NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yome ni Uwaki Saretara, Daigaku Jidai ni Modotte Kimashita! V1 Chapter 10

Penerjemah: Randika Rabbani

Proffreader: Randika Rabbani

Jangan lupa buat join ke grup whatsapp Fanservice karena admin sana dah bersedia buat kasih hasil pesanan jasanya dari Hinagizawa Groups buat diunggah ke website Kaori Translation

Ini Linknya: https://chat.whatsapp.com/HLeZcbosBqsJWktlZvriUR


 Chapter 10 - Hidup yang Cuma Kuinginkan Adalah Minum Berdua di Rumah dengan Gadis Manis


Akhir pekan yang menyenangkan telah berakhir, dan rutinitas biasa kembali datang. Kalau ada yang berubah, itu adalah terbentuknya kelompok teman makan siang bersamaku. Menghabiskan waktu siang bersama ketiga gadis itu menyenangkan. Kadang aku merasa 'istri'-ku melirik-lirik ke arahku, tapi karena tidak punya firasat apa-apa jadi kuabaikan. Dan yang terpenting adalah.

"Apa yang coba dilakukan Hagiri itu sama sekali tidak kumengerti...!"

Setelah kuliah selesai dan kembali ke kamar, saat aku sedang melakukan rutinitas harianku mengelola saham. Aku membandingkan laporan hasil investigasi dari detektif-san yang kusewa dengan buku catatan hasil salinan pengetahuan masa depanku, dan sekalian meneliti soal Hagiri juga. 

Seharusnya aku mengabaikannya saja. Tapi saat kusadar, di dunia setelah time leap ini pun aku sudah terlibat dengan 'istri'-ku dan Hagiri. Situasinya dalam arti tertentu lebih parah dari dunia sebelumnya. Dunia sebelumnya adalah soal perselingkuhan 'istri'-ku, yang ekstremnya, itu bisa dianggap hanya masalah perasaan pribadiku saja, tapi di dunia ini berbeda. 

Aku khawatir soal Yuzuriha dan Miran. Kalau hanya aku sendiri, aku percaya diri bisa kabur sepenuhnya. Tapi kedua gadis itu pasti tidak akan bisa lari jika lawannya Hagiri. Hanya aku yang bisa melindungi mereka berdua. Makanya aku ingin mencari tahu apa yang diinginkan Hagiri. 

Tapi sama sekali tidak ada hasil. Detektif-san gagal melakukan investigasi karena penjagaan Hagiri yang ketat, sebagai gantinya dia hanya melaporkan soal aset yang mungkin dimiliki bajingan itu. Pengetahuan masa depanku hanya berisi soal dia teman masa kecil 'istri'-ku dan pacar pertamanya, lalu di masa depan akan mendirikan venture dan jadi miliarder, hanya sebatas itu.

"Mungkin poin pentingnya ada diisi bisnis masa depannya tapi... aku tidak tahu... Ingin kupukul diriku di masa lalu...!"

Aku saat itu syok mengetahui keberadaan Hagiri untuk pertama kalinya setelah istriku direbut. Miliarder mega venture dan orang terkenal. Hanya dengan itu saja aku merasa kalah sebagai laki-laki, dan tidak mencari tahu lebih dari itu. 

Pihak sana mengakui perselingkuhannya dengan jujur, jadi tidak perlu menyelidiki apa pun. Yah, sebenarnya aku takut jika tahu lebih jauh, aku akan dipaksa menyadari cinta istriku sudah hilang.

"Sial... kalau saja aku tahu ide bisnisnya, aku bisa merebutnya dari samping...!"

Aku pun terus terang tidak bisa lagi jaga gengsi. Pihak sana sudah bergerak bahkan sebelum masuk kuliah. Pihak sana punya akumulasi masa lalu, pihak sini punya pengetahuan masa depan. Rasanya seperti keuntungan kami saling meniadakan. Padahal aku bisa menang kalau bisa menahan dan merebut ide bisnis yang jadi sumber kekuasaan-nya itu. 

Aku bahkan tidak mengetahuinya. Aku menundukkan wajah ke meja dan menghela napas. Saat ini aku hanya bisa menghasilkan sedikit uang dari saham. Tapi sebanyak apa pun uang kukumpulkan, aku tidak bisa membayangkan visi untuk menang melawannya.

"Sudahi hari ini. Tidur saja... Tidur karena kesal...!"

Hari ini saham lumayan menang. Kalau begini terus, di masa depan bisa membangun aset besar. Aku sendiri juga punya mimpi. Punya kantor arsitektur sendiri. Aku ingin menciptakan banyak arsitektur sebagai seni diriku sendiri di dunia ini. Uang atau kekuasaan, hal seperti itu tidak kubutuhkan. Hanya keindahan dan cinta yang kuinginkan. 

Lalu saat aku berbaring di tempat tidur dan hendak memejamkan mata, smartphone-ku berbunyi. Di layar muncul nama Ayashiro. Bukan dari aplikasi pesan, tapi telepon, tumben sekali. Aku segera menjawab telepon.

『Maaf ya. Malam-malam gini』

"Ada apa?"

『Aku bakal langsung ke intinya. Bisa izinin aku nginap di rumahmu. Aku ketinggalan kereta terakhir terus sekarang ada di Kampus Komaba』

"Eh? Serius? Gimana kalau menginap di tempat Miran? Dia kan di Asrama Tayoshi jadi masih di dalam kampus."

『Katanya nggak bisa karena hari ini kerja paruh waktu ke klub Roppongi. Makanya aku cuma bisa andelin rumahmu. Kalau Shimokita kan bisa jalan kaki dari sini.』

"Eeeh... hmm. Sebenarnya ingin sekali tapi... terus terang aku sarankan naik taksi ke kafe manga Shibuya atau menginap di hotel saja."

Bagaimanapun aku tidak bisa membiarkan perempuan menginap di rumahku. Kalau pria dan wanita di bawah satu atap, pasti akan terjadi 'kesalahan' kan. Tentu saja aku bisa menahan diri, tapi rasanya tidak enak.

『Blak-blakan sekali ya kamu bilang. Pasti cowok-cowok sejurusanmu akan berlagak jadi pacar pengertian dan mem-beriku tumpangan secara jantan! Pasti mereka udah puas cuma dengan bisa kasih aku tumpangan sampai pagi tanpa menyentuh satu jari pun!』

"Maaf ya. Aku pria yang tidak pengertian. Aku tidak bisa membiarkan wanita secantik dirimu menginap."

