NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V3 Chapter 4


Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena 


Chapter 4: Lelang dan Artefak


“Maaf sekali, Sitri. Padahal baru saja aku bilang akan melunasi utangku,” ujar teman dekatnya dengan ekspresi penuh rasa bersalah.


“Ah, tidak usah dipikirkan. Bukankah kita teman baik?” jawab Sitri sambil tersenyum lembut.


Memang benar bahwa Sitri saat ini sedang kekurangan uang tunai. Ia baru saja menghabiskan banyak uang untuk membuat ramuan dalam jumlah besar demi mengisi ulang daya artefaknya, lalu menjualnya dengan harga murah. Selain itu, ia juga mengeluarkan biaya cukup besar untuk membuat boneka logam guna mendukung latihan kakaknya.


Sejak awal, Sitri selalu mengelola asetnya secara tersebar agar siap menghadapi kemungkinan harus kabur kapan saja. Karena itu, sulit baginya jika tiba-tiba membutuhkan uang dalam jumlah besar. Namun, ketika Krai meminjam uang darinya, Sitri selalu berusaha memenuhi permintaan itu semampunya.


Tentu saja, salah satu alasan utama adalah karena Sitri memiliki perasaan khusus terhadap Krai. Namun, ia juga tahu bahwa temannya yang seorang pemburu dengan penghasilan besar itu tidak mungkin meminjam uang untuk hal-hal yang tidak berguna.


Eva memang pernah berkata bahwa ia sudah memperingatkan Krai untuk berhenti meminjam uang, bahkan membahas soal pengembalian utang. Namun, Sitri sama sekali tidak menganggap serius uang yang ia pinjamkan. Lagipula, uang itu tidak berbunga, tidak ada tenggat waktu pengembalian, bahkan Sitri merasa tidak masalah jika uang itu tidak dikembalikan.


Soal pernikahan… yah, itu juga tidak perlu ia pikirkan sekarang.


Sejak awal, alasan Sitri mulai mengumpulkan uang adalah agar ia memiliki lebih banyak kemampuan—untuk memperluas pilihannya. Hobinya membeli artefak juga tidak pernah ia sesali, karena artefak itu kadang berguna dalam eksplorasi yang dilakukan Duka Janggal. Namun, meskipun hobinya bukan membeli artefak melainkan pemborosan yang lain, Sitri mungkin tetap tidak akan menghentikannya.


Sitri adalah pendukung sejati Krai. Sama seperti Krai yang dulu dan hingga kini selalu ada di sisinya, Sitri juga siap melakukan apa pun demi temannya itu.


Karena cinta memang membuat buta.


Dalam perjalanan menuju negosiasi


Aku menerima kabar dari Tuan Martis bahwa ia berhasil menghubungi pemilik artefak Reverse Face. Bersama Sitri, yang kutunjuk sebagai pengawal, aku berangkat untuk negosiasi.


Sitri, yang baru saja tanpa ragu menyetujui permintaanku untuk meminjam uang, berjalan di sisiku sambil tersenyum ceria. Ia melingkarkan lengannya pada lenganku dan menjelaskan dengan santai,


“Tidak apa-apa. Penelitianku akan sedikit tertunda, tapi aku bisa menjual bahan cadangan dan stok ramuan yang ada untuk mendapatkan uang tunai.”


“Maaf, ya?”


“Krai-san tidak perlu khawatir. Kalau bisa, aku ingin menghindari ini, tapi kalau keadaan mendesak, aku bisa meminjam uang dari bank. Alkemis sepertiku sangat mudah mendapatkan pinjaman…”


“…”


“Onee-chan juga pasti akan membantuku… Ini artefak yang sangat penting, kan? Apa pun caranya, aku akan mengusahakannya.”


“...Iya, terima kasih…”


“Soal kebutuhan kami sendiri… itu bisa ditunda dulu. Meski sebenarnya aku tidak suka, tidak apa-apa jika harus ditunda.”


Sitri mengepalkan tangan dengan tekad yang membuat suasana terasa berat. Aku hanya bisa merasa bersalah.


Liz pernah bilang kalau kondisi keuangan Sitri mungkin cukup parah, tapi sepertinya kenyataannya lebih buruk dari yang kubayangkan. Aku tak mungkin membiarkan Sitri berkorban demi diriku. Aku mencoba menarik kembali permintaanku, tapi sudah terlambat.


Sitri selalu mengutamakan aku daripada dirinya sendiri. Bahkan Liz, yang seharusnya mencegahku meminjam uang, tidak benar-benar menghentikanku—mungkin karena alasan yang sama.


Pada akhirnya, masalahnya adalah karismaku yang terlalu rendah, sehingga semua anggota klan menolak permintaan pinjamanku.


“Namun, pertama-tama kita perlu memastikan jumlah yang dibutuhkan… Jika keadaan mendesak, kita bisa mencoba ‘mengatasi’ pemilik artefak. Aku cukup pandai bernegosiasi,” kata Sitri sambil tersenyum ceria.


Senyum itu terasa mengancam. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia rencanakan, tapi aku berharap semua bisa diselesaikan dengan damai.


Liz pergi ke ruang penyimpanan untuk mencari dana. Katanya, ia akan mengunjungi beberapa ruang penyimpanan sekaligus. Aku belum pernah mendengar istilah “berpindah-pindah ruang penyimpanan,” tapi aku bahkan tak sempat mencegahnya.


Aku benar-benar berhutang budi besar. Apakah aku sudah menjadi beban?


Namun, masih ada harapan. Jika negosiasinya berjalan lancar, mungkin Sitri tidak perlu berkorban terlalu banyak.


Negosiasi langsung seperti ini adalah pedang bermata dua. Meski ada keuntungan berupa kesempatan mendapatkan artefak lebih cepat, ada juga risiko lawan negosiasi memanfaatkan kelemahanku.


Artefak yang kucari ini kebetulan memiliki penampilan buruk, sehingga kebanyakan pemburu tidak akan tertarik membawanya pulang. Kalau beruntung, aku bisa mendapatkannya dengan harga sangat murah.


Namun, pemilik artefak ini adalah pemburu asing dari negeri lain, dan artefaknya berasal dari ruang penyimpanan yang jauh. Peluang untuk mendapatkan diskon sangat tipis.


Sitri berkata dengan nada tenang,


“Kalau pemiliknya orang yang baik, kita tidak perlu menggunakan cara kasar…”


Ucapan Sitri terdengar mengkhawatirkan. Ia memang seorang alkemis yang tidak ahli dalam pertempuran langsung, jadi mungkin itu hanya lelucon. Namun, Sitri punya cara membuat lelucon terdengar serius.


Langit cerah tanpa awan, tapi hatiku dipenuhi kegelisahan.


Lokasi negosiasi adalah Challenger’s Learning Place, sebuah bar terkenal di ibu kota yang terletak di samping markas Asosiasi Penjelajah. Bar ini selalu ramai oleh para pemburu yang baru saja kembali dari ruang penyimpanan, dan tempat ini dikenal sebagai pusat informasi segar di ibu kota.


Namun, aku terkejut saat melihat meja pertemuan. Di sana duduk Arnold dan rekan-rekannya—orang yang baru saja bermasalah denganku di bar beberapa waktu lalu.


“Kenapa harus dia…,” gumamku sambil menahan langkah.


Sitri, tanpa ragu sedikit pun, berjalan mendekati mereka dengan senyum ceria. Aku, meski belum sepenuhnya siap, terpaksa mengikutinya.


Arnold menatap kami dengan ekspresi muram. Aku berharap ia sudah melupakan masalah sebelumnya, tapi tentu saja itu mustahil.


“Terima kasih banyak sudah bersedia bernegosiasi hari ini, Arnold-san!” ujar Sitri dengan suara ceria, seakan tidak ada apa-apa.


Arnold mendengus dan menunjuk kursi di hadapannya dengan dagunya. Aku menelan ludah dan duduk. Dengan perut terasa mual karena gugup, aku bersiap menghadapi negosiasi.



Apa yang sebenarnya pria ini pikirkan...?


Arnold tidak tahu harus berbuat apa menghadapi lawan negosiasi yang sama sekali tidak dia duga.


Dia merasa marah. Namun, rasa tidak nyaman yang kuat menghentikan emosi itu. Jelas ada sesuatu yang tidak wajar dalam situasi ini.


Pengalamannya sebagai pemburu mengatakan bahwa dia harus tetap tenang saat ini. Karena pemimpin mereka diam, anggota lain yang sempat ingin berbicara pun ikut bungkam. Kemungkinan besar, mereka juga merasakan hal yang sama seperti Arnold.


Pria di depan mereka ini—tidak tertebak sama sekali.


Dengan ekspresi tenang yang, kalau mau dikatakan buruk, terlihat tidak berdaya, pria itu berdiri di depan Arnold. Tubuhnya kurus untuk seorang pemburu, tanpa banyak otot, dan tidak terlihat kuat. Dia juga tidak membawa senjata. Apakah itu menunjukkan bahwa dia tidak berniat bertarung, atau, seperti yang ditunjukkan sebelumnya, dia tidak butuh senjata sama sekali? Apa pun alasannya, keberanian untuk muncul dengan santai setelah melakukan provokasi sebesar itu jelas bukan hal yang biasa.


Sebaliknya, wanita yang berdiri di sebelah pria itu tampak penuh dengan energi yang tenang. Rambut, mata, dan wajahnya mengingatkan Arnold pada Zetsuei yang sebelumnya menghancurkan mereka, tetapi jika Zetsuei mewakili ‘gerakan,’ maka wanita ini mewakili ‘ketenangan.’


Wajahnya sangat menawan, kulitnya yang putih tanpa cacat tidak terkena sinar matahari, dan setiap gerakannya anggun namun tidak menunjukkan celah sedikit pun. Meski dia berusaha menyamar, Arnold dapat merasakan bahwa energi dalam dirinya tidak berbeda jauh dari Zetsuei. Melihat tubuhnya, dia tampaknya adalah seorang pendukung garis belakang, tetapi tetap saja, dia tidak bisa dianggap enteng.


Arnold dapat melihat penyamaran wanita ini karena penyamarannya berada di bawah Senpen Banka.


Dia adalah salah satu anggota Duka Janggal yang jelas merupakan orang kuat.


Arnold menjilat bibirnya. Tetapi, seharusnya saat ini Arnold berada dalam posisi yang lebih unggul.


Ada seseorang yang menghubungi mereka, menyatakan minat untuk membeli artefak yang telah mereka serahkan untuk penilaian. Ketika Arnold mendengar itu, dia berpikir betapa anehnya ada orang yang tertarik dengan barang tersebut. Namun, dia tidak pernah menyangka itu adalah Senpen Banka.


Jadi, rumor sebelumnya tentang seorang Level 8 yang mencari artefak ternyata mengarah pada pria ini.


Arnold merasakan sebuah hubungan aneh. Awalnya, dia hanya berpikir bahwa barang itu mungkin bisa dijual untuk uang minuman. Tetapi, jika ada seseorang yang benar-benar menginginkannya, maka ceritanya akan berbeda. Artefak sangatlah mahal; beberapa bahkan terjual dengan harga lebih dari satu miliar koin emas.


Setelah memperkenalkan diri, wanita bernama Sitri tersenyum tanpa menunjukkan jejak permusuhan apa pun dan berkata,


“Krai-san memiliki hobi mengumpulkan artefak yang unik. Karena itu, dia tertarik pada artefak tersebut—“


“Itu barang langka yang sengaja dibawa dari Nebranubes. Banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan. Tidak mungkin dijual murah. Bahkan jika bukan seorang pemburu, barang itu bisa dijual ke kolektor. Benar, Arnold-san?”


Dengan cepat beradaptasi, Eli menunjukkan senyum tipis sambil mengamati reaksi Arnold. Namun, pernyataan itu hanyalah gertakan. Setidaknya, topeng itu tidak menarik perhatian siapa pun di Nebranubes.


Bahkan para bangsawan yang suka barang langka pun memilih barang dengan selektif. Tidak ada yang ingin membeli topeng daging yang terlihat seperti terkutuk.


Mendengar kata-kata Eli, Sitri menutup mulutnya seolah-olah bingung, menunjukkan ekspresi seakan-akan sedang kesulitan.


“Saya mengerti... Saya paham situasinya. Namun, sungguh disayangkan—saya rasa tidak ada yang tertarik dengan topeng aneh itu bahkan di ibu kota ini. Krai-san juga tidak benar-benar bersikeras untuk memilikinya.”


Negosiasi masih dalam tahap awal. Saat mendengar kata-kata itu, alis Senpen Banka sedikit bergerak. Wajahnya berubah sejenak.


Itu adalah perubahan ekspresi yang terlalu mencolok. Itu bahkan bukan masalah wajah poker. Karena terlalu jelas, sulit untuk menentukan apakah dia benar-benar terganggu atau hanya berpura-pura.


Eli tetap tanpa ekspresi, tetapi Arnold yang sudah lama mengenalnya bisa melihat bahwa dia merasa bingung.


Namun, apakah ini benar-benar hanya kebetulan...?


Belakangan ini, hubungan mereka dengan Senpen Banka penuh dengan konflik dan provokasi. Tetapi sekarang, dia meminta untuk membeli artefak yang Arnold temukan. Apakah itu benar-benar kebetulan? Terlebih lagi, ini bukan artefak terkenal. Ini hanyalah topeng daging yang bahkan tidak laku di kota asal mereka.


Seharusnya, tidak ada negosiasi antara dua pihak yang sedang berkonflik. Namun, situasi ini terlalu aneh untuk dianggap wajar. Sebagai seorang pemimpin, Arnold harus membuat keputusan dengan hati-hati.


Untuk menjadi seorang Pemburu yang sukses, tidak cukup hanya dengan kekuatan tempur. Dibutuhkan pula kemampuan komunikasi tingkat tinggi, seperti keterampilan negosiasi untuk menjual dan membeli barang berharga atau bahan dari monster, serta koneksi dengan tokoh-tokoh berpengaruh. Dalam kelompok “Kabut Petir Naga” (Falling Mist), tugas ini umumnya dipegang oleh wakil pemimpin, Eli. Namun, melalui pengalamannya selama ini, Arnold juga cukup terlatih untuk memahami aspek-aspek tersebut.


Instingnya memberitahu bahwa pria yang ada di depannya—“Senpen Banka—sedang berbohong.


Dengan ekspresi serius, pria yang dikenal sebagai Senpen Banka itu menatap Arnold.


“Sedikit berbahaya, ya?”


Arnold mengerutkan alis dan memelototi pria itu, membuatnya sedikit mundur.


Ekspresi. Gerak-gerik. Kata-kata. Arnold menganalisis semua informasi ini dengan seksama, merangkai logikanya.


“Penggunaan yang dibatasi oleh hukum.”


“Sedikit berbahaya.”


Ini bukanlah ungkapan yang biasa digunakan dalam sebuah negosiasi. Jika itu benar-benar berbahaya, mengapa pria ini menginginkannya? Logika ini mudah ditebak dan justru membuat lawannya semakin waspada.


Senpen Banka dikenal sebagai seorang ahli taktik. Orang yang konon dapat “melihat segalanya”.


Namun, mengapa seseorang dengan reputasi seperti itu mendekati negosiasi yang begitu sembrono?


Arnold yang terdiam mendapati dirinya kini justru menjadi objek pengamatan pria itu, seolah-olah dirinya sedang diukur.


“...Senpen Banka, kau baru saja berbohong, bukan?”


“Tsk!?”


“Sedikit berbahaya. Lebih baik segera kau singkirkan, ya? Hmm, bagus sekali rencanamu. Kau pikir aku ini bodoh, ya?”


Kata-kata Arnold yang penuh tekanan membuat Senpen Banka berkeringat dingin. Namun, meski terlihat seperti itu, Arnold tahu ekspresi pria itu mungkin adalah bagian dari penyamarannya. Pria ini ingin agar Arnold percaya bahwa ia sedang gugup.


Benar. Jangan terpengaruh oleh kata-kata. Baca yang tersirat. Kata-kata seperti “berbahaya” atau “lebih baik disingkirkan” seolah menyiratkan bahwa Senpen Banka sebenarnya tidak ingin Arnold melepas barang itu.


Dan saat itu juga, pencerahan menyerang pikiran Arnold. Semua potongan teka-teki seperti terhubung dalam sekejap.


Jangan-jangan, pria ini menganggap dirinya bodoh hanya karena ia Level 7?


Arnold menatap wanita di samping pria itu, Sitri, yang tersenyum manis namun dengan tatapan dingin, seperti sedang memandang serangga. Meski ekspresi wajahnya terlihat ramah, Arnold dapat membaca ketidaksopanan dalam sorot matanya.


“Arnold-san?”


Eli, yang duduk di samping Arnold, melirik dengan ekspresi penuh tanya. Namun, Arnold telah membuat keputusannya.


“...Baiklah, aku akan menjualnya. Bagaimana kalau delapan juta gil—tidak, sepuluh juta gil. Aku tidak akan memberikan potongan harga. Bayar penuh jika kalian mau memilikinya.”


Harganya tinggi, tapi bagi Pemburu level tinggi seperti mereka, jumlah ini masih dalam batas wajar.


Ekspresi Senpen Banka menunjukkan keterkejutan, sementara Sitri menatap Arnold dengan tatapan ingin tahu, seolah mencoba memahami maksudnya.


Tingkah Arnold yang tak terduga itu membuat rekan-rekan dalam kelompoknya terkejut. Tapi, dalam party Falling Mist, semua keputusan akhir ada di tangan Arnold sebagai pemimpin. Jika topeng daging menjijikkan itu bisa dijual seharga sepuluh juta gil, itu sudah cukup menguntungkan.


Eli, di sampingnya, bertanya dengan nada ragu, 


“Arnold-san, kau yakin dengan ini?”


“Ya. Itu adalah barang yang katanya ‘sedikit berbahaya’, kan...?”


Arnold menyeringai, memberikan tatapan penuh tekanan ke arah Senpen Banka, yang terlihat menggigil.


“Apa kau benar-benar mengira aku tidak akan menjualnya hanya karena provokasimu? Heh. Memang ada dendam di antara kita, tapi ini masalah lain. Anggap saja ini tak pernah terjadi.”


“...? Oh, baiklah... Maaf atas kesalahannya.”


Senpen Banka menggaruk pipinya dengan ekspresi bingung.


Namun, Arnold tahu, ada sesuatu yang tidak beres di balik semuanya. Pemburu level 8 seperti Senpen Banka tidak mungkin muncul langsung hanya untuk negosiasi barang yang dianggap “sedikit berbahaya”. Jika pria itu benar-benar menginginkannya, dia tidak akan menonjolkan dirinya sendiri.


Seluruh gerak-geriknya, dari ekspresi “alami” hingga perubahan emosi yang tampak disengaja, semuanya terasa tidak wajar. Seolah pria ini sengaja ingin menunjukkan sesuatu.


“Bahaya kecil.”


“Lebih baik singkirkan.”


Kata-kata ini mengisyaratkan bahwa barang itu sebenarnya jauh lebih berbahaya daripada yang dikatakan, hingga Senpen Banka merasa perlu untuk segera menyingkirkannya.


Arnold akhirnya memahami strategi pria itu. Jika tebakan ini benar, maka topeng itu tidak hanya sedikit berbahaya—melainkan sangat berbahaya, sampai-sampai Pemburu level 8 merasa harus segera mengambil tindakan.


Namun, situasi di luar kendali, dan Senpen Banka pun mengubah pendekatannya: menekan Arnold untuk tetap memiliki topeng itu.


Kata-kata tentang pelanggaran hukum tampaknya tidak mengandung kebohongan. Dengan informasi yang ada, Arnold menyimpulkan bahwa tujuan utama pria itu adalah mencegah topeng berbahaya itu jatuh ke tangan bangsawan, pedagang, atau Pemburu lainnya.


Berdasarkan laporan Eli, Senpen Banka dikenal sering menangani berbagai insiden di kota ini. Ada orang seperti dia, yang bertindak demi kebaikan meski tidak mendapat untung apa pun—terutama di antara Pemburu level tinggi.


Saat ini, semua bukti mulai menunjukkan sesuatu yang lain. Mulai dari pertemuan mereka di sebuah kedai minuman murahan hingga ketegangan yang muncul setelahnya, Arnold menyadari: sejak awal, Senpen Banka telah mengawasi mereka. Namun, terjadi hal yang tidak terduga—konflik antara kelompok mereka.


Mungkin, tindakan Zetsuei saat itu benar-benar di luar dugaan Senpen Banka.


Bagi seorang pemburu harta, kehilangan muka adalah sesuatu yang fatal. Hal ini akan membuatnya diremehkan oleh para pemburu lainnya dan memengaruhi kegiatan mereka di masa depan. Faktanya, Arnold masih merasa darahnya mendidih setiap kali mengingat insiden tersebut.


Ketika menyadari bahwa negosiasi hampir mustahil untuk berhasil, Senpen Banka segera mengubah strateginya. Ia berhenti mencoba membujuk dan malah terus memprovokasi, menggunakan sikap dan kata-kata yang mencurigakan untuk membuat Arnold dan timnya marah. Tujuannya adalah agar mereka menarik barang lelang itu.


Tujuan Senpen Banka adalah mencegah penggunaan artefak tersebut sejak awal—untuk memastikan artefak itu tidak jatuh ke tangan bangsawan, pedagang kaya, atau pemburu dari ibukota, apalagi sampai digunakan. Cara terbaik adalah membeli dan menyimpannya sendiri, tetapi jika Arnold dan timnya menarik barang itu dari lelang, tujuan itu pun sudah tercapai.


Artefak yang berbahaya. Jika seseorang menyebutnya seperti itu, wajar jika orang lain justru semakin tidak ingin melepasnya. Terlebih jika yang menyebutkan itu adalah musuh bebuyutan. Namun—Arnold tidak akan tertipu.


“Apakah kau... meremehkanku? Apa kau pikir aku akan keras kepala mempertahankan artefak terkutuk seperti itu...?” Arnold berkata, menatap lawannya tajam. “Tujuanmu sebenarnya adalah... memastikan artefak itu tidak jatuh ke tangan orang lain, bukan?”


“Eh...?”


Itu adalah gertakan yang sangat transparan. Memang, jika Arnold hanyalah seorang pemburu kelas rendah yang tidak mampu mengendalikan emosinya, mungkin dia akan menyerah pada amarahnya dan membatalkan pelelangan. Dia juga mungkin akan berpikir bahwa sebuah artefak yang begitu diinginkan oleh seseorang di level 8 pasti memiliki nilai yang sangat besar.


Namun, jika dipikirkan secara logis, apa keuntungan bagi Arnold dan timnya jika mereka membatalkan pelelangan? Artefak itu jelas merupakan benda yang mencurigakan. Pemburu yang sedikit berhati-hati saja tidak akan berniat menggunakannya.


Arnold sendiri tidak pernah terpikir untuk memakai topeng itu. Jika salah satu rekannya mencoba memakainya, dia pasti akan menghentikannya dengan segala cara. Karena tahu artefak itu berbahaya, mereka juga harus menyimpannya dengan sangat hati-hati, yang hanya akan menjadi beban tanpa manfaat.


