Chapter 8 - Seolah Berantakan. Tidak Berbakat untuk Dicintai
Akhirnya aku menemukan alasan mengapa Kasumi berhenti
menjadi idol.
Keesokan harinya, aku hendak berbicara padanya dan mengatakan kalau dia tidak harus menyalahkan dirinya sendiri atas semua yang telah terjadi sebelumnya.
"Ren-kun, selamat pagi."
"...Ah, selamat pagi."
Hanya ada beberapa orang di kelas pagi ini, jauh sebelum bel masuk berbunyi.
Dalam suasana yang agak canggung, Kasumi dengan cepat duduk di tempat duduknya yang berada di sebelahku.
Tiga hari telah berlalu, dan aku masih belum bisa mengatakan apapun.
Semakin aku memikirkannya, rasanya semakin berat dari yang aku bayangkan.
Aku tidak tahu harus berkata apa, apa yang harus saya katakan, apakah tindakanku ini egois atau tidak, dan seterusnya... Aku telah mengacaukan banyak hal dan telah kehilangan kemampuanku untuk menyelesaikan masalah dengan benar.
──Tapi…tidak peduli seberapa banyak hal yang kita alami bersama sebagai aliansi, kamu bukan keluargaku atau kekasihku, kan?
Kata-katanya yang satu ini, bahkan setelah sekian lama, masih cukup menusuk hatiku.
Dia pasti mengatakannya karena tidak ingin aku melangkah lebih jauh.
Tetap saja aku masih ingin masuk ke dalamnya, jadi aku mengambil langkah yang tidak bijak dengan bertanya kepada Fuyu-nee.
Tetapi sekarang, setelah mengetahui masa lalu Kasumi, aku merasa semakin jauh darinya.
Jika aku bisa menjangkaunya dengan kata-kata seperti ‘Itu bukan salah Kasumi’, hal-hal yang sudah dikatakan Fuyu-nee kepadanya sebelumnya pasti sudah akan menjangkaunya sejak lama.
Itu tidak ‘normal’.
Lalu apa itu ‘normal’. Apa gunanya mengatakan hal tersebut?
Ada banyak hal yang ingin aku katakan padanya seperti, aku ingin dia bahagia atau aku ingin dia tersenyum seperti dulu. Tetapi ketika aku hendak mengungkapkannya, aku tidak tahu harus berkata apa.
"..."
Aku diam-diam mencuri pandang ke wajah Kasumi.
Aku yakin, aku harus mendengarnya langsung dari Kasumi.
Itu adalah masalah yang tidak akan bisa aku selesaikan hingga aku mendapatkan kepercayaannya.
Meskipun mungkin dia sudah mempercayaiku sekarang, tetapi rasa bersalah dan keraguan dariku menghantamku dengan pukulan ganda.
Aku tidak bisa membiarkannya terus seperti ini.
Namun, aku bahkan tidak bisa berbicara dengannya dengan kata-kata yang mudah seperti, ‘Hei, coba dengar’.
Selain itu, aku takut jika mengatakan sesuatu yang lancang lagi, Kasumi yang sudah berusaha sekuatnya untuk mempertahankan status quo diantara kita, akan benar-benar hancur. [TN: Status quo itu kondisi yang netral, seolah tidak ada masalah apapun.]
"Sudah, hentikanlah sikapmu itu."
Hanya itu yang aku pikirkan, dan aku tidak mengatakan apapun lagi dalam jeda yang cukup panjang.
"...Apa?"
"Bersikaplah normal."
Kata-kata pun keluar dari mulutku segera setelah aku melihat, di ujung mataku, sebuah luka yang cukup buruk yang dibiarkan begitu saja dan terlihat kotor.
"Lututmu, berdarah."
"Ah..."
"Kau bahkan tidak menyadarinya. Itulah yang terjadi kalau kau terlalu fokus melakukan sesuatu yang tidak biasa kau lakukan."
Kasumi pun meletakkan saputangan di lukanya dan tertawa dengan ekspresi keheranan di wajahnya.
"Apa maksudmu? Ini tidak sakit sama sekali, makanya aku sampai tidak sadar."
“Bohong. Lukanya tidak akan seburuk itu kecuali kau jatuh atau menggosoknya dengan keras. Kau pasti terlalu berkonsentrasi terhadap hal itu, untuk terlihat normal.”
Aku tahu kata-kataku berduri. Tapi aku yakin jika tidak melakukan ini, aku tidak akan bisa memecahkan lapisan pertahanannya itu. Aku tidak akan bisa menjangkau Miru Kasumi!!
"Tentu saja sulit, bukan? Maksudku, Kasumi, dengan hidup saja sudah cukup untuk membuatmu terlihat menonjol."
"Itu tidak benar. Sama sekali tidak akhir-akhir ini"
"Ya itu benar, jika kau sangat fokus dalam berakting seperti itu."
“…Bentar, kenapa kamu begitu agresif? Apa aku memberimu masalah, Ren-kun?"
Saat aku terus mengoceh, akhirnya, ekspresi Kasumi berubah seolah dia manjadi kesal.
Oke. Aku akan terus menyeretmu keluar!!
“Aku marah karena aku tidak dilibatkan. Kita sudah berada di aliansi yang sama sejak lama, lalu sekarang kau tiba-tiba menaruh jarak diantara kita dan mengatakan kalau ini sama sekali bukan urusanku, tidak mungkin aku akan menerimanya begitu saja!”
“…Jadi maksudmu karena kita berteman aku dapat memberitahumu segalanya? Bagaimana mungkin? Ada hal yang boleh diketahui oleh siapapun dan ada juga hal yang akan benar-benar aku sembunyikan. Kamu tidak mengerti itu?”
Kasumi pun murka.
Dirinya yang asli kembali. Nada suara aslinya kembali.
Kami tiba-tiba mulai berdebat, dan tatapan teman-teman di kelas tertuju ke arah kami.
Tapi aku yakin Kasumi tidak menyadarinya sama sekali.
"Aku benci ketidakpekaan seperti itu, Ren-kun!!”
Karena di matanya, dia hanya melihatku sekarang.
Mata kami saling bertemu dengan jelas. Dari matanya yang besar dan sembab, dia melihatku.
“Aku baik-baik saja dengan itu. Hanya aku yang perlu tahu tentang diriku sendiri. Jadi kamu tidak perlu terlalu khawatir dan aku akan menjadi gadis yang normal.”
────Aku tidak akan merepotkanmu lagi dengan janji kita.
Saat aku mendengar kata-kata itu, sesuatu di benakku tersentak dan muncul.
"Aku tidak mengkhawatirkan diriku sendiri sekarang!! Aku tidak peduli dengan tujuanku itu!"
Aku pun mendapati diriku berteriak, dan tidak peduli dengan pandangan teman-teman di kelas.
"Jangan mengalihkan topiknya! Aku sedang berbicara tentang Kasumi sekarang!”
Ah, ini benar-benar menjengkelkan.
Dia selalu berbicara tentang orang lain dan menempatkan dirinya di pojok belakang.
Dia tampaknya berpikir kalau itu tidak apa-apa, tapi itulah yang membuatku benar-benar kesal!!
"Itulah mengapa aku memberitahumu untuk tidak mengorbankan dirimu sendiri begitu cepat! Sudah ku bilang, jangan menyerah! Bukankah itu alasanmu berhenti menjadi idol!?”
“Apakah aku pernah mengatakannya padamu?"
Sebagai reflek, aku menahan mulutku dengan panik.
Benar. Tidak sepatah kata pun tentang hal itu pernah keluar dari mulut Kasumi.
"Kau tidak pernah mengatakan itu, tapi..."
Aku pun kebingungan, lalu Kasumi menatapku dengan tajam.
"Aku tidak tahu dari mana kamu mendapatkan pemikiran itu, tapi jangan seenaknya menghakimiku. Pertama-tama, aku tidak akan melakukan semua ini untuk orang yang tidak kupedulikan!!"
Dia mengatakannya dengan ekspresi sakit di wajahnya, tetapi dia tidak dapat menghentikan kata-katanya keluar dari mulutnya.
Dengan kata-katanya yang kusut, Kasumi menarik nafas.
"Ini demi semua orang, demi Ren-kun! Itu sebabnya aku berusaha keras menahan perasaanku, meskipun kamu tidak peduli! Kenapa kamu selalu mencoba menghentikanku dengan bertingkah seolah kamu tahu segalanya tentangku!? Apakah aku terlihat begitu ingin diselamatkan!?”
"Itulah yang aku katakan, kapan aku pernah memberitahumu kalau kamu menggangguku! Kenapa menurutmu aku berjuang denganmu selama ini!? Aku sudah berusaha keras untuk menjadi gadis yang normal, tetapi jika kamu terus mencoba untuk memperbaiki semuanya, apa gunanya itu! Seharusnya kamu tidak pernah memintaku untuk tampil di film itu sejak awal! Aku juga menahan diri seperti itu saat aku masih menjadi idol...!"
“Iya, iya, itu benar. Aku hanyalah…orang yang sama sekali tidak memikirkan fansku, yang hanya bisa manjadi idol untuk dirinya sendiri dan mudah menyerah!!”
────Aku selalu memikirkan diriku sendiri.
Kasumi bergumam seolah sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
Tiba-tiba, kami tidak saling bertatapan lagi.
"......"
"Oi!? Tunggu!"
Kemudian, seolah karena dia merasa dipermainkan, dia bangkit dan lari dari kelas.
Aku tidak bisa mengejarnya karena kakiku tertahan di lantai.
"......!"
Apa yang baru saja ku lakukan?
Ini bahkan bukan demi Kasumi dan hanya mendorongnya menjadi lebih jauh.
Aku tidak ingin mengatakan padanya kalau itu sulit, aku hanya ingin mengatakan kalau aku juga ingin melakukan sesuatu untuknya.
Setelah itu, Kasumi kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa, dan mengatakan bahwa dia terlambat karena dirinya merasa tidak enak badan.
Tanpa menunjukkan kejanggalan apapun, tanpa mengeluarkan suaranya, dia memainkan peran sebagai gadis normal dan pulang tanpa berbicara dengan siapa pun.
Sepulang sekolah, aku berdiri di depan perlintasan kereta api, mendengarkan suara bising yang bergema di kepalaku.
Angin bertiup dengan berisik dan aku bisa mendengar kereta datang.
Segera setelah aku melihat kereta api itu lewat di hadapanku dengan suara gemerincing yang keras, aku mulai berteriak.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!"
Tenggorokanku sakit dan terasa kering.
"APA YANG SALAH DENGANKU, AKU TIDAK CUKUP BAIK!!!!"
Aku mulai merasa dimabukkan dengan betapa nikmatnya perasaanku setelah mendengar teriakan keras yang memekakkan telingaku itu.
“KENAPA…KENAPA KAU SELALU MENANGGUNGNYA SENDIRI DAN MERASA BAIK-BAIK SAJA!! KENAPA KAU TIDAK BISA MENJADI TEMANKU!! AKU SAMA SEKALI TIDAK BISA MEMBANTUMU!!”
Aku berteriak sekencang mungkin dan terus memeras tenggorokanku.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa..."
Aku langsung jatuh berlutut saat kereta telah lewat sepenuhnya.
“…Kalau saja aku tidak menyuruhnya untuk tampil di film itu sejak awal…”
Suara kereta tidak lagi dapat meredam suaraku.
Side: Miru Kasumi
“Bukankah itu alasanmu berhenti menjadi idol!?”
“……”
Kata-kata itu begitu lancang hingga aku hampir menangis tanpa disengaja.
Aku tidak bisa langsung memungkiri kalau dia salah.
Mungkin karena aku sudah mengorbankan diriku untuknya.
‘Jyakin──’. [TN: Ini maksudnya suara gunting ya. Aku ga pinter bikin bunyi-bunyian...]
Terdengar suara yang kasar ditelingaku.
Kepalaku terasa ringan. Sesuatu berwarna merah-sakura meluncur jatuh melewati pipiku.
Terdapat seseorang yang membawa gunting di hadapanku.
Itu adalah orang yang ikut mengantri untuk bertemu denganku, yang merupakan seorang idol.
Pikiranku terhenti. Aku ketakutan, aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi, karena aku...
Q: Apa yang paling penting bagi Mirufy untuk saat ini?
A: Memberikan senyuman untuk para fansku.
Emosiku tidak dibutuhkan di sini, di saat ini.
Entah mengapa aku ingin berteriak, tapi aku menekan tenggorokanku dan menampilkan senyum terbaikku.
“Terima kasih sudah datang!”
“…Ha, ti-tidak mungkin”
“…Apa ada yang salah?”
Pria di depanku tampak sangat ketakutan.
“Miru!! Miru! Apakah kamu baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja. Aku belum begitu lelah. Aku masih bisa berjabat tangan, kan?”
“Apa yang kamu katakan? Apakah kamu tidak tahu apa yang baru saja dia lakukan padamu?”
Manajer pun mengusapkan saputangan bersih ke pipiku. Lalu, aku diantar ke ruang tunggu.”
Untuk pertama kalinya, aku melihat cermin disana.
“Eh…?”
Aku pun sadar aku sedang menangis dan salah satu bagian dari ramput twin-tail yang aku sayangi telah hilang.
“…Rambutku, terpotong.”
Aku mengatakannya seolah itu adalah masalah orang lain.
Aku masih tidak bisa mengerti dengan situasi yang sedang terjadi.
“Tapi, aku baik-baik saja. Sungguh.”
“Apa maksudmu baik-baik saja?”
“Beneran. Aku tidak apa-apa. Aku masih bisa melakukannya…kan?”
Aku masih ingin berbicara dengan fansku lebih lama lagi. Aku ingin tertawa bersama mereka. Aku ingin mengatakan kalau aku menyayangi mereka.
Aku berpikir begitu, tetapi ketika aku melihat ekspresi takut yang sangat dalam di wajah manajer, entah mengapa kepalaku mulai terasa sakit dan aku pingsan di tempat.
“…Ugh...Hah...Hyaa…”
Rambutku basah karena tangisanku yang tak kunjung berhenti, dan itu terasa sangat aneh di pipiku.
Aku tidak bisa bernafas dengan baik. Ini terasa menyakitkan. Aku merasa ingin menangis? Aku ingin muntah!
“Aku…aku harus kembali.”
Aku harus kembali sekarang.
Karena ada orang-orang yang belum berjabat tangan denganku.
Bagaimana jika mereka tidak menyukaiku?
Bagaimana jika aku gagal?
Apakah ini berarti aku sudah gagal?
Tiba-tiba, penglihatanku menjadi kabur.
Rasa suka, benci dan sakit bercampur menjadi satu.
Ini menyakitkan. Ini menyakitkan. Ini menyakitkan. Ini menyakitkan. Ini menyakitkan.
Kemudian, aku hanya dapat mengingatnya dengan samar.
────Aku ingat kalau aku sudah bukan seorang ‘idol’, melainkan hanyalah seorang ‘Miru Kasumi’.
Aku terbangun dan menemukan diriku sudah berada di tempat tidur asramaku.
Kepalaku terasa lebih ringan dari biasanya. Rambutku memiliki panjang yang tidak sama.
Twin-tail yang biasanya berayun di pandanganku telah hilang.
“Ugh…!”
Aku lebih khawatir dengan reaksi para fans dibanding hal tidak penting seperti ini.
Karena banyak sekali orang yang mengantri di belakang orang itu. Aku pun menyalakan ponselku. Waktu menunjukkan pukul 21:00. Event jabat tangan sudah lama berakhir.
Aku memasukkan kata ‘Mirufy’ ke aplikasi sosial mediaku dan mencari hasil pencariannya.
“Ah, aku sangat frustasi. Aku sudah mengantri selama 5 jam dan tidak dapat melihat Mirufy.”
“Mirufy sedang tidak enak badan, kah? Aku mendengar keributan disana, apakah ada sesuatu yang terjadi?”
“Apakah mereka tahu kalau rambut Miru terpotong…?”
Saat aku mencari ke aplikasi berita, aku melihat kata-kata ‘Miru Kasumi sedang Tidak Enak Dadan? Event Jabat Tangan Ditunda’. Sepertinya, pihak manajemen entah bagaimana berhasil menutupi fakta kalau rambutku dipotong oleh seseorang.
“Baguslah.”
Kalau begitu, maka tidak masalah kalau aku sedikit kehilangan citra ‘Mirufy’ ku.
Aku bisa kembali menjadi idol mulai sekarang, begitu pikirku.
“Itu…tidak benar kan.”
Karena saat ini, apa yang aku utamakan?
Emosi mana yang aku prioritaskan?
Rasa bersalahku yang tidak dapat berjabat tangan dengan fansku karena aku pingsan dan fakta bahwa aku tidak dibenci oleh para fans melebihi rasa takutku ketika rambutku dipotong tiba-tiba.
“Mungkinkah aku sudah gila?”
Aku pun terdiam. Rasanya benar ketika aku menggumamkannya.
Ya. Aku sudah gila. Aku tidak tahu kapan itu dimulai.
Sejak kapan aku lebih mengutamakan fansku dibanding perasaanku untuk dicintai───?
“Mirufy, kamu baik-baik saja!?”
Aku mendongak karena seakan diserang dengan suara tangisan.
Rambut perak panjang nan indah. Kekagumanku terhadap wanita yang anggun. Orang itu adalah Fuyuka-san.
“Fuyuka-san, kenapa kamu ada di sini!?”
Aku senang. Ini pertama kalinya member lain datang ke kamarku.
Tapi tetap saja, dia bertingkah aneh.
“…Umm. Kenapa kamu menangis?”
“Ke-kenapa, umm.”
Fuyuka-san tersedak dalam kata-katanya dan bergumam ‘…Maafkan aku. Fansku yang melakukan hal buruk itu padamu.’.
“…Ah.”
Itu tidak masalah.
Rambut adalah hal yang akan tumbuh kembali dengan cepat.
“Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku…”
Tapi nyatanya, Fuyuka-san terus-menerus menangis sambil meminta maaf.
“…Itu bukan salahmu, Fuyuka-san. Jadi sudah, jangan meminta maaf lagi.”
“Tidak…itu salahku karena aku tidak cukup baik!”
“Bukan begitu…!”
“Itu masalahnya. Karena aku tahu Mirufy bekerja keras untuk merawat rambutnya, dan mengatakan para fans sangat menyukainya…”
Bukan itu masalahnya…kah.
Aku pun sadar. Jadi begitu. Itu jawaban yang benar.
Fuyuka-san jauh lebih berbakat untuk dicintai dibanding diriku.
Segera setelah aku berpikir jika dia sangatlah pantas untuk menjadi seorang idol.
Tiba-tiba. Aku sangat yakin bahwa di sinilah batas kemampuanku.
Karena, bagaimana seorang idol yang mengetahui batas kemampuannya dapat tersenyum?
“Fuyuka-san, aku tidak bisa memberikan yang terbaik lagi.”
“…Eh?”
“Aku ingin berhenti sebagai seorang idol. Aku tidak punya kepercayaan diri lagi untuk bisa membuat semuanya tersenyum…”
Ya. Tidak seperti Fuyuka-san yang polos dan sederhana.
“Eh…”
Fuyuka-san sangatlah baik, baik dan baik.
Aku tahu kalau aku mengatakannya padanya, dia tidak akan membantahku.
“…Kamu bisa berhenti kalau kamu mau. Kalau Mirufy benar-benar ingin menjadi gadis yang normal.”
Fuyuka-san menangis lebih keras dibanding aku sebelumnya.
Aku pikir air mata Fuyuka-san ratusan kali lebih indah dari air mataku.
Air mataku kotor. Karena apa gunanya meneteskan air mataku untuk diriku sendiri.
Tidak perlu meneteskan air mata buaya hanya untuk menarik simpati, jadi aku akan mengakhiri tangisan burukku hari ini.
Ah. Fuyuka-san, luar biasa. Dia sangat pantas menjadi seorang idol kan.
Aku memikirkannya dengan samar di kepalaku.
“Aku tidak akan lupa apa yang sudah fansku lakukan padamu, Mirufy. Aku akan selalu berdiri di atas panggung dan membawa semua beban yang sudah Mirufy rasakan selama ini di punggungku!!”
Inilah idol yang sesungguhnya. Sepertinya, menjadi idol yang baik hanya ada di pikiranku saja.
Karena pada akhirnya, aku hanya berlari karena aku merasa sakit.
Fuyuka-san, yang akan menghadapi luka itu mulai sekarang, jelas lebih kuat dariku.
“Kalau begitu…aku bisa tenang. Aku akan menjadi gadis normal!”
Tidak yakin dengan apa yang akan aku lakukan selanjutnya, aku pun tidak dapat menahan lagi air mataku.
Dengan begitu, aku berusaha menjadi ‘gadis yang normal’.
“Miru Kasumi mengucapkan terima kasih untuk semuanya.”
Aku pun mengumumkan kelulusanku secara resmi dan memberikan konser kelulusan dengan memakai wig (rambut palsu) yang tidak biasa aku gunakan.
Sejak hari itu, aku entah bagaimana merasa rusak.
Aku tidak bisa membuat kontak mata dengan setiap fansku. Aku sulit mengingat apa yang aku katakan saat konser kelulusanku, seolah sebuah kabut telah menyelimuti kepalaku.
Di postingan kelulusanku, yang aku bisa tulis hanyalah rasa terima kasihku untuk semua fansku dan tidak satupun kata-kata tentang masa depanku.
Aku menjadi idol bukan untuk membuat para fansku tersenyum atau membuat mereka bahagia, tetapi karena aku membutuhkan validasi, membutuhkan bukti kalau seseorang benar-benar membutuhkanku dan tidak apa-apa bagiku untuk tetap hidup.
──────Aku menjadi idol untuk diriku sendiri, dan berhenti menjadi idol untuk diriku sendiri.
Setelah berhenti menjadi idol, aku mendadak memiliki banyak waktu luang, tidak memiliki energi untuk apapun dan aku hanya merasa seperti cangkang yang kosong. Dan aku pun menyadari bahwa aku bukanlah apa-apa jika tidak menjadi seorang idol, aku tidak berharga sedikitpun jika aku bukanlah ‘Mirufy’.
Semua reporter menanyakan hal ini pada pers kelulusanku.
“Apa yang akan kau lakukan setelah berhenti menjadi idol?”
Aku tidak tahu. Aku bahkan ingin tahu.
Jadi, aku memutuskan untuk menjadi ‘normal’ setidaknya untuk saat ini, karena aku tidak berpikir untuk bisa menjadi apapun.
Kenyataannya, semua yang aku inginkan adalah menjadi seseorang selain diriku sendiri.