『Fufufu. Bagian kamu yang kayak gitu aku sukai loh. Makanya aku juga bilang duluan ya, tentu aja aku pengen menginap, tapi nggak bakal kasih kamu kesempatan sama sekali, juga bukan memancing. Kita sama sekali nggak bakal ngelakuin hal mesum.』

"Uwwah~. Menurutku hal seperti itu seharusnya tidak dibicarakan terang-terangan oleh pria dan wanita kan. Pemahaman diam-diam namanya."

Sering dengar kan. Cewek datang ke kamar cowok, kalau tidak melakukan hal mesum malah hubungan ke depannya jadi rumit. Dirinya tidak bilang apa-apa, tapi ingin si cowok mengajak secara paksa tapi lembut sambil memimpin. 

Kurasa perempuan ingin diinginkan oleh pria seperti itu. Setidaknya 'istri'-ku di awal pacaran dulu tipe seperti itu. Yah, meskipun saat kusadar dia sudah jadi ceroboh, dan mulai mengajak duluan juga sih.

『Komunikasi tingkat tinggi dan non-verbal kayak gitu nikmati aja sama perempuan lain. Sebagai gantinya bukan apa-apa sih, tapi aku bakal buatin sarapan buat kamu besok sama bekal makan siang. Biaya bahannya tentu aja aku yang bayar.』

"Ho? Bisa memuaskan lidahku? Gitu katamu? Hm?"

Aku jadi tertarik pada kegigihan Ayashiro. Entah bagaimana dia perempuan yang datang terus terang dalam banyak hal. Orang aneh yang genit tapi seperti tidak punya niat menggoda. Dia agak menarik ya, selalu kupikir begitu.

『Tentu aja kan. Aku itu ya, aslinya jago masak lho. Pakai sisa bahan pun enak, pakai bahan pilihan juga enak. Aku bisa masak apa aja. Tapi kalau kamu bilang 'terserah', aku hajar kamu.』

"Aku jadi ingin makan Nikujaga. Ngomong-ngomong, ini cuma sekadar bertanya saja, kalau aku berubah jadi serigala, kau mau apa?"

『Kalau kamu jadi gitu, ya aku bakal liat rendah dirimu selamanya. Kalau kamu mau gitu, ya silakan aja sana jadi serigala! Kalau kamu pengen dipandang rendah selamanya olehku demi kenikmatan sesaat, silakan! Lahap aja tubuhku ini sepuasmu!』

Ah, ini mustahil. Aku tidak bisa menang melawan gadis ini. Habisnya, rasanya dipandang rendah olehnya jauh lebih menyakitkan daripada tidak bisa 'memeluknya'. 

Aku merasakan rasa hormat yang aneh pada Ayashiro. Padahal terus terang, aku ini jadi agak tidak percaya wanita sejak perselingkuhan istriku ya.

"Dipandang rendah olehmu itu tidak nyaman. Baiklah. Kalau rumahku tidak apa-apa, menginaplah. Sekarang kau di kampus kan? Tunggu di dalam. Aku jemput."

『Boleh? Kalau gitu aku terima tawaranmu. Makasih ya.』

"Boleh kok. Ya sudah, tunggu sebentar ya."

Aku menutup telepon, lalu segera keluar dari kamar. Kemudian aku masuk ke mobil yang terparkir di parkiran, dan menuju Kampus Komaba. Dari Shimokita ke Kampus Komaba sangat dekat. Makanya dalam sekejap aku sudah sampai di depan kampus. Aku pun turun dari mobil lalu menelepon untuk memanggil Ayashiro.

"Aku kira kok cepet banget, ternyata kamu punya mobil ya."

"Ya, baru beli belum lama ini. Gimana Keren kan? Hm?"

"4WD itu seleramu keren juga ya. Jujur aja, aku kira kalau kamu beli mobil pasti yang gaul kayak mobil sport."

Mobilku adalah mobil four-wheel drive besar spek outdoor. Yang tenaga kudanya luar biasa gila seolah 'kekuatan adalah keadilan', bisa melaju mulus bahkan di jalan gunung yang kasar.

"Aku berbeda dari pria lain lho. Kukuku. Yah, setengah-nya sih karena hobi. Ayahku di Hokkaido juga naik mobil seperti ini."

Setengah alasan lainnya adalah karena mobil yang dimiliki Hagiri itu mobil sport. Maaf sekali punya mobil sama dengan pria selingkuhan itu!

"Kalau gitu, hari ini aku numpang ya. Maaf ngerepotin, tapi tolong mampir ke supermarket atau minimarket. Soalnya perempuan butuh persiapan juga buat tidur."

Padahal bilang gitu, tempo hari kau tidur tanpa melepas lensa kontak kan? Matamu sepertinya tidak apa-apa sih.

"Padahal tempo hari kau tidur pulas saja! Ahaha!"

Ayashiro naik ke kursi penumpang, dan aku menjalankan mobil. Dalam perjalanan pulang, kami mampir ke super-market yang untungnya masih belum tutup, Ayashiro membeli toner, sikat gigi, dan barang-barang lain yang diperlukan untuk menginap. Sekalian juga bahan-bahan untuk masak Nikujaga. Sepertinya dia benar-benar akan memasaknya.

"Di rumah kamu ada wine?"

Dia bertanya padaku sambil memegang botol wine di pojok minuman keras.

"Tidak ada. Cuma ada bir. Tapi kalau soal bir saja, aku cukup percaya diri dengan koleksiku."

"Oh ya? Uun. Kalau gitu, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung ajalah ya. Cemilannya mau apa?"

Entah kenapa secara alami suasananya jadi seperti mau minum di rumah. Yah, besok aku baru mulai kuliah jam kedua jadi tidak masalah sih.

"Kalau bilang 'terserah' nanti aku bakal dihajar ya… Tolong olah keju jadi sesuatu yang enak."

"Oke. Tunggu aja ya. Fufufuun!"

Ayashiro-san terlihat senang saat asal memasukkan berbagai jenis keju dan barang lainnya ke keranjang.

(TL/N : MC aja agak kaget karena gaya bicara Ayashiro agak berubah, jadi kek agak dewasa, walau masih agak centil.)


