dan dia tampak tertekan.
"Kurusu seharusnya lebih percaya diri. Jangan terus mencela dirimu sendiri. Kalau tidak, kau tidak akan bisa berbicara dengan baik bahkan jika kau sangat menginginkannya."
【Malu dengan kepribadianku】 (Aku merefleksikan banyak hal... Apakah aku benar-benar aneh?)
"Tidak, tidak, Kurusu sangatlah peduli. Kepribadianmu bagus, kan"
Aku tersenyum padanya untuk menenangkannya.
Kurusu memiringkan kepalanya seolah dia tidak mengerti apa yang aku katakan.
"Dengar. Selalu saja prasangka seperti 'Itu aneh. Itu tidak benar', yang membuat suara paling keras. Mereka tidak menahan diri, mereka berbicara begitu keras sehingga kau bisa mendengarnya di telingamu sendiri. Tapi apakah kau tahu? Tidak apa-apa untuk menjadi berbeda. Tidak apa-apa untuk memiliki pemikiran yang berbeda. Itu adalah sesuatu yang harus diakui Kurusu terlebih dahulu."
(Bahkan diriku yang seperti ini tidak apa-apa...?)
"Kau tidak perlu memaksakan diri. Jika kau bisa lebih percaya diri, dan jika kau bisa menyukai dirimu apa adanya sekarang, seseorang yang menyukaimu akan datang dan ingin bersamamu... Aku yakin dengan hal itu."
Begitulah cara dunia bekerja. Aku menambahkan catatan itu.
...Aku malu telah berbicara terlalu banyak.
Aku mengipasi wajahku dengan tanganku dan membelakangi Kurusu.
"Yah, aku akan memberikan lebih banyak energi ke dalamnya. Jika aku tidak segera melakukannya, aku tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaanku..."
Malu dengan caraku berbicara sebelumnya, aku meregangkan kakiku dengan sengaja.
Secara alami, Kurusu tidak menanggapi dengan reaksi verbal, dan suaraku adalah satu-satunya yang terdengar di sini.
Saat aku melangkah maju untuk menghindari situasi sunyi ini, aku merasakan sedikit sentuhan di punggungku.
(Kaburagi-kun... aku tahu aku bisa mempercayainya...)
Ketika aku berbalik untuk melihatnya, dia menatap lurus ke arahku dengan ekspresi yang seolah agak menempel padaku.
"Umm...Kurusu. Ada apa?"
【Permintaan besar】 (...Aku takut untuk mengatakannya)
"Sebuah permintaan? Aku berharap itu adalah sesuatu yang bisa aku lakukan."
【Apa yang bisa aku lakukan untuk menjadi seperti Kaburagi-kun?】
"Untuk menjadi sepertiku?"
【Orang yang sangat baik】 (...dicintai semua orang, ramah dan punya banyak teman. Aku ingin menjadi orang seperti itu)
"............"
【Katakan padaku】 (...Tidak ada yang berubah. Aku masih ingin mengubah diriku sendiri...)
Mata besar yang menatapku tersebut tidak membiarkanku pergi.
Suaranya dipenuhi dengan keinginan yang kuat.
Itu adalah suara besar yang bergema di kepalaku, tapi anehnya, itu tidak membuatku merasa tidak nyaman.
"Hanya karena kau bertanya padaku tidak berarti itu akan berhasil. Hubungan tidak selalu indah... jadi apakah kau yakin tidak apa-apa?"
【Tidak masalah】 (Jika aku tidak tahu, aku tidak dapat memulainya. Diam saja tidak akan mengubah apa pun... karena menurutku begitu)
"Aku mengerti, kau sungguh kuat."
Kurusu kuat. Aku pikir mentalitasnya ... berkali-kali lebih kuat dariku.
Aku telah melihat orang-orang yang pesimis dengan kondisi mereka sendiri dan terus mengeluh dalam pikiran mereka, atau yang hanya mengeluh tentang keadaan mereka dan menolak untuk melanjutkan.
Mereka menyalahkan segala sesuatu di sekitar mereka dan menolak untuk berusaha.
Tapi────Kurusu berbeda.
Aku hanya terlibat dengannya dalam waktu yang singkat, tetapi waktu tidak masalah karena dia tidak bisa berbohong di dalam hatinya.
Aku satu-satunya yang tahu bahwa dia telah berusaha melakukan yang terbaik meskipun dia tidak terlalu baik dalam hal itu.
──Mencoba untuk terlibat dengan orang-orang dan gagal.
──Orang-orang takut ketika dia mencoba untuk membantu.
Meskipun dia tidak melakukannya dengan baik, Kurusu bekerja keras tanpa putus asa.
Aku bisa merasakannya di matanya.
Jadi, akan sia-sia bagiku untuk tidak melakukan sesuatu setelah mendengar pemikiran seperti itu.
"Maaf. Apakah Kurusu punya waktu luang sepulang sekolah?"
(...Apa itu?)
"Aku akan membantumu. Sampai Kurusu bisa menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan sekitarnya."
【Terimakasih】 (Untuk pertama kalinya... bagaimana aku bisa berterimakasih padanya? Sepertinya semua yang ku miliki tidak cukup... Dia sangat baik. Apakah dia orang suci? Mungkinkah Kaburagi-kun adalah perwujudan dewa...?)
Aku benar-benar dipuja olehnya...
Pujian yang kudengar dari Kurusu. Rasa syukur di balik kata-kata dan ungkapannya membuatku geli.
Aku tidak bisa mendengarnya dari depan wajahku, jadi aku hanya menjawab singkat dengan 'Oh'.
"Baiklah, mari kita lanjutkan bersih-bersihnya. Sambil berbicara..."
【Ya】 (...Ini kah yang disebut ‘Youkya’, raja dalam hal komunikasi. Masterku...)
[TN: "Youkya" juga merupakan istilah untuk orang yang sangat pandai dalam bersosialisasi.]
Aku tidak bisa berteriak 'Apa yang kau maksud dengan master?' padanya. Jadi aku hanya menaruhnya di hatiku.
Ini adalah hari dimana aku mulai terlibat dengan gadis yang tidak bisa berbicara ini.
Catatan Penerjemah:
Sepertinya ini bukan cerita romance gula seperti yang sekarang banyak bermunculan, tapi aku sangat tertarik dengan setting yang diberikan. Terutama Kurusu, entah kenapa aku sangat bersimpati dengan char ini. Jadi aku sangat menantikan development apa yang bakal dia dapetin. Oh ya, karena pak Sipoi lagi sibuk, jadi untuk PJ yang ini tanpa sentuhan editor. Jadi aku sangat mengharapkan adanya feedback dari kalian kalau memang ada kalimat atau bagian yang kurang jelas. Akhir kata, selamat membaca ^^
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment