NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shaberanai Kurusu-san Kokoro no Naka wa Suki de Ippai V1 Chapter 3 Part 2

Chapter 3 - Jarak untuk Mendekatinya yang Tidak Berbicara

 [Part 2]

 

Pengingat:

【】: kata-kata Kurusu di tabletnya

() : suara hati orang lain yang dibaca/didengar oleh MC (Kaburagi)

 

Sudah beberapa hari sejak kita mulai berlatih membuat bento, dan hari ini aku mencicipi hasilnya.

Kata-kata yang keluar dari mulutku adalah,

“Yumm...”

Itu saja.

Jadi, kesimpulannya──Kurusu dapat mengingat sesuatu dengan sangat cepat.

Meskipun caranya berinteraksi masih sama, dia cepat belajar dalam hal memasak.

Mungin karena dia memang tertarik dalam hal ini, tapi mungkin saja ini karena dia selalu berusaha keras dalam segala hal.

Jari-jarinya ditutupi dengan perban, dan cara dia mengiris sayur-sayuran menunjukkan kalau dia telah banyak berlatih.

Orang yang jujur ​​dan pekerja keras seperti ini selalu membuatku ingin membantunya.

Dia tidak pernah mengeluh tentang apa yang aku ajarkan kepadanya, dan dia akan langsung bertanya jika dia memiliki pertanyaan.

Benar-benar murid yang baik, kan.

Satu-satunya kelemahannya adalah dia masih berpikir terlalu keras.

Saat ini, tepat di sebelahku,

(‘Sedikit’ maksudnya seberapa? Jika sedikit, tidakkah itu seharusnya ditulis dalam jumlah gram? Jika tidak, maka...)

Nah, ada kalanya dia berhenti saat melihat buku resep seperti ini.

Dia tampaknya tidak puas dengan bagian-bagian yang ambigu dan mengalami kesulitan dengan bagian-bagian yang didefinisikan dengan perkiraan tersebut.

Contoh lainnya, dia mengalami kesulitan dengan instruksi ‘dipotong menjadi potongan-potongan kecil’ tempo hari, meskipun seharusnya dia hanya perlu memotongnya menjadi beberapa bagian.

‘Jika setiap orang memiliki ukuran mulut yang berbeda, kita perlu mendefinisikan semua ukurannya!’. Dia mengeluarkan penggaris dan mengatakan sesuatu seperti itu.

Dia akan termenung dan mengalami kesulitan di kepalanya tiap kali dia tidak mendapatkan takaran yang spesifik.

Bahkan sekarang,

(Maksudku, apakah sulit untuk menimbangnya? Jika demikian, aku perlu mengambil timbangan mikro digital. Aku akan pergi ke Laboratorium Kimia untuk mengambilnya).

“Ya, Kurusu. Mari kita berhenti sebentar.”

Memasak adalah perang (Kualitas makanan akan memburuk seiring berjalannya waktu. Kita tidak boleh menyia-nyiakannya.)

“Aku takut karena kau terlalu serius... Kau sepertinya mengalami kesulitan dengan kata 'Sedikit'

Tidak(…Apakah dia mengetahuinya? Tetap saja, aku ingin terlihat bisa dalam hal ini…)

“Jangan bohong. Karena ini Kurusu, aku tahu kau pasti akan kesulitan di bagian ini. Seperti yang bisa dilihat di buku resep itu, aku melihat kata 'sedikit' di banyak penjelasannya.”

Kurusu sepertinya sadar dia tidak bisa menyembunyikan apa pun lagi dariku, lalu dia menulis Terima kasihdan terlihat malu.

“Tidak perlu berterima kasih padaku. Ini sesuatu yang ingin aku lakukan.”

Aku menjawabnya dengan melambaikan tanganku.

Yah, sudah kuduga akan berhenti di sini, kan. Itu sebabnya aku memberinya catatan dengan takaran yang jelas dan sesuai pengalaman tanpa bergantung dengan buku resep sejak awal.

Tapi, aku yakin Kurusu akan mengerti jika aku mengajarinya.

“Sedikit garam atau merica itu berarti sekitar 0,2 gram garam atau merica yang terjepit di antara ibu jari dan jari telunjukmu. Kalau bahan yang cair, mungkin sekitar 2-3 tetes?”

(...0,2 gram. Sudah kuduga kita harus mengukurnya... Memasak sangatlah rumit ya)

“Hmm. Untuk sekarang, jangan mengukur setiap kali seseorang mengatakan ‘sedikit’, oke?”

(...Aku ketahuan lagi. Seperti yang diharapkan dari Kaburagi-kun)

“Apa yang aku katakan hanyalah panduan. Jika kau ingin ahli dalam melakukannya, kau harus menemukan takaranmu sendiri terkait berapa banyak bahan yang harus dimasukkan agar membuatnya terasa enak.”

Tidak percaya diri (Mengukur hanya dengan melihat itu sulit...)

“Yah, kau harus berlatih dan mendapatkan kepercayaan dirimu. Butuh waktu untuk terbiasa menakar semuanya setiap saat.”

