-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kutabire Salarymen no Ore, 7nenburi ni Saikai shita Bishoujo V1 Chapter 4

Chapter 4 - My Feelings for You are in The Company Trip

Pada suatu hari di bulan Oktober, aku sedang berada di meja kerja, mengetik keyboard, tetapi pikiranku melayang memikirkan hal lain selain pekerjaan. Meskipun sudah mencoba membuat beberapa rencana kencan sejak saat itu, aku masih belum bisa menemukan ide yang bagus. Sebagai contoh, sulit untuk menentukan kencan makan malam.

Awalnya aku membayangkan sebuah restoran Prancis yang mewah dengan pemandangan malam yang indah. Namun, pasanganku sendiri masih seorang siswa SMA dan mungkin dia bisa lebih nyaman menikmati restoran umum daripada restoran yang dikunjungi orang dewasa. Makan malam juga bukanlah satu-satunya masalah. Aku juga memikirkan ke mana sebaiknya kami pergi saat di siang hari.

Dari sudut pandang siswa, mungkin karaoke adalah jawabannya. Akan tetapi, menurutku terlalu aneh bagi orang dewasa untuk mengajaknya ke karaoke. Tidak, Aoi sepertinya tipe orang yang tidak menyukai tempat yang ramai. Akan lebih baik jika aku bisa mendengar keinginan Aoi, tetapi aku tidak tahu apakah dia mau mengutarakan pendapatnya dengan jujur.

Dengan berbagai pertimbangan itu, sulit untuk memutuskan ke mana harus pergi kencan. Saat itu juga, aku menyadari bahwa berpacaran dengan gadis yang memiliki perbedaan usia ternyata sangat sulit. Aku menghela napas dan melihat jam dinding di kantorku. Saat itu sekitar pukul 12.00.

"Sudah waktunya makan siang, ya?" Aku berdiri dari tempat duduk untuk beristirahat dari pekerjaanku.

Hari ini, aku telah memutuskan di mana aku akan makan siang, yaitu makan miso ramen di cafetaria gedung kantor. Anehnya, entah kenapa aku sangat ingin memakan miso ramen di sana. Saat memasuki kafetaria, tempatnya masih sepi pembeli dan kursi-kursi yang kosong terlihat mencolok. Wajar, karena baru saja melewati waktu makan siang dan tempat ini baru akan ramai mulai sekarang. Kemudian, aku membeli tiket makan dan memesan miso ramen. Setelah menerima pesananku di atas nampan, aku duduk di kursi yang kosong.

"Oh, kebetulan sekali, Yuuya-kun. Bolehkah aku duduk di sebelahmu?" Chizuru-san memanggilku. Di atas nampan yang dipegangnya terdapat katsudon, salah satu menu yang populer.

"Tentu. Apakah Anda juga makan siang sendirian, Chizuru-san?"

"Hah? Apa aku ini terlihat lajang?"

"Aku tidak mengatakan itu, tahu?! Aku cuma bertanya apakah Anda datang ke cafetaria sendirian!"

"Ups, maaf. Aku pasti salah dengar."

Kemudian, Chizuru-san duduk di sebelahku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Akhirnya, aku sendiri mulai mengatakan sesuatu yang sensitif. Bagaimana aku harus menanganinya?

"Ayo, Yuuya-kun. Ayo kita makan sebelum dingin."

"Ya. Itadakimasu!"

Aku mencicipi miso ramen yang masih panas mengepul. Rasa kuahnya yang lezat memenuhi mulutku. Mie kritingnya juga enak, menyatuh bersama kuahnya dan bertekstur kenyal. Ketika aku sedang menikmati makanan, aku melihat Chizuru-san yang sedang bermain smartphone kantor di sebelahku.
 
"Anda juga bekerja saat istirahat makan siang? Terima kasih atas kerja keras Anda."

"Tidak. aku hanya memeriksa email internal sebelumnya. Aku juga beristirahat saat makan siang, tahu."

"Tetapi Anda sedang membaca email, kan? "

"Hanya pemberitahuan biasa. Lihat ini." Chizuru-san menunjukkan smartphone-nya kepadaku.

Pada layar terpampang email. Judulnya adalah "Pemberitahuan Karyawisata bersama Keluarga". Email itu sudah lama dikirim, dan aku ingat pernah melihatnya juga. Tampaknya, tahun ini objek karyawisatanya adalah pemandian air panas. Pada saat ini, perusahaan kami, terutama bagian Departemen Urusan Umum, menyelenggarakan perjalanan karyawisata, mungkin untuk menghormati para karyawan. Perjalanan itu pun berlangsung selama dua hari satu malam, yakni pada hari Sabtu dan Ahad.

"Yuuya-kun, kamu tidak pernah mengikutinya setiap tahun. Apa yang akan kamu lakukan tahun ini?"

"Hmmm, rencananya tidak akan pergi, sih."

"Kamu yakin? Batas waktu pendaftaran adalah akhir pekan ini, lho?"

Chizuru-san mengatakan hal ini sambil melihat informasi karyawisata di smartphone-nya. Alasan utama aku tidak mengikutinya adalah karyawisata itu bersama keluarga, sedangkan aku tidak memiliki pasangan dan melelahkan rasanya saat memperhatikan para keluarga rekan kerjaku.

Setelah memikirkan hal itu, tiba-tiba wajah Aoi terlintas di benakku. Aku penasaran apakah Aoi akan senang jika aku mengajaknya dalam karyawisata perusahaan. Dalam karyawisata, tempat-tempat yang akan disinggahi akan ditentukan. Di sisi lain, aku tidak perlu terlalu memikirkan tentang "sudut pandang siswa", dan bisa menemukan restoran atau tempat kencan dalam jangkauan aktivitasku.

Namun masalahnya adalah, ada risiko bahwa Aoi mungkin akan ketahuan kalau dia adalah teman satu tempat tinggalku. Juga, sulit rasanya orang-orang akan memaklumi ada seorang pria pekerja yang hidup bersama gadis SMA. Di atas semua itu, ada kemungkinan Aoi akan ragu-ragu, sehingga tidak mudah untuk membawanya dalam karyawisata perusahaan.

"Yuuya-kun. Mengapa kamu tidak bergabung dengan kami sekali saja, seolah-olah kamu dikerjai, begitu? Ini menarik, karena perusahaan yang menanggung biaya perjalanan. Terlebih lagi, kamu bisa mendapatkan bonus minuman gratis di ruang perjamuan saat makan malam. Luar biasa, kan?"

"Ha-ha, jadi begitu, ya …. Ehm, apakah ada banyak karyawan yang membawa keluarganya?"

"Ada beberapa, sih. Tapi, kupikir ada lebih banyak orang lajang sepertiku. Jadi, kamu tidak perlu merasa terlalu terkekang? Eh … apakah kamu tadi memanggilku lajang?"

"Tidak, aku tidak mengatakan apa-apa, oke? Baiklah, aku akan mencoba memikirkannya dulu."

"Memikirkan tentang hal ini? Kamu aneh. Apa sih yang membuatmu khawatir? Haha?" katanya curiga.

"Apaan, dah?"

"Jadi, kamu kepikiran mau mengajak Aoi-chan dalam karyawisata perusahaan, kan? Kamu itu, sangat menyukainya, kan?"

Bagaimana dia bisa membaca pikiranku? Selain itu, dia tahu betapa aku menyukainya. Apakah hal itu tertunjukkan dengan mudahnya dalam raut wajahku?

"Um, ini ide yang buruk?"

"Maksudmu, tentang mengajak Aoi dalam karyawisata ini? Benar sih, kalau kalian itu bukan keluarga, tetapi kuyakin akan baik-baik saja. Lagi pula, perusahaan kita tidak terlalu ketat."

"Bukan. Bukan itu yang kumaksud …."

"Hmm. Sepertinya kamu punya masalah. Jangan sungkan untuk membicarakannya denganku."

"Begini, seandainya aku dan Aoi ikut serta dalam perjalanan ini, tentu akan menarik perhatian, kan? Para karyawan akan terkejut bahwa aku, seorang pria yang belum menikah, membawa seorang gadis SMA bersamaku. Aku khawatir mereka akan mengetahui hubungan kami."

"Tidak masalah. Itu hanyalah hal yang sepele."

"Tapi, aku juga tidak ingin ada gosip yang menyebar di tempat kerja. Aku yakin Aoi juga akan khawatir dan menahan diri untuk ikut."

"Huh. Kamu harus sedikit lebih jujur pada diri sendiri." Chizuru-san menghela napas dan kemudian tersenyum lembut.
"Dengar, Yuuya-kun. Jangan khawatirkan hal-hal membosankan itu!"

"Membosankan?"

"Aku paham alasan kamu merasa khawatir. Tetapi jangan mengabaikan hal- hal terpenting dengan mengkhawatirkan apa yang dipikirkan orang lain."
 

"Apa yang terpenting?"

"Ya. Yang terpenting adalah perasaan Aoi dan keinginanmu. Apa yang akan membuatnya bahagia? Dan apa yang ingin kamu lakukan. Itulah yang paling penting. Tidakkah kamu setuju?"

"Itu …."

"Jangan khawatirkan kami para karyawan. Utamakan kebahagiaanmu sendiri. Aku juga akan membantumu. Perkenalkan saja Aoi-chan sebagai seorang kerabatmu. Aku akan berbicara dengan kenalanku di bagian Departemen Urusan Umum dan mengatur agar dia dapat bergabung dalam perjalanan ini."

(TLN: The power of orang dalam ….)

"Chizuru-san, terima kasih banyak …."

"Tidak masalah. Kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku. Hanya menemaniku minum-minum saja, itu sudah cukup."

Setelah mengatakan itu, Chizuru-san menggigit potongan daging babi. Biasanya orang yang sedikit jahil, tetapi dia selalu membantu bawahannya yang bermasalah secara langsung ketika mereka membutuhkan bantuan. Senioritasnya yang seperti inilah yang membuatku menghormatinya.

"Chizuru-san. Aku akan mendiskusikannya dengan Aoi hari ini. Seandainya dia ingin pergi—Tidak. Aku yakin dia pasti ingin pergi, jadi aku akan memastikan membawanya dalam karyawisata ini."

"Ya. Lakukanlah. Aku menantikan kabar baik darimu. Ngomong-ngomong Yuuya-kun. Mi kamu sudah terlalu lembek."

"Apa?!!"

Aku buru-buru melihat ke dalam mangkuk. Rupanya, mi sudah menyerap kuah sehingga menjadi lebih kental. Aku coba mencicipinya. Yah, kelezatan mi kritingnya sudah sirna.

"Oh. Miso Ramen, padahal aku sangat menantikannya."

"Jangan terlalu sedih. Ini, ambil sepotong potongan daging babiku. Itu akan menjadi miso dengan tambahan daging yang sempurna."

"Tidak, tidak akan!" Sambil tertawa, aku menghabiskan sisa mi-ku.

Sekarang, membawa Aoi dalam karyawisata perusahaan tampaknya bukan masalah. Satu-satunya hal yang tersisa adalah apakah Aoi akan bahagia atau tidak. Aku akan berbicara dengannya nanti segera setelah tiba di rumah. Selama sisa waktu istirahat, aku meminjam smartphone Chizuru-san dan menghabiskan sisa waktu untuk membaca informasi tentang karyawisata perusahaan.



"Aku pulang!"

"Selamat datang di rumah, Yuuya-kun."

Ketika aku pulang ke rumah, Aoi berlari menghampiriku.

"Berbahaya kalau kamu berlari. Apa kau sangat merindukanku?"

"B-Bukan seperti itu. Baka!"

Kemudian, Aoi berkata, "aku akan mengambil tasmu," sambil merebut tas kerjaku. Rasa malunya terlihat jelas sekarang.

"Yuuya-kun. Apakah kamu ingin makan atau mandi?"

"Aku lapar, dah. Bolehkah aku makan malam dulu?"

"Tentu saja. Aku akan menyiapkannya sekarang."

"Hei, Aoi. Ada sesuatu yang perlu kubicarakan denganmu."

"Apa itu?" Aoi menjawab sambil mencari sesuatu di dalam kulkas.

"Maukah kamu pergi liburan ke suatu tempat bersama?"

"Berlibur? Kedengarannya bagus. Ke mana kamu ingin pergi?"

"Misalnya, karyawisata perusahaan ke pemandian air panas."

"Karyawisata perusahaan ke pemandian air panas?"

Boom! Pintu lemari es tertutup dengan kuat. Aoi berbalik dengan matanya yang berbinar-binar. Dia segera berlari ke arahku dan mendekatkan wajahnya kepadaku.

"Kamu serius?"

"Umm, ya. Namun, ini akan menjadi karyawisata bersama keluarga, dan akan ada banyak orang lain di sini."

"Aku tidak keberatan kok meskipun itu karyawisata perusahaan bersama keluarga! Aku dengan senang hati melakukan apa asalkan bisa pergi berlibur bersama Yuuya-kun!"

"Oh, begitu. Aku turut senang. Lagi pula, kita belum pernah pergi jauh dari rumah sejak kita hidup bersama, jadi kupikir ini akan sempurna."

"Yuuya-kun, terima kasih telah mengajakku pergi! Bepergian bersama seseorang yang aku cintai itu seperti mimpi! Aku sangat bersemangat sampai-sampai rasanya tidak bisa tidur malam nanti! Pasti, tidak akan bisa tidur dengan nyenyak!"

"Ya, aku mengerti. Mari kita tenang sedikit. Oke?

"Aku tidak bisa tenang! Karena, aku bisa melakukan karyawisata perusahaan bersama Yuuya-kun …. Ahh!" Aoi tersadar dan mengambil langkah mundur untuk menjauhkan diri, lalu lanjut berkata, "Umm … sepertinya aku tidak bisa mengikutimu." Aoi tertawa gelisah dan menggaruk pipinya dengan jari.

Sepertinya ada yang aneh dengan sikap Aoi. Dia sangat antusias beberapa menit yang lalu, tetapi sekarang dia tiba-tiba menahan diri.

"Mengapa? Katakan padaku alasannya," tanyaku.

"Hubunganku dengan Yuuya-kun masih menjadi rahasia di tempat kerja, kan? Jika aku ikutan, aku bakalan menjadi pusat perhatian dan menimbulkan masalah. Skenario terburuknya, mereka mungkin akan mengetahui bahwa kita hidup bersama."

Jadi itulah yang dia khawatirkan. Kusangka Aoi sudah tidak terlalu sungkan akhir-akhir ini, tetapi sepertinya dia masih merasa ragu untuk meminta sesuatu yang besar. Setelah melihat Aoi begitu bahagia, mustahil aku menerima pembatalannya sekarang. Apapun yang dikatakan Aoi, aku akan membawanya dalam karyawisata itu.

"Jangan khawatirkan tentang hal itu. Akuu akan memperkenalkanmu sebagai kerabatku."

"Tapi, bukannya hal itu akan meningkatkan risiko ketahuan? Aku tidak ingin Yuuya-kun kerepotan."

"Hei, Aoi. Sejak aku hidup bersama Aoi, tidak pernah sedikitpun aku merasa kamu merepotkanku. Faktanya, setiap hari terasa menyenangkan dan aku senang kita bisa hidup bersama."

"Yuuya-kun."

"Jadi, jangan pernah sungkan. Kamu boleh melakukan apapun yang kamu mau dan mengatakan apa yang ingin kamu katakan. Kebahagiaanmu itu adalah kebahagiaanku juga. Setuju?"

"Tidak pernah terbayangkan olehku kalau kebahagiaanku adalah kebahagiaan Yuuya-kun. Hal yang kupikirkan hanyalah bagaimana bisa berguna. Tapi, memang tidak ada artinya jika kita berdua tidak bahagia, kan? Aku memang sangat bodoh." Mengatakan hal itu, Aoi tertawa pahit.

"Yuuya-kun adalah orang yang baik hati, kamu tidak akan berkomentar apapun meskipun kamu tidak puas hidup bersamaku. Itulah alasan … aku merasa sedikit khawatir. Maafkan aku."

"Sedikitpun, aku tidak punya keluhan. Sebaliknya, aku sangat ingin terus hidup bersama Aoi mulai sekarang."

"Kita akan terus hidup bersama? … Kyu, jangan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang memalukan. Baka!" Aoi yang wajahnya memerah, memukul lenganku untuk menyembunyikan rasa malunya.

Mungkin, aku telah mengatakan sesuatu yang aneh karena perasaan cintaku padanya mengalir mendahuluiku. Bahaya! Kalimat tersebut, tergantung bagaimana orang menafsirkannya, bisa saja menjadi sebuah lamaran.

