NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tonari no Seki no Moto Idol Volume 1 Chapter 9

Chapter 9 - Berikan Juga Semua “  “mu Untukku

Untuk mengalihkan pikiranku dari Kasumi, aku mulai mengabdikan diriku dalam pengambilan gambar untuk proses syuting filmnya.

Setiap kali bayangan Kasumi muncul di benakku, aku dengan paksa menumpuknya dengan film.

Aku masih mempelajari cara mengedit videonya, tapi menurutku sepertinya aku mulai bisa melakukannya dengan baik.

Ini satu-satunya hal yang bisa ku pikirkan. Hal yang bisa aku lakukan untuk membantu Kasumi.

Demi kesuksesan festival nanti, demi kelas kita dan demi pengorbanan Kasumi yang rela memaksakan dirinya untuk menjadi ‘gadis normal’.

Pada akhirnya, semua yang bisa ku lakukan hanyalah menyelesaikan film ini.

Untuk sementara waktu, tingkat partisipasi dalam syuting film cukup rendah karena perubahan sikap Kasumi, tetapi untungnya motivasi semua orang di kelas kembali tinggi berkat tamu-tamu tidak terduga yang datang seperti wali kelas yang datang membawa bingkisan dan Tadokoro yang datang setiap hari setelah aktivitas klubnya dan mengajak anggota klubnya untuk membantu kami.

Disamping itu, aku yakin semuanya sudah menyadari hal itu.

Apa yang membuat Kasumi berubah, dan mengapa.

Walaupun begitu, masih saja ada beberapa tamu tak diundang yang datang.

Seperti siswa dari kelas lain yang memelototi kami, atau kakak kelas yang membuat komentar sini di telinga kami.

Awalnya aku berpikir ada masalah apa dengan sikap mereka itu, tetapi pada akhirnya tidak ada yang bisa aku lakukan.

Mereka mungkin tetap tidak menyukai kenyataan bahwa Kasumi ada di kelas ini.

Meskipun begitu, ‘Kasumi yang berada di kelas ini’ adalah sesuatu yang tidak dapat kami atur, sehingga kami sekarang lebih fokus untuk membuat persiapan festival kami sukses dengan menganggap semuanya berjalan dengan ‘normal’. Ini menjadi pemahaman kami bersama bahwa Kasumi lebih penting dibandingkan opini-opini buruk yang ada di luar sana.

Nyatanya, di grup LIME kelas (yang baru saja dibuat oleh Kotono, dan tentu saja ada Kasumi di dalamnya), menurutku orang-orang yang berbicara tentang Kasumi mulai terlihat seolah mereka bangga bahwa mereka ada di ‘Kelas Miru Kasumi’.

Jadi mereka sudah tidak kecewa lagi dengan kedengkian yang diarahkan pada mereka seperti sebelumnya, malah mereka sekarang menjadi sangat bersemangat untuk memenangkan kompetisi ini dengan margin yang jauh untuk membuktikan kepada pihak-pihak yang dengki────.

“Ah, Kashiwagi toh. Kau mengorbankan hari liburmu lagi ya, bukankah kelas tiga terlalu berambisi?”

Yah, jika seseorang yang dengki itu benar-benar langsung menghampiri, lain lagi ceritanya.

Suasana mendadak menjadi canggung dengan datangnya komentar dingin tersebut.

Itu adalah Shimizu, anggota komite festival dari kelasku dan Tadokoro di tahun sebelumnya.

“…Hmm, yah, begitulah.”

Dia mencoba memanggil namaku, tapi aku sedang fokus untuk mengkomposisikan adegan filmnya.

Jadi aku hanya menjawab seadanya saja sambil mengangguk…dan mungkin karena responku itu dia menjadi kesal denganku.

“Bukankah enak ya, kelas tiga. Memanfaatkan Mirufy itu curang kan ya? Makanya aku jadi mikir kenapa kalian begitu serius, padahal dengan adanya dia, kalian sudah bisa mengalahkan kami tanpa harus melakukan usaha apa pun.”

Tidak. Mungkin dia hanya ingin memprovokasiku, tapi target dia yang sebenarnya adalah Kasumi.

“…Yah itu tidak penting sih. Kita cuma mau menikmati festivalnya saja.”

“Hah? Kau bukan tipe orang yang akan merasa bersemangat dengan hal seperti festival. Kau selalu terlihat bosan karena kau bisa melakukan apa pun. Aku tak pernah melihatmu serius dengan apa pun.”

“…Itu.”

“Kau hanya ingin pamer ke Mirufy, kan?”

“…”

Aku memang terlihat bosan sepanjang waktu. Dan selalu melakukan semuanya setengah-setengah.

Jadi, itu mungkin saja benar.

Aku selalu berpikir itu semua sudah cukup bagiku, tapi kenyataannya aku selalu merasa ada kurang. Aku pun berpikir jika nanti aku mati dengan kondisi seperti ini, tidak akan ada hal yang bisa aku tinggalkan. Aku merasa frustasi, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya untuk maju dan aku tidak punya siapa-siapa untuk menceritakan hal ini. Bahkan Fuyu-nee dan Kotono pun terus maju dan terasa semakin jauh dariku.

Tapi sekarang semuanya berbeda, ada Kasumi disini, ada film ini disini dan ada teman-teman sekelasku disini.

Aku merasa sangat ‘berantusias’ untuk membuat sesuatu bersama yang lainnya dan aku bersedia mengerahkan waktuku sepenuhnya untuk itu.

Jika aku masih gegabah seperti tahun lalu, aku mungkin sudah terlibat dalam perkelahian saat ini.

“Maaf, kita sedang sibuk sekarang, bisa bicara lagi nanti?”

Aku hanya tersenyum seadanya untuk membalasnya.

Sekarang aku sudah menemukan ‘sesuatu’ dalam diriku, jadi aku sudah tidak peduli jika dia tidak mengerti dan menganggap yang aku lakukan itu diluar karakterku. Disamping itu, seperti yang sudah aku katakan disini, yang aku pikirkan hanyalah bagaimana cara mengambil gambar yang lebih baik, dan jujur, tidak ada hal lain yang dapat masuk ke pikiranku saat ini.

Aku sedang berkonsentrasi sepenuhnya sekarang hingga seolah rasanya membuatku mual.

Jadi aku tidak ingin membuang-buang waktuku dengan Shimizu, yang mana dia hanyalah kenalanku, bukan temanku.

“Kashiwagi, kau terlalu serius. Ini sangat memalukan untuk dilihat.”

“Sungguh? Aku sangat menikmati ini kok.”

“Sungguh. Kau tidak melakukannya dengan baik.”

“…Begitukah?”

Aku hanya tersenyum padanya dan melanjutkan pekerjaanku.

Ku pikir jika aku hanya menghiraukannya saja, dia akan merasa bosan dan pergi ke tempat lain.

Tetapi nyatanya, Shimizu, dia tidak puas dengan hanya memprovokasiku.

“Kalian tahu, Kashiwagi memaksaku melakukan hal ini, tapi bukankah kalian terlalu memaksakan diri? Kalian menggunakan waktu libur kalian yang berharga. Bukankah kalian berusaha terlalu keras hanya untuk festival sekolah biasa?”

Aku mendongak dan melihat Shimizu, yang memasang senyum menghina di wajahnya.

“Maksudku, pada akhirnya kalian cuma akan bergantung pada popularitas Mirufy kan? Ah, benar kan ya? Atau memang kalian ingin pamer dihadapannya? Kelas kita tidak punya apa pun untuk dimanfaatkan seperti kalian. Dan kelas lain juga berpikiran sama, jadi sudah saatnya untuk kalian menyadarinya. Bukankah itu yang menyebabkan salah satu dari kalian disiram waktu itu? Yah aku tidak tahu juga sih.” [TN: Asli ni orang bacot banget, mending meninggal aja.]

“Oi…Oi...”

Kotono, dia bilang tidak ingin mengatakannya pada siapa pun padahal dirinya sudah dibully dengan bajingan seperti ini. [TN: Kata ‘bajingan’ disini sebenarnya tambahan sendiri dariku, maaf ya. Asli aku emosi wkwkwkwk]

Aku sangat emosi hingga hampir meluapkannya secara refleks, tetapi setelah melihat Kotono hanya menatap kedepan tanpa mengatakan apa pun di ujung mataku, aku akhirnya berhasil menekan amarahku.

“Jangan bertingkah seenaknya ya mentang-mentang kita pernah sekelas dulu. Mirufy juga kesal dengan ini!”

Tidak peduli seberapa banyak aku, Kotono dan teman-teman sekelas yang lain berbicara padanya, tidak peduli seberapa sering dia mengatakan dirinya tidak tersakiti, pada akhirnya dia akan menyalahkan dirinya sendiri lagi.

Meskipun dia terluka, dia akan selalu berpura-pura seolah dia baik-baik saja agar tidak membuat yang lainnya khawatir.

Jadi, tolong jangan hiraukan orang-orang seperti ini──────.

“Apa salahnya dengan berusaha sekeras ini?”

Dalam sekejap, aku tidak mengenali suara yang datang dengan tajam tersebut.

“…Kasumi…?”

Itu karena dia sudah terus berakting menjadi gadis yang normal sepanjang waktu akhir-akhir ini.

Dia sudah berusaha untuk menjaga dirinya agar tidak terlihat mencolok.

Kasumi, yang tidak seperti biasanya, tidak bereaksi dengan suaraku dan berjalan pelahan menuju Shimizu.

“…Emang kamu tahu? Ren-kun selalu memikirkan komposisi dari pengambilan gambarnya sampai dia tidak punya waktu untuk tidur. Makanya dia selalu terlihat mengantuk di kelas akhir-akhir ini.”

Namaku tiba-tiba keluar dari mulut Kasumi, dan ketegangan yang tidak mengenakkan mengalir di tulang punggungku. [TN: Maksudnya merinding jadinya.]

“Kotono-chan yang menambahkan adegan-adegan penting untukku. Dia dibully karena ku, tetapi dia berbicara seolah tidak terjadi apa-apa dan bahkan dia masih khawatir denganku.”

‘Jadi dia menyadarinya.’. Kotono, yang berdiri disampingku, menggumamkannya dengan wajah yang terlihat akan menangis.

“Sakamoto-san membuatkan perlengkapan buatku. Aku melihat ada plaster luka di tangannya dan dia tetap tertawa denganku untuk menutupi dirinya yang terluka saat membuatnya di rumah. Asamiya-san, walaupun dia tidak menyukaiku, dia tetap mengakui kalau aku sudah melakukan yang terbaik akhir-akhir ini.”

Setelah itu, Kasumi menyebutkan satu per satu nama teman-teman sekelasnya, dan terkadang dia tersedak saat mengatakannya.

“Aku merasa seperti orang yang bodoh. Kenapa mereka berusaha sekeras itu? Kenapa mereka membantuku? Mereka tidak mau menyerah terhadapku. Mereka semua melindungiku, bukan?”

Dia mengatakannya dengan tergesa-gesa, sambil merasa bersalah, dan dia menarik nafas dalam-dalam untuk mengatur nafasnya.

“Aku sudah membuat banyak sekali kesalahan…”

Dia tersenyum dengan ekspresi yang entah menunjukkan kebahagiaan atau kesedihan.

Aku yakin dia sudah melewati batasnya.

Karena suaranya terdengar sangat lirih, dan seolah dia mengigit jarinya untuk menahannya.

Matanya sudah sangat sembab dan sepertinya air matanya dapat mengalir deras jika dia berkedip sekali saja, mulutnya bergetar seolah berusaha keras untuk menjaga senyumannya.

Sosok yang berdiri di hadapanku sangatlah ramping dan rapuh, seolah dia dapat jatuh kapan pun, tapi aku yakin dia akan berusaha keras untuk menahannya karena dia adalah Kasumi.

“Aku lah yang selalu membuat masalah disini, dan sekarang, kamu bilang mereka hanya mengandalkan namaku? Dan kecelakaan itu? Jangan bercanda denganku!!”

Aku sangat terkejut melihat Kasumi menaikkan suaranya.

Karena sejak dua bulan terakhir, ini pertama kalinya aku melihatnya marah dengan seseorang.

“Aku benci orang yang mengolok-olok orang lain yang sudah berusaha dengan keras…! Jadi apa? Menurutmu lebih baik kalau kita tidak berusaha dengan keras? Kenapa? Apa yang salah dengan itu? Kamu hanya iri, kamu hanya bisa berbicara. Orang yang tidak bisa menghargai usaha orang lain jauh lebih menjijikkan!”

Shimizu hanya dapat membeku setelah dirinya dikonfrontasi oleh gadis paling cantik yang datang ke hadapannya.

Kemudian Kasumi, sambil menahan air matanya, memberikannya senyum yang tidak pernah orang-orang lihat sebelumnya.

 

“Aku tidak mau dirimu, yang tidak tahu apa pun tentang teman-teman sekelasku yang berharga, yang tidak tahu tentang perjuangan mereka dan tidak tahu kebaikan mereka, berbicara seenaknya lagi tentang mereka! Aku tidak mau dirimu menyalahkan mereka lagi…!!”

 

Itu adalah senyuman idolnya seperti saat dirinya berada di atas panggung.

Aku dapat membayangkan Kasumi mengatakan, ‘Meskipun kamu sedang terluka, kamu harus tetap tersenyum’.

Aku bukan satu-satunya orang yang tidak dapat mengalihkan pandanganku darinya. Aku yakin pandangan semua orang disana juga tertuju padanya.

Karena seolah kita terpanggil untuk melihatnya dan menyaksikannya.

Padahal kenyataannya Kasumi sudah benar-benar berada dalam batasnya, seperti mille-feuille yang dihujam secara paksa dari atas dengan garpu, dia terlihat sangat kewalahan.

Apa-apaan ini, sungguh.

“…”

Aku hampir berhenti bernafas.

Inilah, sosok asli dari Miru Kasumi.

Aku melihat bunga sakura. Di belakang Kasumi, bunga sakura itu bermekaran dengan indahnya.

Aku pun secara sadar membentuk bingkai dengan tanganku dan menurunkan lenganku, berpikir bahwa aku tidak bisa hanya melihatnya saja, bunga sakura itu.

Aku ingin mengabadikannya, pikirku. Aku ingin mengambil gambar sosok Kasumi saat ini.

“Apa, apa-apaan ini, sekarang…”

Itu menakutkan dan mendebarkan.

Miru Kasumi yang asli membuatku berhenti bernafas dan tertegun padanya, sungguh.

──────Astaga, keren sekali.

Aku selalu berpikir dia terlalu sabar.

Aku juga berpikir seharusnya dia menerima bahwa dia tidak harus menyalahkan dirinya sendiri untuk semua yang telah terjadi.

Aku bahkan merasa kesal padanya, bertanya-tanya mengapa dia menahannya begitu keras tanpa meneteskan air mata sedikit pun.

Tapi akhirnya, untuk pertama kalinya aku sadar bahwa dia melakukannya untuk menjaga sesuatu yang sangat penting baginya.

"Ini demi semua orang, demi Ren-kun! Itu sebabnya aku berusaha keras menahan perasaanku, meskipun kamu tidak peduli!”

Kata-kata Kasumi mendadak kembali ke pikiranku.

Aku sudah mendengarnya, tapi aku tidak mengetahuinya.

Aku tidak tahu kalau dia sebegitu pedulinya dengan teman-teman sekelasnya.

Aku lah orang yang tidak mengerti apa pun.

“Miru Kasumi memang terdistorsi.” [TN: Aku baru nemu kata ini, kayaknya dibanding terdistorsi, lebih enak kalu bilangnya ‘menyimpang’. Tapi ya karena udah terlanjur, dan kata-kata terdistorsi ini sangat sering digunakan, aku jaga buat konsistensi aja.]

Ini, tidaklah normal.

Demi orang yang dia sayangi, dia rela tersakiti bagaimanapun keadaannya. Dia melawan, dia menahannya dan bahkan ketika dia babak belur dan terluka, dia tetap tersenyum demi orang-orang disekitarnya tanpa meneteskan air mata sedikit pun.

Tapi, karena itulah, dia adalah Miru Kasumi.

“…Jadi, tentu saja.”

Aku selalu melarikan diri, selalu percaya dengan keuntungan orang-orang yang memiliki bakat, selalu berlari, tidak pernah siap untuk berubah dan di sinilah diriku sekarang.

Walaupun terlihat sangat payah dari luar, aku benar-benar yakin ingin berubah.

Itulah kenapa, aku sangat kesal dengan Shimizu.

Aku tidak akan pernah memaafkannya. Aku membisikkannya dengan mulutku agar orang-orang tidak mendengarku, lalu aku berdiri di depan Kasumi, yang terlihat sudah akan jatuh.

“Aku sedang tidak dalam mood yang baik, dan aku tidak mencoba untuk menang ataupun yang lainnya. Aku tidak mau berkompetisi denganmu untuk sesuatu yang membosankan seperti itu, dan jujur saja ya, ini sangat menjengkelkan.”

Wajah Shimizu pun menjadi pucat ketika dia melihat Kasumi yang sudah melawannya dan diriku yang sudah dalam kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Tapi tetap saja, aku tidak pernah berniat untuk memaafkannya. [TN: Mamam bocil.]

Dia sudah melewati batasnya sejak dia berani menyentuh Kotono dengan insiden pokari itu.

…Ah, aku tidak akan berurusan lagi dengan pria ini, dan aku pikir itu tidak ada gunanya.

Mungkin akan beredar rumor bahwa Kashiwagi sudah berubah, atau dia tiba-tiba kehilangan kesabarannya, atau semacamnya. Tapi aku sudah tidak memikirkan lagi berapa relasi yang akan aku hancurkan dengan rumor semacam itu.

Aku tidak akan bisa berteman dengan semua orang seperti anak TK.

Aku tidak peduli lagi dengan yang lainnya karena sekarang aku sudah memiliki ‘sesuatu’ yang aku cari.

Aku tidak akan bisa menghentikan kata-kata buruk itu keluar dari mulut mereka.

“…Kau tahu, berusaha dengan serius seperti ini lebih menyenangkan dari yang kau kira. Ini sangatlah setimpal karena kau dapat melakukannya dengan sepenuh hatimu…ya aku tidak tahu sih apakah kau bisa mengerti dengan apa yang aku katakan.”

Ah, Kasumi benar-benar luar biasa.

Aku sangat lemah hingga kakiku sudah mulai gemetar hanya karena mengatakan hal-hal yang tidak biasa aku katakan tersebut.

“Maksudku, hmm. Kalau kau akan terus hidup membosankan seperti itu setiap hari, aku jelas lebih memilih jalan ini.”

“…”

Wajah Shimizu pun berubah manjadi sangat merah, dan dia tetap berusaha mengucapkan beberapa kata untuk menyangkalnya.

“…Begitu ya. Kenapa tidak kau nikmati saja perlombaan ini sesukamu?”

“Iya kau juga bersenang-senanglah dengan kekalahanmu di perlombaan ini. Dan jangan pernah berurusan dengan kelas tiga lagi!!”

“…”

“Yah, sudah jelas kan kelas kita yang akan menang tahun ini, tidak peduli dengan ada atau tidaknya Kasumi!!”

Untuk sejenak, Shimizu memberanikan dirinya untuk melawan balik karena berpikir aku juga sudah kelewatan dengan kata-kataku, tapi suara dingin Kotono yang mengatakan, ‘Aku akan panggil guru dan mengeluh karena kamu mengganggu pekerjaan kami.’, membuatnya menyerah seketika dan melarikan diri.

Saat dia berbalik, teman-teman di kelas pun bersorak.

Dan segera setelah Shimizu sudah tidak terlihat lagi, Kasumi pun merosot di tempat. Teman-teman di kelas mengelilinginya dan mengatakan kalau dia sangatlah keren. Dia berusaha keras untuk menutupi wajahnya yang terlihat seperti akan menangis.

“Tadi itu keren sekali kan, Mirufy.”

Kotono yang berada disebelahku juga melihat ke arah Kasumi dengan senang.

“Mn. Terima kasih juga untukmu, Kotono.”

“…Tidak, aku tidak melakukan apa pun. Kashiwagi-kun, aku juga merasa senang untukmu. Kamu sudah berubah banyak semenjak bertemu dengan Mirufy.”

“Hmm, benar juga ya.”

Aku mengatakannya dengan malu-malu dan menaruh tanganku di pundak Kotono.

“…Tidak mungkin bagiku untuk tidak berubah.”

Bukan karena dia adalah seorang idol.

Itu karena dia adalah Miru Kasumi, dan itulah yang membuatnya begitu menarik.

Namun tanpa ku sadari, aku sudah menyakiti Kasumi.

“…Aku.”

“Aku mau pinjam Ren-kun dulu!!”

“Hah!?”

Dia menarik lengan seragamku.

Warna bunga sakura yang cerah melintas di ujung pandanganku.

“Aku akan menangis jika kamu tidak ikut denganku.”

“…Walaupun sudah cukup berbahaya sekarang.”

“Diamlah…!!”

Kasumi menarikku dengan sangat lemah, yang dimana aku bisa saja menahannya dengan mudah.

“Mau kemana kita…”

“…Tidak tahu!”

“Apa-apaan itu.”

Meskipun begitu, aku senang bisa melihat semangat yang tinggi di mata Kasumi lagi, dan aku juga senang bisa berbicara lagi dengannya, jadi aku biarkan saja diriku diseret olehnya.

“Kotono!! Tolong taruh barang-barangku dan Kasumi di loker kelas ya!”

Kotono pun mengatakan, ‘Hah!? Bagaimana kamu akan membereskannya setelah ini!’, tapi aku menutup telingaku dan lanjut berjalan mengikuti Kasumi. Kemudian dia melepaskan lengan bajuku dan menggenggam tanganku.

“…Aku akan marah kalau kamu melepaskan tanganku.”

Matanya yang besar sudah dipenuhi dengan air mata, dan dia melihat ke arahku.

Kasumi menjalinkan jari-jarinya yang gemetar ke tanganku, seolah-olah tidak akan pernah melepaskannya.

──────Dengan kondisinya ini, sangat aneh bagiku untuk tidak menjaganya.

 

Jadi, dengan mengikuti Kasumi, kami keluar dari sekolah dan pergi menuju ke suatu tempat dan akhirnya kita sampai di sebuah apartemen yang besar.

“Disinilah Miru tinggal.”

“Hah!?”

Sementara aku masih terkejut dengan megahnya bangunan itu, Kasumi mengantarku melewati pintu masuk, menekankan kuncinya yang berupa kartu dan menekan tombol lift dengan gesture yang santai.

“…Umm, jadi kau benar-benar tinggal disini sendirian?”

“Tentu saja. Aku adalah mantan top idol, kan?”

Jadi, dia sanggup membayar uang sewanya.

Dan lift pun mengantarkan kami ke lantai atas.

Orang biasa sepertiku jelas akan kewalahan pada titik ini.

“Btw, apakah sudah ada yang pernah kesini sebelumnya?”

“Jelas belum, kan? Kamu sendiri tahu, Miru tidak punya teman yang lain untuk diundang kesini. Aku mengundangmu karena itu kamu.”

Aku bertanya-tanya apakah dia harus mengatakan sesuatu yang mengejek di setiap perkataannya, mantan idol ini.

Sementara aku masih merasa gugup dengan sensasi yang sudah lama tidak aku rasakan ini, lift pun menunjukkan bahwa kami sudah sampai.

“Sudah sampai. Lepaskan sepatumu disana dan ayo masuk.”

“…Permisi.”

Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, aku sangat gugup!!

Aku melepas sepatuku dan berjalan menuju ruang tamu, dan aku merasa sangat mual karena kegugupanku.

Ruangannya secara mengejutkan terasa kosong, dan kebanyakan diisi dengan furniture yang monoton.

Hampanya ruangan ini membuat rasa gugupku sedikit berkurang, tapi tetap saja aku masih merasa gugup. Lalu setelah melihat ke berbagai sudut ruangan, aku melihat keluar melalui jendela yang besar dan terlihat matahari terbenam di cakrawala.

“Sangat indah disini, bukan?”

“…Eh? Benar, sangat indah ya.”

Kasumi mengatakan, ‘Aku baru menyadarinya setelah dua bulan tinggal di sini.’, lalu membuka akses ke arah balkon.

“Mumpung kita di sini, ayo kita bicara di luar.”

Aku menenangkan diriku dan menyetujuinya, lalu meminjam sepasang sandal dan keluar ke balkon. Sesuai harapanku, balkon di apartemen sebesar ini jelas berbeda dibanding balkon di rumah orang biasa, ukurannya sangatlah luas.

Angin yang sejuk berhembus mengenai pipiku.

Di bawah matahari sore, Kasumi menyuruhku untuk duduk di bangku putih yang diletakkan secara acak.

Dia sengaja mengajakku kesini untuk berbicara secara personal, bukan hanya karena kebetulan, dan hanya berdua saja.

Jadi, akan lebih baik jika aku segera berbicara dengannya.

“…Kau tahu, maafkan aku atas apa yang terjadi di hari itu. Aku membuat asumsiku sendiri dan mengatakan hal yang tidak pantas padamu.”

“Aku juga ingin meminta maaf.”

Kasumi mengatakannya begitu mudah hingga aku hampir kehilangan ketenanganku.

“Sudah tidak mungkin bagiku untuk menganggap kalau ini tidak ada hubungannya denganku sekarang.”

Sambil duduk di bangku, dia tiba-tiba membuka mulutnya.

“Aku dengar, Fuyuka-san memberitahumu tentang diriku.”

“…”

“Fuyuka-san tidak bersalah, kan? Dia yang mendengarnya dari ku. Ren-kun, aku tahu kamu mungkin akan melakukannya.”

Aku pun menyatukan tanganku dan menunduk.

“Maafkan aku.”

“Untuk apa?”

“Untuk menanyakan masa lalumu, tanpa persetujuanmu.”

“Kamu terlalu disiplin. Aku tidak marah denganmu kok. Toh informasi terkait kehidupan Miru kebanyakan ada di Sukipedia.”

Kasumi tersenyum samar dan menekankan jari telunjuknya ke bibirku.

“Jadi, aku akan memberitahumu apa yang tidak ada di Sukipedia, oke?”

Tenggorokanku pun mengencang sejalan dengan gugupnya diriku.

“Kamu sudah dengar terkait rambut Miru yang terpotong, kan? Orang yang memotong rambutku, dia mengatakan hidupnya menjadi kacau setelah kejadian itu.”

“…Eh.”

“Jika dipikir-pikir lagi, itu pasti benar. Walaupun mereka tidak mengatakannya pada pers dan hanya pihak manajemen saja yang mengetahuinya, Miru adalah produk terbaik mereka, jadi mereka melaporkannya ke pihak berwajib.”

Sebelum aku dapat mengatakan, ‘Benar, tentu saja’.

“Lalu, aku terkejut ketika menemukan bahwa dia sudah mempunyai istri dan anak yang baru saja lahir. Hah? Yah, begitulah ceritanya.”

Kata-kata yang sangat tajam itu terbang menuju telingaku.

“Itu…”

Berat. Cerita itu sungguh berat sehingga aku tidak ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Meski begitu, Kasumi tetap tersenyum sepanjang waktu seolah dia sudah membawa luka itu di sepanjang hidupnya.

“Lalu, dia meminta mereka untuk memaafkannya. Ketika perusahaan menolak permintaan maafnya, dia berteriak bahwa semuanya menjadi kacau karena Miru Kasumi. Tapi ini hanya rumor, jadi aku tidak tahu sepenuhnya kebenarannya.”

Aku pikir dia juga merahasiakan ini ke Fuyu-nee karena dia tahu Fuyu-nee akan lebih khawatir lagi jika mengetahui hal ini.

Kasumi mengambil nafas yang panjang sebelum melanjutkannya.

“Tentu saja, banyak orang disekitarku yang melindungiku, kan? Tapi itu juga benar kalau Fuyuka-san tidak lagi didukung oleh kantor setelah insiden itu, dan aku tidak bisa berhenti berpikir tentang apakah lebih baik jika Miru sejak awal tidak menjadi idol, atau adakah orang lainnya yang hidupnya menjadi kacau karena Miru… Jadi…”

Kontras dengan kata-katanya yang serius, Kasumi hanya tersenyum dengan pasrah.

“Aku pun hancur. Aku tidak dapat kembali lagi ke panggung.”

“…”

“Pada akhirnya, aku menaruh diriku sebelum para fans. Aku diselamatkan berkali-kali…tapi karena aku diselamatkan…aku menjadi takut kalau mereka akan lebih membenciku dibandingkan dengan kemampuanku untuk dapat membuat mereka tersenyum. Jadi aku berpikir kalau aku sudah mencapai batasku untuk lanjut menjadi seorang idol.”

Kasumi sangat dekat denganku, tetapi dia terasa sangat jauh.

“Ada orang yang menyukai Mirufy, tapi tidak ada siapa pun yang menerima Miru Kasumi. Karena Miru yang asli sangatlah kacau. Dia tidak bisa akrab dengan orang-orang disekitarnya, dia membuat masalah dan orang-orang membencinya. Jadi, aku berusaha untuk tidak melihatnya dengan fokus ke dalam rutinitas idolku.”

“Itu tidak benar.”

“Itu benar. Aku akan melakukan hal yang sama kali ini jika tidak ada kamu di sini. Aku tidak normal. Itulah mengapa semuanya akan terluka.”

Saat dia akan melanjutkan kata-katanya, untuk pertama kalinya, wajah Kasumi menjadi terdistorsi.

“Tiap kali aku menyadari tidak ada siapa pun di sekitarku…”

Bahunya yang ramping, yang seolah dapat patah dalam sekejap, tersentak.

Jadi, dia ingin menjadi normal, dan dia berpikir tidak boleh gagal kali ini.

Dengan putus asa, dia melapisi bagian dirinya yang terdistorsi, memperbaikinya, bertahan dan mencoba mengutamakan rasa sakit orang lain dibanding dirinya sendiri.

“Itu karena aku bukan lagi seorang idol. Dan sejak awal, banyak gadis lain yang lebih pantas untuk menjadi seorang idol dibanding diriku. Itu tidak harus aku, tidak sedikit pun.”

Aku yakin Kasumi adalah orang yang paling baik, yang dapat menyayangi orang-orang lebih dari yang lainnya.

Karena itu, bahkan hingga sekarang pun, aku tidak dapat berhenti mengaguminya.

Sederhananya, awalnya aku hanya berpikir sesuatu dalam diriku akan berubah jika aku bersamanya.

Aku tertarik dengan matanya yang berkilau. Aku mengaguminya dan ingin berteman dengannya dan mengenalnya lebih baik lagi. Tapi nyatanya, Kasumi lebih dari itu.

Dia selalu melakukan hal apa pun dengan penuh semangat dan memberikan segalanya. Dia sensitif dan emosional.

Dia peka terhadap yang lainnya, dan selalu menahan diri dan menyalahkan dirinya sendiri.

Meski begitu, dia tidak pernah menyerah. Dia selalu bertekad untuk maju. Dan semakin dia terluka, semakin bersinar dirinya.

Melihat hal itu, kenapa dia tidak pernah mengakui dirinya sendiri.

Kasumi begitu luar biasa. Dia sangat jauh sehingga terkadang aku ingin menyerah darinya dan mengatakan kalau tidak bisa menggapainya.

Dan kenapa dia membantah semua itu.

Sesuatu bangkit dari dalam diriku, dan aku tidak dapat menghentikannya.

Sepertinya, aku cukup kesal sekarang.

“Jadi kau tetap tidak suka menjadi seorang idol? Apakah kau menyesal sudah menjadi seorang idol, melapisi dirimu dan menyesal karena tidak menjadi gadis yang normal sejak awal?”

“…Bukan begitu!”

Kata-katanya meluap. Sebuah tangisan keluar menembus tenggorokan Kasumi.

“Tentu saja aku tidak menyesalinya atau memaksakan diri untuk melakukannya! Ada orang-orang di luar sana yang menghabiskan hidupnya untukku dan hidup untukku. Jadi, tidak peduli seberapa beratnya itu, seberapa anehnya diriku, aku tidak pernah merasa tidak bahagia, dan tidak sekalipun aku merasa menyesal!”

Aku merasa lega. Inilah Kasumi yang aku tahu, Kasumi yang aku kagumi dan Kasumi yang terasa sangat jauh bagiku.

“Kalau begitu, semuanya baik-baik saja kan!!”

Aku tidak peduli dengan yang lainnya, jadi fokuslah padaku.

Alih-alih mengatakan itu, aku menangkup pipinya di antara tanganku.

“Mungkin awalnya kau tidak berniat menjadi seorang idol, mungkin kau mengira kau kehilangan perasaanmu pada orang lain, tapi Kasumi telah belajar untuk mencintai mereka dengan caramu sendiri, kan. Baik untuk para fansmu dan kehidupan idolmu."

Jika tidak, dia tidak akan peduli dengan hal-hal seperti ini sejak awal.

"Tapi, kau berhenti menjadi idol karena kau takut untuk melanjutkannya. Maka tidak apa-apa, kau adalah gadis normal sekarang. Jadi, kenapa tidak dinikmati saja kehidupanmu sebagai gadis normal. Dan jika kau merasa ingin kembali, kau bisa kembali lagi menjadi seorang idol."

Kasumi pun melihat ke arahku dan melepaskan tanganku dari wajahnya.

Kemudian dia berdiri dan berteriak dengan terisak-isak.

“…Itu sangat egois.”

“Itu tidak egois. Itu hidupmu, jadi kenapa tidak mengubahnya?”

 “…Eh.”

“Memang benar, kau seorang idol sebelumnya. Tapi menjadi seorang idol bukan satu-satunya hal untukmu kan, Kasumi?”

Begitulah. Tidak lebih dan tidak kurang.

“Kalau kau menemukan sesuatu yang ingin kau lakukan…aku akan menjadi fans pertamamu! Kalau kau merasa tertekan, aku akan memberitahumu 100 hal baik dalam diri Kasumi, dan itu tidak ada apa-apanya bagiku!”

Karena, kau tahu, kau bisa membuat seseorang tergila-gila, kau dapat terus melakukan sesuatu walaupun itu menyakitkan.

Aku tidak tahu hal yang lebih baik dari itu, tapi aku sudah terinspirasi denganmu dan menjadi seperti ini karenamu.

“Tidak peduli seberapa bencinya kau dengan dirimu sendiri, itu tidak ada gunanya bagiku! Aku selalu berpikir kalau kau adalah orang yang hebat! Aku mengagumimu! Jadi aku tidak akan berhenti memujimu sampai kau mengakuinya!”

Ah, astaga, aku tidak tahu lagi apa yang sedang aku bicarakan, tapi aku akan terus mengatakannya!

“Aku…Karena aku bersama Kasumi!! Aku kan mencoba untuk berubah!!”

“……”

Tidak ada balasan dari Kasumi.

Dia hanya terdiam. Aku pun terjatuh dan duduk di bangku.

Aku melihat ke wajahnya, yang menunduk, dan akhirnya menyadarinya.


“Hiks…ugh…uuu”

Kasumi menangis dengan pelan. [TN: Akhirnya, ini pertama kalinya Kasumi benar-benar menangis T_T]

Dia berusaha membungkam suaranya.

Air mata yang memenuhi matanya yang besar mengalir dengan kekuatan yang tak terlukiskan. Kemudian air mata itu memenuhi matanya lagi, dan meluap.

Warna matahari terbenam tampak menyatu dengan jejak air mata yang mengalir di kulit putihnya.

"...Eh."

Aku hanya bisa menatapnya, dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Aku tidak menyangka dia akan menangis.

Karena dia selalu menahan air matanya di saat-saat terakhir apa pun yang terjadi, menutup bibirnya dengan rapat untuk mencegahnya tumpah, dan menjaga pandangannya ke depan.

Dia selalu memaksakan dirinya untuk tersenyum, berjuang melalui bekas lukanya, dan berpikir dirinya masih bisa bangkit.

Bodohnya, aku berasumsi sendiri bahwa Kasumi tidak akan pernah menangis.

“……”

Dengan perlahan, aku mengusap bunga sakura yang telah diserap dengan gelapnya malam. [TN: Maksudnya, Ren mengusap rambut Miru.]

“…Aku tidak mempercayainya.”

“Eh.”

“Aku tidak akan percaya sampai kamu mengatakannya saat ini juga!”

Kasumi mendongak sedikit dan mengatakannya dengan lirih.

Sambil mengusap punggungnya yang terisak, aku terus berhitung.

“…Senyummu sangat imut.”

“Tentu saja!”

“Kepribadianmu sangat lurus.”

“Mn.”

“Kau selalu berusaha keras.”

〜〜uu”

“Kau keras kepala dan egois.”

“Itu bukan pujian…!”

“Aku memujimu. Aku menyukai sifatmu yang begitu.”

Sepertinya itu sedikit menjijikkan.

Saat aku tersenyum untuk menutupinya, dia menarik pipiku.

“Oi, sakit! Sakit tahu!”

Sambil menghiraukan protesku, dia mengusap air matanya dengan tangannya yang lain dan tersenyum dengan wajah yang terdistorsi, seolah dia sedang menahan air matanya.

“…Memang ya, Ren-kun. Walaupun kamu tidak tahu apa-apa, kamu tetap mengatakan hal-hal seperti itu. Tapi, ketika kau membuatku sadar dengan apa yang aku rasakan…aku membencinya.”

“……”

“…Tapi, terima kasih telah membuatku sadar bahwa aku mencintai fansku, dan aku berhak mencintai mereka.”

Meski begitu, aku berpikir bahwa ini adalah senyum terindah yang pernah aku lihat darinya selama ini.

Matahari akhirnya melebur menjadi malam, dan langit pun semakin gelap.

Cahaya bulan, yang muncul dengan samar, mengisi mata Kasumi.

 

 

Side: Miru Kasumi

Aku benci menjadi idola pada awalnya.

Menari dan menyanyi memang menyenangkan, tetapi semakin aku mendalaminya dan menikmatinya, aku jadi semakin merasa sendirian.

Aku begitu fokus dengannya sehingga aku mengabaikan yang lainnya, hanya berpikir untuk bersinar agar tidak perlu melihat ke sekelilingku, dan tanpa aku sadari, aku sudah berada di tengah panggung sebagai ‘Mirufy, center grup yang tidak tergantikan’.

Setelah beberapa tahun belakangan, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku bukanlah gadis yang spesial.

Jika aku membuat kesalahan sekecil apa pun, aku akan dipukuli dan diberitahu bahwa ‘Ini bukanlah Mirufy’.

Miru Kasumi tidaklah dibutuhkan. Untuk bisa berdiri di sini, jauh lebih penting untuk menjadi diriku yang disukai oleh semua orang, dan aku tidak boleh lengah.

Ini bukan waktunya untuk menjadi egois dan manja.

Karena kenyataannya, ada banyak orang yang ingin berada di posisi ini, yang lebih putus asa dibanding diriku, yang memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding diriku.

Itu sebabnya aku berlatih keras, hari demi hari, hingga larut malam. Aku korbankan seluruh jiwa kemanusiaanku, hingga diriku seolah menjadi mesin.

Karena aku tidak tahu apakah orang yang menyukaiku hari ini akan menyukaiku juga besok.

Jika mereka tidak menyukaiku besok, aku... Tidak ada gunanya bagiku untuk menjadi idol.

Karena jika bahkan fansku tidak mencintaiku, aku tidak pantas berada di sini.

Saat itu, tidak ada yang tersisa dariku seperti keluarga, teman, sekolah, rekan, hobi, rasa suka dan tidak suka. Tidak ada yang tersisa selain fansku.

Aku lemah dan egois, dan aku terlapisi.

Setiap kali aku merasa akan hancur, aku menguatkan diriku dengan berkerja keras dan begadang semalaman.

Dan dalam prosesnya, aku pun menjadi ‘Mirufy’, center terkuat dan tak terkalahkan.

Ketika aku berdiri di atas panggung dan melihat lightstick di barisan penonton, aku merasa ingin menangis.

Ah, itu seperti langit berbintang.

“””Mirufyーーーー!!”””

Ada orang yang meneriakkan namaku meskipun aku orang yang kosong.

Ada orang yang menghabiskan uangnya untukku.

Ada orang yang mengagumiku. Ada orang yang mengatakan bahwa mereka menyukaiku.

Orang-orang ini, aku memiliki fans base.

Ketika seseorang mengatakan bahwa dirinya menyukaiku, aku tahu diriku bukanlah orang yang hanya akan bercanda dengannya. Ketika cahaya lightstick mengaburkan pandanganku dan aku menangis tersedu-sedu, aku merasa seolah-olah untuk pertama kalinya seseorang mengatakan kepadaku bahwa tidak apa-apa bagiku untuk hidup.

Aku akhirnya menyadari bahwa aku tidak sendirian.

────────Aku rela mati demi pemandangan seperti ini.

Ini adalah pertama kalinya bagiku merasa diinginkan oleh seseorang, jadi aku memutuskan untuk menghabiskan seluruh hidupku yang kosong untuk mereka. Aku bahagia meski aku mengorbankan segalanya.

Aku bisa tersenyum hari ini karena mereka mendukungku. Aku bisa menjadi Mirufy.

Pekerjaan seorang idol hanya menyenangkan saat kita berada di atas panggung.

Setelah itu semuanya terasa sulit, gelap, dan dingin sepanjang waktu.

Aku tidak bisa makan dengan puas, aku selalu pusing dengan pelajaran menari, aku tidak bisa bersantai bahkan sesaat saja ketika aku meninggalkan ruangan, dan kepalaku terlalu berkabut untuk memikirkan apa pun.

Tapi aku tidak bisa berhenti. Karena aku ingin menjadi Mirufy, entah berapa pun harga yang harus aku bayar.

"Terima kasih sudah mencintaiku!"

Aku tahu. Aku ingat.

"Terima kasih telah membuatku menjadi Mirufy!"

Aku lah orang yang dengan putus asa meneriakkan hal-hal tersebut di konser kelulusanku.

Aku berbohong tentang perasaan ini.

Karena sekarang, hanya dengan mengingatnya saja akan membuatku menangis.

"Aku memutuskan untuk hidup karena Mirufy ada di sana!”

"Video Mirufy telah menyemangatiku, dan akhirnya aku memutuskan untuk menjalani operasi. Aku sangat mencintaimu."

"Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Terima kasih telah menjadi idolaku.”

Aku yakin itu karena surat-surat fansku ini.

Lebih dari segalanya, itu karena aku sangat, sangat, sangat mencintai semua fansku!

 

“…Kenapa?”

Kenapa itu membuatku mengingat hal-hal tersebut.

“Tidak peduli seberapa bencinya kau dengan dirimu sendiri, itu tidak ada gunanya bagiku! Aku selalu berpikir kalau kau adalah orang yang hebat! Aku mengagumimu! Jadi aku tidak akan berhenti memujimu sampai kau mengakuinya!”

Alih-alih bisa menjawabnya, aku malah menangis.

Aku belum pernah diperlakukan dengan baik oleh siapa pun sebelumnya, jadi aku tidak tahu harus berkata apa.

Aku tahu persis apa yang sudah aku lakukan.

Tidak ada yang akan mencintaiku apa adanya.

Aku harus menjadi Mirufy, bersenjata lengkap, dan dilapisi dengan lapisan gula yang manis agar aku bisa dicintai.

Aku baik-baik saja dengan itu, tapi aku tidak akan tahan jika dia peduli padaku, bahkan dengan diriku yang sudah hancur berkeping-keping seperti ini.

Karena dibandingkan dengan dihina dan dikritik, sesuatu yang penting dalam diriku seolah akan hancur.

Kecemasan, kebahagiaan, dan perasaan sedih berputar-putar di kepalaku.

"Kenapa kamu seperti itu, Ren-kun?"

Aku mendapati diriku mengucapkan kata-kata ini.

"Apa?"

Aku harus menutupinya.

Dengan satu pemikiran di kepalaku, aku memeras kata-kataku.

"Kenapa kamu begitu baik padaku?"

"Karena, kau tahu... Karena kita adalah teman.”

"Te──man."

Jadi begitu. Dirimu yang begitu spesial dan menyakitkan bagiku ini hanyalah─────teman.

Mengapa hatiku terasa sakit. Akhirnya, aku tahu jawabannya.

“…Aku.”

Ketika dia berada di dekatku, aku tidak bisa mengambil nafas yang dalam.

Ketika dia tertawa, hatiku melunak, dan aku merasakan sakit meskipun aku bahagia.

Ketika aku melihatnya berbicara dengan semua orang di sekitarnya, aku merasa bangga dengannya dan lebih dari itu, aku juga merasa sedih.

Hanya dengan mendengarmu mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja sudah membuatku ingin menangis.

Itu terasa sakit tanpa alasan. Itu bukan milikku. Hanya saja...

"Jadi, begitu."

Di momen inilah, aku menyadarinya.

────────Aku jatuh cinta dengan Ren-kun.

Aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya.

Ini melampaui batas dari seorang penggemar atau seseorang yang penting.

Aku ingin memeluknya, menciumnya, dan memanjakannya apa pun yang terjadi.

Aku tidak ingin terlalu dibenci, ini terasa sangat menyakitkan, dan aku sangat ingin disukai, meskipun aku bukan seorang idol lagi.

Mau tidak mau aku jatuh cinta dengan Ren-kun, yang cemas bahwa aku mungkin terlalu akrab dengannya, bahkan tanpa menyadari perasaanku.

Aku menatap telapak tangan kananku.

"Bisakah aku menjadi egois sekarang?"

"Tentu, tapi..."

"Kurasa aku tidak akan tahan hanya dengan menjadi teman."

Setelah mengatakannya, aku mengambil pergelangan tangan kanannya.

Kemudian aku menghisap pergelangan tangannya dengan suara berdecit.

Aku sudah memutuskan. Aku akan menjadikannya milikku.

Kali ini, dia adalah milikku!

“Oi, eh, ada apa!?”

“Bunga sakura, aku membuatnya cocok denganku. Ingat aku setiap kali kamu melihatnya, oke?” [TN: Cocok maksudnya biar matching sama gambar bunga sakura yang Ren gambar di tangan Miru di beberapa chapter sebelumnya.]

“Kau tidak harus melakukannya juga.”

Bunga berwarna merah muda yang samar mekar di pergelangan tangan Ren.

"Tidak, tidak, tidak. Kamu harus berjanji padaku. Aku tidak mau kamu melupakannya.”

“…Komunikasi idol, itu sangat buruk untuk jantungku.”

Aku tidak akan pernah melakukan hal seberani itu. Hanya untukmu.

Aku menelan kata-kata itu dan tersenyum padanya.

"Ini mulai dingin, ayo kita masuk.”

"…Tapi, bolehkah aku bertanya sekali lagi?"

"Oke."

Aku menghentikannya saat dia berdiri.

Benar. Ada satu hal lagi yang sangat ingin aku bicarakan dengannya.

"...Aku. Mungkin aku tidak ingin menjadi gadis normal, mungkin aku ingin menjadi diriku sendiri."

Aku sudah memikirkannya sejak lama.

Aku bisa menjadi apa jika aku gagal menjadi idol, dan bahkan tidak bisa menjadi gadis yang normal.

Tapi, bukan itu masalahnya.

Aku ingin mendengar suara diriku yang sebenarnya, suara yang selama ini aku abaikan dengan paksa.

Bukan ‘Mirufy’ yang terus berlari sebagai idol, bukan ‘Kasumi’ yang tidak normal dan hanya dilindungi, tetapi ‘aku’ yang sebenarnya yang selama ini aku pendam.

Aku tidak ingin berpura-pura, menderita, dan mengorbankan sesuatu lagi.

Aku ingin menjadi diriku sendiri, dan aku ingin dicintai oleh seseorang.

"Aku ingin menghargai diriku sendiri. Aku ingin menjadi ‘aku’ yang bisa kamu sukai."

Aku ingin berubah. Aku akan berubah.

Karena aku bukan ‘Mirufy’ lagi.

Keinginan seperti itu, bahkan untuk siswa kelas dua SMA, pasti akan membuat beberapa orang tertawa.

Tapi Ren-kun tidak mundur sedikit pun, dan membuka mulutnya dengan wajah yang serius.

"Baguslah. Lebih baik menjadi Kasumi daripada gadis yang normal."

“…Benar, kan?”

Itu sebabnya aku sangat menyukaimu.

"Baiklah, mari memperbarui aliansi bersama kita."

“Ah iya, senang bekerja sama denganmu.”

Ah. Sudah kuduga ini tidak cukup.

Diriku yang asli, tidak terlapisi, kotor dan menjengkelkan ini adalah orang yang egois.

Aku melihat Ren-kun yang menganggukkan kepalanya, dan kata-kataku keluar begitu saja dari mulutku.

Aku mengulurkan tangan kananku seolah memintanya untuk berjabat tangan.

"Aku akan menunjukkan padamu lebih banyak mulai sekarang, sesuatu yang belum pernah kamu lihat sebelumnya. ‘Aku’ akan memberimu seluruh hidupku!"

Aku menarik nafas dan memberinya senyum yang lebar.

"Jadi, Ren-kun, berikan juga semua 'masa depan'mu untukku!" [TN: Sebenarnya di rawnya itu ‘これから’ yang artinya kehidupan Ren ‘setelah ini’, yah setara juga kan sama ‘masa depan’nya dia.]

"…Yosh!!”

Ren-kun mengatakan itu dan meremas tanganku lebih erat dari saat pertama kali dia melakukannya. [TN: Merujuk ke ending chapter 1 saat mereka mulai membuat aliansi bersama.]

Tapi, itu masih tidak cukup sama sekali.

Jadi, aku memeluk Ren-kun dengan kuat.

"~~~~n!!"

Ku mohon sampailah, perasaanku. Biarkan dia mengetahuinya.

Tapi, Ren-kun tidak merangkulku balik.

Ah. Bagian dirinya ini, aku menyukainya.

“…Kasumi?”

“Ketika Miru meremasmu, kamu harus meremasnya balik. Begitu sewajarnya.”

