-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tonari no Seki no Moto Idol Volume 2 Chapter 1

Chapter 1 - Awal Musim Panas, Akhir dari Hubungan yang Tidak Jelas

Pertengahan Bulan Juli, di ruangan kelas yang terasa lembap karena panasnya musim panas, sebuah bel berbunyi dengan suara yang sangat nyaring.

────Tidak, mungkin itu hanya terdengar nyaring bagiku.

“Ah──, selesai juga akhirnya...”

             Setelah mendengar bunyi bel tanda selesainya ujian akhir untuk semua mata pelajaran, aku, Ren Kashiwagi, berbaring di mejaku. Tanpa sempat menyesuaikan diri dari suasana festival budaya, kami langsung beralih ke masa ujian. Sebagai salah satu anggota komite festival, aku jadi tidak begitu maksimal dalam mempersiapkannya, dan aku sudah kelelahan karena kurang tidur sebab aku harus begadang hampir setiap hari untuk belajar mempersiapkan ujiannya.

Saat aku dalam keadaan seperti ini, sebuah suara yang luar biasa cerah datang menimpaku dari atas.

“Ren-kun, kerja bagus!”

Dan dia adalah Miru Kasumi, mantan idol nasional yang dipindahkan ke kelasku tahun ini.

Seragamnya telah berubah dari yang awalnya menggunakan jas menjadi kemeja putih lengan pendek, dan kakinya yang ramping terlihat sangat menonjol dengan rok pendeknya. Warna pita di dadanya juga berubah dalam musim panas ini, menjadi warna putih yang terlihat segar. Kebetulan, seragam sekolah kami memiliki reputasi yang bagus karena terlihat imut di lingkungan sekitar. Jadi ini benar-benar menyegarkan mata.

“Bagaimana, apa kamu menyukainya? Apakah kamu puas melihat penampilan baruku?”

“Yah, tidak terlalu buruk.”

Kasumi tersenyum sambil membawa tugas sekolah di tangannya.

Kasumi, yang juga menjadi anggota komite festival bersamaku, pasti memiliki jadwal yang sama denganku, tapi tidak seperti diriku yang terlihat babak belur, dia terlihat bersinar hari ini.

Lucu sekali jika melihat bagaimana cantiknya parasnya, apakah dia merupakan monster dalam hal ketangguhan fisik??

“…Dasar mantan idol.”

“Yah, itu mungkin pujian, kan? Aku akan menganggapnya sebagai pujian.”

“Mn.”

               Hal yang menakjubkan dari Kasumi adalah ternyata dia sebenarnya tidak memiliki masalah dalam belajar, bahkan biasanya dia bisa mencapai hasil yang menempatkannya di peringkat teratas di kelasnya. Menurutnya, dia tidak ingin beralasan kalau dia tidak bisa belajar karena terlalu sibuk dengan kegiatan idolnya. Selain itu, dia juga mengatakan kalau bisa belajar bukanlah hal yang merugikan saat bekerja sebagai idol.

Ketika dia mengatakan hal tersebut, aku jadi sedikit takut melihat profesionalismenya ternyata benar-benar tersebar menyeluruh dari ujung kaki hingga ke helai rambutnya. Tapi itulah alasannya mengapa Miru Kasumi adalah Miru Kasumi yang seperti sekarang ini.

Sekarang aku tahu betapa kerennya dia melakukan segalanya dengan kemampuan terbaiknya, tanpa menilai sesuatu sebagai superior atau inferior, dan mau tak mau aku jadi ingin bekerja keras juga.

Itu adalah pujian yang besar dariku. Aku benar-benar menghormatimu.

Tapi aku tidak akan pernah mengatakannya langsung padanya.

“Kalau begitu, karena Ren-kun merasa lelah di sekujur tubuhnya, aku akan menyerahkan tugasnya untukmu. Ini adalah penawaran khusus.”

“Benarkah? Bagus deh, terima kasih lho.”

“Fufufu, tidak masalah. Miru tahu kamu sudah berusaha keras agar tidak turun peringkat hanya karena kamu akhirnya menemukan hal yang benar-benar ingin kamu lakukan.”, ucap Kasumi sambil tersenyum lembut padaku.

“Ren-kun yang seperti itu, aku sangat menyu...”

“......”

“Tidak menyukainya.”

“Hee...”

Aku padahal sudah mengantisipasi serangan cintanya seperti biasanya, jadi aku terkejut.

“Salah. Bukan begitu maksudnya, lebih tepatnya aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, bentar, aku cari dulu di kamus dalam otakku sekarang.”

“O-oke.”

Seolah mengikuti Kasumi, yang tiba-tiba tersipu malu, wajahku jadinya juga ikut memerah.

────Ini pertama kalinya aku mengatakan, aku mencintaimu.

