NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ashita Hadashi de Koi Volume 1 Chapter 1

Chapter 1 - Rewrite. Light. Treatment

Tiga tahun berlalu dalam sekejap mata dan kehidupan SMAku sudah berakhir. Dan saat ini, seusai upacara wisuda, aku duduk di bangku dekat gerbang utama sembari mengingat kembali hari upacara penerimaan siswa baru dahulu.

“Tidak terasa ya...”

Aroma semerbak tercium di udara, sinar matahari senja menyinari seragam sekolahku. Aku dapat melihat hamparan bunga sakura yang tak terhitung jumlahnya menari-nari tertiup angin musim semi. Warna merah muda pucat nan bergelombang, berputar dan mengalir seperti makhluk hidup. Warna hitam seragam kelulusan terlihat kontras dengan palet warna itu. Perasaan gembira, layaknya adegan terakhir dalam sebuah film, tersebar di sekitar area tersebut.

Tiga tahun yang lalu, seingatku, di hari upacara penerimaan siswa baru. Pemandangan seperti ini juga dapat dilihat, bangunan sekolah dipenuhi dengan warna bunga sakura dan hitam yang kontras.

“Rasanya, seperti manga yang ditulis dengan baik, bukan?”, kataku pada Makoto yang berada di sebelahku.

“Adegan-adegan dari chapter pertama dan terakhir ternyata berputar kembali. Mungkin itu satu-satunya hal yang menarik dari kehidupan sekolah menengahku ini.”

“Namun di luar semua itu, aku membuang semuanya.”

Makoto, yang juga sedang melihat pemandangan ini, tertawa pahit dan terlihat senang entah mengapa.

“Semua peristiwa dan event yang ada di sekolah, semuanya cukup tertata dengan indah.”

Makoto menatapku dengan ekspresi yang menyebalkan, dan rambut pirangnya yang pendek berayun. Tubuhnya mungil dan ia mengenakan seragam sekolah yang trendi. Seragam yang bertentangan dengan peraturan sekolah itu terlihat cocok dengan wajahnya, yang secara mengejutkan, terlihat dewasa.

“Yah…begitulah.”

“Tapi, tidak terlalu buruk kok. Menyia-nyiakan masa muda itu bersama Meguri-senpai.”

“Hmm...”

Makoto sekali lagi tertawa, sedangkan aku cenderung merasa depresi.

Aku ingin menghabiskan waktuku dengan lebih bermakna lagi. Belajar, mengikuti kegiatan klub, berteman...dan cinta. Aku ingin berusaha sekuat tenaga untuk hal-hal tersebut dan membuat masa-masa emasku di sekolah menengah menjadi menyenangkan.

Tapi nyatanya Makoto benar. Di tahun sebelum dia masuk ke SMA ini ditambah dua tahun setelahnya. Aku tidak bisa meraih apa pun, tidak bisa mengerahkan segalanya di saat-saat penting, dan menghabiskan sisa waktuku dengan seadanya saja.

Nilaiku suram, temanku sedikit. Aku hanya memiliki sedikit kenangan untuk dibanggakan. Aku sudah malas sejak lahir, dan tidak pernah melakukan apa pun sejak aku masih kecil. Tidak ada hal yang bisa aku keluhkan karena aku memang pantas untuk mendapatkannya.

“Aku berharap bisa melewati tiga tahun itu dengan lebih berkilau dan intens…”

“Aku tahu kok kamu benar-benar menginginkannya. Tapi tidak semua orang bisa melakukan itu.”

“Hanya beberapa saja dari mereka...”

Banyak yang bilang kalau ‘kemampuan untuk bekerja keras’ juga merupakan sebuah bakat.

Mereka yang bisa melakukannya ya akan bisa melakukannya, dan yang tidak bisa ya tidak. Perbedaan di antara mereka bisa saja dikarenakan faktor usaha, tapi sebagian besar mungkin dikarenakan faktor bawaan.

Tentu saja, tidak ada yang bisa kita lakukan dengan itu, namun itu bukan alasan bagi kita untuk tidak mencoba. Tapi, menurutku itu benar. Dan aku memang tidak punya bakat.

“Mereka yang hebat memang benar-benar hebat...”

“Ya, mereka sangat berbeda dari kita.”

“Mereka bekerja sangat keras, kan.”

“Aku ingin tahu bagaimana mereka bisa melakukan itu.”

Saat kami membicarakannya, aku yakin kita berdua membicarakan ‘gadis’ yang sama.

Klub Astronomi, yang diikuti oleh diriku dan Makoto, memiliki anggota lain yang merupakan seorang gadis.

 

──Nito.

──Chika Nito.

 

Dia melewati tiga tahun yang lebih bergejolak dibandingkan kita semua, dan dia sukses dengan sangat pesat. Sekarang dia sudah jauh, sangat jauh dan di luar jangkauan kita. Hari ini, dia bahkan tidak menghadiri upacara kelulusan. Dia mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaannya seperti menghadiri suatu event dan sebagainya.

Yap itu benar, sekarang dia sudah pindah dari rumah orang tuanya dan tinggal di sebuah asrama yang berada di kota. Dia hanya datang ke sekolah sesekali di sela-sela pekerjaannya. Begitulah yang ia katakan dalam sebuah video wawancara yang aku lihat di Internet.

Jika diingat-ingat lagi, aku pertama kali bertemu dengannya pada hari upacara penerimaan. Kalau tidak salah di sekitar gerbang utama ini...

 

──Uwaa, maafkan aku! Bunga sakuranya begitu lebat, aku jadi tidak bisa melihat apa yang ada di depanku...

──Halo. Namaku Chika Nito.

 

Tiba-tiba──aku seperti mendengar suaranya.

Kata-kata yang sama seperti di hari itu. Suaranya menggema di telingaku, dan begitu menenangkan──.

Namun──,

“Nito-senpai, mereka bilang videonya sudah mencapai 200 juta view!”

──Suara itu seketika ditenggelamkan oleh suara Makoto.

“...Heee─”

“Dia juga disebut sebagai kandidat Kouhaku untuk tahun ini.” [TN: Semacam award musik di sana kalau tidak salah]

“Seriusan, sudah sejauh itu levelnya ya.”

“Aku dengar dia juga akan tampil di luar negeri.”

“Heee~...”

