NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Gyaru ni Yasashi Otaku-kun Volume 1 Chapter 1

 Penerjemah: Kazuya Riku

Proffreader:  Kazuya Riku


Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


Chapter 1


“Nee.. nee.. Otaku-kun”

Seorang gyaru berambut pirang biasa bernama Narumi Yua, murid kelas satu SMA. 

Alasan mengapa dia berbicara dengannya, Odakura Kouichi, hanyalah karena iseng.

Karena setelah jam pelajaran dia tidak punya teman yang biasa diajak bicara, untuk menghabiskan waktu, dia berbicara kepada Odakura yang duduk di dekatnya.

"Eh, Otaku-kun itu maksudmu aku?"

"Ya, benar. Kenapa?"

Odakura bingung bagaimana harus merespon.

Memang benar bahwa dia adalah seorang otaku.

Namun, karena dulu sewaktu SMP dia pernah diejek karena menjadi otaku, setelah masuk SMA, dia sebisa mungkin berusaha untuk menyembunyikan hal yang berbau otaku dari orang-orang di sekitarnya.

Namun meskipun begitu, tiba-tiba dia dipanggil "Otaku-kun" oleh seorang gadis gyaru teman sekelasnya.

(Dipanggil dengan sebutan otaku mungkin kejam, tapi dipanggil Otaku-kun itu rasanya menyenangkan juga.)

Dia merasa sedikit senang.

Dia adalah otaku yang telah teracuni oleh sisi gelap internet.

"Hanya karena nama keluargaku Odakura, bukan berarti aku otaku." 

"Tapi Otaku-kun, kan kamu sering menggambar gambar anak perempuan selama pelajaran, bukan?"

“Apa!?”

Odakura, si “Otaku-kun”, tidak menyadarinya.

Meskipun berusaha untuk tidak terlihat dari samping atau belakang bangkunya, ternyata dari tempat duduk yang sedikit miring di belakang, semua terlihat dengan jelas.

Untungnya, bangkunya adalah yang kedua dari belakang di dekat jendela. Hanya gadis itu yang menyadari keberadaannya.

.…mungkin.

“La-lalu.. ada keperluan apa ya?”

Dia mungkin berniat terlihat santai, tetapi terlihat jelas dia mati-matian berusaha mengganti topik pembicaraan.

“ini..lihat kukuku, gawat bukan?” (gawat yang dimaksud seperti “bagus, bukan?”

Namun, Yua, tanpa memedulikan kegelisahan pria itu, mengulurkan tangannya sambil berkata seperti itu.

Bagi Yua, hal yang digambar Otaku-kun itu tidaklah penting.

Bukankah tidak masalah jika Otaku-kun memiliki hobi seperti otaku pada umumnya?

Begitulah sejauh pemahamannya.

Setelah ditunjukkan kuku yang sama sekali tidak menarik perhatiannya, lalu mendengar, “Gawat, bukan?” Otaku-kun terdiam, kehabisan kata-kata.

Dia menahan keinginan untuk mengatakan bahwa menyebut orang lain sebagai “Otaku-kun” justru lebih “gawat” kan?

“Etto.. Gawat bagaimana ya?”

“Ini aku yang ngecat sendiri, gimana menurutmu?

Otaku-kun melihat kuku Yua.

Di kukunya, muncul pola yang tidak bisa diucapkan hanya dengan kata sifat seperti “colorful”

Selama pelajaran seni, karena bermain dengan mencampur warna menjadi menyenangkan, pola yang dihasilkan tampak seperti campuran cat yang sangat acak.

Itu terlihat seperti “Gawat” dalam artian negatif

“Gimana ya, polanya unik sekali.”

“Ah-, sudah ku duga”

Yua, yang tadi berbicara dengan nada tinggi, menyadari sesuatu setelah melihat Otaku-kun yang menjawab dengan wajah bingung.

Dalam arti negatif “Gawat” itu “Parah”

“Sebenarnya aku mencoba untuk menirukan ini, aku pikir ini sudah bagus”

Rasa semangatnya berkurang, tetapi Yua masih mengoceh tanpa berhenti.

Sambil berbicara dengan cepat, menggunakan kata-kata yang sulit dimengerti, dia dengan mahir menggunakan ponselnya dan menunjukkan sesuatu di layar kepada Otaku-kun.

“Aku ingin menirukan seperti ini, tetapi tampaknya aku tidak bisa melakukannya dengan bagus”

“Begitu..”

Dalam sekali pandang pun, Otaku-kun mengerti bahwa foto kuku di layar itu terlihat tidak sama hal “gawat” itu negatif.

Bintang yang bersinar di malam hari, warna biru yang mengalir halus sepertinya adalah Bima Sakti.

Setiap kali sudut pandang berubah, bintang-bintang berkilauan dengan gemerlap.

Sebaliknya, kuku Yua mungkin lebih cocok digambarkan sebagai kuali penyihir. Hasilnya sangat jauh dari apa yang seharusnya.

“Benar juga, itu gawat sekali...”

Bahkan Otaku-kun, yang biasanya tidak tertarik pada nail art, terpaku melihatnya.

“Ya kan! Gawat banget!”

Sedari tadi semangatnya menurun, tapi setelah kukunya dipuji, Yua mulai membanggakannya seolah-olah itu adalah hasil karyanya sendiri.

“Oh iya, Otaku-kun kamu terampil kan? Buatin ini dong!”

“EH? Meskipun aku bisa menggambar, kalau soal membuat ini..”

Otaku-kun melihat sekilas layar ponsel Yua.

(Apa ada video saat proses membuatnya ya? Mungkin ini mirip dengan pengecatan model kit)

“Ah... Sepertinya memang tidak bisa, ya. Maaf ya, sudah memintamu melakukan hal yang sulit”

“Aku bisa kok”

“Eh?”





“Aku merasa aku bisa melakukannya”

Memang benar, nail art dikerjakan dengan sangat rapi. Bisa disebut karya seorang profesional.

Namun, bagi Otaku-kun yang terbiasa mengecat model kit, membuat sesuatu yang serupa tidaklah sulit.

“Serius!? Otaku-kun keren banget!”

“Be-begitukah”

“Nee.. nee.. Otaku-kun, ku mohon. Buatkan yang mirip seperti ini”

Yua melakukan pose dengan kedua tangan disatukan, seolah-olah sedang berdoa.

Saat Yua melakukan pose seperti itu, sedikit tampak belahan dada dan bra hitamnya.

(Ak-aku tidak mengintipnya!)

Sementara Otaku-kun dengan keras mencoba berbohong pada dirinya sendiri, ia masih mencuri pandang dengan tekun, tampaknya ia menatap dengan intens.

Jika ada murid lain di kelas, tingkahnya akan terlihat jelas.

“Baiklah, tetapi sebagai gantinya, tolong jangan katakan kepada siapapun kalau aku menggambar para gadis itu, ya?”

“Benarkah!? Baiklah, aku berjanji! Otaku-kun terima kasih!”

Karena sangat senang, Yua mengambil tangan Otaku-kun dan menggenggamnya seperti sepasang kekasih. Dengan senyum bahagia, dia berkata, “Ehehe”

Setelah mengekspresikan kebahagiaan, dia mulai melepas kuku satu per satu.

“Eee.. apa yang kamu lakukan!?”

“Hmm? Aku sedang melepaskan kuku tempelku”

Dia melepaskan kuku tempelnya

Dia tidak seperti tiba-tiba melakukan tindakan yang sangat mengerikan.

“Jadi, kita tinggal menerapkan nail art dari video tadi pada kuku tempel ini, kan?”

“Benar, benar. Oh iya. Supaya Otaku-kun tidak lupa desainnya, aku akan mengirimkan video. Jadi, tolong invite aku di aplikasi berpesan”

“Aku belum mahir menggunakan aplikasinya, apakah aku sudah meng-invite-mu dengan benar”

“Oke. Kalau begitu nanti videonya kukirim ya!”

“Ooii. Yua.. kamu ngapain? Ayo kita pulang”

“Iya, sebentar. Kalau begitu, Otaku-kun, bai-bai”

“Baik, Selamat tinggal”

Otaku-kun melihat Yua keluar dari kelas setelah temannya memanggilnya.

“Hari ini tidak ada kegiatan klub sih, aku akan segera pulang dan membuatnya” 

Dengan nada kelelahan, Otaku-kun bergumam, tapi sejak SD, dia belum pernah lagi bergandengan tangan ataupun berbicara akrab dengan seorang gadis.

***

“Nah, apa yang harus kulakukan ya?”

Sesampainya di rumah, Otaku-kun melemparkan tasnya ke tempat tidur dan menaruh kuku tempel itu di atas meja.

Menyelesaikan kuku tempel itu seperti yang ditunjukkan dalam video yang didapat dari Yua.

Namun, apakah tidak apa menggunakan cat yang sama dengan yang digunakan untuk pengecatan model kit? Itulah masalahnya.

“Untuk saat ini, aku akan mengelupas cat dari kuku tempel ini”

Dengan suara ketikan, Otaku-kun mencari cara mengelupas cat kuku di komputer.

Metode yang ditampilkan di komputer untuk mengelupas cat kuku sebagian besar menggunakan cairan penghapus cat kuku.

“Cairan penghapus cat kuku harganya sampai 500 yen?”

Lima ratus yen, itu adalah jumlah yang tidak murah bagi seorang murid SMA. 

Dengan jumlah uang itu, ia bisa membeli satu buku light novel atau manga. 

Bagi Otaku-kun yang tidak bekerja paruh waktu, 500 yen adalah jumlah yang berharga.

Itu membuatnya bingung, dengan jumlah uang itu hanya untuk menghapus cat kuku.

 “Aku punya thinner, apakah itu bisa dipakai ya?”

Sambil bingung dan memikirkan selama sekitar 30 menit di depan komputer, sepertinya dia telah menemukan alternatif.

Dia segera membasahi tisu dengan thinner untuk model kit, dan kemudian dengan hati-hati membersihkan setiap kuku tempel satu per satu.

Karena dilapisi beberapa lapisan, prosesnya memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan, tetapi sepertinya dia berhasil membersihkannya dengan bersih.

“Fyuh, lalu bagaimana ya?”

Setelah menempatkan kuku tempel di dalam mesin pengering yang digunakan untuk mengeringkan model kit yang sudah dicat yang ada di kamarnya, dia kembali ke meja dan menyilangkan tangan.

Jika dicat dengan cat untuk model kit, itu akan sulit dihapus.

(Kalau tahu tentang hal , bagaimana pendapat Narumi-san ya?.....)

“Mungkin aku akan menanyakannya langsung ke orangnya”

[Mengenai kukunya, jika dicat, akan sulit untuk menghapusnya. Apakah kamu tidak masalah dengan hal itu?]

Rasanya agak kaku. Karena kita teman sekelas, mungkin sebaiknya lebih ramah sedikit?

[Soal kuku tempel, kalau dicat, bakalan susah dihapus. Apa gapapa?]

“Dengan cara ini, aku akan terlihat terlalu akrab. Mungkin aku akan dibilang seperti ‘jangan sok dekat’ atau semacamnya”

Sudah satu jam berlalu sejak Otaku-kun mencoba mengirim pesan kepada Yua, tetapi dia masih belum bisa mengirimkan satu pesan pun dan merasa bingung. 

Alasannya adalah karena Otaku-kun memiliki sedikit teman. 

Lebih jauh lagi, dia tidak memiliki teman perempuan. 

Dengan teman laki-laki, dia bisa berbicara dengan gaya santai sebanyak mungkin. 

Namun, dia tidak tahu bagaimana harus berbicara dengan teman perempuan.

Karena itu, dia masih terus merasa bingung, menulis dan menghapus pesan berulang kali ponselnya. 

Otaku-kun, untuk yang kesekian kalinya mencoba menulis pesan.

[Otaku-kun, kamu masih bangun?]

“Uwohh”

Otaku-kun tidak bisa menahan suara aneh yang keluar dari mulutnya. Tiba-tiba, dia menerima pesan dari Yua.

“Apa yang harus ku lakukan? Pesannya sudah di-read, kan?”

[read-nya cepet banget!]

“ah.. ahh..”

Otaku-kun yang sangat panik, tetapi dari sisi lain layar tidak ada yang tahu tentang kecemasannya. 

Yua terus berbicara tanpa henti seperti siang hari. Setiap kali pesan muncul, dia hanya terus mengulang 'ah, ah' seperti makhluk hitam dari film misteri.

[Iya, aku masih bangun]

Kalimat yang berhasil dia balas dengan perasaan putus asa hanyalah satu kalimat ini.

[Kamu lagi apa? Aku baru saja selesai mandi!]

Di antara pesan-pesan yang terus-menerus datang seperti machine gun, ada sebuah foto yang dikirimkan.

“EH?”

Itu adalah foto Yua dalam piyama yang sedikit terbuka di bagian dada, sambil mengirimkan lambaian mata. 

Sebenarnya, dia tidak bermaksud menampilkan kesan seksi, dia hanya berpikir itu adalah foto yang lucu. 

Namun, tampaknya itu sedikit terlalu menggugah bagi Otaku-kun.

[Mengenai kuku tempelnya, jika dicat, itu akan sulit untuk hilang. Apakah itu tidak apa-apa?]

Jika responsnya terlalu lama, mungkin akan dianggap bahwa Otaku-kun sedang berfantasi mesum tentang foto Yua. 

Jika dia menyentuh topik foto tersebut, dia mungkin dianggap sebagai orang yang cabul. 

Kesimpulan yang diambil Otaku-kun setelah berpikir keras dalam waktu kurang dari satu detik adalah mengarahkan percakapan ke topik yang menarik bagi Yua.

[Kalau tidak bisa dihilangkan, itu justru bagus sekali!]

“ah, ternyata tidak apa-apa”

Otaku-kun tidak tahu bahwa cat kuku murah sering kali menjadi rusak atau mudah terkelupas. 

Yua sebenarnya tidak menggunakan cat kuku murah. 

Sebaliknya, dia menggunakan cat kuku yang cukup berkualitas, tetapi tetap friendly untuk uang saku seorang pelajar SMA. 

Pada akhirnya, kualitasnya masih lebih rendah dibandingkan dengan produk yang mahal dan berkualitas tinggi.

[Kalau begitu aku akan membuatkannya untukmu]

[Makasih! Kira-kira berapa lama selesainya?]

“Tentang selesainya ya..”

Karena ada mesin pengering, waktu pengeringan tidak akan memakan waktu terlalu lama. 

Dia sambil mempertimbangkan kira-kira berapa lama yang dibutuhkan jika mulai mengecat sekarang. 

[Besok selesai]

[Sungguh! Otaku-kun, gawat sekali!]

“Gawat” dalam artian yang positif.

Yua yang bersemangat sekali, mulai mengirim stiker secara beruntun karena terlalu senang. Ini sudah menjadi seperti gangguan.

“Aku akan membuatnya sekarang, pesannya mungkin akan lama dibalas”

Otaku-kun berpikir bahwa kerjaannya tidak akan selesai jika begini terus. Setelah mengirim pesan, dia mematikan ponselnya.

“Jika aku fokus, mungkin ini bisa selesai sebelum tengah malam”

Saat itu pukul 10 malam. Biasanya, jika Otaku-kun fokus, kerjaan ini akan selesai dalam waktu kurang dari 2 jam.

Namun, kenyataannya, dia baru selesai tepat sebelum pukul 3 pagi hari.

Mengapa waktu yang dibutuhkan hampir dua kali lipat?

Meskipun dia sudah mematikan ponselnya, dia tetap tidak bisa fokus karena terus memikirkan apakah ada pesan baru dari Yua.

Meskipun dia seorang “otaku” dia tetap seorang remaja laki-laki yang ingin berbicara dengan lawan jenis."

***

“Ara.. Kou-chan. Sudah mau berangkat ke sekolah?"

Saat itu pukul 6 pagi.

Ibunya terkejut melihat putranya muncul di ruang tamu dengan seragam sekolah, lebih awal dari biasanya.

Perjalanan ke sekolahnya mengharuskan dia menaiki bus dan kereta, namun tetap tidak lebih dari 1 jam.

"Iya. Hari ini aku piket, jadi harus berangkat lebih awal."

"Ara.. begitu. Aku akan segera membuatkanmu bekal, jadi sarapan dulu ya."

Meski memang hari ini dia piket, waktunya tetap terlalu pagi, namun ibunya tidak terlalu mempersoalkannya.

Dia berpikir mungkin Kou-chan telah berjanji untuk bertemu dengan temannya lebih awal. Itulah yang ada di pikirannya.

Pemikirannya itu, dalam arti tertentu, tidak sepenuhnya salah.

Alasan Otaku-kun bangun lebih awal adalah karena dia ingin segera menunjukkan hasil dari pekerjaan pada kuku tempelnya kepada Yua.

Dia begitu penasaran dengan reaksi Yua, sehingga tanpa sadar bangun lebih pagi.

“Kalau begitu, aku berangkat..”

Sambil segera menyelesaikan sarapannya dan keluar dari rumah.

Meskipun dia terjaga hingga pukul tiga pagi, matanya tetap sangat segar. Ini adalah pertanda masa muda.