***SEDANG MENYETIR!***

Kami segera sampai di apartemen tempat tinggalku. Lalu aku mempersilakan Ayashiro masuk ke kamarku. Begitu masuk, Ayashiro mengamati sekeliling kamarku dari sudut ke sudut. Kamarku hanyalah sebuah kamar tipe studio biasa yang tidak ada istimewanya. Kalaupun ada yang bisa dibanggakan, hanyalah kemampuan kedap suaranya yang luar biasa. 

Apartemen ini tipenya tidak masalah sama sekali meskipun memainkan alat musik sekeras apa pun atau berisik sekalipun. Kenyataannya, di dunia sebelumnya aku terus tinggal di sini bahkan setelah lulus kuliah, 'istri'-ku tinggal di kamar ini dan kami melakukan hal mesum dengan suara keras pun tidak pernah ada yang menggedor dinding sekalipun. Aku terus tinggal di sini sampai akhirnya kami memutuskan tinggal bersama. Terlalu banyak kenangan sampai sekarang pun meski punya uang aku tidak bisa pindah. Ngomong-ngomong, mungkin ini pertama kalinya wanita selain 'istri'-ku masuk ke sini, termasuk dunia sebelumnya (kecuali Mashiba. Karena aku benci dia jadi tidak kuanggap perempuan).

"Aku agak kaget lho. Ternyata rapi ya. Kamar cowok itu, biasanya berantakan kan? Kamar adikku parah lho."

"Hee, kau punya adik laki-laki ya. Umur berapa?"

"Anak itu masih TK. Lagi nakal-nakalnya tapi lucu kok. Fufufu."

Sepertinya jarak usianya cukup jauh. Hubungan orang tuanya pasti baik ya. Haha! Jadi iri dengan pasangan seperti itu! Ini sih cuma menyiksa diri sendiri.

"Boleh aku mandi dulu sebelum masak?"

"Ou. Boleh kok. Sabun atau samponya didalam pakai saja sesukamu."

Kalau ini manga komedi romantis, pasti ini adegan yang bikin deg-degan, tapi aku sadar diriku lumayan terbiasa dengan situasi seperti ini. Kebiasaan buruk karena wanita ya. 

Aku ingin perasaan yang lebih polos. Ayashiro sendiri juga bersikap biasa saja, jadi tidak ada elemen yang membuat malu. Aku ingin bisa deg-degan hanya karena mendengar suara shower. Begitu pikirku.


***DIA SEDANG MANDI!***

Mandinya perempuan itu lama. Itu bukan lagi sekadar teori umum, tapi mungkin sudah jadi kebenaran, teorema, atau hukum alam. Tanpa terkecuali, Ayashiro juga mandinya lama.

"Air mandinya pas banget hangatnya. Hari ini aku udah belajar keras sekali jadi rasanya nyaman."

Suara Ayashiro terdengar dari belakangku yang sedang menonton TV.

"Ou. Kau sudah selesai ya. Bagaimana kalau bir setelah mandi?"

Sebelum berbalik, aku sudah sedikit mempersiapkan diri. Mungkin Ayashiro sekarang tidak memakai makeup. 

Ayashiro memang sangat cantik, tapi ada kemungkinan biasa saja kalau makeup-nya dihapus. Kemungkinan seperti itu wajar saja. 'Istri'-ku dulu tetap kelewat cantik meskipun tanpa makeup, tapi tidak semua orang begitu. Lalu aku memantapkan hati dan berbalik.

"Boleh. Aku minum birnya deh. Sesekali boleh lah ya. Bir juga. Ufufu."

Saat aku berbalik, mataku bertemu dengan mata biru Ayashiro. Dia memakai celana pendek dan kaus yang kupin-jamkan. Tunggu, matanya biru? Hm? Bukankah biasanya lensa kontak berwarna dilepas kalau mandi? Lho eh? Eh? Aku pun memberikan sekaleng bir ke tangan Ayashiro. Ayashiro pun meminumnya.

Glek glek~

"Puhaa! Kuuuuh! Enak ya! Rasa segarnya ini nggak ada di wine ya! Sehabis mandi emang paling enak bir! Aktivitas budaya yang luar biasa ya! Fufufu."

Ayashiro tanpa makeup sangatlah cantik. Ya. Memang cantik. Tapi ya. Wajahnya benar-benar berbeda dari biasanya! Tulang wajahnya tegas, hidungnya mancung dan lurus. Dilihat-lihat, raut wajahnya terlihat seperti orang Kaukasia. Kalau begitu matanya juga bukan lensa kontak berwarna tapi asli ya. Rambut pirangnya juga mungkin begitu. Terlalu alami untuk ukuran rambut dicat. Begitu ya. Makanya dia biasa saja tidur tanpa melepas lensa kontak berwarna. 

Aku jadi paham sekarang.

"Apa? Kok lihatin mukaku terus. Ada yang mau kamu bilang ke aku?"

"Bukan, tidak ada yang ingin aku katakan secara khusus sih. Memang rasanya berbeda dari biasanya, tapi kau tetap saja cantik."

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, rasanya jadi tidak penting. Ras atau apa pun tidak penting. Aku tidak tertarik pada hal semacam itu.

"Ara ara. Reaksi kayak gitu baru pertama kali aku lihat. Kamu orang pertama yang nggak nunjukin reaksi curiga mgeliat muka ini. Nggak tanya? Wajah kayak gini orang dari mana, gitu?"

"Eh? Ya, aku tidak masalah sih. Daripada itu, cepat buatkan cemilannya dong. Aku sudah berharap sekali! Yang cocok dengan bir ya! Tolong!"

Aku sudah mengeluarkan bir lokal mahal yang enak khusus untuk Ayashiro. Kalau bukan cemilan yang sepadan, tidak akan kuakui!

"... Hee.…. reaksi kamu benar-benar sama kayak biasa ya. ...Fufu... oke. Tunggu aja ya! Bakal aku buatkan cemilan istimewa! Ufufu."

Ayashiro terlihat senang saat berdiri di dapur dan mulai memasak. Melihat punggungnya dari belakang cukup membuatku merasa bahagia. Hari ini sepertinya akan jadi acara minum di rumah yang menyenangkan!


