Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Chapter 1 - Orang Yang Melihat Bintang
POV: Sakamoto Meguri
“──Hee~ Tour keliling, ya……”
『Iya, begitulah』
Seperti biasa, di ruang klub setelah jam pelajaran berakhir.
Di layar smartphone yang kuletakkan di atas meja, Nito sedang tersenyum.
『Rencananya akan keliling seluruh Jepang dari awal tahun. Jadi sedang sibuk sekali, persiapan dan latihan terus~』
Mata bulat penuh rasa ingin tahu, pipi halus dan lembut.
Alis yang sedikit mengerut seolah bingung, dan bibir tipis.
Rambut semi-long yang dulu jadi ciri khasnya, kini sudah dipotong pendek seminggu yang lalu.
Tapi tetap saja terasa segar dan baru, dan cara potongan itu begitu cocok dengannya sampai membuat jantungku berdebar.
“Y-ya, jangan terlalu dipaksakan, ya……”
Sedikit grogi, aku menyambung kata-kataku.
“Nanti kalau sampai sakit kan gawat… belakangan ini juga dinginnya makin parah……”
『Iya, aku bakal hati-hati!』
──Beberapa waktu telah berlalu sejak festival budaya yang penuh gejolak.
Kami pun kembali ke kehidupan sehari-hari seperti biasa.
Pagi pergi ke sekolah, ikut pelajaran sampai sore, lalu pulang setelah aktivitas klub astronomi.
Tapi──ada banyak hal yang telah berubah.
Rokuyou-senpai dan Nito sekarang tampaknya semakin akrab sebagai rival yang baik.
Hubungan antara Igarashi-san dan Nito pun terlihat jauh lebih stabil dibanding sebelumnya.
Nito sendiri, sejak festival budaya, rasanya telah mengalami perubahan besar.
Rambut pendek dan ekspresi yang lebih cerah.
Aura murung dan berat yang dulu samar-samar terasa darinya kini telah memudar, dan keseluruhan dirinya memancarkan semangat positif.
Dan──aku.
Perubahan terbesar mungkin terjadi pada diriku.
Festival budaya itu jadi titik balik yang membuatku sadar akan hal yang seharusnya kulakukan.
Berkat itu, aku merasa makna dari hari-hariku kini sangat berbeda.
『Oh ya, jadi mungkin aku tidak bisa ke ruang klub untuk sementara~』
Nito melanjutkan dari seberang layar.
『Sampai tour selesai, aku bakal agak sibuk sekali……』
“Eeh~ itu jadi membosankan~”
Igarashi-san, yang sedang melihat layar bersamaku, ikut berkomentar.
“Kalau cuma ada dua laki-laki dan aku saja, aku tidak bisa ngobrolin hal-hal sesama perempuan.”
『Iyaa~! Aku juga sedih sekali!』
Nito mengibas-ibaskan tangan dengan ekspresi manja dari layar.
『Kadar Mone-ku menipis! Harus segera diisi ulang!』
“Ahaha, kamu memang sangat menyukaiku ya.”
『Aku memang suka! Aku ingin ketemu kamu tiap hari!』
Nito berteriak seperti anak kecil, sementara Igarashi-san tersenyum geli, tampak tidak keberatan.
Mereka memang akrab, itu bagus sih…
Tapi rasanya agak… rumit juga melihat mereka mesra lewat ponselku.
Soalnya, aku ini… ya, pacarnya Nito, tahu……?
“Jadi sekarang kau sedang di studio, ya?”
Rokuyou-senpai yang sedari tadi mengamati ikut bertanya sambil melihat ke layar dengan penuh minat.
“Waktu festival budaya kemarin kau tampil sendiri. Tapi sekarang kau pakai band pengiring, ya?”
『Betul sekali!』
Nito mengangguk dan menggeser badannya sedikit untuk menunjukkan latar belakang.
Ruangan besar dengan alat musik dan peralatan studio.
Ada juga para musisi studio yang akan tampil bersamanya.
Dan di kejauhan, sepertinya itu Minase-san, sang manajer.
『Aku dan staf sedang mengobrol, ini bakal jadi puncak dari semua penampilan sebelumnya』
Dengan dada dibusungkan dan semangat membara, Nito berkata,
『Sedang mempersiapkan semuanya agar jadi konser terbaik! Konser terakhirnya bakal diadakan di Tokyo, jadi kalian harus datang, ya!』
“Pastilah, aku pasti datang.”
“Aku juga tidak sabar~”
Rokuyou-senpai dan Igarashi-san mengangguk.
Lalu, pandangan Nito beralih padaku.
『Kalau Meguri……』
Dia memanggil namaku dengan suara senang,
『Hari ini kamu juga masih lanjut persiapan buat cari bintang, ya?』
“Iya, benar.”
Aku tersenyum dan mengangguk padanya.
“Masih tahap awal sekali, sih. Tapi ya… bakal aku usahakan.”
──Mencari bintang.
Mencari asteroid baru yang belum pernah ditemukan siapa pun.
Sejak hari festival budaya, aku menjadikan itu sebagai tujuanku.