“Yawn (Hoam)... Ngantuk”

Kegembiraan Otaku-kun terasa tidak berarti di hadapan suhu yang nyaman dan getaran kereta yang menenangkan.

Dia mulai mengantuk dan hampir tertidur.

“Ah Otaku-kun, Selamat pagi!”

Disapa seperti itu secara tiba-tiba, Otaku-kun langsung terjaga.

“Selamat pagi. Kamu bangun pagi sekali, ya?”

Otaku-kun membalas sapaan Yua.

Meskipun sekelilingnya kosong, Yua sengaja duduk di kursi sebelah Otaku-kun, cukup dekat sehingga bahu mereka bersentuhan.

“Bukan... Aku cuma kebetulan datang lebih awal hari ini. Kamu juga bangun pagi sekali, ya?”

“Ahaha. Aku juga kebetulan bangun lebih awal.”

Seperti halnya Otaku-kun yang ingin segera menunjukkan hasil kuku tempelnya kepada Yua, Yua juga bangun pagi untuk melihat hasil kuku tempelnya yang sudah selesai.

Mereka berdua bangun pagi karena ingin melihat atau menunjukkan kuku tempel lebih awal, namun merasa malu untuk mengatakannya, sehingga mereka akhirnya berbohong.

Meskipun hasilnya terlalu sempurna untuk hanya kebetulan, jika ia menyinggung hal itu, itu akan menjadi senjata makan tuan.

“Ah.. begitu. Kita barengan, ya”

“Iya, benar!”

Tetapi, hanya itu yang bisa dia katakan.

“Ah, ngomong-ngomong:

Meskipun sebenarnya dia sangat ingin segera memberikan karyanya, Otaku-kun berpura-pura seperti baru ingat sekarang.

“Ada apa?”

Yua menaruh penasaran, dia hanya mengamati Otaku-kun yang tampak gelisah dan sedang mencari sesuatu di dalam tasnya.

"Ini, kuku tempel yang aku kerjakan kemarin. Bagaimana yang seperti ini?"

Di dalam kotak transparan, kuku tempel yang bersinar berkilau, disusun dengan hati-hati agar tidak tergores.

Yua menatapnya dengan senyuman yang bersinar sama seperti kilauan kuku tempel tersebut.

"Hebat! Otaku-kun, ini benar-benar keren! Apa aku benar-benar boleh menerimanya?"

Sebelum kata-kata tersebut sepenuhnya keluar, tangan Yua yang sudah siap mengambilnya mendadak berhenti.

Mungkin dia merasa tidak sopan untuk langsung mengambilnya tanpa menanyakannya.

"Tentu saja. Aku membawanya karena untuk itu"

Meskipun Otaku-kun berusaha tampak tenang sebisa mungkin, di dalam hatinya ia sangat gugup.

Yua yang begitu antusias terhadap kuku tempel itu mendekat semakin dekat dan menatapnya dengan tatapan menunduk, membuat Otaku-kun semakin gelisah.

Meskipun Otaku-kun adalah seorang otaku, dia masih tertarik dengan dunia 3 dimensi.

Otaku-kun bukalah orang yang ahli dalam hal gyaru, tetapi tidak bisa dihindari kalau dia sedang didekati oleh Yua yang termasuk dalam Bishoujo (gadis cantik).

“Benarkah!? Terima kasih! Nee.. boleh aku memakainya sekarang? Aku akan memakainya sebentar saja, jadi tolong pegangkan ini"

Dengan saking senangnya, Yua bahkan tidak peduli lagi. Dia menaruh barang-barang yang mengganggu ke pangkuan Otaku-kun dan mulai memasang kuku tempel satu per satu dengan sangat terburu-buru.

(Jika dia terlihat senang, berarti ini sukses kan?)

Otaku-kun awalnya sempat khawatir bahwa hasilnya mungkin tidak seperti yang dia harapkan, melihat betapa senangnya Yua membuatnya merasa puas.

Mendapatkan hadiah yang disukai tentu membuat siapa saja merasa senang. Yua menunjukkan kebahagiaan yang bisa dibilang berlebihan, Otaku-kun tentu saja merasa sangat senang.

"Nee.. gimana? Bagus, bukan?”

"Iya, bagus sekali."

Mungkin terasa agak aneh untuk mengatakannya sendiri, Otaku-kun merasa bangga karena hasil yang dia buat tidak kalah dengan video yang dikirimkan Yua.

Nyatanya, kuku tempel yang berkilau di jari Yua membuat seorang Office Lady (OL) yang berada sedikit jauh dari mereka, merasa sedikit iri.

"Benar juga, ayo kita foto untuk merayakannya. Kemari, Otaku-kun, mendekatlah!"

Dengan lihai, Yua mengoperasikan ponselnya dengan tangan kiri dan mengaktifkan mode kamera.

Otaku-kun yang merasa sedikit malu berusaha menjauh, tetapi Yua merangkulnya dengan tangan di bahu dan mendekatkannya. Benar-benar seorang gadis yang berani.

"Aku foto, ya? Yeyy!"

"I-iyeeey?"

Dengan senyuman lebar, Yua menarik Otaku-kun ke arah dirinya sambil membuat pose peace yang sedikit kaku. Ponselnya mengeluarkan suara potret.

Karena masih sangat pagi, jumlah penumpang cukup sedikit. Jika tidak demikian, pemandangan seperti ini mungkin akan terlihat seperti pasangan konyol yang mengganggu.

OL yang sebelumnya melihat mereka dengan rasa iri kini menatap mereka dengan tatapan yang berbeda.

“Ah! Itu Riko. Ooi!”

Setelah kereta berhenti dan Yua menemukan temannya di stasiun, dia berdiri dan berlari menuju temannya.

Otaku-kun memandang Yua yang muncul secara tiba-tiba dan kemudian pergi dengan cepat.

Kemudian, nada dering ponsel Otaku-kun berbunyi.

“Otaku-kun. Aku sungguh berterima kasih padamu!”

Bersamaan dengan pesan dari Yua, ada foto yang dikirimkan.

Melihat foto tersebut, Otaku-kun teringat akan sentuhan lembut Yua yang baru saja dialaminya.

Dengan perasaan senang, Otaku-kun melihat foto itu.

Dia baru menyadari bahwa dia telah melewati satu stasiun setelahnya.

***    

Sejak kejadian dengan kuku tempel, Otaku-kun semakin sering berbicara dengan Yua.

Namun, meskipun begitu, Yua adalah tipe orang yang aktif berbicara dengan teman sekelas, jadi Otaku-kun tidaklah diperlakukan secara khusus.

Suatu hari setelah sekolah.

Di kelas hanya ada Otaku-kun dan Yua. Teman sekelas lainnya sudah pergi ke klub atau pulang lebih cepat, jadi tidak ada murid lain di ruang kelas.

Otaku-kun telah menyelesaikan tugas sebagai petugas piket dan sedang bersiap untuk pergi ke klub, sama seperti teman sekelas lainnya.

"Nee... nee... Otaku-kun, lihat deh. Model rambut di majalah ini bagus banget, kan!?"

Tanpa diduga, Yua menaruh majalah di atas meja Otaku-kun dan mulai berbicara dengan semangat seperti biasanya.

"Aku tidak terlalu mengerti, tapi ini bagus banget!"

Untuk berbicara dengan perempuan, yang penting bukan memberikan opini, melainkan menyetujui apa yang mereka katakan.

Itulah kesimpulan Otaku-kun setelah mencari di internet tentang ‘Cara berbicara dengan perempuan’.

"Ya kan, Ya kan!"

Meskipun tidak tahu apakah ini efektif untuk wanita lain, tampaknya ini sangat efektif untuk Yua.

Merasa puas karena Otaku-kun yang mengangguk dan mendengarkan dengan seksama, Yua mulai mengoceh tanpa henti.

“Otaku-kun, aku mempunyai satu permintaan lagi, aku ingin mencoba gaya rambut ini... Otaku-kun, bisakah kamu membantu mengatur gaya rambutku?”

Yua tetap berada di kelas untuk tujuan ini.

Dia ingin meminta bantuan Otaku-kun, tetapi ia tidak bisa memulai pembicaraannya dan menunggu waktu yang tepat.

Meskipun Yua tidak terlihat ragu-ragu, dia mengumpulkan keberanian untuk mengatakannya.

“Lihatlah, yang seperti ini”

Yua membuka halaman yang dimaksud dan menunjukkan gaya rambut yang diinginkannya.

Meskipun Otaku-kun tidak tertarik dengan gaya rambut gadis gyaru, Dia merasa mengenali gaya rambut yang ditunjukkan Yua.

Gaya rambut ini adalah gaya rambut heroine dari salah satu anime pedang dan fantasi.

Ini adalah gaya rambut di atas telinga yang mengikat rambut di bagian belakang kepala, meski tentu saja berbeda dari karakter anime. Wanita di majalah memiliki gelombang di seluruh rambutnya dan gaya rambutnya lebih cocok untuk gyaru.

“Bagaimana menurutmu?”

“Bagaimana ya?”

Otaku-kun memandang rambut Yua dengan serius.

Rambutnya lurus panjang dan bersih.

Narumi-san, apakah kamu pernah melakukan perm atau keriting rambut?

Tidak, aku tidak pernah. Karena rambutku tipis, sulit untuk dikeriting.

(Kalau begitu, jika menggunakan alat pengeriting rambut, mungkin rambutnya bisa rusak dan rontok.)

“Apakah rambutku memang tidak bisa, ya?”

“Ku rasa seperti itu. Tolong tunggu sebentar”

Otaku-kun mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari sesuatu.

Yua mencoba melihat layar ponsel Otaku-kun dari samping, sangat dekat hingga pipi mereka hampir bersentuhan.

“Ada apa?”

“Tidak, tidak ada apa-apa”

Tangan yang diletakkan di bahunya, dan wajah Yua yang sangat dekat hingga sedikit saja bergerak, mereka akan bersentuhan.

Otaku-kun yang tidak terbiasa berkontak fisik dengan wanita, tetapi dia memaksa dirinya untuk fokus pada layar ponselnya dan berusaha keras untuk tetap tenang.

"Hmm, sepertinya dengan ekstensi rambut, kita bisa membuat gaya rambut ini. Kalau kamu tidak masalah, kita bisa mencobanya."

"Kamu bisa!? Otaku-kun, kamu benar-benar yang terbaik!!"

Apa yang Otaku-kun cari adalah ekstensi rambut.

Tanpa perlu mengubah rambut Yua, menggunakan ekstensi rambut yang sudah bergelombang bisa membuat gaya rambut itu. Itu yang dia pikirkan.

Otaku-kun merasa cukup percaya diri dalam hal menata rambut karena dia dulu sering mengatur rambut adiknya, dan sekarang, karena sudah menjadi hobi, dia juga sering menata rambut boneka.

Namun, dia merasa ragu jika harus memotong atau mengubah rambut Yua. Dia tidak boleh gagal.

"Aa.. tapi perlu biaya, apakah tidak apa?"

Ekstensi rambut, bahkan dengan harga yang murah, harganya sekitar 2000 yen. Itu bukan jumlah yang murah untuk seorang pelajar SMA.

"Untuk harga sebesar itu aku tidak masalah, tenang saja tenang saja... Oh iya, aku ingin menyesuaikan warna rambutnya, jadi Otaku-kun, maukah kamu pergi membeli ekstensi rambut bersamaku?"

"Sekarang juga?"

"Iya sekarang."

"Gimana ya..."

Otaku-kun tergabung dalam klub literatur kedua.

Biasanya, klub literatur adalah tempat bagi orang-orang yang menyukai sastra, dan klub literatur kedua yang diikuti Otaku-kun adalah untuk para penggemar otaku.

Jadi, meskipun pergi ke klub, yang dilakukan Otaku-kun hanya ngobrol tentang hal-hal otaku dengan teman-teman sesama otaku, jadi tidak masalah jika dia bolos.

Selain itu, jika ekstensi rambut yang dibeli Yua tidak bisa digunakan, itu akan menjadi sia-sia. Lebih baik dia ikut untuk memastikannya.

"Baiklah, tidak masalah."

"Sungguh!? Otaku-kun, aku benar-benar menyukaimu!!"

Yua hanya berbicara dengan semangat dan antusiasme, jadi kata "suka" di sini tidak memiliki makna romantis.


Itu hanyalah ungkapan perasaan seperti “terima kasih” atau “aku senang.”

Orang yang mengucapkannya, Yua, sama sekali tidak memikirkannya lebih jauh.

Namun, Otaku-kun sangat terkejut mendengarnya.

(Suka itu, maksudnya bukan cinta, kan? Lebih seperti suka sebagai teman. Jadi maksudnya kita ini teman, kan?)

Otaku-kun memiliki rasa percaya diri yang sangat rendah, meskipun dia baru saja diberitahu secara langsung bahwa dia disukai.

Nah, di sisi lain, dia cukup rasional karena tidak salah paham dan mendekati Yua secara aneh.

"Aku sedang menunggu teman, jadi aku akan bilang pada mereka untuk pulang dulu. Kamu tunggu di gerbang sekolah, ya"

"Iya, baiklah."

Saat Otaku-kun selesai menjawab, Yua sudah keluar dari kelas.

Sambil berpikir bahwa Yua selalu terburu-buru, Otaku-kun juga bersiap-siap untuk pulang dan meninggalkan kelas.

***

Saat melangkah di lorong dan menuruni tangga menuju loker sepatu, Otaku-kun mendengar suara Yua.

Yua berada di tempat yang tidak terlihat dari posisi tangga tempat Otaku-kun berada.

"Maaf, Riko. Hari ini aku mau pergi belanja dengan Otaku-kun, jadi kamu pulang duluan saja."

"Huh.. ya sudah deh, nggak masalah."

Otaku-kun tanpa sadar bersembunyi begitu menyadari Yua sedang bersama temannya.

Bukan karena ada yang salah, hanya saja Otaku-kun masih merasa canggung berurusan dengan gyaru lainnya selain Yua.

Dia berpikir, jika muncul sekarang, mungkin Yua akan memperkenalkannya kepada teman gyaru-nya. Karena itu, dia spontan bersembunyi.

Teman yang bersama Yua adalah seorang gadis mungil yang dipanggil Riko.

Sangat kecil, mungkin tingginya sekitar 140 cm, cara bicaranya kasar, dan penampilannya sedikit garang.

Meski sulit dikatakan apakah dia termasuk gyaru, Otaku-kun memutuskan bahwa jika dia dekat dengan Yua, maka kemungkinan besar dia adalah gyaru juga.

"Omong-omong, Otaku-kun itu si Odakura dari kelas Yua, kan? Dia kelihatan lembek banget, bener-bener kayak otaku gitu. Nggak geli apa?"

Otaku-kun secara refleks mendengarkan lebih dekat.

(Geli ya, karena aku otaku, pasti wajar mereka berpikir begitu.)

Mungkin kehadiranku malah bikin mereka terganggu.

Haruskah aku mengirim pesan bahwa aku harus pulang karena ada urusan mendadak?

Saat Otaku-kun berpikir demikian, dia mendengar Yua.

"Riko, itu keterlaluan, nggak sih?"

"Apa?"

"Otaku-kun nggak pernah ngelakuin hal buruk, jadi kamu nggak bisa asal bilang dia otaku atau geli tanpa alasan."

"Eh, ya... maaf."

Nada suara Yua jelas terdengar marah.

Riko, gadis yang dipanggil begitu, tampak bingung dengan reaksi Yua.

Dan bukan hanya Riko yang terkejut, Otaku-kun juga.

Baik Otaku-kun maupun Riko mengira Yua akan berkata, "Iya, geli banget, ya."

Otaku-kun tahu dalam pikirannya bahwa Narumi-san bukan orang jahat. Namun, dia berpikir bahwa begitulah cara para gyaru menilai otaku seperti dirinya.

Karena itu, ketika Yua benar-benar marah karena dirinya, Otaku-kun merasakan kegelisahan dan sedikit rasa bersalah.

Terhadap Yua yang tidak memiliki prasangka terhadap otaku, sementara dirinya justru memiliki prasangka terhadap gyaru.

"Anu.. maaf... Aku pulang duluan."

Kata Riko sambil berlari pergi. Arah yang dituju adalah tempat Otaku-kun berada.

Otaku-kun buru-buru mencoba bersembunyi, tapi tentu saja tidak sempat, dan dia pun ketahuan oleh Riko.

Saat berpapasan, Riko menatap Otaku-kun dengan tajam sebelum pergi.

Yua berjalan ke arah yang berlawanan dari Riko.

Otaku-kun menahan napas, memastikan Yua sudah pergi sebelum menuju ke gerbang sekolah.

(Lembek, ya...)

Otaku-kun melihat dirinya di cermin besar yang dipasang di tangga.

Meskipun tidak berantakan, rambutnya yang tidak ditata dan postur bungkuk dengan kacamata terlihat di cermin.

Di depan cermin, dia merapikan rambutnya sedikit dan meluruskan punggung.

Itu adalah upaya terbaik yang bisa dilakukan Otaku-kun saat ini untuk tidak terlihat seperti otaku.

Itulah satu-satunya cara dia bisa menunjukkan ketulusannya kepada Yua yang telah marah untuknya.

***

"Otaku-kun, maaf membuatmu menunggu."

"Tidak, aku juga baru sampai."

"Begitu ya. Kalau begitu, ayo kita pergi."

"Iya. Ngomong-ngomong, kita mau ke mana?"

Otaku-kun berjalan mengikuti Yua setelah keluar dari gerbang sekolah, meskipun dia belum tahu tujuan mereka.

"Ada pusat perbelanjaan besar satu stasiun jauhnya, kan? Di sana ada toko wig dan aksesori. Gimana kalau kita lihat-lihat di sana?"

"Baiklah."

Baik Otaku-kun maupun Yua menggunakan kereta untuk berangkat ke sekolah, jadi mereka memiliki kartu langganan.

Jadi, perjalanan dengan kereta bisa dilakukan dengan relatif murah.

Mereka menuju ke daerah yang paling ramai di prefektur tersebut.

Di daerah itu terdapat pusat perbelanjaan yang ramai dengan wisatawan asing karena ada kuil terkenal di dekatnya, dan daerah itu berkembang pesat.

Pusat perbelanjaan tersebut dipenuhi toko oleh-oleh, kafe, restoran unik, dan toko komputer.

Tentu saja, ada juga toko-toko yang menargetkan para otaku seperti Otaku-kun, tetapi kali ini, mereka akan pergi ke toko yang ditujukan untuk perempuan.

"Ngomong-ngomong, Otaku-kun, kamu ganti gaya rambut?"

"Eh..."

Memang, dia merapikan sedikit agar tidak terlihat seperti otaku, tapi perubahannya sangat kecil.

Namun, Yua dengan cepat menyadarinya.

Biasanya, akan menyenangkan jika ada yang memperhatikan perubahan kecil seperti itu, tetapi ini terjadi tepat setelah percakapan dengan Riko.

Jadi, seolah-olah dia mengaku telah menguping percakapan mereka.

"Yah, karena kita akan pergi ke tempat ramai yang berbeda dari sekolah, aku pikir lebih baik tidak terlihat berantakan."

Sambil berbicara, Otaku-kun sengaja membungkukkan tubuhnya lalu meluruskan punggungnya, menunjukkan niatnya untuk menjaga penampilan.

"Apa terlihat aneh?"

"Bagus kok, bagus. Oh iya, karena kamu suka menyembunyikan hobi “otaku”mu, kamu pasti memperhatikan hal-hal seperti ini, ya?"

"Yah, memang sih."

"Kalau begitu, bukankah lebih baik kalau kamu juga tampil rapi di sekolah?"

"Haha, kadang kalau pagi buru-buru, jadi suka malas."

"Ah, bener juga. Pagi-pagi emang malesin sih. Oh iya, kalau kamu nggak mau kelihatan seperti otaku, lebih baik kayak gini, deh."

Selama perjalanan menuju tujuan, Yua terus bermain-main dengan rambut Otaku-kun.

Setiap kali dia merapikan rambut Otaku-kun, Yua memotret dengan kamera ponselnya dan bertanya, "Gini gimana?" Sementara Otaku-kun memberikan jawaban seadanya meskipun dia tidak mengerti apa yang berubah.

(Aku tidak tahu apa yang berubah, tapi kalau Narumi-san puas, aku juga puas.)

Otaku-kun pasrah.

Untuk saat ini, dia berhasil mengalihkan perhatian Yua dari percakapan sebelumnya.

"Selamat datang!"

Mereka tiba di pusat perbelanjaan, tetapi karena belum memutuskan toko mana yang tepat, mereka mulai masuk dari toko yang ada di dekat mereka.

Jika mereka menemukan barang yang disukai, mereka berencana untuk membelinya di tempat itu juga. Karena mereka datang dengan kereta setelah sekolah pada hari kerja, waktu mereka juga terbatas.

"Nee... Otaku-kun. Ini cakep banget, kan?"

Namun, perhatian Yua teralihkan ke barang lain yang bukan tujuan mereka.

Yang sedang dipegang Yua sekarang adalah ekstensi untuk memasukkan highlight. Itu adalah wig tipis berwarna merah muda, yang jika dipasang beberapa helai akan memberikan tampilan yang penuh warna.

"Ya, sepertinya harganya juga terjangkau dan tidak buruk. Bagaimana kalau kita beli ekstensi yang kita cari dulu, dan kalau masih ada sisa uang, kita bisa beli ini?"

"Idemu bagus juga!"

Yua mengembalikan ekstensi yang dipegangnya ke tempat semula.

Alih-alih menyangkal secara berlebihan, Otaku-kun setuju dan mengarahkan Yua kembali ke tujuan utama mereka. Ini adalah hasil dari pencarian Otaku-kun tentang ‘Cara berbicara dengan perempuan.’

Yua tidak terganggu, dan sekarang mulai mencari barang yang mereka tuju, jadi kemungkinan besar ini cara yang benar.

"Ekstensi rambutnya sepertinya ada di sekitar sini."

Meskipun toko ini ditujukan untuk wanita, Otaku-kun tampak lebih tenang daripada yang diharapkan.

Awalnya, Otaku-kun sedikit gugup, tetapi setelah melihat sekeliling, dia menyadari bahwa barang-barang di toko ini mirip dengan wig untuk boneka yang sering dia gunakan.

Dia membayangkan toko ini sebagai toko peralatan boneka yang besar. Pemikiran ini membuatnya lebih tenang, dan karena itu, dia dengan cepat menemukan barang yang mereka cari.

Jika dibiarkan, Yua mungkin akan tergoda oleh banyak hal lain dan melupakan tujuannya hingga toko tutup. Kali ini, Otaku-kun berhasil menyelamatkan situasi.

"Banyak juga pilihannya. Apakah waktu kita cukup untuk memilih yang sama dengan warna rambutku?"

"Tidak, tidak selalu."

Barang yang dipegang Yua jelas berbeda warnanya dengan yang dipegang Otaku-kun.

Yang dipegang Yua adalah ekstensi pirang terang seperti warna rambutnya sendiri, sedangkan yang dipegang Otaku-kun memiliki ujung yang berwarna merah muda dan putih.

"Memang, jika warnanya sama, hasilnya akan terlihat alami. Namun, karena kita bermain-main dengan ekstensi, mengapa tidak mencoba mencampurkan warna yang jarang digunakan untuk membuat gradasi? Misalnya, dengan ekstensi merah muda ini, gaya dan warnanya akan memberikan kesan ceria, sementara ekstensi yang ujungnya putih bisa memberikan kesan tenang meskipun gaya rambutnya mencolok."

"Waw.. waw.. Otaku-kun keren banget sih!? Hebat!"

Tanpa sadar, Otaku-kun berbicara tentang bidang yang ia kuasai, dan Yua sangat terkejut dengan ide barunya.

Memang, memilih warna yang sama dengan rambutnya akan mengubah gaya rambut, tetapi Yua mulai berpikir untuk mencoba warna yang berbeda. Dan jika mengganti warna, dia juga ingin mencoba gaya rambut yang berbeda.

"Bagaimana kalau kita tambahkan ekstensi yang lebih keriting juga?"

"Oh, kalau begitu kita pilih ekstensi yang tahan panas. Pilih yang keritingnya ringan agar terlihat alami, dan kalau setelah dipakai terasa kurang, aku bisa menggunakan alat pengeriting rambut untuk menyesuaikannya."

"Otaku-kun kamu hebat sekali!!"

Pujian Yua yang berlebihan, tapi Otaku-kun tampak senang menerimanya.

Pengetahuan otaku-nya ternyata berguna dalam situasi ini, dan dia merasa sedikit bangga.

Sebelum Otaku-kun sempat bertanya, "Mana yang lebih kamu suka, Narumi-san?", Yua sudah memegang ekstensi dengan ujung putih dan menuju ke kasir. Keputusan yang cepat.

Keesokan harinya.

"Uwaw.. Yua, rambut cakep banget. Serius gila!"

"Belakangan ini Yua makin modis, ya?"

Sepulangnya dari membeli ekstensi, Yua belajar dari Otaku-kun tentang cara menyesuaikan ekstensi dan membuat gaya rambut half-up. Namun, ia gagal melakukannya dengan baik, sehingga pagi-pagi sekali, ia mengirim pesan kepada Otaku-kun meminta bantuan, dan akhirnya Otaku-kun yang mengerjakannya di dalam kereta pagi.

"Untung Otaku-kun kebetulan bangun pagi, bener-bener deh, dia menyelamatkan aku."

"Aku pikir mungkin juga begitu, jadi aku sengaja bangun lebih awal."

Seharusnya Otaku-kun bisa menawarkan langsung, "Bagaimana kalau aku bangun pagi besok dan datang untuk menata rambutmu?" Tapi dia belum punya keberanian untuk mengatakan itu.