Aku mencoba mengingat kembali ekspresi wajah Nito sambil membuat komentar bodoh itu. Wajahnya saat tertawa, saat marah, atau saat terlihat seperti akan menangis. Di ruang klub sepulang sekolah, aku yakin aku telah melihat banyak ekspresi wajahnya. Tapi entah kenapa semuanya tidak berjalan dengan baik,

 

──Meguri-kun.

──Sakamoto, Meguri-kun.

──Itu nama yang bagus, bukan?

 

Dan sekali lagi, aku seperti mendengar suaranya ditengah-tengah hembusan angin.

               “Ya sudah, terima kasih untuk dua tahun ini ya.”

               “Tidak, tidak. Aku punya firasat bakal terlibat dengan senpai kedepannya.”

               “Benar juga. Bisa saja nanti kita jadi teman sekelas di universitas.”

               “Bisa jadi nanti senpai akan menjadi juniorku, kan.”

               “Kalau bisa jangan sampai sih…”

               Di gerbang depan, aku membicarakan hal-hal ringan untuk terakhir kalinya dengan Makoto, yang datang untuk mengantarku pergi.

Dari musim semi ini, aku akan menjadi siswa ronin. Karena kurangnya usahaku untuk belajar dalam mempersiapkan ujian masuk universitas, aku gagal dalam semua ujianku, mulai dari pilihan pertamaku hingga pilihan terakhirku. Jadi bisa kalian bayangkan, akan sangat sulit bagiku untuk gagal kedua kalinya dan menjadi juniornya Makoto nantinya. Bahkan sisa-sisa harga diri dalam diriku akan benar-benar menghilang seutuhnya…

               “…Huh…”

               Bersamaan dengan diriku yang menghela napas, angin berhembus ke sekitarku. Kelopak bunga sakura menutupi pandanganku, dan sekali lagi, aku menghirup aroma yang begitu nostalgia,

               “Kamu pasti sedang memikirkan Nito-senpai, kan.”

               Makoto menebaknya dengan akurasi yang sangat tinggi.

               “…Begitulah.”

               “Payah sekali. Terus-menerus terbayang-bayang dengan mantanmu.”

               “Yah, mau tidak mau kan.”

               “Ya, benar juga sih, kalau mantanmu itu orang seperti dia.”

               Makoto benar, Nito dan aku memang pernah bersama untuk sementara waktu. Dengan kata lain, kita adalah mantan. Dan jika melihat kebelakang…mungkin itu adalah cinta pada pandangan pertama. Di hari penerimaan siswa baru, tanpa disengaja aku bertemu dengannya di gerbang depan sekolah, dan aku langsung jatuh cinta padanya seketika. Tidak butuh lama hingga aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku padanya, dan aku sudah bersiap untuk dihancurkan.

               Rambut panjangnya, senyumannya yang cerah, suara nyanyiannya, dan warna biru muda dari cat kukunya, semuanya masih tertanam jelas di pikiranku.

               “Sudahlah, lupakan saja dan cepat move on.”, ujar Makoto sambil tersenyum padaku.

               “Dia adalah orang paling populer di sekolah, dan bahkan sekarang sudah menjadi musisi nasional. Dia hidup di dunia yang benar-benar berbeda dengan kita.”

               “…Ya, benar sekali.”

               Makoto benar, Nito adalah pacar yang terlalu sempurna bagiku. Sangat menyedihkan untuk mengatakannya, tapi aku sendiri memang pria yang sedikit dibawah rata-rata. Paras yang normal, karakter dan kemampuan yang normal, dan sedikit culun, kalau melihat standar orang-orang di generasiku. Jadi aku tidak mengerti, kenapa Nito yang begitu populer di kalangan laki-laki pada saat itu, mau menerimaku untuk menjadi pacarnya. Mungkin banyak pria lain yang sudah datang mendekatinya, tapi kenapa dia memilihku.

               “Huh…”

               Aku menghela napasku dan melihat ke gedung sekolah.

               Kalau aku menggunakan analogi manga sebelumnya, tiga tahun kehidupan sekolahku sudah mencapai akhir dari chapter epilog.

               Diakhiri dengan penyesalan, apa-apaan cerita masa sekolahku ini…

               “…Hmm?”

               Makoto melihat ke sekililingku dan mengeluarkan suara kebingungan.

               “Ada apa ya, kok semua kelihatan aneh begitu.”

               “…Benar juga.”

               Aku mengalihkan pandanganku ke arah dia melihat. Seluruh siswa yang lulus maupun yang masih bersekolah yang awalnya saling bercakap-cakap dan mengambil foto maupun video, tiba-tiba terlihat cemas dan mulai membuat keributan kecil. Beberapa dari mereka menatap layar ponsel mereka, yang lainnya menggerakkan jarinya dengan sibuk seolah sedang mengetik sebuah pesan. Beberapa ada yang mengatakan ‘Oh tidak, yang benar saja?’ dan ‘Tapi benar juga, aku tidak pernah melihatnya akhir-akhir ini’

               Ada apa sebenarnya, apakah ada kecelakaan besar? Aku harap tidak terjadi bencana atau semacamnya.

               “…Ini bohong kan!? Kenapa!?”

               Tiba-tiba, suara teriakan terdengar dari sekumpulan siswa yang lulus.

               Aku mengintip ke sana dan melihat seorang siswi kecil yang nyentrik sedang panik dan bibirnya bergetar. Dia tidak terlihat asing, dan setelah ku ingat-ingat lagi, dia adalah teman masa kecil Nito.

               “Sejak tanggal 20!? Itu seminggu yang lalu! Aku belum mendengar apa pun!”

               Hal tersebut seketika memicu keributan.

               Bisikan di antara siswa terdengar semakin intens.

               “Apa yang terjadi, sungguh…”

               “…Senpai.”

               Aku pun ikut kebingungan, dan Makoto, yang melihat ponselnya, mengeluarkan suaranya dengan berat.

               “Ini…”, ucapnya dan dia menunjukkan layar ponselnya kepadaku.

               Tanpa menyadari apa yang sebenarnya terjadi, aku melihat ke situs berita yang tertampil di layar,

Breaking NewsPenyanyi Nito menghilang, dan Meninggalkan Surat Wasiat?

Di siang hari ini, tanggal 27, agensi dari Nito, Integrated Mag mengumumkan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan penyanyi Nito (18).

