NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V5 Interlude

 



Interlude: “Rubah”


Kota Kekaisaran Zebrudia, Distrik Dekaden.


Di salah satu sudut distrik yang mengumpulkan semua kegelapan kota kekaisaran yang gemerlap itu, dua orang pria berhadapan.


Salah satunya adalah pria paruh baya bertubuh kecil. Janggutnya tidak terurus, matanya suram. Mantel lusuh berwarna kusam yang sudah lama dipakai akan memancing hinaan jika terlihat di jalan utama, namun bagi mereka yang tinggal di Distrik Dekaden, mantel itu adalah sesuatu yang mewah. Wajahnya pucat, namun dari kilatan redup di balik matanya, memancar semacam kekuatan hidup yang hanya dimiliki oleh hewan liar. Faktanya, pria itu adalah seorang informan kawakan yang bertahan hidup dalam kegelapan kota kekaisaran. Dia mencari nafkah dengan menjual informasi tentang para pemburu harta karun atau kelompok perampok secara ilegal.


Pria lainnya adalah sosok bertubuh kurus dan tinggi. Ia mengenakan jubah lusuh yang penuh tambalan dengan tudung kepala, celana pendek yang usang, dan sepatu berlubang. Tangannya terbungkus sarung tangan tipis, namun tulang-tulangnya terlihat jelas bahkan dari balik kain itu.


Wajahnya tidak terlihat. Di balik tudung yang dalam, terdapat topeng aneh yang menyerupai wajah seekor rubah.


“Barrel telah… jatuh rupanya…”


Sosok bertopeng rubah itu membuka mulut. Suaranya diselingi distorsi aneh, sehingga usia maupun jenis kelaminnya tak bisa ditebak.


“Mereka itu berhati-hati, tapi jika lawannya Senpen Banka, ya begitulah. Bahkan Menara Akasha pun baru saja dihabisi. Meski fokus mereka rupanya adalah… Hidden Curse, huhuhu…


Pria kecil itu tertawa kecil, nyaris seperti berbisik.


Dia menyebut seorang pemburu harta karun yang pernah muncul bak meteor, serta kegelapan yang mengakar di Zebrudia. Julukan seorang pria yang pernah menghancurkan para pemburu kriminal, organisasi rahasia, kelompok bandit, dan buronan dengan tuntas. Namun, sosok bertopeng rubah itu tak menunjukkan reaksi apa pun.


“Barrel… sayang sekali. Dia bisa menjadi bidak yang baik.”


“Oh? Bahkan si terkenal ‘Rubah’ pun mengawasi dia rupanya?”


“Anggota yang berbakat selalu kucari. Namun… dia ini mengganggu.”


Suara itu bertolak belakang dengan isinya; tidak ada sedikit pun emosi di dalamnya.


Penilaian yang begitu dingin itu membuat pria kecil itu menahan napas.


Tanpa ada kebencian maupun niat membunuh yang terlihat, rasa dingin merambat hingga ke tulang belakangnya.


Saat menyadarinya, pria kecil itu sudah bertanya.


“Apa yang… akan kau lakukan?”


“…………”


Tidak ada jawaban. Tepat di depan mata pria kecil itu, sosok bertopeng rubah itu memudar.


Jubahnya, sepatunya, topengnya—semuanya kabur bagaikan ilusi dan menghilang.


Pria kecil itu berdiri mematung untuk beberapa saat, lalu pergi dengan langkah cepat.


Cahaya yang kuat akan melemparkan bayangan yang lebih pekat.


Di Zebrudia, tanah suci para pemburu harta karun yang tengah berada di puncak kejayaannya, tak seorang pun menyadari keberadaan kegelapan yang perlahan merayap mendekat.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close