"Eh, lihat deh rambut anak itu, keren banget, kan?"

"Bagus ya, gimana caranya bisa gitu?"

"Aku mau coba tanya deh."

Di sekolah, para siswi yang melewati Yua memandangnya dengan penuh iri, bahkan beberapa dari mereka ada yang menghampirinya untuk bertanya. Melihat Yua membanggakan pengetahuan yang diajarkan oleh Otaku-kun, Otaku-kun pun merasa puas.

Setelah beberapa saat, Otaku-kun baru sadar bahwa untuk pertama kalinya, dia menyentuh rambut atau kepala seorang gadis, selain adiknya, demi menata rambut Yua.

Ketika dia terlalu fokus pada hal yang dia suka atau kuasai, Otaku-kun cenderung tidak memperhatikan sekelilingnya. Namun, jika dia terlalu menyadari kehadiran Yua, mungkin dia tidak akan berhasil menata rambutnya.

Mengingat kembali saat menyentuh rambut halus Yua, Otaku-kun merasa terganggu oleh pikirannya sendiri untuk beberapa waktu.

***

"Otaku-kun, aku punya permintaan."

"Iya, ada apa?"

"Akan lebih cepat kalau kamu langsung melihatnya. Ikut aku sebentar."

"Aku mengerti."

Permintaan dari Yua yang satu ini terasa berbeda dari biasanya, meskipun Otaku-kun sudah mulai terbiasa dengan permintaan-permintaan Yua. Kali ini, ada sesuatu yang membuatnya merasa berbeda, tetapi dia memilih untuk tidak mengomentarinya dan hanya merespon singkat. 

Biasanya, jika Yua memiliki permintaan, dia menunggu sampai setelah pulang sekolah, ketika suasana sepi, dan sering kali melirik Otaku-kun untuk menarik perhatiannya. Tapi kali ini, Yua langsung mendekatinya dengan ekspresi serius, meskipun masih ada murid lain di sekitar mereka.

Otaku-kun berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti Yua keluar dari kelas. Mereka berjalan di sepanjang koridor dan berhenti di depan sebuah kelas lain.

"Gadis itu temanku. Lihat dia."

Mengikuti arahan Yua, Otaku-kun mengintip melalui jendela kelas. Di dalam, seorang gadis duduk di mejanya, tampak lelah dan hanya menatap ponselnya. Otaku-kun mengenali gadis itu. Dia adalah teman yang pernah ditegur Yua ketika mereka pergi membeli ekstensi rambut bersama.

"Namanya Riko."

"Apa yang terjadi dengan Riko-san?"

Otaku-kun sebenarnya tidak perlu bertanya. Tepat di depan mata mereka, beberapa siswi mulai mengganggu Riko.

"Nee.. lihat rambut keriting itu. Lucu banget, aku melempar penghapus dan tenggelam di sana!"

"Kamu sih kecil tapi sombong banget. Nee.. kamu dengerin nggak?"

Riko tetap diam, seakan tidak peduli dengan ejekan itu. Namun, semakin mereka mengganggunya, beberapa murid laki-laki juga ikut serta dalam ejekan tersebut.

Melihat kejadian itu membuat Otaku-kun dan Yua merasa sangat tidak nyaman.

"Itu... dia di-bully, kan?"

"Iya, tapi kalau ditanya ke Riko, dia pasti menyangkalnya."

"Kita harusnya menghentikan perbuatan mereka."

"Aku tahu. Itu sebabnya aku ingin berkonsultasi denganmu. Ayo kita balik ke kelas dulu."

"Tapi... baiklah."

Otaku-kun tahu bahwa meskipun mereka mencoba menghentikan perilaku itu, para pengganggu tidak akan mendengarkan. Namun, jika dibiarkan, situasinya hanya akan memburuk dan tidak bisa diperbaiki.

Yua mengatakan dia punya solusi, jadi Otaku-kun memutuskan untuk mengikuti Yua kembali ke kelas, meskipun dengan perasaan tidak tenang.

"Jadi, apa yang ingin kamu konsultasikan denganku?"

"Iya. Besok pagi, bisakah kamu datang ke rumahku sebelum berangkat sekolah?"

Otaku-kun hampir saja berseru, "Haa?" tapi berhasil menahan diri.

(Ada yang tidak nyambung di sini. Tapi aku harus mendengarkan sampai akhir sebelum membuat keputusan.)

"Kenapa aku harus datang ke rumahmu pagi-pagi?"

"Aku akan memanggil Riko ke rumahku, dan aku ingin kamu membantu mengubah penampilannya, seperti yang kamu lakukan untukku. Buat dia terlihat cantik."

"Tapi meskipun dia berubah penampilan, bukankah bullying-nya tidak akan berhenti?"

"Tenang saja, aku sudah punya rencana. Untuk melaksanakan rencananya, kita perlu mengubah penampilan Riko."

"Harus aku yang melakukannya?"

"Aku tidak bermaksud sombong, tapi kalau aku yang melakukannya, pasti gagal!"

(Sebenarnya itu bukan hal yang perlu dibanggakan.)

Yua bukan orang yang tidak kompeten, tapi dia sering gagal saat melakukan hal-hal yang tidak biasa baginya. Itu sebabnya dia meminta bantuan Otaku-kun, yang tangannya lebih terampil.

Namun, Otaku-kun baru saja mengalami kejadian di mana Riko membicarakannya di belakang dan menatapnya dengan jijik. Meski begitu, keputusan akhirnya adalah...

"Baiklah. Aku tidak tahu apa rencanamu, tapi aku akan membantumu."

Otaku-kun langsung setuju. Dia melihat Riko tadi, dan itu mengingatkannya pada masa lalu ketika dia di-bully hanya karena menjadi seorang otaku.

Meskipun dia punya perasaan tersendiri terhadap Riko, dia tidak bisa membiarkannya begitu saja. Karena itu, dia memutuskan untuk menerima tawaran Yua.


***

"Jadi, kamu mau aku buat seperti apa?"

"Hmm, pertama-tama, mari kita luruskan rambutmu dulu."

Otaku-kun menyalakan alat catok rambut yang ia pinjam dari Yua.

Alat itu jauh lebih besar daripada yang biasa ia gunakan, jadi ia merasakan sedikit perbedaan saat memegangnya, yang membuatnya agak ragu.

"Kalau terasa panas, bilang saja, ya."

"O... oke."

Riko ingin menggerutu, tapi membayangkan jika Otaku-kun akan salah langkah dan melukai rambutnya, dia akhirnya memutuskan untuk diam.

Otaku-kun mulai dengan menyemprotkan sedikit air ke seluruh rambut Riko dan menyisirnya perlahan. Sebenarnya, itu sudah cukup untuk meluruskan rambut sementara, tapi setelah kering, rambutnya akan kembali mengembang dan keriting.

"Kamu pakai jepitan baju?"

"Iya, sebenarnya lebih baik pakai klip yang lebih besar, tapi sayangnya aku nggak punya. Jangan khawatir, aku akan pastikan ini tidak sakit, jadi tahan sedikit ya."

Sambil memikirkan urutan bagian rambut yang akan diatur, Otaku-kun mulai membagi rambut Riko menggunakan jepitan baju.

Jepitan baju yang dibawanya adalah yang kekuatannya tidak terlalu keras, sehingga tidak akan menyakitkan atau memberi bekas yang aneh pada rambut. Jepitan baju itu biasa ia pakai untuk mengatur wig boneka atau memegang bagian plastik model kit saat ia mengecatnya.

Dia mulai mencatok rambut Riko, dari akar hingga ujung, berhati-hati agar tidak mengambil terlalu banyak rambut sekaligus karena rambut Riko cenderung tebal dan keras.

"Uwaa, Otaku-kun, hebat!"

"Benar juga, ini bagus juga"

Riko menyentuh rambutnya sendiri, merasakan kelembutan yang halus dan rambut yang jatuh lembut di antara jarinya. Rambut yang biasanya sulit diatur kini terasa sangat berbeda, membuatnya takjub.

Satu-satunya keluhan Riko adalah, rambut yang biasanya mengembang memberinya sedikit tambahan tinggi badan, tapi sekarang rambutnya jadi lebih lemas dan lurus. Ketika dia menyentuh puncak kepalanya, hanya ada rambut yang lepek. Meskipun begitu, rambut yang mengembang hanya menambah sedikit tinggi, yang tetap saja tidak mencapai 140 cm.

"Kalau begitu, sebelum menata gaya rambut, aku akan melakukan make up dulu."

"Oke. Kita masih punya cukup waktu?"