"Hei, aku minta maaf saya mengatakan sesuatu yang aneh. Jadi, aku ingin mengajakmu pergi lagi Aoi. Aku ingin kamu bergabung denganku dalam karyawisata perusahaan."

"Serius, apakah aku boleh ikut?"

"Ya. aku ingin pergi bersama Aoi."

"Kalau begitu, aku akan menerima kata-katamu … aku ingin ikut dalam karyawisata ini!"

"Syukurlah. Jika kamu punya permintaan lain, aku akan mendengarkannya. Katakan saja padaku."

Aku bertanya kepadanya, tetapi seperti yang sudah kuduga, dia tampaknya tidak mau langsung berterus terang. Begitulah, tetapi tiba-tiba Aoi bergumam, seakan-akan ingin mengatakan sesuatu.

"Selama perjalanan itu … aku ingin kamu meluangkan waktu untuk kita berdua saja. Boleh?"

Aoi memohon dengan tatapan menggemaskan di matanya. Ini dia, dia bisa bersikap manja tanpa sadar. Terlalu imut, sampai membuat kepalaku berkunang-kunang. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menolak permintaannya yang begitu menggemaskan itu.

"Oke. Karena aku punya waktu luang, maka kita bisa menghabiskan waktu berdua saja."

"S-Serius? Kamu tidak keberatan."

"Tentu saja."

"Um, um... Lalu, bolehkah aku menanyakan satu hal lagi?"

"Mood-mu sedang bagus, ya. Okelah, katakan saja?"

"Aku ingin kita berkencan. Kencan yang menyenangkan, mesra, dan yang seperti orang dewasa lakukan."

Permintaannya sangat abstrak. Akan tetapi, itu wajar. Karena aku hanya mengatakan kepadanya ingin melakukan karyawisata ke pemandian air panas, tidak memiliki gambaran aktivitas yang jelas. Namun, aku akan menjawabnya dengan tegas.

"Kencan yang menyenangkan, mesra, dan yang seperti orang dewasa lakukan, ya? Baiklah, aku akan memikirkannya."

"Silakan, fufu … aku menantikannya." Aoi tersenyum dan membuka kulkas sembari bersenandung lagi.

Baiklah. Aku akan sibuk mulai sekarang. Aku harus melakukan persiapan yang tepat dan memastikan bahwa kami bisa memiliki "Kencan yang menyenangkan, mesra, dan yang seperti orang dewasa lakukan".

Lalu satu hal lagi, aku ingin menghilangkan kecemasan dalam pikiran Aoi dalam perjalanan ini. Meski sudah banyak mengalami kemajuan, tetapi Aoi masih sedikit kekhawatiran terhadapku. Aku ingin dia tahu bahwa tempat tinggal ini adalah tempat dia hidup bersamaku dan dia tidak perlu ragu untuk mengungkapkan keinginannya. Lalu, yang harus aku lakukan demi meredakan kecemasan Aoi? Aku sudah memiliki jawabannya. Aku akan mengatakan bahwa aku mencintainya saat karyawisata nanti.

"Ku yakin, dia akan senang," gumamku pelan agar Aoi tidak mendengarku.



Sekarang adalah akhir pekan ketika registrasi karyawisata perusahaan berhasil diselesaikan. Waktu menunjukkan pukul 13:00. Aku berada di pintu masuk untuk mengantar Aoi yang akan berbelanja dengan Rumi hari ini.

"Kalau begitu, aku pergi dulu."

"Oke. Hati-hati ya …. Kamu terlihat cantik dengan pakaian itu."

Dia mengenakan jumper putih yang lembut dan rok panjang berwarna merah muda pucat. Sederhana, tetapi menurutku itu sangat menawan.

"B-Begitu. Terima kasih."

Aoi memegang roknya erat-erat dan mengucapkan terima kasih dengan malu-malu. Sikap teman satu tempat tinggalku yang malu-malu itu menggemaskan. Kemudian, aku memandangnya pergi sambil tersenyum di dalam hati. Pintu depan berderik saat ditutup. Aku kembali ke kamar dan mengangkat smartphone.

"Fiuh ... aku gugup." Aku membuka daftar kontak di smartphone-ku dan membuka halaman Bibi Ryoko.

Perbedaan waktu antara Australia dan Jepang adalah sekitar satu jam. Di sana masih siang hari. Tidak akan mengganggunya jika aku meneleponnya sekarang. Aku memutuskan untuk menelepon pada saat Aoi pergi karena aku tidak bisa membiarkan Aoi mendengar panggilan ini.

"Fuuu haaa … oke." Aku menarik napas dalam-dalam dan mengetuk layar. Setelah beberapa nada dering, Bibi Ryoko-san mengangkat teleponku.

"Hai, Yuuya-kun. Apa kabar?" Aku mendengar suaranya yang ceria melalui smartphone. Aku sudah meneleponnya beberapa kali untuk memberikan kabar terbaru, tetapi aku senang mendengar dia baik-baik saja hari ini.

"Ya. Aku dan Aoi baik-baik saja, sama seperti biasanya."

"Begitu. Kalau Aoi, apakah dia akur dengan teman-temannya di sekolah? Umm, Rumi-chan, kan?"

"Benar. Dia juga pergi berbelanja dengan Rumi hari ini."

"Ara~ara. Kalau begitu Yuuya-kun akan merasa kesepian di rumah. Kasihan sekali."

"Ahahah. Iya kasihan sekali, dah …. Oh iya. Aku menghadiri kunjungan kelas Aoi beberapa hari yang lalu "

"Kunjungan kelas?"

"Uwaa! aku sangat terkejut!"

Jangan tiba-tiba berteriak. Itu membuat telingaku sakit.

"M-Maafkan aku. Tapi sebenarnya aku yang terkejut. Aku tidak menyangka Yuuya-kun akan hadir di kelasnya."

"Aku juga ingin tahu bagaimana keadaan Aoi di sekolah. Lagian, aku tidak bisa melihatnya berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya jika di rumah."

"Yuuya-kun, terima kasih banyak. Jadi? Bagaimana Aoi di sekolah?"

"Dia tersenyum dan asyik mengobrol dengan semua orang. Sepertinya dia juga sudah terbiasa dengan sekolah."

"Benarkah?"

"Ya. Dan dia menunjukkan keberhasilan dalam belajarnya. Bahkan, dia dengan mudah menerjemahkan literatur kuno ke dalam bahasa Jepang modern, serius dan tekun dalam belajar."

"Begitu. Haaah, melegakan!"

"Ryoko Obaa-san?"

"Begini. Dia itu orang yang sangat khawatir dengan apa yang dipikirkan orang lain dan tidak terlalu pandai dalam mengekspresikan diri. Aku pun tidak tahu harus berbuat apa seandainya dia tidak cocok dengan lingkungan kelasnya. Selain itu, aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku untuk menghadiri setiap kali kunjungan kelasnya. Bahkan, aku belum pernah melihat Aoi di sekolah dengan mata kepalaku sendiri, tapi aku merasa lega ketika mendengar cerita dari Yuuya-kun."

Bibi Ryoko-san berulang kali mengatakan 'aku sangat senang'. Suaranya penuh kasih sayang dan aku bisa merasakan bahwa dia sangat mengkhawatirkan Aoi.

Aku mengerti. Seperti yang dikatakan Aoi, Bibi Ryoko sangat sibuk sehingga dia tidak punya kesempatan untuk menghadiri acara-acara sekolah seperti kunjungan kelas. Tentu saja dia juga ingin menghadiri kunjungan kelas. Bahkan aku, yang merupakan teman satu tempat tinggal pun, juga khawatir akan hal itu. Sudah pasti kekhawatiran ibunya lebih dari itu. Kalau begitu, aku akan terus meneleponnya dan melaporkan tentang Aoi. Sebagai walinya, sudah menjadi tanggung jawabku untuk menjaganya.

Namun, aku akan menjeda laporan terbarunya untuk sekarang. Aku harus masuk ke topik intinya, karena ada sesuatu yang lebih penting untuk dibicarakan hari ini.

"Um, Ryoko Obaa-san. Aku menelepon hari ini untuk mendiskusikan sesuatu yang penting."

"Ara~ara. Tentang apa? Kuharap bisa membantumu."

Situasinya justru tidak dapat aku selesaikan tanpa bantuan Bibi Ryoko. Dengan gugup, aku perlahan-lahan membuka mulutku, "Ryoko Obaa-san, sebenarnya aku mengajak Aoi untuk ikut serta dalam karyawisata perusahaan." Aku mengatakan niatku dengan tegas.



Hari Senin di awal pekan, aku berangkat pulang kerja tepat waktu dengan tas di tanganku.

"Terima kasih atas kerja kerasnya. Maaf, aku pulang lebih dahulu."

Aku menyapa rekan-rekanku yang masih bekerja dan meninggalkan tempat duduk. Kemudian aku menyadari bahwa Chizuru-san menatapku dan tersenyum.

"Yuuya-kun. Kamu pulang lebih awal hari ini. Apakah kebetulan hari ini adalah hari ulang tahun pacar tercintamu?"

"Tidak, aku tidak punya pacar. Dari sini, aku hanya kepikiran mau berbelanja sendirian."

"Apa-apaan itu?" Chizuru-san, yang sudah siap untuk mengolok-olokku sebelumnya, tiba-tiba mengerutkan alisnya.
"Seandainya kamu punya waktu untuk berbelanja, lebih baik kamu minum-minum bersamaku. Aku merasa kesepian karena kamu menolakku. Ini tidak adil."

"Tidak perlu bilang tidak adil seperti anak manja. Tapi, maaf. Aku ingin membeli hadiah untuk Aoi, jadi aku akan pergi sendiri hari ini."

"Tidak. Hari ini bagus, kok. Aku juga akan pergi denganmu dan mari kita minum setelahnya?"

"Tidak, aku tidak mau. Untuk apa gadis berumur 30-an bersikap manja?"

"Hah? Haruskah aku menguburmu di pantai?"

Cahaya memudar dari mata Chizuru-san, dan mata itu diwarnai dengan kegelapan pekat. Sial, lagi-lagi aku mengatakan sesuatu yang sensitif.

"Um, kumohon biarkan aku sendiri untuk hari ini. Jika ada Chizuru-san, akan sangat memalukan untuk membeli hadiah."

"Grrr, oke. Aku akan bergabung denganmu setelah kamu selesai berbelanja! Kalau begitu tidak apa-apa, kan?! Tolonglah! Aku ini kesepian! Aku perlu minum-minum dengan seseorang!"

"Tidak, terima kasih! Dan jangan berteriak ingin minum di tengah-tengah kantor!"

"Permisi, Chizuru-san. Maaf mengganggu."

Itou-kun, seorang karyawan junior, menghampiri Chizuru-san tepat ketika dia hendak memberikan komentar.

"Hmm Apa itu?"

"Ada bagian dari pekerjaan yang ditugaskan kepadaku kemarin yang tidak kupahami, bolehkah aku meminta Anda untuk membantuku?"

"Chizuru-san, sepertinya Anda sibuk. Kalau begitu, aku izin untuk pergi duluan."

"Eh, Yuuya-kun! Melarikan diri itu curang!"

Aku mengabaikan suara Chizuru-san yang mencela dan membelakangi mereka.

"Grrr … Yuuya-kun .... Oh iya, Itou-kun, apakah kamu ada waktu luang hari ini?"

"Hah? Ya, aku luang setelah ini …."

"Bagus! Kalau begitu, ayo minum-minum bersamaku! Aku akan mentraktirmu minum!"

"Eh, Anda tidak keberatan? Fuhehe, terima kasih!"

Itou-kun tersenyum mesum dan mengucapkan terima kasih. Aku bisa mengerti perasaan melayang-layangnya mendengar ajakan dari atasan yang cantik, tetapi dia belum tahu sifat aslinya yang maniak minum-minum dan sangat sensitif.

"Orang yang pertama kali minum-minum bersama Chizuru-san pasti akan kaget. Semoga berhasil, Itou-kun!" Sambil mendoakan semoga dia beruntung, aku meninggalkan gedung.

Sementara berjalan melintasi kota yang masih sedikit terang, aku memikirkan tentang memilih hadiah untuk Aoi. Rasanya gugup, tetapi jika aku memberinya dengan penuh perasaan, dia pasti akan senang. Aku sudah tidak sabar ingin memberikannya kepada Aoi. Memikirkannya saja sudah membuatku sangat gembira. Ketika aku masih menjadi seorang pekerja yang kelelahan, aku tidak pernah merasa sebahagia ini. Oleh karena itu, aku bersyukur karena jatuh cinta kepada Aoi.

Dengan membayangkan wajah teman satu tempat tinggalku yang imut itu, aku bergegas menuju stasiun.



Waktu berlalu dalam sekejap, dan hari karyawisata pun tiba. Aoi dan aku sedang dalam perjalanan menuju stasiun lokal dengan shinkansen.

"Yuuya-kun. Kita sudah hampir sampai. Ayo bersiap-siap untuk turun."

Aoi sudah gelisah sejak tadi. Dia seperti seorang anak kecil yang sedang pergi bertamasya.

"Ha-ha. Kamu sangat bersemangat, ya."

"B-Bukankah seharusnya memang begitu? Alasan aku sangat menantikan perjalanan ini adalah karena Yuuya-kun." Aoi memprotes dengan pipinya yang menggembung. Wajahnya yang bak balon itu sungguh menggemaskan!

Kemudian, shinkansen perlahan-lahan melambat, dan tak lama setelah itu terdengar pengumuman bahwa kereta telah berhenti.

"Kita sudah sampai, Yuuya-kun."

"Iya. Ayo kita turun."

Kami pun turun dari shinkansen dengan membawa barang bawaan dan melewati gerbang tiket. Ketika kami pergi ke bagian depan stasiun, beberapa rekan kerja sudah berada di sana, salah satunya adalah seorang wanita yang membawa anak kecil. Ada orang lain yang tidak aku kenali, pasti itu ada keluarga karyawan yang ikut serta.

"Aoi. Aku yakin kamu sudah tahu …."

"Tidak apa-apa. Aku akan mengatakan bahwa dengan keponakanmu, kan?"

"Ya, umm … aku minta maaf karena membuatmu merasa tidak nyaman. Sebenarnya, aku ingin memperkenalkanmu secara normal."

"Oh, jangan khawatir. Aku senang bisa bergabung denganmu dalam karyawisata ini. Bisa dibilang, aku bahkan kaget karena bisa ikutan sebagai keponakanmu."

"Itu berkat Chizuru-san. Dia berbicara dengan kenalannya di Departemen Urusan Umum dan meminta untuk mengizinkanmu bergabung. Bukankah ini perusahaan yang longgar dalam artian yang baik?"

"Ya. Ini adalah perusahaan yang sempurna untuk Yuuya-kun yang ceroboh."

"Apa maksudmu?"

"Fufu, aku hanya bercanda. Kamu tidak lagi ceroboh sekarang. Sebaliknya, kamu adalah Yuuya-kun yang solid dan dapat diandalkan sekarang." Aoi terkikik bahagia.

Ini adalah percakapan santai, tetapi membuat dadaku bergetar akan sukacita. Aku mengerti sekarang …. Mungkin aku sudah sudah cukup dewasa untuk membuat Aoi berpikir bahwa aku adalah orang yang dapat diandalkan juga.

"Yuuya-kun, ada apa? Jika mau ke kamar mandi, lakukanlah sebelum masuk ke dalam bus."

"Jangan berbicara seperti sensei yang memimpin karyawisata sekolah." Dengan senyum kecut, aku menghampiri semua orang dan menyapa mereka.

"Selamat pagi."

Semua pandangan langsung tertuju pada kami. Tentu saja, bukan aku yang menjadi pusat perhatian, melainkan Aoi.

"Hah? Yuuya-kun. Siapa gadis yang di sana?" tanya Iidzuka-san dengan rasa penasaran.

"Aoi. Bisakah kamu menyapa mereka?" pintaku.

"Ya. Semuanya, perkenalkan. Namaku Shiratori Aoi. Aku keponakannya Yuuya-kun. Kali ini aku meminta sesuatu pada Yuuya-kun untuk mengajak aku dalam karyawisata. Semuanya, mohon bantuannya, ya." Aoi menyapa sesuai kesepakatan dan membungkuk.

Mereka semua tersenyum dengan ramah dan mengatakan "halo" sebagai balasannya. Meski menjadi sorotan, tetapi dia tampaknya disambut dengan baik, setidaknya untuk saat ini.

Iidzuka-san pun bertepuk tangan tanda setuju. "Oh. Yuuya-kun, yang tidak pernah ikutan dalam karyawisata setiap tahun, sekarang malah ikutan? Apakah itu karena prestasinya Aoi-chan?"

"Itu benar, dah. Itu karena Aoi merengek manja ingin pergi …. aduh."

Ucapanku terpotong karena Aoi yang cemberut mencubit sisi perutku. Hei, hei. Kita akan terlihat mencurigakan jika aku tidak membalas mereka.

"Hee! Aku tidak tahu kalau Yuuya-kun punya keponakan yang imut!"

Salah satu karyawan wanita berkata demikian ... lalu, yang lainnya berkata... "Dia sangat cantik!" "Masih muda lagi!" "Kulitnya lembut dan halus!" dan dalam waktu singkat mereka sudah berada di sekeliling Aoi.

"Aoi, apa kamu masih SMA?"

"Ya, benar. Aku siswi tahun kedua."

"Siswi tahun kedua? Dia masih sangat muda! Uuuh~ Kamu terlalu menyilaukan bagi para Onee-san di sini!

"B-Begitu?"

"Jadi, kamu masih duduk di bangku SMA. Maka, itu waktu yang paling menyenangkan buatmu, kan. Kamu punya seseorang yang disukai?"

"Fuehh!? Eh, ya, itu!"

"Eii, reaksi seperti itu cukup menggoda, tahu? Yosh, mari kita tanyakan padanya di dalam bus saat perjalanan nanti!"

"Yu-Yuuya-kun, ......!" Aoi menatapku dengan bingungan dan raut wajahnya seakan-akan tertulis, "Tasukete/Selamatkan aku".

Segera, aku menyela dengan, "Permisi!" untuk menarik perhatian semua orang.

"Aku senang kalian menyambut kami dengan baik, tapi tolong bersikap tenang dengannya. Aoi itu orang yang pemalu, jadi dia tidak suka jika didekati dengan terlalu agresif."

Ketika aku memberikannya bantuan, Iidzuka-san juga berkata, "Hei, semuanya. Jangan buat Aoi-chan tidak nyaman, ya?" Dia membaca suasana dan ikut bergabung.

"Mari kita lanjutkan sesi tanya jawabnya di dalam bus. Nanti kita akan ngobrol santai lagi, Aoi-chan."

"Y-Ya. Mohon santai-santai saja."

Diikuti dengan kata-kata Iidzuka-san, membuat Aoi merasa lega. Tiba-tiba dikelilingi oleh orang dewasa yang mengajukan banyak pertanyaan, tentu saja dia akan gugup.

"Ayo, Aoi-chan. Kemarilah, oke? Para Onee-san ini juga ingin memperkenalkan diri."

Iidzuka-san memberi isyarat kepada Aoi dan mempersilakannya masuk ke dalam obrolan. Syukurlah, aku bisa tenang jika mempercayakannya kepada Iidzuka-san yang bijaksana. Diam-diam aku memperhatikan keadaan Aoi dari jarak yang agak jauh. Dia tampaknya sudah mendapatkan kembali ketenangannya dan bisa menjawab berbagai pertanyaan dengan normal. Memang adakalanya aku merasa khawatir, tetapi aku senang kalau Aoi mulai terbiasa dengan yang lain.

Setelah beberapa saat, bus pun tiba dan kami pun menaikinya. Menurut apa yang aku dengar sebelumnya, kami seharusnya naik bus ini ke penginapan. Urutan tempat duduk di dalam bus pun sudah ditentukan sejak awal, dan posisi Aoi duduk berada di sebelahku. Ketika kami duduk bersama di belakang, Iidzuka-san mendatangiku dengan ekspresi kebingungan.

"Ada apa? Iidzuka-san, ini bukan kursimu, kan?"

Jika aku tidak salah ingat, dia seharusnya duduk di samping Chizuru-san.

"Begini, gadis-gadis di depan … ingin mengobrol dengan Aoi-chan. Andai Aoi-chan tidak keberatan, maukah kamu duduk di kursi sebelahku?"

"Itu berarti, Aoi dan Chizuru-san akan bertukar tempat duduk?"

"Ya. Tentu saja, aku akan ada di dekat Aoi-chan agar dia tidak merasa kesulitan. Bagaimana menurutmu, Aoi-chan?"

Iidzuka-san berkata dengan nada meminta maaf. Dia mungkin merasa tidak enak dengan pembicaraan ini karena sudah melihat reaksi Aoi sebelumnya. Apalagi, Aoi juga mungkin tidak ingin berpindah tempat duduk.

"Aku tidak keberatan, kok."

Berlawanan dengan dugaanku, Aoi langsung setuju sambil tersenyum.
 
"Eh, Aoi, kamu serius mau?"

"Ya. Ini adalah kesempatan yang luar biasa untuk mendengar bagaimana Yuuya-kun bekerja. Aku tidak boleh melewatkannya."

Entah mengapa, mata Aoi tampak berbinar-binar. Tidak tahu apa yang begitu dia harapkan dariku, tetapi rasanya itu sama saja dengan aku yang penasaran dengan keadaan Aoi di sekolah. Jika dia tertarik, tidak ada alasan untuk menghentikannya, dan dia akan baik-baik saja berada di samping Iidzuka-san.

"Iidzuka-san. Tolong jaga Aoi."

"Serahkan saja padaku, Yuuya-kun. Terima kasih banyak, Aoi-chan. Sebagai imbalan untuk masalah ini, aku akan menceritakan banyak cerita memalukan tentang kegagalannya."

"Bukankah itu pertukaran yang aneh?"

Mengapa aku yang harus menerima penghinaan itu. Ini tidak masuk akal. Sebelum aku sempat memprotes, Iidzuka-san dan Aoi sudah beranjak ke depan. Para gadis senior di tempat kerja ini terlalu senang menggodaku. Begitu aku mengeluh, Chizuru-san pindah ke sebelahku.

"Hei... Yuuya-kun. Sepertinya Aoi-chan sudah diterima baik oleh semua orang. Bagus, kan?"

"Ya. Terima kasih atas saran Anda. Dan tolong sampaikan salamku kepada Departemen Urusan Umum."

"Jangan khawatir tentang hal itu. Lain kali, minumlah denganku, itu saja yang aku minta, kok." Chizuru-san mengatakan hal itu dengan raut wajah yang cemberut. Ah, dia masih kesal karena aku menolak ajakannya untuk minum- minum sebelumnya.
 
"Baiklah. Mari kita pergi pekan depan."

"Serius? Kamu yakin?"

"Aku janji. Ngomong-ngomong, bagaimana minum-minum Anda dengan Itou-kun?"

"Kami bersenang-senang. Tapi dia terlihat lelah. Mungkin, aku telah membebani dia dengan banyak pekerjaan."

Mana mungkin begitu. Dia hanya terkejut dengan kebiasaan minum Chizuru-san yang tidak terkendali. Sambil tertawa samar-samar, aku melirik kursi di depanku, di mana Aoi sedang mengobrol dengan gembira di sebelah Iidzuka-san.

"Fufu. Apakah kamu mengkhawatirkan Aoi?"

"Ya. Aku khawatir dia akan bosan dengan percakapan, tapi karena dia ada di sebelah Iidzuka-san, kupikir dia akan baik-baik saja."

"Ya. Dia orang yang sangat peduli sepertimu. Dia juga memiliki sisi humoris, memanggilku dengan sebutan ‘Anego/Kakak perempuan' yang lebih tua. Aku yakin Aoi dapat bersantai dengannya."

Kemudian, Chizuru-san mengalihkan topik pembicaraan, "Ngomong- ngomong, Yuuya-kun. Apa yang bakalan kamu lakukan di waktu luangmu? Bersama Aoi-chan?"

Setelah check-in, kami memiliki waktu luang hingga makan malam di penginapan. Bahkan, jika aku sudah mendaftar untuk makan malam sebelumnya, aku bisa membatalkannya dan menikmatinya di tempat lain. Dengan kata lain, perjalanan ini pada dasarnya bebas.

"Aku akan menghabiskan waktu luangku berduaan dengan Aoi. Aku sudah berjanji padanya."

"Hoo. Kamu sangat mencintainya, ya. Apakah kamu akan makan malam di penginapan?"

"Ya. Itu di ruang perjamuan, kan? Sebagai bentuk permintaan maaf atas kejadian tempo hari, aku akan menemani Anda juga, Chizuru-san."

"Pfft, aku sangat menantikannya. Oh, benar. Bukannya aku mau berterima kasih karena mau menemaniku minum-minum, tapi aku juga punya kejutan kecil untuk kalian berdua."

"Eh … sebuah kejutan? Dari Chizuru-san?"

Aku tidak tahu harus berbuat apa, yang bisa kulakukan hanyalah merasa cemas. Maksudku, bukannya kita tidak boleh mengatakan akan memberikan kejutan di depan orangnya? Memang sudah tidak mengagetkan lagi, tetapi aku menjadi cemas di sepanjang perjalanan.

"Yuuya-kun ... tunggu saja kejutannya!"

"Apa yang akan Anda lakukan?"

"Jangan khawatir. Aku hanya akan menyiapkan situasinya. Dan kamulah yang akan mengambil bidikan."

"Sekarang aku menjadi lebih takut!"

Apa penasaran apa yang akan dia lakukan. Aku juga harus berhati-hati dengan perilaku Chizuru-san selama perjalanan. Ketika aku merasa takut, bus pun berangkat pergi.
 

Dari luar jendela kami bisa melihat pantai yang membentang. Musim panas telah lama berlalu, tetapi masih ada beberapa orang yang berjalan-jalan di pantai yang relatif sepi. Bagaimanapun juga, ini adalah objek wisata, sehingga akan ada banyak orang yang datang ke sini untuk mengambil foto.

Langit cerah dan tidak berawan, dengan matahari musim gugur yang menyinari permukaan air. Sementara aku melongo melihat pemandangan yang indah, bus perlahan-lahan naik ke atas bukit. Secara bertahap, semangatku pun meningkat. Kami datang jauh-jauh ke sini untuk berwisata. Tentu saja aku akan menghibur Aoi, sekaligus menikmati liburanku sendiri sebisa mungkin.

"Cuacanya cerah. Ini adalah hari yang sempurna untuk liburan, bukankah begitu, Chizuru-san?

"Ya. Dan juga hari yang sempurna untuk minum-minum, kan?"

"Hanya untuk Anda saja. Padahal, Anda akan tetap minum apapun cuacanya."

"Ha-ha-ha, pastinya."

Kami saling tertawa dan menikmati pemandangan di luar jendela untuk sementara waktu.



Setelah beberapa saat, kami tiba di penginapan pemandian air panas. Penginapan itu berada di atas lereng bukit yang panjang. Dikelilingi oleh resor pemandian air panas, dan sedikit lebih jauh dari resor, terdapat pemandangan alam yang membentang. Oleh karenanya, malam ini kami bisa melihat langit berbintang yang indah. Penginapan ini adalah salah satu yang paling populer di prefektur ini, mulai dari ukurannya, kualitas layanan, kelezatan makanan, hingga khasiat sumber air panasnya. Setiap aspek dari penginapan ini tampaknya mendapat penilaian tinggi dari para tamu.

Setelah check-in, kami memiliki waktu luang. Aku pun meninggalkan penginapan dan bertemu dengan Aoi.

"Lama tidak berjumpa, Yuuya-kun," katanya sarkas.

"Ah-ha, lama tidak berjumpa. Bukankah mereka mengajukan banyak pertanyaan kepadamu saat di dalam bus?"

"Benar. Tapi, aku berterima kasih atas kebaikan Iidzuka-san. Selain itu, aku senang bisa mendengar cerita-cerita tentang Yuuya-kun."

"Apa yang diceritakan Iidzuka-san kepadamu?"

"Rahasia … fufu ... Maafkan aku. Mengingatnya membuatku tertawa."

Mengingatnya saja membuat Aoi tertawa? Iidzuka-san, apa yang kamu bicarakan?

"Yah, aku senang kamu bisa bersenang-senang. Kamu lelah setelah naik bus? Ingin beristirahat dulu?"

"Tidak. Aku diberitahu bahwa kita punya waktu luang sampai makan malam. Artinya aku tidak punya waktu untuk beristirahat, kan?"

Kemudian Aoi berkata, "Ayo kita pergi!", sambil mendesak aku. Sekarang dia berkata, "Jika kita beristirahat, waktu yang bisa kita habiskan untuk berduaan bisa berkurang! Tidak mau, tidak mau!". Sepertinya, Aoi tanpa sadar mengatakan sesuatu yang begitu manja. Apakah dia semenggemaskan itu?

"Ngomong-ngomong, kita mau ke mana? Apakah ke arah sana stasiunnya?"

"Tidak. Jaraknya sekitar lima menit dengan berjalan kaki dari sini."

"Dari sini? Apakah itu pemandian air panas?"

"Bukan. Karena pemandian air panas sudah ada di penginapan, jadi aku tidak memasukkannya ke dalam rencana kencan."

"Oh, begitu. Lalu ke mana?"

"Ha-ha. Itu adalah kejutan ketika kita tiba di sana."

Aku merahasiakannya dan berjalan menuju tempat tujuan bersama Aoi. Kami berjalan di sepanjang lereng yang landai dan melihat sebuah restoran bergaya Jepang dan kedai teh. Lalu, ada juga toko sake. Mereka pasti memiliki sake lokal yang enak. Seketika, aku terbayang wajah bahagia Chizuru-san dalam benakku, dan hampir tertawa.

Lebih jauh ke dalam, ada kolam kaki di mana kami bisa merendam kaki untuk menghilangkan kepenatan sehari-hari. Akan tetapi, waktu luang kami terbatas sehingga aku menahan keinginanku untuk berendam di kolam kaki, dan bergegas melewatinya. Setelah berjalan kaki sejenak, kami tiba di sebuah jalanan yang lebar. Kami berbelok ke kanan dan berhenti di depan toko yang ingin kukunjungi.

"Ini toko … rental mobil?" Aoi berhenti dan melihat ke arah toko dengan mata terkejut. Papan kuning di depan toko bertuliskan "Johnny’s Racing Car Rental". Di tempat ini, banyak mobil yang berjejer rapi dengan berbagai variasi dalam hal merek dan model. Namun, mobil yang aku gunakan adalah mobil kompak untuk berkendara di dalam kota.

"Uwaa! Yuuya-kun, kamu bisa menyetir mobil?"

"Aku mendapatkan lisensiku saat masih kuliah. Bahkan sekarang, saat pulang ke rumah aku masih menyetir."

"Jadi, kencan kita hari ini adalah—"

"Ya. Kita akan pergi berkendara. Pantai di sekitar sini sangat indah."

"Berkendara di tepi pantai … sangat menyenangkan!" Aoi berkata dengan binar di matanya.

Karena dia meminta kencan yang lebih dewasa, aku memutuskan untuk mengajaknya berkendara. Aku senang Aoi tampak bahagia. Mengemudi sambil melihat laut adalah pengalaman langka untuk kencan setingkat siswa SMA. Oleh karena itu, aku akan membiarkan Aoi menikmati hari ini sepenuhnya.

"Baiklah, ayo masuk ke dalam. Aku sudah memesan mobil rental sebelumnya."

"Ya, ayo pergi! Ini adalah pertama kalinya aku masuk ke dalam toko rental mobil!"

Aku pun memasuki toko rental mobil bersama Aoi yang antusias. Aku memberitahu karyawan bahwa aku telah melakukan reservasi, dan kemudian dia mengatur mobil rental untuk kami. Ini adalah mobil kompak berwarna biru, yang cukup besar untuk dua orang. Karyawannya memberiku pengarahan, menyelesaikan prosedur, dan memeriksa kondisi mobil bersama-sama. Lalu, persiapan akhirnya selesai. Aku meminta Aoi masuk sambil membukakan pintu penumpang. Setelah melihatnya duduk, aku masuk dari sisi lain dan duduk di kursi pengemudi.

"Kamu sudah memasang sabuk pengaman, kan? Yosh, ayo kita pergi!" Dengan perlahan aku menginjak pedal gas dan menyalakan mobilnya.

Mobil itu melaju di sepanjang jalan pedesaan dengan pemandangan yang mempesona. Di kejauhan, laut tampak berwarna laksana ramune. Aoi melihat ke luar jendela yang terbuka dan terpaku akan keindahan lautnya.
 
(TLN: ラムネ色/Ramune-iro/warna ramune. Sulit untuk menggambarkan warnanya tetapi itu seperti warna minuman botol lemonade bersoda.)

"Yuuya-kun. Lautnya sangat indah, lho."

"Ha-ha-ha. Ini adalah laut yang sama dengan yang kita lihat saat dalam perjalanan menggunakan bus tadi, tahu?"

"Tidak. Pemandangan yang terlihat dari kursi penumpang yang dikemudikan Yuuya-kun, entah kenapa rasanya sungguh istimewa."

"Istimewa? Yang seperti apa, dah?"

"Ya. Seperti perasaan senang karena sudah mengatakan keinginanku sendiri." Melihat senyum malu-malu Aoi, hatiku mulai berdebar tak menentu.

Perasaan senang karena mengatakan keinginannya sendiri, ya? Senang bisa mendengar kata-katanya itu.

"Aoi. Kamu tidak perlu malu. Tidak masalah jika itu sedikit demi sedikit. Aku akan sangat senang jika mengatakan ‘keinginanmu sendiri’ menjadi hal yang normal suatu hari nanti."

Ketika mengungkapkan perasaanku, Aoi memalingkan pandangannya dengan malu-malu ke depan. Kemudian, lampu lalu lintas menyala merah dan aku menginjak rem dengan pelan.

"Yuuya-kun benar-benar orang yang sangat aneh. Kamu diam-diam mengintip isi hatiku dan mewujudkan keinginanku."

"Diam-diam? Y-Yah… mungkin caraku sedikit agresif dalam mengajakmu mengajaknya kencan, ya."

"Justru itulah yang aku sukai darimu."

Aoi tersipu malu dan melirik ke arahku. Dia yang tadinya bersemangat seperti anak kecil, sekarang terlihat sangat dewasa. Aku ingin mengatakan bahwa aku juga menyukainya. Namun, masih terlalu dini untuk mengakui hal itu. Aku akan mengungkapkan bagaimana perasaanku padanya di saat yang lebih tepat. Ketika kami saling memandang dengan jantung yang bergemuruh, sebuah klakson terdengar di belakang kami. Aku pun melihat ke arah depan dan menyadari lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau.

"Maaf!" Secara refleks aku meminta maaf dan menyalakan mobil, meskipun tidak mungkin terdengar oleh pengemudi yang ada di belakangku.

"Fufu. Jangan melamun saat mengemudi, oke?"

Aoi tertawa bahagia sampai-sampai bahunya berguncang. Pipinya pun masih sedikit merona. Aku yang merasa sedikit malu, menjawab dengan candaan untuk menyembunyikan rasa maluku.

"Jangan menertawakanku, oke? Itu terjadi karena Aoi yang menatapku."

"A-Aku tidak menatapmu. Baka!" Aoi mencemberutkan bibirnya. Dia yang merajuk itu, benar-benar seperti malaikat.

"Ngomong-ngomong Yuuya-kun Ke mana tujuan perjalananmu?"

"Oh iya ... sebelum ke sana, ayo kita makan malam dulu. Aku telah membuat reservasi di sebuah restoran."

"Oke … kencan sambil berkendara, sangat menyenangkan, ya."

"Kita baru saja pergi, kamu tahu? Keseruannya baru saja dimulai."

"Fufu. Serius? Bolehkah aku menantikannya?"

"Tentu saja."

Angin musim gugur yang menyenangkan berhembus masuk dari luar jendela. Rambut Aoi yang halus layaknya sutra, berkibar-kibar pelan. Ditambah lagi, senyumnya yang polos tampak menyilaukan laksana mentari.



Kencan sambil berkendara berjalan dengan lancar. Aoi yang berada di kursi penumpang, dengan senang hati membicarakan tentang peristiwa yang terjadi di dalam bus.

"Jadi, orang di depanku bertanya kepadaku, ‘Artinya, kamu cukup menyukai Yuuya-kun untuk ikut dalam karyawisata bersamanya, kan?' dan dia mengajukan pertanyaan yang sulit dijawab bagiku."

"Itu pertanyaan yang sulit. Apa kamu lancar menjawabnya?"

"Aku pun menjawabnya dengan yakin, ‘Ya. Dia adalah Onii-san yang baik’."

"Oh, itu bagus."

"Ada lagi yang bertanya kepadaku, 'Bagaimana Yuuya-kun biasanya memperlakukanmu sebagai keponakannya?' … tapi aku malu mengatakannya karena merasa seperti membanggakan Yuuya-kun."

"Apa yang kamu maksud dengan ‘membanggakan’?"

"Ini rahasia."

"Aku penasaran. Beritahu saja."

"Tidak bisa. Ini memalukan," balasnya.

Sambil mendengarkan cerita Aoi tentang orang yang dicintainya (sepertinya dia tidak sadar bahwa sedang jatuh cinta), kami sudah berkendara selama 20 menit dan akhirnya tiba di restoran tujuan kami. Kami memarkir mobil di tempat parkir dan masuk ke dalam restoran. Itu adalah restoran yang penuh gaya dengan interior berwarna putih. Jendela-jendelanya menghadap ke arah pemandangan langit dan laut. Pada malam hari, orang-orang bisa melihat pemandangan langit malam, berhiaskan bintang-bintang yang berkelap-kelip. Namun, karena sekarang masih siang hari, bagian dalam restoran diterangi oleh pencahayaan tidak langsung, sehingga nuansanya berbeda dengan yang ada di malam hari.

Seorang pelayan menghampiri kami sambil tersenyum setelah melihat aku dan Aoi.

"Selamat datang!"

"Halo. Aku Amae, yang sudah membuat reservasi sebelumnya."

"Anda Amae-sama yang memesan untuk dua orang, kan? Kami telah menunggu Anda. Silakan duduk di meja dekat jendela."

Ketika kami duduk di tempat yang sudah disediakan, Aoi berbicara kepadaku dengan penuh semangat.

"Ini adalah restoran yang sangat keren, kan?"

"Ya. Bukankah menyenangkan untuk makan di tempat seperti ini sesekali?"

"Ya. Aku merasa seperti orang dewasa."

"Ha-ha-ha. Jangan terlalu bersemangat, atau kamu tidak akan terlihat seperti wanita dewasa."

"Muuu. Jangan mengatakan hal yang terlalu kejam seperti itu … Ah!"

Suara Aoi seketika menjadi lebih kecil, dan dia berkata, "Yuuya-kun, dompetmu baik-baik saja, kan? Karena restoran ini tampak mewah … mungkin permintaanku terlalu berlebihan. Apa yang harus kita lakukan?"

Keraguan Aoi begitu lucu, sampai-sampai aku tidak bisa menahan tawa. Bagaimana mungkin aku mengajaknya berkencan jika aku tidak bisa membayar makan siang.

"Yu, Yuuya-kun? Aku melakukan sesuatu yang lucu?"

"Ya. Lucu sekali ketika aku membayangkan Aoi yang makan dan minum lalu kabur tanpa membayar makanan."

"Kabur tanpa membayar!? Rupanya, kamu benar-benar tidak punya uang?!"

"Ha-ha-ha, aku hanya bercanda. Setidaknya aku bisa membayar makan siang, jadi kamu tidak perlu khawatir. Makanlah apa yang kamu inginkan?"

"Oh, begitu … itu artinya kamu mempermainkanku, kan? Kejamnya."

"Maaf. Aku melakukannya karena reaksi Aoi sungguh menggemaskan."

Ketika aku meminta maaf kepada Aoi yang merajuk, seorang pelayan membawakan kami air minum, handuk tangan, dan menu.

"Ketika Anda sudah memutuskan apa yang ingin dipesan, beritahu kami." Setelah mengatakan hal itu, pelayan pun meninggalkan meja.

Aoi melihat menu dengan perasaan bingung.

"Yuuya-kun. Apa ini?" Aoi menunjuk ke arah hidangan pasta yang disebut ‘Pork Ragu Rigatoni’.
 

"‘Ragu’ berarti direbus, jadi ini adalah daging babi yang direbus. Sedangkan ‘Rigatoni’ berarti pasta pendek. Sedikit berbeda, tetapi mirip dengan penne."

"Uwaa kamu tahu banyak hal. Kamu sering ya datang ke restoran yang mewah ini?"

"Tidak, aku jarang datang ke sini. Justru aku lebih sering pergi makan bersama rekan-rekan kerjaku ke izakaya."

Sejujurnya, aku tidak mengetahuinya sampai baru-baru ini. Ini adalah pengetahuan yang aku peroleh saat meneliti jenis menu apa saja yang tersedia di restoran-restoran mewah seperti ini. Sikap sombong seorang pria yang membosankanlah yang membuatku menjawabnya dengan keren.

"Aku mau memesan ‘Pork Ragu Rigatoni’."

"Baiklah … Pelayan-san. Kami ingin memesan," panggilku kepada pelayan dan memberitahukan pesananku.

Ngomong-ngomong, aku memesan menu risotto dan sirloin. Risotto di sini menggunakan truffle hitam dan keju Parmigiano-Reggiano, dan dari apa yang kudengar, ini adalah menu yang populer. Aku memilih sirloin karena aku berpikir bisa membaginya dengan Aoi. Butuh waktu 15 menit untuk menunggu sambil mengobrol bersama Aoi hingga hidangan yang ditunggu- tunggu pun tiba.

"Ini yang namanya rigatoni … terlihat lezat!"

Selain rigatoni yang ada di depan mata Aoi, ada sepotong besar daging babi rebus. Bentuknya hampir mirip bolognese, dengan saus kental yang bercampur dengan daging dan pasta, terlihat sangat lezat. Hidangan yang aku pesan juga ada di atas meja. Risotto keju dilapisi dengan irisan truffle hitam. Sirloin-nya juga telah dipotong, dengan penampang melintangnya yang berwarna sedikit kemerahan. Mereka juga kelihatan menggugah selera.

"Itadakimasu!"

Aoi menusuk rigatoni dengan garpu dan membawanya ke mulutnya. "Lezat!" katanya. Merasa terkesan dengan hidangan tersebut, Aoi pun kembali mencicipinya.

"Mmm! Lidahku meleleh! Kalau kamu suka, Yuuya-kun, silakan coba juga!"

"Kalau begitu, aku akan mempercayai kata-katamu. Oh! Ini benar-benar lezat."

Aku belum pernah makan rigatoni sebelumnya, tetapi rasanya sangat kaya dengan teksturnya yang tebal. Saus berbahan dasar tomat yang kaya rasa pun sangat cocok dengan teksturnya. Rasa tomatnya menyebar dengan lembut di dalam mulut, menyelimuti lidah. Begitu daging babinya dikunyah, potongan tersebut hancur menjadi bagian yang lebih kecil. Sangat empuk dan meleleh di dalam mulut. Aku tidak tahu ada pasta yang begitu lezat di dunia ini. Aku tahu ini sedikit berlebihan, tetapi aku senang karena sudah melakukan reservasi di restoran ini.

"Yuuya-kun, ini mah terlalu lezat, aku bisa menyantapnya empat kali sehari."

"Empat kali?"

Tanpa sadar, dia juga menghitung makan ringan di tengah malam. Barangkali, itu sebuah pujian yang berarti dia bisa makan sebanyak itu tanpa merasa bosan.

"Tidak baik untuk kesehatanmu jika makan sebanyak itu. Hei, Aoi. Ini sirloinnya, sudah dipotong kecil-kecil, apa kamu mau menyantapnya bersamaku?"
 
"Boleh?"

"Ya. Aku memang memesannya untuk dibagikan kepada Aoi."

"Terima kasih. Kalau begitu, aku akan mencobanya."

Aoi dan saya menyantap sirloin yang berlumuran lemak.

"Ini juga sangat lezat."

Saat aku memasukkannya ke dalam mulut, aroma daging seketika menyebar. Semakin aku mengunyah, semakin terasa pula dagingnya. Dagingnya empuk dan juicy.

"Aoi. Bagaimana rasanya?"

"Luar biasa. Dagingnya meleleh di dalam mulutku, sungguh lezat!"

Aoi berkata sambil tersenyum bahagia. Sepertinya dia merasa puas. Meskipun sebelumnya aku sempat ragu, tetapi aku benar dengan membawanya ke restoran yang sedikit mahal. Rasanya melegakan ketika langkah pertama kencan itu berhasil. Namun, ini bukanlah akhir dari hiburan untuk Aoi. Tujuan utama dari perjalanan ini adalah untuk memberitahukan perasaanku kepadanya.

Kami segera menyantap makanan kami dalam porsi kecil, sambil saling berkata "enak". Yah, risotto-nya juga sangat lezat. Suatu hari nanti, aku dan Aoi akan datang ke restoran ini lagi.

"Terima kasih atas makanannya. Rasanya sangat lezat, Yuuya-kun."

"Ya. Aoi, apakah kamu masih siap untuk makan? Ingin menikmati hidangan penutup setelah ini?"

"Hidangan penutup? Aku mau!"

"Kalau begitu, mari kita pesan … Pelayan-san, permisi."

Dengan gugup, aku memanggil pelayan dan berbisik di telinganya. Setelah itu, Aoi memperhatikan pelayan yang pergi ke dapur dan memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran.

"Yuuya-kun. Pelayan-san, dia pergi tanpa menanyakan pesananmu."

"Ya. Tunggu sebentar."

"Tunggu sebentar?" tanya dia bingung.

Sementara Aoi bertanya, seorang pelayan mulai menutup tirai jendela. Pencahayaan tidak langsung, samar-samar menyinari meja kami dengan lembut.

"Eh? Apa, apa yang terjadi?"

Suasana di restoran tiba-tiba berubah, sehingga Aoi terkejut. Melihat hal itu, hatiku terasa tersentak. Acara makan bersama hanyalah sebuah acara sampingan. Hal utama adalah kejutan yang akan segera dimulai. Seorang karyawan mendorong kereta hidangan ke arah kami. Di atasnya tersedia shortcake stroberi.

"Maaf telah membuat Anda menunggu. Ini adalah kue perayaan yang Anda pesan. Silakan nikmati waktu Anda bersama." Dengan serangkaian kata itu, pelayan tersebut menghidangkan kue di atas meja dan pergi. Di atas piring, huruf-huruf bahasa Inggris ditulis dengan cokelat.

"Ah, ......!" Mata Aoi terbelalak ketika membaca huruf-huruf dalam bahasa Inggris.
 

Paduan huruf-huruf itu ditulis dengan gaya kursif yang merangkai kata, "I’m in Love with You". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, artinya "Anata ni koi o shite imasu". Kemudian, ada beberapa biskuit yang ditata di atas shortcake stroberi itu dengan pesan sederhana, "Aku sangat mencintaimu". Sebuah pesan yang sebelumnya aku pikirkan.

"I-Ini apa?"

"Kejutan dariku …. Aoi, aku ingin kamu mendengarkan perasaanku."

Jantungku berdebar-debar. Tubuhku terasa panas. Di balik gendang telinga, aku bisa mendengar suara napasku sendiri semakin keras. Kemudian, aku menatap langsung ke mata Aoi.

"Sejak hidup bersamamu, aku semakin tertarik padamu. Mulai dari sikapmu yang cenderung pemalu dan manja, ekspresi senyum manismu, lalu waktu yang kita habiskan di sekitar meja makan bersama, aku menyukai semua itu. Dan tanpa kusadari, aku sudah jatuh cinta padamu. Maka hari ini, aku ingin menuangkan perasaan itu dengan kata-kata."

Kepada Aoi yang menatapku dengan mata bulat indahnya, aku berkata, "Aku mencintaimu, Aoi. Kumohon, berpacaran denganku atas dasar pernikahan."

Ketika aku mengakuinya, ekspresi Aoi, yang tadinya terkejut, seketika berubah. Matanya sedikit basah dan pipinya memerah.

"Se-Serius? Kamu tidak bercanda, kan?"

"Aku tidak akan mengatakan hal ini dengan candaan. Aku serius. Aku mencintai Aoi dan … aku membutuhkanmu."

"Yuuya-kun …."

"Bolehkan aku mendengarkan jawabanmu?"


Aoi menjawab, "Ya" dengan suara bergetar.

"Aku juga mencintaimu, Yuuya-kun. Aku sadar ada beberapa hal yang tidak kukuasai, tetapi aku berharap dapat selalu bersama sama denganmu."

Mendengar kata-kata Aoi, rasa gugupku tiba-tiba sirna. Memang aku merasa gugup saat menelepon Bibi Ryoko untuk meminta izin sebelumnya, tetapi ternyata lebih gugup lagi saat aku menceritakan perasaanku.

"Hei, Aoi. Aku juga tidak sempurna. Beberapa waktu yang lalu aku adalah seorang pekerja kantoran yang lelah, orang dewasa yang tidak berguna yang bahkan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Namun, aku berubah setelah hidup bersama Aoi. Aku rasa, aku bisa berubah untukmu. "

"Mari kita terus bertumbuh bersama—tetapi kali ini, sebagai sepasang kekasih," balasnya.

"Terima kasih, Aoi. Hmm? Ada apa?"

"Hikksu … Sniff!"

"Aoi!? Kamu menangis?"

"Karena, aku bahagia … Yuuya-kun, akhirnya melihatku sebagai seorang gadis!" Aoi tercekat, tetapi mengucapkan untaian kata kegembiraan.

Memang benar bahwa pada awalnya aku mungkin tidak memandangnya sebagai orang yang menarik secara romantis. Karena perbedaan usia, aku lebih protektif terhadap Aoi, dan ingin melindunginya. Namun, sekarang berbeda. Aku ingin melindungi senyum orang yang aku cintai ini. Perasaan hangat seperti itu meluap dari lubuk hatiku.

Kemudian, Aoi menyeka matanya dengan sapu tangan dan tersenyum.

"Fufufu. Kita adalah sepasang kekasih mulai sekarang, kan, Yuuya-kun?"

"Ya. Karena itu, kamu tidak perlu malu tetapi dan bisa lebih lunak denganku, bukan?"



"Kalau begitu, bisakah aku meminta sesuatu?"

"Tentu. Aku akan mendengar apa yang kamu minta."

"Mulai sekarang, aku ingin melakukan lebih banyak hal yang seperti kekasih, bolehkan?"

Melakukan lebih banyak hal yang seperti seorang kekasih? Aku memang bilang akan memanjakannya, tetapi aku tidak menyangka dia akan memohon secara langsung kepadaku.

"Baiklah. Aku akan memikirkan sesuatu."

"Terima kasih. Hehehe, berhasil!"

Mulut Aoi tersenyum, dan dia membuat pose mengepalkan tinjunya dengan gembira. Tidak terbayangkan olehku, kalau Aoi yang cenderung pendiam itu akan begitu bahagia … dan pada saat yang sama, aku juga bahagia sehingga ingin lebih memanjakannya. Bahkan, aku tidak bisa menahan perasaan seperti sedang jatuh cinta.

"Yuuya-kun. Bolehkah aku mengambil foto kue kejutannya?"

"Oh, tepat sekali. Aku juga ingin mengambilnya."

"Pokoknya, mari kita berfoto bersama. Yuuya-kun, kemarilah! Cepat, cepat!"

"Ahaha. Jangan terburu-buru, kuenya juga tidak akan kemana-mana."

"Fufu, kemarilah, kumohon!"

Tanganku ditarik oleh Aoi yang sambil tertawa seperti anak kecil, dan beralih ke arah tempat duduknya. Setelah selesai mengambil foto, Aoi mengirimkan foto tersebut ke smartphone-ku.

"Foto yang kamu ambil bagus, dah. Ini akan menjadi foto berdua yang tidak terlupakan, kan?"

"Ya. Ini benar-benar akan menjadi anniversary yang terbaik." Sambil melihat foto itu, dia berkata dengan perasaan yang mendalam.

Mengikuti dirinya, aku kembali melihat foto tersebut di smartphone-ku. Dia yang dengan senyum polosnya itu, masih sama seperti Aoi yang manja saat masih kecil.



"Terima kasih banyak. Kami menantikan kunjungan Anda berikutnya."

Ditemani oleh pelayan yang menyapa, kami pun meninggalkan restoran dan menuju tempat parkir

"Yuuya-kun. Terima kasih banyak untuk waktu yang menyenangkan ini."

"Sama-sama. Jadi, bagaimana? Apakah sejauh ini sudah cukup terlihat dewasa?"

"Ya. Aku sangat puas. Aku akan memberikanmu bunga Hanamaru (nilai yang sempurna)."

Aoi menggambar kelopak bunga besar di udara dengan jari telunjuknya. Parasnya menunjukkan bahwa dia teramat bahagia. Senyumnya sedikit berbeda dari senyum yang biasanya dia tunjukkan saat di apartemen.

"Haha. Aku senang, tetapi apakah kamu yakin langsung memberikanku nilai sempurna? Kencan kita baru saja dimulai, lho?"
 
"Aku sudah tidak sabar menantikannya. Yuuya-kun, ke mana tujuan selanjutnya—?" Aoi berhenti saat hendak mengatakannya.

Matanya tertuju pada pasangan muda yang sedang melintas. Mereka mengenakan jaket merah dan celana denim yang sama di bawahnya. Inilah yang disebut "Pakaian Matching". Pasangan itu berjalan melewati kami, berbicara dengan riang gembira.

(EDN: Sorry sensei, kayaknya kata "matching" lebih cocok di masyarakat kita...)

"Kamu tertarik untuk ‘Matching’, Aoi?"

"Oh, tidak. Agak memalukan untuk kita melangkah sejauh itu. Tapi nyaman melihatnya karena tampak begitu akrab. Aku agak iri dengan hal semacam itu." Aoi memandang punggung pasangan itu dengan perasaan iri.

Begitu ya, Aoi punya keinginan pada hal yang berbau ‘Matching’?

Aku ingin memenuhi keinginan Aoi semaksimal mungkin. Apakah ada cara lain untuk mengenakan 'sepasang benda' selain menyamakan pakaian? Ketika sedang memikirkannya, tiba-tiba aku mendapatkan ide.

"Oke. Mari kita ubah rencana kencannya. Bagaimana kalau kita pergi ke pusat perbelanjaan sekarang?"

"Pusat perbelanjaan, maksudmu … untuk membeli suvenir?"

Memang benar, pusat perbelanjaan di sekitar stasiun ini dipenuhi dengan toko-toko suvenir. Kita juga bisa mendapatkan beberapa suvenir lokal di sana, dan merupakan tempat yang bagus untuk berbelanja. Namun, tujuanku ke sana bukan hanya untuk membeli suvenir.

"Jika pakaian matching terlalu mencolok dan memalukan, mengapa kita tidak mengenakan sepasang aksesori? Aku yakin ada sesuatu yang seperti itu di toko suvenir. Menurutku juga, ini berhubungan dengan 'sesuatu seperti kekasih' yang disebutkan Aoi saat di restoran tadi. Bagaimana?"

"Yuuya-kun …." Kemudian Aoi lanjut berkata, "Mengapa kamu bisa tahu apa yang aku inginkan?" dan tersenyum malu-malu.

"Aku ingin punya barang yang sama dengan Yuuya-kun," lanjutnya.

"Bagus. Rasanya menyenangkan kalau kamu tidak ragu-ragu mengatakannya."

"Mouu .... Jangan perlakukan aku seperti anak kecil, dong." Meskipun mengomel, dia tetap tersenyum.

Aku mengagumi senyumannya, tetapi suasananya nanti akan terlalu manis jika aku mengatakannya. Itulah kenapa, aku memilih untuk menyimpannya saja di dalam hati.

"Kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam mobil dan berangkat. Kita lanjutkan perjalanannya."

"Ya! Ayo kita berangkat!"

Kemudian aku menuju ke tempat parkir dengan Aoi yang bersemangat.



"Wah, luar biasa, Yuuya-kun. Ada begitu banyak toko yang berjejer di sini." Aoi berkata dengan mata berbinar di pintu masuk jalan perbelanjaan dekat stasiun.

Jalanan itu penuh sesak dengan orang-orang. Beberapa dari mereka mungkin penduduk lokal, tetapi kebanyakan dari mereka adalah turis lokal seperti kami.

"Apakah kamu sudah memutuskan aksesoris kecil seperti apa yang kamu inginkan, Aoi?"

"Benar juga … akan memalukan jika aksesorisnya terlihat seperti pasangan yang mencolok, jadi aku lebih ingin sesuatu yang biasa dan bisa dibawa ke mana-mana."

Sesuatu yang biasa dan bisa dibawa ke mana-mana, ya? Baiklah. Aku paham apa yang Aoi maksud.

"Baiklah. Untuk sekarang, bagaimana kalau kita pergi ke toko yang menarik perhatian kita?"

"Iya. Mari kita mulai dengan toko itu."

Kami pergi ke toko suvenir terdekat. Di pintu masuk toko, suvenir lokal sudah berjejer. Kue kering, manju, kerupuk nasi, gaufrettes, dsb. Hanya produk- produk klasik yang bisa ditemukan di mana saja.

"Oh, ya. aku harus membeli oleh-oleh untuk Rumi-san."

"Lalu bagaimana dengan oleh-oleh khas lokal? Aku dengar ada toko puding dan kue sus lezat di sekitar sini."

"Oh, begitu. Rumi-san juga menyukai puding, jadi aku akan mencobanya."

"Mari kita mampir ke sana nanti. Katanya, puding tersebut adalah jenis puding yang dapat dituangkan sendiri sirup karamelnya, dan wadah sirupnya juga berbentuk babi. Bentuknya lucu dan rasanya juga enak. Aku yakin Rumi akan senang."

"Wow, kamu tahu banyak, ya." Mata Aoi berkilat karena terkejut.

"Oh, bukan. Um … Kupikir Aoi mungkin bakalan membeli beberapa oleh-oleh juga. Jadi, untuk berjaga-jaga, aku melakukan riset terlebih dahulu," kataku.

Berjalan ke sana ke mari untuk membeli oleh-oleh, ditambah dengan kelelahan perjalanan, membuat kami kelelahan. Dalam kasus terburuk, mungkin bisa menyebabkan kaki kami cedera. Namun, karena aku sudah melakukan riset terlebih dahulu mengenai oleh-oleh yang potensial, aku bisa menghindari berkeliling-keliling yang tidak perlu. Sebaliknya, hari ini adalah kencan jalan-jalan yang menyenangkan. Di sisi lain, aku yang tidak ingin Aoi kelelahan, sudah melakukan berbagai persiapan.

"Fufu … Yuuya-kun memang hebat. Kamu memang pacar yang dapat diandalkan. Hebat, hebat." Aoi dengan lembut menyentuh kepalaku.

"Jangan menggodaku, oke."

"Aku tidak menggodamu, tahu? Aku itu cuma berpikir, kalau aku sesekali ingin mengelus kepalamu."

Eheheh, Aoi tersenyum bahagia. Aku sangat khawatir jika dia tiba-tiba bersikap manis padaku, karena itu sangat membuatku gugup.

"Yuuya-kun. Mari kita lihat toko-toko lainnya."

"Benar. Bagaimana kalau kita pergi ke toko di seberang jalan?"

Kami mengobrol dengan gembira sambil melihat-lihat toko-toko suvenir. Meskipun ada beberapa barang yang sudah dipertimbangkan untuk dibeli, tetapi aku belum menemukan sesuatu yang membuat hati Aoi berdebar.

Kemudian, di toko keempat, Aoi berhenti di bagian suvenir tertentu. "Aww, ini sangat lucu!" Aoi mengambil sebuah gantungan kunci kecil.

Gantungan kuncinya berbentuk karikatur kucing hitam. Jika ukurannya sebesar itu, dia bisa meletakkannya di mana saja.

"Wow. Desainnya bagus. Mau yang ini?"

"Ya. Apakah kamu mau yang sama, Yuuya-kun?"

"Iyap, tapi dengan warna yang berbeda …."

Kemudian, aku mengambil versi kucing putih dengan desain yang sama.

"Aoi. Mengapa kamu tidak menaruhnya di kunci rumahmu?"

"Kunci rumah?"

"Ya. kamu biasanya membawa kunci, kan? Maksudku, kita bisa saling mengingat saat setiap kali kita melihat kuncinya, dan kalaupun terpisah oleh jarak, rasanya … aku akan selalu bahagia karena merasa Aoi berada di dekatku."

Aku sadar mengatakan sesuatu yang cukup memalukan. Akan tetapi, itulah yang aku rasakan ketika kami memutuskan untuk membeli aksesori yang serasi. Aku harus mengatakan padanya bagaimana perasaanku. Selain itu, Aoi mungkin merasakan hal yang sama. Baru saja dia mengatakan bahwa dia menginginkan sesuatu yang biasa dan bisa dibawa ke mana-mana.

"Aku juga merasa dekat dengan Yuuya-kun … pastinya, kucing ini mungkin mirip dengan Yuuya-kun."

"Hah? Memangnya mirip?"

"Ya. Khususnya, pada caramu yang membuat nyaman."

Aoi mengusap-usap gantungan kunci kucing hitam itu dengan penuh kasih sayang. Bagiku, paras Aoi terlihat lebih ramah daripada wajah kucing hitam itu.

"Baiklah, mari kita pilih yang ini. Aku akan membelinya."

"Terima kasih, Yuuya-kun."

"Haha. Kamu tidak perlu sampai berterima kasih hanya untuk sebuah gantungan kunci."

"Bukan cuma itu. Ini adalah ucapan 'terima kasih' karena telah menyarankanku untuk membeli sepasang aksesori. Keinginanku pun terkabul lagi."

"Begitu … syukurlah."

Selama perjalanan, Aoi menjadi semakin jujur. Dia menunjukkan berbagai emosi dan ekspresi yang lembut, yang biasanya tidak dia tunjukkan. Semuanya indah nan mempesona, membuatku semakin jatuh cinta padanya.



Setelah selesai berbelanja, kami mampir ke toko puding sebelumnya. Aoi menyukai wadah babi yang berisi sirup di dalamnya dan memutuskan untuk membelinya tanpa ragu. Sepertinya Rumi menyukai hal-hal yang lucu, dan Aoi yakin bahwa dia akan sangat senang.

Suasana hati Aoi selalu gembira selama perjalanan setelahnya. Dia dengan senang hati mengobrol tentang topik apapun, seperti kesannya tentang makanan yang sebelumnya kami santap, tentang sekolahnya, dan kenangan kami bersama.
 

Matahari pun mulai terbenam di arah barat, sedangkan langit bercahaya dengan gradasi warna merah dan emas. Kota ini juga sudah sepenuhnya diwarnai dengan warna merah cerah. Di sisi lain, kami harus kembali ke penginapan sekarang, jika tidak, kami akan terlambat untuk makan malam. Oleh karenanya, aku mengendarai mobil kembali ke toko rental tanpa berhenti.

"Mmm-hmm♪ Mmm-hmm♪ mm-hmm♪"

Aoi, yang duduk di kursi penumpang, menyenandungkan sebuah lagu sambil melihat ke luar jendela. Mendengar alunan melodinya, itu adalah lagu populer yang sering diputar di TV akhir-akhir ini. Dia kelihatan bahagia, terlihat dari sikapnya yang menggerakkan kakinya ke depan dan ke belakang. Aku belum pernah melihatnya begitu bersemangat sampai seperti ini.

Mulai sekarang, aku harus lebih sering mengajak Aoi berkencan. Itulah yang kuputuskan ketika melihatnya yang begitu bersemangat di kursi penumpang.

"Aoi! Kita sudah mau hampir sampai, lho."

"Eh? Perjalanannya, sudah selesai?" Aoi menurunkan alisnya dengan sedih.

"Jangan menunjukkan wajah seperti itu. Aku akan meluangkan waktu malam ini, jadi mari kita bertemu lagi."

"Eiii, kamu yakin?"

"Aah. Ya, tentu saja."

"Hmm, mau bagaimana lagi, kan? Aku akan mendengarkan keinginan kecil kekasihku."

Seharusnya itu kalimatku, tetapi … tidak apa-apalah. Aoi, kamu terlihat sangat bahagia. Jadi, anggap saja aku yang egois di sini.

"Yuuya-kun."

"Hmm? Ada apa?"

"Terima kasih banyak untuk hari ini. Aku tidak menyangka kamu akan mengungkapkan perasaanmu padaku ... aku sangat bahagia."

"Aku juga bahagia. Rasanya menyenangkan bisa mengungkapkan kepadamu apa yang kurasakan dan menghabiskan waktu bersama."

"Kurasa, aku telah meminta banyak hal yang egois hari ini. Bukankah itu mengganggumu?"

"Oi, oi. Kamu masih berbicara seperti itu?"

"Ya, soalnya …."

"Apakah itu yang kamu khawatirkan? Waktu yang kuhabiskan bersama Aoi setiap hari itu menyenangkan, lho."

Matahari terbenam bersinar melalui jendela, membuat pipi Aoi berubah menjadi warna senja.

"Kalau begitu, maukah kamu pergi bersamaku lagi lain kali? Lain kali … um, aku ingin berkencan denganmu sambil bergandengan tangan."

Aoi memohon padaku sambil menempelkan kedua ujung jari telunjuknya. Jika tidak sedang menyetir, aku akan memeluknya sekarang juga. Serius, jika permintaan egoisnya semenggemaskan itu, aku akan mendengarkannya berapa kali pun dia minta.

"Maksudmu, ‘Hal-hal seperti kekasih" yang kedua, ya? Oke. Ayo kita pergi kencan lagi."

"Ya. Aku sangat menantikannya."