Berdasarkan press release, Nitro terakhir kali terlihat sedang melakukan persiapan di Tokyo pada tanggal 20, dan ketika mereka mengunjungi asramanya, tempat dia tinggal sendirian, mereka menemukan sepucuk surat yang sepertinya ditujukkan untuk kerabatnya.

Laporan orang hilang telah dicatat dan pihak kepolisian sedang berusaha mencari keberadaan Nito.

 

Nito

Penyanyi sekaligus penulis lagu yang membuat debutnya di tahun pertama masa SMAnya setelah video story-telling yang di post olehnya viral di sebuah situs dan mendapatkan banyak sekali perhatian.

Dia sangat populer di kalangan generasi muda dan memberikan pengaruh yang sangat besar dengan sosoknya yang misterius.

Lagu barunya telah mendapatkan banyak sekali pujian tidak hanya di Jepang, tetapi juga di luar negeri, dan dia sudah dijadwalkan untuk melakukan tur di negara US, UK, Cina dan negara-negara lainnya.

 

               “…Hah?”

──Aku tidak mengerti.

               Aku tahu apa yang mereka tulis. Aku mengerti apa yang mereka maksud.

               Hanya saja──aku tidak dapat menerimanya sebagai kenyataan.

               Nito menghilang.

               Kabarnya sudah tidak terdengar sejak seminggu lalu.

               Dan dia meninggalkan surat wasiat──.

               “Umm, bagaimana kalau kita sekarang coba menghubunginya.”

               Makoto mengatakannya dengan suara yang berat dan mulai menggerakkan jari-jarinya ke layar ponselnya. Jari-jarinya sedikit gemetar, dan aku mengerti kalau dia pasti juga panik.

               “Umm, yah, bisa saja itu kabar yang salah kan…”

               Makoto menemukan kontak Nito dan menekan tombol telepon untuk menghubunginya. Dia menekan ponselnya di telinganya dan menunggu beberapa saat,

               “…Oh tidak, panggilannya tidak terhubung.”

               Dia melihat ke arahku dan mencengkramku.

               “Ya ampun, apa yang harus kita lakukan. Bagaimana kalau kita…”

               Aku bahkan tidak bisa menjawabnya.

               Di pikiranku, seluruh memori tentangnya terus kembali padaku.

               Nito yang selalu tersenyum, Nito yang selalu berkerja keras, Nito yang ramah dan ceroboh, dan bergerak ke panggung yang cocok dengan pesonanya.

 

               ──Aku menantikan kehidupan sekolah kita kedepannya.

               ──Senang berkenalan denganmu, untuk tiga tahun kedepan, Meguri-kun.

 

               Suaranya menggema di kepalaku.

               “Senpai, mau kemana kamu?”

               Aku mendapati diriku berjalan. Langkah kakiku secara alami bergerak menuju suatu tempat.

               Mungkin ini bukanlah waktu yang tepat, dan tidak masuk akal untuk tiba-tiba pergi ke sana. Dan kenyataannya──entah mengapa, aku tidak bisa berhenti.

Aku benar-benar ingin merasakan kehadiran Nito, walau hanya sedikit saja──.

“Hei, senpai! Tunggu aku!”

Tanpa mendengarkan Makoto, yang terus mengikutiku, aku menuju ke gedung sekolah dalam keadaan linglung──.

               Aku pun berhenti di depan ruangan Klub Astronomi. Ruangan itu adalah tempat dimana aku, Nito dan Makoto sering gunakan. Dengan berhati-hati, aku menjelajahi ruangan itu. Makoto mengikutiku dari belakang.

               “…Senpai.”

               “Kenapa…”

               Aku merasakan tubuhku menjadi rileks. Dan tanpa bisa menjawab kekhawatiran Makoto, aku terjatuh ke kursi di sampingnya.

               “Apa maksudnya dia menghilang…”

               Aku benar-benar tidak dapat mempercayainya.

               “Dan terlebih lagi, dia meninggalkan surat wasiat…”

               Aku mengingatnya di dalam memoriku dan di dalam berita yang baru saja aku baca. Dan bahkan hingga sekarang pun, keduanya tidak terasa tidak bertautan.

               Aku menghabiskan banyak waktuku bersamanya di ruangan ini.

Aku mendongak dan melihat ke sekeliling. Peralatan sekolah tertata di sana. Dokumen tambang dan peta Jerman yang masih terbagi menjadi barat dan timur. Speaker yang rusak, meja yang dipenuhi coretan, dan patung yang berdebu. Walaupun ini adalah ruangan Klub Astronomi, tapi ruangan ini lebih sering digunakan sebagai ‘gudang’ dibandingkan sebagai ruangan klub, jadinya banyak sekali barang-barang kuno yang tersimpan di sini hingga udaranya menjadi lembab. Satu-satunya peralatan Klub Astronomi adalah sebuah teleskop dan peta bintang.

Dan juga──sebuah piano.

               Terletak di sudut ruangan ini, sebuah piano klasik.

               Pandanganku secara alami tertuju ke piano tersebut. Di awal masa karirnya, Nito biasanya menulis lagu menggunakan piano itu, memainkannya, dan mengupload videonya ke website. Hingga kini──piano tersebut seperti menjadi bagian dari dirinya, seperti sebuah cangkang.

               “…Senpai.”, Makoto memanggilku dengan suara penuh simpati.

               “Tenangkan diri dulu ya sekarang. Mau kah aku ambilkan minum atau yang lainnya?”

               “Tidak, tidak usah…”

               Aku merasa tidak nafsu untuk meminum apa pun.

               Apakah tidak ada yang bisa aku lakukan. Untuk sekejap aku memikirkannya, tapi kemudian aku menyadari kalau tidak ada jalan sama sekali. Polisi sudah bergerak, dan hal apapun yang akan aku lakukan hanya akan mengganggu mereka.

               Jadi setidaknya, di tempat ini, aku ingin mengingat Nito kembali.

               Wajahnya, kata-katanya, waktu yang kita habiskan bersama. Pemandangannya yang sudah tertanam di kepalaku, lagu yang sudah ku dengarkan terus-menerus. Seharusnya ini mudah. Ketika kita bersamanya, aku selalu berpikir, ‘Aku tidak akan melupakan pemandangan ini.’.

               Namun,

               “…Huh?”

               ──Semuanya terasa kabur.

