Penerjemah: Chesky Aseka
Penerjemah: Chesky Aseka
Chapter 7: Aku Ingin Kamu Melakukan Sesuatu Padaku... Pikirku Sejenak
Setelah kembali dari perjalanan, liburan musim panas berlalu dengan damai.
Himawari masih sibuk di klub sastra, bekerja keras menulis novelnya yang akan dikirimkan ke kontes.
Tampaknya perjalanan baru-baru ini memberikan inspirasi yang sangat berarti baginya.
Bagian-bagian yang sebelumnya membuatnya buntu kini berhasil dieksplorasi dengan cemerlang. Isi ceritanya meningkat pesat hingga mendapat pujian dari ketua klub dan teman-temannya.
Pemandangan laut dan tempat wisata yang jarang dilihat.
Penginapan yang terasa seperti rumah dari dunia lain.
Orang-orang yang hanya bisa ditemui di sana, makanan khas yang hanya bisa dinikmati di tempat itu, pengalaman-pengalaman unik yang hanya bisa dirasakan di sana...
Semua itu seolah menjadi bahan bakar bagi kreativitasnya.
“Ehehe...”
Sambil berbaring di atas tempat tidur, Himawari memandangi foto-foto perjalanan itu di layar ponselnya.
Aku benar-benar senang kita pergi ke perjalanan itu, pikirnya dengan tulus.
Kenangan yang muncul di benaknya semuanya adalah memori indah bersama Kamome—penuh kegembiraan dan sinar kebahagiaan.
......
Namun...
Di sisi lain, ada sesuatu yang terus mengganggu pikiran Himawari.
Ini tentang perilaku Kamome pada malam perjalanan itu.
Pengalaman yang terlalu mengguncang malam itu...
Tak peduli seberapa keras ia mencoba mengabaikan dan menguburnya dalam ingatan, kenangan itu tetap muncul, membuat tubuhnya bereaksi.
Rasanya tubuhnya bukan miliknya lagi, seakan-akan telah diubah menjadi sesuatu yang lain. Dan setiap kali perasaan itu kembali, wajahnya memerah panas.
Namun, yang lebih mengganggunya daripada dirinya sendiri adalah Kamome.
Malam itu, perilakunya terasa sedikit aneh.
Bagaimana harus menjelaskannya... Rasanya seperti bukan Kamome yang biasa.
Hari itu, mereka berdua berencana untuk melewati batas untuk pertama kalinya.
Ketika akhirnya tiba di situasi itu, Himawari tidak tahu apa yang akan dilakukan Kamome... tetapi tetap saja, ada rasa tak nyaman yang dirasakannya.
Pada hari ulang tahunnya, Himawari memohon Kamome untuk menciumnya.
Ia menginginkan ciuman yang lebih bermakna daripada yang pernah Kamome berikan pada Tsuyu...
Kalau dipikir sekarang, permintaan itu terasa memalukan, tetapi ia masih ingat dengan jelas saat itu.
Baik Himawari maupun Kamome sama-sama belum berpengalaman, sehingga ciuman mereka berakhir sedikit canggung.
Namun, ciuman itu... memiliki kehangatan yang melampaui logika.
Bibirnya disambar oleh Kamome, rongga mulutnya dijelajahi oleh lidahnya, tulang punggungnya bergetar, dan ia merasa seperti melayang.
Dibandingkan dengan itu, kali ini... meskipun ia mengalami sesuatu yang jauh lebih intens, ia merasa Kamome terlalu lembut.
Kamome sepenuhnya memusatkan perhatian pada membangkitkan perasaannya.
Ia membisikkan namanya berkali-kali di telinganya dan mengatakan bahwa ia mencintainya.
Bukan berarti Himawari tidak menyukai itu.
Bahkan ketika mengingatnya saja membuat wajahnya memanas, itu adalah pengalaman yang terasa terlarang dan begitu menggoda.
Malam yang melampaui batas nalar, hingga ia tak pernah membayangkan hari seperti itu akan terjadi padanya.
Namun, rasa tak nyaman itu tetap ada, membara dalam hati Himawari.
◇◆◇◆◇◆
Ada satu orang yang bisa Himawari ajak bicara tentang kegelisahan yang sulit dijelaskan ini.
“─Jadi, begitulah yang terjadi malam itu...”
Di sebuah rumah besar di kawasan perumahan, di kamar lantai dua rumah keluarga Shishido, Himawari duduk di atas tempat tidur, menjelaskan apa yang terjadi malam itu kepada orang di depannya.
“Hee... Aku nggak percaya itu sungguh terjadi.”
Orang itu adalah Tachibana Risa, salah satu anggota dalam perjalanan tersebut.
Hanya dengan mendengar garis besarnya, Risa sudah menghela napas dengan wajah memerah.
“Aku tahu kalian nggak beneran melakukannya, tapi Kamome-kun juga nggak bilang apa yang sebenarnya terjadi, jadi aku nggak mau memaksanya. Aku pikir itu masalah pribadi, tapi...”
Masih dengan wajah terkejut, Risa menatap Himawari yang menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Aku nggak menyangka kalian malah terlibat dalam hal yang... lebih intens. Bukannya melewati batas, ini malah lebih... erotis, nggak sih?”
“U-Uh...”
Himawari hanya bisa mengerang malu.
“Jadi, Kamome-kun kelihatannya lembut, tapi sebenarnya dia... sadis, ya? Atau mungkin dia masokis karena membuatmu meleleh tapi nggak meminta apa-apa?”
“A-Aku nggak tahu...”
Wajah Himawari yang memerah seperti mengeluarkan uap, hanya mampu memberikan jawaban yang kabur.
“Jadi, Himawari, kamu nggak nanya sama Kamome-kun tentang itu malam itu?”
“Y-Yah... Kamome-kun membuatku merasa sangat enak... dan aku rasa aku tertidur tanpa sadar.”
“Eh, maksudmu dia bikin kamu crot sampai pingsan?”
Mata Risa membelalak.
“Luar biasa, Himawari benar-benar pacar pertama Kamome-kun? Dia ini playboy alami, ya.”
Wow..., Risa bereaksi dengan kedua tangan di mulutnya, sedikit bersemangat.
Risa, yang tampaknya semakin antusias, melanjutkan pembicaraan dengan wajah sedikit memerah.
“Begitu ya... Kalau diingat-ingat, pagi itu pasti cukup sulit, kan? Kalian berdua terlihat lelah, apalagi setelah menghabiskan malam seperti itu, pasti banyak yang harus dibereskan.”
“I-Iya, pagi itu cukup berat ketika aku bangun.”
“...Aku penasaran, Himawari, apakah pakaian dalammu baik-baik saja?”
“A-Aku memang membawa pakaian dalam cadangan untuk berjaga-jaga... tapi lebih dari itu, futonnya... dalam keadaan yang luar biasa...”
“Eh?”
“E-Em, Risa-chan, apa menurutmu aku aneh?”
Himawari mulai bergumam dengan malu-malu, meletakkan kedua tangannya di pipi.
Himawari, yang pemalu, mudah berkeringat, dan sering gugup, menunjukkan kebiasaannya yang biasa.
“Saat Kamome-kun menyentuhku, aku mungkin... t-terlepas...”
“......”
“T-Tapi, bukan seperti itu, entah bagaimana, sesuatu yang benar-benar panas dari dalam tubuhku mendadak keluar... K-Kamome-kun cukup pengertian dan tidak mengatakan apa-apa, tapi aku aneh, kan? Merasa begitu nyaman sampai-sampai aku mengompol...”
“Himawari, itu...”
Risa, yang mendengarkan dengan mulut menganga untuk beberapa saat, berkata dengan suara gemetar.
“K-Kamu melakukannya! Dan Himawari, kamu mengeluarkan banyak!”
“Eh? E-Eh? Eh?”
“W-Waaaah, kamu sedang dilatih! Himawari sedang benar-benar dilatih oleh Kamome-kun!”
Mungkin karena tak mampu memahami situasi yang melampaui imajinasinya, Risa mulai berteriak.
“R-Risa-chan! Suaramu terlalu keras! Ayahku ada di lantai bawah hari ini!”
Setelah diperingatkan oleh Himawari, Risa terkejut dan langsung menutup mulutnya.
“...I-Itu hampir saja, kalau ayah Himawari tahu soal ini, Kamome-kun pasti akan dipukul dengan tongkat golf... Jadi, Himawari.”
Risa menatap Himawari dengan serius.
“Ceritakan lebih rinci tentang apa yang terjadi saat itu.”
“Eh, eeh...”
Risa, yang sangat penasaran, mendekat ke arah Himawari.
“Aku gak bisa menilai apakah Himawari aneh atau tidak kalau aku nggak dengerin semuanya, kan? Jangan khawatir. Interview ini murni untuk analisis dan sama sekali tidak ada maksud tersembunyi.”
“S-Serius?”
“Jadi, apa yang Kamome-kun lakukan sampai membuatmu seperti itu? Apakah dia melakukan sesuatu yang sangat intens? Apakah menyakitkan?”
“N-Nggak gitu, bukan seperti itu, Kamome-kun sangat lembut, dia membelai dadaku, bahuku, perutku, dan bagian-bagian lain dengan tangan besarnya...”
Himawari menjelaskan dengan terbata-bata sambil mengenang kejadian itu.
“Dia mencium dahiku, leherku, dan berbagai bagian tubuhku, tapi aku paling terangsang saat dia melakukannya dengan mulutnya, seperti yang kukira...”
Perlahan-lahan, tanpa disadarinya, mungkin kenangan fisik dari saat itu muncul kembali.
Secara alami, emosi Himawari terbawa, napasnya menjadi tidak teratur, dan dia mulai menunjukkan suasana yang agak tergugah.
“Dan kemudian aku merasa sangat enak berkali-kali, kepalaku bergetar, aku gak bisa menahan suaraku lagi, aku menekan wajahku ke dada Kamome-kun, dan kemudian Kamome-kun memeluk kepala dan tubuhku dengan erat agar suaraku tidak bergema, a-aku, aku, aku yakin aku membuat suara yang gak pantas, aku benar-benar dikuasai oleh Kamome-kun, nggak bisa bergerak sedikit pun, seperti sedang didominasi olehnya, dan ketika aku berpikir seperti itu, sesuatu muncul dari dalam perutku, aku tidak bisa menahannya lagi, pikiranku hilang, kepalaku kosong, semuanya keluar... dan kemudian aku tertidur seperti pingsan, dan ketika aku bangun, pagi telah tiba, seprai seperti habis ngompol...”
“Himawari-san, cukup, aku sudah mendengar lebih dari cukup.”
Mendengar sejauh itu, Risa menghentikannya sambil menutup hidungnya.
“Kamu terlalu cepat. Terlalu sensual. Aku mungkin mimisan. Kamu punya tisu?”
“A-Apa kamu baik-baik saja?”
“Yah, aku gak percaya aku bisa mendengar cerita seintens ini...”
Bertentangan dengan kata-katanya, Risa tampak puas.
“Tapi kamu tahu, setelah mendengar semua itu, kupikir ini hanya salah satu cerita pamer pasangan mesra. Jadi, apa yang sebenarnya kamu khawatirkan? ‘Justru karena aku menghargai Himawari’ mungkin adalah maksud sebenarnya dari Kamome-kun, bukan? Bukankah lebih baik berpikir bahwa dirinya yang hampir melewati batasnya, dengan dirinya yang terlalu serius, kikuk, dan sifat alaminya?”
“...Iya.”
Seperti yang dikatakan Risa, banyak alasan positif terlintas di pikiran.
Namun, tetap ada rasa yang tidak nyaman, dan ekspresi Himawari menjadi muram.
Tetapi dia sedikit menyadari alasannya...
“Itu... karena kamu masih terganggu soal Tsuyu-san?”
“...Iya.”
Langsung tepat sasaran oleh Risa, Himawari menjawab jujur.
Beberapa waktu yang lalu, Himawari menceritakan semuanya kepada Risa.
Risa, yang peduli pada Himawari yang sedang sedih, mencoba membantunya dengan berbagai cara.
Berpikir bahwa dia bisa mempercayainya─di awal liburan musim panas, saat hubungannya dengan Kamome mulai membaik, Himawari mengungkapkan apa yang terjadi di antara mereka...
Termasuk konfrontasinya dengan saudari tirinya, Tsuyu.
Himawari merenung.
Seperti yang Risa katakan, tidak peduli seberapa keras dia mencoba untuk tidak memikirkannya, keberadaan Tsuyu tetap menghantui pikirannya dalam hubungannya dengan Kamome.
Malam itu, alasan Kamome ragu untuk melangkah lebih jauh... apakah karena dia memikirkan apa yang terjadi dengan Tsuyu?
“Himawari... kamu berpikir kalau Kamome-kun masih punya perasaan untuk Tsuyu-san?”
“......”
Sejak saat itu, Kamome tidak pernah bertemu Tsuyu lagi.
Himawari sama sekali tidak merasakan tanda-tanda Kamome berbohong.
Lagipula, tindakan Tsuyu hanyalah lelucon setengah hati untuk menggoda Kamome.
Kamome juga adalah korban dalam situasi ini.
Jadi, sebenarnya tidak perlu khawatir.
Namun, Himawari menyadari bahwa dia adalah orang yang mudah cemburu, bahkan terhadap masa lalu di mana Kamome pernah tertarik pada Tsuyu─dan ini membuatnya tenggelam dalam rasa tidak suka pada dirinya sendiri.
“Himawari...”
Mendengar Himawari mencela dirinya sendiri, Risa menghela.
“Itu wajar kalau kamu beneran menyukai Kamome-kun, bukan?”
“...Eh?”
“Himawari benar-benar suka Kamome-kun. Itulah sebabnya kamu merasa cemas, berpikir kalau Kamome-kun ragu untuk mendekatimu, atau merasa bersalah karena apa yang terjadi, mungkin karena dia masih memikirkan Tsuyu-san... Itu adalah psikologi yang normal.”
“A-Apa begitu...”
Didukung oleh Risa, Himawari menunjukkan ekspresi terkejut.
“Benar. Tapi, meskipun begitu, perasaan itu gak akan langsung hilang begitu saja dengan, ‘Aku mengerti, oke, selesai,’ kan?”
Hmm, setelah berpikir sejenak, Risa berkata, Begini saja, sambil menyarankan sesuatu kepada Himawari.
“Himawari, ayo kita goda Kamome-kun.”
◇◆◇◆◇◆
Apa Kamome menganggap Himawari lebih menarik daripada Tsuyu?
Himawari ingin dia merasa seperti itu.
Jika itu yang mengganggu Himawari, maka dia harus menggoda Kamome dan memastikan hal itu.
Jadi, Risa mengusulkan rencana kepada Himawari dan segera melaksanakannya.
“T-Tapi apa ini gak terlalu tiba-tiba? Jangan-jangan malah mengganggunya...”
“Ah, sudahlah, jangan cemas sekarang. Oke, sudah kukirim.”
“Auu...”
Beberapa waktu lalu, saat malam acara latihan gabungan untuk klub kegiatan.
Ada foto seorang siswa pria dari klub lain yang terlihat bersemangat dan mengambil foto close-up dengan Himawari.
Foto itu mereka kirimkan ke Kamome melalui aplikasi pesan.
“Kamu tahu, para pria itu makhluk yang penuh rasa kepemilikan. Cukup melihat pacarnya akrab dengan pria lain atau hanya sedikit bersentuhan saja bisa membuat mereka langsung cemburu. Dengan ini, Kamome-kun juga pasti akan terpengaruh, bukan?”
Tak lama, balasan dari Kamome datang di aplikasi pesan.
“Lihat, dia langsung balas!”
Namun, yang dikirim Kamome adalah foto dirinya saat bekerja.
Terpikir bahwa Kamome sebelumnya pernah bilang, meskipun masa kerja paruh waktunya yang singkat sudah selesai, dia sedang mempertimbangkan untuk melanjutkannya sepanjang liburan musim panas.
Foto yang dikirimnya menunjukkan Kamome bersama seorang wanita yang mengenakan apron kerja yang sama.
Mungkin itu Katsumata Amane, senpai dari SMP sekaligus rekan kerjanya di pekerjaan paruh waktu.
Pesannya berbunyi, Latihannya menyenangkan, ya? Aku juga menikmati pekerjaanku di sini.
“Dia benar-benar terlalu polos!”
Melihat itu, Risa berteriak.
“Apa-apaan, apa dia gak sadar? Mengirim foto dia dekat dengan wanita lain!”
“R-Risa-chan, tenanglah... Mereka hanya bekerja, kok, gak lagi mesra-mesraan...”
Sambil menenangkan Risa yang emosi, Himawari tertawa kecil, merasa hal itu lucu.
“Baiklah, Himawari, kita pakai rencana B.”
“Rencana B?”
“Kita harus membuat daya tarik yang lebih kuat untuk membuat si bodoh itu sadar! Kirim selfie yang menggoda!”
“E-Eh!?”
Tanpa basa-basi, Risa menarik bagian bawah pakaian Himawari.
“Cepat, lepaskan bajumu!”
“Hyaa, R-Risa-chan!?”
Dia melepaskan atasan Himawari, meninggalkan tubuh bagian atasnya hanya dengan pakaian dalam.
“Sekarang, berdiri di depan cermin dan ambil selfie, selfie!”
“E-Eh, begini?”
“Tunjukkan belahan dadamu lebih jelas lagi!”
Dan mereka mengirimkan foto selfie tersebut ke obrolan disertai pesan santai, Sepertinya aku tambah gemuk~ (nangis) Kamome-kun, semangat kerjanya ya (hati).
“Lihat, dengan foto sejelas ini, dia pasti paham kalau Himawari benar-benar menggoda dia. Malam ini akan jadi kelanjutan dari malam itu, Himawari.”
“E-Eeh...”
Namun, balasan biasa saja datang dari Kamome, Sama sekali nggak, kamu jangan khawatir! Terima kasih, semangat juga dengan tulisanmu, Himawari!
“Dia ini anak SD apa!?”
Risa pun kesal seperti yang diduga.
Namun, di sisi lain, Himawari tersenyum kecil, Ahaha.
“Apa, Himawari? Kamu terlihat senang.”
“Iya... Ini memang khas Kamome-kun.”
Himawari menampilkan senyuman yang tampak lega.
“Agak bodoh seperti ini, sering linglung, tapi benar-benar bisa diandalkan saat aku membutuhkan dia, dan dia selalu menjagaku... Aku pikir, itu Kamome-kun yang selalu kukenal.”
Mendengar itu, Risa tidak bisa berkata apa-apa, hanya menggoda, Hyu hyuu, pasangan yang mesra sekali~.
◇◆◇◆◇◆
“Daripada terus merasa cemas, kenapa kamu tidak mencoba bertanya pada dirimu sendiri tentang perasaanmu yang sebenarnya?”
Operasi untuk menggoda Kamome telah berakhir sementara, dan Himawari sedang mengobrol dengan Risa.
Di tengah percakapan, Risa memberikan saran itu.
“Eh? Perasaanku yang sebenarnya?”
“Iya, perasaanmu yang jujur. Ayo, ceritakan padaku. Himawari, apa sebenarnya yang kamu suka dari Kamome-kun?”
“Eh!?”
Mendadak ditanya seperti itu oleh Risa, Himawari langsung gelagapan.
“Umm, ya...,” gumamnya sambil ragu-ragu. Lalu, dengan pipi yang memerah, Himawari menjawab, Sisi dia yang keren dan imut.
“Hari saat upacara penerimaan siswa baru, aku menjadi korban pencopetan...”
“Ah iya, iya, itu langsung jadi bahan pembicaraan di antara murid-murid tahun pertama. Gara-gara itu, reputasi Kamome-kun langsung naik di kalangan teman-teman sekelasnya dari hari pertama. Tapi serius, siapa yang mencopet tas siswi SMA? Aku rasa dia mencopet karena itu tas milik anak SMA sih... Eh, abaikan saja tebakanku, teruskan ceritamu.”
“Iya, saat itu aku sedang sangat terpuruk karena perubahan di lingkungan keluargaku. Rasanya hatiku begitu berat.
Di saat seperti itu, tas Himawari dirampas dengan paksa, membuatnya jatuh tersungkur.
Kenapa sih, hal seperti ini selalu terjadi padaku?
Ia mengingat bagaimana perasaan saat itu—merasa hina, air matanya mengaburkan pandangan.
Lalu, Kamome dengan gagah berlari melewatinya dan berhasil menangkap pencopet tersebut.
“Dia menolongku, bahkan setelah itu dia menggendongku ke sekolah sambil menanyakan apakah aku terluka... Saat itu rasanya malu, tapi jantungku berdebar-debar...”
Seorang pangeran seperti muncul dalam hidupnya.
Mungkin ini terdengar terlalu percaya diri, tapi begitulah perasaannya waktu itu.
“Tapi dia gak cuma keren. Ketika aku bersamanya, dia membuatku tertawa, dan hatiku terasa hangat... Banyak hal seperti itu terjadi, dan sebelum aku menyadarinya, waktuku dihabiskan hanya untuk memikirkan Kamome-kun di kepalaku...”
“Hmmm, lalu?”
“Jadi, umm... karena itulah, aku menyukainya. Aku sangat bahagia menjadi pacarnya.”
Hanya itu?”
“A-Aku ingin bersamanya selamanya.”
“Hmmm, ceritakan lagi, lebih banyak!”
Risa terus memancing Himawari untuk mengungkapkan lebih banyak isi hatinya.
Seolah ingin menggali perasaan terdalamnya, Risa mendesak Himawari yang wajahnya semakin merah padam.
“Aku... Aku ingin dia hanya memandangku. Aku ingin dia menghargai aku lebih dari siapapun.”
Himawari berkata dengan mata terpejam rapat, suaranya bergetar seakan berusaha keras mengungkapkan semuanya.
“Karena Kamome-kun juga adalah yang nomor satu bagiku, aku ingin kami menjadi nomor satu satu sama lain, saling mencintai sepenuh hati!”
“Dengar itu, Ooshimaー! Ooshima Kamomeー!”
Tiba-tiba, Risa berteriak ke arah langit-langit.
“Jangan bikin pacar imutmu yang sangat mencintaimu jadi merasa insecureー! Kalau ada apa-apa, dirimu gak akan selamatー!”
Himawari memandangi Risa yang berteriak penuh semangat itu dengan tatapan kosong.
“...Oke. Setelah luapan penuh emosi seperti ini, Kamome-kun pasti sedang merinding sekarang.”
“Ah... Ahaha.”
Himawari tertawa kecil. Dengan senyumnya yang biasa.
“Iya, iya, senyum itu paling cocok buat Himawari.”
Risa berkata, tampaknya ingin menghiburnya.
Oh, dan setelah itu, ayah Himawari naik dari lantai bawah sambil bertanya khawatir, Himawari, tadi aku dengar suara keras sekali, ada apa? Tapi Himawari berhasil mengalihkan perhatiannya.
“Risa-chan, terima kasih. Aku benar-benar bersyukur punya teman seperti Risa-chan.”
Mendengar itu, Risa tersenyum malu-malu.
“Ahh, setelah dengar cerita cintamu, aku jadi pengen punya pacar juga.”
Dia lalu merebahkan diri di karpet dan memandang ke langit-langit.
“Risa-chan, apa kamu gak pengen punya pacar?”
Himawari bertanya pada Risa.
Seseorang yang ceria, ramah, dan begitu baik hati. Himawari yakin Risa pasti sangat populer.
“Tidak ada orang yang kamu suka atau menarik perhatianmu?”
“Hmm...”
Risa memiringkan kepalanya, terdiam sejenak, lalu...
“Himawari.”
Katanya.
“Eh, ehehe...”
Mendengarnya, Himawari tersenyum malu-malu.
“Terima kasih. Aku juga suka Risa-chan.”
“Ahaha, itu membuatku senang.”
Mereka berdua tersenyum bersama.
“Suatu saat nanti, kalau Risa-chan punya pacar juga, aku pengen kita jalan bareng.”
“Double date? Kedengarannya seru. Ah, ngomong-ngomong, musim festival musim panas sudah dekat. Kamome-kun sudah ngajak kamu belum?”
Himawari mengangguk senang mendengar pertanyaan Risa.
“Kaaー, dasar licik.”
Komentar Risa.
─Setelah itu.
Setelah Risa pulang, Himawari terdiam merenung di kamarnya.
Seperti yang Risa katakan, mereka memasuki musim di mana festival musim panas akan diadakan di sana-sini.
Ia sudah berjanji dengan Kamome untuk pergi ke festival yang akan diadakan di sekitar tempat tinggal mereka beberapa hari lagi.
Ia berpikir untuk mempersiapkan yukata dan kebutuhan lainnya untuk itu.
“......”
Di saat yang sama, ia juga berpikir bahwa ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Tsuyu secepat mungkin, tanpa harus menunggu liburan musim panas berakhir.
Pada malam perjalanan itu, Kamome ragu untuk melangkah lebih jauh dengannya.
Berpikir bahwa Kamome mungkin masih memiliki perasaan untuk Tsuyu... adalah kecurigaan menyakitkan yang muncul dari rasa cemburunya sendiri, namun ia juga memikirkan alasan lain.
Mungkinkah Kamome masih belum sepenuhnya bisa memproses rasa bersalahnya terhadap Himawari atas insiden dengan Tsuyu itu─?
Aku ingin menjadi yang nomor satu bagi Kamome.
Tanpa sengaja, ini bertentangan dengan pernyataan yang ia buat sebelumnya.
Mungkinkah kebaikan hati Kamome membuatnya sangat sensitif, sehingga ia merasa terganggu justru karena ia menganggap Himawari adalah yang nomor satu baginya?
Mungkinkah Kamome merasa bersalah karena langsung memuaskan keinginannya sendiri telah menjadi beban baginya?
Fakta bahwa ia mengesampingkan kepentingannya sendiri dan mencurahkan segalanya untuk Himawari adalah bukti dari hal itu.
Kalau begitu, dia ingin mematahkan mantra itu.
Dia ingin melanjutkan pertengkarannya dengan Tsuyu dan menyelesaikannya dengan baik.
Dan dia ingin menjadi pasangan yang benar-benar saling menginginkan dan mencintai satu sama lain dengan tulus.
Tadi, Himawari berbicara dengan malu-malu tentang hubungannya dengan Kamome di depan Risa... Himawari memang pemalu, mudah gugup, dan tipe yang lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah. Namun, untuk hal-hal seperti itu, dia tidak pernah ragu.
Sebaliknya... dia menyukainya.
Mungkin dia sedikit nakal, tapi itu hanya karena Kamome.
Hanya karena dia sangat menyukai Kamome.
Itulah sebabnya dia ingin segera memperbaiki hubungannya dengan Tsuyu.
Hal-hal lain bisa ditunda, tapi setidaknya dia ingin menyampaikan niatnya kepada Tsuyu dan menyelesaikan konflik di antara mereka.
Dan ini bukan hanya demi Kamome.
Himawari juga berpikir bahwa, jika memungkinkan, dia ingin menjadi keluarga yang dekat dengan Tsuyu─
Sejak saat Tsuyu dengan tulus meminta maaf, perasaan tidak suka Himawari terhadapnya perlahan memudar.
Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, dan meskipun interaksi mereka sejauh ini sangat sedikit, dia dan Tsuyu tetaplah saudara.
Mereka adalah keluarga.
Tidak seperti ibunya, yang tidak diketahui keberadaannya dan bahkan tidak ingin ia ketahui, Himawari merasa bahwa mungkin saja dia dapat berjalan menuju masa depan yang lebih baik bersama Tsuyu.
Itulah sebabnya─
“...Baiklah.”
Dengan keyakinan itu.
Himawari meninggalkan kamarnya untuk berbicara dengan ayahnya yang sedang berada di lantai bawah.
Post a Comment