Paras Aoi yang sedang malu-malu, amatlah menggemaskan sehingga aku ingin melindunginya.



Kami kembali ke penginapan dan tiba di ruang perjamuan. Aku memeriksa layar smartphone-kun, menunjukkan pukul 18:00. Saatnya untuk acara utama, makan malam. Semua peserta sudah berkumpul di ruang perjamuan. Makanan dan minuman juga baru saja tiba. Sekarang yang harus kami lakukan adalah menunggu sambutan dari pihak penyelenggara yang mengatur karyawisata ini.

Di hadapanku duduk Chizuru-san, di sebelah kirinya ada Iidzuka-san, sedangkan di sebelahku ada Aoi. Tersedia empat botol sake berukuran besar di depan Chizuru-san, yang entah kenapa bisa ada di sana. Itu aneh, karena kursi lainnya hanya memiliki dua botol ukuran sedang. Apakah Chizuru-san meminta kenalannya dari Departemen Urusan Umum untuk menyiapkannya? Adapun untuk Aoi yang masih di bawah umur, diletakkan sebotol jus jeruk.

"Yuuya-kun. Apakah kamu seorang peminum?" Aoi bertanya dengan cemas.

"Yah, sedikit. Namun, tidak sebanyak Chizuru-san."

"Jangan minum terlalu banyak, oke? Itu tidak baik untuk kesehatanmu."

"Haha. Bahkan, saat jamuan makan pun kamu masih mengeluh, ya?" kata Chizuru-san.

"Tentu saja. Aku akan mengawasi Yuuya-kun dari samping hari ini demi memastikannya tidak menjadi terlalu liar," balas Aoi.

Mengawasi dari samping … hanyalah alasan untuk berada di dekatku. Namun, sebaiknya aku tidak mengatakan hal seperti itu, karena Aoi akan tersipu malu dan marah. Terlebih lagi, ada karyawan lain sekarang. Ini bukan waktunya untuk mengatakan sesuatu yang mesra. Aku juga harus berhati-hati untuk tidak mengatakan hal-hal yang aneh ketika mabuk.

Ketika saya memperingatkan diriku di dalam hati, Iidzuka-san yang duduk di depan Aoi tertawa.

"Fufu. Aoi, kamu mengkhawatirkan Yuuya, kan? Kamu sangat manis seperti pacarnya saja."

"Eh!? B-Bukan seperti itu. Aku keponakannya, tahu."

"Ha-ha-ha! Aku tahu. Mengapa kamu begitu marah?"

"Bukannya marah. Hanya saja aku adalah keponakannya!"

Aoi memprotes, menekankan bahwa dirinya adalah keponakanku. Ya. Ini akan terlihat mencurigakan, jadi jangan lakukan itu lagi, oke?

Kemudian, aku melirik ke arah Chizuru-san, yang tahu situasinya. Dia menutup erat-erat mulutnya dan gemetaran seolah-olah berusaha menahan tawa. Jangan malah ketawa, aku ingin kamu membantuku.

Sebelum aku sempat terlibat untuk membantu Aoi, Iidzuka-san mengubah topik pembicaraan.

"Oh, iya, Kak. Biar kutuangkan minuman untukmu … hmm? Kenapa malah tertawa?"

(TLN: Sebagai pengingat, Iidzuka-san memanggil Chizuru-san dengan panggilan ‘Anego’/Kakak perempuan yang lebih tua. Namun, kusingkat menjadi ‘Kak’)

"Kukuku … aku hanya menahan tawa karena Aoi-chan sangat imut," balas Chizuru-san.

Iidzuka-san menuangkan sake ke dalam gelas Chizuru-san sambil berkata, "Dia memang imut, kan?".

Cairan keemasan itu memenuhi gelas dengan membentuk gelembung-gelembung. Aoi yang melihat ini, mulai merasa gugup.

"Um, aku juga mau menuangkan sake di gelasnya Yuuya-kun."

"Seorang gadis SMA tidak boleh menuangkan bir. Sini, berikan gelasmu."

"Y-Ya."

Setelah selesai menuangkan jus jeruk ke dalam gelas Aoi, Iidzuka-san memegang botol sake dan memanggilku, "Yuuya-kun. Sebagai senpai-mu, biarkan aku menuangkan sake spesial untukmu."

"Ha-ha. Terima kasih, senangnya."

"Nuhuhuhu. Bagus, bagus."

Ketika kami sedang bercanda, Aoi berkata dengan ekspresi bingung, "A-Ada apa dengan suasana aneh ini …." Anak di bawah umur mungkin tidak memahami pola pikir orang dewasa yang bersemangat di pesta minum- minum.

"Aoi-chan. Jamuan makan adalah tempat istirahat di mana orang dewasa yang selalu berpura-pura keren di kantor dapat kembali ke masa-masa ketika mereka masih menjadi anak-anak nakal yang tidak memikirkan apapun. Itulah mengapa mereka menjadi begitu bersemangat dan suasananya pun menjadi aneh."
 
"Chizuru-san. Tolong jangan ajari Aoi hal-hal yang aneh."

Aku mengerti apa yang ingin dia sampaikan, tetapi aku merasa hal itu masih terlalu dini untuk anak gadis SMA.

"Oh, begitu. Perjamuan, benar-benar bermakna …."

"Kamu tidak perlu menyetujuinya juga Aoi! Hal ini tidaklah terlalu bermakna!"

Ketika kami sedang asyik mengobrol, tanpa kami sadari, panitia acara memulai pidatonya.

'-Jadi, semuanya. Tolong angkat gelas kalian.’

Dengan satu kata itu sebagai isyarat, semua orang mengangkat gelas mereka secara serempak.

'Dan sekarang, mari teriakkan dengan lantang! Silakan bersama-sama! Kanpai!’

"Kanpai!" Denting gelas bisa terdengar di mana-mana.

Kami menyesap satu atau dua teguk bir. Rasa pahit dan seruputannya sungguh luar biasa. Meminum sake sepulang kerja memang mantap, tetapi meminum sake bersama seperti ini juga tidak buruk.

"Fiuh! Menyegarkan sekali!" Chizuru-san meletakkan gelas kosong di atas meja. Tentu saja, dia ahli dalam menenggak semuanya sekaligus.

"Tapi segelas terlalu sedikit untuk sekali minum. aku akan bertanya kepada staf apakah ada mug kosong nanti."

"Tolonglah jangan berlebihan, Chizuru-san. Oh, iya, kali ini biarkan aku menuangkan minuman untukmu."

"Yuuya-kun, kamu … mau menuangkannya terang-terangan di depan Aoi? Kamu tipe orang yang terangsang saat ada yang mengawasi, ya?"

"Jangan bicara seperti itu! Aku hanya bilang akan menuangkan birnya!"

Dia adalah atasan yang hanya akan memberikan pengaruh buruk pada anak di bawah umur. Aku berharap, Iidzuka-san akan mengerem Chizuru-san.

"Mari kita biarkan Chizuru-san sendiri …. Makanannya terlihat lezat. Aoi, jangan lupa makan yang banyak, ya?"

"Ya. Itadakimasu."

Kami benar-benar menikmati jamuan tersebut. Tiga macam sashimi, sukiyaki bahu sapi, kakiage, nasi dengan telur salmon dan kepiting salju yang dikukus dalam mangkuk. Hidangannya benar-benar tidak bisa dibandingkan dengan penginapan lainnya, semuanya tampak segar dan indah.

Sementara kami menikmati makanan dalam suasana yang meriah, "Oh? Yuuya-kun, kamu belum minum sama sekali, ya?" katanya.

Chizuru-san menunjukkan sebotol sake kepadaku sambil tersenyum. Dia memang seorang peminum berat. Meskipun sudah minum beberapa gelas, tetapi dia masih tidak terpengaruh.

"Ya. Hari ini Aoi juga ada di sini, jadi aku tidak bisa mabuk."

"Hmm … itu payah! Terlalu payah, Yuuya-kun."

"Payah?"

"Apakah kamu akan menyalahkan Aoi karena kamu tidak minum? Apa gunanya menjadi orang dewasa jika sikapmu begitu, kan? Di tempat kerja, kamu pasti tidak akan pernah melimpahkan tanggung jawab pekerjaan atau kesalahan pada orang lain, kan?"

"Aku rasa, pekerjaan dan minum-minum tidak ada hubungannya, dah …."

"Selain itu, Aoi-chan, tidakkah kamu ingin melihat Yuuya-kun sedang minum-minum?"

"Ingin melihatku minum?"

Apa memang begitu seharusnya?

Apakah siswa SMA sekarang mengidam-idamkan orang dewasa yang bisa minum? Tidak, tentu saja tidak. Tenanglah. Ini adalah jebakan yang dibuat oleh Chizuru-san. Jangan sampai terjebak dalam provokasi murahan.

"P-Pokoknya! Aku akan minum secukupnya saja!"

"K-Kamu yakin? Aoi-chan mungkin akan membencimu Yuuya-kun."

"Eh? Membenciku?"

Bersamaan dengan kata-kata yang mengejutkan itu, guncangan seperti disambar petir menjalar ke seluruh tubuhku. Dari sudut pandang seorang gadis SMA, apakah orang dewasa yang tidak bisa minum-minum itu memalukan? Entahlah. Namun, Aoi mendambakan kencan yang seperti orang dewasa lakukan. Jadi, bisa saja dia ingin melihatku minum seperti orang dewasa juga.

"B-Baiklah. Tapi hanya sedikit, oke?"

"Fufu. Begitulah seharusnya."

Chizuru-san sedang dalam suasana bahagia dan menuangkan sake ke dalam gelas. Kemudian, aku langsung menenggaknya dalam satu tegukan.

"Puhaah!"

Aku meletakkan gelas kosong di atas meja dan mengembuskan napas keras. Kupikir, rasanya akan lebih sulit, tetapi ternyata sangat mudah untuk diminum. Wajahku terasa sedikit panas, tetapi kuyakin bisa minum lebih banyak lagi. Di sisi lain, Chizuru-san bertepuk tangan dan bersemangat.

"Oh, kamu minumnya nikmat sekali! Aoi-chan! Yuuya-kun sangat keren, kan?!"

"Y-Ya … tunggu sebentar Yuuya-kun. Kamu tidak boleh minum terlalu banyak, ya?"

"Tenang saja. Aku masih sadar, kok."

"Tolong berhenti, sebelum kamu mabuk!"

Aoi menggembungkan pipinya dan memberikan keluhan kecil kepadaku. Pacarku ini begitu manis bahkan ketika dia marah. Mungkin karena menenggaknya dalam sekali teguk, aku mulai menikmatinya.

"Chizuru-san …. Tidak adil jika kamu satu-satunya yang punya botol besar hanya karena jabatanmu lebih tinggi. Kamu pikir, siapa dirimu?

"Yuuya-kun? Meskipun ini sedang acara minum-minum, kurasa tidak seharusnya kamu mengatakan hal seperti itu kepada atasanmu." Iidzuka-san memperingatkanku dengan tatapan yang mengatakan, "Orang ini mungkin dalam masalah.".

"Hah? Iidzuka-san, kamu tidak tahu apa-apa, kan?"

"Bagaimana mengatakannya, ya? Aku mungkin lebih tahu tentang situasi ini daripada Yuuya-kun …."

"Kamu lupa tentang apa yang diajarkan oleh Chizuru-san, yang sangat kukagumi ini, kepada kita tadi?"

"Ya? Apa yang dia katakan tadi?"

"Biarkan aku memberitahumu lagi. Perjamuan ini … merupakan tempat di mana kita bisa kembali ke masa-masa kita masih menjadi anak-anak yang nakal. Jadi, hari ini adalah pesta tanpa batas! Hierarki? Sopan santun? Etika? Mereka semua mampus malam ini! Benarkan, Chizuru-san?"

"Ha-ha-ha! Kamu benar, Yuuya-kun! Bahkan kekuasaan negara pun tidak berdaya melawan kita yang sudah mabuk ini!"

"Bagaimana bisa begitu?!"

Chizuru-san mengabaikan kritik Iidzuka-san dan menuangkan sake ke dalam gelasku.

"Yuuya-kun. Kamu akhirnya setuju untuk menjadi teman minum-minumku. Mantap, dah."

"Ya! Aku akan dengan senang hati menjadi teman minum Anda!"

"Fufu. Kamu adalah orang yang menepati janji. Yo, yang terbaik di Jepang!"

"Hah? Aku tidak bisa mengimbangi Anda!"

Iidzuka-san pun menghalangi pandangan Aoi dengan tangannya dan berkata, "Mereka adalah orang dewasa yang buruk. Jangan lihat mereka."

Lepaskan tanganmu darinya. Aku tidak dapat melihat wajah kekasihku.

"Ayo, Yuuya. Kita masih punya banyak bir."

"Itadakimasu, Chizuru-san!"

Aku pun meminumnya. Lalu, meminta dia untuk menuangkannya lagi, mengobrol dengan riang, dan minum lagi. Itu adalah sebuah pengulangan. Secara bertahap, suasana menjadi semakin hidup dan topik pembicaraan pun beralih kepada Aoi.

"Dengar, Chizuru-san. Aoi adalah gadis yang sangat baik. Lihatlah dia sekarang. Manis sekali, kan? Sejauh ini setuju?"

"Pfft … hahaha! Yu, Yuuya-kun kamu itu sudah rusak! Dia ini sebuah mahakarya!" Chizuru tertawa histeris di hadapanku

Apa-apaan, dah? Apakah aku mengatakan sesuatu yang lucu? Jelas sekali bahwa Aoi itu sangat imut seperti lautan yang berwarna biru.

Ketika aku kebingungan, Aoi menepuk pundakku dan berkata, "Yuuya-kun. Kamu itu sudah mabuk dan suasananya sudah semakin menggila. Ini memalukan, jadi mari kita hentikan saja."

"Jangan berhenti, Malaikat."

"Siapa yang Malaikat? Ini aku, Aoi. Perhatikan baik-baik."

"Baiklah. Aku memperhatikanmu."

Aku mendekatkan wajah dengannya, hingga ujung hidung kami saling bersentuhan.

"Kamu terlalu dekat, Baka!" Pipi Aoi memerah dan dia menunduk. Seperti biasanya, dia masih saja pemalu.

Namun, Aoi benar, aku menyadari bahwa aku semakin menggila karena menenggak sake sekaligus. Aku tidak ingin membuatnya khawatir karena minum terlalu banyak dan akan membatasi kecepatan minumku. Sebagai gantinya, aku akan terus memuji Aoi!

"Chizuru-san. Aoi ini sangat pandai dalam memasak. Terutama, hamburgernya buatannya sangatlah enak. Saking enaknya, pipiku terasa hampir copot. Aku yakin dia akan menjadi istri yang baik di masa depan!"

"Ya, benar. Puaahh, haha!"

"Aku juga menghadiri kunjungan kelasnya. Dan kamu tahu? Senseinya sangat memuji dirinya. Ya, aku sangat bangga. Bukankah hebat namanya jika bisa menerjemahkan "The Pillow Book" ke dalam bahasa Jepang modern? Aku sangat terkesan! Betapa indahnya!"

"Yuuya-kun! Hentikan, aku tuh malu~u!" Sementara wajah Aoi tersipu, aku terus membanggakan dirinya.



Setelah mabuk mereda, aku kembali ke kamar yang telah ditentukan setelah mandi di pemandian air panas penginapan. Dalam karyawisata ini, dua orang ditempatkan dalam satu kamar, tetapi aku malah diberikan kamar sendiri karena jumlah peserta prianya ganjil dan berakhir tersisa satu orang pria. Beruntung bagiku, karena aku akan merasa tidak nyaman jika harus berbagi kamar dengan orang lain.

Aku pergi ke balkon untuk mendinginkan tubuhku yang masih memerah. Semilir angin bertiup berisik di sekitar telingaku. Angin malam di bulan Oktober memang terasa agak dingin, tetapi sangat cocok untuk mendinginkanku. Sembari memandangi langit berbintang, aku merenungkan peristiwa yang terjadi di ruang perjamuan.

"Aku benar-benar melakukannya!"

Kalau tidak salah, setelah Chizuru-san menawariku sebotol sake, aku malah minum banyak dan mabuk. Kemudian aku, yang sedang dalam kondisi mabuk, terus berbicara sambil membangga-banggakan Aoi. Awalnya, aku membicarakannya seolah-olah sedang membanggakan keponakanku, tetapi setelahnya malah jadi seperti membanggakan pacarku. Kalau diingat lagi, Chizuru-san tertawa terbahak-bahak, dia pasti terhibur dari caraku jatuh cinta.

"Aaaaahhhh, aku benar-benar bodoh!"