“Wajar darimananya ya!?”

“Yah, wajar aja pokoknya buatku. Jadi berhati-hatilah mulai sekarang.”

“Masih ada lagi yang akan terjadi kedepannya!?”

Tentu saja ada.

Ren-kun bergumam padaku seolah dia terkejut saat aku tertawa dengan nakal.

"...Egois."

"Iya, kan?"

Aku akan jadi lebih egois lagi. Karena kamu.

Aku menjauh dari Ren-kun dan menatap lurus ke matanya.

"Ah, umm. Terima kasih, untuk semuanya... Aku sangat menyuka──"

Aku baru saja akan mengatakan, ‘Aku sangat menyukaimu’, tetapi kemudian aku menarik kata-kata itu kembali.

‘Aku sangat menyukaimu’ adalah hal terjauh di pikiranku saat ini.

Karena, itu menyakitkan. Untuk terjebak dengan seseorang, untuk merasa spesial.

Tidak ada yang suka dengan diriku yang sebenarnya, jadi aku juga tidak perlu menyukai siapa pun. Aku memang seperti itu, dan walaupun aku seperti itu, apa yang bisa aku lakukan. Ini membuatku gila, jantungku sangat berdebar.

Jika dia menyangkal perasaanku ini, aku akan sangat pusing hingga aku mungkin akan mati.

"Eh, tidak-tidak! …Ini sudah semakin dingin, ayo masuk!”

Aku meletakkan tanganku di pipiku yang seketika memanas.

────Aku tidak pernah tahu sebelumnya.

Bahwa semakin kita menyukai seseorang, akan semakin menakutkan juga bagi kita untuk menyatakannya.

 

 

Side: Ren Kashiwagi

‘Aku jadi lapar setelah akhirnya menangis untuk pertama kalinya setelah sekian lama’, katanya.

Kasumi mengeluh dan menggumamkan hal itu padaku.

Kami pun memutuskan untuk makan malam bersama dan semuanya baik-baik saja sampai saat dimana Kasumi mengatakan kalau tidak ada apa-apa di kulkasnya. Jadi, akhirnya kami menghubungi layanan pesan-antar makanan.

"Ren-kun, seberapa banyak kamu bisa makan?"

"Eh?"

"Jadi, makanannya… Miru terlalu bersemangat sehingga terlalu banyak makanan yang aku pesan.”

Firasatku tidak enak saat mendengar kata-katanya itu dan memintanya untuk menunjukkan daftar pesanannya.

Saat itulah bel pintu berbunyi, menandakan pesanan kami telah tiba.

"Ya. Tolong tinggalkan saja di pintu.”

Kasumi menjawab interkom dengan riang, dan aku bangkit dengan punggungku yang berat dan pergi mengambil piring.

"Sepertinya petugas pesan-antarnya sudah pergi, bisakah aku membuka pintunya?"

"Iya, silahkan."

Kasumi memberiku ijin, dan ketika aku membuka pintu, ada barisan makanan yang terlalu banyak untuk dimakan oleh kami berdua.

Dari kiri ke kanan, Cina, Jepang, Barat, Korea, dan berbagai macam dessert.

Ini bukan hanya perkara terlalu bersemangat dan memesan terlalu banyak, kan!?

"Ah, Miru juga akan membawanya karena sepertinya kamu tidak bisa melakukannya sendiri kan~."

"... Kasumi, apa kau yakin kita akan menghabiskannya bersama?”

"Tentu!"

Berhentilah melakukan gesture peace dengan wajah sombong seper itu.

"Aku tidak tahu apakah aman untuk makan sebanyak ini. Kau sendiri selalu melakukan diet ketat, kan.”

“Tidak apa-apa kok hari ini! Alih-alih selalu menahan diri untuk tidak makan cokelat dan sebagainya, aku bisa makan apa pun yang aku inginkan di satu hari setiap dua minggu sekali. Ini disebut ‘cheating day’. Apakah kamu belum pernah mendengarnya?” [TN: Cheating day, atau hari curang, itu istilah bagi orang-orang yang sedang diet untuk bisa makan sepuasnya di satu hari dalam beberapa periode waktu yang sudah ditentukannya sendiri.]

“Ah, hari dimana kita bisa makan dengan baik sesekali untuk menjaga metabolisme basal kita agar tetap tinggi...yang itu kan ya."

“Ya itu benar. Itu sebabnya hari ini adalah hari yang baik untuk makan banyak~!”

Kasumi mengatakannya dengan gembira dan mulai membawa piringnya ke ruang makan sambil tersenyum. Aku pun mengikutinya dan membawa piring dan perlengkapan makan lainnya.

Aku sedikit khawatir dengan makanannya sampai beberapa menit yang lalu, tetapi ketika aku melihatnya dengan seksama, aku menyadari bahwa semua hidangannya berasal dari restoran kelas atas dan terlihat sangat lezat.

“Ayo kita mulai saja. Itadakimasu~”

"Oke. Itadakimasu.”

Meskipun aku sudah berkata, ‘Itadakimasu’, Kasumi menatapku dan tidak menggerakkan sumpitnya ke makanannya.

“…Ada apa?”

"Ah, tidak. Ini pertama kalinya seseorang makan bersamaku di rumahku.”

Lalu, Kasumi melanjutkan kata-katanya.

"...Aku sangat, sangat bahagia."

Ada apa dengan makhluk imut ini.

"...Aku tidak keberatan, aku akan datang untuk makan malam denganmu lagi jika kau tidak apa-apa denganku."

“Kalau begitu, Miru akan pesankan makanan pesan antar yang aku rekomendasikan.”

"Yah, makanan pesan antar seperti biasa."

Jangan terlalu cepat memanfaatkan kekayaanmu seperti itu. Kau beruntung bisa makan dengan baik. Ketika aku makan siang di kelas sebelumnya, aku hanya makan suplemen dan jelly sampai seseorang menegurku.

“Miru tidak bisa memasak untukmu…Tapi kalau kamu benar-benar ingin mencobanya, aku akan membuatkannya spesial untukmu.”

"Tidak, tidak, tidak. Aku akan setia dengan makanan pesan antar saja.”

“Kamu benar-benar tidak menahan diri sama sekali ya, baka…Terima kasih deh.”

“Apaan? Ah, ayam goreng ini enak sekali.”

“Kenapa kamu malah makan duluan!? Ada cara yang lebih baik untuk memakannya tahu!"

Kasumi mengatakannya dengan tersenyum dan sedikit tertawa, seolah dia sedang terkejut.

Tapi, aku bertanya-tanya apakah dia bahkan tidak bisa mendengar ‘Itadakimasu’ di rumahnya, meskipun itu bisa dimengerti ketika dia tinggal sendirian di asrama saat menjadi idol.

"Fufufu. Golden Mapo Tofu ini persediaannya terbatas dan hanya bisa dibeli jika kita sudah memesannya sebelumnya." [TN: Mapo Tofu itu makanan berkuah yang berisi potongan tahu jepang yang lembut dengan kuah yang sangat gurih~.]

“Terima kasih, itadakimasu~.”

"Ahーー!? Siapa yang bilang kamu boleh memakannya!!”

“Wahh, ini sungguh lezat.”

“Iya, kan! Uwaa!! Ren-kun, jangan seenaknya!"

Bagus untuk mempelajari hal-hal seperti itu secara perlahan.

Semester ini baru memasuki bulan Juni. Walaupun festival sekolah sudah dekat, masih ada banyak waktu hingga pergantian kelas nanti.

 

Kemudian, berkat rasa makanan yang berada di luar imajinasiku ini dan kerakusan Kasumi, kami pun berhasil menghabiskan makanan yang cukup untuk sekitar lima orang dalam sekejap.

Sepertinya kami berdua tidak jauh untuk memulai debut kami sebagai petarung makanan.

"Kenyang banget, ya?”

"Iya, begitulah. Jadi apa yang akan kita lakukan setelah ini?”

“…Setelah ini?”

“…Tidak, lupakan saja.”

Ketika aku bertanya apakah aku telah berjanji untuk melakukan sesuatu dengannya, dia mengatakan hal tersebut dan wajahnya berangsur-angsur memerah karena malu.

Setelah ini. Setelah ini?

Aku memikirkannya dengan serius, tetapi aku tidak begitu ingat telah membuat janji apa pun padanya.

"Maaf, bolehkah aku menggunakan toiletmu sebentar? Tanganku kotor saat memakan sayap ayam gorent tadi.”

"Ah, iya. Silahkan~. Pintunya di sebelah kanan di koridor itu."