Kata-kata Kasumi beberapa minggu yang lalu kembali ke kepalaku. Sejak hari itu, ada yang aneh dengan Kasumi. Di tengah percakapan kita seperti biasanya, ada kalanya dia berhenti berbicara seperti ini.

Aku yakin itu karena apa yang dia katakan pada hari itu, tetapi aku tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya dengan jelas, dan akhirnya aku selalu menunggu Kasumi mengganti kata-katanya seperti yang terjadi barusan.

Saat aku melihat Kasumi dengan mata yang meredup, dan perlahan tersipu sambil meletakkan tangannya di dahinya, sebuah suara datang dari belakangnya.

“Permisi, maaf mengganggu kalian. Bisakah kalian lebih cepat menyerahkan tugasnya? Sisanya inggal kalian berdua.”

“Eh, seriusan? Duh, maaf ya. Aku jadi linglung saat ujian selesai.”

Orang yang mendatangi kami adalah Kotono Kuon dengan rambut ponytailnya yang berayun-ayun. Dia adalah ketua kelas dari kelas ini. Ketika aku dan Kasumi menyerahkan tugas kami padanya, dia langsung menyerahkannya ke teman sekelas kami yang bertugas. Kotono ya Kotono, dan aura siswa teladannya masih terlihat sangat jelas hari ini.

Serius, apa hanya aku di sini yang terlihat tidak karuan?

“Mou! Jernihkan pikiranmu. Tapi Kashiwagi-kun, aku tidak menyangka kamu bisa menyelesaikan tugasmu.”

“Kau terlalu berlebihan.”

“Bukan begitu. Dan aku tidak akan kalah dalam ujian matematika kali ini!”

“Sudahlah, hentikan! Aku hanya bisa sedikit bersaing di matematika saja!”

Maksudku, sebagai siswa terbaik di angkatan kita, berhentilah mengatakan hal seperti itu. Kotono adalah alasanku tidak mengendorkan usahaku untuk belajar mempersiapan ujian.

“Kalian berdua juga harus khawatir dengan Miru, yang bahkan tidak bisa mengikuti kalian.“

Kasumi, yang mendengarkan percakapan kami, mengerutkan pipinya dan menatap kami. Dan Kotono, yang matanya bertemu dengan Kasumi, membuka mulutnya dan melayangkan protesnya.

“Kasumi-san, sosokmu itu sangatlah kuat. Kamu bahkan memiliki kekuatan untuk membuat harta karun nasional hanya dengan menuliskan namamu di selembar kertas. Kita berada di dalam dimensi yang berbeda, dalam makna yang baik.”

“Bukankah dia tiba-tiba mulai bertingkah aneh…”

Dasar otaku idol pinggiran, berhentilah berbicara begitu cepat. Aku tahu itu sulit bagimu untuk membiasakan diri berada di ruang yang sama dengan idolmu, tapi ini sudah mencapai akhir dari semester pertama, jadi sudah waktunya bagimu untuk tenang. Dan berhentilah menarik-narik ujung baju kemejaku seolah kau ingin mengikutiku.

“Jadi, sudahkah kalian berdua memiliki rencana untuk liburan musim panas nanti?”

Aku bertanya dan Kasumi berkata, “Pertanyaan yang bagus!”, sambil memasang ekspresi sombong di wajahnya.

“Sebenarnya, aku mau pergi ke kafe tersembunyi bersama Maina dan yang lainnya besok. Katanya ada set makan siang yang lucu disana. Gimana? Kamu iri kan?”

“Aku tidak iri kok, tapi…aku malah terkesan.”

Kasumi!? Makan siang!? Bersama teman-temannya!?

Aku takjub dia sudah berhasil sampai sejauh ini. Sejujurnya, aku merasakan suatu pencapaian hingga untuk sesaat aku berpikir bisa membidik dunia pendidikan di masa depan. Sementara aku berpura-pura menyeka air mataku dengan gaya yang berlebihan, Kotono benar-benar menangis di sebelahku. Sepertinya itu bukan hanya karena fanatisme saja, tapi naluri keibuannya pun mulai muncul. Tenanglah.

“Baguslah kalau begitu. Tapi pastikan kau menyamar dengan baik ya.”

“Iya, tahu! Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku gadis yang baik dalam hal itu.”

Aku sedikit khawatir, tapi aku percaya dengan Maina. Dialah yang akan mengatasi perilaku berbahaya Kasumi, dan yang lebih penting, dia sangat pandai dalam menjaga orang lain.

Tapi, entah mengapa, walau hanya samar-samar, melihatnya pergi keluar bersama orang lain selain aku membuatku menjadi kepikiran. Aku bertanya-tanya apakah seperti ini rasanya menjadi orang tua yang anak-anaknya tumbuh terpisah darinya. Aku senang dia punya teman selain aku. Sebenarnya itu juga yang sudah aku harapkan sejak awal. Dan aku yakin itu adalah salah satu tujuan utamanya. Namun, mungkin karena kita sudah selalu bersama sejak musim semi, aku jadi merasakan perasaan kesepian yang tidak kumengerti.

“Oh, iya! Apa kamu mau ikut denganku, Kotono-chan?”

“Aku...ada hal yang harus aku lakukan. Jadi mungkin lain kali ya.”

“Begitu ya. Yah sayang sekali. Akan lebih baik jika kita bisa pergi ke suatu tempat selama liburan musim panas nanti, hanya kita berdua.”

“A-apakah kamu yakin!?”

“Tentu saja, pasti menyenangkan!”

Mereka berdua terlihat asik mengobrol tentang sesuatu yang menyenangkan. Kotono dan Kasumi begitu akur, kalian bisa melihatnya sendiri. Yang bisa ku pikirkan hanyalah sepertinya bagus ya ketika bisa saling bersenang-senang begitu.

Aku tidak tahu mengapa. Mungkin aku merasa terganggu ketika aku berpikir kalau mata Kasumi menyala pada sesuatu yang tidak aku ketahui. Padahal, dia bukan milikku atau apapun itu.

Mungkin saja, indraku sudah tersadap karena baru pertama kali aku mendapatkan teman baik setelah sekian lama, meskipun aku selalu menjangkau banyak orang walau hanya di permukaan saja. Klaim yang aku rasakan bahwa aku adalah teman pertamanya, yang dimana tidak ada validitasnya, harus ku buang ke tempat sampah sekarang juga.

“Ada apa, Ren-kun?”

Sepertinya Kasumi menyadari kalau aku telah menatap mereka.

Kasumi lalu menatap wajahku.

“Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir akan menyenangkan jika kita bertiga bisa bertemu beberapa kali selama liburan musim panas.”

Melalui jendela, aku bisa mendengar suara jangkrik bersautan. Musim panas di tahun kedua kami di masa SMA yang hanya datang sekali seumur hidup, telah dimulai.

 

***

 

Ini adalah hari pertama liburan musim panas yang telah lama aku nantikan. Di hari yang begitu berbahagia ini, aku sudah tahu apa yang akan aku lakukan.

“Yosh, mari kita lakukan...!”

Aku menyingsingkan lengan bajuku tanpa alasan, dan melihat tumpukan DVD film yang ada di depanku.

Tiba-tiba, aku berpikir ada banyak cara untuk menghabiskan liburan musim panas untuk tiap orang. Kita bisa menyelesaikan semua tugas sekolah terlebih dahulu, atau kita bisa mengerjakannya secara bertahap, atau bisa juga kita terus bermain dan baru mengerjakannya di menit terakhir. Tadokoro dan Maina adalah tipikal orang yang akan mengerjakannya di menit-menit terakhir, dan aku tidak bisa bilang sudah berapa kali mereka menangis. Sementara itu, seperti yang sudah kalian ketahui, Kotono adalah tipe yang mengerjakannya secara bertahan dan sistematis, dan aku adalah tipe yang menyelesaikan semuanya di awal.

Bagiku, liburan musim panas adalah kesempatan terbaik untuk mencoba segala macam hal yang biasanya tidak aku lakukan. Ada banyak hal yang hanya dapat aku lakukan ketika aku punya banyak waktu luang, seperti bepergian, melakukan pengamatan astronomi, dan kegiatan olahraga di pantai. Dan agar bisa berkonsentrasi pada hal-hal tersebut, sudah menjadi hal yang biasa bagiku untuk menyingkirkan semua hal yang mengganggu terlebih dahulu.

Sejujurnya, ketika aku melihat jadwalku yang kosong, aku merasa harus melakukan sesuatu, dan itu membuatku merasa tidak nyaman. Mungkin karena aku kurang percaya diri, jadi aku hanya akan merasakan perasaan hidup ketika aku sedang sibuk. Orang tuaku dan Kotono pernah memanggilku Ren Maguro. Mereka memanggilku begitu karena seolah jika aku berhenti, aku akan mati. Dan sulit bagiku untuk menyangkalnya.

Awalnya aku berencana untuk meenyelesaikan tugasku secepat mungkin hari ini────, tapi aku tidak bisa menahan keinginan itu. Aku sudah lama tidak menonton film selama dua minggu terakhir karena harus belajar untuk ujian. Aku memiliki kebiasaan yang buruk dalam menjalani kehidupanku sehingga aku mau tidak mau dipanggil sebagai Maguro. Ketika aku tertarik dengan sesuatu, aku akan memikirkannya sepanjang waktu sampai bosan, dan akan mengutamakan hal tersebut diatas segalanya. Itu sebabnya, aku tidak berbohong ketika mengatakan aku harus menyelesaikan tugas sekolahku secepat mungkin agar aku bisa naik kelas.

Bukan niatku untuk mengesampingkan tugas sekolahku, tetapi buku yang mulai ku baca menjadi sangat menarik sehingga aku tidak bisa berhenti untuk membacanya hingga selesai, bahkan sampai aku lupa makan dan tidur. Itulah yang terjadi di kepalaku hingga festival selesai pada saat itu. Untungnya aku dapat memanfaatkan jeda waktu dan berhasil meredam kegilaanku terhadap film dan berkonsentrasi untuk belajar menghadapi ujian. Aku tidak mau orang tuaku mengomeliku untuk belajar selama liburan musim panas ini.

Jadi, di hari pertama liburan musim panas, aku berlari ke toko penyewaan video hanya dengan membawa dompetku. Toko itu seperti harta karun. Aku dapat menyewa film disana dengan harga sekitar 200 yen, sungguh menakjubkan, industri penyewaan ini. Sangat ramah untuk dompet siswa sekolah.

Aku selalu menyukai film. Dan aku tidak pernah menjalani hidupku tanpa pernah ke bioskop sama sekali. Tapi bukan berarti aku adalah ahli dalam hal tersebut.

─────Aku ingin lebih menyukai film lagi.

Untuk saat ini aku masih cukup menyukainya, dan aku bersemangat dengan hal itu. Tapi kemudian, aku masih merasakan takut di dalam hatiku. Aku yakin, aku akan segera merasa bosan lagi. Bukankah ini hanya efek dari festival budaya pada saat itu?, pikirku.

Jika aku mau menantang Kasumi, apakah itu harus dengan film?

Untuk membungkam perasaan negatif itu, aku benar-benar akan jatuh cinta sekarang. Dengan Film, dengan sepenuh hatiku.

“Maaf, ini semuanya ya.”

Aku menumpuk video-video pilihanku di kasir toko tersebut.

Setiap musim panas, aku memiliki kenangan yang pahit. Aku akan ketagihan dengan sesuatu, namun pada saat cuaca menjadi dingin, aku akan berhenti melakukan semuanya. Melihat ke belakang, rasanya seperti aku hanya melakukan suatu gerakan, mencoba mengisi kekosongan, seperti seekor tuna, dan tidak pernah benar-benar memikirkan apa yang aku inginkan atau apa yang ingin aku lakukan.

Menonton film. Aku yakin orang-orang akan mengatakan bahwa itu hanya aktivitas konsumtif dan berbeda dari apa yang sudah aku lakukan sebelumnya. Aku juga dengan kecanduan manga dan video game, tetapi segera setelah aku menyelesaikan semuanya, aku akan beralih ke hal yang lainnya. Aku lah yang paling mengetahui bahwa aku sudah menjalani kehidupan seperti ini berulang kali.

Melihat cover dan sinopsisnya yang penuh warna itu sangat menyenangkan. Tapi ketika aku memilih video-video tersebut, ada sesuatu yang mengganjal di kepalaku untuk waktu yang lama. Aku memiliki firasat bahwa aku akan dapat mengungkapkannya dengan kata-kata ketika aku sudah selesai menonton filmnya, sesuatu yang tidak dapat aku ungkapkan untuk saat ini. Hal tersebut baru akan bisa ku jawab pada saat itu, pikirku.

 

“...Ini buruk, aku tidak bisa berhenti.”

Saat ini menunjukkan pukul 2 pagi. Dengan minuman energi di tanganku, aku menatap layar TV seolah-olah aku sedang tersedot ke dalamnya. Aku menyesap minuman soda yang asam dan sangat segar itu. Aku benar-benar sedang terlarut.

Orang tuaku sedang pergi untuk urusan bisnis, jadi aku bisa menghabiskan waktuku ini tanpa rasa takut. Aku sangat lapar, hingga tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Tapi berkat minuman energi yang ku bawa, kepalaku masih terasa jernih dan aku bisa merasakan dopamin diproduksi besar-besaran di dalam tubuhku.

“Menyenangkan sekali.”

Ya, terlalu menyenangkan. Tubuhku terasa sangat bergairah. Aku tidak sabar untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku sangat bersemangat.

“...Yang berikutnya adalah yang terakhir.” gumamku, dan aku mulai mengganti disknya.

Dan benar saja, setelah film itu selesai, aku tertidur.

 

“Kau tahu, sungguh. Aku ya…”

Aku akhirnya tidur pada siang hari di hari keempat, setelah menonton semua DVD yang sudah aku pinjam.

Apakah kalian tahu bagaimana perasaanku ketika aku sadar kalau itu adalah DVD yang terakhir?

Jika aku mengatakan hal tersebut kepada mereka, aku yakin Kasumi hanya akan menatapku seperti biasa dan mengatakan, “Iya, iya, aku mengerti”, sementara Kotono akan menegurku “Kenapa kamu tidak bisa berhenti?”, dan memandangku dengan jijik.

Setelah membayangkan hal-hal tersebut, aku melihat buku catatanku yang sepertinya aku tulis dalam keadaan setengah sadar sebelum akhirnya tertidur. Aku pun tertawa melihatnya.

·        Jika itu aku, aku akan menempatkan adegan itu di akhir.

·        Apa gunanya adegan dapur itu?

·        Endingnya padahal menarik! Sayang sekali!!

“Aneh sekali aku, merasa frustrasi dengan sutradara profesional.”

Tapi, benar juga. Aku mengerti.

Setelah menonton semua film itu, aku merasa frustrasi. Tidak, aku bahkan sudah frustrasi saat menonton film-film itu. Awalnya aku hanya menganggapnya lucu, itu saja. Tetapi menjelang akhir, aku terus bertanya-tanya mengapa aku tidak berada di sisi lain film itu.

Apa yang akan aku lakukan jika ada di sana. Aku benar-benar memikirkan itu semua.

Aku lalu membawa buku catatanku kembali ke kamarku dan kemudian kembali ke ruang tamu untuk merapikan DVD yang berserakan. Besok, aku akan mengembalikan semuanya. Semua filmnya memang menarik. Tapi, aku mungkin tidak akan menyewa film lainnya.

“Aku masih ingin membuatnya.”

Begini saja tidak akan cukup. Mungkin karena akhirnya aku bisa tidur, tapi pikiranku terasa sangat jernih. Bukannya aku ingin menjadi sutradara film di masa depan nanti atau apa pun itu. Aku belum sampai di titik itu. Mungkin naif bagiku untuk berpikir kalau aku sudah ada di usia dimana aku harus berbicara tentang karir dan masa depanku, tapi bukan itu. Aku hanya ingin mencobanya. Perasaanku masih se polos itu.

Jantungku pun mulai berdetak seperti didesak untuk melakukan sesuatu dengan cepat, dan setelah memikirkannya sebentar, aku membuka LIME. Aku lalu membuka grup chatku yang berisi tiga orang, aku, Kotono dan Kasumi. Dan grup tersebut masih memiliki nama [Pejuang Festival].

>(Ren): Bisakah kita berkumpul besok?

 

Hari berikutnya. Di sore yang damai ketika bel pintu berbunyi.

“Ya?”

Ketika aku menjawab interkom, ada dua orang tersenyum dan melambaikan tangannya ke arahku. Kualitas gambarnya agak buruk, tapi sepertinya itu Kasumi yang sedang menyamar, ia mengenakan terusan pink muda dan tersenyum, dan ada juga Kotono yang mengenakan kemeja terusan biru muda, mulutnya terikat erat seolah-olah dia sedang gugup.

“Mou──, Ren-kun ini... Di hari yang begitu panas begini, pasti penting banget ya sampai harus memanggil Miru dan Kotono, benar kan?”

“Panas sekali, di luar. Sampai-sampai aku merasa seperti akan meleleh.”

Itulah hal pertama yang dia katakan ketika aku membuka pintu. Aku segera mengantarkan mereka ke kamar ber-AC, mengambil bantal dan pergi ke lemari es. Kemudian, aku menyiapkan makanan dan minuman yang aku buat kemarin dengan terburu-buru.

“Maaf ya. Aku tidak menyangka hari ini akan sepanas ini.”

“Tiga puluh delapan derajat, aku berharap mereka bisa mengelola planet ini dengan lebih baik lagi.”

“Ah, btw, orang tuamu...”

“Mereka sedang pergi karena ada urusan bisnis sampai hari ini. Jadi yah anggap saja rumah sendiri.”

“Tapi bukan berarti kita bisa seenaknya kan. Yah, tapi, aku akan menuruti kata-katamu.”

Kotono akhirnya bersantai dan duduk di atas bantal, karena melihat Kasumi yang telah duduk di sana sejak awal. Hawanya pasti sangat panas, karena dia duduk di sana seperti es krim yang sedang meleleh.

“Ini, puding. Aku membeli banyak barang secara online kemarin dan aku tidak punya uang sekarang, jadi aku membuatnya sendiri.”

“Eh! Itu luar biasa!!”

“Beneran boleh nih!? Terima kasih ya!”

Biaya bahannya, setidaknya 200 yen. Keduanya melihat puding itu dengan mata berbinar dan tersenyum, seolah-olah mereka langsung lupa betapa panasnya hari ini. Mudah sekali mereka.

“Wah, ini bahkan layak untuk dijual. Yah, maksudku, aku sedikit minder dengan betapa multi talentanya Ren-kun.”

“Kamu memanfaatkan pengalaman masa lalumu dengan baik ya. Aku selalu berharap lho kamu menekuni dunia masak.”

“Jadi, Ren-kun dari dulu memang pintar memasak ya?”

“Tidak, sama sekali tidak pokoknya. Aku tidak pandai dengan masakan rumah. Aku hanya mengkhususkan diriku untuk memasak hal-hal yang manis.”

Aku adalah orang yang detail terhadap takaran, jadi aku tidak terbiasa dengan resep masakan rumahan yang penuh dengan takaran tidak jelas seperti ‘sedikit’ garam, ‘secuil’ gula, dan sebagainya.

“Btw, karena apa memang?”

“Perkara menghemat uang untuk camilan dan rasa penasaran?”

“Aku terkejut kamu memutuskan untuk berhemat disana. Untuk orang yang ceroboh sepertiku, manisan hanyalah sesuatu yang akan aku beli. Ah iya, aku jadi ingat, mana gitar yang waktu itu sudah susah-susah kamu beli...”

Aku langsung memalingkan wajahku. Tolong jangan bahas-bahas lagi hal itu. Bahas saja hal yang membuatku mendapatkan keterampilan membuat manisan ini.

“Pokoknya! Lupakan saja itu.”

Aku secara paksa mengubah topik pembicaraan dan menunjukkan padanya barang belanjaan online yang aku terima pagi ini dan tertinggal di kotak kardus.

“Apa ini?”

“Ini adalah tripod dan ini adalah lensa fisheye. Aku telah menonton banyak film akhir-akhir ini. Aku menyukainya dan aku tidak bisa berhenti menonton, jadi aku membelinya secara impulsif.”

Aku tidak menyesalinya, sungguh. Aku sudah punya peralatan, waktu, dan motivasi yang dibutuhkan. Yang perlu aku lakukan sekarang hanyalah mewujudkannya.

Ketika aku sudah sampai sejauh ini, aku bisa melihat wajah mereka di pikiranku. Sebenarnya aku bisa melakukannya sendiri, tapi aku butuh dorongan, dan aku masih sedikit takut. Aku memiliki beberapa pemikiran negatif seperti itu.

Dan kemudian, dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari itu, ada pemikiran di kepalaku yang mengatakan karena ada mereka berdua bersamaku, aku ingin mengambil tantangan ini.

“Umm, serius nih, jika kalian tidak keberatan. Maksudku, aku tahu kalian sibuk. Yah, jika kalian mau, aku bisa membelikan kalian makan siang dan sebagainya, atau membantu mengerjakan tugas kalian...”

“Berhenti berputar-putar dan langsung saja ke intinya. Kalau kamu masih menahan diri begitu, aku tidak akan mempercayaimu dan malah membuatku kesal.”

“Itu benar. Kita sudah melewati festival bersama, jadi tentu saja kita sudah tahu apa yang ingin kamu katakan, Ren-kun. Aku hanya ingin mendengarnya darimu!”

Ekspresi di wajah mereka hampir membuatku meneteskan air mata, dan aku pun kehilangan kata-kata.

“…Aku ingin membuat film selama liburan musim panas. Bisakah kalian membantuku?”

“Fufufu. Oke, Ren-kun. Jika direktor sudah memutuskan, kita tidak punya pilihan.”

“Yap benar. Aku mungkin hanya bisa membantu saat tidak ada jadwal bimbel, jadi yah jika kamu tidak keberatan dengan itu...”

“Sama sekali tidak masalah. Terima kasih banyak, para jenius. Aku sangat mencintaimu kalian!”

Syukurlah, aku sangat senang. Serius, ini adalah satu-satunya hal yang aku khawatirkan. Aku tahu mereka berdua pasti mau membantuku, tapi aku sudah siap untuk melakukan semuanya sendiri, jika skenario terburuk terjadi. Tapi aku sangat menyadari keterbatasan dari bekerja sendiri.

Aku pun memegang tangan mereka dan mengucapkan terima kasih dengan sekuat tenaga, tetapi mereka tidak bereaksi dengan baik.

“...Bahkan kamu mencintaiku karena itu.”

“Cinta Kashiwagi-kun sangat sepele ya."

“Eh, kenapa kalian terlihat kesal?”

Ketika aku menanyakannya, mereka berdua mengabaikanku. Perempuan memang sulit untuk dimengerti.

Yah, bukan hanya perempuan, tetapi hubungan antar manusia secara umum itu sulit dimengerti. Terlalu dalam.

“Btw, Ren-kun, sudahkah kamu memutuskan apa yang akan kamu lakukan setelah membuat filmnya?”

“Setelah membuatnya, maksudnya?”

“Yah, misalnya mengikuti kontes. Pokoknya sebuah tujuan.”

“Itu…aku belum kepikiran sampai sana sih.”

“Benar kan. Jadi, Miru-chan sudah menemukan tujuan yang sempurna untukmu! Dan kebetulan aku melihat iklannya di web.”

Kasumi kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya kepada kami.

“Kontes film U22?”

“Ya! Ini adalah kontes yang diadakan oleh perusahaan video berlangganan, dan mereka mencari film pendek dari genre apa pun. Batas waktunya adalah awal September, jadi jika kita sudah selesai syuting selama liburan musim panas, kita akan dapat mengumpulkannya tepat waktu. Jika kita berhasil melewati proses seleksi dan memenangkan hadiah, film kita akan didistribusikan melalui layanan mereka!”

“Begitu ya. Disini juga tertulis kualifikasinya untuk usia di bawah 22 tahun, jadi jika ini memang kontes yang diperuntukkan untuk siswa, sepertinya kita masih memiliki peluang yang bagus untuk menang.”

“Benar kan. Kita bisa mendapatkan hadiah uang, dan kemudian bisa membeli lebih banyak peralatan dan perlengkapan lainnya! Gimana...?”

Mata Kasumi yang besar dan berkilau bagai permata, menoleh ke arahku. Aku hampir mengalihkan pandanganku dari matanya secara refleks, tapi aku berhasil menatap balik matanya. Tatapan khawatir Kotono juga menusuk kulitku. Sepertinya aku tahu apa yang dia pikirkan.

Kita punya kesempatan untuk menang. Kita akan mendapatkan hadiah uang.

Mereka benar-benar yakin bahwa kita akan memenangkan hadiahnya.

Aku senang dengan rasa percaya diri mereka itu, namun disaat yang sama aku juga khawatir. Tetapi aku tahu kalau aku masih bersikap setengah-setengah bahkan sebelum memulainya, itu tidak akan membawaku kemana-mana.

“Toh ada Miru kan.” ucap Kasumi, seolah mengantisipasi hal yang akan ku katakan, dan dirinya tersenyum dengan lebar.

“Aku mungkin tidak bisa menunjukkan wajahku, tapi aku punya pengalaman akting dari masa idolku, jadi kupikir aku bisa membantu. Bukan hanya Miru, ada juga Kotono-chan yang sangat hebat dalam membuat naskah. Kita punya pengalaman dan evaluasi dari festival budaya kemaren kan, dan kita juga punya waktu. Jadi kita tidak mungkin akan kalah begitu saja, kan?”

Aku yakin Kasumi juga menyadari perasaanku. Meski begitu, dia pura-pura tidak tahu, sehingga aku bisa menjawabnya dengan lugas.

“Tentu saja. Aku pasti akan mendapatkan penghargaan itu. Maksudku, kita pasti bisa!”

Suaraku pasti sedikit terdengar gemetar, dan mereka pun meneriakkan persetujuan mereka dengan penuh semangat.

Sinar matahari yang masuk melalui jendela sangat menyilaukan. Aku menahan jantungku, yang berdetak tidak seperti biasanya. Dan dengan kemejaku yang sedikit berkeringat, aku fokus untuk menghadapi liburan musim panas ini bersama mereka berdua.

 

***

 

Malam itu.

“Halo, Kotono?”

“Ada apa, aku sibuk merekam ulang acara musik Fuyu-chan.”

Kebaikan Kotono padaku terlihat dari bagaimana dia langsung menjawab panggilan teleponku. Persahabatan kita selama lima tahun sejak SMP memang tidak bisa dianggap remeh.

“Hehe...”

“Ada apa sih sebenarnya!?”

“Tidak, tidak apa-apa.”

Aku menahan tawa bahagiaku yang keluar tanpa disengaja, dan mulai membicarakan maksud dari panggilan teleponku.

“Hmm, apakah kau punya waktu luang lusa nanti?”

“Mendadak banget sih. Terus menurutmu?”

“Kurasa iya. Kau selalu luang di minggu pertama liburan musim panas untuk mengerjakan tugas sekolahmu.”

“Iya aku luang. Tapi melihatmu mengetahuinya dan langsung mencoba memasukkanku ke dalam jadwalmu, bukankah itu sedikit mengerikan.”

“Aku akan membantumu mengerjakan tugas matematikamu.”

“Nah, kalau begitu, senang membicarakannya denganmu.”

Penghalang pertama sudah hilang. Aku tahu aku teredengar brengsek, tetapi aku juga tidak bisa menyerah begitu saja.

“Kotono, pernahkah kau mendengar tentang teater outdoor?”

“Tidak. Aku belum pernah mendengarnya.”

“Aku juga belum pernah mendengarnya sebelumnya, tapi ini adalah event teater yang diadakan di luar ruangan, bukan di dalam ruangan. Jadi aku ingin tahu apakah kau mau pergi denganku.”

“Di mana itu acaranya?”

“Di pegunungan, sekitar 30 menit dengan bus kalau dari sekolah. Kau tahu, tempat yang terkenal di mana kau bisa melihat bintang-bintang yang indah itu?”