Aku tidak peduli berapa lama pun itu. Berlatih memang membutuhkan waktu

“Yah, benar sih. Tapi, misalnya, Kurusu kan memiliki tulisan tangan yang indah, tetapi kau tidak menulis sambil memikirkan 'Berapa sentimeter untuk bergerak pada sudut ini dan seberapa banyak tekanan yang perlu diterapkan untuk menulisnya...', kan? Mungkin kau akan khawatir pada awalnya, tapi jika kau membuat kesalahan berulang kali, kemudian dapat memperbaikinya dan menjadikannya lebih baik lagi, akhirnya semua menjadi normal atau kebiasaan bagimu. Bukankah begitu?”

(...Yah, kalau kamu bilang begitu)

“Aku mengerti dengan kerja kerasmu. Tapi bersikaplah sedikit fleksibel, oke? Jika kau khawatir tidak mendapatkan angka yang jelas, mari kita coba untuk membuatnya lebih mudah untukmu.”

Iya

“Jika kau memiliki masalah lagi, tanyakan saja padaku.”

Dia kemudian lanjut untuk memasak bentonya, dan setelah selesai, dia mengemasnya.

Kotak bento kecil yang kekanak-kanakan terlihat begitu berwarna.

Satu jam telah berlalu sejak dia mulai memasak.

Akhirnya, bento itu selesai, dan saat kami melihatnya bersama, aku berseru kagum.

“Oh, sudah selesai ya. Oke, bukankah ini hasil yang sangat bagus?”

Tidak sebagus master(...Dia memujiku. Senangnya... Aku jadi ingin mengambil gambar... Tapi, kalau aku sudah senang sekarang, apakah dia akan berpikir ‘Naifnya dia hanya untuk senang dengan hal seperti ini’?)

“Jangan merendah. Kenapa tidak memfotonya sebagai kenang-kenangan?”

Kurusu mengangguk pada kata-kataku, mengeluarkan ponselnya, dan mulai memfotonya.

Memang tidak terlihat dari ekspresinya, tetapi jauh di lubuk hatinya dia seperti anak kecil yang dengan polos bersukacita atas keberhasilannya.

Suara kegembiraan hatinya yang lucu masih menusuk hatiku bertubi-tubi.

Sangat disayangkan jika orang-orang di sekitarnya tidak tahu tentang kebaikannya ini.

Jika mereka tahu, mereka akan melihatnya secara berbeda. Aku bisa mengerti bagaimana penampilan luar bisa menjadi batu sandungan.

Jadi aku harus melakukan sesuatu agar orang lain tahu betapa baiknya Kurusu.

Ketika aku memikirkannya,

(Ah, aku mendengar suara! Aku yakin bisa menangkap basah mereka kali ini~. Bahkan jika Kaburagi-san adalah pria yang sangat peka, dia tidak akan menduga kalau aku akan datang ke sini saat ini para anggota OSIS sedang sibuk dengan kegiatan di tahun ajaran baru. Fufufu, aku telah bekerja keras menyelesaikan pekerjaanku agar bisa mendapatkan momen ini! Akan ku pastikan bahwa usahaku ini tidak akan sia-sia~)

…Tidak, apa-apaan itu. Apa maksudnya dengan usaha yang sia-sia.

Aku menghela nafas saat mendengar suara yang tiba-tiba datang dari arah koridor.

Menurutku, itu adalah suara hati Hinamori yang sedang memikirkan rencananya.

Astaga, suara hati orang itu benar-benar keras…

Dia begitu ngotot hingga menenggelamkan suara-suara di sekitarnya.

Itu sebabnya, aku begitu mudah mengenali suaranya dan akhirnya dia selalu gagal mengejutkanku.

Bagiku, seolah dia seperti menyatakan, ‘Hinamori akan mengejutkanmu sekarang!’, secara terang-terangan.

Sulit untuk bereaksi meskipun sudah mengetahuinya...dan aku merasa kalah.

Aku menghela nafas dan melihat ke arah pintu masuk.

Sepertinya aku belum ketahuan, jadi aku akan terus mendengarkan suaranya.

(Aku tahu kamu di sini, Kaburagi-san. Sekarang mari kita lihat apa yang dia sembunyikan... Fufufu, aku akan menemukan kelemahanmu. Ah, tapi bukan itu bukan aku tertarik padamu atau ingin tahu ya)

Yah, ini akan menjadi masalah untuk berurusan dengannya ketika dia masuk, tapi... akankah ini menjadi kesempatan yang baik bagi Kurusu untuk berbicara dengannya?

Aku mulai berpikir positif terhadap kejadian ini.

Hinamori tidak akan memperlakukannya dengan buruk ketika pertama kali bertemu dengannya, dan jika percakapannya berjalan dengan baik, Kurusu mungkin akan dapat berbicara dengannya mulai sekarang.

Apa ada yang salah?

“...Yah, sepertinya teman sekelasku akan datang.”

Apakah tidak apa-apa?