"Oke, terima kasih."

Aku pun pergi menuju koridor, sembari mengulur waktu untuk mengingat-ingat dan juga karena aku benar-benar ingin mencuci tanganku.

Seperti yang diharapkan, ini benar-benar apartemen yang mewah.

Melihat ke sisi kanan koridor, terdapat tiga pintu disana dan aku tidak tahu pintu mana yang benar.

"Pintu mana yang benar, Kasumi?”

...Tidak ada Jawaban. Apakah dia masih beres-beres setelah makan malam tadi.

Aku tidak ingin mengganggunya bersih-bersih hanya untuk menanyakan hal ini.

Baiklah, aku akan mengikuti firasatku dan memilih pintu yang ada di depanku saja…!

"Sudah kuduga kamu akan tersesat…Eh, tunggu!?”

“Eh.”

“Waa~~aaaa!?”

Kasumi berlari ke koridor dengan tergesa-gesa, dan aku, sudah terlanjur membuka pintu itu. Kemudian, Kasumi terjatuh dengan suara yang tidak jelas.

“…Aku baru mau bilang kalau jangan masuk ke sana..."

“Eh, maaf. Aku tidak mendengar jawaban darimu soalnya. Memangnya kenapa sih sampai segitunya?”

Keyboard dan mouse bersinar dengan redup di ruangan yang gelap. Lampu panel di dinding hanya menerangi area di sekitar PC gaming yang berada di atas meja.

Lampunya berwarna merah ceri, seperti warna rambut Kasumi, dan bersinar dalam cahaya neon.

Berbagai judul game yang tak terhitung jumlahnya berbaris di dinding.

Ternyata, kamar yang salah aku buka itu adalah gaming room miliknya.

"Aku tidak ingin kamu mengetahuinya..."

Sisi dinding lainnya dihiasi dengan monitor besar seolah-olah seperti di bioskop, dan poster karakter video game yang begitu besar sehingga aku tidak dapat melihat warna asli dindingnya.

Satu-satunya elemen yang lucu disini adalah sepasang headphone berbentuk telinga kucing yang berada di atas meja, sangat menonjol diantara semua garis hitam dan figur karakter video game di sekitarnya.

Aku melihat sekeliling ruangan dan menghela nafas panjang.

Biasanya, tidak peduli seberapa rumit seseorang mencoba menghias ruangannya, sulit untuk menemukan ruangan dengan kepadatan seperti ini.

Pada awalnya, ketika aku melihat ke ruang tamu, aku memiliki perasaan aneh kalau Kasumi memiliki rumah dengan ruangan yang normal, jadi aku merasa lega dan senang bisa melihat ini.

"Keren banget kamar ini, aku jadi ingin tinggal di sini.”

〜〜Uuu! Kenapa kamu begitu baik padaku, Ren-kun!?”

"Aku iri karena kau memiliki sesuatu yang begitu kau gemari seperti ini!! Kau harusnya lebih bangga pada dirimu sendiri karena kau sangat hebat."

Kalau aku punya kamar seperti ini, aku pasti akan mengundang teman-temanku 5 kali dalam seminggu untuk memamerkannya. Eh tidak, jika aku terobsesi dengan sesuatu seperti ini, aku akan menganggap ruangan ini sakral bagiku dan tidak akan membiarkan siapa pun masuk.

"Aku mengerti. Kamu memang seperti itu..."

Kasumi mengatakannya setelah mengambil nafasnya, kemudian menyalakan lampu di gaming room itu.

Lalu dia menatapku dengan ekspresi yang kosong.

"Miru itu seorang gamer. Aku tidak bisa hidup tanpa ruangan ini. Rank Apexku diamond dan aku bermain solo sepanjang waktu karena tidak punya teman. Apakah kamu merasa diriku aneh?”

"Tidak. Tapi seperti biasa, aku sangat iri padamu."

Memberikan segalanya sebagai idol, dan bahkan begitu serius dengan hobimu, seberapa idealisnya hidupmu itu selama ini.

Bagilah sedikit cara hidupmu itu padaku.

“...Ah, mouu. Aku berharap kamu akan menarik diri karena melihatku seperti ini. Itu membuatku semakin menyukaimu, dan itu masalah buatku.”

“…Eh?”

“Tidak, tidak. Aku hanya bilang kalau aku salah memilih orang untuk diajak beraliansi."

Kasumi, yang terlihat bahagia meskipun mengatakan hal tersebut, dengan cepat berjalan ke gaming roomnya.

"Hee, tidak ada yang lebih cocok untuk pekerjaan itu selain aku. Aku terluka dengan kata-katamu"

"Orang yang berkata begitu tidaklah terluka. Yah, kamu selalu bilang kalau aku membuat kesalahan, tapi kamu tidak pernah bilang kalau kamu tidak menyukainya, kan? Sebenarnya, aku senang karena partnerku adalah Ren-kun.”

“…Jadi begitu."

Hal-hal seperti ini yang membuatku merasa Kasumi begitu tidak adil.

Sebelum aku salah menangkap maksud perkataannya, aku mengubah topik pembicaraannya.

Dengan Kasumi yang seperti ini, tidak boleh ada ruang untuk kesalahpahaman. [TN: Yah, tipikal MC romcom juga si Ren, dihajar kode tapi tetap menahan diri untuk tidak baper dengan alasan takut salah paham.~]

"Oh, iya. Apakah tadi kau bermaksud untuk bermain game bersamaku setelah itu?”

Benar sekali. Aku pikir dia sangat senang dengan kedatangan teman sekelasnya sehingga dia tidak berharap temannya itu untuk langsung pulang.

Bahkan untuk makan malamnya, aku bisa saja langsung pulang untuk makan di luar daripada dia harus repot-repot memesankannya juga untukku.

Saat aku melirik wajah Kasumi, aku melihatnya tersipu malu dan memerah seperti telur rebus.

Apakah ini tandanya → aku berhasil menebaknya.

“Sudah kubilang lupakan saja itu! Oh iya! Aku sih awalnya ingin berpura-pura menjadi gamer ringan dengan mengajakmu bermain Mario Kart dan sebagainya! Apa!? Tidak suka!?”

"Aku tidak bilang kalau aku tidak suka. Kalau begitu, ayo main Apex saja. Tapi aku noob, jadi carry aku ya"

“…Aku tidak punya pilihan. Miru akan mengcarrymu sampai mati.”

Kasumi mengatakannya dengan senyum yang lebar di wajahnya, dan tidak sepenuhnya menutupi keraguannya lagi.

 

Kemudian kami bermain game bersama selama dua jam sebelum akhirnya selesai.

“Ahーー! Pertahanannya sudah retak! Kita harus menyerang sekarang! Apa kamu bodoh!?”

"Kasumi, diam!"

"Kamu tidak bisa melakukannya! Oke, aku dapat posisi yang bagus────argh! Ah, mouu…’aim’mu sampah! Tetaplah dalam jangkauan!"

“Astaga, kasar banget kau. Kau tidak mengaktifkan voice chat, jadi hanya ada aku yang mendengarkanmu, tetapi bagaimana bisa kau terus-terusan berteriak?”

Ternyata, Kasumi adalah tipe orang yang berubah kepribadiannya ketika dia memegang mouse. [TN: Wkwkwkwk gamer toxic.]

Jika dia selalu melakukan ini, tenggorokannya akan kering.


"Yosh, nice Ren-kun! Aku benar-benar berpikir aku akan mati ketika ketahuan, tapi sangat menyenangkan bermain game sambil berbicara! Aku selalu mematikan obrolan suaraku agar tidak dikenali, jadi ini ini pertama kalinya aku melakukan ini!"

Namun, dibandingkan dengan dia yang ‘seperti idol’ dan selalu tersenyum, dirinya sekarang lebih terlihat seperti ‘gadis normal’ dengan berbagai umpatan yang beberapa kali telah dia ucapkan.

"Aku sangat senang sekarang hingga aku takut.”

"Jangan menggunakan kalimat seperti yang digunakan oleh sepasang kekasih yang baru mulai berkencan. Yah…tapi ini memang menyenangkan sih."

Di dalam pembuatan film di festival sekolah, di dalam aliansi yang saling akrab walaupun memiliki nilai yang berbeda.

"Yeay. Fufufu, benar kan, benar kan.”

"Itu tidak benar ya."

"Kenapa tidak!?"

Seketika, aku memeriksa pipiku yang mengendur.

Aku pun menyadari wajahku sedang tersenyum begitu lebar.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||    

Post a Comment

Post a Comment

close