NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Volume 4 Chapter 5

 Penerjemah: Nobu

Proofreader: Nobu


Chapter 5

Turning Point.


♡♡♡

PoV

Enomoto Rion

     Stasiun Nihonbashi.

     Meski waktu yang dijanjikan sudah tiba, Onee-chan belum juga datang.

     Aku dan Yuu-kun akhirnya duduk berdua menunggu dengan sia-sia. Sambil memandangi para pegawai kantoran dan karyawan wanita yang tengah pulang kerja, kami mengisi waktu dengan kuis bahasa bunga.

     “Yuu-kun, kalau Casablanca?”

     “‘Kemuliaan’.”

     “Kalau Kikyou?”

     “‘Cinta yang tak berubah’.”

     “Kalau begitu, Ayame?”

     “Eee... ‘Hati yang tak berubah’... eh, salah! ‘Kabar baik’!”

     Setelah mengeceknya di ponsel, ternyata jawabannya benar.

     Begitu aku bertepuk tangan, Yuu-kun pun mengepalkan tangannya kecil-kecil dalam pose kemenangan. Padahal tidak melihat apa pun, dia berhasil menjawab semuanya dengan benar. Yuu-kun yang terlihat sedikit bangga itu, tampak sangat menggemaskan.

     “Tadi hampir salah di bagian terakhir, ya.”

     “Aku jadi keikut yang sebelumnya, Kikyou. ‘Hati yang tak berubah’ itu sebenarnya makna bunga Statice. Soalnya Ayame juga warnanya agak keunguan, sama seperti dua yang lain.”

     Aku mengangguk paham dan segera mencarinya di ponsel.

     Memang, kalau dilihat-lihat, nuansanya mirip. Tapi yang luar biasa adalah Yuu-kun bisa mengingat semuanya. Aku jadi makin yakin—dia benar-benar suka bunga.

     Yuu-kun memandang para pekerja kantoran di depan stasiun dan berkata,

     “Yah… tapi Kureha-san lama banget, ya.”

     “Mau pulang aja?”

     “Enggak, ya masa langsung pulang sih… itu keterlaluan.”

     “Orangnya sendiri yang telat. Lagipula ini kan momen liburan, rasanya sayang banget kalau waktunya cuma dihabisin buat nungguin Onee-chan.”

     “Enomoto-san… kamu benar-benar enggak ada ampun, ya, sama Kureha-san…”

     Itu sudah jelas.

     Orang yang memutuskan hubungan denganku, yang pergi dari rumah sesuka hati, itu dia. Mana mungkin sekarang aku masih punya rasa sayang padanya.

     Lagi pula, sejak dia membawa Yuu-kun ke hadapanku, perannya sudah selesai. Tapi sekarang, dia malah mencari-cari alasan untuk bertemu lagi. Aku benar-benar enggak ngerti maksudnya apa.

     “……Hah!?”

     Seketika aku tersentak, dilanda firasat yang mengejutkan.

     Enggak, enggak mungkin… Tapi, bisa jadi… bahkan, rasanya justru itu satu-satunya penjelasan yang masuk akal. Onee-chan memang orangnya suka berubah-ubah, tapi dia enggak pernah sepeduli ini sama orang yang enggak menarik perhatiannya…

     Satu kemungkinan itu melintas di benakku, mengarah pada sebuah keyakinan.

     “Jangan-jangan… Onee-chan juga suka sama Yuu-kun…?”

     “Enggak, itu beneran enggak mungkin, ya…”

     Yuu-kun menimpali dengan nada pasrah, setengah kesal.

     Aku menggembungkan pipiku kesal, seperti hendak membantah.

     “Tapi kan, Yuu-kun tuh sering banget disukai orang-orang aneh…”

     “Enomoto-san juga termasuk salah satunya, lho…”

     Kami masih saling melempar candaan saat—

     “Rion♪ Ini kakak tercintamu datang~☆”

     Tiba-tiba dari belakang, dadaku dijambak habis-habisan. Begitu aku refleks menoleh, kulihat Onee-chan—memakai kacamata hitam—muncul dengan senyum lebar di wajahnya.

     “Eh~? Jangan-jangan… makin besar, ya? Benar kan~? Katanya kalau jatuh cinta, cewek bisa makin cantik~♡”

     “…………………………💢”

     Dengan tenang, aku memutar kepala Onee-chan beserta topi putih khasnya. Begitu aku menekannya perlahan tapi pasti, Onee-chan langsung meronta-ronta.

     “...Onee-chan, kemarin aku nonton teknik backbreaker profesional, lho. Boleh aku cobain sekarang di sini?”

     “Aah!! Itu kan cuma bercanda!!”

     Onee-chan memukul-mukul topinya yang kini penuh kerutan, lalu cemberut dengan cara yang jelas-jelas dibuat-buat.

     “Aduuh~. Padahal aku datang niat buat mempererat hubungan kakak adik, loh~…”

     “Kalau begitu, tolong hentikan pelecehan seksualnya.”

     Begitu aku berkata, Onee-chan memasang senyum licik seolah sedang menyusun siasat. Lalu, dengan bangga memamerkan perbedaan ‘kekuatan’ di antara kami, dia membusungkan dada seolah menantang.

     “Oke deh. Kalau begitu biar adil, kamu juga boleh pegang punyaku, ya~☆”

     “…………”

     Aku menghela napas panjang. Lalu kuangkat tangan kananku dan menggerakkan jari-jari—krek-krek, bunyi kecil terdengar saat aku meregangkannya.

     “Enggak masalah sih. Tapi semoga aja ‘aset bisnismu’ itu masih utuh, ya…?”

     “C-cuma becanda kok~! Rion, kamu tuh lucu banget sih~ aduuh~!”

     Onee-chan buru-buru menutupi dadanya dengan kedua tangan, lalu perlahan-lahan menjauh dariku. …Akhirnya. Suasana pun sedikit tenang.

     Yuu-kun menyelipkan diri ke dalam percakapan dengan nada agak ragu.

“Um, Kureha-san? Jadi… ada yang ingin dibicarakan, ya…?”

     Onee-chan langsung tersenyum dan berkata, “Ah, iya ya~ aku hampir lupa~,” lalu bertepuk tangan dengan gaya yang terkesan dramatis.

     “Kalau begitu, sesuai janji, kita ngobrolnya sambil makan malam, ya~♪”

♡♡♡

     Restoran Western, Taimeiken.

     Di lantai dua restoran itu, kami duduk di meja dan menikmati hidangan yang Onee-chan pesan. Begitu garpu menusuk omelet yang disajikan di atas nasi, telur lembutnya langsung mengalir keluar seperti kertas kado yang dibuka. Yuu-kun tampak takjub melihat omurice fancy pertama dalam hidupnya.

     “Enomoto-san, kelihatannya enak, ya.”

     “Iya. Cantik banget bentuknya.”

     Yuu-kun terlihat sangat menikmatinya, dan omurice-nya pun memang benar-benar lezat.

     “Telurnya dibikin pakai cara apa, ya?”

     “Kalau kita tanya, mungkin mereka mau kasih tahu…”

     “Kayaknya itu rahasia dapur, deh.”

     Saat kami asyik mengobrol soal omurice, Kakak yang duduk di seberang menatap kami dengan senyum hangat, pipinya sedikit memerah karena anggur merah.

     “Syukurlah kalian suka. Aku juga suka banget sama masakan di sini~☆”

     “Diam, Onee-chan.”

     Yuu-kun refleks meringkuk sambil berseru, “Hiiih!” Suaraku mungkin terdengar lebih dingin dari yang kukira.

     Tapi Onee-chan tetap bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Botol wine yang tadi dibuka sudah tandas, dan kini ia memesan yang berikutnya.

     “Duh, Rion jahat banget, deh. Padahal Onee-chan udah capek-capek ngurusin liburan bareng Yuu-chan, loh~”

     “Aku sih tetap berterima kasih soal itu, tapi yang lain-lainnya kamu terlalu ikut campur.”

     “Eeh~. Padahal kan seru kalau kalian berdua sekamar, ya enggak~?”

     “Sekamar sih oke, tapi caramu itu keterlaluan banget.”

     Yuu-kun menyuap omurice ke mulutnya dengan wajah canggung, lalu senyumnya mengembang seketika. Seperti waktu makan mille-feuille tadi siang, Yuu-kun selalu menunjukkan ekspresi bahagia setiap kali makan sesuatu yang enak—dan itu gemesin banget. Nanti setelah liburan musim panas selesai, aku mau bawa kue dari tokoku lagi buat dia.

     Saat aku sedang terpaku memandangi Yuu-kun dan suasana hatiku mulai melunak, Onee-chan langsung menyeringai nakal, menyeringai penuh niat usil.

     “Baru lihat ada double bed aja langsung panik telepon aku—Rion masih polos banget ya~♪ Padahal kamu yang maksa bawa Yuu-chan ke Tokyo, tapi soal yang penting-penting malah kayak cinta monyet~☆”

     “…………………………💢”


     Saat aku hendak berdiri, Yuu-kun buru-buru menahanku.

     “Enomoto-san, ini tempat umum, tahu! Ini bukan tempat buat sembarangan ngeluarin jurus Iron Claw!”

     “...Hmph.”

     Mau bagaimana lagi, aku pun duduk kembali dengan enggan.

     Sudahlah. Ngobrol sama Onee-chan cuma bikin emosi. Toh dia juga enggak serius ngomongnya.

     (Orang ini… mana mungkin benar-benar peduli sama aku…)

     Sementara itu, Yuu-kun mulai berbicara pada Onee-chan.

     “Kureha-san, lebih penting dari itu… sebenarnya ada hal apa yang ingin kamu bicarakan dengan kami?”

     “Eeeh~? Padahal aku pengin menjalin hubungan akrab dengan Yuu-chan, sahabat adik tercintaku, loh~ Tapi kamu malah ngomong kayak gitu, aku jadi sedih~”

     “Orang ini… susah banget dibaca, ini becanda apa serius sih…”

     Yuu-kun tampak lelah menghadapi semuanya.

     Padahal seharusnya dia enggak perlu menanggapi serius omongan Onee-chan, tapi dia selalu berusaha mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Baik banget, sih. Meskipun yang disebut “pembicaraan penting” itu—pasti enggak ada yang benar-benar penting juga.

     Haaah… Aku pengin cepat-cepat selesai makan dan balik ke hotel.

     Padahal liburan bareng Yuu-kun sejauh ini nyaris sempurna. Enggak mau deh, semua jadi berantakan gara-gara Onee-chan ikut-ikutan bikin rusuh.

     Oh iya. Nanti pas udah balik ke hotel, kami main kartu aja—ganti rugi karena semalam enggak sempat. Terus malam ini, aku mau tidur bareng Yuu-kun di ranjang empuk itu lagi! …Tentu aja, bukan dalam arti yang aneh, ya!!

     “Enomoto-san? Wajahmu kok merah, ya…”

     “Bukan apa-apa!”

     Tepat di saat yang sangat enggak pas, Yuu-kun menegurku dan aku pun buru-buru kembali fokus ke makananku. Onee-chan yang duduk di seberang langsung nyengir penuh arti, jadi aku berdeham dan langsung menegaskan:

     “Jadi, Onee-chan. Intinya apa, sih? Cepat aja, ya.”

     Onee-chan mengangkat bahu santai sambil menggoyang-goyangkan gelas winenya.

     “Kan Onee-chan udah janji~ mau ngenalin Yuu-chan ke kreator-kreator di Tokyo, ya enggak~?”

     “…………”

     Mendengar itu, aku langsung mengernyit.

     “Apa-apaan, tuh?”

     Saat kulirik ke arah Yuu-kun, dia tampak bingung dan menanggapi dengan serius, kepalanya sedikit miring.

     “...Maksudnya apa, ya?”

     Onee-chan hampir terjungkal saking kagetnya. Aku juga ikut terkejut—soalnya jarang banget lihat dia bereaksi segitu hebohnya.

     Onee-chan mengembungkan pipinya kesal.

     “Padahal aku udah bilang waktu kita ke bandara naik mobilnya Sakura-chan~!”

     “Eh? Naik mobil Saku-neesan?”

     Yuu-kun tampak tenggelam dalam pikirannya.

     Tak lama kemudian, ia mengangguk pelan sambil bergumam, “Ah.”

     “...Kayaknya emang sempat disinggung, deh.”

     Onee-chan pun mengangguk puas.

     “Tuh, kan~? Jadi, dengan begitu, aku mau—”

     “Tunggu dulu!”

     Aku buru-buru memotong sebelum Onee-chan melanjutkan omongannya.

     “Aku enggak pernah dengar soal itu.”

     “Ya iyalah~ Soalnya aku memang belum cerita ke kamu~☆”

     “Jangan seenaknya, dong. Aku kan cuma minta tolong buat nganter Yuu-kun ke sini, enggak lebih.”

     “Itu kan maunya Rion~? Kalau ini, maunya aku, jadi kamu enggak usah terlalu dipikirin~♪ Oh iya, di restoran ini hayashi rice-nya juga enak, lho~. Selagi Onee-chan ngobrol sama Yuu-chan, kamu makan itu aja, ya~?”

     Yuu-kun menyela dengan hati-hati.

     “Eh, Kureha-san… kita kan baru aja makan omurice, jadi…”

     “Onee-chan, aku bakal makan hayashi rice-nya, tapi itu urusan lain. Ngomongin soal tadi, kita belum selesai.”

     “Eh… jadi kamu tetap makan, ya…”

     “Dan sekalian, karena kita udah di sini, aku mau pesan omu-hayashi.”

     “Kamu beneran suka telur, ya…”

     Yuu-kun menatapku dengan ekspresi bingung, tapi aku cuek saja.

     Sambil membuka botol wine ketiga, Onee-chan melirik ke arah Yuu-kun dan berkata,

     “Aku tuh ya~ udah mulai investasi ke beberapa anak berbakat, buat persiapan kalau suatu hari nanti punya agensi sendiri. Nah, dari mereka yang lagi kosong jadwalnya, aku mau kenalin ke kamu~. Kayaknya bakal jadi pengalaman yang seru dan menginspirasi, deh~”

     “Kureha-san ikut berinvestasi? Maksudnya ke kreator aksesori?”

     “Bisa dibilang begitu~. Ngajak ngobrol Himari-chan juga bagian dari itu~♪”

     Sambil menyeruput wine, Onee-chan menatap Yuu-kun dengan senyum lembut.

     Tapi senyuman itu… terasa begitu palsu. Sejak pindah ke Tokyo, Onee-chan jadi sering tersenyum seperti itu—senyum indah yang dibentuk dari tekad keras untuk tidak menunjukkan kelemahan sedikit pun.

     “Anak-anak yang aku dukung itu juga udah aktif secara profesional, sama kayak Yuu-chan~ Gimana~? Menarik banget, kan~?”

     “Kalau dari sisiku sih… itu tawaran yang luar biasa…”

     Yuu-kun nyaris terbujuk, tanpa menyadari senyum Onee-chan yang penuh kepalsuan itu. Maka aku langsung mengangkat suara, menghentikannya sebelum terlalu jauh.

     “Onee-chan, sebenarnya kamu lagi merencanakan apa?”

     Sekilas, ekspresi Onee-chan tampak sedikit dingin… atau mungkin cuma perasaanku.

     Tapi justru karena itu terlihat lebih seperti wajah aslinya, aku merasa yakin—instingku benar. Onee-chan memang sedang menyembunyikan sesuatu.

     Tapi perubahan ekspresi itu hanya berlangsung sekejap.

     Onee-chan segera kembali memasang senyum seperti boneka, lalu memiringkan kepala sambil bergumam, “Hm~?” seolah menyuruhku melanjutkan.

     “Onee-chan itu bukan tipe orang yang akan membantu mengejar mimpi orang lain, apalagi mimpi Yuu-kun, kan? Waktu kejadian kemarin juga, kamu cuma kalah langkah dari Shii-kun, bukan karena kamu setuju.”

     “…………”

     Onee-chan menghela napas pelan.

     “Rion sekarang udah berubah, ya~ Dulu, waktu kecil, kamu selalu nurut dan percaya aja sama semua yang Onee-chan bilang~”

     “...Ya jelaslah. Aku kan udah SMA sekarang.”

     Disebut-sebut soal masa kecil begitu, wajahku jadi agak panas.

     Karena aku enggak mau kelemahan itu diserang lebih jauh, aku buru-buru menyuruhnya untuk melanjutkan. Onee-chan lalu menyilangkan tangan di depan dada, seolah menonjolkan dirinya, dan dengan bangga menyatakan:

     “Aku belum menyerah buat ‘memiliki’ Himari-chan, lho~☆”

     “Eh…”

     “Apa…!?”

     Kami berdua langsung kehilangan kata-kata.

     Melihat reaksi kami, Onee-chan malah tertawa kecil dengan nada senang, seolah menikmati semuanya.

     “Eh~? Kok kaget gitu, sih~? Kalian sendiri kan tahu kalau aku belum benar-benar nerima hasil taruhan waktu itu~?”

     Orang pertama yang bersuara adalah Yuu-kun.

     “Tapi… Himari bilang dia enggak mau jadi model…”

     “Itu kan cuma kondisi sekarang~? Sekarang ini, dia lagi menikmati masa SMA yang penuh cinta bareng Yuu-kun, jadi mana sempat sempat mikirin soal masa depan, ya enggak~?”

     “……!?”

     Yuu-kun langsung terdiam, tak mampu membalas.

     Apa yang Onee-chan maksud, aku juga paham. …Orang ini memang jago banget menyentuh bagian paling sensitif dari orang lain. Padahal, waktu masih SMA, dia enggak seburuk ini.

     “Happy ending antara cowok dan cewek itu, sebenarnya berhenti di mana, ya~? Waktu perasaan mereka saling tersambung? Atau pas pertama kali ciuman? Atau mungkin… saat pertama kali tidur bareng? Bisa juga pas anniversary setahun pacaran~? Ada juga cerita yang berakhir waktu mereka sepakat buat tinggal serumah~? Pernikahan juga kelihatan kayak momen penting banget, ya~? Tapi~ semuanya itu bisa dibalik kapan aja, lho~?”

     Begitu katanya, lalu ia tertawa pelan seperti penyihir yang sedang bersenang-senang.

     “Soalnya, enggak ada satu pun dari kita yang tahu soal masa depan~ Jadi, jalan mana yang benar-benar mengarah ke happy ending… siapa pun enggak bisa tahu, kan~☆”

     “Jadi maksudmu, cara kami itu salah?”

     “Mana aku tahu~? Aku kan model, bukan Tuhan~?”

     Saat Yuu-kun mencoba membantah, Onee-chan mengelak dengan cara bicara yang berputar-putar. Lalu, seolah ingin menggoda, ia mengangkat gelasnya perlahan hingga sejajar pandangan.

     “Dari taruhan yang kemarin, aku tahu kok—kalau Yuu-chan dan Himari-chan punya hubungan yang kuat banget. Makanya, sekarang aku mau ubah pendekatan, biar bisa meraih happy ending-ku sendiri~☆”

     “Pendekatan…?”

     “Yup~. Kalau aku enggak bisa menghancurkan cinta kalian… ya sudah, aku hancurkan mimpi kalian aja~”

     “Ngancurin mimpi kami…?”

     Apa maksudnya? Mengganggu kegiatan Yuu-kun sebagai kreator? Tapi… itu bukan gaya Onee-chan.

     Orang ini tuh, tipenya mirip sama kakaknya Hii-chan. Memang kelihatannya suka seenaknya, tapi sebenarnya punya prinsip yang jelas. Waktu soal scouting Hii-chan kemarin juga, meskipun terdengar menyebalkan, ucapan Onee-chan sebenarnya masuk akal. Justru karena itu, dia sampai harus mengandalkan taruhan yang enggak seimbang.

     Dengan nada sedikit tegang, Yuu-kun bertanya balik.

     “Kalau aku dikenalkan ke para kreator, itu termasuk menghancurkan mimpiku…?”

     Onee-chan mengangguk mantap, penuh percaya diri.

     “Yuu-chan itu katak dalam tempurung~ Tapi kalau udah lihat samudra luas, kamu bakal sadar betapa kecilnya diri kamu yang sekarang~ Kalau kamu bisa menyerah sendiri atas mimpimu, Himari-chan pun akan bebas. Nah, itu yang bakal aku coba sekarang~”

     Ia mendengus pelan, penuh percaya diri.

     “Yuu-chan, sekarang saatnya kamu melangkah ke dunia luar dan belajar ke tempatmu yang sebenarnya~”

     “Umm… cara ngomongnya itu, lho…”

     Yuu-kun tampak kehabisan kata. Dia kelihatan bingung, enggak tahu harus menganggap omongan Onee-chan itu serius atau cuma bercanda.

     …Aku juga udah cukup bersabar mendengarkannya. Tapi ini udah keterlaluan. Apa yang Onee-chan omongin itu terlalu sepihak. Enggak ada untungnya buat kami. Toh, kali ini enggak ada yang dijadikan “sandera” kayak waktu Hii-chan, jadi kami bisa dengan gampang nolak.

     Dengan tegas, aku menepuk meja.

     Dan saat Onee-chan menatapku dengan ekspresi terkejut, aku pun bersiap mengeluarkan pernyataanku—.

     “Permisi. Ini omu-hayashi yang Anda pesan.”

     “Onee-chan… ah, terima kasih.”

     Pas banget omu-hayashi-nya datang, jadi aku buru-buru menerimanya. …Sementara Onee-chan tampak menahan tawa sampai bahunya gemetar, aku berdeham pelan.

     “Lagipula, kami enggak harus nurut sama rencana Onee-chan. Yuu-kun bisa terus melangkah dengan cara dia sendiri. Toh, tahu itu jebakan dan masih nekat loncat ke dalamnya, itu namanya bodoh.”

     “...Hmm~?”

     Tatapan Onee-chan berubah, seperti sedang menilai sesuatu dari ujung kepala sampai kaki.

     Dengan santai menempelkan tangan ke pipinya, Onee-chan menatapku dengan senyum geli, lalu balik bertanya dengan nada menggoda.

     “Kalau begitu, Yuu-chan mau maju dengan caranya sendiri gimana tuh~?”

     “U-uh, itu… maksudku…”

     “Belum ada yang konkret, kan~? Soalnya, baru kejadian kemarin, ya enggak~?”

     “I-itulah kenapa… kami bakal cari tahu pelan-pelan ke depannya.”

     “Kalau kamu terima tawaranku, mungkin aja itu bisa jadi petunjuk, lho~?”

     “Tapi jelas-jelas itu jebakan…”

     “Ada pepatah, kan? Kalau enggak masuk ke sarang harimau, enggak akan dapat anak harimau~?”

     “T-tapi Onee-chan sendiri yang bilang, kan… kita enggak pernah tahu mana yang benar…”

     “Memang, sih~ Tapi bukan berarti boleh dipakai buat kabur ke jalan yang paling gampang, dong~?”

     “Itu bukan alasan, aku cuma…”

     “Lagipula~ bukannya aku udah bilang dari awal, ini urusan antara aku dan Yuu-chan~? Jadi, dibanding perasaan orang luar kayak kamu, bukankah seharusnya kita utamakan keinginan Yuu-chan~?”

     “Ugh…”

     Sial.

     Aku langsung sadar kalau aku salah langkah. Tanpa sadar aku malah masuk ke jebakannya. Padahal aku tahu, aku enggak pernah bisa menang kalau soal adu kata sama Onee-chan. Makanya selama ini aku selalu mengalihkan dengan cara yang lebih… fisik.

     Tapi senyum Onee-chan kali ini terasa mengandung tekanan yang enggak bisa dijelaskan.

     “Rion~? Sebenarnya, apa isi hatimu yang sesungguhnya~?”

     Aku refleks tersentak.

     “A-apa maksudnya…? Aku ngomong begini juga demi Yuu-kun…”

     “Itu bohong, kan~? Onee-chan tahu, dari dulu Rion itu anak baik yang enggak pernah bisa ngomong keinginannya sendiri~”

     “Uu… ah…”

     Aku memalingkan wajahku.

     Tanganku mengepal erat di atas rok. Sendok omu-hayashi di depanku memantulkan wajahku yang hampir menangis.

     Lalu, tanpa bisa kutahan, aku berteriak.

     “Perjalanan kali ini kan hadiah karena aku udah berusaha keras! Jadi hal-hal yang enggak aku rencanain tuh enggak boleh!!”

     “Enomoto-san…”

     Yuu-kun menatapku dengan ekspresi yang agak rumit.

     Uuuuh… Aku merasa wajahku terbakar saking malunya dan tubuhku meringkuk. Tapi… ini, kan, memang liburan buat aku. Udah susah-susah dapat momen berdua tanpa Hii-chan, masa sih harus digangguin sama Onee-chan segala?

     Tapi… dengan begini, Yuu-kun pasti akan nolak juga. Soalnya, Yuu-kun enggak mungkin mengkhianatiku, kan?

     Karena kita… punya ikatan yang istimewa… berdua──.

     “Kureha-san. Tolong atur pertemuan dengan orang itu, ya.”

     ──Eh?

     Aku salah dengar…?

     Saat aku terdiam karena syok, Yuu-kun menggaruk pipinya dengan ekspresi serba salah.

     “Perasaan bersalah karena ini harusnya liburan buat Enomoto-san itu bener, kok. Tapi… aku pengin nerima tawaran Kureha-san. Selama ini aku enggak pernah kepikiran buat ngelihat dunia para kreator lain. Tapi kupikir, kalau aku mau melampaui diriku yang dulu… aku harus mulai dari situ.”

     “T-tapi, Yuu-kun… liburan ini…”

     “Aku juga bakal berusaha biar Enomoto-san tetap bisa nikmatin liburan ini. Jadi, tolong izinkan aku, meski cuma sedikit aja. Kalau masih kurang, nanti pas kita udah balik ke kampung, aku bakal ganti. Aku janji.”

     “A-aku…”

     Kalau dia bilangnya kayak gitu, aku enggak bisa nolak…

     Tatapan Yuu-kun enggak lagi tertuju padaku. Seolah-olah dia sedang melihat sesuatu yang jauh, sangat jauh… dan aku merasakan keresahan yang belum pernah kurasakan sebelumnya dalam dadaku.

     Aku merasa, Yuu-kun enggak menyadari perasaanku sama sekali. Dia hanya terus memandang lurus ke depan—seolah yang lain enggak penting, seolah hanya masa depan yang dia lihat.

     Entah kenapa… hal itu terasa sedikit… menjijikkan bagiku.

     “Aku tetap enggak bisa mundur soal aksesori. Soalnya, waktu pertarungan sebelumnya, aku sama sekali enggak bisa berbuat apa-apa. Sekarang aku dapat kesempatan buat balas, dan kalau aku kabur di sini, aku enggak akan pernah bisa berkembang.”

     “…………”

     Aku hanya bisa mengangguk. Karena… itu satu-satunya hal yang bisa kulakukan.

     Onee-chan tersenyum manis—lalu dengan suara yang terdengar seperti bisikan iblis, ia berkata:

     “Kalau begitu, aku tunggu ya~ saat di mana kamu kalah dalam hidup dan hatimu hancur berkeping-keping~♡”


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment



close