[Bagian 1]
Dia sudah memutuskan untuk menghabiskan semua waktu yang ada, entah itu waktu bersantai mereka di apartemennya, waktu istirahat di sekolah atau waktu luang lainnya, untuk membantu Shino belajar.
Sampai-sampai hal itu tampak sedikit berlebihan. Bahkan di dalam kelas, teman-teman sekelas mereka mulai membicarakannya juga.
'Hei, Yuizaki-san adalah siswi reguler di kelas tambahan, tapi itu sepertinya bukan urusannya ...'
'Sepertinya Fujiwara membantunya belajar sambil membuat wajah menakutkan, tapi bisakah dia..? Apa dia hanya mencoba untuk terlihat baik hanya karena dia pacar Yuizaki?'
'Dia tanpa ragu-ragu akan memberikan jawaban yang benar secara instan ketika dipilih di kelas dan dia juga diam-diam membantu Yuizaki-san ketika dia dalam kesulitan saat guru menunjuknya dari waktu ke waktu. Jadi, Fujiwara-kun pasti cukup pintar, bukan?'
"Benarkah? ...Sohib, aku juga ingin membantu Yuizaki belajar. Seperti, biarkan aku membantumu belajar keterampilan praktis yang satu ini di kelas PE. Guhehe.'
'Otak mesum lu. Bukankah itu sebabnya kau tidak bisa mendapatkan pacar? Belajarlah dari Fujiwara-kun. Dia tidak terlihat seperti sedang memikirkan hal-hal cabul.'
'Kupikir seseorang seperti Fujiwara punya kesempatan besar untuk menjadi seorang yang cabul.'
'Eww... Kecemburuanmu bocor mencoba untuk menjatuhkan reputasi pacar seseorang seperti itu. Itu membuatku takut. Kepribadianmu sangat mengerikan sampai aku merinding.'
'Ini tidak seperti aku mencoba menjatuhkan reputasi Fujiwara atau semacamnya!'
'Shino itu bodoh. Jadi, kupikir itu mustahil tidak peduli seberapa keras Fujiwara mencoba. Sama sekali tidak ada gunanya melakukan apa pun untuk kelas tambahan reguler seperti kita.'
'Shino, itu adalah nama boneka terbesar dalam korps boneka kita.'
Sandai juga sadar bahwa mereka sedang dibicarakan oleh lingkungan sekitar mereka. Namun, kecemasannya yang samar-samar tentang tidak memiliki cukup waktu begitu besar sehingga ia tidak memiliki waktu luang untuk peduli tentang pandangan orang terhadap mereka.
Sebaliknya, sekarang ini lebih penting untuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan lebih banyak waktu belajar untuk Shino.
Sandai berpikir saat ia melihat Shino sedang bermain game menatap dengan buku teks dan buku tugas.
Dengan satu atau dua hari berlalu, ketika Sandai melihat kereta api yang sedang berjalan melalui jendela ruang kelas, sebuah ide melintas di benaknya.
"Aku tau... Ini bisa memberikan lebih banyak waktu untuk belajar. Ini sangat sederhana. Shino, bolehkah aku minta waktu sebentar?"
"...Aku melakukan apa yang kamu katakan padaku, oke? Aku tidak bermalas-malasan, oke? Aku memberikan yang terbaik."
"Aku bisa tahu itu hanya melihatmu. Ini bukan tentang itu. Tolong dengarkan.. Mulai hari ini, aku akan mengantarmu ke rumahmu dan bukan ke stasiun."
Shino menatap kosong pada usulan Sandai yang tiba-tiba.
"....Eh? Ada apa tiba-tiba? Aku akan senang kalau kamu mau mengantarku sampai ke rumah, tapi... Kupikir ini hanya akan merepotkanmu saja. Kamu mungkin akan pulang kemalaman.."
Sandai juga tahu bahwa Shino membutuhkan waktu 1 jam untuk pergi ke sekolah dengan kereta sendirian dan sekitar 2 jam untuk perjalanan pulang pergi, tetapi tawaran itu juga untuk alasan ini.
Jadi Sandai segera menjawab, "Aku tidak keberatan."
"Uwh... nn."
Terlihat cemas, Shino mengerutkan kening, melipat tangannya dan cemberut. Dia tampaknya sedang memikirkan sesuatu.
"Kau keberatan jika aku mengantarmu sampai ke rumahmu, ya?"
"B-Bukan begitu. Hanya saja, aku sudah pernah memberitahumu, kan? Rumahku itu bisa memakan waktu 1 jam hanya dengan kereta... itu di pedesaan melewati pinggiran kota..."
Tampaknya kekhawatiran Shino adalah bahwa rumahnya tidak berada di daerah perkotaan dan entah bagaimana Sandai mulai mengerti apa yang dipikirkan Shino.
Shino mungkin memikirkan hal seperti itu, apa yang harus dilakukan jika dia mengolok-oloknya dan apa yang harus dilakukan jika dia kecewa.
Namun, Shino juga harus tahu bahwa Sandai bukanlah tipe pria yang akan peduli tentang hal itu. Bisa dikatakan, dia hanya khawatir dan merasa cemas tentangnya.
Pada saat seperti ini, akan lebih baik untuk segera menyingkirkan kecemasannya.
"Pedesaan? Bagaimana dengan itu?"
Setelah Sandai menyampaikan bahwa ia tidak akan peduli di mana pun rumahnya, Shino menghembuskan nafas lega karena telah menerima dorongan terakhir. "Um, kamu benar-benar tidak peduli tentang itu, ya.. Kurasa aku akan menerimamu kalau begitu."
Sandai tersenyum dan kemudian Shino tersenyum lebar dan indah. Tampaknya sebagai seorang gadis, Shino juga senang pacarnya mengantarnya ke rumahnya.
Namun demikian, bahkan Shino akan menyadarinya lebih cepat-bahwa ini adalah tiket sekali jalan ke neraka...
Post a Comment