               Di dalam diriku──memorinya perlahan menghilang.

               “Aku tidak bisa mengingatnya…”

               Aku meraba-raba seluruh memoriku, tapi aku yakin.

               Sudah hampir tiga tahun sejak kita pertama kali berpacaran, sudah hampir dua tahun sejak hubungan kita secara mendadak usai. Setelah waktu sebanyak itu berlalu, hari-hari bersama Nito sudah mulai menjadi ‘masa lalu’.

               “Itu tidak benar, aku tidak bisa melupakannya…oh iya.”

               Sebuah ide datang padaku, dan aku bergerak ke piano tersebut.

               Aku membuka tutupnya dan menjangkau tuts yang sudah kotor.

               Dan kemudian──,

               “…Senpai.”

               ──Perlahan, aku mulai menjelajahi melodi dari lagu Nito.

               Aku hampir tidak pernah memainkan piano, dan aku sendiri juga bukan seorang ahli dalam bidang musik. Walaupun begitu──not demi not, aku mencari melodi yang Nito nyanyikan.

               Aku merasa, jika aku tidak melakukannya, dia akan menghilang.

               Aku merasa keberadaannya akan menghilang seraya dengan memoriku.

               Aku mencoba memainkannya di piano tersebut, membuat kesalahan berulang-ulang kali. Awalnya semua tidak berhasil sama sekali, tapi secara perlahan melodi itu mulai terbentuk,

               “…Kamu mengingatnya dengan baik.”

               Di sebelahku, Makoto tertawa pahit.

               “Aku hampir melupakan lagu itu.”

               “Aku sangat menyukainya, ini yang terbaik.”, jawabku sambil meletakkan jariku pada tuts piano dengan goyah.

               “Ini sudah terjebak di dalam pikiranku setelah sekian lama.”

               Aku mencoba mengatakannya untuk membuat diriku merasa lebih baik, tapi pada akhirnya aku tetap tidak mengerti. Aku mungkin belum sepenuhnya mengerti Nito. Aku tidak tahu kalau dia akan terjebak suatu hari nanti. Kalau dia akan menghilang… Aku benar-benar tidak pernah merasakannya sebelumnya. Aku selalu percaya kalau dia adalah gadis yang sangat jauh dari sebuah tragedi.

               Jika saja aku menyadarinya.

               Jika saja aku bisa mengerti dengan Nito lebih baik lagi, apakah masa depan akan berbeda?

               Apakah aku bisa meredakan penderitaan Nito?

               “…Kamu memang benar-benar menyukainya ya.”

               Entah mengapa, Makoto mengatakannya dengan nada pasrah.

               “Hingga saat ini, tentang Nito-senpai.”

               “…Ah, iya itu benar.”

               Aku mengangguk dengan jelas ke Makoto.

               “Mungkin, sepertinya begitu.”

               Dan kemudian──aku selesai memainkan melodinya.

               Aku mengatakan pada Makoto bagaimana perasaanku sesungguhnya──.

               “Aku, masih memikirkan Nito──”

 

               ──Tiba-tiba.

               Secerca cahaya menutupi seluruh penglihatanku.

 

               “…Mn!?”

               Cahaya yang menyilaukan.

               Warnanya putih polos, dan aku secara refleks menutup mataku.

               Beberapa detik kemudian. Gambar yang tertanam di retinaku menghilang, dan aku dengan ketakutan membuka kelopak mataku,

               “…Eh?”

               ──Aku melayang di kegelapan.

               Pemandangan sebelumnya menghilang tanpa jejak, dan aku melayang di ruang yang gelap nan pekat. Aku tidak merasakan gravitasi sama sekali. Tidak ada hawa panas, tidak ada hawa dingin. Semuanya terasa hampa. Kemudian aku melihat beberapa cahaya berputar di sekitar tubuhku. Cahaya menyilaukan dengan berbagai ukuran dan kecepatan, seperti planet di dalam orbit.

               “Apa-apaan ini…”

               Di tengah kebingunganku, cahaya-cahaya itu perlahan berputar semakin kencang. Menjadi pusaran, berputar dengan kecepatan yang tinggi di sekitarku, dan menutup pandanganku dengan sebuah cahaya merah muda.

               “Ini…”

               Entah mengapa, ini terasa tidak asing bagiku. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dan meskipun begitu, pemandangan ini terasa menenangkan──.

               Setelah beberapa saat──aku akhirnya menyadari.

               ──Bunga sakura.

               Terlihat bunga sakura berterbangan disekitarku. Dan tanpa ku sadari, aku mencium wangi bunga yang sangat kuat. Aku merasakan hangatnya angin musim semi membelai kulitku.

               Tapi kemudian──’brukk’. Sesuatu menabrak dadaku.

              

──Uwaa, maafkan aku!”

 

Aku mendengar suara.

 

“Bunga sakuranya begitu lebat, aku jadi tidak bisa melihat…”

              

               ──Suara itu tidak asing bagiku.

               Suara dari seseorang yang pernah sangat dekat denganku, seseorang yang sangat aku pedulikan.

               Angin pun berhenti berhembus dan bunga sakura yang berterbangan mulai menghilang. Gravitasi kembali dan bunga sakura berjatuhan di tanah yang berada di bawah kakiku, dan penglihatanku terbuka──.

 

               Di depanku──ada seorang gadis.

 

               Dia memegang rambut hitam panjangnya dan tersenyum dengan wajah yang sangat cerah.

               Tubuh dan jari-jarinya yang ramping, serta cat kukunya yang mengkilap.



              

“Halo. Namaku Chika Nito.”, ucapnya padaku.

“Kamu juga siswa tahun pertama, kan?”

              

               Rambut hitamnya berkilau layaknya pernis. Tatapannya yang polos tapi penasaran, dan hidungnya yang mengkilap bagai keramik. Bibirnya yang diwarnai dengan tipis──.     

              

               ──Dia adalah Nito.

               Aku tidak mungkin salah dalam mengenalinya.

               Tidak salah lagi──Chika Nito berada tepat di hadapanku.

 

“…Huh?”

Tanpa sadar, aku melihat ke sekelilingku.

Dan aku menemukan──kita sedang berdiri di dekat gerbang utama.

Gerbang yang tua dan berlumut, khas sekolah-sekolah umum. Di dekatnya ada pintu putar yang usang. Di sana, aku dapat melihat pintu masuk ke gedung SMA Amanuma, yang telah beroperasi selama 50 tahun, dan terdapat air mancur, yang mungkin telah beroperasi selama 50 tahun juga. Di sekitar sana ada siswa yang mengenangakan seragam yang sama dengan kita, dan orang dewasa yang tampak seperti orang tua mereka juga berada di sisi mereka. Dengung kegembiraan dan euforia terasa meriah seperti festival dan menyelimuti area──.

Bentar, aku pernah melihat pemandangan ini sebelumnya.

Ini adalah saat upacara penerimaan siswa baru.

Tiga tahun yang lalu, pada hari upacara penerimaan, saat Nito dan aku bertemu...

“...Nee.”

Nito menatapku dengan curiga.

“Ada apa? Kamu terlihat bingung...”

“Ah, ehm...”

Aku membersihkan tenggorokanku, lalu langsung menjawab tanpa pikir panjang.

“Iya, aku juga siswa tahun pertama. Namaku Meguri Sakamoto...” ucapku, dan aku menyadari bahwa kalimat itu persis sama seperti yang aku katakan tiga tahun yang lalu.

Ya, kala itu, di hari upacara penerimaan siswa baru, aku dan Nito bertemu di tengah hamparan bunga sakura yang berterbangan. Itu adalah awal dari segalanya──.

“Meguri-kun. Sakamoto, Meguri-kun.”

Nito mengulangi-ulangi namaku, mengunyahnya di dalam mulutnya.

“Wah, nama yang bagus, bukan?” ucap Nito, dan dirinya tersenyum.

Melihat ekspresinya──aku akhirnya mengerti.

Aku pasti sedang berhalusinasi.

Ini hanya halusinasi, aku melihat banyak hal seperti ini karena syok dengan berita hilangnya Nito. Buktinya──kejadian ini persis seperti tiga tahun yang lalu. Pemandangan yang ku lihat, kata-kata Nito, kerasnya sepatu yang aku kenakan sekarang. Semuanya adalah reka ulang kejadian tiga tahun yang lalu.

Jika aku melihatnya lebih dekat lagi, Nito juga jauh lebih polos dibanding penampilannya saat ini. Dia sudah jauh lebih stylish setelah melewati tiga tahun masa SMAnya, tetapi apa yang aku lihat di depanku sekarang adalah Nito di tahun pertamanya. Nito yang sama saat dia masih SMP.

Dan aku, aku benar-benar kembali seperti dulu juga. Kepalaku sedikit dingin karena aku memotong rambutku terlalu pendek, dan tasku masih baru. Seragam sekolah yang kaku dan ukurannya kebesaran. Aku ingat membeli ukuran yang lebih besar saat itu untuk mengantisipasi ketika aku tumbuh lebih tinggi kedepannya.

Ini semua──persis karena aku sedang berhalusinasi. Aku sedang memutar ulang bagian dari memoriku yang terasa cocok untukku. Sepertinya ini mekanisme tubuhku untuk melindungi diriku dari keadaan syok.

“Baiklah, jadi begitu...”

Setelah aku mengerti, aku merasa jauh lebih tenang. Jika aku berhalusinasi, tidak heran Nito bisa berada tepat di depanku. Untuk sesaat aku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, tetapi begitu aku mengerti, semuanya terasa sederhana.

Yah, tetap saja halusinasi ini memiliki resolusi sangat tinggi. Setiap siswa di sekitarku berada di posisi mereka tepat seperti tiga tahun yang lalu. Aku bahkan bisa melihat seorang guru yang sudah kulupakan sejak dia dipindahkan ke sekolah lain.

Tapi mungkin saja ini terjadi, karena aku benar-benar memiliki ingatan yang luar biasa.

“──Chika!”

“I─ya!”

Dari suatu tempat ada suara yang memanggil Nito, dan dia menjawabnya.

“Maaf, aku duluan ya.”

“Baiklah.”

“Aku menantikan kehidupan sekolah kita. Senang berkenalan denganmu, untuk tiga tahun kedepan, Meguri-kun.”

Saat dia mengatakannya, Nito melambaikan tangannya ke arahku dan berlari ke arah suara itu. Dan seketika aku mengingatnya.

Ah, benar sekali──cara dia melambaikan tangannya.

Dengan langkah ringannya itu, aku langsung jatuh cinta padanya──.

“Tapi, kenapa halusinasi ini lama sekali!”

Setelah upacara masuk dan orientasi kelas. Aku akhirnya terbebas, dan aku berjalan di koridor sambil berbicara sendiri.

Awalnya aku pikir ini adalah halusinasi yang bagus. Aku bisa melihat Nito lagi, dan aku bisa mengingat lagi kejadian-kejadian di hari itu. Itu membuatku merasa tenang, ya. Aku pikir, aku akan dapat bertindak lebih tenang ketika nanti aku kembali ke kenyataan. Tapi──sudah tiga jam berlangsung sejak halusinasi ini dimulai.

Apa maksudnya ini? Apakah aku pernah berhalusinasi selama ini? Apa mungkin kenyataannya aku sedang pingsan?

Di samping itu,

“Setiap bagian dari halusinasi ini terasa begitu nyata. Ini hampir mendekati kenyataan...”

Begitu nyata. Terlalu banyak detail yang terjadi dalam halusinasi ini.

Apakah ini yang dinamakan 5K?

Bukankah hal-hal semacam ini biasanya memiliki beberapa bagian yang kabur?

Ini sangat realistis sehingga aku mencoba menebus beberapa kesalahanku dalam kehidupan nyataku sebelumnya. Misalnya, saat perkenalan diriku di kelas. Tiga tahun yang lalu, aku mencoba menjadi populer dan malah tergelincir. Akibatnya, aku jadi terasingkan di kelas di awal kehidupan masa SMAku. Makanya, dalam halusinasi ini, aku mencoba untuk membuat perkenalan diri yang sederhana saja.

Aku juga ingat ada peristiwa di mana aku lupa membawa hasil kuisioner yang harusnya diisi oleh orang tuaku ke sekolah, dan wali kelasku saat itu sangat keras dalam mengkritik, jadi dalam kesempatan ini aku langsung memasukkannya ke dalam tasku.

Sekarang aku, dalam halusinasiku ini, akan memiliki awal yang lebih baik dalam kehidupan awal SMAku dibandingkan dengan yang terjadi di kehidupan nyataku. Semoga sukses ya, diriku.

