NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tonari no Seki no Moto Idol Volume 1 Chapter 10

Chapter 10 - Tak Bisa Dihentikan, Seperti Hal yang Nyata

Awal Juni. Proses syuting film yang akan ditampilkan di festival sekolah berjalan sepenuhnya.

Agar dapat selesai tepat waktu untuk festival yang dilaksanakan pada akhir Juni, kami meminta siapa pun yang bersedia untuk berpartisipasi dalam proses syutingnya, dan segera setelah semua pemeran dalam sebuah adegan siap, kami memulai proses syuting adegan itu, tapi ini tidak berjalan sebaik imajinasiku.

Naskah ‘Teman Sekelas’ yang ditulis oleh Kotono adalah misteri kehidupan sehari-hari yang berlatar di kelas ini, kelas tiga dari angkatan tahun kedua.

Oleh karena itu, sebagian besar adegan diisi oleh siswa-siswa yang berada di kelas itu sendiri.

Namun, karena kegiatan klub dan sebagainya, kami seringkali tidak mendapatkan cukup waktu sepulang sekolah.

Maka dari itu itu, aku meminta kepada mereka untuk bersedia memberikan beberapa hari liburnya, dan meskipun tingkat partisipasinya tidak rendah berkat dorongan Kasumi, tidak selalu mudah untuk mengumpulkan semuanya karena jadwal mereka yang berbeda-beda.

Aku pun terpaksa meminta Kotono untuk mengubah beberapa adegan yang tidak bisa aku kelola────.

"Jika kamu memintaku untuk mengubah beberapa adegan lagi, aku akan menangis, Kashiwagi-kun. Dasar sutradara iblis!"

Sepertinya dia sudah berada di ujung tanduk, dan aku pun ditegur.

Jadi, Kasumi dan aku hanya bisa menunggu yang lainnya dengan sabar di masa liburan ini, sambil melanjutkan proses editing.

Namun, akan selalu ada waktu luang.

"Ren-kun, ayo main kejar-kejaran.”

Awalnya kami hanya menatap langit dengan linglung, tapi Kasumi, yang sepertinya sudah mulai bosan akhirnya mengatakan hal tersebut.

"Di usia segini?"

"Iya di usia segini."

Dia terlihat serius. Dan dia terlihat yakin dengan itu.

"Aku membeli pistol air ketika pergi berbelanja perlengkapan, jadi jika ini mengenaimu, kamu keluar!”

"Hee, kau sudah menyiapkannya ya."

Awalnya aku berpikir untuk menolak, tetapi semua orang baru saja selesai menjalani sesi syuting pagi dan sudah pergi, jadi hanya ada aku, Kasumi, dan Kotono, yang mengerjakan naskahnya, di sini.

"Kotono, kita akan bermain kejar-kejaran dengan pistol air sekarang.”

"Apa-apaan itu. Eh tidak, aku ikut deh! Cuacanya sangat panas dan lembab dan seolah aku akan mati karena pekerjaan ini, jadi kalau aku bisa sedikit melupakan penyesuaian naskahnya…”

"Hee, matamu terlihat tak bernyawa. Kau seperti mayat hidup.”

“Ya menurutmu salah siapa ini!!”

“Aku.”

“Ugh, itu bahkan lebih buruk...! Aku akan menghajarmu sampai babak belur dengan pistol air!”

Yah, Kotono memang sedikit idiot hanya di momen-momen seperti ini.

Dia tidak punya alasan lagi untuk menolak, jadi dia mengacungkan jempolnya pada Kasumi dan berkata, ‘Ready!’ dan pergi untuk mengisi pistolnya dengan air.

Bagaimana bisa mantan top idol dan ketua kelas yang mewakili ‘Takane no Hana’ bisa bersenang-senang bersama dengan pistol air seratus yen. Itu mungkin cara yang buruk untuk mengatakannya, tapi ini benar-benar menarik untuk dilihat. [TN: Takane no Hana itu melambangkan wanita yang tidak tersentuh, atau bisa dibilang sangat sulit buat dideketin (dalam konteks berteman/lebih ya).]

"Yosh, ayo kita mulai!"

Ah, itulah mengapa mereka bisa berteman denganku.

"Kotono-chan! Aku tidak akan menyerah.”

"Aku juga. Aku sebenarnya cukup ahli lho dalam kejar-kejaran.”

"Fufufu, Miru juga sudah terlatih tahu dalam kejar-kejaran. Dan pistol airku ini memiliki tangki ganda!”

"Hah, kamu menggunakan itu!? Katanya kamu kuat, tapi tidakkah kamu memiliki belas kasihan!?”

“Tidak ada belas kasihan di dunia kompetisi!”

Aku bangun dan pergi mendatangi dua orang itu yang sudah menunjukkanku pemandangan yang bagus dengan menembakkan pistol air ke satu sama lain.

"Baiklah, bisakah kau mengalahkanku yang membawa dua senjata...?”

"Bukankah itu tidak adil!? Jika seragam ini basah, aku tidak membawa baju ganti!”

“Yah kita juga sama kok, Kotono-chan.”

“Iya, iya. Seperti yang Kasumi katakan, tidak ada belas kasihan di dunia kompetisi.”

“Kenapa ya para anggota komite festival ini begitu bersemangat!? Ah, tunggu, jangan mengarahkannya kesini!!”

Menyenangkan. Jeritan itu terdengar bagus. Karena sudah sejauh ini, lebih baik menikmatinya saja, kan!

Ngomong-ngomong, ini diluar perhitungan dan ternyata memberikan efek positif karena tingkat partisipasi dalam proses syuting film di hari libur menjadi melonjak setelah foto saat kami bermain kejar-kejaran bersama, yang diambil oleh teman sekelas lainnya yang ikut bergabung di sore hari, dikirim ke grup kelas.

 

***

 

Hari Senin, saat aku mengganti sepatuku di pintu masuk sekolah, punggungku ditepuk dari belakang.

“Selamat pagi, Kashiwagi-kun.”

Ponytail yang melambai, wangi deodoran ini, dia adalah Kotono.

"Ah, selamat pagi. Moodmu kelihatannya baik pagi ini...”

"Fufu. Melihat Mirufy di hari Sabtu dan Minggu sekaligus adalah hadiah terbaik bagiku. Terutama memori bermain pistol air dan kejar-kejaran dengan Mirufy, aku tidak akan pernah melupakannya sampai aku mati!"

"Hebat sekali kau bisa menyembunyikan obsesimu itu di depannya.”

"Tentu saja. Kita hanyalah bayangan dibandingkan dirinya yang bersinar itu."

Siapa yang kau sebut dengan ‘kita’? Aku baik-baik saja dengannya.

Kotono begitu terbuka di depanku, tapi sungguh menakjubkan bahwa Kasumi benar-benar tidak menyadarinya.

Festival sudah hampir tiba, dan berkat kerja sama teman-teman sekelasku, pembuatan film berjalan dengan lancar, dan satu-satunya adegan yang tersisa adalah adegan dengan Kasumi di dalamnya.

Film yang kami buat, ‘Teman Sekelas’ bercerita tentang misteri sehari-hari yang dimulai dengan surat yang dikirimkan ke protagonis. Dia memecahkan sebuah misteri kecil di kelas dengan mendiskusikannya dengan teman-teman sekelasnya, dan pelakunya adalah seorang guru yang merupakan alumni di sekolah itu, yang kehilangan teman sekelasnya karena sakit di masa lalu.

Guru itu dulunya adalah anggota Klub Studi Misteri, dan dia menemukan misteri yang ditinggalkan temannya di ruang klub, dan berpikir akan sangat disayangkan jika misteri itu dibiarkan membusuk.

Kasumi berperan sebagai putri dari kerabat almarhum teman sekelasnya itu, yang memberikan protagonis kunci petunjuk terakhir, peran yang sangat penting meskipun hanya berada di satu adegan.

“Hari ini kita akan mulai syuting adegan terakhir yang dimainkan oleh Mirufy. Aku sudah berusaha keras dalam membuat adegan ini, jadi aku sangat menantikannya.”

Kotono sangat bersemangat untuk melihat adegan ini, dan sebenarnya adegannya itu sederhana, tapi dimainkan oleh Kasumi yang sangat menonjol.

Ketika aku pertama kali menerima naskahnya, aku tidak bisa menahan tawa pada deskripsi yang telah ditulis dengan sangat detail olehnya.

“Oh iya, jumlah catatan yang kau berikan untuk adegan itu saja jumlahnya sangat luar biasa.”

“Boleh-boleh saja kan. Untuk membuat idolaku bersinar, aku akan melakukan apa pun, bahkan jika harus menyalahgunakan kewenanganku.”

Wajah Kotono menjadi sedikit lebih serius.

Mungkin ini adalah niatnya sejak awal saat dia mencalonkan diri untuk menjadi penulis naskah.

...Usahanya ini benar-benar berada di kelasnya tersendiri ya.

Aku semakin takut dengan reaksinya jika dia mengetahui bahwa aku dan Fuyu-nee adalah teman masa kecil.

 

"Apakah kamu datang ke sini untuk meminta bantuanku? Oh, tentang paman. Kenapa tidak masuk saja?"

Sepulang sekolah. Akhirnya, kami memulai pengambilan gambar untuk adegan Kasumi.

Dalam sekejap, suasana di kelas berubah. Dirinya sangat menarik. Tatapannya, gesturnya, semuanya.

Aku tidak bisa bergerak, seolah-olah waktu telah berhenti, kecuali di sekitar Kasumi.

“…Ren-kun, cut kan?”

"Eh, ah iya, cut!!"

Seperti biasa, suaranya akhirnya kembali menggerakkan waktu tersebut.

"Eh, bagus sekali. Sungguh luar biasa. Sangat biasa.”

“Fufu. Ada apa dengan kata-katamu itu, Ren-kun. Tapi, aku senang!”

Kasumi mengarahkan gestur ‘peace’nya ke arahku.

Penampilan kerennya yang cantik dan dewasa sebelumnya pun terlihat seperti sebuah kebohongan jika melihatnya sekarang.

“Ah, barusan kamu membuat ekspresi kecewa, bukan? Jadi begitu. Kamu lebih suka melihat penampilanku sebagai onee-san yang keren kan…"

"Tidak, tidak, tidak. Aku tidak pernah mengatakan itu.”

“Matamu tidak bisa berbohong. Kotono-chan, bagaimana menurutmu.”

“Bersalah.”

“Yup, yup.”

“Sejak kapan ini menjadi sebuah pengadilan?”

Hakim yang terhormat, itu adalah vonis yang salah.

“Selanjutnya, kau akan membacakan surat dari pamanmu dan menyerahkan kunci ke bekas ruangan Klub Studi Misteri, yang sudah lama ditutup. Kita akan melakukan pengambilan gambar di ruang Klub Minum Teh, karena ruangan tersebut bergaya Jepang.”

"Eh, bolehkah?"

"Ah, Kotono sudah meminta ijin kok sebelumnya ke mereka.”

Ada baiknya menyerahkannya kepada seseorang dengan citra yang bersih untuk bernegosiasi masalah lokasi. Orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat.

“Kalau begitu, ayo bergerak. Miru jenius kok, jadi aku akan mengeksekusi semua arahan Ren-kun dengan benar.”

"Ah, itu sangat membantu. Baiklah, sepertinya kita bisa bubar untuk hari ini〜〜.”

Sementara yang lainnya menjawab seadanya dan akhirnya membubarkan diri, Kotono adalah satu-satunya yang datang mengikuti kami sambil mengatakan, ‘Aku akan ikut dengan kalian, oke.’. Rupanya, dia tidak ingin melewatkan sedikit pun penampilan Kasumi.

"Cut! Oke, selesai."

Di ruangan Klub Minum Teh, Kasumi menyelesaikan pengambilan gambar dengan lancar dan mudah. Dia bahkan menawarkan secangkir teh kepada anggota-anggota klub disana, sambil mengatakan, ‘Karena kita bisa menyelesaikannya dengan cepat, ayo kita minum teh bersama.’.

Namun, masalahnya adalah akting Kasumi benar-benar jenius.

────Bakat gadis itu adalah kekejaman.

Kata-kata Fuyu-nee tiba-tiba kembali di pikiranku.

Kemampuanku tidak bisa menyeimbanginya.

 

***

 

Jam 01:00 pagi. Aku terus-menerus mengerang di depan layar koputerku.

"...Ah, haruskah gambarnya sedikit ditarik di bagian ini? Tidak, komposisinya tidak boleh terlalu buruk. Hanya saja, keberadaan Kasumi terlalu kuat..."

Semua pasti sudah mengatahui hal ini, tapi Kasumi adalah gadis cantik yang levelnya jarang terlihat di kehidupan nyata.

Jika hanya perkara fisiknya, akan cukup mudah untuk mengatakan bahwa dia adalah pemeran kunci dengan kecantikan yang luar biasa, tetapi jika aktingnya juga bagus, mata kita akan sepenuhnya tertuju padanya.

Karena syuting adegan Kasumi selesai lebih awal dari perkirakanku, aku pun mulai mengedit hasil filmnya dari awal sampai akhir dan menontonnya selama istirahat akhir pekan, tetapi ternyata dampak dari adanya Kasumi terlalu kuat.

Dengan editan yang sudah ada sekarang, fokus dari filmnya lebih mengarah ke Kasumi dibanding ceritanya, dan tokoh utamanya hilang dalam kabut ceritanya. Anugerahnya adalah Kasumi hanya ada di satu adegan saja, tapi aku bertanya-tanya apakah itu benar-benar anugerah, karena hal tersebut malah membuatnya semakin terlihat menonjol.

"Aku tidak bisa terus seperti ini..."

Terjebak dalam dilema, aku pun mencoba menghubungi Kotono, yang pasti masih terbangun bahkan di waktu selarut ini, tetapi akhirnya aku memutuskan untuk tidak melakukannya. Aku ingin mencoba sedikit lebih keras lagi untuk melakukannya sendiri.

"Sshh...!"

Aku mencoba menyegarkan kembali kepalaku yang kurang tidur. Dan aku merasakan aliran adrenalin.

 

────Kenyataannya, waktu tidak akan menunggu kita.

Sebagai pemula dalam membuat film, aku tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi seperti ini.

Setiap kata dan gerakan Kasumi begitu indah. Halus, rapuh. Keterampilanku yang masih sangat amatir ini, membuatku kewalahan. Seolah tidak ada arahan dari sutradara sedikit pun di sini. Rasanya seperti saat kita bertemu pertama kali, seperti diterpa badai musim semi.

Aku tertidur tanpa memikirkan apa pun, tetapi hal itu terus membayangiku bahkan sampai ke dalam mimpiku.

Apa yang aku lakukan tidaklah cukup. Panas di dalam diriku yang aku pertahankan dengan energiku perlahan memudar.

Seolah-olah kakiku terjebak di salju, perlahan membeku, mati rasa, dan aku kehilangan akal sehatku.

"...Sulitnya."

Festival tinggal seminggu lagi.

Tanpa adanya solusi. Setelah menghabiskan waktu lebih banyak dari yang ku bayangkan, aku pun mendapatkan ide untuk mengurangi jumlah cut Kasumi secara drastis. [TN: cut disini adalah potongan video dalam proses pembuatan film.]

Aku hanya akan menempatkan satu cut di awal, dan satu lagi sebagai kesimpulan di akhir.

Tetapi jika aku melakukan itu, aku harus mengedit ulang filmnya yang sudah 80% selesai.

Aku tidak tahu apakah aku bisa menyelesaikannya tepat waktu atau apakah ini benar-benar solusi yang tepat.

Tapi aku yakin, aku tidak bisa terus seperti ini.

Setelah seharian mengkhawatirkannya, akhirnya aku tidak bisa melakukan apa pun dan hanya berbaring di tempat tidurku dan menatap ke langit-langit kamarku. Aku hanya melihat ponselku dan menonton video-video yang tidak terlalu menarik bagiku, dan waktu terus berlalu.

Dan kemudian sebuah pemikiran muncul di benakku.

Aku ingin tahu apakah tidak apa-apa untuk tetap membiarkan hasilnya seperti itu.

Meskipun aku sudah berusaha sangat keras, meskipun aku telah menguras seluruh pikiran dan waktuku, aku telah mencapai batasku di sini.

Aku yakin itu tidak buruk sebagai pekerjaan pertamaku.

Aku yakin bahkan Kasumi tidak akan mengkritikku.

Namun tetap saja, aku merasa frustrasi, aku tidak tahu apa yang membuatku frustrasi, dan aku tidak bisa bergerak.

Saat aku merenungkannya, ponselku tiba-tiba berdering.

Aku menjawab panggilan tersebut tanpa melihat layar, dengan asumsi bahwa itu adalah panggilan dari Tadokoro dalam waktu luangnya.

“…Halo.”

“Halo, ini Miru.”

Suaranya membuatku seketika terkejut.

"Ada apa meneleponku jam segini?"

"Apa maksudmu, Ren-kun bilang akan mengirimkanku versi akhir filmnya hari ini. Tapi karena kamu belum mengirimkannya padaku, jadi aku meneleponmu, kan?"

“…Ah.”

Jadi itu maksudnya. Keringat pun menyebar ke seluruh tubuhku.

Seingatku, aku telah mengatakan kepadanya kalau aku akan mengirimkan hasil akhirnya seminggu lagi karena saat itu proses editingnya sudah hampir selesai. Dan itu terjadi sekitar seminggu yang lalu.

"Oke, aku akan mengirimkannya sekarang..."

Aku pun bangun dari tempat tidur, pergi ke mejaku dan menutup semua software editing yang aku buka.

Namun, tiba-tiba aku berhenti mengoperasikan komputerku.

"...? Ada yang salah?"

Jika aku mengirimkannya ke Kasumi sekarang, itu berarti aku benar-benar menerima hasil ini begitu saja.

Setelah memikirkan itu, tanganku berhenti mengklik tombol kirim.

Yah, aku sudah terluka. Aku sudah mencoba, aku sudah bekerja keras, aku sudah bersemangat dengan itu, dan aku sudah cukup menikmatinya.

Jika aku berhenti sekarang, ini akan berakhir sebagai kenangan indah dari festival.

Namun, tetap saja.

"Hei, bisakah kita bertemu sekarang?"

Kata-kata itu keluar dari mulutku dengan suara yang lemah.

 

***

 

Pada pukul 19.00 malam di taman, terdapat atmosfer ketenangan yang berbeda.

Kasumi terlihat sudah menungguku di bangku taman, mengenakan T-shirt sederhana sebagai pakaian santainya.

"Maaf, membuatmu menunggu.”

"Mn. Aku sampai di sini lebih awal karena naik taksi. Aku tidak menunggu selama itu kok. Jadi, apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

Mari langsung menyatakan tujuan utamaku.

Aku mengalihkan pandanganku dari Kasumi, dan entah bagaimana aku berhasil meluapkan emosi yang sudah aku hindari selama ini.

"Ah, kau tahu. Aku, umm, cukup serius dalam membuat film."

"Mn."

"Awalnya aku pikir aku sudah akan puas jika itu terwujud, tetapi sekarang aku ingin menjadikannya mahakarya, tidak hanya sekedar selesai, dan aku terus memikirkan bagaimana membuatnya lebih baik."

Kasumi tersenyum lembut, mengangguk dan sedikit tertawa.

"Aku sudah tahu kok, walaupun kamu tidak mengatakannya padaku dengan sangat sopan seperti ini. Karena Ren-kun selalu terlihat mengantuk dan sempoyongan di kelas sepanjang hari.”

Itu membuatku sedikit tenang.

Dan entah bagaimana, aku berhasil melanjutkan kata-kataku.

"...Tapi, itu sebabnya aku menjadi takut. Aku tidak bisa tidur di malam hari memikirkan kalau apa yang telah aku buat dengan sepenuh hati bisa saja gagal. Setiap malam, aku bermimpi. Bermimpi kalau aku disalahkan karena menghancurkan usaha yang telah dilakukan oleh semua orang di kelas."

Aku takut seseorang akan mengatakan kepadaku bahwa hal yang kulakukan itu tidak nyata dan aku akan putus asa.

Aku mungkin tidak dapat mencapainya, bahkan jika aku sudah mencoba yang terbaik, bahkan jika aku sangat, sangat menyukainya sehingga aku tidak bisa berhenti, dan bahkan jika aku terobsesi dengannya.

"Aku sudah lama mencari sesuatu. Dan ketika akhirnya menemukannya, aku takut mengakui bahwa aku menyukainya, dan aku tidak ingin kecewa dengan hasilnya, atau kecewa pada diriku sendiri."

Benar sekali. Aku menjadi sangat ragu, tidak dapat sepenuhnya menerimanya atau melepaskannya.

"Meskipun begitu, tetap saja."

Api yang membara di hatiku belum padam.

Momen ketika aku melihat melalui lensaku, ketika Kotono mengatakan dia tidak bisa lagi memotong naskahnya, ketika Kasumi membaca naskahnya dan mengedit naskahnya bersama agar terlihat lebih baik, semua momen ini…

“Berisik, kamu masih bisa melakukannya kan.”

Di suatu tempat di dalam benakku, aku mengatakan pada diriku sendiri kalau aku mungkin tidak dapat berubah bahkan jika aku terluka lagi.

Tapi lebih dari itu, itu sangat menggangguku sehingga aku tidak akan pernah menyerah.

Aku melemparkan tinjuku ke bangku seolah-olah untuk melampiaskan rasa frustrasiku.

Kasumi melihat ini dan tersenyum padaku.

"...Hei. Berapa lama lagi kamu akan terus bermain-main, Ren-kun?”

“…Eh?”

“Kamu sudah sampai pada kesimpulanmu, bukan? Kamu ingin melakukannya, kan? Kalau begitu, lakukanlah. Ren-kun, kamu hanya perlu melihat apa yang ada di depanmu.”

Lalu Kasumi mengatakan, ‘Aku sudah pernah mengajarinya, kan.’.

"Jangan pedulikan apa yang akan dikatakan atau tidak disetujui oleh orang lain."

"Tapi film ini bukan hanya untukku. Ini untuk semuanya.”

"Kenapa kamu begitu peduli dengan semua yang ada di sekitarmu? Sekarang, hanya ada aku dan Ren-kun di sini."

Di belakang kepalaku, aku mendengar suara ‘ctak’.

"Kalau begitu. Jika seseorang memberitahu Ren-kun untuk tidak terobsesi dengannya, apakah kamu bisa berhenti? Jika aku mengatakan kepadamu di sini kalau kamu sudah mencapai batasmu, apakah kamu akan puas dengan itu?”

‘Ctak’, ‘Ctak’, suara clapper board bergema di suatu tempat. [TN: Sekali lagi, clapper board adalah papan yang biasa dibawa asisten sutradara untuk bilang ‘cut’ atau ‘action’ dan juga berisi informasi terkait adegan film yang sedang dilakukan.]

"Kamu tidak bisa berhenti sendiri, jadi kamu memanggilku, kan?"

Benar juga. Aku selalu ingin melihat pemandangan itu melalui lensa.

"Kamu tidak bisa menghentikannya dengan logikamu. Karena kamu akhirnya menemukannya. Setelah kamu tahu itu adalah hal yang paling menyenangkan, kamu tidak bisa berhenti. Orang yang sudah merasakan ‘rasa panas’ itu tidak akan bisa berhenti lagi."

Dia tersenyum dengan mempesona saat mengatakannya.

"Jika memang tidak bisa, pergilah. Dan jika kamu ingin melakukannya, lakukanlah. Itu saja."

Karena aku dapat menemukan berbagai macam alasan untuk hidup tanpa melakukannya.

Suara Kasumi menjadi pelan, seiring dengan menghilangnya panas berlebih yang sebelumnya membara di matanya.

"Tapi, kalau kamu tetap ingin berhenti karena alasan apa pun, aku tidak akan menghentikanmu.”

Dia tidak melakukannya atas dasar kebaikannya, tapi ini adalah nasihat darinya.

"Kamu tidak perlu memaksakannya, dan kalau kamu tidak ingin terluka, kamu bisa tetap di zona nyamanmu selamanya. Aku tidak akan mengatakan kalau aku kecewa."

Kata Kasumi sambil beranjak berdiri.

"Tapi aku yakin kamu tidak akan bisa berhenti, Ren-kun. Karena kamu sudah menemukannya."

Kemudian, tanpa melihat ke belakang, dia menuju ke pintu keluar taman.

"Aku menantikan filmnya!"

Aku tidak bisa berhenti. Aku tidak bisa berhenti.

Api yang menyebar dari Kasumi membuat api kecil di dalam diriku tumbuh menjadi sangat kuat.

“Aku tidak boleh berhenti.”

Benar sekali. Karena aku selalu ingin hidup seperti ini, untuk menjadi serius dalam melakukan sesuatu.

Tiba-tiba kepalaku menjadi jernih.

Hubungan, evaluasi, waktu, dan hal-hal lainnya yang tidak perlu sudah tidak ku pikirkan lagi.

Aku berlari pulang, dan buru-buru menyalakan komputerku.

Aku pun menggerakkan mouseku. Begitulah. Masukkan semua yang aku miliki ke dalamnya. Jangan menyerah.

Bahkan jika aku tidak dapat menemukan ide apa pun, peraslah itu dari otakku.

Karena aku yang sekarang masih tidak cukup.

"..."

Aku membuka buku tentang cara mengambil gambar. Aku tidak mengerti, tetapi aku tidak ingin berhenti. Meskipun keterampilan mengeditku buruk, aku tidak bisa menahan keinginanku untuk bisa menyelesaikan filmnya. Ini mendebarkan.

Aku ingin lebih serius lagi. Aku ingin jatuh cinta dengan filmnya.

Tidak ada lagi yang bisa menghentikan perasaan ini, tidak dengan penonton, Kasumi, atau bahkan diriku sendiri!

Meskipun hal yang aku sudah lama aku harapkan itu ternyata lebih berlumpur, lebih sederhana dan lebih kasar, aku mendapati diriku sedang tersenyum.

 

"〜〜Yap! Sudah jadi!!"

Secara keseluruhan memang masih jauh dari selesai dan masih membutuhkan beberapa penyesuaian lagi, tetapi bagaimana juga, prototipe dari apa yang benar-benar ingin aku buat telah selesai.

Aku menambahkan potongan gambar yang berani pada adegan Kasumi dan mengirimkannya versi yang sudah aku kerjakan ulang secara drastis.

Hanya butuh tiga detik baginya untuk membacanya.

"Terima kasih. Aku akan segera melihatnya."

"Aku tidak tahu kamu masih bangun selarut ini..."

Ini jam 05:00 pagi. Aku belum tidur sepanjang malam.

Tiga puluh menit kemudian. Aku masih belum mengantuk sama sekali, dan aku dengan gugup menunggu tanggapan Kasumi. Lalu, aku mendengar suara notifikasi.

"Itu menarik.”

Tanggapan Kasumi hanya berisi satu kata.

Dan lebih dari apa pun, aku sangat, sangat bahagia hingga meneteskan air mata.

Hanya dengan satu kata itu, aku merasa seolah-olah telah diselamatkan.

"Sialan... Apa-apaan ini."

Aku tidak bisa berhenti menangis.

Aku akhirnya menemukan hal nyata yang telah ku cari selama ini.

Aku ingin memberitahu Kasumi secara langsung besok di sekolah.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||  

Post a Comment

Post a Comment

close