Secara spesifik, aku mulai belajar metode observasi dengan bantuan Igarashi-san dan Rokuyou-senpai.
Membaca buku-buku tentang astronom amatir, belajar dasar-dasar tentang asal-usul dan sifat asteroid.
Aku bahkan tak melupakan hal-hal mendasar seperti teori pembentukannya.
…Rasanya seperti kehidupan SMA-ku yang dulu itu cuma mimpi belaka.
Tak kusangka aku bisa menjalani hari-hari seaktif ini.
『Begitu ya… semangat ya!』
Dengan senyum bahagia, Nito mengangguk.
『Kita sama-sama semangat, ya……』
“Yup.”
Tepat saat itu, terdengar suara dari arah Nito.
Dia menoleh—sepertinya ada yang memanggilnya.
『──Maaf, sepertinya sebentar lagi aku mulai, nih!』
Dia kembali menghadap layar dan berkata,
『Nanti aku hubungi lagi, ya! Kalau bisa, aku juga bakal mampir ke ruang klub!』
“Oke, sampai ketemu!”
“Sampai nanti~”
“Dadah!”
Kami saling berpamitan, dan panggilan pun terputus.
Keheningan kembali menyelimuti ruang klub, dan kami bertiga menarik napas lega bersama.
Setelah jeda sesaat,
“……Yosh, kalau begitu, mari kita mulai lagi.”
Aku meluruskan punggung dan berkata pada Rokuyou-senpai dan Igarashi-san.
“Kalau kalian bisa bantu lagi hari ini, aku akan sangat terbantu.”
“Tentu, serahkan saja pada kami!”
“Oke, ayo mulai!”
Kami saling mengangguk, lalu masing-masing membuka smartphone, laptop, dan majalah astronomi──
dan memulai kembali pembelajaran kami tentang cara menemukan “asteroid baru”.
*
──Menemukan sebuah asteroid baru.
──Memberi nama sendiri pada bintang itu.
Melalui festival budaya, dan setelah membaca surat dari Nito yang berasal dari masa depan,
aku akhirnya memahami apa yang harus kulakukan di garis waktu ini.
Dalam surat yang ditunjukkan kepadaku di kantor polisi, Nito menuliskan hal-hal seperti ini:
『──Sebetulnya, Meguri itu orang yang hebat.』
『──Sebelum bertemu denganku, dia memang begitu.』
『──Dia sudah menunjukkan hasil dalam bidang astronomi, bahkan kuliahnya pun di jalur itu.』
『──Tapi begitu bersamaku, dia menyerah pada jalan hidupnya itu.』
『──Aku yakin, aku yang membuatnya berubah.』
『──Karena itu, selamat tinggal.』
『──Maaf ya.』
3 tahun kehidupan SMA yang diulanginya berkali-kali sendirian.
Dalam semua itu, dia pasti telah melihat berbagai versi dari kejadian-kejadian yang sama.
Hubunganku dengannya pun, mungkin tidak selalu seperti sekarang—sebagai sepasang kekasih.
Mungkin di beberapa pengulangan, kami hanya teman sekelas yang tak terlalu akrab.
Mungkin bahkan tak pernah mengobrol sama sekali.
Di beberapa masa itu, aku mungkin telah mencapai sesuatu.
Dan di masa ketika aku bertemu dengannya—aku justru gagal mencapainya──
Aku pun teringat akan “kehidupan SMA pertamaku”.
3 tahun yang berlalu sia-sia karena kemalasan, dan berakhir tanpa pencapaian apa pun.
Tapi, sejujurnya──pasti ada hal yang ingin kulakukan.
Pasti ada impian yang pernah kuagumi dan ingin kuwujudkan──
Begitu kupikirkan, jawabannya langsung kutemukan.
──Aku ingin memberi nama pada sebuah bintang.
Itu adalah tujuan yang sama dengan yang kami nyatakan saat membuat video sebagai klub astronomi.
Impian kecil yang dulu kupeluk saat masih anak-anak: menemukan sebuah bintang baru yang belum dimiliki siapa pun.
Jika aku ingin mewujudkan sesuatu──maka itulah satu-satunya impian.
Agar aku tetap menjadi diriku sendiri di sisi Nito,
agar aku bisa bersama dengannya tanpa kehilangan arah,
aku harus mewujudkan impianku sendiri──
“……Haa”
Menghela napas, aku menatap ke langit dalam perjalanan pulang sendirian.
Saturnus menggantung di langit barat daya, dan bulan bersinar di langit timur.
Mungkin bulan sudah memasuki usia hari ke-12 dalam kalender lunar. Karena cahaya kota, bintang lain nyaris tak terlihat.
──Mencari bintang.
Aku sudah memutuskan untuk memulainya, tapi masalahnya banyak.
Pertama-tama, aku tak tahu harus mulai dari mana.
Meski kegiatan klub astronomi berjalan secara sederhana,
begitu memutuskan ingin menemukan bintang baru, aku malah bingung sendiri.
Apa yang harus kupelajari secara spesifik?
Apa yang harus kulakukan?
Bagaimana cara untuk benar-benar mewujudkannya?
Yang memberikan bantuan di saat aku bimbang itu──adalah Rokuyou-senpai dan Igarashi-san.
“Sungguh, aku berhutang sekali pada mereka……”
Sambil memandangi langit yang tak begitu meyakinkan, aku bergumam pelan.
“Tanpa mereka, aku pasti merasa sangat kesepian……”
Begitu tahu aku sedang galau ingin menemukan bintang,
mereka langsung menawarkan bantuan seolah itu hal yang wajar.
“──Oke, kami bantu, ya”
“──Untuk awal-awal, mari kita cari tahu dulu ya”
Sejak itu──kami mengumpulkan informasi lewat internet dan majalah.
Kami terus mencari tahu: bagaimana caranya seorang siswa SMA bisa menemukan bintang baru.
Dan hari ini,
“……Observasi di Okinawa, ya”
Aku bergumam saat melihat sebuah situs dari smartphone.
Itu adalah laman pengumuman acara yang ditemukan oleh Igarashi-san hari ini.
“Sepertinya, ini pilihan paling realistis, ya……”
Observatorium Nasional Jepang di Okinawa.
Salah satu sistem observasi terbaik di dunia,
dan setiap tahun mereka mengadakan observasi pencarian asteroid khusus untuk siswa SMA.
Kabarnya, beberapa peserta sebelumnya benar-benar menemukan asteroid baru selama acara dan mendapat kesempatan menamainya, sampai-sampai masuk berita.
“Karena sudah terbukti hasilnya, mungkin ini pilihan terbaik untuk siswa SMA sepertiku……”
Sebenarnya, aku sudah tahu soal acara ini sejak dulu.
Beberapa kali disebut dalam majalah astronomi, bahkan pernah jadi bahan dalam anime bertema klub astronomi.
Aku selalu mengaguminya.
Dulu aku sempat berpikir,
“Suatu hari nanti, aku juga ingin ikut!”
Karena itu, rasanya sudah kuduga kalau acara ini akan masuk dalam daftar pilihanku.
Hanya saja──
“Tapi ini terlalu jauh, ya waktunya……”
Acara itu akan diadakan pada awal bulan Agustus.
Sementara sekarang, masih akhir bulan November.
Jadi, itu masih sekitar 8 bulan lagi.
Tentu saja, menargetkan ke sana dan mulai mempersiapkan diri bukanlah ide yang buruk.
Bagi klub astronomi kecil seperti kami, masa latihan selama itu mungkin memang dibutuhkan.
Tapi tetap saja──
“Sekarang motivasiku sedang tinggi-tingginya, aku jadi ingin memulainya dari sekarang……”
Perasaan tak sabar ini sulit untuk dikendalikan.
Aku ingin cepat-cepat menemukan bintang! Ingin segera mulai bergerak!
Tapi karena tujuan masih jauh di depan, jadi rasanya sedikit menyebalkan.
“Yah, mau bagaimana lagi……”
Aku menghela napas dalam-dalam dan menjatuhkan bahu.
“Toh aku juga tidak mungkin bisa melakukannya sendirian……”
Memang, aku merasa kemampuanku masih belum cukup.
Untuk ikut acara di Okinawa, kita harus lulus ujian seleksi terlebih dahulu.
Klub astronomi SMA Amanuma kami ini, jika dibandingkan dengan klub dari sekolah-sekolah besar, jelas kurang dari segi pengetahuan dan pengalaman observasi.
Kalau dipikir-pikir,
kami memang perlu memperkuat dasar-dasarnya selama masa ini……
“Untuk sekarang, mari kita mulai dari hal-hal yang sederhana, ya”
Aku bergumam sendiri, lalu menyalakan kamera di smartphone.
Mengarahkannya ke langit malam, memotret bulan, lalu mengirim fotonya ke Nito lewat LINE.
Bersama pesan: “Jangan terlalu memaksakan diri, ya~”
Setelah itu, aku kembali melangkah menuju rumahku.
*
“──Terima kasih atas kerja kerasnya~ Ini catatan hariannya~”
“Ya, terima kasih.”
Beberapa hari kemudian, saat jam istirahat siang. Di ruang guru yang ramai oleh para guru dan murid.
Sebagai petugas hari ini, aku menyerahkan catatan harian, dan Chiyoda-sensei menerimanya dengan senyum.
“Ah, maaf, sedang makan siang, ya?”
“Ya, tapi tidak apa-apa. Jangan khawatir.”
Kotak bekal di atas meja guru terlihat cukup besar. Chiyoda-sensei bertubuh mungil—lebih pendek dari Rokuyou-senpai, aku, bahkan dari Nito dan Igarashi-san.
Ternyata orang ini cukup doyan makan ya… saat aku sedang berpikir begitu,
“……Suamiku yang selalu memasakkannya.” Katanya sambil menunjukkan ekspresi agak malu.
“Sudah dibilang berkali-kali, tapi selalu dibuat sebanyak ini. Makanya, aku jadi makin gemuk……”
Eh, tapi sama sekali tidak terlihat gemuk, kok…
Rambut pendek bob hitam dengan mata panjang seperti kucing.
Bibir yang tampak bijaksana dan hidung yang tinggi dan teratur.
Usianya mungkin sekitar 30an, tapi—dia memang cantik.
Bahkan terlihat jauh lebih muda dari usia aslinya.
Aku yakin dia pasti sangat populer saat masih SMA, dan waktu masih lebih muda dari sekarang, pasti sering jadi pusat perhatian para siswa laki-laki.
“Sepertinya enak ya, tetap akur dengan pasangan setelah menikah.”
“Iya, aku rasa aku beruntung dalam hal itu. …Tapi yah, kalau soal pasangan yang baik──”
Kata Chiyoda-sensei sambil tersenyum geli,
“Pasanganmu juga orang yang luar biasa, kan, Sakamoto-kun?”
“…Eh!? Y-ya, begitulah.”
Aku agak terkejut dengan godaan yang tidak terduga itu.
“Kadang saya merasa dia terlalu baik untukku…”
“Jaga baik-baik, ya~ Cinta masa SMA itu kadang bisa memengaruhi seumur hidup, lho.”
“Eh, apa itu benar?”
“Iya. Aku rasa begitu.”
Dengan ekspresi serius yang mengejutkan, Chiyoda-sensei mengangguk.
“Suamiku juga, dulu kakak kelas di klub waktu SMA.”
“Sungguh!? Itu baru pertama kali saya mendengarnya!”
Ternyata, ada juga kisah nyata menikah dengan senior klub!
“Iya. Sampai sekarang, kadang aku masih salah sebut ‘Senpai’, lho.”
“Heh~!”
“Makanya, ini mungkin sedikit di luar tugas guru, sih.”
Ucap Chiyoda-sensei sambil tertawa seperti anak kecil,
“Tapi aku sungguh berharap, murid-muridku juga bisa mengalami cinta yang indah.”
“…Begitu ya.”
Chiyoda-sensei memang dikenal sebagai guru yang perhatian dan ramah di sekolah.
Mungkin sikap seperti itu berasal dari cara berpikirnya yang seperti ini.
Bukan cuma akademik, tapi dia juga ingin kehidupan pribadi kami ikut bahagia.
Ngomong-ngomong, waktu festival budaya, dia juga sempat siaran dengan acara aneh bernama “Konsultasi Patah Hati oleh Momose”—mungkin itu juga karena pemikiran ini…
“…Oh iya!”
Tiba-tiba, wajah Chiyoda-sensei berubah seperti baru mengingat sesuatu.
Dia membuka laptop yang sebelumnya tertutup dan mulai mengetik sesuatu.
“Sakamoto-kun, kamu sedang mencari asteroid baru, kan?”
“Ah, iya benar.”
Selain sebagai wali kelasku, dia juga pembina klub astronomi.
Setiap kali kami melakukan observasi bintang, dia selalu ikut,
dan untuk urusan peralatan maupun perizinan, dia yang bertanggung jawab dan bernegosiasi dengan sekolah.
Makanya dia tahu kalau aku sedang mencari asteroid, dan bahwa aku juga merasa frustrasi akhir-akhir ini.
“Soal itu, suamiku memberi informasi yang bagus…”
Katanya sambil menunjukkan layar laptop ke arahku.
“Nah, lihat ini.”
Yang terlihat di layar—adalah file PDF yang tampak sederhana.
Sepertinya semacam pengumuman resmi untuk pers rilis,
dengan tampilan yang sangat ringkas dan kaku.
Dan di bagian atasnya tertulis:
──Pemberitahuan Penyelenggaraan “Kelompok Penelitian Astronomi Desa Langit Berbintang”, Disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
“…Hm?”
Aku merasa tertarik, lalu mulai membaca isi tulisan itu.
Ternyata ini adalah acara yang diselenggarakan di sebuah tempat bernama Desa Achi, Prefektur Nagano,
untuk mempromosikan pariwisata dengan keindahan langit berbintang sebagai daya tariknya.
Observatorium dan kantor desa akan menjadi penyelenggaranya,
dan akan diadakan acara pengamatan langit malam.
Targetnya adalah siswa-siswi berusia belasan tahun dari seluruh Jepang,
dan hanya sejumlah kecil peserta yang akan dipilih lewat ujian seleksi.
Sebagai percobaan pertama, acara ini akan digelar pada akhir tahun ini.
Ke depannya, acara akan diperluas skalanya, dengan tujuan meningkatkan ketenaran desa tersebut dan menarik minat generasi muda terhadap astronomi.
Dari Tokyo, direncanakan hanya dua orang siswa dari satu grup yang bisa mendaftar.
Salah satu sponsor pendukung adalah penerbit tempat suami Chiyoda-sensei bekerja,
dan tujuan akhir dari acara ini adalah… para siswa SMA peserta acara… menemukan asteroid baru…
“──I-ini!”
Setelah membaca sampai bagian itu—aku tidak bisa menahan diri dan berseru kencang.
“Asteroid… akhir tahun ini!?”
“Iya, benar.”
Chiyoda-sensei mengangguk dengan senyum senang di wajahnya.
“Kamu kelihatan seperti sudah tidak sabar menunggu sampai musim panas, ya?”
“Iya, benar sekali.”
“Waktu aku cerita soal itu ke suamiku, kebetulan ada temannya di divisi lain yang terlibat dalam acara ini…”
“Benarkah!?”
“Dan meski ini masih acara percobaan, seperti yang kamu lihat, pengumumannya juga kurang gencar. Sepertinya hampir tidak ada yang tahu soal ini.”
Chiyoda-sensei menatap layar sambil tersenyum canggung.
Iya juga… dari tampilan PDF ini memang terlihat minim informasi dan promosi.
Pantas saja kami belum menemukan informasi soal ini meskipun sudah bolak-balik cari cara untuk ikut dalam pencarian asteroid.
Mungkin karena benar-benar kurang promosi, jadinya luput dari perhatian.
“Sekarang ini mereka sedang buru-buru cari peserta, katanya.”
“Wah… ini benar-benar seperti kesempatan emas yang datang sendiri ya.”
Ini benar-benar… terlalu kebetulan untuk jadi nyata.
Pencarian asteroid, tepat di saat seperti ini. Dan mereka juga sedang mencari peserta.
Pasangan suami istri Chiyoda-sensei… kalian benar-benar luar biasa. Aku tidak akan cukup berterima kasih…
“Tentu saja, masih ada kemungkinan peserta lain akan mendaftar juga.”
Dengan nada mengingatkan, Chiyoda-sensei menunjukkan ekspresi serius.
“Dan peserta dari Tokyo hanya dibatasi satu grup, dua orang saja. Jadi, aku tidak bisa menjanjikanmu pasti terpilih.”
“Ah, tentu saja tidak masalah!”
Aku menjawab tegas sambil mengangguk mantap.
“Saya ingin ikut ujiannya!”
“Baiklah, aku mengerti.”
Chiyoda-sensei berkata dengan senyum senang, lalu kembali menghadap ke laptop.
“Kalau begitu, biar aku yang mengurus pendaftarannya, ya. Soal anggota yang ikut… bagaimana?”
“Ah, satu grup dua orang saja, ya?”
“Iya.”
Kalau begitu… ini agak jadi dilema.
Kalau bisa tiga orang atau lebih, aku pasti akan langsung mengajak Rokuyou-senpai dan Igarashi-san.
Tapi kalau cuma dua orang… siapa yang harus kuajak?
Aku tidak mau sampai kelihatan seperti sedang memilih-milih. Kalau begitu, lebih baik ikut sendiri saja…
…Sebenarnya, akan sangat menyenangkan kalau bisa ikut bersama Nito.
Pasti seru bisa mencari bintang bersamanya. Tapi dia sedang super sibuk dengan latihan.
Bahkan kegiatan klub saja dia jarang datang, jadi ikut ujian seperti ini pasti lebih tidak memungkinkan lagi.
“Untuk sekarang, aku akan coba diskusikan dulu.”
Karena belum menemukan jawabannya, aku akhirnya mengambil keputusan seperti itu.
“Batas pendaftarannya masih ada, kan?”
“Iya, masih ada waktu beberapa hari lagi.”
“Kalau begitu, saya akan segera memberi jawaban secepatnya.”
“Baik, aku tunggu.”
Setelah menyelesaikan pembicaraan itu, aku menerima print-out dari file PDF dan meninggalkan ruang guru.
Fuhh… ini benar-benar di luar dugaan.
Sama sekali tak menyangka hal seperti ini akan terjadi… tapi tidak diragukan lagi, ini adalah kesempatan besar.
Aku kembali melihat lembaran print-out tersebut, dan di situ juga tertulis rincian ujian yang akan dilaksanakan.
Hari ini juga, aku harus segera berdiskusi dengan yang lainnya, lalu langsung mulai belajar.
Kesempatan emas yang Chiyoda-sensei temukan ini, harus bisa kuambil dengan baik.
Dengan tekad baru dalam hati, aku melangkah cepat menuju kelas yang ramai saat jam makan siang.
*
Dan──malam itu.
“Pada akhirnya… sendirian juga, ya…”
Di kamar, menghadap meja belajar.
Aku meratapi nasibku seorang diri.
“Tidak kusangka… baik Rokuyou-senpai maupun Igarashi-san menolak…”
Iya… mereka menolak.
Sepulang sekolah, aku langsung bicara pada mereka berdua soal tawaran dari Chiyoda-sensei.
Kuharap salah satu dari mereka bisa ikut… tapi mereka menolaknya begitu saja.
“──Eh, ujian di akhir tahun!?”
“──Observasi di Nagano!?”
Mereka terbelalak, lalu menunjukkan ekspresi canggung.
“Aku ada ujian akhir semester. Jadi, mungkin akan sedikit sulit buat ikut…”
“Aku juga, di hari itu harus pulang ke kampung halaman Ayah…”
…Yah, kalau dipikir-pikir dengan tenang, memang masuk akal.
Acara itu diadakan dari tanggal 26 sampai 30 Desember—5 hari 4 malam.
Ujiannya dijadwalkan sedikit sebelum itu.
Itu pas sekali bersamaan dengan ujian akhir semester dan jadwal pulang kampung.
Wajar kalau mereka kesulitan ikut.
“…Ah, iya! Benar juga, ya!”
Aku tertawa dengan semangat palsu, lalu menjawab mereka.
“Baiklah, kalau begitu, aku coba ikut sendirian saja!”
“Maaf ya…”
“Maaf tidak bisa menemanimu…”
“Tidak, tidak, tidak apa-apa kok!”
Dengan semangat aku berkata begitu, lalu kami kembali ke kegiatan seperti biasa.
Jujur, aku memang sudah mengira hasilnya bisa seperti ini.
Tapi begitu sampai rumah dan duduk di depan meja…
“…Ugh…”
Aku merasa sedih.
Setelah pulang ke rumah, aku benar-benar kecewa berat.
Kupikir setidaknya salah satu dari mereka akan ikut…
Jujur saja, Rokuyou-senpai dan Igarashi-san itu seperti sahabat karib bagiku.
Kupikir kalau aku yang minta, mereka pasti akan mengusahakan untuk datang walau sedikit memaksakan…
Sakit rasanya…
Aku jadi teringat kehidupan SMA pertamaku dan… sakit rasanya…
Dulu pun, aku memang selalu berada di pihak yang ditolak begini…
“…Tapi ya, tetap harus kulakukan.”
Kusapu jauh-jauh pikiran negatif yang tak ada ujungnya, dan kembali menatap meja.
“Aku harus belajar untuk ujiannya…”
Iya. Itu yang harus kulakukan.
Kalau sampai ikut sendiri lalu gagal di ujian, itu benar-benar memalukan.
Untungnya, di lembar informasi acara yang diberikan Chiyoda-sensei, tertera dengan jelas tingkat kesulitan ujiannya.
Katanya, soalnya kira-kira setingkat dengan Sertifikasi Astronomi dan Antariksa Level 2.
Secara garis besar, yang diujikan adalah pengetahuan setara pelajaran geosains SMA, informasi terbaru seputar astronomi, kalender dan penanggalan, serta sejarah astronomi.
“…Oke!”
Dengan semangat baru, aku menggenggam pulpen.
Aku mulai membaca buku teks Astronomi dan Antariksa Level 2 yang baru kubeli dari toko buku.
Aku merangkum isi materinya satu per satu ke dalam buku catatan, lalu mengecek ingatan dengan stabilo dan lembar penutup berwarna.
Sambil melakukan semua itu…
“…Fufufu…”
Tanpa sadar, aku mulai tertawa kecil.
“Bisa, aku pasti bisa menang…!”
Soal-soalnya setara geosains SMA.
Artinya, ini semua adalah materi yang sudah kupelajari saat kehidupan SMA pertamaku,
dan bahkan sekarang, aku sedang mengulangnya untuk kedua kali.
Tentu saja, saat pertama kali menjalani kehidupan SMA, aku tidak serius.
Belajarnya jarang, nilainya pun hancur-hancuran.
Tapi… geosains! Cuma geosains! Itu satu-satunya pelajaran yang cukup kutekuni!
“Gerak semu planet… fufufu, ini bisa kuvisualisasikan dengan mudah di kepala…”
Selain itu, aku juga sudah menonton banyak video dari YouTuber yang membahas trivia (fakta-fakta unik) tentang luar angkasa dan astronomi,
jadi pengetahuanku di luar materi sekolah juga cukup luas.
Pengetahuan tambahannya pun cukup lengkap.
Sepertinya… aku bisa menang.
Dengan pengalaman sebagai siswa SMA untuk kedua kalinya, ini pasti bukan masalah.
Ujian ini, akan kujalani dengan penuh percaya diri!
“Yah, meski ada wawancaranya juga sih.”
Aku melirik kembali lembar informasi acara dan bergumam.
“Kalau wawancara pun dipersiapkan dengan baik, seharusnya bisa lolos…”
Mungkin nanti akan ditanya tentang alasan ingin menemukan asteroid, atau riwayat kegiatan sejauh ini.
Motivasi? Jelas aku punya.
Riwayat kegiatan pun terdokumentasi dengan baik dalam bentuk video.
Kalau aku tambah aktif lagi dalam kegiatan observasi ke depannya, sisi ini juga pasti aman.
“──Permisi…”
Tiba-tiba, suara itu terdengar bersama dengan ketukan di pintu.
Suara agak serak dari luar kamar, dari arah lorong.
“Senpai, kamu ada di dalam?”
“Ohh, ada. Ada apa?”
Aku berdiri dan membuka pintu.
“…Ah, sedang belajar, ya?”
Seperti yang kuduga, itu adalah Makoto.
Partnerku di kehidupan SMA pertamaku.
Dan di kehidupan kedua ini, dia adalah teman dari adikku Mizuki, seorang siswi SMP.
Sepertinya dia datang ke rumah hari ini untuk bermain game bersama Mizuki.
Dari balik poni hitam yang mengilap, mata panjangnya memandangku dengan sedikit ragu.
“Tidak apa-apa kok.”
Aku tersenyum padanya dan menjawab.
“Aku bukan sedang belajar pelajaran sekolah, tapi hal yang berhubungan dengan klub.”
“Hee~… Astronomi, ya.”
Sambil berkata begitu, Makoto masuk ke kamarku dengan sangat alami.
Lalu, sambil memandangi buku teks di atas meja…
“…Apa ini ada hubungannya dengan perjalanan waktu?”
Dia bertanya begitu.
“Ini juga… demi menolong Nito-senpai, ya?”
“Yah, bisa dibilang begitu.”
Setelah berpikir sebentar, aku mengangguk padanya.
“Tapi sebenarnya, ini juga sesuatu yang memang ingin kulakukan sendiri. Jadi ya, untuk diriku sendiri juga.”
“Hee~…”
──Perjalanan waktu.
Di garis waktu ini, satu-satunya orang yang kuberitahu soal itu adalah Makoto.
Kenapa aku kembali ke masa lalu, dan apa yang sedang coba kulakukan.
Jika aku gagal, seperti apa masa depan yang akan dialami Nito—semuanya sudah aku ceritakan padanya.
Selain Nito, yang juga sedang menjalani pengulangan masa SMA,
Makoto adalah satu-satunya orang yang tahu kebenaran itu.
Karena itu, sama seperti dulu di kehidupan SMA pertamaku,
posisinya dalam hidupku perlahan kembali menjadi “partner”.
Padahal dia hanya gadis SMP yang lebih muda dariku, tapi aku mulai merasa bisa mengandalkannya.
“Aku ingin… menemukan asteroid.”
Mengikuti alur pembicaraan, aku pun menjelaskan isi pembelajaranku saat ini.
“Kalau mau memberi nama, bukan komet, tapi harus asteroid. Dan, ada acara di Nagano untuk mencari itu, jadi──”
Kata-kata yang kulontarkan dengan nada lesu itu, didengarkan oleh Makoto dengan wajah datar.
Entah dia tertarik atau tidak, sulit ditebak.
Ia tampak agak bosan, tapi biasanya kalau memang tidak tertarik, Makoto akan langsung menghentikan pembicaraan dan pergi begitu saja.
Jadi bisa jadi, meski sulit dibaca, sebenarnya dia lumayan memperhatikan.
“Lalu, aku coba mengajak anggota klub, tapi dua-duanya menolak…”
Tanpa sadar, aku mulai mengeluh.
“Baik Rokuyou-senpai maupun Igarashi-san menolaknya… tidak, sakit sekali… Rasanya seperti diingatkan lagi kalau aku ini benar-benar sendirian… ugh…”
Sambil berkata begitu, aku duduk di kursi dan menjatuhkan tubuh bagian atas ke meja.
Saat itu, tanpa kusadari, Makoto yang sudah duduk di atas tempat tidur mengangguk sambil memasang ekspresi berpikir.
“Hmm, begitu, ya.”
“Yah, mau bagaimana lagi, akhirnya aku putuskan buat ikut sendirian. Ini, lihat, ini brosurnya… ‘Satu grup maksimal dua orang saja’, katanya. Jadi sendirian pun seharusnya tidak masalah.”
“Hee~”
Makoto menerima kertas itu,
menatapnya sebentar, lalu bergumam pelan.
“Diadakan di Nagano… untuk pelajar usia belasan tahun… jadi begitu…”
“Tapi yang jelas, beruntung sekali ya. Bisa-bisanya ada acara seperti ini waktunya sangat pas──”
“──Senpai.”
Tiba-tiba, Makoto mengangkat wajah dan menatap lurus padaku.
Matanya serius, menatap tajam ke arahku.
Lalu──
“──Aku juga ingin ikut.”
Dengan suara jelas dan mantap, dia berkata begitu.
“Aku juga… ingin ikut ujian itu bersamamu.”
“Ah, Makoto mau ikut ujian juga… eh—EEEEEEHHH!?”
Aku berteriak.
Suara kagetku lepas tanpa bisa kutahan karena perkembangan yang sangat tidak terduga.
Mizuki, yang mungkin penasaran karena mendengar suara itu, membuka pintu dan berkata,
“Ada apa, sebenarnya?”
Tapi Makoto langsung menjawab,
“Bukan apa-apa,”
dan Mizuki pun pergi sambil berkata,
“Begitu ya~”
Untung adikku tipe yang cepat paham.
“Eh, jadi… Makoto mau ikut juga…?”
Begitu Mizuki pergi, aku kembali bertanya untuk memastikan.
“Ya, memangnya tidak boleh?”
Makoto menjawab sambil memiringkan kepala, seolah itu hal yang lumrah.
“Bukan tidak boleh sih, tapi ini kan acara untuk anak SMA…”
“Tapi di sini, tertulis kan…”
Makoto menunjuk bagian tertentu di lembaran brosur.
“Yang disebutkan hanya ‘pelajar usia belasan tahun’. Kalau penulisannya seperti ini, bukankah artinya mahasiswa atau siswa SMP pun bisa ikut? Mungkin anak SD masih terlalu sulit, tapi tidak ada salahnya bertanya ke panitianya, kan?”
“Yah, itu… mungkin bisa sih, tapi…”
Dan memang benar.
Kalau memang hanya untuk anak SMA, pasti akan tertulis secara jelas.