Di sisi lain, aku sekali lagi diingatkan dengan sebuah kenyataan.

“Nito...dia masih saja luar biasa.”

Nito berada di kelas yang sama denganku. Sama seperti dalam kehidupan nyata, dia masih menjadi seorang ‘superheroine’. Dia adalah perwakilan siswa baru pada upacara pembukaan karena telah mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian masuk. Di kelas, dia langsung ditunjuk sebagai anggota komite kelas, dan sejak hari pertama, dia menyapa teman-teman sekelasnya dengan gagah.

Dia tidak membeda-bedakan teman sekelasnya, dan karena kecantikannya, dia menarik perhatian banyak anak laki-laki. Dan tentu saja, dia juga dipercaya oleh para guru,

“Ya, dia memang seperti itu sejak awal, kan...”

Aku pun merasa bernostalgia dan tanpa ku sadari mengatakan hal tersebut.

Ketika Nito belum menjadi Nito yang sekarang. Ketika dia masih berada di sisiku dan tersenyum padaku.

Meskipun ini yang kedua kalinya. Meskipun aku sudah mengatahuinya, dia masih saja mempesona seperti biasanya.

Aku kembali mengingat hal-hal itu untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Tapi aku yakin, aku akan segera melihat sisi lain dari dirinya.

“Jadi...seharusnya dia ada di sini sekarang, kan?” gumamku, ketika aku berhenti di depan sebuah ruangan.

Ruang Klub Astronomi.

Di hari upacara pembukaan, di kehidupan nyataku, di sinilah aku bertemu dengannya lagi.

Aku tertarik dengan astronomi. Aku ingin menjadi ilmuwan suatu hari nanti. Dan dengan mimpi seperti itu, aku memutuskan untuk bergabung dengan Klub Astronomi agar bisa memanfaatkan masa SMAku sebaik mungkin.

Dan di ruangan klub itu──aku bertemu Nito kembali secara tidak terduga.

“...Yosh.”

Aku meyakinkan diriku sendiri. Kemudian aku meletakkan tanganku di pintu dan membukanya dengan keras.

Lalu,

“...Hee?”

Dan benar, Nito sudah berada di sana.

Dia duduk di kursi di ruangan yang sudah usang itu.

Dia memiliki rambut hitam panjang yang indah, yang sudah aku kagumi beberapa kali di kelas sebelumnya. Pipinya yang putih dan matanya yang bulat memantulkan sinar matahari di jam sepulang sekolah.

Namun──posturnya sangat berbeda dari kesan yang dia berikan di kelas.

Pertama, dia melepaskan sepatu dan kaus kaki sekolahnya. Kedua, dia menyilangkan kakinya di atas meja. Dan untuk melengkapi semua ini, setengah roknya terbuka hingga celana pendek yang berada dibaliknya terlihat.

──Dia tidak bersikap dengan baik. Postur Nito di sana sangatlah acak-acakan.

Dan lebih buruk lagi, dia memegang konsol game di tangannya, dia sepertinya sedang memainkan game semacam FPS, dan tampak begitu fokus memainkannya,

“──Uwaaa!”

Dia pun terjatuh.

Dengan suara yang keras, Nito terguling dari kursinya.

“K-Kau baik-baik saja?”

“Aduh...”

Aku pun bergegas menghampirinya dan mengulurkan tanganku.


Nito meraih tanganku sambil cemberut dan dengan terhuyung-huyung berdiri.

“Ah. Maaf, maaf, aku menunjukkan sesuatu yang aneh padamu. Kamu…Meguri-kun, kan?”

“Iya. Yah, aku minta maaf juga karena masuk secara tiba-tiba. Aku tidak mengira kau akan berada di sini.”

“Benar kan, hahaha.”

Saat kami saling berbicara satu sama lain, aku kembali merasa aneh.

Untuk sebuah halusinasi, bukankah ini terlalu nyata...

“Yahhh, aku sudah terlihat buruk deh.”

Rupanya dia terjatuh cukup parah, Nito menggosok pantatnya dan tertawa dengan masam.

“Padahal aku berusaha menyembunyikannya, hal semacam ini.”

“...Hehe, ternyata sudah terjadi bencana sejak hari pertama ya.”

Rasa nostalgia dari percakapan itu membuatku secara tidak sengaja tertawa kecil. Dia benar-benar terlihat berbeda dari Nito yang orang-orang kenal saat ini. Nito sang penyanyi jenius, Nito si siswa teladan, sedang bermain game di ruang klub dengan santainya...

“Hei. Apakah kamu tidak terkejut?”

Nito menatap wajahku dengan ekspresi penasaran.

“Aku menunjukkan karakter yang sangat berbeda dari saat aku di kelas.”

“…Ah, iya! Benar juga!”

Setelah jeda yang lama, aku bereaksi dengan panik.

“Memang benar, aku terkejut! Kau benar-benar berbeda dari bayanganku sebelumnya!”

“Iya kan.” Ucap Nito, dan dia tertawa pahit.

Kemudian dia terlihat gelisah dengan jari-jari kakinya yang dipedikur,

“Di sekolah, aku berusaha menjadi siswa teladan.”

Ya──dia adalah gadis yang seperti ini. Seperti ini lah Chika Nito. Nito yang aku kenal memang memiliki beberapa persona.

Pertama, Nito sebagai siswa teladan di kelas. Heroine dengan nilai, paras, dan sifat yang sangat baik. Gadis yang sempurna, Chika Nito, yang dikagumi baik oleh pria maupun wanita.

Lalu, ada Nito sebagai sang penyanyi. Seorang ‘jenius yang misterius’ yang bernyanyi dengan latar belakang ruang klub yang dipenuhi rasa nostalgia. Citra publik Nito adalah musisi yang misterius.

Dan yang terakhir──Nito yang berada di ruangan klub ini. Seorang gadis SMA yang ceroboh, canggung, dan sedikit nakal. Gadis yang ramah dan seperti pada umumnya.

Aku yakin semua itu adalah kepribadiannya yang asli. Nito adalah gadis yang mempunyai banyak sisi, dan semuanya adalah pribadinya yang sebenarnya. Tapi bagiku, Nito yang ceroboh yang berada di hadapanku ini adalah yang paling mudah untuk dihadapi.

“Oh, iya, Meguri-kun. Apa kamu mau bergabung dengan klub astronomi?”

“Yap, begitulah rencananya.”

“Jadi begitu. Aku juga sih. Yah, aku sebenarnya tidak tertarik dengan astronominya, aku hanya ingin menggunakan ruangan ini.” ucapnya, dan Nito tertawa dengan jahil.

“Aku punya kakak perempuan yang sudah lulus. Dia bilang ada ruangan klub yang akan kosong tahun ini.”

“Jadi kau akhirnya ke sini dan hanya sedang duduk-duduk, ketika aku datang tadi.”

“Tepat sekali.”

‘Hehehe’, dia tertawa, dan menepuk pundakku,

“Yah aku tidak menduga seseorang akan muncul di hari pertama, kan. Aku telah melakukan kesalahan.”

Ekspresinya yang begitu. Keramahannya dan aroma shampo yang menggelitik hidungku, aku benar-benar merindukannya,

“Yah...banyak hal bisa berakhir dengan buruk.”

Aku mengejek diriku sendiri saat aku berjalan menuju piano. Aku masih ingin berbicara dengannya, walau hanya sebentar saja.

“Kau tahu, aku juga berharap banyak pada saat ini. Aku berharap memiliki kehidupan SMA yang baik, membuat banyak kenangan, dan mendekat ke mimpiku.”

──Aku pun meletakkan jari-jariku di atas tuts piano.

Ketika aku menekan tuts itu dengan lembut, suara not ‘la’ yang sederhana bergema di gedung di jam pulang sekolah.

“Tapi kemudian aku menyadari bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki begitu banyak penyesalan. Aku tahu itu akan terjadi, tetapi aku tidak bisa merubah apapun.”

“...Apa maksudmu?”

Nito menatapku dengan ekspresi ragu.

“Apanya yang berakhir? Dan apa yang tidak bisa dirubah?”

“Yah, begitulah.”

Ini benar-benar halusinasi yang terasa nyata.

Mudahnya, Nito tidak akan tahu apa yang menjadi penyesalanku.

Dan untuk menghibur diriku sendiri, aku mulai menelusuri lagi melodi Nito piano itu.

“...!”

──Mata Nito melebar.

…Jadi begitu, ternyata seperti itu reaksinya.

Saat itu, Nito belum menulis lagu ini. Melodi yang akan dia tulis nanti dimainkan oleh seorang anak laki-laki di hadapannya. Aku bukan seorang musisi, jadi aku tidak bisa membayangkannya, tetapi itu pasti merupakan perasaan yang aneh.

“Tapi, yah...senang bertemu denganmu lagi.” ucapku,

Dan aku tersenyum pada Nito yang berada di hadapanku.

“Akhirnya, aku senang bisa bertemu denganmu lagi meskipun ini hanya halusinasi.”

“…Apa maksudnya itu──”

Aku selesai memainkan melodi itu tepat saat Nito membuka mulutnya.

Dan di momen itu──.

 

──Kilatan cahaya menutupi pandanganku. Setelah beberapa saat──area itu benar-benar menjadi gelap. Kemudian, cahaya mulai mengitari tubuhku──.

“...!?”

Pemandangan aneh yang sama seperti saat aku mulai berhalusinasi. Dan kemudian kecepatan cahaya itu meningkat, dan mulai mewarnai secara penuh area di depanku dengan warna putih──,

 

“...Senpai? Senpai?”

Itulah suara pertama yang terdengar di telingaku.

“Ada apa? Tiba-tiba, kamu seperti melamun...”

“Ah...”

Ketika aku sadar, Makoto sudah berada tepat di hadapanku.

Aku melihat ke sekeliling dan──ini adalah pemandangan yang familiar di ruangan klub. Namun, peralatan di ruang klub sedikit berbeda dari yang aku gunakan bersama Nito sebelumnya. Peta dan speaker terlihat sedikit lebih tua, dan gordennya mulai terbakar sinar matahari.

Dan di atas semua itu, hiasan bunga kecil berada di seragamku, yang menunjukkan angkatan yang telah lulus──.

──Halusinasi itu sepertinya sudah berakhir. Lamunan yang kualami dari keterkejutanku ketika mendengar berita hilangnya Nito.

Sudah berakhir, dan aku pun kembali ke kenyataan──.

“…Maaf, tidak apa-apa.”

“Yang benar? Yah, syukurlah kalau tidak apa-apa.”

“Mn, maaf sudah membuatmu khawatir. Yah, kurasa lebih baik kita pergi.”

“Aku rasa begitu.”

Kami pun akhirnya meninggalkan ruangan klub, mengganti sepatu kami di pintu masuk dan menuju gerbang utama, di mana masih banyak siswa yang berkumpul di sana.

Selalu saja, akhir dari mimpi akan selalu mengecewakan. Aku ingin berbicara dengan Nito sedikit lebih lama lagi. Ada beberapa yang ingin aku katakan, dan beberapa hal yang ingin aku tanyakan. Jika bisa, aku benar-benar ingin meminta maaf.

Tapi...yah. Aku sudah merasa cukup tenang sekarang.

“...Fyuh.”, aku menarik napas dalam-dalam, dan aroma manis yang samar tercium di hidungku.

Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Jadi, aku akan bersabar untuk menunggu laporan selanjutnya.

Aku hanya perlu menerimanya.

Karena apapun hasilnya──Nito mungkin tidak akan menjadi bagian dari hidupku lagi.

“…Ah, itu dia, Sakamoto!”

Aku sedang mendekati gerbang depan. Dan tiba-tiba, aku dihampiri oleh seorang siswa lulusan yang berada di dekatku.

Dia adalah Nishigami, anak laki-laki yang sekelas denganku di tahun pertama dan ketiga. Dan dia sedang dikelilingi oleh teman-temannya.

Mereka mendekati kami dengan tatapan prihatin,

“Apakah kau baik-baik saja?”

“Mantan pacarmu, dia sedang dalam masalah kan...”

“Igarashi-san dibawa ke ruang gawat darurat karena mengalami hiperventilasi dan kami semua khawatir.”

“Ah...”

Mereka terus bertanya padaku, dan aku secara refleks bingung.

“Yah, iya. Sejujurnya, aku agak takut…”

Igarashi-san, dia gadis yang berteriak tadi ternyata.