Ayashiro menata cemilan yang dibuatnya di meja pendek dan kami bersulang. Cemilannya adalah cheese fondue rasa kaldu Jepang. Dan rasanya enak sekali. Cocok dengan roti, sayuran, maupun ham. Ayashiro-san benar-benar serba bisa. Malah aku jadi ingin tahu apa yang tidak bisa dia lakukan.

"Hari ini, kenapa kau ketinggalan kereta terakhir?"

"Aku lagi mau ikut lomba karya tulis ilmiah, tadi aku ngerjainnya di ruang penelitian profesor kenalan, eh tahu-tahu sudah jam segini. Lucu ya."

"Hee. Lomba karya tulis ilmiah ya…. Rajin sekali ya padahal baru tahun pertama."

Lomba karya tulis ilmiah atau debat untuk mahasiswa itu ada banyak. Ada yang tujuannya untuk mencari kerja, ada yang kegiatan sirkel, ada yang untuk NPO, macam-macam. 

Hal seperti itu karena usahanya tidak sebanding hasilnya, jadi kelompok sok pintar (tertawa) biasanya tidak ikut. Yang sering ikut justru mereka yang benar-benar berusaha keras. Sambil minum bir, Ayashiro tersenyum.

"Nggak sehebat kamu kok. Kamu kan akhir-akhir ini lagi sibuk? Misaki juga, Yuzuriha juga, diincar sama si Hagiri itu kan. Kamu bakal melawannya kan? Si dia itu."

"Yah begitulah. Kalau aku sendirian sih bisa saja, tapi aku tidak bisa membiarkan mereka berdua."

"Gitu. Syukurlah. Aku suka mereka berdua. Makanya kamu melindungi mereka itu menenangkan ya. Fufufu. Nee? Boleh tanya satu hal?"

"Apa?"

"Antara kamu, Hagiri, dan si Igarashi Ririse itu ada hubungan seperti apa sih?"

"Soal itu... maaf. Tidak bisa kukatakan."

Aku tidak ingin berbohong pada Ayashiro. Kalau beberapa waktu lalu mungkin aku akan mengarang cerita bohong saja. Tapi sekarang aku sudah tidak bisa begitu lagi.

"Gitu. Gitu ya. Aku punya satu tebakan, mau denger? Sebenarnya kamu itu teman masa kecil mereka berdua."

"Haha. Apa itu? Kayak manga saja ya. Lanjutkan."

"Kamu adalah teman masa kecil ketiga yang dilupakan oleh mereka berdua. Sebenarnya kamu dulu pernah berjanji menikah dengan Igarashi Ririse waktu kecil. Tapi dia lupa dan cuma kamu yang ingat. Malah dia mengira udah berjanji menikah dengan Hagiri. Gimana kalau begitu? Alasan kamu benci sama Hagiri terus punya perasaan cinta-benci sama Igarashi Ririse jadi nggak cocok kan?"

"Ahaha! Boleh juga! Itu! Kalau memang begitu! Kalau memang begitu kan bagus sekali! Ahaha! Ahahahaha!"

Aku tanpa sadar tertawa. Sebagai variasi dari template komedi romantis rasanya menarik. Kalau aku adalah rival dalam komedi romantis yang tokoh utamanya Hagiri, cerita itu kurasa paling bagus. Tapi kenyataannya lebih sederhana. Ada dua orang yang takdirnya tidak bersatu, dan aku hanyalah pria yang kebetulan menyela di antara mereka. Antara aku dan 'istri'-ku tidak ada takdir apa pun. Tidak ada ikatan karma, tidak ada nasib. Tidak ada juga kisah cinta indah yang bisa dapat rating tinggi. Semuanya hanyalah pertemuan biasa yang membosankan. Alasan aku menyukai 'istri'-ku pun, hanyalah hal yang biasa terjadi pada siapapun yang introvert.

"Kalau gitu, cerita kamu, Hagiri, sama Igarashi Ririse itu lebih simpel, dan justru bosenin ya."

"Itu benar. Cerita yang membosankan dan tidak menarik sampai malu untuk diceritakan. Tidak ada hal keren seperti takdir atau nasib. Ini hanyalah masalah perasaan pribadiku saja."

Cerita ini hanya akan berakhir jika aku bisa membuang obsesiku pada 'istri'-ku.

"Begitu ya. Kalau begitu aku nggak bakal tanya deh. Aku juga tadi nggak terlalu banyak cerita soal diriku. Sebenarnya, apa kamu nggak merasa aneh? Soal aku nyembunyiin asal-usul atau cerita aku."

"Biasa saja. Aku bukan pria hebat yang pantas mengo-mentari perempuan. Silakan saja sesukamu. Tapi jangan dendam ya kalau aku tidak sadar kau ganti cat kuku."

"Ahaha. Kalau kamu nggak sadar perbedaan cat kukuku, akan kucakar kamu kayak kucing! Nyaa gitu!"

Ayashiro mengelus pipiku dengan jari tangan kanannya yang dibulatkan seperti tangan kucing. Sensasi gelinya terasa sangat nyaman.

"Ibuku itu generasi pertama imigran Amerika keturunan Hispanik lho. Katanya dia pindah ke Amerika dari negara asalnya di Amerika Latin bareng orang tuanya gara-gara alasan ekonomi. Terus dia ketemu ayahku yang lagi studi di Amerika, menikah, terus datang ke Jepang. Repot ya bolak-balik ke sana kemari."

"Hee. Latar belakang yang cukup rumit ya. Apa itu alasan kau tidak mau cerita soal asal-usulmu?"

"Iya. Merepotkan kalau diceritakan. Asal-usulku yang rumit ini nggak bakal dimengerti kalau diceritain ke orang Jepang biasa. Tapi aku suka namaku. Himena itu nama Spanyol. Tapi dalam bahasa Jepang juga nggak terlalu aneh."

"Benar juga ya, pertama kali dengar, aku tidak merasa aneh selain aksennya."

"Ngomong-ngomong, ejaan alfabetnya X-i-m-e-n-a lho. Huruf depannya X itu keren kan?"

"Chuunibyou ternyata wkwk Faaaaaa! Pas sekali buat Ayashiro Dai-Sensei! Ahaha!"

"Iya kan! Ahahahaha wkwkwk!"

Kami berdua tertawa terbahak-bahak. Lalu setelah itu obrolan konyol berlanjut.


***KALAU MINUM BERDUA SAMBIL MABUK, JADI NGOMONGIN HAL-HAL FILOSOFIS NGGAK SIH? SEDANG MENGOBROL KONYOL!***

"Ngerti? Intinya, hukum itu kayak kumpulan kebijak-sanaan umat manusia! Makanya juri persidangannya banyak oppai! Lalu hukumnya jadi tetek rata!!"

(TL/N : intinya mereka berdua mabuk, jadi kata-katanya agak kurang jelas dan nyambung.)

"Berarti kalau setengah telanjang di pengadilan pasti divonis bersalah ya!!"

"Ya gitulah! Ngomong-ngomong, universitas kita ini bangunannya nyampur antara yang modern sama tradisional ya. Menurutku itu bagus-bagus aja sih."

"Betul. Semuanya bercampur jadi satu. Artinya, univer-sitas adalah tempat para mahasiswa datang untuk 'bersatu'."

"Bersatu (secara badan) wkwk! Datang itu buat belajar! Geragera wkwkw Minta maaflah sama para jomblo yang nggak bisa 'bersatu'!! Ahyahahaha!"

"Ngomong-ngomong, mobilku bagaimana? Pakai itu buat kemah pasti gampang kan?"

"Itu boleh juga tuh. Liburan musim panas ayo kita kemah bareng! Ngomong-ngomong, aku taruhan satu sloki tequila buat Misaki yang sok keren mau nyalain api tapi ujung-ujungnya nggak bisa terus cari alasan bau perawan!"

"Tidak bisa jadi taruhan wkwkw Miran pasti tidak bisa menyalakan api, malah kebalikannya Yuzuriha yang cekatan nyalain api, terus diejek anak Soshum wkwkw, sudah pasti begitu! Geragera!"

"Menarik sekali! Ngomong-ngomong, aku mau tanya ke anak Saintek dong, apa ujung alam semesta itu ada?"

"Maaf. Jawabannya cuma Tuhan yang tahu. Lagipula terus terang aku ini tipe yang masuk Saintek cuma karena ingin belajar arsitektur, jadi cuma Saintek bohongan. Obrolan Saintek yang benar-benar penuh romansa itu pelecehan!"

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu pilih arsitektur?"

"Itu karena aku gagal masuk universitas seni. Terus setelah lulus SMA, aku sempat kerja sebentar jadi pekerja konstruksi di Sapporo. Waktu itu kebetulan terlibat dalam pembangunan properti desainer yang keren. Saat itu aku berpikir, ini dia! Aku pikir arsitektur itu seni. Makanya aku masuk sini sambil kerja jadi pekerja konstruksi dan ikut bimbel."

"Ara ara. Hebat sama menarik ya."

"Ya kan? Bukan bermaksud pamer sih, tapi aku punya SIM untuk eskavator dan alat berat konstruksi lho! Kalau soal konstruksi aku sudah pengalaman semua dan punya berbagai sertifikat konstruksi juga! Bukan pamer tahu!!"

"Itu keren banget kan!? Ahaha! Tapi kamu beneran udah berusaha ya~ Aku kasih kamu pujian~!"

Benar-benar hanya obrolan konyol. Saat kusadar, waktu sudah menunjukkan lewat jam dua pagi.



(Sudut Pandang Hagiri Hiroto)

Ririse di seberang jendela seperti biasa bicara melompat-lompat ke sana kemari. Rumahku dan Ririse bersebelahan, kamar kami saling menghadap jendela. Cukup dekat sampai kalau niat bisa menyeberang. Sampai SMP dulu Ririse sering datang ke kamarku lewat jendela.

"Mou, kecewa deh! Kupikir setelah masuk universitas tidak akan ada matematika, tapi ternyata ada Matematika Dasar Umum! Vektor itu kan cuma tanda panah saja sudah cukup! Kenapa sih mereka suka sekali menghitung sebanyak itu! Hiroto juga berpikir begitu kan!?"

"Yah, anak Saintek memang wajib belajar matematika kan. Lagipula kamu pikir tidak ada matematika ya. Kenapa juga pilih arsitektur.…. Padahal sudah kubilang lebih baik masuk Fakultas Sastra saja."

Ririse benci matematika. Bukan berarti dia tidak bisa berhitung. Nilainya juga bagus. Tapi dia selalu mengeluh soal limit atau kalkulus. Soal bilangan kompleks, dia bahkan sampai bilang 『Tidak ada di alam semestaku』. 

Tapi aku tidak mengerti kenapa dia memilih masuk Saintek atas kemauannya sendiri. Aku sudah membujuknya baik-baik untuk masuk Soshum, tapi dia keras kepala tidak mau menerima. Pada dasarnya dia penurut, tapi kadang lepas dari kendaliku itu merepotkan.

"Makanya! Aku beli kalkulator saintifik, tapi terus di koperasi kampus kebetulan ketemu Katou-san dan yang lain. yang sekelas waktu kelas satu SMA! Terus kutanya, 'Mau ke kantin yang mahal nggak?' eh katanya hari ini mau ke toko roti! Aku juga belum pernah ke toko roti itu jadi kupikir pas banget, terus ikut bareng deh, enak lho! Roti melon sama roti kacang merah! Terus puding juga!"

"Puding di toko roti?"

"Un! Puding enak kan! Kapan-kapan ingin buat puding satu ember!"

"Kalau begitu, mau buat disaat liburan Golden Week keluarga nanti? Tahun ini kita ke gunung kan, mau coba di pinggir sungai?"

Liburan Golden Week tahun ini adalah perjalanan gabungan antara keluargaku dan keluarga Ririse. Aku tidak terlibat dalam perencanaannya. Aku tahu orang tua Ririse ingin menjodohkan kami berdua. Orang tuaku juga sepertinya setuju.

"Eh? Uun. Benar juga ya, sebentar lagi Golden Week. Nee Hiroto. Sebelum libur, apa kamu nggak mau baikan sama Tokiwa-kun?"

Nama orang yang tidak menyenangkan muncul. Baikan apanya, dari awal kami bukan teman atau apa pun.

"Aku tidak cocok dengannya."

"Bukankah Hiroto yang biasanya itu bisa menyesuaikan diri dengan baik meskipun dengan orang yang tidak cocok? Tokiwa-kun bukan orang jahat lho. Dia orang baik."

Sering dikatakan kalau pria yang disebut 'orang baik' oleh wanita itu artinya orang yang tidak penting baginya, tapi tetap saja Ririse berkata begitu itu jarang terjadi. Ririse tidak terlalu sering membicarakan laki-laki. Pada dasarnya dia tidak tertarik pada percintaan atau laki-laki. Justru karena itulah Tokiwa Kanahisa yang sampai jadi topik pembicaraan adalah orang yang sangat tidak baik.

"Sudah kubilang kan? Dia orang yang tidak baik. Jangan dekati dia. Tidak akan ada hal baik yang terjadi."

"Tapi Hiroto, waktu acara teater tempo hari, kamu datang menemui Tokiwa-kun dan Misaki kan? Kamu tertarik pada Tokiwa-kun kan?"

Ririse tersenyum seolah menggodaku. Aku iri pada sifatnya yang polos. Padahal aku sejak upacara masuk terus dibuat pusing oleh si Tokiwa Kanahisa itu.

"Aku hanya khawatir soal Isumi-san saja. Gawat kan kalau dia dapat pengaruh buruk darinya."

Aku sudah memberinya peringatan tersirat. Aku menun-jukkan niat bahwa aku selalu siap mengambil kembali Isumi Misaki, sumber daya manusia yang berharga itu, kapan saja. Tapi kalau dia ada di dekat pria itu, entah kenapa roda takdir jadi berputar ke arah yang salah.

"Misaki waktu itu cantik ya. Makanya tidak perlu khawa-tir kan, tapi kamu malah khawatir? Kayak orang bodoh."

Meskipun tersenyum, Ririse melontarkan kata-kata itu dengan suara yang sangat dingin. Aneh. Apa dia marah pada Isumi Misaki? Memang dia keluar dari kelompokku, dan belakangan ini tidak bersama Ririse lagi. Ririse menyukai Isumi Misaki. Saat makan bersama dengan orang penting, mereka berdua selalu mengobrol akrab. Apa dia merasa dikhianati? Atau...? Yah, sudahlah jangan diselidiki. Ririse itu minatnya cepat berubah. Dibiarkan saja mungkin tidak apa-apa. Mengobrol lebih jauh pun sepertinya tidak akan ada hasilnya.

"Ririse. Sadar tidak ini sudah jam dua malam. Besok kamu ada latihan pagi klub pemandu sorak kan? Sebaiknya kamu tidur."

"Uun. Iya ya. Kalau begitu selamat tidur ya. Bye bye~"

Ririse tidak merengek atau apa, langsung menutup jendela dan juga gordennya. Aku juga menutup jendela dan gordenku. Lalu aku menghadap meja dan menyalakan PC.

"Nee Hiro. Kenapa kamu begitu peduli pada si Tokiwa itu? Orang seperti itu tidak penting kan?"

Terdengar suara dari tempat tidur. Tomoe bangun dan memelukku dari belakang. Sepertinya Tomoe pura-pura tidur dan sejak tadi menguping pembicaraanku dengan Ririse. 

Setidaknya dia tidak menunjukkan diri di depan Ririse, sepertinya dia tahu posisinya, tapi tetap tidak mengenakkan.

"Kau menguping? Selera yang buruk."

Aku tidak menoleh ke arah Tomoe, tapi juga tidak melepaskan pelukannya, aku menghadap monitor. Di sana terpampang laporan hasil penyelidikan latar belakang Tokiwa Kanahisa dari berbagai sudut, serta analisis hubungannya saat ini dengan Isumi Misaki dan Kouyou Yuzuriha.

"Cuma kedengeran kok. Lagian Tokiwa itu nggak hebat kok! Dia cuma orang licik yang iri sama Hiro! Dia terus menerus menjelek-jelekkan sirkel pada Riri! Benar-benar menyebalkan! Riri itu baik hati jadi langsung percaya begitu aja. Cuma itu."

"Tapi cerita soal sirkel yang dia katakan itu fakta lho. Sirkel tenis antar universitas Fakultas Kedokteran itu kan cuma tempat cari jodoh. Bukan, pasar mungkin? Pria menjual status sosial tinggi sebagai mahasiswa Kedokteran. Wanita menukarnya dengan daya tarik seksual tubuhnya sendiri, itu tidak lebih dari perilaku mencari pasangan primitif yang menjijikkan mirip kerumunan monyet. Konyol sekali."

"Eh... tapi dia kan menghina Hiro dan teman-teman..."

"Tidak penting. Hal seperti itu. Lagipula kalau dilihat secara objektif, yang bodoh mungkin bukan dia tapi aku. Aku sadar kok. Karena aku sudah memutuskan untuk berkorban demi mimpi."

Tatapan yang dia arahkan padaku memang jelas mengandung kebencian. Seringkali pria yang tergila-gila pada Ririse menatapku seperti itu. Kukira dia salah satunya, tapi sikapnya terhadap Ririse sangat ambigu. 

Itulah yang membuatku kesal. Prinsip tindakannya tidak terbaca. Aku jadi sulit memutuskan harus bagaimana. Padahal dua orang sumber daya manusia yang kubutuhkan untuk mewujudkan mimpiku ada di tangannya. Terutama kehilangan Kouyou Yuzuriha cukup berat.

"Nee Hiro. Tokiwa itu mengganggu kan? Kalau begitu. Seperti biasa, kita rekayasa aja skandal! Kalau kita buat dia dikeluarkan dari universitas..."

"Kalau mekakukan cara itu, dia pasti akan datang lalu membunuhku."

"Eh... Apa itu. Bercanda... kan?"

Tomoe tampak bingung. Hal seperti inilah yang menu-rutku dia tidak mengerti. Instingnya sebagai wanita buruk. Makanya wanita ini tidak akan bisa menang melawan Ririse.

"Tidak bercanda kok. Dia pasti akan mencoba menying-kirkanku segera dengan cara kekerasan kalau aku melewati batas. Aku tahu dari matanya. Dia tidak normal. Dia adalah binatang buas yang menahan diri."

Makanya pertarunganku dengannya harus kuselesaikan saling menghancurkan dalam batas legal. Aku belum pernah melawan musuh seperti ini sebelumnya. Aku sudah sering mengambil risiko berbahaya melawan yakuza atau preman, tapi dia ini tingkat bahayanya jauh lebih tinggi. Orang seperti inilah yang selalu menarik perhatian Ririse.

"Kalau saja Ririse tidak ada.….. pasti tidak akan jadi begini..."

Aku bergumam sangat pelan sampai Tomoe pun tidak bisa mendengarnya. Tapi itulah perasaanku yang sebenarnya.


(Sudut Pandang Ririse)

Mataku jadi sulit terpejam. Akhir-akhir ini malam seperti ini sering terjadi. Makanya kalau nggak mengalihkan perasaan dengan bicara pada Hiroto, aku nggak bisa tidur nyenyak. Meskipun bagi Hiroto yang harus menemaniku mengobrol pasti menyebalkan sih.

"Kenapa ya aku selalu melihat ke arah Tokiwa-kun saja."

Beberapa waktu ini aku sadar diriku terus memperhati-kannya. Beberapa waktu lalu aku bisa mendekatinya dengan aktif, tapi sekarang sudah tidak bisa. Aku tidak tahu harus berbuat apa dengan perasaanku. Pertama kali aku memper-hatikannya adalah saat upacara masuk. 

Saat bertemu dengannya, aku tidak merasakan apa-apa. Aku hanya ingat makeup gadis pirang di sebelahnya agak 'begitu' dan menakutkan. Sosoknya baru tertangkap jelas di mataku saat dia membuat Hiroto kesal. Hiroto teman masa kecilku itu mungkin laki-laki sempurna. Gadis mana pun pasti bilang pengen pacaran dengan Hiroto. Pelajaran, olahraga, apa aja dia bisa. Populer bukan cuma di kelas, tapi di seluruh sekolah, seluruh daerah, uun, ke mana pun dia pergi. 

Pasti gadis-gadis di dunia ini sangat menyukai laki-laki seperti itu. Ayah, ibu, kakak, adikku, semua suka Hiroto. Aku pun tahu apa yang diharapkan semua orang pada perjalanan Golden Week nanti. Dibandingkan dengan laki-laki mana pun, mungkin nggak ada yang bisa menandinginya. Aku memang belum pernah pacaran, tapi aku tahu kalau Hiroto adalah pilihan terbaik dibandingkan siapa pun. Makanya kupikir tidak ada. Orang yang sampai dibenci oleh Hiroto yang hebat itu.

"Dibenci oleh Hiroto itu hebat ya. Apa Tokiwa-kun tidak takut ya?"

Aku baru pertama kali melihat orang yang benar-benar dibenci oleh Hiroto si kesukaan semua orang. Aku terkejut. Makanya aku jadi tertarik. Ternyata dia orang yang baik, tapi sikapnya padaku kasar dan dingin, terus buat aku kesal. Tapi tetap saja menyenangkan. Makanya aku pengen Hiroto berbaikan dengan Tokiwa-kun, tapi apa sudah nggak mungkin ya. Sebentar lagi Golden Week datang. Kalau begitu mungkin akhir akan dimulai.

"Kenapa aku nggak bisa melakukan apa-apa ya. Padahal rasanya gelisah begini."

Aku ini gadis bodoh yang sudah melakukan kesalahan di masa lalu. Aku nggak berhak melakukan sesuatu atas kemau-anku sendiri. Makanya aku sudah meminta pada Hiroto, tapi tetap aja ditolak. Kesempatan untuk mengobrol dengan Tokiwa-kun sudah nggak banyak lagi. Tinggal sedikit lagi.

"Tapi begini udah bagus kan. Kalau aku melakukan sesuatu sendiri, pasti akan salah lagi nanti..."

Aku sudah melakukan hal yang tidak termaafkan. Aku melakukan dosa yang tak terampuni. Kalau semua orang tahu, mereka pasti akan menjauhiku. Mungkin cuma Hiroto saja yang akan tetap di sisiku selamanya. Menerima hukuman sendirian itu sepi. Makanya sampai hari itu tiba, aku ingin bersama seseorang.

"Makanya aku tidak boleh melibatkannya. Tapi... tapi... saat aku menerima hukumanku nanti..."

Aku tidak tahu hukuman masa depan seperti apa yang menantiku. Tapi tidak ada satu hari pun aku melupakannya. Tapi tapi tapi. Kalau saja kalau saja kalau saja boleh berharap.

"Tokiwa-kun. Apa nggak boleh melibatkanmu? Lihatlah, aku. Lihat aku yang akan menerima hukuman..."

Aku tidak punya hak untuk egois. Tidak ada satu hal pun yang bisa kulakukan. Aku tidak bisa memutuskan apa pun sendiri. Kalau aku yang memutuskan, pasti akan salah lagi. 

Makanya aku tidak bisa memilih apa pun. Aku ingin terbawa arus. Terbawa arus, terbawa arus, dan cepat menerima hukuman. 

Aku ingin mengakhirinya. 

Aku pun memejamkan mata. Mimpi selalu menyiksaku. Tapi aku akan terus melihat mimpi ini. Sampai hari di mana semuanya berakhir.

(TL/N : Doi punya kesalahan dimasa lalu, tapi cuman bisa ngandelin si Bajingan hiroto ini, makanya gak bisa apa-apa buat sekarang.)



(Sudut Pandang Kanahisa)

Ayashiro yang sudah menenggak habis bir kalengnya mengangkat tangan, dengan senyum lebar dia berkata dengan suara lantang.

"Aku akan lakukan lelucon singkat!"

"Hyuu! Bagus! Garing! Garing! Gahahaha!"

Ayashiro pun berbaring telentang di atas tempat tidur, merentangkan kedua tangannya ke atas kepala.

"Aku ikan tuna! Kalau kamu sih nggak bakal bisa bikin aku muncrat──!"

Setelah menekuk dan membuka kedua lututnya, dia menggeliat-liatkan badannya.

"Ikan tuna wkwkwkwk Hahahaha! Gadis ikan tuna di atas kasur itu payah sekali! Hiii! Hati pria yang rapuh bisa terluka wkwkw"

Lebih jauh lagi, Ayashiro meluruskan kedua kakinya, membawa kedua tangannya ke area selangkangan, lalu membentuk segitiga dengan jarinya ke arah langit-langit.

"Dari ikan tuna jadi Cumi! Menusuk!"

Ayashiro terus menerus menggerakkan jari-jarinya yang membentuk segitiga itu naik turun di atas pinggangnya.

"Hentikan wkwkw Hahahaha! Jangan bilang 'cumi menusuk' dong wkwkw Baru pertama kali lihat orang bodoh main plesetan soal sashimi dan tusuk-cabut wkwkw"

"Nah berikutnya giliranmu! Garing! Garing! Hooooooo!"

Menurutku kamar ini hebat sekali, meskipun kami segila ini suaranya tidak terdengar sampai ke sebelah. Justru karena itu aku akan mengeluarkan kesungguhanku! Aku juga naik ke tempat tidur, lalu berbaring di sebelah Ayashiro yang sedang duduk bersandar di dinding.

"Baik! Sekarang aku akan peragakan kegagalan seorang perjaka!"

Aku sendirian mengambil gaya seperti posisi misionaris, kedua tangan menumpu di kasur seperti merangkak.

"A-aku mulai ya! Huh! Huh! Huh! Huh!"

Bukannya menggerakkan pinggul, aku malah melakukan push-up di tempat. Sepertinya bagi Ayashiro itu lucu, dia sampai menyemburkan sedikit bir yang diminumnya.

"Buuh! Ahahaha! Gyahhahahaha! Lucu banget wkwkwk-wkwkwkwkw! Gawat! Kena banget! Kena banget. Aduh─ww! Goyangin pinggulmu dong wkwkw kenapa posisi misionaris malah push-up wkwkwkwkwkwkw, kamu bodoh banget tauu wkwkwkwkwkwkw"

Sebagian perjaka memang benar-benar melakukan kesalahan seperti ini. Bukannya menggerakkan pinggul, tapi malah melakukan push-up di atas si gadis. Dan itu adalah aku! 'Istri'-ku yang kena push-up dulu juga tertawa terbahak-bahak. Pengalaman pertama yang buruk ya.

"Fuuh... Lenganku pegal~"

Aku terkulai lemas di tempat tidur. Kegilaan yang sangat menyenangkan.

"Ahaha. Seru ya. seriusan. Benar-benar seru. Ahaha. Nee Tokiwa. Kamu juga sama kayak aku? Nggak bisa nerima sepenuhnya masa lalumu?"

Saat kulihat wajah Ayashiro, dia tersenyum begitu rapuh. Ada nuansa kesedihan di sana.

"Sekarang aku hidup dengan senang. Tapi soal masa lalu... un. Benar-benar tidak bisa kuterima."

"Nggak bisa dimaafkan ya. Kamu juga."

Aku sama sekali belum memaafkan masa laluku. Soal 'istri'-ku tentu saja, dan kelemahanku sendirilah yang menyebabkan situasi itu yang paling tidak bisa kumaafkan. 

Kalau saja aku pria yang lebih kuat, hal seperti itu pasti tidak akan terjadi. Aku selalu berpikir begitu. Ada kekurangan dalam diriku. Aku mati-matian mencoba mengisinya. Kalau tidak, aku akan kehilangan semua yang berharga. Aku takut akan hal itu.

"Ayashiro juga?"

"Iya. Aku juga punya hal yang nggak bisa kumaafkan. Benar-benar nggak bisa dimaafkan. Aku tau harus memaaf-kan, tapi tetap aja nggak bisa. Nggak bisa. Ini mungkin cerita yang agak aneh, tapi belakangan ini aku jadi ngerti kenapa agama ngajarin memaafkan sesama, dan Tuhan mengampuni dosa. Dosa itu sangat besar, terlalu berat buat ditanggung sendirian sampai nggak bisa kita atasi. Meskipun ingin aku lempar, dia bakal terus kejer ke mana pun. Menghancurkan kita. Itu bakal terus berlanjut sampai hari kita bisa memaafkan. Mirip neraka kan. Makanya manusia berangan-angan tentang Tuhan. Kalau nggak menyerahkan segalanya sama Tuhan, manusia bakal terus menderita selamanya."

Aku merasa mengerti apa yang dikatakan Ayashiro. Masa lalu tidak bisa dikembalikan. Aneh sekali. Padahal aku sudah melakukan time leap. Tapi masa lalu terus mengejarku ke mana pun. Padahal masa laluku seharusnya adalah cerita masa depan. Meskipun waktu diputar kembali, masa lalu tetaplah masa lalu. Dosa dan hukuman tidak mau menghilang. Aku tidak bisa memaafkan dosa 'istri'-ku. Makanya aku memberikan hukuman sebagai pelampiasan. Dan dengan begitu aku menanggung dosa baru. Padahal seharusnya aku menghadapinya dengan benar.

"Nee. Karena lagi mabuk, aku rasa sekarang aku bisa cerita. Aku mohon. Suatu saat nanti saat aku menghadapi dosaku sendiri. Tetaplah di sisiku dan genggam tanganku ya."

Ayashiro pun berbaring di sebelahku. Tangan kirinya menggenggam erat tangan kananku. Begitu ya, Ayashiro pasti kesepian sama sepertiku.

"Boleh. Kalau waktunya tiba, katakan saja. Aku pasti akan datang ke sisimu."

"Makasih. Sebagai gantinya. Aku bakal memaafkan masa lalumu."

Aku merasakan sentuhan lembut di kepalaku. Ayashiro memelukku ke dadanya. Kehangatan yang sangat lembut, seperti seorang ibu memeluk anaknya.

"Aku udah melihat dari dekat apa yang udah kamu lakukan. Semua orang bahagia karena kamu ada. Itu pasti penebusan dosa kan, gimana menurutmu?"

"Aku tidak tahu. Tapi. Kalau semua orang tertawa. Aku juga senang."

Hari-hari sampai sekarang terasa menyenangkan. Tentu saja ada hal yang tidak menyenangkan. 

Tapi karena aku ada, seseorang bisa tersenyum. Hanya itu saja yang kurasa boleh kubanggakan dari diriku. 



"Iya bener. Kamu udah berusaha. Berusaha sangat sangat keras. Kamu anak yang sangat baik."

Ayashiro pun mengelus kepala dan punggungku. Aku menyerahkan diri pada kenyamanan itu. 

Dan perlahan aku mulai mengantuk.

"Selamat tidur~♥. Hari ini mari kita bermimpi indah bersama ya."

Lalu aku pun tertidur. Mimpi yang kulihat saat itu pasti adalah mimpi yang sangat membahagiakan. 


Previous Chapter | Next Chapter


Post a Comment

Post a Comment

close