Fakta bahwa itu tidak tertulis berarti mereka memang membuka kesempatan untuk siswa yang masih lebih muda atau lebih tua.
Apalagi ini uji coba, jadi mungkin pihak penyelenggara sengaja membuatnya sedikit longgar untuk melihat respons peserta.
“Tapi, apa boleh tim campuran antara SMP dan SMA…”
Aku masih merasa ragu.
Lagi pula, tawaran ini aku dapat dari Chiyoda-sensei—pembina klub astronomi SMA Amanuma.
Makoto adalah siswa SMP dari sekolah lain. Apa benar dia bisa ikut…?
“Kalau itu, mungkin harus ditanyakan juga.”
Tapi Makoto tetap kalem dan tenang saja saat menjawab.
“Maaf kalau jadi merepotkan. Tapi, di dalam persyaratannya juga tidak ada tulisan yang menyatakan ‘harus dari sekolah yang sama’, jadi aku rasa itu juga tidak masalah.”
“Hmm… Iya juga, ya…”
Apa yang dia katakan masuk akal.
Memang belum ada jaminan pasti, tapi entah kenapa, aku mulai merasa ini bisa diwujudkan…
Namun, meskipun semua itu masuk akal, ada satu hal yang mengganjal di dalam diriku.
Bukan soal bisa atau tidak bisa… tapi kenapa?
“Eh, tapi… kenapa tiba-tiba sekali?”
Dengan nada agak berhati-hati, aku menanyakan hal itu pada Makoto.
“Kau tidak pernah tertarik dengan astronomi, kan? Kenapa… tiba-tiba?”
Itulah yang paling membingungkan.
Di kehidupan SMA pertamaku, aku dan Makoto juga sering nongkrong di ruang klub astronomi.
Tapi selama itu, dia hampir tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada bintang atau luar angkasa.
Bahkan, saat aku menonton video-video bertema luar angkasa, dia sempat mencibir,
“Lagi-lagi menonton hal berbau otaku…”
padahal dia sendiri juga otaku.
Intinya, dia benar-benar tidak tertarik pada luar angkasa.
Jadi perubahan sikapnya ini sungguh aneh.
“Itu karena…”
Makoto membuka mulutnya.
“Hmm?”
“Aku… aku ingin ikut karena…”
“Oh, kenapa, kenapa tiba-tiba?”
Aku yakin pasti ada alasannya, hanya aku yang belum tahu saja.
Pasti ada sesuatu yang bisa membuatku langsung paham dan berkata,
“Ooooh, begitu toh!”
Aku berpikir seperti itu, tapi──
“…I-itu bukan urusanmu, kan!? Itu tidak penting!”
“……!?”
──Suara yang keras.
Tiba-tiba, dan tanpa konteks.
“Aku cuma sedang mau saja! Memangnya salah kalau mau coba ikut!?”
“Eh, t-tidak salah sih…”
“Kalau begitu, ya sudah! Pembicaraannya selesai!”
“Um, kenapa tiba-tiba teriak begitu…”
“Aku tidak teriak!!”
“Eh……”
“Pokoknya! Tolong tanyakan ke panitianya ya! Apakah aku boleh ikut!”
“Y-ya, kalau kau sampai segitunya… baiklah…”
…Sungguh, apa yang dia rasakan sebenarnya?
Barusan dia masih begitu tenang dan masuk akal, eh sekarang tiba-tiba meledak begitu…
Memangnya semua gadis SMP memang begitu? Katanya anak muda emosinya memang labil…
Sebagai kakak kelas yang lebih dewasa (kelas 1 SMA), mungkin aku harus menerima mereka dengan hati yang lapang…
“──Nee nee, masih mengobrol dengan Onii?”
Pintu terbuka, dan Mizuki mengintip dengan wajah bosan.
Sepertinya Makoto ke sini tadi memang sedang main bersama Mizuki.
Apa sebenarnya maksudnya datang ke kamarku sekarang ini…?
Hari ini rasanya aku tidak bisa membaca pikiran Makoto sama sekali…
“Yah, tapi aku juga sudah mau pulang, sih.”
“Eh~ sudah mau pulang?”
“Iya. Soalnya rumahku itu… ya begitulah.”
“Kamu tidak apa-apa? Kalau mau, boleh kok menginap di sini?”
“…Tidak, hari ini aku pulang saja.”
“Begitu, ya.”
Bahkan dengan Mizuki pun, percakapannya agak aneh.
Apa maksudnya “rumahku itu…”?
Yah, tapi aku juga sudah lelah untuk memikirkan itu semua…
“Kalau begitu, Senpai, tolong ya.”
Saat berjalan keluar kamar bersama Mizuki, Makoto menoleh padaku.
“Mohon dicek, apakah aku boleh ikut.”
“…Oke, akan aku pastikan.”
Dan sebenarnya… aku juga senang dia mau ikut.
Rasanya sepi kalau sendirian, jadi kata-katanya benar-benar menguatkanku.
Dengan senyum getir, aku mengangguk dan berkata:
“Terima kasih ya, sudah mau menemaniku.”
Mendengar itu, Makoto tersenyum kecil, lalu keluar dari kamarku.
【Introduction 8.1】
Post a Comment