Penerjemah: Flykitty
Proffreader: Flykitty
Prolog
Gadis SMA Berusia Delapan Tahun
Melihatnya berdiri di atas panggung ini adalah yang kedua kalinya bagiku.
Pada upacara penutupan sekolah menjelang liburan musim panas. Setelah pidato panjang lebar dari kepala sekolah selesai, piagam penghargaan diberikan kepada siswa dengan prestasi terbaik di setiap tingkat kelas.
Salah satu dari mereka adalah dia—Hoshimiya Hime.
(Hime... hari ini juga kecil sekali.
Diapit oleh siswa kelas tiga dan kelas satu, Hime berdiri kecil di tengah-tengah mereka.
Dibandingkan dengan siswa di kedua sisinya, tubuh gadis itu tampak dua ukuran lebih kecil. Yah, dia memang seorang gadis berusia delapan tahun, jadi itu hal yang wajar.
Namun tetap saja, mataku tanpa sadar terpaku padanya.
Rambut peraknya yang berkilau lembut, kulitnya seputih salju, mata merah delima yang mengingatkanku pada ruby... dan juga keberadaannya itu sendiri.
Semuanya terasa begitu berbeda.
Sebagai manusia biasa seperti aku, Ozora Yohei, dia terasa seperti makhluk yang sangat berbeda.
(Memang... dia terasa begitu jauh)
Seolah-olah dia adalah penghuni dari dunia lain.
Ngomong-ngomong, sepertinya aku juga memikirkan hal yang sama saat upacara masuk sekolah.
Padahal itu sudah lebih dari setahun yang lalu, tapi bayangan mencolok itu masih terpatri kuat dalam benakku.
Lahirnya, kemampuannya, statusnya—semuanya berbeda. Memikirkan hal itu, entah kenapa aku merasa sedikit sedih. Seolah-olah aku adalah seseorang yang tak pernah bisa menyentuh keberadaannya.
Namun, itu hanya sesaat saja.
"Ah."
Setelah menerima penghargaan, Hime kembali ke barisan kelas. Saat itu, dia melewati dekatku, dan kami sempat bertemu pandang.
"…Ehe."
Hime tersenyum kecil. Ekspresi hangat dan akrab itu langsung menghapus perasaan sepi yang sempat muncul.
(Ternyata, dia tidak sejauh itu.)
Aku pun ikut tersenyum.
Dia bukan dari dunia lain. Hime berada di dekatku.
Dia menatapku dengan senyum manis. Hanya karena itu, hatiku terasa hangat. Sungguh hal yang aneh.
Setelah upacara penutupan selesai, kami segera dibubarkan. Waktu masih menunjukkan tengah hari, tapi sekolah selesai lebih awal.
Teman sekelas tampaknya gembira menyambut liburan musim panas, dan mereka cepat-cepat pulang. Sambil melirik mereka, aku dan Hime tetap tinggal dan menikmati waktu perlahan.
Seperti biasa, kami menunggu kedatangan Hijiri-san. Katanya, dia ada rapat singkat di OSIS. Karena katanya akan cepat selesai, kami tidak perlu menunggu terlalu lama.
"Yohei-kun, lihat ini. Aku mendapat piagam penghargaan."
Tepat di sampingku yang sedang duduk di bangku, Hime berdiri kecil sambil membentangkan piagamnya.
Saat menerima penghargaan di atas panggung tadi, wajahnya terlihat tenang dan dewasa… tapi sekarang, dia tampak begitu senang.
"Itu piagam yang diberikan untuk siswa dengan peringkat tertinggi, ya? Hebat sekali."
"Senang mendengarnya darimu."
Pada ujian akhir yang lalu, Hime mendapatkan hasil yang luar biasa.
Aku teringat nama Hime terpampang dengan jelas di bagian paling atas papan peringkat yang ditempel di koridor.
Memang pantas disebut gadis jenius yang meloncat kelas hingga jadi siswi SMA. Saat aku kembali merasa kagum padanya—
"…………"
Dia mendekat kepadaku, seolah sedang meminta sesuatu. Mata besarnya menatap langsung ke arah tanganku.
(Apakah dia…?)
Aku punya firasat tentang apa yang dia inginkan. Maka aku langsung mencobanya.
"Hime, kamu hebat sekali. Kerja bagus, ya."
Aku mengulurkan tangan dan menyentuh kepalanya dengan lembut.
Jari-jariku menyusup ke rambut peraknya, mengacak-acak pelan seolah membelainya dari sisi ke sisi.
Segera setelah itu, pipi Hime mengendur.
"Nnnn~"
Dia tampak sangat puas. Matanya menyipit seolah menikmati sentuhan itu. Tebakanku benar. Hime memang ingin dibelai.
Beberapa waktu lalu, sejak aku mengundang Hime ke rumahku, dia mulai sering manja seperti ini. Setiap kali itu terjadi, aku pun membelainya.
Tentu saja, tidak berlangsung lama. Hanya permainan kecil di antara kami.
"Um… boleh… sedikit lagi?"
Hari ini, Hime tampak berbeda dari biasanya.
Saat aku hendak melepaskan tanganku, Hime malah menekan kepalanya erat-erat ke tanganku.
"Mulai besok, kita tidak bisa bertemu untuk sementara waktu… jadi, bolehkah aku minta agak lama?"
Ucapnya sambil sedikit menunjukkan ekspresi sedih. Sepertinya dia teringat tentang hal itu.
"Benar juga. Besok kamu berangkat, ya?"
"Ya. Aku akan tinggal di Amerika sekitar tiga minggu."
Aku pertama kali mendengar tentang ini saat masa ujian.
Tampaknya penelitian yang sedang Hime kerjakan menjadi lebih sibuk, sehingga dia harus pergi ke luar negeri, ke tempat dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Karena ini musim liburan, tentu tidak mengganggu pelajaran, dan itu adalah hal yang baik.
"Meski begitu, tetap saja terasa sepi karena tidak bisa bertemu selama tiga minggu."
Aku juga merasa sedih karena tak bisa bertemu Hime. Tapi sepertinya, perasaan itu jauh lebih besar bagi Hime.
(...Lucunya ya, dia)
Saat pertama kali bertemu, aku tidak pernah membayangkan bahwa dia akan menyayangiku seperti ini.
Karena itu, aku jadi makin merasa Hime sangat menggemaskan.
Tanpa sadar, gerakan tanganku yang membelai kepalanya menjadi lebih besar.
Munyuu
Setelah kepala, aku mencubit pipinya yang lembut.
Aku tersenyum padanya, lalu mengangkat pipi itu sedikit ke atas, seolah mengajaknya tersenyum juga.
Seolah ingin menyampaikan, “Ayo tersenyum.”
"Kamu masih ingat janji kita? Kita akan bermain banyak saat liburan musim panas."
"…Tentu saja aku ingat. Aku tidak akan pernah lupa kata-kata Yohei-kun."
"Bagus. Aku akan menantikan saat kamu pulang dan kita bisa bermain bersama lagi. Jadi, jaga dirimu di luar negeri, ya."
Jangan bersedih, ya. Aku lebih senang kalau Hime tetap tersenyum.
"──Iya!"
Karena ucapanku, Hime kembali tersenyum.
Bukan senyum cerah sepenuhnya. Lebih seperti langit setelah hujan—masih ada sedikit awan, tapi matahari mulai terlihat.
Senyum yang cerah dan menenangkan.
"Aku akan tetap ceria di sana. Aku juga akan membuat banyak kenangan menyenangkan untuk diceritakan pada Yohei-kun."
"Benar. Aku menantikan cerita-cerita serumu."
"…Tapi kalau aku merasa kesepian, mungkin aku akan minta ditemani boneka beruangku."
"Kamu bawa juga boneka itu? Bukannya itu lumayan besar?"
"Memang besar, tapi justru karena itu enak dipeluk saat tidur… Ah, dan aku juga harus memastikan Onee-chan mengerjakan tugasnya dengan benar."
"Ya, aku serahkan itu padamu."
Aku juga khawatir dengan Hijiri-san yang harus menghadapi tumpukan tugas karena dapat nilai merah di ujian akhir. Tapi kalau bersama Hime, aku tidak perlu khawatir.
"Yohei-kun juga, jangan begadang terus ya?"
"A-Aku akan berusaha."
"Kalau kamu main game terus sampai jadwal tidurmu berantakan, nanti waktu aku pulang kita nggak bisa main bareng."
Itu benar. Biasanya, sekitar seminggu setelah liburan dimulai, aku sudah kebiasaan tidur siang dan begadang. Tapi tahun ini, aku harus lebih berhati-hati.
Aku harus menjaga pola tidurku agar bisa bermain bersama Hime saat dia pulang nanti.
"…Terima kasih. Berkat kamu, aku jadi semangat dan berenergi lagi."
"Bagus, semangat ya di luar negeri!"
"Aku akan bersemangat!"
Sebagai penutup, aku menepuk kepala Hime pelan sekali lagi, lalu melepaskan tanganku.
Karena dia sudah tidak menunjukkan wajah sedih lagi, kurasa semuanya akan baik-baik saja.
"Ngomong-ngomong, kenapa Onee-chan lama sekali, ya? Padahal dia bilang hari ini akan datang lebih awal."
Dan entah karena kami sedang membicarakannya atau bagaimana— Pintu kelas terbuka lebar dengan keras.
"Ma-maaf! Aku agak telat!"
Dengan panik, Hijiri-san masuk ke kelas. Mungkin karena dia terburu-buru, rambut ikalnya yang cokelat tampak lebih berantakan dari biasanya.
"Maaf ya, kalian berdua. Sudah nunggu lama, ya?"
"Tidak apa-apa kok. Aku ngobrol dengan Yohei-kun tadi."
"Dengan Yohei… hmmm, begitu ya~?"
Hmm. Sebenarnya, belakangan ini aku punya satu kekhawatiran. Yaitu, sikap Hijiri-san terhadapku agak aneh akhir-akhir ini.
"A-Ada apa?"
"Enggak~. Nggak ada apa-apa, kok~"
Wajahnya jelas menunjukkan “ada sesuatu”, tapi dia malah berkata sebaliknya. Jadi… aku bingung harus bagaimana.
Jelas sekali dia ingin mengatakan sesuatu, tapi meskipun kutanya, dia tidak mau menjawab, jadi aku pun menyerah.
"Ah, Yohei. Mulai besok aku dan Hime-chan akan pergi ke Amerika, lho!"
"Tadi kami baru saja membicarakan itu. Hijiri-san, tolong jaga Hime, ya."
"Tentu saja. Aku bakal monopoli Hime-chan, nih~"
"……Aku juga akan monopoli Onee-chan. Dengan begini, aku bisa mengajarinya tugas dengan sepuasnya."
"Uwaah! Yohei, tolong aku! Aku nggak mau ngerjain tugas!"
"Jangan mengeluh gitu. Padahal aku dan Yohei-kun sudah mengajarkanmu pelajaran dengan sungguh-sungguh, tapi Onee-chan tetap saja dapat nilai merah."
"So-soalnya… Yohei sih!"
"Jangan salahkan Yohei-kun. Liburan musim panas ini aku akan lebih tegas, lho?"
"Hii~!"
"Ahaha, semangat ya~"
Saat aku sedang menyaksikan percakapan hangat dua bersaudari itu, Hime menepuk lenganku pelan.
"Kalau begitu… sekarang Onee-chan sudah datang, kita pulang saja, yuk?"
"Iya, ayo."
Karena dia mengajakku, aku berdiri dan menyandang tas ke bahu. Saat itu, aku secara tidak sadar melihat ke arah Hime yang ada di sebelahku, dan terlintas pikiran seperti ini:
(Aneh… Hime… apa dia sedikit tumbuh lebih tinggi?)
Setahun yang lalu, sejak pertama kali kami bertemu di tempat pembuangan sampah, sepertinya tinggi badannya sudah bertambah.
Padahal akhir-akhir ini kami hampir setiap hari bertemu… tapi kenapa aku baru menyadarinya sekarang, ya?
(Yah, dia kan masih delapan tahun. Tentu saja dia tumbuh.)
Secara fisik, tidak diragukan lagi bahwa dia makin tinggi. Kupikir mungkin aku hanya merasa begitu saja, jadi aku tidak terlalu memikirkannya
.
Pertumbuhan seorang gadis memang cepat. Sampai-sampai membuatku sadar… bahwa aku tidak boleh terus-menerus memperlakukannya seperti anak kecil──
Post a Comment