Tidak apa-apa kok. Hanya saja…maaf jika nanti akan sedikit berisik.

Tidak masalah

(Oke, saatnya menarik nafas panjang dan membuangnya. Apakah aku akan langsung menggedor pintunya dan mengatakan, ‘Kamu tertangkap basah!!’? Tidak, mungkin saja, ‘Tidak boleh mengadakan pertemuan rahasia!’, akan lebih baik… Umm, aku sudah tidak sabar melihat reaksinya!!)

Apalagi yang kau khawatirkan? Cepatlah masuk.

Karena aku sudah menyadarinya.

Aku tidak dapat mendengar suara Kurusu sama sekali karena Hinamori, yang tiba-tiba saja terdiam...

Dan dia mungkin sedang berpikir dirinya sedang bersembunyi, tetapi bayangannya terlihat jelas di pintu kaca, bukan?

“Yah, Kurusu, dia orang yang mudah diajak bicara kok, jadi tidak perlu gugup────eh, oi?”

Kurusu tiba-tiba bergegas mengemasi barang-barangnya di tasnya dan merangkak ke bawah meja.

Ruang itu tepat berada di bawah kakiku.

Oi, oi, oi... kenapa kau bersembunyi di saat yang tidak perlu?

Aku tidak menyembunyikan apa pun, tetapi situasi ini jadinya kontraproduktif.

Maksudku, dia akan sangat mudah ketahuan jika seseorang mengintip ke tempatnya ini.

Aku benar-benar bingung...

Tempatnya bersembunyi benar-benar sempit.

Jari-jari kakiku berada tepat di bawah tempat Kurusu duduk.

Itu membuatku merasakan kelembutan dan... Ah, sialan. Sangat sulit untuk menggerakkan kakiku.

Dan mengapa posisinya ini begitu beresiko?

Untuk menggerakkan kakiku saja rasanya sudah sangat mesum, dan jika dia menggerakan kepalanya, dia akan berada di selangkanganku.

…Aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Aku pun melepaskan jaketku dan menutupi Kurusu dengannya agar dia tidak terlihat.

“Tukang selingkuh adalah musuh wanita! Kamu tertangkap basah!...Eh, heeee?? Kaburagi-san…sendirian saja?”

“Iya. Tapi, bukannya para anggota OSIS harusnya sedang sibuk ya? Apakah tidak apa-apa kalau kau kesini untuk membuat keributan?”

“Aku sudah menyelesaikannya dengan baik. Jadi tidak masalah.”

“Oke, oke. Baguslah. Kerja bagus untukmu. Kalau begitu, sekarang pulanglah dan beristirahat. Kegiatan OSIS akan terus berlangsung sampai kau berada di rumah kan.”

“Bukankah kamu telah memperlakukanku dengan sangat buruk sejak aku tiba di sini!?”

“Loh, aku hanya berusaha bersikap baik kan?”

Hinamori menggembungkan pipinya dan membuat wajah marah, lalu mengatakan ‘Aku akan tetap disini untuk mengobrol denganmu’ dan duduk di depanku di seberang mejaku.

Syukurlah…tapi apakah Kurusu akan terlihat jika terus begini.

Aku harap ini akan baik-baik saja,

(Lucu, kan. Aku sudah berpikir kalau Kaburagi-san, yang sangat waspada, akan bisa lolos begitu saja meskipun aku datang padanya secara tak terduga... Umm. Kalau begitu, sepertinya aku harus menekannya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dia lakukan. Fufufu, jika aku bisa mendapatkan kelemahannya, maka aku akan menang!!)

Ternyata dia sudah berencana untuk tetap di sini dengan pemikirannya itu.

Jika Kurusu muncul sekarang, maka dia akan... Ah, tidak, tidak.

Itu pasti akan sangat merepotkan.

“Umm. Sepertinya tebakanku salah. Kupikir aku akan menangkapmu berselingkuh dari istrimu hari ini...”

“Bagus sekali imajinasimu. Jangan seenaknya berasumsi kalau itu adalah perselingkuhan.”

“Benarkah? Jika kamu punya pacar dan kamu bersama wanita lain, itu namanya berselingkuh kan??”

“Yah itu kan pendapatmu. Bebas saja untuk melakukan apa pun yang kita mau. Selama itu tidak mengganggu hubungan kita.”

“Hee…Kamu sangat berpikiran terbuka ya.”

“Tidak seperti beberapa orang.”

“Maksud kamu apa!?”

“Oke, cukup. Sampai jumpa lagi, Hinamori.”

Dia lalu meraih bahuku dari depan dan mengguncangku.

Kurusu, yang berada di kakiku berpikir, ‘Apakah ini adegan pertengkaran?’, dan terlihat seolah tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

“Jadi, kenapa kamu ingin segera pergi~! Ingat ya, aku baru saja datang ke sini kan?? Tidakkah kamu ingin menikmati percakapan kita sedikit lagi!?!?!?”

“Menikmat yah…Tidak, bukankah kau ada urusan OSIS? Jangan meninggalkan pekerjaanmu begitu saja, bekerjalah dengan baik sebagai perwakilan para siswa.”

“Ugh, aku tidak tahu lagi harus bilang apa kalau kamu mengatakannya seperti itu… Tapi bukankah kamu sangat dingin padaku hari ini?”

Saat aku menjawab dengan dingin, Hinamori menggembungkan pipinya seperti anak kecil, dan menunjukkan kekesalannya.

Sikap manjanya itu membuatku ingin melindunginya,

(Hehehe. Bagaimana menurutmu!! Aku yakin bahkan Kaburagi-san pasti akan terguncang dengan kesempurnaan ini. Aku tidak akan kalah~ Aku akan membuatmu kehilangan kata-kata)

Yah, tapi aku hanya bisa menertawakannya karena isi pikirannya masih sama seperti biasanya.

…Seperti yang terdengar dari suara hatinya, dia adalah orang yang keras kepala dan tidak akan pergi.

Dan yang paling merepotkan nantinya adalah jika dia bertemu dengan Kurusu di situasi seperti ini dimana dia sedang melakukan pergerakan yang aneh.

Kurusu akan membeku dan membuat kemungkinan terburuk jika bertemu dengannya.

Kalau begitu, aku akan menemani orang ini sampai dia puas…yah, tidak ada hal lain yang bisa ku lakukan.

“Iya, iya. Aku akan menemanimu sebentar. Tapi pastikan kau mengerjakan tugas OSISmu, oke?”

“Aku tidak akan menyisakan apapun nanti.”

“Hoo, kau sangat teliti ya.”

“Fufufu. Pujian tidak akan membawamu kemana-mana.”

“Loh aku tidak memujimu. Aku hanya mengatakan kalau kau sedikit bodoh...”

“Ayo berbicara. Menyenangkan untuk membicarakan tentang cinta. Karena orang yang penting sepertiku sudah repot-repot datang kesini~.”

(...Orang penting? Aku penasaran...)

Hinamori pasti merasa puas karena dapat membuat percakapan mengalir ke arah yang dia inginkan.

Tapi suara hatinya yang menyebalkan berhenti dan akhirnya aku mendengar suara hati Kurusu.

Dia pasti khawatir dengan percakapan antara aku dan Hinamori. Dia bergerak di sekitar kakiku dan sepertinya mencoba mendengarkan dengan seksama.

“Hinamori suka membicarakan hal semacam itu, bukan?”

“Yah, aku ini kan siswi SMA. Dan kami jelas sangat peka dengan hal-hal seperti itu. Kaburagi-san pasti senang kan kalau membicarakannya denganku??”

“Ya kalau buatku sih, 'Yah jadi kita membicarakan ini lagi...?'. Maksudku, ya sudah lah jangan terus membahasnya.”

“Lagi~. Kaburagi-san, sudah waktunya bagimu untuk jujur.”

“Bukankah aku selalu jujur…”

“Benar…kah?”

Hinamori mencengkeram bahuku erat-erat dengan kedua tangannya seolah dia tidak ingin melepaskanku.

Dia menatapku dengan antusias dan mendekatkan wajahnya ke ujung hidungku.

Wangi harum tubuhnya, dan senyumnya yang menawan terpampang jelas di depan mataku.

Jika aku tidak tahu perasaannya yang sebenarnya, aku pasti akan jatuh cinta padanya.

Tetapi aku tidak tergoda dengan provokasinya itu dan mengambil sikap acuh tak acuh.

“…Kamu tidak bereaksi ya.” (Ugh... Dia benar-benar tidak merespon. Ini membuatku kehilangan kepercayaan diri...)

“Tidak apa-apa kan, toh yang lain bisa memahamimu? Yah, tapi percuma sih bagiku.”

“Itu yang tidak aku suka. Aku tidak akan pernah bisa mengalahkan Kaburagi-san.”

“Apa sih yang sebenarnya ingin kau perjuangkan, Hinamori. Maksudku, bukankah lebih baik jika kau tidak bersandiwara sama sekali? Gap sikap seperti itu akan terlihat lebih baik denganmu.”

Hinamori lalu meletakkan tangannya di dahinya setelah mendengar saranku dan membuat ekpresi seolah aku tidak mengerti dengan keadaannya.

“Jika aku menunjukkan keegoisan dan keangkuhanku, orang-orang tidak akan menyukaiku. Di dunia ini, menjaga penampilan publik itu penting.”

“Jadi penting untuk memisahkan sifat aslimu dengan yang ingin kau tunjukkan ke publik, begitu kan.”

“Benar sekali. Kesan yang orang-orang miliki tentangku adalah aku seorang gadis yang elegan, halus, sempurna. Jadi, penting untuk melindungi citraku ini.”

Aku mengerti apa yang ingin Hinamori sampaikan.

Aku juga selalu mencoba untuk memenuhi harapan orang-orang di sekitarku.

Tapi itu melelahkan dan terkadang membosankan. Aku harus sabar, dan harus terus berusaha, karena aku tidak yakin orang akan menerimaku apa adanya.

Aku pikir cara berpikir kita agak mirip dalam hal ini.

Itu sebabnya,

“Yah, aku lebih menyukai Hinamori sekarang.”

Aku mengatakannya untuk menegaskan apa yang aku katakan sebelumnya.

Kurusu telah berhenti bergerak di kakiku dan tampak gugup.

Aku mencoba untuk mendengarkan suara hati Kurusu dengan seksama, tetapi aku tidak bisa mendengarnya karena tertutupi dengan suara hati Hinamori yang mengatakan, ‘A-Apa yang baru saja kamu bicarakan!?!?’. Sepertinya dia sedang panik di dalam pikirannya.

Saat aku melihat ke arah Hinamori, dia terlihat sangat kesal hingga matanya yang besar berkedip berulang kali.

Kemudian dia menatapku dengan tatapan dingin dan menatap wajahku.

“…Apa-apaan itu? Terdengar seperti sebuah pengakuan.”

“Bodoh. Itu hanya pendapat jujurku tentang kepribadianmu.”

“Begitu…ya. Aku pikir kamu sedang mencoba untuk menggodaku.”

“Tentu saja tidak.”

“Benar juga ya~. Kaburagi-san kan punya pacar. Dan dia lebih tua darimu.”

(…Suka? Pacar…Lebih tua?)

“Yah. Syukurlah, kami memiliki hubungan yang baik.”

“Hmmm...” (Liciknya dirimu mengatakan hal seperti itu tanpa ragu-ragu)

Pipi Hinamori menggembung seolah tidak senang.

“Oh tidak~. Aku merasa kalah saat berpikir kehidupan Kaburagi-san diwarnai oleh seseorang yang dewasa.”

“Tidak perlu bersaing denganku.”

“Dibanding dengan orang yang lebih tua, bagaimana jika dengan teman sekelasmu~?”

“Iya, iya.”

“Bagaimana menurutmu? Ada hal yang bisa aku rekomendasikan di sini. Ya, aku merekomendasikan diri sebagai pacar keduamu.”

“Hei, lihat. Ada angin berhembus di luar. Apakah ini sudah musim semi?”

“Bukankah caramu untuk mengalihkannya terlalu memaksa!?!?”

Seketika aku mendapat teguran keras darinya.

Lalu kami saling memandang dan kami berdua pun tertawa kecil.

Saat kami sedang tertawa, Hinamori tampaknya memperhatikan bento di atas meja dan menunjuknya.

“Apakah ini bento Kaburagi-san?”

“...Hmm, yah.”

“Bukankah ini terlihat sangat cantik.”

“Jangan seenaknya memakannya, oke? Itu makan malamku.”

“Ah, aku mengerti. Itu kan yang kamu maksud~.”

“Itu yang aku maksud?”

“Jangan beritahu yang lainnya. Baiklah, aku mengerti.”

Dia menganggukkan kepalanya seolah telah menyadari sesuatu dan tersenyum jahat padaku.

Dia tampaknya berasumsi kalau itu bento yang dibuatkan pacarku dan ingin mencobanya.

Hinamori lalu membawa bento itu ke hadapannya dan mengatupkan kedua tangannya.

“Baiklah, ijinkan aku memberikan kritik tentang rasanya. Aku akan mencari tahu apa ada yang salah dan akan mengungkapkannya dengan kejam seperti seorang ibu mertua.”

“Oi, kepribadianmu sungguh buruk ya.”

“Fufufu! Aku hanya akan melakukannya ke Kaburagi-san saja, oke?”

“…Itu lebih buruk lagi.”

“Terima kasih atas pujiannya. Jadi…ah, terbuka!”

“Hei. Jangan...”

Aku mencoba menghentikannya, tetapi dia mengambil telur dadar dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Dia mengunyahnya perlahan seolah menikmatinya.

(...Apa yang harus aku lakukan? Apakah kamu baik-baik saja? Kaburagi-kun...)

Kurusu yang tampaknya khawatir dengan situasi ini, tampak cemas dengan pendapat orang lain terhadap masakannya.

“Mm?...Mm?...Mm?”

“Ada yang salah?”

“Aku dalam masalah...”

“Apa? Aku pikir itu baik-baik saja untukku...”

“Ini enak...Kamu tidak boleh membentak istrimu seperti ini, oke!? Tolong kembalikan semangatku!”

“Tidak, kalau memang enak, ya bagus lah...”

“Yah, memang, tapi... Hmm, tapi ini masih enak dan hangat...?”

“Apa lagi? Apa ada yang mengganggumu?”

Hinamori mengangkat alisnya dan mengambil lauk lainnya.

Dia tampaknya memiliki beberapa keraguan dan berpikir, ‘Aku masih penasaran’, meskipun menurutnya rasanya enak.

Dia melirikku beberapa kali, dan ketika dia akhirnya mengerti apa yang ku katakan, dia meletakkan sikunya di atas meja, meletakkan wajahnya di tangannya, dan tersenyum padaku.

Senyumnya menakutkan dan aku menelan ludahku.

“Siapa yang membuat ini?”

“Seseorang yang aku kenal.”

“Hmm. Kupikir bentonya masih hangat… Siapa yang membuatnya?”

“Mungkin hangat karena aku masukkan ke dalam microwave.”

“Aku tidak mendengar suara itu. Tadi aku sudah berada di balik pintu dalam waktu yang cukup lama ya...”

Dia menatapku curiga.

Dia sudah yakin aku menyembunyikan sesuatu.

Aku memutuskan untuk menjaga ekspresi wajahku.

“…Yah, tidak apa-apa. Btw, kamu tidak selingkuh kan? Selingkuh adalah musuh seluruh umat manusia, oke??”

“Tentu saja tidak. Aku hanya berusaha membantu, kau tahu. Membantu mengicipinya dan sebagainya.”

“Berani bersumpah padaku?”

“Sumpah demi Tuhan...”

Saat aku membalasnya, Hinamori membuang nafas panjang.

“Haah. Ya, karena ini Kaburagi-san, aku yakin kamu tidak akan berbohong. Tolong jangan kasar padaku.”

“Baiklah...”

“Sungguh?? Tidak apa-apa karena aku yang melihatnya, tapi jika dia tahu kamu mendapatkan bento dari orang lain, dia pasti akan kecewa walaupun orang itu tidak bermaksud mengganggu hubungan kalian. Pikiran seorang gadis itu serapuh kaca, jadi tolong berhati-hati lah dengan perilakumu.”

“Ah, oke aku akan lebih mempertimbangkannya.”

“Beneran ya! Berhati-hati lah lain kali!”

(...Berhati-hati dengan perilakumu. Pertimbangankanlah... Daripada terjadi kesalahpahaman...)

Hinamori mengatakannya dengan muram dan menepuk kepalaku seolah-olah untuk memperingatkanku.

“Yah, aku akan pergi sekarang. Aku harus kembali.”

“Ah, sampai jumpa.”

“Oke.”

Hinamori tersenyum dan meninggalkan ruangan kelas.

Keheningan kembali ke ruangan kelas, dan suara gemerisik kain di bawah kakiku bisa terdengar.

Beberapa menit kemudian, Kurusu keluar dari bawah meja, lalu melihat ke sekelilingnya.

Kurusu menulis di tabletnya dan ekspresinya menjadi muram.

Maafkan aku (Kalian bertengkar karena aku... Dan kamu tampak marah...)

“Tidak apa-apa, serius. Dia hanya mengkhawatirkanku dan menyampaikan keluhannya padaku, jadi Kurusu tidak ada hubungannya kok.”

Ada hubungannya(Kamu tampak sedih… Dan moodmu terlihat buruk)

“Itu tidak benar. Aku senang dia bilang bento buatanmu enak.”

(Itu membuatku senang. Tapi Kaburagi-kun...)

Aku tersenyum padanya dan mengatakan padanya untuk tidak khawatir.

Tapi Kurusu tetap khawatir.

Kurusu mengemasi sisa bentonya dan barang bawaannya.

Aku melihat ke luar jendela sambil membersihkan sisanya.

Di luar, klub olahraga tampaknya mengadakan latihan sebelum hari berakhir.

Kurasa aku akan meminta Kurusu pergi sebelum klub menyelesaikan aktivitasnya.

Saat aku meminta Kurusu untuk pulang duluan, dia menunjukkan tabletnya padaku.

Terima kasih untuk hari ini. Aku akan melakukan yang terbaik (...Tapi...)

“Tetap semangat ya.”

Sebelum aku bisa mendengar sisa dari suara ‘tapi’ tersebut, dia sudah pergi ke pintu keluar kelas.

Sulit untuk mendengar suara hatinya dari posisiku yang berada di dekat jendela.

Dia menundukkan kepalanya dengan sopan.

Kemudian,

Terima kasih

Dia menunjukkannya kepadaku sekali lagi.

“Kau tidak perlu mengatakannya dua kali. Ya sudah, pulang dulu sana sebelum terlalu ramai.”

Ketika aku mengatakannya, dia sedikit menaikkan sudut mulutnya dan tersenyum dengan canggung.

Aku pikir, dia ingin menunjukkan kepadaku hasil dari latihan kami.

Dan kemudian dia pergi.

“Dia sangat terburu-buru. Dia benar-benar tidak sabaran, sungguh.”

Aku bergumam pada diri sendiri ketika melihat para siswa bekerja keras dalam kegiatan klub mereka.

Kita harus bekerja keras lagi besok...dan aku harus memikirkan apa yang harus dilakukan jika misalnya Hinamori menginterupsi lagi nanti.

Yah, mari kita lihat apa yang akan dilakukan Hinamori kedepannya dan apa yang akan dia pikirkan.

Sambil memikirkan hal itu…

“...Senyumnya, itu yang terbaik yang pernah ku lihat darinya.”