Dia sampai pingsan ya. Ini berubah menjadi masalah yang sangat besar...

Dan di samping semua itu...Nishigami, aku sedikit memiliki kenangan pahit dengannya.

Perkenalan diriku pada hari upacara penerimaan siswa baru. Setelah kejadian di mana aku tergelincir di kehidupan nyataku, aku gagal berteman dengan komplotan Nishigami ini. Kami sempat saling berbicara sedikit sebelum kejadian itu, tetapi setelah momen yang membuatku tergelincir dan jatuh itu, kami menjadi jauh. Mereka bukan orang jahat, tapi mereka pikir aku terlihat seperti ‘pria yang sangat aneh’. Yah, tentu saja mereka akan berpikiran begitu, setelah aku melakukan begitu banyak kesalahan sejak awal. Dan itu adalah kesalahan pertamaku di masa SMAku. Kesalahan awal yang diikuti dengan banyak kesalahan lainnya.

Jadi, ketika mereka berbicara padaku seperti ini, aku jadi merasa canggung.

Selain itu, ada hal lain yang menggangguku.

“Apakah aku memberi tahu Nishigami dan yang lainnya kalau aku pernah berpacaran dengan Nito...?”

Aku rasa, aku tidak pernah mengungkapkannya. Aku tidak menyembunyikannya dari mereka, tetapi hanya sejumlah kecil siswa di sekitar kami yang tahu bahwa aku dan Nito berpacaran. Entah kenapa, aku merasa malu untuk berkeliling dan memberi tahu mereka.

Jadi, kenapa Nishigami, yang belum banyak berinteraksi denganku, mengetahuinya? Mungkin hanya karena aku tidak menyadarinya, tapi sepertinya rumor telah menyebar dibelakangku.

“…Tidak, tidak, tidak."

Nishigami tertawa, tapi dengan tatapan yang seolah mengatakan ‘Kau bercanda, kan?’.

“Kau sering berbicara dengan kami di tahun pertama, kan. Ke mana harus pergi berkencan, pakaian apa yang bagus untuk dikenakan, hal-hal seperti itu.”

“…Huh?”

“Oi, tiap kita makan siang bersama, kau akan membicarakannya dan membualkannya.”

“Kau pamer dengan para lajang seperti kita.”

Nishigami dan yang lainnya saling menertawakan.

Tapi──berkonsultasi dengan mereka? Sambil makan siang bersama?

Sungguh. Kita tidak pernah melakukan itu.

“Yah, bagaimanapun juga, jika kau ingin mengungkapkan sesuatu, kau dapat berbicara dengan kami.”

Nishigami meletakkan tangannya di bahuku dan membuat wajah serius.

“Tidak banyak yang bisa kami lakukan, tapi setidaknya kau bisa membicarakannya dengan kami.”

“Ya, pokoknya jangan malu-malu.” “Baiklah kalau begitu...”

Melalui kata-kata itu, mereka meninggalkan gerbang depan. Aku memperhatikan punggung mereka, dan sangat kebingungan. Aku mencoba mati-matian untuk mencari percakapan itu di kepalaku──,

“...Apakah masa lalu sedang ditulis ulang?”, gumamku.

“Tidak, itu hanyalah asumsi...”

Tentu saja, aku melakukan kesalahan ketika memperkenalkan diri. Dan sejak itu, aku jarang berbicara dengan Nishigami dan yang lainnya hingga hari ini. Jadi tidak mungkin kami mendiskusikan berbagai hal atau makan siang bersama.

Tapi...dalam halusinasiku. Dengan penglihatan yang sangat jelas kala itu, aku menghindari kesalahan itu saat memperkenalkan diri. Jika itu yang terjadi...bukankah ini masa depanku sekarang?

Bukankah ini di luar mimpi yang baru saja aku alami?

“Senpai...”

Pada saat itu, Makoto, yang dengan cemas menyaksikan percakapan itu di sebelahnya, angkat bicara.

“Hey, apa ada yang salah?”

“Aku, merasa aneh.”

“Apa?”

“Ingatanku, rasanya berubah.”

“…Huh?”

Seketika, aku menatapnya.

“Kamu mungkin tidak punya banyak teman di kelasmu. Itu sebabnya kamu sering datang ke ruangan klub saat istirahat makan siang, dan jadi akrab denganku. Namun...saat senpai bermain piano sebelumnya, di ruang klub, saat kamu memainkan lagu Nito-senpai...ingatanku tiba-tiba berubah.”

Lalu, tatapan Makoto berputar kesana kemari sebelum akhirnya dia berkata,

 

“Senpai, punya teman seperti biasa. Aku ingat makan siang bersama mereka...”

 

──Melalui kata-kata itu.

Kalimat Makoto menciptakan hipotesis di dalam pikiranku. Awalnya aku pikir yang ku lihat sebelumnya adalah halusinasi. Aku pikir, itu hanya mimpi sekilas, mimpi yang datang dari keinginanku yang terdalam.

Tapi...jika masa lalu benar-benar telah ditulis ulang, seperti ini.

Jika kenyataan telah berubah dan menyesuaikan ilusi itu,

 

“...Aku, benar-benar kembali ke masa tiga tahun yang lalu?”

 

Kata-kata itu keluar dari bibirku.

“Apakah aku kembali ke saat aku bertemu Nito pertama kalinya...saat aku masih di tahun pertama?"

Ya, begitulah tampaknya. Perjalanan waktu yang bisa kita lihat dalam novel dan manga fiksi ilmiah. Itulah yang terjadi padaku, bukan?

Ketika aku memainkan lagu Nito di ruangan klub, beberapa kekuatan misterius bekerja. Dan aku kembali ke masa tahun pertamaku, dan aku menulis ulang fakta dari hal kecil yang aku lakukan tersebut──.

“...Kalau begitu.”

Aku memikirkannya, dan sebuah ide muncul di kepalaku.

“Bagaimana jika aku bisa kembali ke masa itu lagi? Dari awal, kalau aku bisa menulis ulang semuanya...”

Harapan pun tumbuh di dalam hatiku. Sebuah harapan yang tidak berdasar.

Kemudian aku mengatakannya dengan lantang, seolah-olah untuk mengkonfirmasinya.

 

“Aku...aku bisa menyelamatkan Nito, kan?”

  

|| Previous || ToC || Next Chapter ||

0

Post a Comment



close