Chapter 11 - Kelas 3, Tahun 2, Judul Film: “Teman Sekelas”
Festival sekolah akhirnya tiba.
“Aku tidak tahan. Aku ingin muntah.”
“Ren-kun, tenanglah.”
“Ugh, aku tidak bisa menahannya. Aku sangat gugup hingga ingin muntah.”
Bagaimana jika tidak ada yang datang untuk menontonnya.
Bagaimana jika naskah Kotono adalah yang terbaik, tapi aku yang membuatnya menjadi buruk.
Ketegangan dalam diriku yang sempat mereda karena adrenalinku kemarin akhirnya kembali menggigitku di pagi hari pemutaran film.
Sebuah film akan mengkonsumsi seluruh waktu penonton selama ditayangkan. Itu hal yang cukup menakutkan. Dan itu berarti aku bertanggung jawab untuk waktu mereka yang hilang tersebut.
Tapi itulah yang membuatnya sepadan, dan itulah yang membuatnya menyenangkan. Aku tahu itu.
Hanya saja aku menjadi sangat gugup hingga ingin muntah.
Namun seolah-olah langsung menghilangkan kecemasanku, program kelas kami, ‘Bioskop Teman Sekelas’, langsung dipenuhi dengan pengunjung bersamaan dengan waktu dimulainya festival. Sebagian besar mungkin dikarenakan fakta bahwa Kasumi ada di kelas kami.
“…Ini keajaiban.”
“Sudah kubilang, ini tidak bisa dihindari. Menurutmu siapa yang menulis naskahnya dan siapa yang ada di film itu.”
“Kotono dan Kasumi.”
“Tepat sekali. Jadi, tolong untuk lebih percaya lagi pada kami. Dengan kami dan dengan dirimu sendiri.”
Beginilah percakapanku dengan Kotono, dia berusaha menenangkanku ketika aku gemetar, meskipun terkadang dia berbicara dengan kasar padaku.
Aku bertugas memeriksa tiket, sementara Kasumi yang menyamar dengan topeng bertugas mengoperasikan peralatan di belakang layar, sehingga dia tidak akan terlihat oleh penonton.
Aku tidak dalam posisi untuk bisa melihat penonton secara langsung, tapi aku sangat senang ketika mendengar suara penonton yang awalnya hanya saling membicarakan Kasumi, perlahan terdiam, hingga akhirnya aku dan Kasumi saling mengirim stiker di LIME.
Setelah penayangan film, ketika aku melihat para siswa yang datang sebagai tamu beranjak pergi dan mengatakan, ‘Aku awalnya datang hanya untuk melihat Mirufy, tapi ternyata filmnya lebih menarik dari yang aku harapkan’ dan ‘Kelas 3 luar biasa’, perasaanku menjadi sangat dan sangat senang!
“Kashiwagi-kun. Ada apa dengan ekspresimu itu.”
“……”
“Ah, mou, tolong jangan menangis!”
“Aku tidak menangis!!”
Mataku hanya sedang kemasukan debu.
Hanya dengan mendengar mereka mengatakan bahwa mereka menyukai pekerjaan kami membuat hatiku menjadi hangat dan aku merasa seolah-olah semua usaha yang telah aku lakukan selama ini terbayar.
Dan lebih menyenangkan lagi mendengar seseorang memuji Kasumi bukan sebagai mantan idol, tetapi sebagai siswa Kelas 3.
Aku berhasil mendinginkan mataku yang terbakar dan mengirim pesan ‘Kita berhasil!’ melalui LIME ke Kasumi, dan kembali ke pekerjaanku untuk menangani tiket.
Festivalnya baru saja dimulai.
Aku ingin lebih banyak lagi orang yang mengetahui hasil karya kami.
Aku ingin kami memenangkan festival dengan telak sehingga tidak ada lagi yang akan mengatakan kalau ini hanya berkat keberadaan Kasumi.