Ketiganya serempak melihat jam, dan ternyata masih ada lebih dari satu jam sebelum mereka harus berangkat ke sekolah.

"Sepertinya kita masih aman."

"Kalau terlambat, kita bisa bersama, terlambat bertiga, kan?"

"Itu nggak lucu."

Sambil tertawa kering, Otaku-kun mulai menghapus make up Riko.

"Kalau begitu, aku bisa bantu."

"Oke, tolong bantu ya."

"Siap!"

Dengan menggunakan tisu pembersih make up, make up Riko segera terhapus. Riko memang masih pelajar, jadi make up-nya hanya sebatas mengatur alis dan sedikit eyeliner.

"Jangan melotot begitu, bikin malu."

Meskipun wajahnya tanpa make up tidak terlalu berbeda dari sebelumnya, tetap saja Riko merasa malu.

Namun, kata-kata Riko sepertinya tidak sampai ke Otaku-kun, yang sudah sepenuhnya masuk ke mode konsentrasi.

Pertama, dia mengoleskan eyeshadow tipis di area sekitar kelopak mata, kemudian menambahkan warna emas di atasnya, dan gradasi merah muda di sudut mata. Teknik ini mirip dengan cara dia mengecat kepala boneka, di mana dia membuat lapisan warna dengan hati-hati.

Karena kali ini dia menggunakan kosmetik Yua, hasilnya terlihat lebih alami.

Dengan penuh konsentrasi, Otaku-kun perlahan-lahan menarik garis eyeliner di mata Riko.

"Karena kau sudah imut, mungkin lebih baik kalau matanya terlihat sedikit diturunkan."

Otaku-kun bergumam pada dirinya sendiri sambil terus bekerja, tampak seperti dia melupakan bahwa orang di depannya adalah Riko, bukan boneka besar.

"Hei, siapa yang kau bilang imut?"

"Jangan bergerak!"

Saat Riko hendak memprotes, Otaku-kun yang sedang sangat fokus malah berbicara dengan nada tegas.

"Dia ini pasti akan kutonjok nanti." pikir Riko, tapi dia memutuskan untuk menuruti dan tetap diam.

"Narumi-san, apakah ada kuas yang sangat kecil?"

"Ada sih, tapi buat apa?"

"Untuk lipstik. Kalau pakai langsung, hasilnya tidak akan bagus, jadi aku mau pakai kuas."

"Aa.. begitu. Tunggu sebentar, ya."


Yua berlari kecil ke dalam kamar dan kembali dengan cepat. Di tangannya ada kuas kecil seperti yang biasa dipakai untuk melukis, ukurannya bahkan lebih kecil dari separuh kelingking.

"Pakai ini bisa?"

"Sepertinya ini cukup bagus."

Sambil mengambil sedikit lipstik dengan kuas, Otaku-kun perlahan mengoleskannya ke bibir Riko.

Otaku-kun memilih warna merah muda muda. Untuk bibir atas, ia mengoleskannya sedikit lebih sedikit dari yang diperlukan.

"Selesai."

Otaku-kun menyerahkan cermin kepada Riko.

"A-apa-apaan iniiiii?!?!"

Meski hari masih pagi, Riko berteriak begitu keras hingga mungkin para tetangga bisa saja mengajukan komplain. Tak heran dia terkejut.

"Kenapa mataku jadi besar banget?! Dan ini keliatan kekanak-kanakan!"

"Enggak kok, itu imut banget!"

Riko mencoba menghapus make up nya dengan tisu pembersih, tapi Yua buru-buru menghentikannya.

Make up yang Otaku-kun lakukan pada Riko membuat matanya terlihat lebih besar dan sudut bibirnya terlihat seperti sedang tersenyum.

Riko sering kali terlihat seolah sedang marah meskipun sebenarnya tidak. 

Dari sudut pandang Otaku-kun, dia berpikir bahwa banyak orang yang mungkin akan tergoda untuk menggodanya karena ekspresi itu.

Jadi, dia memperbesar matanya dan sedikit menurunkannya, membuat kesan tajam Riko sedikit melunak. 

Dengan sudut bibir yang tampak tersenyum, Riko terlihat seperti sedang dalam suasana hati yang baik.

Meskipun hasilnya sedikit kekanak-kanakan, mengingat postur tubuh Riko, tampilannya menjadi lebih manis.

Setelah Otaku-kun menjepit poni Riko yang lurus dengan jepit rambut, penampilannya menjadi semakin menggemaskan.

Yua, yang tidak bisa menahan rasa gemasnya, memeluk Riko dan terus-menerus mengatakan betapa imutnya dia.

Meski demikian, Riko masih berusaha keras untuk menghapus make up-nya.

Akhirnya, setelah bujukan dengan sedikit air mata dari Yua, Riko dengan enggan setuju untuk mempertahankan make up itu untuk hari ini.

"Eh, sekalian aja, kita ubah gaya bajunya juga. Riko, rok kamu panjang banget, dan kamu memasukkan blusnya ke dalam."

Sebelum Riko bisa menjawab, Yua mulai menarik-narik seragam Riko.

Dengan tangan kanannya, dia mulai membuka kancing blus Riko, sementara tangan kirinya melipat rok.

"O-oi, Baka! Odakura bisa lihat ini! Berhenti dulu! Odakura, cepat balik badan!"

"A-ah, iya!"

"Kamu nggak ngintip, kan?!"

"Tentu saja tidak!"

Meski begitu, Otaku-kun sebenarnya sempat melihat sekilas pakaian dalam Riko, tapi itu tetap menjadi rahasia.

Setelah selesai dengan make over Riko, ketiganya berangkat ke sekolah.

Riko terlihat sangat imut dengan make over-nya, tapi berkat tangan Yua, blus Riko dibiarkan terbuka hingga dada dan perutnya sedikit terlihat. 

Dasi yang dilonggarkan dan rok yang sangat pendek membuat Riko terlihat seperti gadis sekolah yang trendi.

"Dengar ya, ini cuma buat hari ini. Aku nggak akan pakai pakaian memalukan ini lagi."

"Ayolah, kamu bisa terus tampil seperti ini!"

Sambil bercanda, mereka akhirnya sampai di kelas Riko.

Saat Riko memasuki kelas, teman-teman sekelasnya langsung terdiam dan melihatnya dua kali.

"Eh, make over? Kamu kelihatan kayak anak kecil sekarang."

Melihat Riko yang berbeda, beberapa gadis yang kemarin suka mengganggunya langsung mendekat untuk mengolok-oloknya.

Namun, suasana kelas terasa sedikit berbeda kali ini.

"Hei, kalian nggak mau ngomong sesuatu?"

"…………"

Para lelaki di kelas terlihat tertegun dan tidak mengatakan apa-apa.

Melihat reaksi itu, Yua tersenyum, yakin bahwa rencananya berhasil.

"Dengar, bisa nggak kalian berhenti mengganggu Riko?"

Serangan balik Yua pun dimulai.

***

"Hah? Apa maksudmu tiba-tiba ngomong kayak gitu?"

"Gini ya, kamu suka sama Yoshida-kun, kan? Jadi berhenti pakai Riko sebagai alasan buat mulai ngobrol sama dia, oke?"

"Hah? T-tunggu sebentar..."

Begitu Yua menuduhnya, wajah gadis pemimpin kelompok itu memerah, dan dia terdiam. Rupanya, Yua tepat sasaran.

"Oho... Yoshida, dia menyukaimu katanya."

"Wih... mantap, Yoshida. Hebat juga!"

Para lelaki di kelas segera sadar bahwa perhatian telah beralih dari Riko ke Yoshida. Mereka langsung mulai menggodanya. 

Meski Yoshida, yang tampak benar-benar terganggu, mencoba menghentikan mereka dengan berkata, "Sudahlah, hentikan" ejekan dari teman-temannya justru semakin menjadi-jadi.

"Lagian, aku nggak tertarik sama cewek jelek kayak dia!!"

Akhirnya, kesabaran Yoshida habis, dan dia meledak.



Tiba-tiba saja Yoshida berteriak, dan wajah pemimpin kelompok perempuan mulai murung.

"Haa.. Itu kasar banget, kan?"

"Narumi, kamu lagi sok jagoan, ya?"

Melihat perubahan ekspresi si pemimpin, para pengikutnya segera menyerang Yua. Namun, Yua hanya memandang mereka dengan tatapan meremehkan.

"Kalian bisa-bisanya membela dia, padahal dia sering ngomongin kalian kalau salah satu dari kalian nggak ada."

"Haa?"

"Bukan, nggak ada kayak gitu..."

"Tunggu-tunggu.. apa? Kamu tadi gagap. Jadi beneran, kalian ngomongin aku di belakang kalau aku nggak ada?"

