NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tonari no Seki no Moto Idol Volume 2 Chapter 4

Chapter 4 - Suka dan Tidak Suka, Produser Pribadiku

Hari berikutnya, Kasumi mengatakan kalau dia telah memikirkan tentang cara aktingnya dan ingin kita menontonnya, dan dia mulai berubah. Dia memang mulai berubah, akan tetapi,

“Aku tahu ada sesuatu yang berbeda...”

Aku pikir begitu, tetapi aku tidak bisa mengungkapkan perasaan tidak nyaman ini secara verbal. Masih ada sesuatu yang kurang dari penampilan Kasumi, sampai-sampai aku terus memikirkannya hingga begitu frustrasi.

’Aku sudah merasa kesepian selama ini...’

Aura bersinarnya yang selama ini menjadi hambatan utamanya, sudah sedikit mereda. Tetapi sebaliknya, bagian-bagian yang tertutupi oleh aura bersinarnya itu mulai terlihat.

’Karena tidak ada seorang pun yang bisa melihatku.’

               Entah aku bisa mengatakannya atau tidak, tapi ada sedikit perasaan yang aneh saat melihatnya. Seolah-olah hantu yang diperankannya itu adalah hantu gadis SMA, tetapi yang terlihat di dalamnya tidak begitu────.

“Haruskah kita mengubah naskahnya?”

“Eh...?”

Kotono, yang duduk di depan Kasumi dan mendengarkan dengan seksama dialognya, tiba-tiba mengatakan hal tersebut.

“Mari kita ubah peranmu menjadi hantu mantan idol. Kalau begitu, akan sangat cocok dengan aktingnya selama ini, dan akan lebih realistis untuk menyelesaikan pekerjaan ini selama liburan musim panas.”

“Ya, aku tahu. Tapi bukankah itu tidak masuk akal. Kalau begitu, aku tidak akan berperan sebagai gadis hantu, itu hanyalah aku.”

“Tidak apa-apa. Karena kamu bersinar paling terang saat kamu menjadi idol.”

Kotono mengatakannya dengan tegas seperti biasanya, dan menatap lurus ke mata Kasumi.

“Aku tahu, tapi...”

“Tetapi, jika semuanya terus berlanjut seperti sekarang, kamu tidak akan bisa berperan sebagai gadis hantu, bukan?”

“…Bukan begitu.”

“Karena Kasumi-san, di sepanjang hidupmu, kamu belum pernah menjadi sosok yang tidak menarik perhatian, atau tidak terlihat, bukan?”

Mendengar nada suara Kotono yang dingin, aku merasa tersentak.

Ya, itu benar. Itulah yang membuatku merasa aneh. Dia adalah hantu, tetapi dia begitu terbiasa menarik perhatian. Itulah mengapa ia sama sekali tidak terlihat kesepian, dan itu tidak mengejutkan. Kasumi telah hidup di dunia di mana normal bagi orang-orang untuk menyaksikannya.

“Jelas lebih baik memanfaatkan kecemerlangan aura idolmu daripada mencoba memaksakan dirimu untuk menjadi yang lain sekarang. Karena Kasumi-san, kamu adalah 'idol' bahkan dalam keadaan tertekanmu saat ini, aku mengerti. Itulah mengapa aku tidak bisa melihat Kasumi-san menantang sesuatu yang tidak cocok untuknya.”

Pasti itu adalah sudut pandangnya sebagai penggemar. Kotono mengatakannya dengan ekspresi yang tegas.

“Kotono, itu terlalu berlebihan...”

“Tidak, tidak apa-apa.”

Suara yang keluar dari tenggorokan Kasumi adalah suara yang terdengar seperti seseorang yang hendak menangis.

“Karena, aku yang paling tahu akan hal itu.”

Kasumi melanjutkan kata-katanya dengan ekspresi seolah sedang kesakitan di wajahnya, tapi dia tampak sedikit lega.

“Karena, yang kamu katakan sungguh benar. Sebaliknya, aku merasa lega kamu bisa mengatakan itu. Yah, sesungguhnya aku...mencoba untuk berperan sebagai seorang gadis hantu, seperti saat aku menjadi seorang idol.”

Kemudian, sambil memegang ujung seragamnya dengan erat, ia menoleh.

“Kamu tahu apa yang mereka katakan, bukan? Aku membuang seluruh masa mudaku untuk menjadi seorang idol, jadi tidak ada lagi yang tersisa dariku. Setelah aku melepas gaun idolku, aku hanyalah cangkang yang kosong. Tidak ada lagi yang tersisa dariku.”

Kasumi akhirnya mendongak dan membuka mulutnya.

“Jadi, sekarang Miru hanyalah sisa-sisa dari seorang idol.”

Sisa-sisa dari seorang idol.

Pada saat dia mengatakannya, setetes air mata jatuh dari mata Kasumi. Bisakah aku menganggap kalau sekarang dia sudah bisa menangis tanpa menahan diri lagi.

“Aku akan pulang sekarang. Aku mau menenangkan diri sedikit.”

Atau haruskah aku menganggap kalau dia begitu tertekan sehingga dia bahkan tidak bisa menahan dirinya lagi.

Setelah itu, Kotono dan aku terdiam, dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun satu sama lain. Kami hanya bernapas di tengah suasana yang begitu berat ini.

Sekitar lima menit setelah Kasumi pergi, Kotono mengucapkan beberapa patah kata.

“…Kasumi-san, bukannya dia tidak bisa berakting, dia hanya tidak tahu bagaimana caranya memerankan peran itu. Alasanku bisa berakting dengan normal karena aku telah menjalani kehidupan siswa yang cukup normal. Jika dia punya lebih banyak waktu, dia pasti bisa berakting lebih baik dari seseorang sepertiku.”

Kata-katanya dipenuhi dengan rasa frustrasi. Seolah-olah melalui kata-kata itu, mata Kotono berangsur-angsur mulai dipenuhi dengan air mata.

“Bukannya aku ingin mengtakan hal tersebut padanya. Aku hanya tidak mengerti mengapa dia harus sangat menderita, karena aku mengenalnya saat dia masih sangat bersinar.”

“Kotono, itu bukan salahmu. Akulah yang harus disalahkan. Seharusnya aku memberitahumu dengan jelas, tetapi Kotono mengatakan hal yang sudah aku hindari terus-menerus.”

Ya, bukannya aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat, tapi aku hanya tidak mau mengatakannya. Aku sudah melihat bagaimana dia menderita, jadi aku tidak mau menunjukkannya dan membuatnya menderita.

“…Tapi aku malah membuatnya menderita. Sungguh kontradiktif dengan keinginanku.”

“Tidak, bukan begitu. Aku tahu itu pasti sulit. Dan wajar bagimu untuk tidak menginginkan orang yang kau sukai menderita kan.”

“…Terima kasih.”

Aku yakin Kotono pasti merasakan hal yang sama. Maka dari itu aku juga tidak ingin Kotono menderita, jadi aku menyeka air matanya dengan jari-jariku dan mengulurkan sapu tangan pada Kotono, yang mencoba berpura-pura menguatkan diri.

 

Keesokan harinya, Kasumi libur dari syuting, jadi Kotono dan aku menghabiskan waktu di hari itu dengan membuat properti. Kami membubarkan diri tanpa mengatakan apa pun satu sama lain, namun seolah kami berdua ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak bisa.

Hari berikutnya, kami memutuskan untuk libur syuting karena bimbel musim panas Kotono, tetapi aku tetap bangun pagi-pagi sekali. Awalnya aku berpikir untuk kembali tidur, tetapi saat aku bangun untuk mengerjakan tugas sekolah, aku mendengar nada dering dari ponselku.

Nama yang ditampilkan dalam huruf besar pada ponselku adalah ────.

“...Kasumi!?”

“Halo. Ah, pagi sekali kamu bangun ya.”

Suaranya ceria, seolah-olah dia tidak terpengaruh dari peristiwa beberapa hari sebelumnya dan membiarkannya berlalu begitu saja. Namun, aku tidak bisa lengah dengan situasi ini, karena mau bagaimanapun juga dia adalah Miru Kasumi.

“Ada apa ya, pagi-pagi begini.”

“Pokoknya ke rumah Miru jam 10:00.”

“Hah?”

“Terima kasih. Kalau kamu tidak muncul, kamu harus membayarku sama seperti saat aku masih bekerja.”

“Tu-tunggu...”

Tut…tut... Dia menutup panggilan teleponnya.

“Dia benar-benar menutupnya dengan syarat yang konyol!”

Aku bahkan tidak bisa membayangkan berapa bayaran yang diterima oleh seorang anak SMA yang mampu menyewa sebuah apartemen yang luas di menara yang mewah itu. Dia bahkan lebih aneh dari biasanya, dan secara mengejutkan dia sangat egois. Tapi aku tidak merasa buruk karena aku pikir itu tanda kepercayaannya padaku…ah, astaga.

“Huh, baiklah. Saatnya pergi.”

Aku bangun dengan tenang dan mulai bersiap-siap untuk pergi keluar.

 

Ketika aku tiba di apartemen mewahnya itu, Kasumi dengan pakaian santainya yang sederhana muncul dari dalam.

“Selamat datang! Ternyata kamu menepati janjimu ya.”

Walaupun aku sudah sering datang ke sini untuk membicarakan produksi filmnya, tapi sejujurnya, aku masih saja merasa gugup. Aku sedikit malu untuk mengatakan dengan jujur kalau aku mengkhawatirkannya, jadi aku hanya membuat candaan ringan untuk menutupinya.

“Yah, karena aku tidak bisa membayarmu, bukan?”

“Hei, inilah bagian di mana kamu seharusnya berbohong dan mengatakan ‘Aku akan pergi kemana pun jika Miru-chan memanggilku!’.”

“Akhirnya aku bisa membayangkan kesulitan yang harus dilalui seorang manager.”

“Uhm…Miru hanya mengganggu orang-orang yang mau diganggu saja kok. Ren-kun, Ren-kun, dan juga Ren-kun.”

“Tidak, semuanya adalah aku.”

“Tentu saja itu kamu.”

Benarkah begitu? Aku secara buruk merasa senang ketika mendengarnya mengatakan hal-hal seperti itu padaku.

“Jadi, apa yang kau inginkan?”

“Kamu sudah sarapan?”

“Hah? Belum lah.”

“Miru juga belum makan. Jadi, gimana kalau kita makan bareng?”

Kasumi menawarkannya dan aku melihat sejumlah besar makanan yang diorder olehnya diletakkan di atas meja.

“...Apa kau yakin bisa memakan semua ini?”

“Mungkin tidak. Aku memesannya memang bukan untuk sarapan saja. Miru akan memakan sisanya untuk makan siang nanti, jadi kamu makan saja yang kamu inginkan sekarang.”

Hal tersebut tentu menghapus keuntungan dari layanan pesan-antar makanan, yang di mana kita bisa menyantap makanan yang baru saja disajikan di rumah kita sendiri. Jadi menurutku lebih baik jika kita memesannya ketika kita hendak memakannya.

Tapi sekali lagi, aku tidak pernah tau apa yang mantan selebriti ini pikirkan, jadi aku pun mengambil tempat di meja itu.

“Omelet, kentang goreng, roti lapis, sup, kue…astaga, banyaknya.”

“Fufufu. Kamu bisa mulai dari yang kamu suka.”

Jadi, aku mengambil omelet, dan berpikir aku akan membayar apa pun yang aku makan nanti.

“Hee, kamu suka yang itu?”

“Ya. Telur adalah sarapan terbaik di pagi hari.”

“Begitu ya. Miru juga suka omelet. Soalnya warnanya cantik dan terdengar enak, bukan?”

Warna yang cantik dan terdengar enak…?

Perasaan seperti itu cukup sulit untuk aku pahami. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang yang membawa elemen lain selain rasa ke dalam diskusi tentang suka dan tidak sukanya kita pada makanan.

“Aku juga suka sup. Ini relatif rendah kalori. Kentang tentu tidak boleh, soalnya digoreng dengan minyak, jadi pasti tinggi kalorinya, dan mereka tidak terlihat cantik, jadi tidak ada manfaatnya kalau aku menyukainya, bukan?”

Tidak ada manfaat. Mendengar kata-katanya itu, aku memiliki firasat buruk. Seolah-olah dia hanya memikirkan apa yang akan dipikirkan orang lain tentang dirinya. Ada yang terdistorsi dari penilaian suka dan tidak sukanya.

“Tapi kalau kue tidak apa-apa. Karena orang-orang yang suka yang manis-manis dan itu terlihat lucu.”

Sementara aku memikirkan hal tersebut, Kasumi terus melanjutkan kata-katanya.

“...Miru, selalu memilih makan malam berdasarkan urutan popularitasnya. Bukankah itu benar? Semuanya pasti akan menyukainya.”

Kemudian Kasumi melihat ke arah banyaknya piring yang berjejer di atas meja dan terlihat seolah-olah dia akan menangis.

“Ada begitu banyak makanan di sini, aku tidak tahu harus mulai dari mana. Kamu sudah mengerti kan apa yang aku maksud. Aku sepertinya tidak memiliki perasaan suka dan tidak suka.”

Meskipun mengatakan hal-hal yang menyedihkan seperti itu, Kasumi menatap lurus ke arahku dengan tekad yang kuat di matanya.

“Jadi, aku ingin menemukannya bersamamu.”

Tatapannya begitu serius sehingga aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak terkesiap.

“Karena aku yang kamu kenal adalah versi 'diriku' yang terbaik, Ren-kun. Aku ingin mengisi ruang kosong di dalam diriku dengan diriku sendiri!”

Dia bukan lagi seorang idol, tetapi dia masih bersinar.

Ya, itulah dia. Miru Kasumi yang aku kenal kuat, namun rapuh, selalu berusaha keras untuk melakukan apa yang ada di depannya, tidak pernah melarikan diri dari apa yang dia inginkan.

Dia adalah sosok yang sangat keren.

Tidak mungkin dia akan hancur hanya karena hal seperti itu.

“Tolong, maukah kamu menemaniku?”

“Tentu saja, kan aku sudah bilang sebelumnya. Aku akan menjadi fans dan pendukung nomor satumu ketika kau menemukan apa yang ingin kau lakukan!”

Ketika aku mengatakannya, Kasumi terlihat terkejut dan tersenyum kecut, lalu dia mengatakan kalau dia malu dengan sorakan berlebihanku untuknya.

 

Setelah itu, menurut ‘daftar urutan suka/tidak suka’ yang telah dibuat Kasumi semalaman kemaren, dia mulai menyortir semua barang yang dipesannya dari situs olshop ke dalam kategori ‘suka, normal, dan tidak suka’.

Jadi, hal pertama yang akan kita lakukan adalah peragaan busana.

“Sebenarnya, aku tidak memiliki banyak pakaian. Aku telah mengenakan kostum sepanjang hidupku, jadi saat membeli pakaian, aku cenderung membelinya dari katalog merek yang pernah menjadikanku modelnya.”

Jadi, kami memutuskan untuk memulai dengan menjelajahi warna dan gaya favoritnya.

“Bagaimana dengan yang ini?”

“Putih ya, umm, itu membuat kulitku terlihat bagus.”

“Bukan itu! Kau ingin memakainya atau tidak sih!”

“Eh──!?  Mu-mungkin aku ingin memakainya.”

“Yosh, kalau begitu, yang ini?”

“Sepertinya itu tidak akan terlihat bagus dengan struktur tulangku, jadi mungkin tidak.”

“Kalau desainnya?”

“Kayaknya aku suka.”

“Berarti ini pilihan yang baik.”

Aku pun melemparkan sebuah baju terusan dengan lengan yang menggembung ke dalam keranjang.

 Ini melelahkan, kebiasaannya untuk berusaha membuatnya terlihat baik di mata orang lain sudah terlalu mendarah daging. Benar-benar di luar ekspetasiku.

Saat aku mengulang-ulang hal itu, pikiran Kasumi tampaknya mulai berantakan. Dia pun duduk dan mulai merengek.

“Aku tidak tahu yang mana yang lebih aku sukai! Pokoknya kalau Ren-kun suka, Miru juga pasti suka! Aku akan memakainya!”

“Jangan manja! Kalau menurutku ya semua baju perempuan itu semuanya lucu, jadi itu jelas tidak membantu!”

“Uwaaa──!”

Sepertinya ini akan menjadi jalan yang sulit kedepannya.

 

Kemudian, kami memutuskan untuk menyimpan sisa makanan yang sudah dipesan sebelumnya untuk malam hari, dan kami juga melakukan tes suka/tidak suka lagi untuk makan siangnya.

Melihat daftar menu makanannya, aku memilih menu yang paling ingin aku makan sekarang.

“Aku lelah dan ingin memakan sesuatu yang kaya akan rasa. Tapi kalau ramen rasanya terlalu kuat, dan rasanya aku sudah sering memakannya, bukankah itu sangat buruk untukku karena telah memakan terlalu banyak kalori?”

“Jangan mencoba menerapkan apa yang ada di manga pertempuran ke dalam kehidupan sehari-harimu.”

“Tapi jika tidak, akan sulit bagiku untuk menahan diri untuk tidak memakannya…jadi, eh… bentar… mungkin karena aku sangat menyukai ramen. Yap, sepertinya aku sangat menyukai ramen!”

“Bagus dong kalau begitu.”

“Tidak tahu juga sih, sudah 3 tahun aku tidak makan ramen.”

“Seriusan!?”

Kehidupan seperti itu, aku pasti sudah pasti jika menjalaninya. Tetapi jika aku ingat-ingat lagi, terakhir kali kami memesan makanan di sini, Kasumi memesan berbagai macam hidangan yang mengejutkan. Walaupun katanya dia sering memakannya, tetapi sepertinya dia tidak pernah mengatakan mana yang dia sukai, bahkan waktu itu dia menunjukkannya dengan ‘yang ini edisi terbatas lho’. Aku tidak begitu memikirkannya pada saat itu, tetapi sekarang setelah aku memikirkannya lagi, mungkin ada sesuatu yang tidak aku sadari.

“Aku telah memutuskan...! Miru Kasumi, akan makan ramen hari ini.”

“Kalau begitu, aku juga sama.”

“Hah──!? Bagaimana bisa kamu melakukannya semudah kamu bernapas sementara orang disampingmu begitu bertekad dalam memutuskannya!?”

“Kasumi, metaforamu itu lucu ya.”

“Apakah itu sebuah pujian!?”

Yah, semuanya terserah Kasumi untuk menangkapnya.

 

Setelah itu, kami memakan ramen yang sudah kami pesan, dan melewatkan waktu tersenyum satu sama lain dengan Kasumi, yang mulai menyeruput ramennya dengan mata berbinar-binar. Lalu kami kembali ke peragaan busana lagi.

Kami kemudian pindah ke kamar gamenya dan bermain game untuk bersantai, dan ketika aku bertanya, “Kasumi suka game pertarungan ya?”, dia menjawab “Yah, rasanya menyenangkan untuk menang, bukan?”. Aku merasa lega mendengar jawaban lugasnya itu. Tampaknya game adalah satu-satunya hal yang membentuk pondasi dari kepribadian Kasumi.

“Awalnya aku pikir kamu tidak akan bisa menerima kenyataan diriku yang seperti ini. Itulah mengapa aku sangat senang saat Ren-kun menemukan kamar gameku ini dan tidak menjauh dariku.”

Kasumi mengatakannya dan melepas headphone telinga kucingnya, ia lalu tersenyum lembut saat menatap kamar gamenya itu.

“Yah, aku yakin akan ada lebih banyak lagi kedepannya. Hal-hal yang kau sukai.”

“...Mn, itu benar kan. Karena, memang ada lebih banyak lagi.”

Setelah mendengar kata-kataku, Kasumi mendongak dan dengan lembut mengulurkan tangannya ke pipiku. Dalam cahaya LED yang redup dari lampu panel yang dipasang di dinding, wajah Kasumi yang begitu cantik mendekat ke arahku. Aku terkejut dan mencoba mundur, tetapi karena aku bersandar pada kursi game, tidak ada tempat bagiku untuk melarikan diri. Dan terlebih lagi, aku tidak bisa bergerak seolah-olah karena terpana dengan mata Kasumi, yang bersinar memantulkan cahaya.

Kemudian, Kasumi menempelkan dahinya ke dahiku.

“Masukan selesai. Aku akan menjadi lebih menarik lagi mulai sekarang.”

“Huh”

“Mulai sekarang, kamu harus memproduseriku Ren-kun. Buatlah gadis yang kosong ini penuh dengan kenangan. Aku sudah berhenti menjadi idol.”

Aku tidak bisa langsung membalas kata-katanya yang berat itu. Namun, aku tidak ingin melarikan diri, jadi aku tidak memalingkan wajahku darinya.

“Kau tahu, kau menaruh terlalu banyak kepercayaan padaku…”

“Aku memang berharap kamu menyadari itu.”

Kasumi menjauh dariku, dan menyalakan lampu kamarnya.

“Miru sepertinya takut untuk berakting. Sebagian mungkin karena aku tidak memahami perannya karena aku tidak memiliki pengalaman apa pun. Dan di satu sisi aku khawatir kalau aku terlalu berusaha keras untuk memahaminya, aku akan terlalu terbawa ke dalam peran itu dan tidak dapat kembali.”

Dengan lampu yang menyala, ekspresi Kasumi menjadi lebih terlihat. Kasumi terus berbicara dengan ekspresi seolah-olah dia sedang menahan rasa sakit.

“Tapi, itu karena kepribadianku begitu lemah. Bahkan rasa suka dan tidak sukaku sangat tidak jelas. Dan aku tidak ingin membayangkan diriku menjadi lebih kosong lagi, jadi aku selalu berusaha untuk tidak memikirkannya dan itulah sebabnya aku begitu kacau seperti ini.”

Setelah mengatakannya, Kasumi meraih tanganku dan meremasnya dengan kedua tangannya.

“Tetapi sekarang, aku telah mengambil keputusan. Aku siap untuk hidup sebagai diriku sendiri. Jadi tolong, tetaplah berada di sisiku mulai sekarang. Kamu adalah produser pribadiku!”

“Ah, mn. Serius, serahkan padaku.”

Tanpa ku sadari, suara itu keluar dari tenggorokanku.

Kali ini, aku tidak melarikan diri. Aku menerima tekad Kasumi.

“Hahaha, kenapa kau kaku sekali.”

“Entahlah, ya sekalian untuk bersiap-siap kan.”

“Aku jadi tertawa seperti seorang produser. Tapi, sepertinya aku menyukainya.”

Entah apakah ini karena kita lebih dekat dari biasanya, atau karena sudah lama kita tidak sedekat ini. Aku harap dia tidak menyadari kalau wajahku sedang memanas, dan bersikap di luar karakterku.

 

***

 

Sejak hari itu dan seterusnya, Kasumi menjadi tertarik dengan berbagai hal, dan mulai berusaha untuk menilai suka dan tidak sukanya dengan kehendaknya sendiri. Masih segar dalam ingatanku kalau aku sampai harus menghubunginya ketika dia kunjung kembali setelah pergi keluar untuk membeli sesuatu, dan dia mengatakan dengan nada yang sedih kalau dia tidak bisa memutuskan apa yang ingin dia minum.

Aku pikir dia selalu minum Pocari karena dia menyukainya, lalu aku pun mengatakan kepadanya “Kau boleh balik kapan saja, pokoknya aku tungguin.”, dan sekitar sepuluh menit kemudian, Kasumi kembali membawa susu stroberi dengan kemasan yang berisik dan sepertinya mengandung banyak zat aditif. [TN: Aditif bukan adiktif ya, aditif itu zat tambahan dalam makanan yang biasanya buat pengawet. Kalau adiktif itu baru zat yang bikin kecanduan, kayak narkoba.]

“Sepertinya itu malah akan membuatmu semakin haus setelah meminumnya.”

“Mn, tapi tidak apa-apa. Aku menyukainya.”

Kasumi tersenyum saat mengatakannya dan dia terlihat sangat puas. Ekspresinya terlihat seratus kali lebih manusiawi dibanding saat dia meminum Pocari dengan ekspresi kosong di wajahnya. Dan Kasumi, sambil meremas kemasan susu stroberi yang telah selesai diminumnya, mengatakan sesuatu seperti ini.

“Aku pernah memerankan tokoh utama wanita dalam drama sekolahku sebelumnya. Tetapi aku hanya memerankannya seperti seharusnya saja. Aku tidak pernah memikirkan tentang resiko dari datang terlambat, atau dibully di kelas dan semacamnya. Itu adalah dunia yang tidak aku pahami.”

“Yah, kau selalu memprioritaskan pekerjaan kan, makanya jadi jarang sekolah.”

“Mn. Makanya aku tidak mau Ren-kun melihat diriku yang sekarang.”

Kemudian, dia tersenyum pahit.

“Jadi, akhir-akhir ini aku berpikir kalau aku seharusnya tidak menjadi orang yang bodoh dan diam saja. Karena, aku bisa berakting dalam drama romantis tanpa mengetahui bagaimana rasanya mencintai seseorang.”

Ia mengubah ekspresinya dan menanyakan jika hal tersebut benar-benar buruk.

Kata-kata Kotono sebelumnya, “Bukannya dia tidak bisa berakting, hanya saja dia tidak mengatahuinya” pun kembali teringat di benakku. Keadaan Kasumi saat ini mungkin sama denganku, di mana aku tidak tahu apa yang harus dilakukan karena aku tidak memiliki pengalaman sehingga aku tidak bisa memberikan instruksi seperti sutradara dengan baik.

“Sebenarnya, aku hanya ingin melakukan apa yang bisa aku lakukan dengan baik. Jika aku bisa melakukannya, maka membentuk fondasiku dan berperan sebagai hantu akan seperti mimpiku yang menjadi kenyataan. Jadi yang pertama, aku akan mencoba untuk bersenang-senang selama menjalaninya!”

“Yap, itu bagus. Kita harus bersenang-senang saat melakukannya.”

“Hahaha. Aku ingin tahu kapan kosakata sang sutradara Ren-kun akan berkembang.”

“Iya maaf, aku tidak bisa melakukannya dengan baik.”

“Huum, tidak apa-apa. Ren-kun ternyata punya beberapa kekurangan juga ya.”

“…Kau menantangku?”

“Tidak, tidak. Kalau kamu sempurna, kamu tidak akan membutuhkan bantuanku. Aku hanya lega ternyata masih ada ruang untukku.”

“…Apa maksudmu itu.”

Kalau dia mengatakannya seperti itu, maka aku juga bisa sampai di titik ini berkat bantuan Kasumi. Jika bukan karena Kasumi, aku tidak akan mengerahkan seluruh liburan musim panasku yang berharga untuk sebuah film yang bahkan aku tidak tahu apakah itu benar-benar tepat untukku atau tidak.

Selain itu, ada satu hal lagi yang masih kurang pada diriku saat ini. Dan menurutku, bahkan lebih fatal dari kurangnya pengalamanku.

────Pada dasarnya, aku tidak terlalu tertarik dengan orang lain.

Nyatanya, karena Kasumi, aku jadi mencoba untuk memahami perasaan dalam peran tersebut, tetapi aku tidak bisa mengingat dialognya sama sekali. Aku jadi menyadari permasalahan ini ketika Kotono menyatakan, “Bukankah itu karena kamu memang tidak tertarik dengan orang lain?”. Ketika aku memikirkannya kembali, aku sadar kalau aku selalu sibuk dengan diriku sendiri sehingga aku tidak pernah mengingat apa yang orang-orang suka. Aku bahkan tidak yakin bisa mengingat nama-nama mereka karena aku berinteraksi dengan mereka hanya berdasarkan suasana hatiku saja. Tanpa LIME dan aplikasi kalender, aku sangat sulit mengingat ulang tahun seseorang.

Seingatku, Kotono pernah berkata padaku, “Mengapa kamu tidak bisa mengingatnya? Mengapa kamu tidak bisa mengingat hal-hal seperti itu?”. Aku tidak menganggapinya dengan serius saat itu, tetapi sekarang setelah aku memikirkannya kembali, hal tersebut benar-benar terjebak di dalam pikiranku.

Jika aku memikirkannya kembali, aku bukanlah orang yang tepat untuk menjadi produser pribadi Kasumi. Sampai sekarang, aku memang sering membantu orang lain, seperti membantu dalam kegiatan klub atau semacamnya, tetapi semua itu aku lakukan hanya karena aku berpikir aku bisa melakukannya. Sanggupkah seseorang sepertiku menghasilkan Kasumi yang baru. Dan aku tidak tahu apakah aku sanggup menjadi sutradara dalam drama kehidupan.

“...Aku harus memperhatikan orang lain selain diriku sendiri juga.”

“Tiba-tiba saja ini jadi seperti sesi renungan, bukan? Tapi, bagus deh kamu jadi bisa menemukan hal yang bisa kamu renungkan begitu! Dan baguslah, kita jadi bisa mengakui kesalahan kita!”

“Yap, tentu saja. Yo, semangat!”

“Jangan terlalu bersemangat begitu. Btw, Kotono-chan luar biasa, bukan? Dia adalah aktris yang baik.”

Hal tersebut mengingatkanku pada Kotono yang selalu berkata, “Aku tidak cukup bagus melakukannya.”. Dia sering mengatakan hal itu, mungkin karena kerendahan hatinya, tetapi akting Kotono sangat bagus sehingga sulit untuk dipercaya kalau dia tidak memiliki pengalaman berakting. Bahkan dengan mata yang tidak terlatih sepertiku, aku bisa memahaminya. Dan bahkan Kasumi, yang sudah melihat aktor dan aktris sungguhan, juga mengatakan demikian, jadi aktingnya pasti memang sangat bagus.

“Haa... Aku kehilangan kepercayaan diri.”

“Yah, Kotono memang bagus, tapi itu juga karena dia sudah biasa menjalani kehidupan sekolah yang normal.”

“Iya benar sih. Tapi karakter yang Kotono perankan itu gadis yang tidak punya teman, tidak pandai berbicara, dan selalu berada di pojok perpustakaan, kan? Peran itu benar-benar berkebalikan dengan Kotono-chan. Dia itu siswa teladan, dicintai semua orang di kelas, dan selalu menjadi pusat diskusi juga.”

“...Iya juga sih.”

Kotono adalah seorang siswa yang tenang dan berprestasi, tetapi di balik layar dia adalah fans berat idol yang sangat antusias. Aku kira hanya itu saja yang ada pada diri Kotono, tapi mungkin tidak.

Aku pun menghirup udara musim panas yang hangat, sembari mendengarkan suara cicada yang sudah akrab di telingaku.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter || 

0

Post a Comment



close