“Hei, kalian tahu. Sana beristirahat lah.”
““…Eh?”“
Itulah yang dikatakan Maina pada kami saat istirahat makan siang, setelah kami menutup kelas yang telah dipadati pengunjung sepanjang waktu.
“Kalian berdua sudah bekerja terus di semua shift. Kalian harus beristirahat.”
“Yah, tapi Miru tidak lelah kok.”
“Iya benar. Kita melakukannya karena kita menyukainya.”
Aku akan bekerja tanpa bayaran, jadi tolong lah.
“Itu sebabnya tidak boleh! Dasar kalian anggota komite yang gila kerja! Aku tahu kalian khawatir dan ingin melihat bagaimana reaksi pengunjung, tetapi kami ingin kalian membiarkan kami menangani ini.”
Teman sekelas kami baik dan tegas dengan kami yang mencoba untuk bekerja terus-menerus.
“Kami akan memanggil salah satu dari kalian jika ada yang tidak bisa kami tangani. Jadi, kenapa kalian berdua tidak menikmatinya saja dulu? Festivalnya.”
Baiklah, kalau begini aku harus mengatakan akan menyerahkannya kepada mereka.
Kami berdua pun saling memandang dan mengangguk.
“Yah, aku akan berkeliling untuk melihat-lihat...tapi kalau kalian butuh sesuatu, hubungi aku segera ya.”
“Janji ya. Miru benar-benar bersedia untuk membantu kok.”
“Sip deh. Oh iya, nih aku pinjamkan buat Mirufy.”
“…Apaan nih.”
Benda yang diberikan oleh Maina ke Kasumi adalah casquette hitam yang cukup besar untuk menutupi wajah Kasumi sepenuhnya. [TN: Casquette itu sejenis topi, yang dipakai Fuyu-nee di chapter 7.]
“Jika orang-orang melihat wajahmu, pasti akan terjadi keributan besar. Jadi, sebaiknya kamu memakainya.”
“Oke. Aku sangat menyukai…maksudku, terima kasih.”
“Yah, meskipun ada Ren bersamamu, kami tidak ingin tuan putri dari kelas kami mendapatkan masalah.”
“Tapi, terima kasih ya. Aku sangat menyukaimu!”
“Iya, sama-sama. Aku sudah terbiasa sih sekarang, tapi enak sekali ya rasanya disukai hanya karena topi itu.”
“Mn, aku sih tidak begitu memikirkan topinya. Aku mengatakannya karena aku memang menyukaimu.”
“〜〜Ah, mou! Kalau aku laki-laki, aku pasti sudah benar-benar jatuh hati denganmu!! Ya sudah, cepat sana pergi!”
“Fufu! Oke lah, aku pergi dulu ya!”
Kasumi mengenakan casquettenya dan berlari ke arahku yang sudah bergerak menuju pintu keluar.
“Asal tahu saja, yang tadi itu bukanlah hal yang biasa aku katakan.”
Aku bisa mengerti jika aku memperhatikannya lagi. Tapi sebelum itu, sejak kapan kau dan Maina jadi begitu akrab? Aku tidak akan menanyakannya karena mungkin itu adalah hal yang sensitif. Serius, aku tidak pernah mengerti pertemanan antar perempuan.
“…Aku tidak ada berkomentar kan. Ayo pergi. Apakah ada tempat yang ingin kau datangi?”
“Crepes dan takoyaki mungkin...”
“Oke, makanan dulu.”
Yup. Kita adalah petarung makanan di festival ini. Sambil mengatakan hal bodoh seperti itu, kami mulai berjalan-jalan sambil melihat peta festivalnya.
“Ahhh... Tapi kalau kita mau makan semuanya, apakah kita punya cukup waktu?”
“Tempatnya terpisah sih ini, jadi apakah kita harus berpencar? Kita bisa berbelanja dulu dan bertemu di suatu tempat setelah itu.”
“Hah? Aku tidak suka itu.”
Pipi Kasumi menggembung dan cemberut.
Iya, iya. Jadi begitu.
“Jadi, kau mau makan yang mana?”
“Eh…! Tunggu, sulit sekali untuk menentukannya!”
Dari mana dia mendapatkan nafsu makannya itu?
Tapi kemudian, uluran tangan datang ke Kasumi yang sedang kebingungan.
“...Jika kamu tidak keberatan, apakah kamu ingin memakannya?”
““Eh.”“
Ya, itu Kotono-sama.
“Karena kalian berdua sudah bekerja keras bagai kuda tadi, kupikir aku akan membawakanmu beberapa makanan tambahan. Aku meninggalkan shiftku lebih awal dari kalian berdua tadi.”
“Dewa penolong...?” [TN: Sebenarnya di rawnya ‘Kami-sama’ sih, cuma aneh aja kalau aku tulis ‘Tuhan’ disana, kan?]
Permen stroberi, es boba, mie goreng, ditambah lagi takoyaki dan crepes. Kotono, dengan tangan penuh makanan, menggetarkan pintu kelas yang tidak terpakai.
“Mari kita gunakan ruangan ini. Tidak ada siapa pun di sini.”
“Eh, apa boleh menggunakan ruangan kelas lain.”
“Kayaknya boleh. Aku juga tidak tahu sih.”
“Siswa teladan...?”
“Nih, makan saja bagian si bodoh itu, Kasumi-san.”
“Oke!!”
“Ah Kotono-sama, tolong jangan abaikan aku!”
Jika dia mempersembahkan makanan, aku tidak akan bisa mengatakan apa pun.
Kami menemukan meja kosong di pojokkan dan menurunkan kursi yang tertumpuk di atasnya. Kemudian kami menata persembahan yang sudah dibawa oleh Kotono.
Benar-benar adegan yang spesial dari sebuah festival sekolah.
“““Itadakimasu”““
“Eh, bukankah kalian berdua sangat tangguh!?”
Melihat aku dan Kasumi yang dengan sigap berkerja sama untuk menyantap makanannya, Kotono pun tertawa kecil. Seorang pengasuh? Bukan, dia adalah dewa penolong.
“Jika kau lengah, Kasumi akan menghabiskan semuanya.”
“Ren-kun juga ya〜. Kita sudah setengah jalan menuju takoyaki.”
“Hah!? Kan aku yang membelinya!”
Kita pun menghabiskannya. Rasanya luar biasa.
“Kotono, terima kasih banyak. Jika bukan karenamu, kami tidak akan punya cukup waktu.”
“Tapi masih ada waktu yang tersisa karena kalian berdua makan dengan sangat cepat.”
“Yah, begitulah.”
Kotono tidak begitu senang karena harus terpaksa makan dengan cepat juga, tetapi itu memberikannya lebih banyak waktu luang.
“Kalau begitu, aku akan beristirahat sebentar lalu balik ke kelas.”
“Begitukah〜, baiklah.”
“Loh kalian juga ikut balik nanti!? Eh, bukankah kalian berdua sudah memulai shift kalian dari pagi?”
Kotono mengatakannya dengan ekspresi terkejut di wajahnya.
“Yah, aku melakukannya karena aku menikmatinya.”
Aku tidak menyangka akan mengatakan kalimat seperti itu suatu hari.
Aku tidak sabar untuk melihat reaksi penonton. Aku ingin kembali ke tempat yang menyenangkan itu.
Karena, apa yang bisa ku lakukan? Sejak hari dimana Kasumi menyemangatiku, aku tidak bisa menghentikan suara di kepalaku ini.
Meskipun aku harus mengorbankan stamina fisikku, aku tidak menyesalinya sama sekali.
“Dan Miru terjebak bersamanya. Yah, toh jugaan aku tidak bisa berkeliling festival karena takut wajahku akan dikenali.”
Kasumi mengatakannya dan menaruh tangannya di bahuku, sambil menyatakan bahwa dirinya tidak punya pilihan.
“Lain kali kamu bisa membelikanku takoyaki, oke?”
“Oke.”
Apakah kau begitu menyukainya? Maksudku, beli saja sendiri jika memang begitu.
Melihat kita bertingkah seperti itu, mata Kotono melebar.
“Aku tidak pernah mengira akan mendengarmu mengatakan hal seperti itu, Kashiwagi-kun.”
“Aku juga. Begitulah hidup, tidak ada yang tahu.”
“Sungguh, kamu benar-benar sudah berubah, kan. 'Pria pencari tantangan'-san.”
“Kenapa kau mencoba menggalinya lagi?”
Lupakanlah itu!!!
Kotono pun tertawa kecil dan bangkit dari tempat duduknya.
“Yah, kurasa lebih baik aku pergi dan memeriksa kegiatan klub.”
“Apakah kau akan mengadakan pertunjukan?”
“Iya, klub merangkai bunga mengadakan kelas praktek merangkai bunga di mana kamu bisa belajar merangkai bunga di sana. Ini kelas yang cukup serius, kan?”
Itu luar biasa.
Kotono tersenyum padaku saat melihatku terkesan.
“Yah, Kashiwagi-kun tidak akan datang karena dia sudah jadi maniak film.”
“...Apakah kau memiliki masalah denganku?”
“Tidak, tidak. Pasti senang untuk bisa melakukan apa yang benar-benar kamu sukai…itu saja sih.”
Kotono berhenti di tengah kalimat dan langsung mengemasi barang-barangnya seolah untuk mengalihkan perhatian.
“Baiklah, sampai jumpa lagi.”
Kemudian dia meninggalkan ruangan kelas, jadi aku bertanya kepada Kasumi apakah kita juga akan kembali ke kelas sekarang.
“...Apakah kamu juga membicarakannya dengan Kotono-chan?”
“Eh?”
“Tentangmu. Kalian tadi berbicara tentangmu kan. Tentang semangat tantanganmu itu.”
Untuk beberapa alasan, Kasumi mengatakannya dengan nada kesal.
“Tidak. Kotono tahu kalau aku selalu mencoba dan berhenti dari banyak hal di SMP. Satu-satunya orang yang aku ceritakan dengan detail adalah kamu, Kasumi.”
“…Umm. Begitu ya.”
Mendengar kata-kataku, Kasumi tersenyum lega dan bergumam, ‘Tidak, sungguh tidak lucu jika gadis seperti itu adalah sainganku...’.
“...Saingan?”
“Aku cuma berbicara sendiri kok!”
Ketika aku menanyakannya apakah ada yang salah, dia berkata, ‘Tidak ada!’, dan terlihat bersikeras akan hal itu.
Mungkin dia salah paham bahwa Kotono akan mengambil posisinya di aliansi bersamaku.
Berhenti, jangan bertengkar memperebutkanku…tentu saja tidak. Aku hanya bercanda.
“Dah! Sampai bertemu lagi!!”
Kemudian Kasumi, yang tiba-tiba terlihat dalam suasana hati yang baik, meluncur kembali ke posnya.
“Ayo kita berpesta untuk merayakan kemenangan telak kelas kita!”
“““Kanpai!!”““ [TN: Bisa saja diterjemahin jadi “bersulang”, cuman lebih enak aja dengernya “kanpai”.]
Kelas kami sukses besar di festival, dan tentu saja kami menang telak dalam jumlah suara, jadi kami mengadakan pesta dalam perjalanan pulang di hari itu.
Secara mengejutkan, semua siswa berpartisipasi dalam pesta perayaan.
Pesta itu diadakan di karaoke. Tempat itu dipilih karena ruangannya tertutup, jadi kami tidak perlu khawatir akan ada orang yang mengenali wajah Kasumi sehingga dia bisa bernyanyi dan bisa memesan makanan. Selain itu, tempatnya ramah untuk siswa sekolahan dan ada bar minumannya.
“Berapa banyak roti bakar madu yang akan kita pesan? Lima?”
“Tidak, tidak, aku yakin setidaknya kita harus memesan 10.”
Segera setelah kita saling bersulang, mereka mulai memesan makanan dalam jumlah besar dari daftar menu yang ada di tangan mereka.
Hadiah bagi pemenang festival kali ini adalah vocer emas senilai 50.000 yen, jadi kami berencana untuk menggunakan semuanya di sini.
“Kita benar-benar menang, bukan?”
“Sungguh, sungguh. Aku merasa sangat baik, aku sudah tidak peduli lagi dengan orang-orang yang berbicara di belakangku.”
“Itu benar. Pemenang tidak melihat ke belakang.”
“Itu poin yang bagus〜〜!”
“Kalau begitu, aku akan bernyanyi!!”
Semua orang terlihat dalam tensi kemenangan yang tinggi.
“Tidak, tidak, mari kita dengar apa yang akan dikatakan anggota komite festival kita dulu...”
“Ah, serahkan padaku?”
“Tidak mau〜〜!”
“Aku benar-benar tidak mau kalau itu kau.”
“Aku cuma mau mendengar dari anggota komite festival yang cantik.”
Itulah yang mereka katakan. Agak sedih mendengarnya bahwa aku tidak diharapkan, tetapi memang benar bahwa aku tidak memiliki sesuatu yang spesial untuk dikatakan, jadi aku segera mundur dan duduk di sofa terdekat, lalu menyerahkan mikrofonnya ke Kasumi.
“Nih, micnya.”
“…Eh.”
“Jangan khawatir! Satu kalimat saja dan kita akan senang!”
“Satu kalimat!? Apa ya kalau begitu!?”
“Di saat seperti ini, kau harus berteriak!”
“E-Eh!?”
“Ayo!!”
“Ah, kelas tiga adalah yang terbaik!”
Pernyataan Kasumi yang kebingungan membuat kelas menjadi semakin bersemangat.
“Aku sangat menyukai semua orang di Kelas 3!”
Saat ini, sudah tidak ada lagi yang akan menertawakan atau terjatuh pada kata-kata itu.
“Iya, mengerti kok〜”
“Kita juga sangat menyukaimu, Miru!”
“Hei, berhenti menangis.”
Kasumi pun meneteskan air mata ketika dia melihat reaksi hangat dari teman-teman sekelasnya. Dia akhirnya menangis di depan mereka.
“Semuanya, sungguh, aku sangat menyukai kalian...”
Meskipun begitu, dia terlihat sangat, sangat bahagia.
“...Aku ikut senang denganmu.”
Dia mengatakan sesuatu yang tidak biasa baginya, dan setelah menyesuaikan diri dengan kelas, dia mulai menangis karena merasa sangat tersentuh.
Kasumi sekarang sudah benar-benar menjadi ‘teman sekelas’.
Aku menyipitkan mataku sedikit dan melihat Kasumi yang tersenyum bahagia.
────Ren-kun, berikan juga semua ‘masa depan’mu untukku!
Kemudian, tiba-tiba aku teringat dengan kalimat yang Kasumi katakan padaku.
Aku juga, akan mulai menghadapi dunia film dengan serius mulai besok.
Kali ini aku akhirnya menyadari.
Aku melakukannya bukan karena aku menyukainya, aku menyukainya karena aku dengan putus asa ingin melakukannya. Aku tidak akan mendapatkan sesuatu yang nyata jika aku hanya menyukainya secara egois.
Aku bisa menyukainya lebih, dan lebih. Bukan dengan yang lainnya, tetapi dengan Kasumi.
“Yosh! Aku akan bernyanyi hari ini!!”
Aku menampar pipiku dan membuat diriku lebih bersemangat lagi.
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment