Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Prolog
POV: Nito Chika
──2020YX78.
Itulah nama yang diberikan pada benda langit baru yang ditemukan oleh dia, Sakamoto Meguri-kun.
“Yaa, itu semacam… kode sementara begitu……”
Di atas panggung aula olahraga, saat upacara sekolah yang memperkenalkan prestasinya,
Sakamoto-kun berdiri menghadap mikrofon dengan wajah tegang.
“Belum resmi diakui sebagai asteroid baru, sih. Sekarang masih seperti… ya, kemungkinan saja. Ehehe……”
Senyumnya kaku, dan keringat membasahi dahinya.
Dengan potongan rambut pendek dan wajah yang terlihat cukup rapi, caranya mengenakan seragam terlihat agak kuno—sama seperti biasanya saat terlihat di kelas.
“Tapi nanti akan ada pemeriksaan orbit oleh International Astronomical Union. Kalau memang benar itu benda langit baru, aku bisa diberi kesempatan untuk memberikan nama… semoga saja begitu.”
Melihatnya seperti itu, aku perlahan mengingat kembali──
Hari-hari dalam kehidupan sekolah yang terus kujalani berulang kali.
Hari-hari yang tak berjalan dengan baik, terus-menerus berputar dalam lingkaran tanpa akhir.
Dan di dalamnya… ya, selalu begitu.
Sakamoto-kun, teman sekelasku, setiap kali memasuki semester 3 tahun pertama SMA, selalu “menemukan asteroid baru”.
Dan prestasinya selalu dipuji-puji di depan seluruh murid sekolah.
…Aku tidak pernah terlalu banyak bicara dengannya.
Aku juga tidak tahu seperti apa dia sebenarnya, dan tak ada ingatan lain tentangnya selain acara ini.
Tapi kalau kupikir-pikir… itu mungkin benar-benar luar biasa.
Menemukan benda langit baru di suatu tempat di luar angkasa.
Menemukan “bintang” miliknya sendiri di semesta yang luas tanpa batas.
Dan konon, dia bahkan bisa memberi nama sesuai keinginannya.
Nama itu, mungkin saja, akan bertahan jauh lebih lama dari lagu yang pernah aku buat—bahkan sampai generasi-generasi mendatang.
“…Itulah impianku sejak dulu.”
Tiba-tiba, suaranya terdengar lebih lembut.
“Menemukan bintangku sendiri. Memberikan nama padanya… itu sudah jadi mimpiku sejak lama.”
Saat kulihat──dia, Sakamoto-kun di atas panggung tersenyum lembut, matanya menyipit, pandangannya menunduk.
“Itulah sebabnya, aku sangat senang. Dan aku harap, ke depannya aku bisa terus hidup dengan tetap terlibat dalam astronomi……”
Entah kenapa… melihatnya begitu membuat dadaku sedikit berdebar.
Seolah ada perasaan baru yang tumbuh di dalam hatiku.
Aku tak tahu harus menyebutnya apa.
Tapi yang jelas, perasaan itu sungguh nyata, cerah, dan ringan.
“Terima kasih karena telah memperkenalkanku seperti ini hari ini. Aku Sakamoto Meguri, dari kelas 1……”
Ucapnya sambil menunduk dalam-dalam, lalu ia turun dari panggung.
Tepuk tangan pun terdengar dari para murid, meski tidak bisa dibilang meriah.
Namun, saat kusadari──aku sendiri sudah mengepalkan kedua tangan dan bertepuk tangan dengan lantang.
*
──2 tahun kemudian.
Sakamoto-kun kabarnya diterima di salah satu universitas ternama dalam negeri, dan kini sedang belajar demi menjadi seorang astronom.
Sepertinya dia telah melangkah satu langkah lebih dekat ke impian yang pernah dia ucapkan waktu itu.
Sementara itu, aku…
Aku yang kali ini pun kembali menghancurkan segalanya karena obsesiku terhadap musik,
“──Jadi, harus mengulang lagi, ya……”
Hari kelulusan. Seperti biasa, aku datang ke ruang klub yang kecil dan kosong ini.
Di salah satu sudutnya, aku duduk di depan piano, menaruh sepuluh jariku di atas tuts.
Untuk sekali lagi memulai ulang kehidupan SMA-ku.
Untuk menimpa akhir terburuk yang telah kutempuh──
“…Ini sudah yang keberapa kali, ya?”
Aku sudah lama berhenti menghitungnya.
Aku bahkan tak bisa membayangkan lagi berapa tahun sebenarnya yang telah kulalui.
Awalnya, aku sungguh berpikir──Dewa telah mengulurkan tangan penyelamat padaku.
Pada akhir dari kehidupan SMA pertamaku,
selama 3 tahun yang berakhir dengan kegagalan—baik dalam bermusik maupun dalam hubungan sosial.
Saat aku menemukan cara untuk kembali ke masa lalu, aku percaya dengan polos bahwa aku akan diselamatkan.
Dengan kekuatan ini, aku yakin bisa mendapatkan masa depan yang sempurna dan membahagiakan.
Aku yakin bisa menggapai “besok” yang selalu kuimpikan.
Tapi kenyataannya──yang menunggu diriku yang memulai kembali dari awal, hanyalah perang kelelahan tanpa akhir.
Tak peduli berapa kali aku mengulang, aku tak pernah bisa membuat semua orang bahagia. Aku tak pernah bisa mencapai masa depan yang benar-benar memuaskan.
Yang terjadi hanyalah diriku yang terus terkikis, dalam siklus yang tiada habisnya.
Dan sekarang pun, bahkan setelah waktu yang terasa tak terbatas itu berlalu, aku masih terjebak dalam spiral itu──
“……”
Aku bisa merasakan dengan jelas bahwa batas kemampuanku hampir tercapai.
Aku takkan bisa terus mengulang 3 tahun ini lagi dan lagi.
“…Apa yang akan terjadi padaku, ya.”
Kata-kata itu terucap begitu saja.
Apa yang akan terjadi jika aku terus mengulang dan akhirnya jiwaku benar-benar mencapai batasnya?
Berbagai gambaran buruk bermunculan dalam benakku.
Akhir yang tragis yang menanti diriku yang bodoh.
Berbagai cabang kemungkinan akan akhir buruk.
Aku takut. Aku merasa tak pasti dan kesepian.
Meski begitu──aku tak punya pilihan lain.
Untuk tetap bertahan.
Untuk tak membuat siapa pun lagi jadi tidak bahagia──
“…Haa.”
Aku menghela napas, dan tanpa sadar mengarahkan pandangan ke luar jendela.
Yang kulihat adalah kerumunan murid di sekitar gerbang utama.
Mereka tertawa sambil menggenggam tabung berisi ijazah—teman-teman seangkatanku yang baru saja lulus.
Dan di antara mereka,
“──Sakamoto-kun……”
Aku melihat sosoknya.
“Sakamoto… Meguri-kun……”
Dia sedang berbincang dengan seorang gadis berambut pirang. Mungkin temannya?
Dia, anak lelaki yang menemukan bintang baru, dan akan terus memandang ke luar angkasa.
Dan saat itulah──
──Di dalam hatiku yang telah lapuk, lahirlah sebuah keinginan kecil.
Sebuah rasa ingin tahu yang lembut—entah itu harapan, ekspektasi, atau sesuatu yang serupa.
Salah satu dari sedikit “hal yang masih ingin kulakukan” yang tersisa dalam diriku sekarang.
Dan sebelum kusadari, aku pun berkata,
“…Aku ingin coba berteman dengannya.”
Itulah tujuan baruku.
Dalam 3 tahun ke depan, aku ingin menjadi teman Sakamoto-kun.
Menghabiskan masa SMA di sisinya.
Kalau masa depan seperti itu bisa terwujud, aku merasa aku akan sanggup melalui 3 tahun ke depan ini juga.
“Begitu saja, ya. Iya, sudah diputuskan……”
Dengan senyum kecil di wajahku, aku meletakkan tangan di atas tuts.
Lalu, setelah menarik napas dalam-dalam──aku membayangkan dengan kuat.
3 tahun SMA yang kuhabiskan di sisinya.
Langit senja yang kami pandang bersama, rasa murung yang kami rasakan bersama, aroma bunga kinmokusei di udara.
TL/N: Kinmokusei (金木犀): Bunga osmanthus harum berwarna oranye yang mekar di musim gugur di Jepang, sering diasosiasikan dengan kenangan dan nostalgia.
Lalu, aku memanjatkan harapan.
Agar aku bisa menjalani hari-hariku di sisinya──
Aku menekan jari-jariku dengan penuh keyakinan.
Aku memainkan laguku.
Dunia mulai menjauh… dan sekali lagi, aku kembali ke titik awal 3 tahun SMA-ku.
*
──Dan begitulah aku jatuh cinta, dan masa depannya pun mulai runtuh satu per satu.
Post a Comment