Aku tidak bisa berhenti memikirkan ekspresi di wajah Kurusu ketika dia pergi meninggalkanku tadi.

  

 

 “Rikkun, tolong aku~”

“Ritsu~. Aku juga benar-benar tidak mengerti...”

“Kurasa Ritsu akan repot jika kalian berdua berbicara dengannya pada saat yang bersamaan. Btw Ritsu, ada sesuatu yang aku tidak mengerti dalam tes latihan terakhir.”

“Ah~Kan-chan, jangan lari dari ujian!”

“Iya benar!! Aku sedang berusaha untuk bisa naik kelas, kau tahu!?”

“…Aku akan membahasnya secara berurutan, jadi tandai yang tidak kalian mengerti. Sampai kita sampai di bagian itu, tandai bagian yang paling tidak kalian mengerti.”

“““Siap pak.”““

Hari ini adalah sesi belajar bersama yang telah disepakati oleh teman-teman sekelasku.

Hari ujian sudah semakin dekat, dan karena jam pelajaran dipersingkat, kami memanfaatkan sisa waktunya untuk belajar bersama.

Semua anggota kelompokku hadir, meskipun mereka bisa memilih untuk pulang lebih awal dan bersenang-senang.

Bagaimana mereka semua bisa berada di sini... Apakah mereka senggang?

Aku tergoda untuk bertanya kepada mereka.

Waktu yang kita habiskan bersama di kelas yang semarak ini kian terbatas hingga pergantian kelas nanti.

Jadi menurutku mereka ingin berbagi suasana ini selagi sempat.

“Kaburagi-san, giliranku.”

“Oke. Hinamori menanyakan matematika ya. Oh iya, kau kan pandai di pelajaran sosial.”

“Iya. Tolong bantu aku di pelajaran matematika yang aku benci ini.”

“Apa maksudmu ‘benci’? Bagian mana yang tidak kau mengerti?”

Hinamori membuka buku catatan matematikanya seperti yang ku perintahkan, dan menunjuk ke tempat yang ditandai dengan stabilo.

Ada sejumlah tanda ‘?’ di beberapa bagian, dan tampak seperti banyak coretan di sana.

“Apakah kau memiliki buku catatan untuk berlatih memecahkan soal-soalnya sendiri?”

“Iya ini. Bagaimana kamu bisa tahu dengan hanya melihatnya?”

“Yah, begitulah. Hmmm... Kau harus menganggap pertidaksamaan kuadrat ini sebagai solusi dari fungsi kuadrat ini. Jika kau bingung jika melihatnya dalam bentuk variabel, lebih baik menggambar grafik untuk memahaminya secara visual.”

“Apa itu maksudnya... Ah, tolong tulis penjelasannya di buku catatanku.”

Aku menuliskan detailnya di buku catatan Hinamori saat dia memintanya.

Ketika aku telah menulis semuanya dengan teliti dan mengembalikannya kepada Hinamori, dia melihat buku catatan itu seolah-olah dia sedang mencoba memahami isinya.

“Coba liat, mengapa jawaban di buku pelajaran tidak menyertakan penjelasan ini?”

“Karena mereka berasumsi kau sudah tahu solusinya. Jadi mereka tidak menuliskan detailnya.”

“Oh begitu ya…itu toh alasannya. Tapi sekarang sepertinya aku sudah sedikit lebih mengerti berkatmu…Baiklah, aku akan mencoba untuk memecahkan masalah lainnya!”

“Yosh. Semoga berhasil.”

“Kalau aku bisa melakukannya, apakah kamu mau memujiku?”

“Oke. Aku akan memujimu seperti Mutsugoru-san.” [TN: Entah ini kayaknya tokoh lokal sana. Aku belum nemu penjelasan detailnya.]

“Eh...” (Kau mengalihkan pandanganmu dariku begitu saja!?!? Kenapa tatapanku yang manis dan menggoda ini tidak bisa menembusnya pertahanannya~!!!)

Hinamori tampak tidak senang dan kembali ke tempat duduknya.

…Sungguh. Dia tidak pernah bosan untuk menantangku, bukan.

Sembari menyandarkan punggungku ke dekat jendela, aku melihat sekeliling kelas.

Mau tak mau aku tersenyum saat melihat mereka dengan sungguh-sungguh menggerakkan penanya.

Kirisaki datang ke sampingku dan menyandarkan punggungnya ke dekat jendela dengan cara yang sama.

Aku memandangnya dari samping dan melihat bahwa dia sedang menyeruput sekaleng café au lait dan tampak bosan.

“Apakah kau bisa belajar dengan baik, Kirisaki?”

“Mn? Aku sedang tidak mood belajar hari ini.”

“Yah... apa gunanya berpartisipasi di sini, kalau begitu?”

“Yah, ini tidak akan lengkap tanpa maskot kelompok kita kan.”

“Jika kau maskotnya, mengapa tidak kau tunjukkan pesonamu kepada mereka?”

“Mustahil. Itu kan sudah jadi tugas Ritsu. Kamu selalu bersedia membantu dan mengurus yang lainnya, apakah kamu sedang senggang?”

“Yah, karena mengajar juga bagus untuk belajar. Ini membantuku mengatur informasi di dalam pikiranku, dan jika aku tidak bisa menjelaskan sesuatu ketika aku mengajar, aku jadi bisa tahu apa yang tidak aku mengerti. Jadi, itu bermanfaat bagiku juga kan.”

“Hee~. Kurasa siswa terbaik di kelas selalu punya sesuatu untuk dikatakan. Kamu tidak sepertiku.”

Kirisaki bertepuk tangan dan kemudian mengacak-acak rambutku.

Ketika aku memandangnya dengan ekspresi kesal karena telah mengacak-acak rambutku, dia meminta maaf secara datar dengan berkata, ‘Ah, maaf maaf.’.

Aku melihat layar ponselku, merapikan rambutku, dan menghela nafas.

“Tidak, tidak. Kirisaki juga sudah melakukannya dengan baik. Jadi, jangan hanya berdiri saja di sana dan bantu lah aku. Di sini ada Matsui dan Kawaguchi yang cenderung untuk berbuat onar.”

“Aku tidak keberatan membantumu. Tapi kamu tidak mau mengajariku juga?”

“Seseorang dengan nilai yang bagus sepertimu tidak akan membutuhkannya kan? Kau akan menjadi pengajar juga di sini, seperti biasanya.”

“Tidak seperti Ritsu, aku tidak bisa bertindak dengan ketulusan saja.”

Kirisaki menoleh ke arahku dan mengulurkan tangannya.

“Terus apa yang kau inginkan?”

“Umm. Kalau begitu, lain kali temani aku berbelanja.”

“Belanja? Aku tidak suka tempat yang ramai...”

“Eh, apa? Kamu ingin pergi ke suatu tempat yang sepi?”

“Jangan mengatakannya seperti itu. Aku hanya tidak suka tempat yang ramai.”

Kirisaki menatapku seolah dia ingin mengatakan sesuatu dan tersenyum.

Lalu dia mengangkat bahunya.

“Bercanda. Aku akan melakukannya sendiri. Seperti yang aku katakan, aku tidak benar-benar menginginkan apa pun. Ritsu tampaknya mengalami kesulitan jika melakukannya sendiri, jadi aku akan membantumu. Dan tentu saja dengan gratis.”

“...Itu malah membuatku merasa harus membalas bantuanmu dengan lebih.”

“Umm? Jika itu mengganggu Ritsu, kenapa tidak kamu lakukan saja? Baiklah aku akan mengambil alih tugasmu untuk mengajari Kurumi dan Tuan Putri berhati hitam itu sekarang.”

“Kau adalah negosiator yang baik...”

Sungguh, tapi sejujurnya, aku merasa lega dia mau menawarkan bantuan padaku.

Hanya saja... rasanya ini membuatku frustasi karena seakan dia bisa melihat isi hatiku.

“Ah~ Kiri-nee akan membantu kita juga kali ini?”

“Iya, iya. Tapi jangan harap aku bisa sehebat Ritsu.”

“Ehh~ Tidak apa-apa! Ini malam khusus perempuan!”

“...Maksudmu bukan aku, kan?”

“Iya, iya. Kita akan melakukannya di sini.”

“Hei, jangan mengatakannya begitu saja ya, tolong tarik pernyataanmu~!”

Kirisaki bergerak ke tepi kelas bersama para gadis.

Beberapa anak laki-laki memandangku dengan iri, tetapi aku tidak berpikir bisa mendekati mereka karena seolah mereka telah memasang batas agar tidak ada lelaki yang boleh masuk di antara mereka.

Aku pun pergi ke Kawaguchi dan Kanbayashi untuk memantau perkembangan mereka.

Dan terkadang aku melihat ke pintu masuk kelas.

Aku bertanya-tanya apakah dia akan datang.

“Apa ada yang mengganggu pikiranmu?”

“Yah, sedikit.”

“Oh, oke. Btw, kelompok belajar Ritsu sukses besar ya. Beberapa siswa di kelas lain bahkan telah menyatakan minatnya untuk ikut hadir.”

“Itu suatu kehormatan. Hmm, mungkin aku harus mengadakan kelompok belajar antar kelas.”

“Mengapa kau tidak melakukannya?”

“Yah, jika kau tidak keberatan dengan pengajar amatir.”

Aku tidak yakin akan sanggup melakukannya, jadi aku memilih untuk tidak melakukannya. Tentu saja, aku tidak berpura-pura.

“Hei, berhenti mengobrol dan tolong bantu aku~... Aku dalam masalah serius.”

“Maaf, maaf. Baiklah, mari kita lihat apa masalahnya.”

Sesi belajar yang meriah pun terus berlanjut hingga siang hari, dan terbagi menjadi kelompok perempuan dan kelompok laki-laki.

Namun, Kurusu tidak kunjung datang dan aku juga tidak menerima pesan apa pun darinya.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||    

0

Post a Comment



close