Aku tidak ingin mengganggu siapapun lagi, dan aku tidak ingin gagal kali ini.
“Karena aku ingin berteman denganmu.”
Lalu, kenapa aku bertemu dengannya.
Dia adalah orang pertama yang tidak melihatku sebagai seorang idol.
Sejak kapan aku mulai menyukai caranya melihat lurus ke arahku.
Sejak kapan aku bisa bernafas dengan nyaman di ruangan kelas yang tidak familiar bagiku.
"Yah, aku akan berjanji sebagai gantinya. Selama kau bersikeras mengajakku, aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian."
Karena Ren-kun disini, aku menemukan keberanian untuk memulainya dari awal lagi. Aku bersedia untuk mempercayainya.
Dia bilang kita adalah aliansi, dan dia melihat diriku sebagai ‘aku’.
Aku berpikir dengan bersamamu, aku dapat berubah.
Aku punya firasat kalau aku akan berhasil kali ini.
────Dan nyatanya, sekarang, orang yang paling menyakiti Ren-kun adalah diriku sendiri.
“Ugh──…”
Aku tidak pernah bisa berubah.
“Haa──────…”
Untuk menahan air mata yang sudah mengancam untuk mengalir dengan deras, aku menarik nafas dalam dan membuangnya secara berulang-ulang.
"Aku selalu berterima kasih atas bantuanmu, dan aku menyukaimu. Tapi…tidak peduli seberapa banyak hal yang kita alami bersama sebagai aliansi, kamu bukan keluargaku atau kekasihku, kan?"
Apa, apa yang sebenarnya aku inginkan.
Setelah aku mengatakannya seperti itu, tentu saja dia jadi ingin tahu.
Aku tidak bisa menyalahkan Ren-kun jika dia berusaha mengulik masa laluku.
Itu benar. Bukannya aku tidak ingin dia mengetahui masa laluku.
Bukannya aku tidak ingin dia melangkah masuk.
Karena kenyataannya, aku tidak tahu karena aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, tapi aku yakin aku menganggapnya lebih berharga dari seorang keluarga, atau bahkan lebih dari seorang kekasih.
Aku hanya takut.
Aku hanya takut jika dia mengetahui diriku yang sebenarnya lebih jauh lagi, dia akan kecewa karena diriku yang kosong.
"Apakah kau takut dibenci olehku?"
Iya. Aku takut. Aku sangat, sangat takut.
Tiba-tiba dia berada di sisiku. Awalnya aku bingung dan mencoba untuk bertingkah seperti idol dengan dalih kebiasaanku, tapi Ren-kun selalu berterus-terang dan tanpa aku sadari, aku lupa memasang lapisan pertahananku.
Aku menemukan diriku selalu melihat ke arahmu yang berada di sebelahku.
Sekarang aku lebih takut dibenci dengan Ren-kun dibanding harus menyendiri, atau dibenci dengan seluruh fans yang datang ke Tokyo Dome.
“Apa yang harus aku lakukan?”
…Aku. Sejak kapan aku menumbuhkan perasaan sedalam ini untuk Ren-kun.
“Aku bisa menjadi gadis yang normal…!”
Bagaimana caranya agar aku bisa berubah untuk Ren-kun, yang sudah berusaha keras untuk membantuku.
Mungkin dia sudah membenciku, tetapi…ayolah.
Sejak kapan aku menjadi begitu egois hingga tidak mau dibenci Ren-kun meskipun sudah menyebabkan banyak masalah untuknya?
“Aku ingin berubah, tapi…!”
Aku melihat ke atas dan mengipasi wajahku dengan tanganku, dan mencoba untuk tidak membiarkan air mataku mengalir.
Dalam penglihatanku yang terdistorsi, aku menginginkan keberanian, aku pun mencium gambar sakura yang ada di telapak tanganku yang sudah tampak memudar.
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment