NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kazukazu no Kokuhaku o Futte Kita Gakkou no Madon'na ni Sotobori o Ume Raremashita Volume 1 Prolog

Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan

Jangan lupa buat join ke grup whatsapp Fanservice karena admin sana dah bersedia buat kasih hasil pesanan jasanya dari Hinagizawa Groups buat diunggah ke website Kaori Translation

Ini Linknya: https://chat.whatsapp.com/HLeZcbosBqsJWktlZvriUR


Prolog


“――Kuroyuki-san, aku menyukaimu! Maukah kamu berpacaran denganku!?”


“Maaf, aku tidak berniat berpacaran dengan siapa pun.”


Itulah pemandangan ketika seorang laki-laki tampan berpostur tinggi yang terkenal di seluruh sekolah ditolak oleh seorang gadis yang begitu cantik hingga keberadaannya membuat siapa pun tampak samar. Banyak mata menyaksikan kejadian tersebut.


"Uwo!? Kapten klub basket yang sangat populer di kalangan perempuan, bahkan Hatori-senpai pun ditolak...!"


"Kalau senior itu saja tidak berhasil, lalu siapa yang bisa berpacaran dengannya!?"


"Eh, ini sudah yang keberapa puluh kalinya sih!?"


Adegan pengakuan cinta di belakang sekolah sudah menjadi hal yang lumrah. Itu adalah peristiwa di mana para siswa laki-laki menyatakan cinta kepada gadis paling populer di sekolah—Kuroyuki Misaki.


Konon katanya, sudah banyak laki-laki yang mengungkapkan perasaan mereka, tetapi semuanya ditolak.


Orang mungkin berpikir sebaiknya mereka menyerah saja... Namun, predikat "gadis paling populer di sekolah" bukanlah isapan jempol belaka. Kuroyuki Misaki begitu cantik dan anggun, sampai-sampai siapa pun yang berpapasan dengannya pasti akan menoleh.


Berdasarkan rumor, saat perjalanan studi SMP ke Tokyo, ia sering kali didekati oleh agensi idol dan model.


Kabarnya, hingga kini masih ada agensi yang menghubunginya, tetapi Kuroyuki-san terus menolak semuanya. Tak hanya penampilan, kepribadiannya pun sangat baik.


Ia ceria, ramah kepada siapa pun, dan bisa akrab tanpa membeda-bedakan laki-laki atau perempuan. Tidak mungkin gadis seperti itu tidak populer.


"Bukan siapa yang bisa... tapi kenyataannya memang tidak ada yang bisa berpacaran dengannya, itu jawabannya."


Aku—Shirai Raito—berkata kepada teman-teman sekelas yang menyaksikan dari jendela.


Kuroyuki-san sudah menyatakan dengan jelas, "Aku tidak berniat berpacaran dengan siapa pun."


Kenapa mereka semua tidak mau mempercayai kata-katanya?

Harusnya mereka berhenti berharap yang tidak-tidak.


"...Lagi-lagi kamu, Shirai. Tidak ada yang ngomong sama kamu, tahu!"


"Iya, iya! Jangan ikut campur!"


"Kamu itu orang yang nggak asik, nggak ada yang mau ngajak kamu ngomong!"


Sepertinya mereka tidak suka aku ikut bicara. Caci maki pun langsung berdatangan.


Tampaknya aku memang tidak disukai.


Sejak kelas satu aku memang kurang bersosialisasi dan omonganku juga pedas, jadi tidak bisa disalahkan sepenuhnya.


"Ya, ya, aku ngerti."


Kalau terlalu ditanggapi, suasananya malah makin panas. Maka dari itu, aku memutuskan untuk bersikap santai dan pulang. Saat aku berjalan menuju loker sepatu—.


"Haa..."


Di sana terlihat sosok Kuroyuki-san yang sedang menghela napas sambil mengganti sepatu. Sepertinya dia akan kembali ke kelas untuk mengambil tasnya.


"Kelihatannya berat, ya."


"Ah, Shirai-kun. Kamu sudah mau pulang?"


Setelah kusapa, sepertinya dia baru menyadari kehadiranku. Ekspresi lelah yang tadi terlihat pun sirna, digantikan dengan senyum hangat.


"Yeah, ada hal yang harus aku kerjakan."


"Begitu, hati-hati di jalan, ya."


"Kamu juga, Kuroyuki-san."


Kami sekelas, jadi percakapan ringan seperti ini biasa saja. Tapi hubungan kami tidak sedekat itu untuk membicarakan hal-hal lebih pribadi.


Karena dia tampak tidak ingin membahas soal helaan napas tadi, aku pun tidak menyinggungnya dan meninggalkan loker sepatu begitu saja.


—Sebenarnya, aku dan dia berada di posisi yang berlawanan: dia sang populer, aku orang yang dibenci. Kami seharusnya menjalani sekolah tanpa pernah benar-benar terlibat satu sama lain hingga akhirnya lulus. 


Setidaknya, saat itu aku berpikir demikian. Namun kenyataannya, tak ada yang bisa menduga—bahwa takdir akan mempermainkan kami hingga akhirnya aku dan dia menjadi sepasang kekasih.


Pada saat itu, aku sama sekali belum mengetahui hal tersebut.


0

Post a Comment



close