Kurasa, aku telah memberikan banyak masalah kepada Aoi dan harus meminta maaf padanya nanti. Lagi pula, aku punya janji dengan Aoi setelah ini dan ingin memberinya hadiah. Aku harus bersiap-siap dan segera menemuinya.

Ketika kembali ke kamar dari balkon, ada ketukan di pintu. Sungguh waktu yang buruk untuk menerima tamu larut malam. Aku penasaran dengan siap yang datang. Sebelum aku sempat menjawab, pintu terbuka sedikit dan hanya wajah seorang wanita muncul dari celahnya.

"Halo, Yuuya-kun."

"Chizuru-san?"

"Bagaimana keadaanmu? Kamu merasa sakit?"

"Ya. Aku baik-baik saja. Um, aku minta maaf karena telah menunjukkan tontonan yang tidak sedap dipandang saat di ruang perjamuan."

"Hei, tidak perlu minta maaf. Kamu menunjukkan sesuatu yang sangat menarik. Kamu benar-benar menyukai Aoi, kan?"

Pipiku memanas saat mendengar itu dan aku juga sudah muak dengan sake.

"Ngomong-ngomong, aku membawa tamu istimewa, bolehkah aku mempersilakan dia masuk?"

"Tamu istimewa? Um, aku berpikir untuk pergi ke tempatnya Aoi sekarang."

"Hoo? Maka tepat sekali."

Pintu terbuka sepenuhnya. Berdiri di sana ada orang yang mengenakan yukata. Tentu saja, salah satunya adalah Chizuru-san. Sedangkan, yang lainnya adalah—

"Ah, Aoi! Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Um, Chizuru-san berkata kepadaku, 'Hari ini sudah larut dan dia menyarankan aku untuk menjadikannya sebagai kencan di dalam kamar’."

"Oh, kencan di kamar?"

Itu pasti rencana Chizuru-san. Aku kira dia hanya mencoba perhatian agar aku dan Aoi bisa berduaan. Pikiran naifku pun langsung buyar dalam sekejap ketika melihat Chizuru-san tersenyum kepadaku. Senyuman itu … pertanda dia sedang merencanakan hal yang buruk lagi, kan? Ketika sedang berjaga- jaga, Chizuru-san menundukkan kepalanya dengan pelan.

"Yuuya-kun, maaf karena membuatmu menemaniku di ruang perjamuan."

"Eh? T-Tidak. Aku minum atas kemauanku sendiri, jadi ini bukan kesalahan Anda."

"Tidak, aku tidak akan merasa tenang jika begitu. Aku ingin memberikan sesuatu sebagai rasa terima kasih. Itulah alasannya aku membawa Aoi ke sini."

"Um, aku tidak mengerti apa yang Anda bicarakan."

"Apa? Ini hal yang sangat mudah. Aku memberikanmu kesempatan berduaan bersama Aoi malam ini."

"Kesempatan untuk berduaan malam ini? Yang benar saja?!"

"Umu. Kalian akan berduaan di kamar sampai pagi. Kamu bisa bercumbu rayu dengannya sepanjang malam."

"Mustahil aku melakukan itu!"

Seperti yang sudah kuduga, dia terlalu ikut campur. Aku tidak akan melakukan itu dengan Aoi, dan bagaimana jika ada karyawan lain yang mengetahuinya? Apalagi, aku memperkenalkannya kepada semua orang sebagai keponakanku yang masih SMA. Mana mungkin itu bisa terjadi.

"Jangan malu-malu, Yuuya-kun. Aku sudah bilang di dalam bus, kan? Silakan tunggu tembakan pertamanya. Tidak terbatas sekali, dua, ataupun tiga, tetapi silakan bermesraan di tempat tidur sebanyak yang kalian inginkan."

"Maukah Anda berhenti mengatakan tentang adegan tidak senonoh di depan anak di bawah umur?"

"Yuuya-kun. Apa maksudmu?"

"Aoi, diamlah sebentar. Kami sedang berada di tengah-tengah diskusi antara orang dewasa sekarang. Hei, Chizuru-san, kemana kamu pergi?"

Aku merasakan kehadiran di belakangku dan berbalik. Rupanya Chizuru-san diam-diam menyelinap ke dalam kamar dan mengambil kunci kamarku.

"Tunggu, apa yang mau Anda lakukan dengan kunci kamar itu?"

"Aku akan menjemput Aoi di pagi hari. Sampai saat itu tiba, bersenang- senanglah."

"Eeeh? Tunggu dulu Chizuru-san! Tidur di kamar yang sama bukanlah ide yang bagus—"

Krek! (suara pintu terkunci)

Chizuru-san tidak mendengarkan keluhanku dan pergi. Ketika suasana menjadi hening, seketika aku bertatapan dengan Aoi. Dia tersenyum malu- malu.

"Maafkan aku. Karena tidak sabar untuk berkencan, aku malah datang ke sini."

"Tidak, tidak apa-apa. Aku minta maaf karena butuh waktu lama untuk sadar."

Sungguh sebuah kesalahan besar. Minum terlalu banyak di usiaku yang sekarang adalah kesalahan seumur hidup.

"Um, untuk sekarang, masuklah ke dalam," kataku.

"Ya. Permisi."

Aku mengundang Aoi masuk ke dalam ruangan dan duduk di meja dekat jendela. Kami berdua menatap langit malam yang luas di luar jendela. Jutaan gugusan bintang berkelap-kelip laksana debu emas yang terjatuh dari tangan. Mungkin karena udaranya lebih bersih daripada di kota, bintang-bintang lebih terlihat jelas malam ini. Sewaktu aku menatap bintang-bintang di angkasa yang hening, Aoi membuka mulutnya dan berkata, "Yuuya-kun, terima kasih banyak telah mengajak aku dalam karyawisata hari ini."

"Sama-sama. Kamu menikmatinya?"

"Ya. Umm, aku sangat senang mendengar pengakuanmu. Berkendara, kue kejutan, sepasang gantungan kunci … adalah kenangan yang luar biasa. Aku juga sangat senang karena tidak ragu-ragu untuk mengajukan permintaan itu."

"Senang mendengarnya. Mulai sekarang, jangan ragu-ragu untuk mengandalkanku, oke?" Aku tersenyum pada Aoi.

Namun demikian, ekspresinya sedikit murung.

"Namun …. adakalanya aku merasa harus menahan diri. Karena, kamu tahu? Aku ini orang yang baru saja menerobos masuk dan memaksamu untuk hidup bersama. Bagiku, itu adalah keegoisan terbesar dalam hidupku, tahu? Aku tidak bisa meminta hal lain lagi, setelah kamu memenuhi permintaan itu."

"Aoi. Sudah kubilang, itu bukanlah gangguan bagiku."

"Yuuya-kun. Karena ini adalah hari yang istimewa, kupikir kita bisa berbicara jujur satu sama lain. Sedikit saja, tolong dengarkan aku."

Nada suara Aoi lebih kuat daripada biasanya. Aku merasakan suasana yang berbeda dan menelan kata-kata yang mau aku ucapkan.

"Oke. Silakan lanjutkan ceritanya."

"Terima kasih. Um, sebenarnya aku mengkhawatirkan tentang hal lain."

"Apa yang membuatmu tidak tenang?"

"Entah kenapa aku ragu, apakah aku ini pantas bersama dengan Yuuya-kun."

"Maksudmu?"

"Daripada bersama gadis kecil sepertiku, bukannya Yuuya-kun lebih cocok bersama dengan wanita dewasa? Yuuya-kun terlalu baik padaku, dan aku merasa kamu mau berpacaran denganku karena merasa kasihan. Aku penasaran, apakah Yuuya-kun benar-benar bahagia? Ketika aku sendirian di rumah, menunggu kepulangan Yuuya-kun, ada kalanya aku tiba-tiba berpikir seperti itu."

Aoi melanjutkan ceritanya dengan ekspresi cemas di wajahnya., "'Kebahagiaan Aoi adalah kebahagiaanku' adalah kata-kata yang Yuuya-kun katakan sebelumnya. Kamu ingat?"

"Ya. Tentu saja."

Itu adalah kata-kata yang kuucapkan kepada Aoi yang ragu-ragu tatkala aku menawarkan tentang karyawisata ini. Aku ingin Aoi jujur dengan keinginannya, jadi aku ingat kata-kata itu keluar dari mulutku secara spontan.

"Kata-kata itu sangat menyelamatkanku. Ah, 'kesenangan' dan 'kebahagiaan'-ku adalah sesuatu yang bisa kubagikan dengan Yuuya-kun. Ketika memikirkan hal itu, aku merasa menjadi lebih jujur sedikit demi sedikit."

"Oh, benar. Karena itu, kamu meminta banyak hal saat kencan, kan?"

"Ya. aku ingin kita bahagia bersama … tapi aku masih sedikit khawatir. Aku ragu apakah pria dewasa tertarik pada gadis SMA. Seandainya aku terus egois, aku akan diperlakukan seperti anak kecil. Itulah yang menjadi bahan pikiranku."

Kemudian, Aoi menambahkannya dengan malu-malu, "Kencan hari ini sangat menyenangkan, sampai-sampai aku melupakan itu sepenuhnya."

Jadi begitu … Keraguan Aoi disebabkan oleh masalah 'perbedaan usia'. Permintaannya untuk "kencan yang terlihat seperti dewasa" mungkin karena dia ingin aku menyadari dia adalah seorang wanita.

Aoi. Terima kasih telah memiliki keberanian untuk menceritakan perasaanmu yang sebenarnya. Sekarang, giliran aku yang akan menceritakan perasaanku—sebagai kekasihmu.

Lalu, aku berkata dengan suara lembut untuk meredam kegelisahan Aoi.

"......Ketika aku mulai hidup bersama Aoi, aku berpikir untuk berjuang sebagai walimu."

Bahu Aoi bergetar sedikit.

"Tapi sekarang berbeda." Dengan lembut aku memegang tangan Aoi. Ketika dia mengangkat wajahnya, ekspresi Aoi masih terlihat cemas.

"Saat aku hidup bersama Aoi, aku mulai berpikir untuk terus bersamamu. Aku menyatakan cintaku padamu karena aku memang menyukaimu sebagai seorang wanita."

Aku sudah banyak berbicara malam ini. Meskipun seharusnya pengaruh sake sudah hilang sekarang. Aku tidak tahu alasannya, tetapi perasaan hangat di dalam hatiku terus saja meluap dan tidak mau berhenti.

"Tidak masalah berapapun perbedaan usia kita. Tidak perlu omong kosong seperti mengatakan dengan siapa aku akan lebih bahagia. Aku hanya ingin bersama Aoi yang aku cintai. Perasaan itulah yang terpenting. Kuharap, Aoi juga merasakan hal yang sama."

"Itu … adalah apa yang ingin kupercayai juga …."

"Aku mengerti, seandainya kamu masih merasa gelisah, aku akan merapalkan mantra untuk menghilangkan kegelisahanmu itu."

Tiba-tiba aku teringat kembali pada hari di mana aku pertama kali bertemu dengan Aoi. Saat itu juga, aku menggunakan rapalan mantra untuk melindungi Aoi. Meski begitu, aku bukan lagi pria tampan seperti dulu. Dari luar, aku adalah seorang pekerja yang kelelahan. Tidak bisa lagi membayangkan kata-kata ajaib yang berkilauan. Namun, aku bisa membuat senyum mekar di wajah mendung orang yang aku cintai.

"Aoi. Aku punya sesuatu untukmu."

Hadiah utama dari kejutan ini bukanlah berkendara ataupun kue. Masih ada hadiah istimewa yang tersisa. Kemudian, aku mengeluarkan sebuah kotak biru seukuran telapak tangan dari dalam tas dan menunjukkannya kepada Aoi. Seketika itu juga, mata aoi terbelalak dan terdiam.

"Yuuya-kun, ini …."

"Ya. Kupikir ini akan cocok dengan Aoi."

Aku membuka kotak itu perlahan-lahan. Di dalamnya terdapat cincin platinum. Beberapa berlian berkilauan secara elegan karena cahaya bintang.

"Aku berjanji atas cincin ini. Aku mencintaimu Aoi. Bukan sekadar janji lisan, tetapi janji yang tulus dari hati. Maukah kamu menerima cincin ini sebagai bukti pertunangan kita?"

"Yuuya-kun, terima kasih!" Aoi membiarkan air mata mengalir deras dari matanya.

Ekspresinya, yang disinari cahaya rembulan yang masuk melalui jendela, tampak seindah gugusan bintang-bintang di angkasa.

"Aoi. Ulurkan tanganmu."

"Ya!" Aoi menyeka matanya dengan lengan yukata dan mengulurkan tangan kirinya.
 
Aku memakaikan cincin di jari manisnya.

"Bagaimana ukurannya?"

"Sangat pas. Bagaimana bisa kamu mengetahuinya?"

"Itu … saat Aoi sedang tidur."

"Apakah kamu juga melihat wajahku yang sedang tidur?"

"Hanya sebentar. Kamu sangat imut, sih."

"Baka! Tapi kali ini aku secara khusus membiarkannya."

Aoi tertawa pelan. Ekspresinya yang lembut membuatnya terlihat jauh lebih dewasa daripada biasanya. Kami berpegangan tangan dengan lembut dan melihat langit berbintang bersama-sama. Tidak ada kata-kata di antara kami, tetapi waktu yang berlalu terasa sangat menenangkan. Setelah beberapa saat, Aoi membuka mulutnya seakan-akan dia kesulitan mengatakan sesuatu.

"Um, Yuuya-kun. Aku berpikir untuk segera tidur."

"Ya, kamu benar. Kamu lelah setelah semua yang terjadi hari ini, kan?"

"Ya. Jadi, tentang tempat tidurnya ... apakah kamu mau tidur bersamaku lagi setelah sekian lama?

"Apa?"

Tidak ada yang salah dengan sepasang kekasih yang tidur bersama di tempat tidur. Akan tetapi, dia masih seorang gadis SMA. Hanya karena aku memiliki hubungan khusus, bukan berarti aku harus bermesraan di ranjang yang sama.

"Aoi. Meskipun itu ide yang bagus, tetap saja itu permintaan yang belum bisa kupenuhi."

"Jika kamu tidur bersamaku, aku bakalan merasa lebih tenang … tidak boleh, ya?" Aoi menatapku dengan tatapan memelasnya. Matanya sembab.

Tanpa sadar dia kembali memelas dengan manja … gadis ini, apakah dia sungguh tidak menyadarinya? Namun, dia sangat pandai menjebakku ke dalam situasi di mana aku sulit menolaknya.

"Baiklah. Mari tidur bersama. Khusus hanya untuk hari ini, oke?"

"Yuuya-kun … ya. Terima kasih."

Dalam pikiranku, aku bergumam seperti, "Kami hanya akan tidur bersama dan tidak akan terjadi apa-apa! Tidak ada yang akan terjadi!" Aku berkata pada diriku sendiri. Hanya untuk memenuhi tugasku sebagai kekasih demi membuat pasanganku yang tercinta merasa aman. Aku sungguh tidak menyangka akan melakukan apa yang dikatakan Chizuru-san. Ketika berdiri, Aoi tidak melepaskan tanganku. Sambil berpegangan tangan, kami mematikan lampu kamar dan masuk ke dalam futon bersama-sama.

"Sangat sempit, ya."

"Itu karena Aoi menempel padaku."

"Salah. Justru karena Yuuya-kun yang menempel padaku."

"Maaf, ya. Haruskah kita menjauh sedikit?"

"Mouu … kejam sekali."

Bahkan, dalam ruangan yang remang-remang, aku bisa melihat pipi Aoi yang menggembung. "Reaksi Aoi itu lucu", gumamku dalam hati, tetapi aku tidak akan mengatakannya, karena hanya akan membuat suasana menjadi terlalu mesra.

"Ha ha, aku minta maaf. Hei, Aoi. Mulai sekarang, jangan malu-malu lagi, oke? Mengatakan apa yang kamu inginkan kepada seseorang yang kamu sukai itu sama sekali tidak egois."

Ketika aku bertanya, Aoi tersenyum samar-samar.

"Tentang itu … aku akan berusaha."

"Eeh—"

Bahkan setelah mengatakan betapa aku menyukainya, dia masih merasa tidak percaya diri. Menjadi kekasih seorang gadis SMA itu memang sulit.

"Apakah mungkin ada sesuatu yang salah denganku?"

"Bukan begitu. Aku hanya takut menjadi terlalu egois."

"Takut?"

"Aku tidak ingin dianggap sebagai gadis yang terlalu banyak permintaan."

"Eh?"

