NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shujinkou no Osananajimi ga, Wakiyaku no Ore ni Guigui Kuru V2 Prolog

Penerjemah: Flykitty 

Proffreader: Flykitty


Prolog

Karakter Pendukung Mempercayai Apa Yang Tidak Mereka Inginkan


Aku sedang bermimpi... Mimpi tentang kehidupan pertamaku—yang terasa sekaligus sebagai masa depan dan masa lalu yang penuh nostalgia.


Pada masa itu, aku hanyalah karakter sampingan yang menyedihkan, yang mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa aku sedikit istimewa hanya karena sedikit berinteraksi dengan sang tokoh utama...


Ujian tengah semester telah usai, dan hubungan antar manusia di kelas pun mulai mengkristal menjelang akhir semester pertama.


Menyedihkan memang. Aku—Kazuki Ishii—yang sudah menegaskan posisiku sebagai karakter sampingan, biasanya menghabiskan waktu makan siang bersama teman-teman sesama figuran. Tapi kali ini, semuanya kebetulan absen karena sakit. Maka aku pun hendak makan siang sendirian di kantin—namun, ada seseorang yang tak membiarkan itu terjadi.


"Sudah lama ya, sejak terakhir kita makan berdua begini, Ishii."


"Padahal kau tak perlu memprioritaskanku juga, tahu."


Nama pria itu adalah Teruhito Amada. Awalnya, dia juga menempati posisi figuran sepertiku. Tapi itu cerita lama.

Sementara aku tetap menjalani kehidupan malas sebagai karakter sampingan, Amada malah terhubung oleh takdir dengan gadis-gadis cantik populer di SMA Hirasaka. Dengan membantu menyelesaikan masalah mereka, ia pun mulai dianggap istimewa oleh mereka.


Kupikir dia sama sepertiku—figuran—ternyata dia adalah sang tokoh utama dalam kisah cinta komedi ini.


"Yah, aku tak bisa membiarkan temanku makan sendirian juga."


Mungkin aku seharusnya merasa iri padanya, tapi sialnya, dia ini orang yang benar-benar baik.


Meski bisa makan siang dikelilingi para gadis cantik setiap hari, dia malah memilih untuk duduk berdua dengan lelaki biasa yang tak menonjol di kelas.


Kalau aku yang ada di posisinya, meski tahu seseorang akan makan sendirian, aku mungkin bakal pura-pura tak peduli dan memilih menghabiskan waktu bersama gadis-gadis itu.


Mungkin sebagian besar orang juga akan memilih hal yang sama. Tapi Amada memilihku. Tak ada kata yang lebih cocok untuknya selain “orang baik”.


Karena itulah, dibandingkan rasa iri, justru rasa minder yang lebih besar.


Ia bisa menjadi tokoh utama komedi romantis karena kepribadiannya itu.


Ia menghadapi langsung dan menyelesaikan masalah para gadis cantik, yang kebanyakan orang pasti sudah menyerah duluan.


Dengan ketulusan dan keteguhannya, ia menaklukkan hati mereka melalui sisi kemanusiaannya. Itu jelas bukan sesuatu yang bisa kulakukan. Itu hanya bisa dicapai oleh seseorang seperti Amada.


"...Makasih."


Aku menutupi rasa minder besarku dengan ucapan terima kasih kecil. "Jangan dipikirin," jawabnya sambil tersenyum.

Andai saja dia sedikit menyebalkan, mungkin aku bisa bersikap dingin padanya.


Karena aku berpikir seperti itu, makanya aku tetap karakter sampingan, dan dia adalah tokoh utamanya.


"Kalau dipikir-pikir, mungkin waktunya pas juga sih. Soalnya, beberapa waktu lalu aku beneran repot banget..."


Amada menyandarkan pipinya ke tangan kanan yang dililit wristband, dan menghela napas lelah seperti yang ia katakan tadi. Kemungkinan besar, itu karena masalah besar yang menimpanya hingga kemarin.


Entah kenapa, di SMA Hirasaka ini, kejadian-kejadian ala komedi romantis sering terjadi. Dan sudah pasti, Amada akan selalu terseret dalam kejadian itu. Benar-benar tokoh utama sejati.


Sebelumnya, ia telah membantu menyelesaikan masalah berbagai gadis cantik yang menjadi tokoh utama romcom, seperti: ace klub atletik yang sedang terpuruk, gadis pemalu yang kesulitan mendapat teman, dan ketua kelas yang tak bisa menunjukkan kemampuannya karena gugup. Namun, masalah romcom kali ini jauh lebih besar dari sebelumnya.


"Idola virtual itu, ya... ternyata memang banyak hal rumit di baliknya."


"Benar juga. Iya, aku rasa memang begitu..."


Semuanya bermula dari murid pindahan. Beberapa waktu lalu, seorang gadis cantik bernama Miwa Hitsujitani pindah ke kelas kami.


Dengan kepribadian ceria dan terbuka, ia segera akrab dengan siapa saja, dan langsung merebut hati banyak siswa laki-laki. Termasuk aku, tentu saja.


Gadis cantik yang bersikap ramah bahkan pada figuran sepertiku. Mungkin karena iri pada Amada, aku sempat berharap, "Jangan-jangan, ini giliranku mendapat momen romcom?"


Tentu saja, harapan itu tak berarti apa-apa.


Lalu seperti yang sudah sering terjadi, ternyata Miwa Hitsujitani menyimpan rahasia besar.


Siapa sangka, di balik wajah cantiknya sebagai siswi SMA, dia adalah seorang streamer video terkenal dengan lebih dari satu juta subscriber.


Tapi bukan streamer biasa yang menampilkan wajah—dia adalah seorang VTuber, yang mengisi suara karakter 3D CG buatannya.


Dan ada alasan besar kenapa Miwa Hitsujitani pindah ke sekolah ini.


Masalah stalker.


Meski beraktivitas dengan wajahnya yang tersembunyi, seorang fan fanatik berhasil mengumpulkan informasi dari siaran-siarannya dan menemukan jati diri Miwa yang sebenarnya.


Untuk melarikan diri dari stalker itu, Miwa pindah ke SMA Hirasaka.


Gadis ceria yang penuh rahasia besar. Meski terlihat riang setiap hari, sebenarnya dia diam-diam diliputi rasa takut.


Karena takut stalker menemukannya, ia sampai berhenti dari dunia siaran yang sangat ia cintai.


“Kalau begini, pasti aman. Kalau begini, dia tak akan bisa menemukanku.”


Begitu pikirnya. Tapi rencananya gagal. Stalker yang terlalu gigih itu bahkan mengikuti Miwa sampai ke sekolah barunya.


Di sinilah Amada turun tangan. Setelah dimintai tolong oleh Miwa, ia pun mengajak sahabatnya Tsukiyama dan para heroine lainnya untuk ikut menyelesaikan masalah ini.


"Makasih juga ya, Ishii, udah bantu."


"Aku hampir nggak ngapa-ngapain juga sih."


Kali ini, mungkin karena masalahnya cukup berat, Amada merasa tidak bisa menyelesaikannya hanya dengan tim biasanya. Maka, dia meminta bantuan seluruh teman sekelas.

Semua siswa laki-laki ikut. Semua siswa perempuan tidak ikut.


Para cowok, demi menunjukkan sisi keren di hadapan Miwa Hitsujitani, bersemangat ikut serta. Sementara para cewek, yang ketakutan menghadapi stalker (kecuali Kanie), menyatakan tidak ikut semua.


Tentu saja, aku juga termasuk dari kelompok cowok itu. Meski begitu, aku tidak benar-benar melakukan sesuatu yang berarti.


Aku berdiri bersama teman-teman sesama pemeran figuran di sepanjang rute pulang sekolah Miwa Hitsujitani, berpura-pura tidak tahu apa-apa, siap untuk melapor jika si penguntit muncul. Tapi, di tempatku berjaga, si penguntit tidak muncul.


Padahal aku sudah mati-matian menghafal wajah penguntit itu dari foto yang dikirim Miwa lewat grup chat. Tragis.


Jadi, itu sama saja dengan tidak melakukan apa pun. Aku hanya ikut serta karena berharap bisa tampil keren di hadapan Miwa dan mungkin—jika beruntung—dia akan melihatku dengan perasaan khusus. Betapa piciknya diriku.


Pada akhirnya, penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya dengan upaya para amatir. Kami pun meminjam kekuatan para profesional—yakni polisi—dan berhasil menyingkirkan penguntit itu.


Akhir yang bahagia. Satu masalah selesai—seharusnya.


"Kalau cuma sampai penguntit saja, itu sih masih mending..."


Tapi ternyata tidak semudah itu.


Ternyata masih ada kelanjutan dari kasus ini.


Kami sempat bertanya-tanya, bagaimana caranya si penguntit bisa mengetahui alamat Miwa yang sudah pindah sekolah dan menghentikan siaran. Ternyata, ada seseorang yang membocorkan informasi itu.


Lebih mengejutkan lagi, pelakunya adalah seorang siswi di kelas lain, tapi masih satu angkatan dan satu sekolah dengan kami di SMA Hirasaka.


Siswi itu ternyata juga seorang VTuber seperti Miwa, tapi tidak sukses. Jumlah subscribernya bahkan tidak sampai lima puluh orang.


Kemudian, Miwa pindah ke sekolah ini, dan si siswi itu mengenali suaranya. Merasa iri, dia membocorkan informasi pribadi Miwa kepada penguntit karena rasa cemburu—dan juga demi mengisi kantongnya sendiri.


Ya, dia menjual informasi pribadi Miwa untuk mendapatkan uang. Itulah kenapa si penguntit bisa melacak sampai ke sekolah barunya.


Sebagai orang luar yang cuma mendengar ceritanya saja, kasus ini sudah terasa ribet dan melelahkan. Bisa kubayangkan betapa susah payahnya Amada dalam menyelesaikan semua ini.


"Ngomong-ngomong, cewek itu akhirnya pindah sekolah, kan?"


Saat aku bertanya begitu, Amada menunjukkan ekspresi pahit.


"Iya... Sebenarnya aku ingin menyelesaikannya dengan damai sih..."


Pada akhirnya, meski si siswi menyangkal, bukti-bukti sudah cukup jelas. Ia tidak dipercaya, dan jadi sasaran kecaman dari siswa laki-laki maupun perempuan. Tidak kuat menahan tekanan mental, dia akhirnya keluar dari SMA Hirasaka.


Itu akhir dari kasus ini. Sedikit terasa pahit, memang.


"Itu bukan urusan yang harus kau pikirkan, Amada."


Yang bersalah adalah siswi yang membocorkan informasi Miwa, bukan Amada.


"Tapi, kenapa kau mau repot-repot terlibat dalam hal seribet itu?"


"Aku nggak bisa membiarkan anak yang kesusahan begitu saja."


Yup, layaknya protagonis sejati di cerita romcom. Kata-kata itu terdengar memalukan kalau keluar dari mulut orang lain, tapi dari Amada, semuanya terasa masuk akal.


"Selain itu, aku juga ingin sedikit menantang diriku sendiri. Ingin tahu sejauh mana kemampuanku bisa berguna."


Perkataannya sangat seperti tokoh utama. Kalau orang lain yang bilang, pasti cuma ditertawakan. Saat aku memikirkan hal itu, seorang siswi duduk di depan kami.


"Ah! Mikoto!"


Begitu melihat siapa yang datang, Amada langsung berseru ceria. Wajar saja. Dia adalah teman masa kecil Amada, dan juga cinta sejatinya.


Hidaka Mikoto duduk di bangku depan kami. Tapi entah kenapa, dia terlihat lebih murung dari biasanya... atau lebih tepatnya, sepertinya sedang sedih.


Apa dia baik-baik saja? Kalau dia sedang punya masalah, aku ingin membantunya.


Aku sempat ingin menguatkan diri untuk mengatakan sesuatu seperti itu, tapi...


"Hei, kau baik-baik saja? Kalau kau sedang kesusahan, aku bisa bantu, lho."


Amada lebih dulu berbicara. Dalam situasi seperti ini, aku yang terlambat bereaksi memang cocoknya jadi figuran.


"Jangan ajak bicara."


"Ugh! Maaf..."


Wah, berbahaya. Kalau Amada saja diperlakukan begitu, apalagi kalau aku yang ngomong. Bisa habis aku.


Tatapannya tajam, suaranya dingin. Dia benar-benar layak dijuluki Ratu Es.


"…………"


Rasanya, Hidaka sedang menatapku dengan pandangan sangat menyeramkan... Atau cuma perasaanku?


Apa dia lagi bilang dalam hati: "Kehadiranmu saja sudah mengganggu. Cepat enyah dari sini"?


Lalu, apa yang harus kulakukan?


"Umm... soal itu, Mikoto. Maaf, aku nggak bisa nolongin dia waktu itu..."


Dengan kata-kata dari Amada yang punya mental baja dan tak pernah menyerah, aku akhirnya paham alasan di balik kemurungan Hidaka.


Di SMA Hirasaka, Hidaka tidak punya banyak teman—atau lebih tepatnya, dia memang tidak berusaha membuat teman. Tapi ada satu siswi yang bisa dibilang cukup dekat dengannya.


Sayangnya, siswi itu ternyata adalah pelaku yang membocorkan informasi tentang Miwa.


Sahabatnya sendiri terlibat dalam perbuatan tercela, lalu pindah sekolah seolah melarikan diri.


Entah itu karena marah, kecewa, atau sedih... Berbagai emosi campur aduk, dan Hidaka pun kehilangan semangat.


Mungkinkah dia datang ke sini karena tak sanggup sendirian dan ingin mencari bantuan dari Amada?


Sebenarnya dia ingin bersama Amada dan bicara dengannya. Tapi, ada pengganggu: aku. Namun, meski begitu, dia tetap datang ke sini, berharap situasinya bisa diatasi.


"Kalau begitu, Amada... Aku pergi dulu, ya..."


Sebagai figuran, aku tak boleh mengganggu romcom.


Satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah membaca suasana dan menciptakan ruang bagi si protagonis dan heroine-nya.


Aku berdiri, hendak meninggalkan kantin secepatnya.


"Eh? Ah, tunggu, Ishii. Aku juga ikut!"


Eh, baca suasana dong! Kenapa perhatian tulusku malah diabaikan begitu!? Amada buru-buru berdiri dan berkata pelan agar hanya aku yang mendengarnya.


"Nggak usah merasa nggak enakan."


Sial... Dia memang orang yang luar biasa baik.


Sebagai figuran yang menyedihkan, aku pun menerima kebaikan Amada, dan kami berdua meninggalkan kantin bersama.


Dan saat kami (lebih tepatnya, aku) pergi, Hidaka menatap kami dengan pandangan yang begitu mengerikan sampai-sampai aku jadi berjalan sedikit lebih cepat.


Dia memang cantik banget, tapi Hidaka tuh benar-benar menakutkan...


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close