“Ah. Yang ada gondolanya itu ya?”

“Benar sekali. Ada festival film pendek juga di sana. Jadi aku pikir ini mungkin akan berguna sebagai referensi.”

“Oh, jadi itu sebabnya kamu mengajakku mendadak begini? …Yah jika itu masalahnya, baiklah. Aku akan ikut. Aku juga ingin belajar untuk naskah baruku.”

Aku meminta Kotono untuk menuliskan naskah cerita lagi untukku. Aku tahu dia selalu bersemangat untuk belajar, tetapi ketika dia mengatakannya langsung padaku, aku jadi merasa lebih bahagia.

“Wah, terima kasih banyak ya. Oh iya, kalau kau search ‘teater di bawah langit berbintang' di internet, kau bisa menemukannya.”

“Oke...tapi bukankah jadinya harus menginap ya?”

“Masih ada gondola sampai jam 9 malam, dan tidak begitu jauh juga dari rumah kan, jadi harusnya masih bisa pulang tepat waktu. Sekarang juga kan musim panas, jadi masih lumayan terang jam segitu.”

“Bagus deh kalau begitu. Kalau masih sekitaran jam 9 malam, aku bisa bilang kalau aku sedang belajar di tempat bimbel. Tapi Kasumi kan tinggal sendiri, bukankah berbahaya kalau baru pulang jam 9?”

“Eh? Aku tidak mengajak kasumi, jadi hanya kita berdua.”

“…EH? Uhuk, ugh...”

Setelah suara tersedak yang parah datang dari sisi lain telepon, tiba-tiba teleponnya dimute dan suaranya menghilang.

“Kau baik-baik saja, kan!?”

“I-iya, aku baik-baik saja kok.”

Aku pun khawatir dan memanggilnya, tetapi setelah beberapa saat mutenya dimatikan dan suaranya yang lemah kembali. Tidak ada kekuatan di dalam suaranya. Aku ingin tahu apakah dia sangat terkejut karena Kasumi tidak ikut.

Maaf aku membuatmu melewatkan kesempatan untuk pergi dengan gadis favoritmu, tapi aku punya alasan. Pertama-tama, ini termasuk permintaan maafku atas masalah yang aku sebabkan padanya saat festival budaya. Dan memang benar aku mengajak Kotono karena aku pikir ini akan baik untuk studi naskahnya, tetapi alasan utamanya adalah aku ingin dia bersantai dengan melihat langit berbintang yang indah, karena dia terlihat sangat tegang dari saat festival budaya hingga ujian akhir kemaren.

Jika Kasumi ikut, dia akan membuat Kotono khawatir lagi, jadi aku tidak mengajaknya kali ini. Tentu saja, aku akan membayar semuanya. Untungnya aku belum menghabiskan semua uangku dari pekerjaan paruh waktuku tahun lalu.

Di samping itu, aku juga masih agak canggung dengan Kasumi akhir-akhir ini. Dan jika kita berduaan di bawah langit berbintang, aku takut karena aku tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya. Kalau aku masih mengkhawatirkan hal-hal seperti itu, aku tidak akan bisa berterima kasih kepada Kotono dan belajar untuk filmnya. Maka dari itu, aku hanya mengajak Kotono kali ini────.

“Ah──tapi kalau kau tidak nyaman pergi berdua denganku, kau bisa menolaknya kok.”

“Ti-tidak apa-apa! Aku cuma sedikit terkejut karena kukira Kasumi juga akan ikut. Selain itu, kita sudah pernah pergi ke bioskop berdua kan, jadi tidak ada alasan bagiku untuk merasa canggung.”

Aku pun menjawab, “Baiklah.”, dan aku jadi mengingat kembali momen saat aku pergi ke bioskop bersama dengan Kotono sebelumnya.

────Dan aku tidak cukup bodoh untuk memberi tahu orang tuaku tentang kencan itu.

“Hmm…”

“Ada apa?”

“Mn, tidak apa-apa kok. Oke, aku chat aja nanti detailnya ya.”

“Baiklah. Oh, sudah waktunya cider×cider, jadi aku tutup sekarang ya.”

“Oke deh, selamat bersenang-senang.”

“Fufufu. Tentu saja. Oke, sampai jumpa besok.”

Setelah menutup telepon, aku menatap kosong ikon LIME milik Kotono. Ikon Kotono memiliki motif kepingan salju, cocok dengan dirinya.

“Tidak, dia bilang itu biasa dilakukan antar sahabat kan.”

Kesalahpahaman itu buruk dan menyakitkan.

Aku tahu itu, tetapi aku jadi teringat lagi kenangan yang sudah aku tutupi karena aku sangat sibuk sebelumnya, dan aku pun masuk ke dalam selimutku untuk mengalihkan pikiranku.           

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||  

Post a Comment

Post a Comment

close