"Aku nggak bilang apa-apa. Lagian, kamu sendiri gimana?"

"A-aku juga nggak bilang apa-apa. Itu dia yang ngomongin, bukan aku..."

Salah satu pengikutnya melirik si pemimpin kelompok.

"Jangan percaya sama omongan Narumi. Kalian tahu kan kalau itu bohongan."

Meskipun begitu, pemimpin kelompok ini memang suka mengeluhkan orang lain, bahkan terhadap para pengikutnya sendiri.

"Rendahan, jangan berbicara denganku lagi."

"Jadi selama ini kamu cuma cari perhatian cowok?"

Akhirnya, para pengikutnya menjauh, yakin bahwa si pemimpin memang sering menggunjing mereka di belakang. 

Kini, si pemimpin tidak hanya ditinggalkan oleh pengikutnya, tetapi juga jadi bahan lelucon para lelaki.

"Sialan kalian, menjijikkan!"

Dengan itu, dia keluar dari kelas dengan kesal, meninggalkan suasana yang tiba-tiba hening. Tak lama kemudian, bel berbunyi.

"Yua, kalian gamau balik ke kelas?"

"Benar juga, aku harus segera balik. Sampai nanti ya!"

"Iya."

Di balik kegaduhan itu, Otaku-kun juga ada bersama mereka, meskipun dia hampir tidak terlihat dan hanya bisa menyaksikan situasi dengan cemas.

"Narumi-san, apa ini benar-benar oke?"

"Tentu saja, ini kesuksesan besar!"

Yua mengangguk puas.

"Anak-anak cowok biasanya suka ngejek Riko, tapi begitu dia tampil cantik, mereka jadi susah mau ngejek."

"Benarkah begitu?"

"Iya lho."

Seperti yang dikatakan Yua, para cowok memang mendadak bungkam setelah melihat perubahan penampilan Riko. 

Otaku-kun, yang melakukan makeover, membuat Riko tampil menarik di mata para cowok. 

Hal ini membuat ejekan mereka berhenti, berbeda dengan jika makeover dilakukan oleh perempuan lain.

"Biasanya, kalau kita balas, cowok-cowok itu malah ikutan ganggu kita."

"Benar juga. Kemarin pun, mereka ikut menertawakannya saat diejek."

"Setidaknya, kalau bisa membuat para cowok diam, sisanya tinggal mereka saja."

Yang dimaksud dengan ‘mereka' adalah kelompok cewek yang dipimpin oleh si pemimpin.

"Tapi, gimana caranya kamu bisa tahu kalau dia suka sama Yoshida?"

"Itu yang disebut.. intuisi perempuan?"

Yua berkata sambil tersenyum nakal, meskipun sebenarnya, dia sudah menyelidikinya dengan baik. 

Yua suka bergaul dengan banyak orang, jadi dia punya lingkaran pertemanan yang luas. 

Salah satu temannya adalah seseorang yang dulu satu SMP dengan si pemimpin kelompok, dan dari temannya itu, Yua mendapat informasi bahwa si pemimpin pernah melakukan hal yang sama di SMP untuk menarik perhatian cowok.

"Tapi, apa ini tidak akan memperburuk bullying-nya?"

"Tidak masalah, bukan? Anak-anak yang mengikutinya juga sudah menjauhinya. Dia kalau sendirian ga akan berani ngapa-ngapain."

Meskipun begitu, Yua masih sedikit khawatir, sehingga dia dan Otaku-kun berkali-kali melihat ke kelas Riko setiap waktu istirahat. 

Namun, kekhawatiran Yua ternyata tidak terbukti, dan Riko tidak mendapat gangguan apa pun.

Setelah pelajaran hari itu selesai, Otaku-kun memutuskan untuk langsung pulang tanpa mampir ke klub. 

Karena dia sudah pergi ke rumah Yua sejak pagi, rasa ngantuk mulai menyerangnya.

Saat keluar dari kelas menuju loker sepatu dan berjalan keluar gerbang sekolah, dia melihat sosok yang dikenalnya; Riko.

Normalnya, mereka sudah saling mengenal, jadi seharusnya dia bisa langsung menyapanya. Namun, Otaku-kun belum terbiasa berinteraksi dengan cewek.

(Kalau aku menyapanya sekarang, dia mungkin tidak akan menyukainya.)

Itulah yang dipikirkan Otaku-kun, dengan rasa percaya diri yang tetap rendah. Kesimpulannya adalah, dia akan sedikit menunduk dan berjalan melewatinya.

"Oi, Odakura."

"Ah, iya?"

Saat Otaku-kun mencoba berjalan melewatinya, Riko memanggilnya.

"Etto, Himeno-san, ada apa, ya?"

Himeno adalah nama keluarga Riko. Nama lengkapnya adalah Himeno Ruriko. Karena tubuhnya yang mungil, nama keluarganya sering dijadikan bahan olok-olok, dianggap imut oleh teman-temannya. (NB: 姫野瑠璃子: Himeno Ruriko. Kanji 姫 berarti Putri, tetapi putri ini (Riko) memiliki badan yang kecil)

"Jangan panggil aku Himeno, aku juga tidak terlalu menyukai namaku. Panggil saja Riko."

"Ah, baiklah, Riko-san."

Karena itulah, dia menyuruh orang-orang yang agak dekat dengannya untuk memanggilnya dengan nama 'Riko'. Tampaknya, Otaku-kun sekarang juga sudah dianggap sebagai orang yang cukup dekat.

"Jadi.. ada apa, ya?"

"Tidak.. aku cuma mau bilang... terima kasih buat hari ini. Kamu dan Yua merencanakan ini semua buat mengusir mereka, kan?"

"Kamu mengetahuinya?"

"Iya, Yua kelihatan aneh hari ini, jadi aku sudah menduganya."

"Ah, begitu ya. Tapi aku benar-benar menikmati saat meriasmu, jadi tidak perlu terlalu dipikirkan."

Sebenarnya, Otaku-kun sangat menikmati saat dia membantu menata rambut dan merias Riko. 

Selain itu, dia bisa mencoba berbagai alat make up, yang dia pikir akan berguna untuk hobinya di masa depan.

"Ah, anu, waktu itu juga, saat kamu tidak ada, aku sempat bilang kalau kamu itu ' otaku itu menjijikkan' dan anu.. Yua memarahiku. Aku tidak terlalu mengenalmu dengan baik waktu itu, anu, jadi... maaf, aku salah."

Riko akhirnya meminta maaf. 

Berkali-kali dia mengucapkan "anu" dan "itu," terlihat jelas bahwa dia merasa canggung dan tidak tahu bagaimana cara meminta maaf dengan benar. 

Setelah mengucapkan permintaan maaf, dia menundukkan kepalanya di depan Otaku-kun.

Melihat Riko yang seperti itu, ekspresi Otaku-kun melunak. 

Mungkin karena rasa ngantuk yang mulai menyerang atau karena semuanya berjalan dengan baik, dia merasa lebih rileks. 

Riko, yang jauh lebih kecil dari Yua, tiba-tiba mengingatkannya pada adiknya yang belakangan ini bersikap dingin padanya.

"Tidak usah dipikirkan, sungguh."

Sambil berkata begitu, Otaku-kun mengusap kepala Riko.

"A-apa?!"

"Ah...!"

Otaku-kun buru-buru menarik tangannya, tapi sudah terlambat. 

Riko menatapnya dengan tatapan tajam seperti seekor binatang buas, dan Otaku-kun secara refleks mengeluarkan suara kecil seperti terkejut.

"Oi, Odakura!"

"Hiii, maafkan aku..!"

Tertekan oleh aura kemarahan Riko, Otaku-kun secara naluriah mengambil sikap bertahan. 

Namun, tidak ada serangan yang datang dari Riko. Perlahan, dia membuka mata yang tadi dia tutup dengan erat.

"Sial.. jangan pernah lakukan itu di depan orang lain!"

"Ba-baiklah."

"Apalagi di depan Yua, kalau sampai kamu berani, kamu akan kuhabisi!"

(Jadi kalau nggak ada orang lain, boleh?)

Pertanyaan itu terlintas di benak Otaku-kun, tapi tentu saja dia tidak mengatakannya. 

Setelah suasana tenang, dia tahu bahwa mengungkit hal itu bisa membuat Riko marah lagi.

"Itu aja urusanku."

"Ah, Begitu."

"Kalau begitu. Sampai jumpa, Odakura."

Setelah Riko melambai dan pergi, Otaku-kun meletakkan tangan di dagunya, terlihat kebingungan.

"Apa aku tadi sempat pakai blush on waktu meriasnya?"

Wajah Riko yang sedikit memerah mungkin hanyalah ilusi Otaku-kun belaka.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close