"Aku tidak ingin dibenci. Aku ingin terus dicintai, bahkan ketika sudah menjadi seorang nenek … itulah sebabnya, aku tidak bisa menjadi gadis yang banyak maunya." Lantunan suara yang lembut berbisik di telingaku.

Maksudnya ‘bahkan ketika sudah menjadi seorang nenek …’ itu artinya dia ingin aku mencintainya seumur hidup, dan karena itu dia tidak boleh egois. Begitulah maksudnya, kan?

Hatiku bergetar mendengar kata-kata menggemaskannya itu. Aku tidak akan membencinya hanya karena dia egois. Tahukah dia? Sebesar apa aku mencintainya?

Aku ingin memberitahunya, tetapi aku menahannya. Jika segalanya menjadi lebih mesra di tempat tidur, aku dan Aoi mungkin akan kehilangan akal sehat.

Ada apa dengan situasi yang mengancam jiwa ini? Ini semua salah Chizuru- san, sialan!

Saat dalam kebingungan, suara Aoi yang merdu menggetarkan gendang telingaku.

"Yuuya-kun … bisakah aku meminta satu permintaan lagi?"

Tidak apa-apa. Kamu masih punya permintaan?

Sebelum aku sempat menjawab, wajahnya mendekat. Aoi diam-diam memejamkan matanya. "Yuuya-kun, aku mencintaimu." Sesaat berikutnya, sesuatu yang lembut menempel di pipiku. Aku dicium. Memikirkannya, membuat pipiku menjadi panas.

"J-Jangan melakukan ini lagi, oke?"

Aoi dengan cepat menarik diri dariku, "Selamat malam!" dan menutup matanya. Dia menciumku sendiri, kemudian merasa malu dan menipuku dengan berpura-pura tertidur. Itu sangat berharga sampai-sampai aku hampir kehilangan jiwaku. Belum lagi, dia mengatakan bahwa dia mencintaiku …. dan begitu pula aku. Tidak adil jika dia baru saja mengatakan itu dan langsung melarikan diri. Ini curang. Aku tidak akan bisa tidur jika tidak menceritakan apa yang aku rasakan.

Aku menepuk kepala Aoi dengan lembut dan berkata,

"Aku juga mencintaimu. Selamat malam, Aoi."

Aoi memejamkan matanya dan tidak menjawab. Tidak mungkin dia bisa tidur secepat itu. Mungkin hanya berpura-pura tidur. Jika aku menyalakan lampu, wajahnya pasti akan merona. Setelah beberapa saat, aku mendengar suara napas tidurnya yang tenang dan diam-diam memperhatikan wajahnya.

"Fufu...Kamu terlihat bahagia dalam tidurmu."

Barangkali dia sedang bermimpi indah? Memikirkan hal itu, aku juga tertidur.



Aku merasakan sedikit sensasi panas pada kelopak mataku dan perlahan- lahan terbangun. Saat membuka mata, mentari pagi menyinari dari luar jendela, membuat seluruh ruangan kelihatan cerah. Oh tidak, aku lupa menutup gorden sebelum tidur.

"Sudah pagi ya, hm?"

Karena lenganku terasa berat, aku menoleh ke samping. Rupanya, Aoi tidur dengan menjadikan lenganku sebagai bantal.

"Wajah tidurmu, terlalu mirip seperti malaikat!"

Wajahnya yang sedang tidur sangat menggemaskan, tetapi aku tidak bisa terus melihatnya. Aku harus segera menghubungi Chizuru-san. Namun, kalaupun ingin bergerak, aku tidak akan bisa karena Aoi memelukku. Yah, aku tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Krekk ...
 
Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, dan seketika jantungku berdegup kencang. Gawat. Jika ada yang melihatku di sini, kehidupan sosialku akan berakhir.

"Selamat pagi, Yuuya-kun. Apakah kamu bersenang-senang tadi malam?" Ternyata Chizuru-san yang masuk ke dalam ruangan.

Oh, begitu. Chizuru-san meninggalkan kamar tadi malam dengan membawa kunci. Tidak mungkin aku akan merasa aman dengan dia yang mengetahui situasi ini. Situasi yang sangat buruk, di mana aku dan Aoi tidur di tempat tidur yang sama.

"Chi-Chizuru-san! Ini tidak seperti yang Anda pikirkan …."

"Yuuya-kun ... uwaaa, kamu serius?"

"Ini adalah kesalahpahaman! Aku tidak melakukan apa-apa! Dan, kenapa Anda malah menjauh? Chizuru-san yang membujuknya, kan?

"Aku hanya ingin menggodamu karena terlalu naif, Yuuya-kun. Umm, aku minta maaf."

"Jangan meminta maaf dengan wajah memelas! Sungguh tidak ada apa-apa!"

"Bisakah kamu berbicara lebih pelan? Kamu akan membangunkannya, tahu?"

Chizuru-san mengingatkanku sehingga aku terkesiap. Tiba-tiba aku melihat ke arah Aoi dan dia menggerakkan mulutnya dengan wajah tidur yang bahagia.

"Yuuya-kun … jika kamu melakukannya terlalu keras, aku akan hmm, kan? Fumyuu …."

Aku pasti melakukan sesuatu di dalam mimpinya. Rasanya sangat memalukan.

"Aku sungguh tidak bisa melindungimu dengan wewenangku. Maafkan aku, aku memang atasan yang buruk. Biarkan aku merayakan kebebasanmu saat kamu keluar dari penjara nanti."

Dan kemudian aku dianggap sebagai pelaku kriminal. Dia adalah atasan yang buruk, yang tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan bawahannya. Dalam situasi seperti ini, tidak ada yang bisa aku katakan. Lebih baik menyerah dan meminta Aoi untuk menjernihkan kesalahpahaman nanti.

"Jadi, Chizuru-san. Bukankah ada yang harus Anda lakukan?"

"Oh, itu benar. Aku datang untuk menjemput Aoi-chan, tapi dia masih tidur."

"Ingin aku membangunkannya?"

"Tidak, terima kasih. Lagian, sarapan masih satu jam lagi. Aku juga tidak keberatan jika kamu bisa membawa Aoi ke kamarku saat sebelum itu. Sekarang kamu punya alibi yang sempurna untuk apa yang terjadi semalam."

"Jadi, mengapa Anda memperlakukan aku seperti seorang pelaku kriminal?"

"Hanya itu yang pas. Pastikan kamu menanganinya dengan baik."

Chizuru meninggalkan kunci dan pergi meninggalkan ruangan.

"Um, Chizuru-san!"

"Ya? Ada apa?"

"Ini menjadi karyawisata perusahaan yang tak terlupakan. Terima kasih banyak untuk semuanya."

Ketika aku mengucapkan terima kasih, Chizuru-san memasang wajah geli, tetapi dia segera tersenyum.

"Ha-ha-ha. aku juga bersenang-senang tadi malam. Terima kasih untuk saat-saat yang menyenangkannya." Sambil berkata dengan gembira, Chizuru-san menutup pintu.

"Baiklah. Kita tidak bisa terlalu santai. Aoi, bangun." Aku mengguncang tubuhnya.

Aoi membuka kelopak matanya dengan berat, lalu matanya terkejut. Dia duduk dan sangat panik.

"Maafkan aku. Aku ketiduran. Aku akan menyiapkan sarapannya sekarang, sementara aku menyiapkannya, Yuuya-kun, silakan bersiap-siap."

"Ha-ha. Apa kamu masih bermimpi? Kamu tidak perlu menyiapkan sarapan. Kita sedang dalam karyawisata sekarang, ingat?"

"Hah? Oh!" Wajah Aoi memerah dalam sekejap dan lanjut berkata, "Benar juga, ya."

"Kamu tidur dengan nyenyak. Sepertinya kamu memimpikan sesuatu …."

"Ya. Aku bermimpi sedang pergi berkendara menaiki mobil bersama Yuuya- kun."

"Begitu ... kamu bersenang-senang?"

"Ya. Berpacaran dengan Yuuya-kun adalah saat yang membahagiakan bagiku."

"Oh, baiklah. Kalau begitu, ayo kita pergi kencan lagi. Mari kita membuat banyak kenangan bersama."

"Yuuya-kun … fufu. Aku sangat menantikannya, tahu." Aoi sangat gembira, tetapi kemudian dia tiba-tiba menyadari sesuatu.

"Ngomong-ngomong, tadi kamu bilang kalau aku seperti sedang bermimpi?"

"Ya, begitulah."

"Mungkinkah … aku berbicara dalam tidurku?"

Tiba-tiba, pembicaraan dalam tidurnya sebelumnya kembali muncul di benakku. Mimpinya pasti dia sedang bercumbu mesra denganku. Akan tetapi, ya ... aku tidak ingin membahasnya lebih jauh.

"Tidak. Karena kamu terlihat bahagia, jadi aku menebak kalau kamu sedang bermimpi indah."

"Benarkah begitu? Tapi kamu melihat wajahku yang sedang tidur, kan?" Aoi menatapku dengan wajah cemberut.

Aku merasakan dorongan untuk melihat lebih banyak lagi ekspresi imutnya itu.

"Ya. Kamu juga mendengkur."

"Se-Serius?"

"Bohong, dah. Kamu malah bernapas dengan pelan."

"Nmouu! Yuuya-kun, kamu mengerikan! Baka!" Aoi memukul-mukul pundakku.

Aku berharap hari-hari yang hangat dan ceria seperti ini bisa terus berlanjut. Itulah mengapa aku harus bekerja lebih keras di tempat kerja dan di rumah.

"Baiklah, ayo bersiap-siap. Aoi harus segera kembali ke kamarnya."

"Benar juga, ya … tapi ceritanya belum berakhir. Yuuya-kun kamu selalu …selalu—"

Aku pun mendengarkan omelan Aoi sementara bersiap-siap. Menurutku, ini juga merupakan rutinitas hangat yang biasanya.



Keesokan harinya, sepulang dari karyawisata. Aku kembali dari kantor dan menunggu kepulangan Aoi sambil memasak makan malam di apartemen. Adapun Aoi, dia pergi ke rumah Rumi untuk mengantarkan oleh-oleh puding yang kamu beli saat karyawisata, dan seharusnya pulang setelah bermain di rumahnya.

Pagi tadi, Aoi berkata, "Aku akan memasak makan malam, jadi tolong tunggu aku, ya?". Namun, aku memutuskan untuk memasak makan malam tanpa sepengetahuannya, supaya bisa menjadi kejutan bagi Aoi untuk beristirahat sesekali. Adapun menunya adalah shougayaki dengan kubis parut. Itu adalah hidangan sederhana yang dilengkapi dengan sup miso. Bagi seorang juru masak pemula sepertiku, ini adalah hidangan yang bagus. Saat dagingnya sudah matang, pintu depan terbuka di tengah-tengah aroma gurihnya.

"Aku pulang, Yuuya-kun."

"Selamat datang kembali, Aoi."

Percakapan ini begitu alami sehingga wajahku secara tidak sengaja tersenyum. Tiba-tiba aku teringat hari pertama kami hidup bersama. Pada hari itu, Aoi memasuki ruangan dan berkata, "Maaf mengganggu" dengan sikap yang tenang. Sebaliknya sekarang dia mengatakan "aku pulang," kepadaku. Ini mungkin perubahan kecil, tetapi membuatku sangat senang.
 
"Yuuya-kun, dengarkan aku. Wadah babi itu, Rumi-san juga menyukainya. Eh? Aroma ini, mungkinkah?!"

Dug, Dug, Dug! Aoi yang mengenakan pakaian kasualnya berlari ke dapur.

"Yuuya-kun, kamu sedang memasak?"

"Ya. Malam ini kita akan memakan shogayaki daging babi."

"Umm, kamu tidak keberatan melakukan itu?"

"Tidak, aku tidak keberatan, kok. Aku melakukannya karena aku mau."

"Oh, begitu. Baiklah. aku sangat menantikannya." Aoi tersenyum lembut. Di tangannya, dia memegang sebuah kunci dengan gantungan kunci yang sama.

Jika itu adalah Aoi yang sebelumnya, dia akan mengatakan, "Tidak, tidak, aku merasa tidak enak! Aku sudah bermain tadi, setidaknya biarkan aku memasak!" Dia pasti akan mengabaikanku. Akan tetapi, sedikit demi sedikit, Aoi mulai bisa menjalani kehidupannya tanpa perlu ragu-ragu.

"Rasanya, aku begitu bahagia."

Ketika aku bergumam, pipi Aoi merona dan dia menjawab, "Ya. aku juga," jawabnya. Itu benar. Aku bahagia melihat dia menjadi lebih baik dalam bersikap manja.

"Yuuya-kun. Ada apa?"

"Tidak. Aku hanya berpikir kalau kamu itu sangat menggemaskan."

"A-Apa-Apaan serangan kejutan itu!" Wajah Aoi semakin merona dan dia memukul-mukul punggungku.

"Hei, itu bahaya! Aku sedang memasak daging!"

"Aku tidak tahu. Ini salahnya Yuuya-kun. Baka!"

Meskipun dia mengatakan bahwa itu adalah kesalahanku, tetapi pada kenyataannya dia benar-benar imut, kan? Namun, lebih baik tidak mengatakannya, karena suasananya nanti akan menjadi terlalu manis.

"Tunggu sebentar lagi, Aoi. Dagingnya hampir matang."

"Oke. Kalau begitu, aku akan menyiapkan peralatan makan dan menunggumu." Aoi berlari dengan cepat, meletakkan tasnya dan mulai mempersiapkan peralatan makan.

Setelah itu, aku mematikan api lalu menata daging dan kubis. Aku menaruh nasi di atas mangkuk dan menyelesaikannya dengan memasukkan sup miso dalam mangkuk lainnya. Melihat makanan di atas meja, Aoi pun terkekeh.

"Kelihatannya lezat. Aku sudah tidak sabar untuk melihat sajian shogayaki daging babi buatan Yuuya-kun."

"Rasanya gugup, dah. Ini seperti seorang murid yang meminta Sensei-nya untuk mencicipi masakannya."

"Fufu. Sekarang, sebelum makanannya menjadi dingin, saatnya Shiratori- sensei mencicipinya." Aoi tertawa nakal dan menangkupkan kedua tangannya.

"Itadakimasu." Aoi meraih shogayaki tersebut dan menyuapkannya secara perlahan ke mulutnya. Dia mengunyahnya secara perlahan, menikmati rasa masakan itu sebelum menelannya dengan lahap.

"B-Bagaimana?" aku bertanya kepada Aoi dengan gugup.
 

"Rasanya sangat lezat. Bumbunya tidak terlalu kuat dan mudah untuk dimakan." Kemudian, Aoi menyesap sup miso dan berkata, "Ya. Sup misonya juga lezat," pujinya.

"Syukurlah … aku sempat khawatir jika aku tidak bisa memasaknya dengan benar."

"Menurutku ini sempurna. Fufu … aku akan mengandalkanmu mulai sekarang, oke?"

"Ya. Aku akan mencoba memperluas varian masakanku ke depannya."

"Ha-ha, itu benar. Akan membosankan jika selalu shogayaki."

Aoi memegangi mulutnya dengan tangan kirinya dan tersenyum. Di jari manis tangannya, terdapat cincin pertunangan. Dia bilang bahwa dia tidak bisa memakainya saat di sekolah, dan baru akan mengenakannya saat pergi keluar. Itulah sebabnya dia memakainya hari ini. Di sisi lain, Aoi tampak lebih sering tertawa daripada sebelumnya. Sedikit demi sedikit, dia juga mulai mengandalkanku tanpa ragu-ragu.

Menurutku, bukan hanya dia tetapi diriku sendiri juga telah banyak berubah. Beberapa waktu yang lalu aku adalah seorang paman-paman yang kelelahan, tetapi sekarang berbeda. Pekerjaanku berjalan dengan lancar sehingga aku memiliki waktu luang untuk membantu pekerjaan di rumah. Kami saling mempengaruhi dan perlahan-lahan berkembang. Aku pun harap kami dapat terus membangun hubungan yang indah seperti itu ke depannya.

"Kamu bermain apa di rumahnya Rumi-chan?"

"Ya. Awalnya, kami makan puding yang kita beli sebagai suvenir, dan kemudian—"

Sembari menunjukkan berbagai ekspresi, Aoi dengan gembira menceritakan peristiwa yang terjadi hari ini. Aku juga penasaran, ekspresi seperti apa yang akan dia tunjukkan padaku, apabila dia menjadi lebih jujur tentang apa yang diinginkannya di kemudian hari.

Sembari mendengarkan cerita Aoi, aku memikirkan hal itu. 

 

 

TL: Zho (YouthTL)

 

Prev Chapter || ToC || Next Chapter 

Post a Comment

Post a Comment

close