Mungkin, ini adalah taktik untuk mengulur waktu? Bisa saja, mereka ingin menjebak Arnold dengan melaporkan bahwa dia memiliki barang berbahaya. Atau, mungkin ada organisasi kriminal lain yang mengincarnya, yang akan mengirim pembunuh untuk menyerang mereka. Bahkan, ada kemungkinan bahwa ini adalah skenario di mana Arnold diprovokasi untuk menggunakan topeng tersebut, agar dia dan topeng itu bisa dihancurkan sekaligus.


Meski informasi yang diperoleh sebelumnya menunjukkan bahwa Senpen Banka bukan orang jahat, seseorang tidak bisa mencapai level 8 hanya dengan bersikap naif. Bagi Arnold dan timnya, yang merupakan pendatang dari luar, tak ada yang mustahil untuk dilakukan oleh pihak lain.


Berbagai kemungkinan ini melintas di kepala Arnold dalam sekejap. Karena dia tidak tahu persis kekuatan topeng itu, semua ini hanyalah dugaan. Namun, apa pun skenario yang terjadi, tidak ada yang akan menguntungkan mereka.


Dengan pemikiran ini, wajah Senpen Banka yang tampak sedikit ceroboh di depan Arnold terasa menyembunyikan tekad yang mengerikan. Arnold menatap tajam pada Senpen Banka, yang sejak tadi terdiam. Dia yakin, ini adalah ujian—apakah Arnold cukup cerdas untuk melihat maksud sebenarnya di balik akting dan kebohongan yang jelas-jelas dibuat-buat ini.


Jika Arnold gagal membaca niat Senpen Banka atau terbakar emosi, apa yang akan terjadi? Arnold memikirkan bagaimana dia bisa membuat lawannya itu benar-benar kesal dan pada saat yang sama, memberikan keuntungan terbesar bagi dirinya dan timnya.


Haruskah dia sengaja melawan niat Senpen Banka sepenuhnya, dan menjual artefak itu kepada bangsawan atau pedagang? Tetapi di kota ini, Arnold tidak memiliki koneksi. Menjual artefak berbahaya kepada orang berpengaruh juga hanya akan membuat mereka terlihat bodoh. Di antara perkataan Senpen Banka dan Arnold, siapa yang akan dipercaya orang? Risiko terlalu besar.


Menggunakannya sendiri? Tentu tidak. Arnold adalah orang yang pemberani, tetapi dia bukan orang yang berniat bunuh diri. Membatalkan negosiasi dan tetap melelangnya? Itu bisa saja, tetapi kemungkinan besar pembeli akhirnya adalah Senpen Banka sendiri. Tidak ada cara untuk membatasi siapa yang bisa memenangkan lelang.


Menyimpan artefak itu dalam tim? Itu sama saja membiarkan diri mereka masuk ke dalam perangkap Senpen Banka.


Di tengah berbagai pemikiran yang saling bertabrakan, Arnold sampai pada satu jawaban sederhana: menerima negosiasi dan menjualnya. Namun, dia akan memanfaatkan situasi ini dan meminta harga yang cukup tinggi sehingga tidak bisa ditolak.


Keputusan ini memberikan keuntungan terbesar bagi Arnold tanpa risiko besar, sekaligus tidak terlalu merugikan Senpen Banka. Sebagai kompromi, ini adalah solusi yang paling ideal.


“Jadi, bagaimana?” 


tanya Arnold sambil menatap Senpen Banka.


Jika terlalu banyak berpikir? Itu memang mungkin. Ada kemungkinan artefak itu sebenarnya tidak seberbahaya yang diduga. Namun, jika ternyata berguna, maka kebohongan Senpen Banka dalam negosiasi ini bisa digunakan untuk menyerangnya nanti. Arnold juga sama sekali tidak membutuhkan topeng itu. Artefak itu hanyalah barang yang tidak diinginkannya.


Arnold memutuskan untuk memberi harga tinggi sebagai bentuk balasan atas upaya Senpen Banka. Satu juta gil. Harga yang tidak masuk akal untuk sebuah topeng daging yang belum dinilai.


Melihat tawaran itu, Senpen Banka tampak sedikit putus asa, seolah-olah dia menyadari bahwa Arnold telah membaca semua maksudnya.


Namun, saat Senpen Banka akan menerima tawaran itu, tiba-tiba seorang pria yang duduk di meja sebelah menyela dengan suara keras, 


“Tunggu sebentar! Aku akan membeli artefak itu dengan dua kali lipat harga!”


Dia pasti mendengar dengan jelas ketika Senpen Banka menyebutkan bahwa itu adalah artefak yang berbahaya.


Sitri menunjukkan ekspresi pahit di wajahnya.


Dimulai dari pria asing itu, para pemburu di berbagai sudut kedai mulai berdiri dan mengangkat suara mereka.


“Tunggu, aku akan menawarkan 25 juta!”


“Tunggu! Aku sudah lama mengincarnya! Aku akan menawarkan 30 juta!”


“Itu adalah artefak yang Senpen Banka coba dapatkan dengan segala cara. Aku akan menawarkan 40 juta!”


“Kau cuma mau menjualnya lagi, kan?! Pergi saja!”


“K-Kenapa ini terjadi? Siapa mereka ini?!”


Eli berdiri sambil panik melihat ke sekeliling kedai. Dalam waktu singkat, teriakan keras memenuhi ruangan. Tatapan penuh kemarahan, bahkan membangkitkan aura pembunuhan, terlihat di mata mereka. Beberapa bahkan mulai saling bergulat. Semua orang berteriak keras menyebutkan harga mereka.


Para pemabuk hanya bengong menatap pelelangan dadakan yang tiba-tiba terjadi.


“42 juta!”


“43 juta!”


“Sial, aku akan tawarkan 45 juta!”


“Kau tak punya uang sebanyak itu! Bukankah kau punya banyak utang?!”


“Diam kau! Aku akan menjual semua perlengkapanku kalau perlu!”


Apa ini? Lelucon macam apa ini? Kenapa mereka sangat menginginkan topeng daging itu?


...Apakah ada informasi yang belum kuketahui? Arnold bergumam bingung melihat pemandangan yang tidak masuk akal ini.


Melihat situasi ini, Arnold mulai meragukan apakah dugaannya soal strategi Senpen Banka benar sejak awal.


Kenapa mereka begitu bernafsu mendapatkan artefak menjijikkan itu? Ada apa ini?


Sitri memeriksa sekeliling dan menghela napas kecil.


“Hah... Ini semua karena kau, Krai-san, terus berusaha meminjam uang dari mana-mana... Kalau sejak awal kau memintaku saja, semuanya tidak akan begini.”


“Eh...?”


Sementara Sitri menghela napas panjang, harga topeng daging itu terus melonjak. Salah satu pemabuk, yang berdiri dengan langkah goyah, mulai menjadi pengatur pelelangan dadakan dengan suara riuh.


Keadaan menjadi tak terkendali. Orang-orang di sekitarnya yang berteriak menunjukkan tatapan serius.


“Satu miliar!”


Dan pada saat itu, di tengah badai teriakan, sebuah suara lembut yang terdengar tak sesuai dengan suasana menggema.


Para pemburu, yang sebelumnya menaikkan harga sedikit demi sedikit, langsung serentak menoleh ke arah suara itu.


Di atas meja yang botol-botolnya terbalik, berdiri seorang gadis dengan gaun putih mewah yang berkibar. Di pinggangnya, tergantung sebuah pedang yang sama sekali tidak cocok dengan tubuh mungilnya.


“Artefak terkuat itu... Aku, Eclair Gladys, akan membelinya seharga satu miliar! Tidak ada yang menawar lebih tinggi, kan?!”


“Ah, aku benar-benar muak dengan para bangsawan dan pedagang... Krai-san, bagaimana kalau kita mundur saja?”


Sitri menghela napas lemah sambil menarik lengan baju Krai.


Gadis yang memperkenalkan dirinya sebagai Eclair tersenyum penuh percaya diri, menatap Senpen Banka dari atas.


“Apa... yang sebenarnya terjadi? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”


Dengan tangan menggenggam majalah gosip tentang para pemburu, aku mendengus kesal, sesuatu yang sudah lama tidak kulakukan.


Pada halaman berwarna yang terbuka, terdapat sebuah artikel tentang seorang pemburu tingkat tinggi yang memimpin klan tertentu, berusaha mati-matian mendapatkan sebuah artefak yang akan dilelang di Zebrudia Auction berikutnya.


Meskipun namanya tidak disebutkan, seorang pemburu maniak artefak yang juga seorang pemimpin klan hanyalah segelintir orang. Siapa pun yang tahu sedikit saja pasti langsung bisa menebak bahwa itu aku.


Negosiasi yang awalnya berjalan lancar tiba-tiba hancur berantakan karena gangguan dari luar, ditambah lagi dengan campur tangan putri dari Lord Gladys, semuanya benar-benar kacau.


Reverse Face—topeng yang hampir saja berhasil kubeli dengan harga sepuluh juta gil, kini kembali dimasukkan ke dalam daftar lelang oleh Arnold.


Arnold tampaknya juga kebingungan dengan situasi ini, tetapi yang paling bingung tentu saja aku sendiri.


Fakta bahwa ada begitu banyak orang yang menginginkan topeng yang terlihat menjijikkan itu benar-benar di luar dugaanku. Ditambah lagi, ketika putri bangsawan itu menyebutnya sebagai “artefak terkuat,” aku semakin tidak mengerti.


Aku memang sudah mencoba menjelaskan kepada Nona Eclair bahwa itu bukanlah artefak terkuat, melainkan sebuah artefak yang berbahaya, tetapi dia sama sekali tidak mendengarkan.


Kenyataannya, Reverse Face bukanlah sesuatu yang luar biasa. Itu hanyalah artefak yang memungkinkan pemakainya mengubah bentuk tubuh, tanpa efek apa pun yang meningkatkan kemampuan bertarung.


Penampilannya mungkin bisa diubah untuk terlihat lebih berotot, tetapi itu hanya visual. Kekuatan fisik tidak meningkat, dan jika tubuh terlalu banyak ditutupi oleh daging tambahan, justru akan sulit bergerak.


Memang, artefak itu ilegal, tetapi bukan berarti berbahaya. Jadi aku juga sedikit berbohong.


Namun, hanya karena aku menginginkannya, mereka mencoba merebutnya dariku? Itu benar-benar keterlaluan.


Mungkin itu bukan pelanggaran aturan, tetapi jelas merupakan pelanggaran etika.


Apa mereka tidak punya moral? Jangan berharap moralitas dari bangsawan atau pemburu, begitu katanya? Hah.


Tapi tetap saja, bangsawan benar-benar kaya, ya.


Eva, yang biasanya selalu tenang, kali ini menatapku dengan dingin beberapa kali lipat dari biasanya dan bertanya.


“Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?”


Memikirkan bahwa aku mencoba membeli artefak sementara masih meminta bantuan untuk membayar utang yang bahkan tidak ada hubungannya denganku, hanya membuatku terlihat seperti manusia gagal total.


Bahkan aku merasa begitu ketika berpikir jernih. Apalagi ini hanya aku sampaikan setelah semuanya terjadi.


Seseorang tolong lakukan sesuatu terhadap diriku ini.


Namun, jika aku boleh beralasan, Reverse Face mungkin hanya tersedia di lelang kali ini. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ini akan menentukan sisa hidupku.


Lagipula, jika utangku sudah sepuluh digit, menambah delapan digit lagi tidak akan membuat banyak perbedaan, kan?


“......Jawab, Krai-san.”


“Ah, ya... Kau pasti tidak setuju, ya...”


Kurasa aku tidak punya pilihan selain menyerah.


Sepuluh juta gil adalah jumlah yang sangat besar bagi orang biasa, bahkan jika bekerja selama satu tahun penuh. Namun, untuk party Duka Janggal, kami bisa mendapatkan jumlah itu hanya dari satu kali eksplorasi.


Tapi, jika jumlahnya naik menjadi satu miliar gil, itu cerita yang berbeda.


Jumlah itu sepuluh kali lipat lebih besar. Untuk mendapatkan bagian satu miliar gil per orang dalam tim kami yang terdiri dari tujuh orang (termasuk Eliza), kami harus membawa pulang artefak atau bahan langka senilai lebih dari tujuh miliar gil.


Artefak yang bisa dijual dengan harga tinggi hanya sedikit jumlahnya. Artefak dengan nilai lebih dari satu miliar dikenal sebagai “artefak jutaan,” dan itu menjadi simbol impian bagi para pemburu.


Meskipun sulit, itu tidak mustahil. Namun, membayar satu miliar secara langsung sementara aku memiliki utang besar jelas membutuhkan keberanian.


Dan masalah terbesar adalah tampaknya harga itu tidak akan berhenti di satu miliar.


“Ada kabar bahwa Putri Lord Gladys sangat berambisi mendapatkan artefak itu.”


“......”


“Beberapa perusahaan besar juga mulai bergerak untuk mendapatkannya. Ini akan membuat harganya melonjak lebih tinggi.”


“......Astaga.”


“Jangan hanya bilang ‘astaga’! Ini serius!”


Sebuah barang yang sedang diincar oleh bangsawan. Alasan mereka membelinya jauh lebih besar daripada alasan seorang pemburu biasa ingin memilikinya.


Keluarga Gladis telah lama menjadi salah satu pilar utama Kekaisaran. Bagi perusahaan yang tidak memiliki koneksi dengan bangsawan, menjalin hubungan dengan keluarga itu adalah sesuatu yang tak ternilai.


Artefak adalah hasil dari alam dan memiliki tingkat kelangkaan yang sangat tinggi. Dari zaman dahulu hingga sekarang, artefak yang kuat telah digunakan sebagai barang persembahan.


Meskipun Reverse Face lebih mirip tumpukan daging daripada artefak, pernyataan Nona Eclair pasti telah menyebar ke telinga perusahaan yang sudah tegang menjelang lelang.


Para pemburu memang berpenghasilan tinggi, tetapi di negara ini, orang-orang yang paling banyak memiliki uang adalah bangsawan dan pedagang.


Mereka mungkin tidak akan mempertaruhkan seluruh kekayaan mereka untuk artefak itu, tetapi bagi seseorang yang sudah terlilit utang seperti aku, mereka adalah lawan yang terlalu kuat.


Entah apa yang ingin Nona Eclair lakukan dengan artefak ilegal itu... Apa dia ingin menjadi pemburu? Mustahil.


Seberapapun kuatnya artefak yang dia punya, jika dasarnya tidak kuat, itu tidak akan berguna. Aku adalah bukti hidupnya.


“Jadi, apa yang akan kamu lakukan?”


“......”


“Pikirkan baik-baik, Krai-san. Apakah artefak itu benar-benar diperlukan? Kamu sudah punya banyak artefak, bukan?”


Eva mencoba menasihati dengan lembut.


Tapi aku ingin memilikinya. Aku benar-benar ingin. Kalau bisa, aku ingin membelinya.


……Atau mungkin aku tidak perlu, ya.


Aku menggaruk kepalaku dengan frustrasi.


Mengumpulkan satu miliar gil mungkin bisa dilakukan, tetapi bersaing dengan bangsawan dan perusahaan besar dalam hal uang jelas tidak mungkin.


Lelang juga sudah semakin dekat. Sebagai pembeli sejati, aku sudah kalah sejak awal.


“Kenapa kamu harus meminjam uang dari sana-sini dan menyebarkan informasi ini?”


“Seingatku aku tidak melakukan itu... Eh, berapa banyak saldo di rekening Lucia—ah, tidak, aku hanya bercanda! Serius, aku bercanda!”


Eva, yang selalu mendukungku meskipun aku sering menyusahkan, kini menatapku seolah-olah aku adalah sampah.


Namun, biar kularang—eh maksudku, kuberi alasan. Lucia pernah bilang aku bisa menarik uangnya jika aku benar-benar membutuhkan.


Yah... tidak ada pilihan lain. Aku akan coba apa yang bisa dilakukan, dan jika tetap tidak berhasil, aku akan menyerah.


Keputusan itu baru saja kuambil ketika Sitri masuk dengan nafas yang terengah-engah.


“Inilah mengapa... aku tidak suka pedagang dan bangsawan. Selalu saja mereka menggunakan kekayaan dan kekuasaan sebagai kekerasan, dengan cara-cara licik, untuk merebut mangsa yang diincar Krai-san.”


Alih-alih tas yang biasa dia bawa, kali ini Sitri membawa koper besar yang cukup untuk memuat seseorang. Ekspresinya tetap tenang, namun sorot matanya memancarkan semangat yang kuat.


Sebagai pengingat, Sitri adalah sosok yang sangat kompetitif. Meskipun caranya lembut, kekuatan tekadnya tidak kalah dengan Liz. Walaupun aku sudah setengah menyerah, tampaknya Sitri masih bertekad untuk melawan.


“Krai-san, kita masih punya uang. Kita masih bisa bertarung. Para bangsawan yang dulu membalikkan badan begitu aku punya catatan buruk, dan pedagang yang menjadi gemuk karena menjual ramuan hasil kerjaku dengan harga tinggi, akan kita buat terkejut. Ini adalah kesempatan dua kali lipat!”


Dia lebih bersemangat daripada aku... Tapi apa motivasinya sudah berubah? Sitri meletakkan koper besar di depanku, lalu membuka pengaitnya. Dari dalam, terlihat koin perak keputihan yang memancarkan kilauan. Itu adalah “Koin Putih Kekaisaran” bernilai sepuluh kali lipat dari koin emas, masing-masing bernilai sepuluh ribu gil. Jumlahnya bukan hanya ratusan, tetapi penuh memenuhi koper. Koin-koin itu bahkan sampai berguling ke kakiku. Wajah Eva terlihat tegang.


Biasanya, transaksi besar seperti ini menggunakan cek.


“Ini... dari mana kau mendapatkannya?”


Bukannya kamu bilang tidak punya uang? Melihat jumlah koin putih ini, jelas lebih dari satu miliar.


Wajah Sitri sedikit memerah saat dia menjelaskan.


“Ini adalah tabungan untuk pernikahanku yang aku kumpulkan secara diam-diam. Jumlahnya sekitar delapan miliar.”


“Apa!?”


“Tabungan pernikahan!?”


Pernikahan... Aku tidak pernah membayangkan itu. Sementara aku kebingungan, Eva melongo karena kaget.


Jumlahnya terlalu besar untuk disebut tabungan pernikahan. Sejak kapan dia mulai menabung ini? Apakah Sitri benar-benar sebaik ini? Atau... sudah punya pasangan? Aku ingin bertanya banyak hal, tetapi itu bukanlah sesuatu yang bisa aku terima begitu saja. Beratnya terlalu besar.


“Tidak, tidak, uang sebesar ini tidak mungkin aku terima...”


“Sebenarnya, uang ini memang kupersiapkan untuk Krai-san. Jadi, kupikir tidak masalah jika digunakan lebih awal...”


Wajah Sitri memerah saat dia berbicara dengan suara kecil.


“Hah...? Tabungan pernikahan ini, maksudnya untuk pernikahanku?”


Meskipun kami teman lama, kami tidak memiliki hubungan darah, jadi kenapa dia menyimpan uang sebesar ini untukku? Tidak mungkin.


“Hah? Tidak, ini tabungan untuk pernikahanku sendiri. Anggap saja sebagai mas kawin, ya.”


“Mas kawin itu biasanya dari pihak pria, tahu.”


Selain itu, mas kawin diberikan kepada pasangan pernikahan, bukan kepada pihak lain. Sitri tampak bingung sebelum akhirnya menepuk tangannya.


“Oh, benar ya... Tapi, kan begini. Dalam pernikahan, kedua belah pihak harus saling membantu. Aku adalah tipe orang yang rela berkorban, jadi...”


“Benar juga... hahaha.”


Aku tertawa kecil, menyadari bahwa Sitri ternyata sedikit ceroboh. Namun, Eva tiba-tiba mengguncang bahuku dengan ekspresi serius.


“Kenapa kamu tertawa, Krai-san!? Kalau begini terus, kamu akan dipaksa menikah!”


“Eh...? Tidak mungkin, kan?”


Tapi wajah Eva terlihat sangat serius. Di dalam benaknya, Sitri mungkin adalah sosok yang tak terduga. Namun, ini hanya gurauan pernikahan dari Sitri. Tampaknya dia memang memiliki keinginan untuk menikah.


Aku sendiri... pernikahan? Aku bahkan belum pernah memikirkannya. Jika memang harus terjadi, mungkin aku akan memikirkannya setelah berhenti menjadi Pemburu dan memiliki pekerjaan tetap.


“Kalau aku berhasil mendapatkan artefak di pelelangan nanti, kita jadikan itu sebagai cincin pertunangan Krai-san.”


“Eh... tidak mau. Mana mungkin aku mau cincin yang terbuat dari topeng daging.”


Saran yang sangat aneh itu malah membuatku tenang. Tapi Sitri melanjutkan dengan penuh semangat.


“Kalau begitu, aku hanya minta satu cincin dari koleksi Krai-san. Kalau boleh, tentu saja.”


Kalau itu, tidak masalah. Koleksi artefakku penting, tetapi Sitri lebih penting bagiku. Memberikan satu cincin artefak bukanlah masalah besar. Namun, nilai cincin itu tidak akan sebanding dengan delapan miliar gil. Aku mencoba memikirkan cara lain untuk membalasnya.


Namun, Eva tiba-tiba berdiri, menghantam meja dengan kuat, dan menatap Sitri dengan penuh amarah.


“Sitri-san... Kamu bilang akan melunasi semua utang Krai-san, kan?”


“Eh...? Tidak, tidak perlu... Hubungan kami tidak akan hancur hanya karena ada atau tidaknya utang.”


“Alasan utama sebuah party pemburu bubar adalah masalah keuangan, tahu! Justru karena sikapmu seperti ini, Krai-san jadi tidak bertanggung jawab soal uang!”


“Kalau Krai-san jadi tidak bertanggung jawab, aku yang akan menanganinya. Jadi, tidak perlu khawatir.”


“Bukan itu poinnya!!”


Eva terus memarahi Sitri dengan nada tegas, sementara aku hanya bisa menghela napas, merasa seluruh situasi ini sudah melampaui kemampuanku untuk mengendalikan.



Karena pelaksanaan Lelang Zebrudia sudah dekat, Asosiasi Penjelajah tampak lebih ramai dari biasanya. Bagi para pemburu harta yang biasanya berbasis di ibu kota kekaisaran, lelang ini adalah kesempatan besar untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar, sekaligus peluang untuk memenangkan senjata yang kuat dan meningkatkan kekuatan mereka.


Di depan papan permintaan, kerumunan orang terlihat dua kali lipat lebih banyak dari biasanya. Sebagian datang untuk mencari informasi tentang ruang penyimpanan harta demi mengumpulkan artefak sebelum hari lelang tiba, sementara yang lain mencoba mengambil permintaan sederhana yang dapat segera menghasilkan uang tambahan.


Tino, salah satu dari mereka, berdiri di antara para pemburu harta yang tinggi dan dengan susah payah menjinjit untuk memperhatikan permintaan yang terpampang di papan. Namun, karena tanggal lelang semakin dekat, sebagian besar permintaan yang menguntungkan sudah diambil. Permintaan untuk membasmi monster di sekitar pun hampir semua sudah diselesaikan, menyisakan hanya tugas-tugas yang tidak akan selesai tepat waktu untuk lelang.


Para pemburu harta yang berkumpul tampak penuh dengan aura tegang, memantau dengan mata tajam untuk melihat apakah ada staf asosiasi yang akan memasang permintaan baru.


Tino berpikir, para pemburu di sini hanyalah kelas tiga. Jadwal lelang sudah ditentukan jauh sebelumnya. Pemburu profesional sudah menyelesaikan pengumpulan artefak dan dana sejak lama, dan mereka kini hanya menertawakan orang-orang yang panik seperti ini.


Namun, Tino sendiri tidak tertarik dengan lelang. Ia tidak punya banyak keinginan materi, dan tidak suka menghabiskan uang secara sia-sia. Meskipun begitu, ia merasa kesal karena dipandang sama seperti pemburu harta lain yang kurang persiapan.


Saat suasana hatinya tak kunjung membaik, tiba-tiba seseorang memanggilnya dari belakang.


“Hey, Tino. Ini, benar-benar tidak masalah?”


“……”


Ia menoleh ke belakang. Orang yang memanggilnya adalah seorang pencuri bernama Rhuda Runebeck, yang pernah membentuk tim dengannya di Sarang Serigala Putih. Rhuda, seperti biasa, memiliki rambut cokelat halus yang mengalir indah dan dada besar yang tampak mencolok. Baru-baru ini, Rhuda naik ke level 4.


Sejak pertama kali mereka bekerja sama, hubungan mereka sebatas berbincang ketika bertemu. Sebagai sesama pencuri, mereka cukup nyambung. Tino bahkan pernah menyeret Rhuda untuk ikut serta dalam pelatihannya bersama guru. Karena Tino jarang datang ke asosiasi, mereka jarang bertemu, tetapi Rhuda mungkin bisa disebut teman.


Rhuda tersenyum canggung saat melihat Tino yang hanya diam memandanginya.


“Kamu kelihatan sehat seperti biasa. Sudah selesai latihan?”


“……Onee-chan sedang pergi mengunjungi ruang penyimpanan harta. Dia bilang aku lambat dan meninggalkanku.”


“……Seperti biasa, ya…”


Rhuda menyerahkan sebuah majalah kepada Tino. Majalah itu adalah tabloid yang membahas gosip seputar para pemburu harta. Di halaman yang terbuka, ada artikel tentang artefak tertentu yang akan dilelang.


Tino menerima majalah itu dan membaca artikelnya. Disebutkan bahwa seorang pemburu harta terkenal sedang mengumpulkan uang dengan segala cara demi mendapatkan artefak terkuat yang akan dilelang. Para pemburu lain, termasuk bangsawan, juga mengincar artefak tersebut dengan penuh semangat. Disebutkan bahwa artefak itu ditemukan oleh pemburu level 7 dari negara lain yang mempertaruhkan nyawanya untuk membawanya pulang.


“Ini tentang Krai, kan?” tanya Rhuda.


Tino mengernyit saat membaca artikel tersebut. Tabloid itu memang terkenal karena isinya yang sulit dipercaya, tetapi informasi kali ini terlalu berlebihan.


“……Salah.”


“Hah?”


“Pertama-tama, Master bahkan tidak mendapatkan pinjaman uang.”


“!?!”


Tino hanya membaca artikel itu sepintas, tetapi sejauh yang ia tahu, semua permintaan pinjaman Krai ditolak mentah-mentah. Tino bahkan tidak bisa berkata apa-apa melihat betapa mengenaskannya usaha Krai.


Namun, artikel itu mengklaim bahwa Krai telah mengumpulkan uang hingga miliaran. Tino hanya bisa menggeleng, bertanya-tanya dari mana angka itu berasal.


“Kamu yakin ini bukan tentang Krai?” tanya Rhuda dengan ekspresi bingung.


“……”


Tentu saja ini tentang Krai. Di ibu kota ini, hanya ada satu kolektor artefak yang juga seorang pemburu level tinggi dan pemimpin klan. Namanya kerap menjadi bahan pembicaraan meski ia hanya diam di ibu kota.


Setelah memastikan isi majalah itu, Tino mendesah panjang dan mengembalikannya ke Rhuda.


Artikel itu bahkan menyindir Krai sebagai contoh pemburu yang memanfaatkan kekuasaan klan untuk mendapatkan artefak. Ada pula tuduhan bahwa Krai memanfaatkan perempuan dalam timnya untuk mendapatkan uang. Semua ini terlalu mengada-ada.


Tino lalu meninggalkan kerumunan di depan papan permintaan dan duduk di salah satu meja yang ada di ruang pertemuan. Rhuda mengikutinya dan duduk di seberangnya.


Tino berpikir sejenak. Rhuda adalah orang yang direkrut Krai untuk timnya, meskipun hanya sementara. Dia datang dengan niat baik untuk menanyakan keadaan Krai. Karena itu, Tino tidak ingin memperlakukannya dengan buruk.


Setelah beberapa saat, Tino menjawab dengan tegas,


 “……Master sudah punya rencana untuk mendapatkan artefak itu. Jadi, kamu tidak perlu khawatir soal pinjaman.”


“……Oh, begitu, ya?”


Rhuda tampak terkejut. Koleksi artefak Krai memang yang terbaik di ibu kota. Bahkan Tino sendiri pernah melihat ratusan artefak yang dipajang di ruang pribadi Krai, mulai dari barang umum hingga yang hanya dikenal lewat desas-desus.


Tino yakin bahwa nilai koleksi itu bisa mencapai ratusan miliar jika dijual. Krai memang pemburu sejati.


Meski begitu, ketika mengingat Sitri, Tino merinding. Kakak perempuan Tino tampaknya bahkan lebih memuja Krai dibandingkan dirinya. Dia mungkin akan dengan senang hati meminjamkan uang kepada Krai tanpa ragu.


Rhuda, yang mendengar penjelasan Tino, tampak sedikit lega tetapi tetap penasaran. Dengan suara pelan, ia bertanya,


 “Kalau begitu, Tino, artefak yang Krai incar itu sebenarnya apa?”


“…Topeng aneh. Mirip dengan artefak yang pernah dimiliki Master dulu, tapi mungkin ini sesuatu yang berbeda. Aku tidak tahu kekuatan apa yang dimilikinya,” jawab Tino pelan.


“Oh, begitu ya. Padahal aku agak penasaran,” kata Rhuda sambil mendesah.


Artefak “Reverse Face” adalah salah satu favorit Master sampai belum lama ini. Tapi artefak kali ini sepertinya bukan itu. Konon katanya, artefak tersebut dihancurkan oleh Sitri karena reputasinya yang buruk. Tino juga tidak terlalu menyukai artefak itu. Master sering menggunakannya untuk terus-menerus mengubah wajahnya sembari berkata, “Inilah yang namanya ‘seribu wajah yang berubah.’” Orang-orang di sekitarnya jelas tidak menyukai hal itu. Bahkan senyuman Sitri sempat memudar karena tingkah tersebut.


Wajar saja. Meski isi hatinya tidak berubah, siapa yang akan senang melihat wajah orang yang dikagumi berubah-ubah menjadi sesuatu yang asing? Master memang hebat, tapi seringkali tindakannya terlalu aneh untuk dipahami oleh Tino.


“Yah, kalau memang tidak ada masalah... tapi lihat, kan? Semua orang sedang membicarakannya. Aku juga sebenarnya percaya kalau dia baik-baik saja, tapi tetap saja...”


Kemungkinan besar benar bahwa para bangsawan dan perusahaan dagang telah terlibat. Rumor semacam itu juga beredar di antara para pemburu lainnya.


Sepertinya harga artefak itu pasti akan melonjak. Lelang ini akan menjadi arena pertempuran yang sengit. Di masa lalu, ada beberapa kasus serupa. Lelang seperti ini adalah “pertempuran di langit.” Hanya para pemburu kelas atas yang mampu bersaing dengan bangsawan dan perusahaan dagang.


Namun, Tino tidak mengerti mengapa begitu banyak orang tampaknya khawatir tentang Master. Meski dia terlihat agak kurang meyakinkan, itu jelas hanya sandiwara. Level 8 yang dimilikinya sudah cukup menjadi bukti kemampuan sejatinya.


Bagi seorang Tino yang hanyalah butiran debu kecil, semua perhatian itu terasa tak masuk akal.


“Ngomong-ngomong, Tino, apa yang sedang kamu lakukan di sini? Sepertinya permintaan kerja juga sedang ramai sekali, ya?” tanya Rhuda dengan nada penasaran.


“…Aku… aku tidak bisa berlatih sekarang. Jadi aku pikir, mungkin aku bisa menghasilkan sedikit uang untuk membantu Master…” Tino menjawab sambil menundukkan pandangannya, suaranya hampir tak terdengar.



Di ruang Master Klan, terjadi perdebatan sengit antara Sitri dan Eva. Sementara itu, aku, sebagai orang yang menjadi pusat masalah ini, sepenuhnya terabaikan. Rasanya aku ingin pergi makan sesuatu yang manis saja.


“Seperti yang aku katakan, jika saya berhenti menjual ramuan dan First Step berhenti menyuplai bahan baku, kebanyakan perusahaan dagang akan menjadi lebih kooperatif,” kata Sitri dengan tenang.


“Ramuan mungkin bisa dimaklumi, tapi apa Anda berniat memulai konflik dengan perusahaan dagang? Jika hubungan bisnis kita terputus, kita juga yang akan kesulitan!” Eva membalas dengan nada tajam.


“Itu tugas Eva untuk mencari solusinya, jadi aku tidak terlalu memikirkannya. Lagi pula, jika demi Krai-san, aku bahkan rela memindahkan markas ke negara lain. Hubungan dengan perusahaan dagang di negara ini bukan urusanku. Semua anggota pasti berpikiran sama,” jawab Sitri dengan senyum lebar.


Sungguh ekstrem. Meskipun Eva tetap mempertahankan sikap tegas, Sitri tidak kehilangan senyumnya sedikit pun.


“Lagipula, klan ini sudah berkembang terlalu besar. Padahal Krai-san adalah pemimpin kami sebelum menjadi Master Klan...”


Sitri tampaknya tidak terlalu peduli dengan pertumbuhan besar klan ini. Awalnya, klan ini dibentuk atas gagasanku, dan evaluasi para anggota terhadap klan ini tidak terlalu tinggi. Jadi wajar saja jika situasinya begini.


Belakangan ini, aku juga mendengar beberapa keluhan karena aku hampir sepenuhnya pensiun dari eksplorasi ruang harta karun. Melihat bahunya gemetar akibat ucapan Sitri, aku memutuskan untuk membantu Eva sebelum dia meledak.


“Sitri, jangan. Menekan perusahaan dagang itu tidak boleh. Aku tahu negosiasi kadang punya sisi seperti itu, tapi mereka sudah banyak membantu kita. Itu tidak manusiawi,” ujarku mencoba meredakan suasana.


Apa jadinya klan ini tanpa Eva? Semua hubungan eksternal sepenuhnya ada di tangannya.


“Baiklah. Tapi kalau menyebarkan rumor dan menekan perusahaan dagang tidak boleh, maka—“


“—Keduanya melanggar hukum Kekaisaran, sebagai informasi,” potong Eva tajam.


Betul, itu jelas kejahatan. Baiklah, ini salahku. Aku tidak butuh topeng itu lagi.


Sitri tersenyum lebar, menatapku. 


“Kalau begitu, bagaimana jika kita kembali mencoba negosiasi dengan pihak penjual? Kalau tak peduli cara kita bisa mendapatkannya dengan harga murah. Kita bisa mengatakan bahwa situasi sudah terlalu besar sehingga mereka melarikan diri dari ibu kota. Tidak ada yang akan curiga jika mereka tiba-tiba menghilang.”


“??? Ditolak. Tidak ada yang akan menerima itu. Percuma saja,” jawabku.


Bagaimanapun juga, Arnold tidak akan menyetujui kesepakatan baru, sekalipun dengan penawaran yang lebih tinggi.


Sitri tampak berpikir sejenak sebelum berbicara lagi.


 “Hmm... ini memang akan jadi masalah besar, tapi jika kita bisa membuat Nona Eclair lair menghilang, itu akan menyelesaikan semuanya dengan cepat. Apa pendapatmu?”


“Eh...? Aku rasa itu tidak mungkin. Lagipula, dia tampaknya memusuhiku.”


Mungkin karena dia menyukai Ark, dan hubunganku dengan Ark sebenarnya baik-baik saja. Di Zebrudia, para pemburu muda terbaik terbagi menjadi dua kubu: pendukungku dan pendukung Ark. Aku sendiri termasuk kubu Ark. Tak perlu dipertanyakan lagi.


“Tapi, ada beberapa pemburu yang kelakuannya buruk, dan semua orang tahu dia punya banyak uang. Selain itu, dia terkenal membenci para pemburu. Ada kemungkinan dia diculik. Ada beberapa pemburu yang rela melakukan apa saja demi uang. Bagaimana menurutmu?”


“Eh...? Bukankah dia pasti punya pengawal? Jadi, tidak mungkin terjadi,” jawabku, kebingungan.


Eclair adalah seorang bangsawan, dan di Zebrudia, di mana para pemburu sangat dihormati, kualitas pengawal bangsawan biasanya setara dengan pemburu.


Namun, Sitri tetap melipat tangan, merenung. 


“Tapi... jika pengawal mereka tidak kebal terhadap ‘Original’-ku, itu akan mudah. Untuk menjadi kebal, mereka harus mengubah orientasi pertumbuhan menggunakan kekuatan Mana Material.”


Sitri pernah berfokus mengembangkan racun originalnya yang bahkan ampuh terhadap phantom dan monster. Racun itu pasti juga efektif terhadap manusia. Tapi karena hanya Sitri yang bisa membuatnya, racun itu tidak mungkin bocor ke luar.


“Tepat sekali. Tapi ramuan buatanmu tidak mungkin beredar di luar sana, kan?” tanyaku.


Sitri mengangguk penuh percaya diri. 


“Tenang saja, untuk berjaga-jaga, Talia juga tahu cara membuatnya.”


Eh? Bagaimana ini bisa disebut ‘tenang saja’?


“…Tapi, meskipun Talia tahu caranya, itu tidak berarti akan bocor, kan?”


“Benar juga. Kamu benar, Krai-san,” jawab Sitri sambil berpikir lagi.


Eva, yang sejak tadi mendengarkan dengan mata terbelalak, akhirnya menyela.


“Tunggu sebentar! Anda serius... tidak benar-benar serius, kan?”


“Eh? …Serius soal apa?” tanyaku bingung.


Eva menatapku dan Sitri, yang masih tampak termenung.


“Serius soal apa...? Baiklah, aku tahu Krai-san bukan tipe orang seperti itu. Aku percaya.”


Sementara itu, Sitri bergumam pelan, “Jika klien dan pesaing tidak memungkinkan, maka satu-satunya cara adalah... memanipulasi artefak sebelum dilelang...”


Dari ekspresi seriusnya, terlihat jelas bahwa Sitri bersungguh-sungguh ingin mendapatkan artefak itu untukku, bagaimanapun caranya. Namun, aku tidak berniat menggunakan cara curang.


“Perasaanmu sangat aku hargai, tapi tidak perlu melakukan hal yang aneh-aneh. Kita akan menghadapi lelang secara adil. Kalau gagal, ya sudah. Aku juga tidak terlalu menginginkannya,” kataku.


“Kalau itu keinginan Krai-san, baiklah. Maka aku akan fokus mengumpulkan dana sebanyak mungkin,” balas Sitri penuh semangat.


...Dana tambahan juga tidak perlu. Delapan miliar saja sudah lebih dari cukup.


Untuk pertama kalinya sejak tiba di ibu kota, aku sungguh berharap lelang ini cepat berakhir. Sambil memandangi Sitri yang penuh semangat dan Eva yang tampak kesal, aku hanya bisa berdoa agar semuanya selesai tanpa masalah.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close