NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yome ni Uwaki Saretara, Daigaku Jidai ni Modotte Kimashita! V1 Chapter 6

Penerjemah: Randika Rabbani

Proffreader: Randika Rabbani

Jangan lupa buat join ke grup whatsapp Fanservice karena admin sana dah bersedia buat kasih hasil pesanan jasanya dari Hinagizawa Groups buat diunggah ke website Kaori Translation

Ini Linknya: https://chat.whatsapp.com/HLeZcbosBqsJWktlZvriUR


Chapter 6 - Tolong Hentikan Ikatan Hubungan yang Tersisa Meski Sudah Berhenti dari Sirkel


"Salam kenal, Tokiwa Kanahisa-kun. Aku Isumi Misaki. Mahasiswa tahun pertama Fakultas Sastra Jurusan Budaya Kontemporer."

(TL/N : Doi pake kata "boku" ya buat kata pertama "aku" nya)

Miran yang tersenyum penuh pesona di bawah sinar bulan terlihat seperti dewi. Tapi intuisiku berkata ini hanya gertakan.

"Jadi, kau mau menyuruhku melakukan apa? Bisa bilang langsung ke intinya?"

"Arara. Agak gimana gitu kalau aku bilang sendiri sih, tapi apa kamu tidak terpikir untuk menikmati obrolan dengan wanita secantik aku?"

"Kalau kau lihat pesta konyol tadi, harusnya kau paham kan? Aku sudah cukup bersenang-senang."

Aku sudah cukup berpesta di siang hari, sudah coba dikelilingi wanita juga. Sekarang aku tidak berniat bilang obrolan jadi menyenangkan hanya karena lawan bicaraku cantik. Dibanding itu, topik yang mungkin akan dibawa gadis ini jauh lebih tinggi ekspektasinya. 

Kupikir ini bukan main-main sesaat seperti tadi, tapi sesuatu yang bisa ditekuni dengan serius.

"Oh begitu? Tapi aku belum bicara baik-baik denganmu lho."

Jika seorang perempuan menggunakan kata ganti orang pertama aku, biasanya hanya akan terlihat norak. Tapi rasanya pas sekali untuk Miran. Keren tapi tidak punya sisi menyebal-kan laki-laki, gaya seperti itu pas untuknya.

"Tapi permintaan yang ingin kau suruh padaku itu pasti karena kau sedang terdesak kan? Benar kan? Situasi di mana wanita secantik dirimu harus repot-repot mendekati laki-laki duluan kan?"

Wanita itu biasanya tidak meminta tolong pada pria duluan. Makhluk bernama perempuan itu bermanuver agar pria menyadari dan bergerak sendiri, aku belajar itu dari 'istri'-ku. Tapi anak ini malah menghampiriku duluan. Cukup bisa kutebak dia sedang punya masalah yang merepotkan.

"Haa. Ketauan sekali kan ya. Yah, mana mungkin bisa bernegosiasi dengan laki-laki yang bisa gerak sehebat itu. Pada akhirnya, berhadapan dengan raja sepertimu, aku ini paling hebat cuma bisa jadi badut ya."

"Raja? Aku?"

"Ah, kamu tadi emang raja-nya kok. Ngalahin orang yang menyusahkan semua orang lalu duduk di takhta. Benar-benar seperti dongeng. Asik melihatnya. Pertunjukan yang bagus. Fufufu."

Miran tertawa manis. Disebut raja tidak membuatku merasa tidak senang. Tapi di saat yang sama aku merasa ada yang mengganjal. Ada raja yang lebih hebat dariku. Orang yang merebut orang berharga dariku dan menghancurkan hidupku.

"Permintaannya simpel kok. Bantu aku melewati seleksi untuk masuk ke sebuah sirkel. Hanya kamu yang memenuhi syarat."

Topik yang cukup menarik muncul. Seleksi sirkel. Penilaian wajah sirkel tenis atau tes kemampuan komunikasi memang terkenal, tapi kudengar ada juga tempat lain di bidang budaya yang melakukannya untuk mengumpulkan anggota elit.

"Syarat? Sirkel apa?"

"Syaratnya simpel. Wajah, tinggi badan, dan kemampuan akting! Sirkel yang ingin aku masuki adalah sebuah kelompok teater mahasiswa antar universitas! Tes masuknya! Butuh partner untuk itu!"

"Teater!?"

Sirkel teater. Dunia yang tidak terbayangkan bagiku. 

Aku tahu mereka biasa tampil saat festival budaya atau semacamnya. Di dunia sebelumnya aku juga pernah dipaksa membeli tiketnya.

"Betul! Teater! Sebenernya audisinya perorangan, tapi ketua rombongan tahun ini, atau si ketua rombongan yang merangkap direktur artistik dan sutradara itu orangnya aneh. Dia batesin pendaftaran hanya untuk pasangan."

"Tunggu sebentar. Kalau seandainya lolos, apa aku juga harus ikut masuk?"

"Bukan gitu. Di situlah bagian merepotkannya. Seleksi kali ini emang berpasangan, tapi salah satunya harus kenalan si calon anggota, dan terbatas pada orang yang tidak ingin masuk ke rombongan teater itu, syaratnya aneh kan."

"Apa itu? Aku tidak paham maksudnya. Pihak satunya sama sekali tidak dapat keuntungan kan."

"Kata ketua rombongan tahun ini sih, aktor itu harus punya pesona sampai bisa menyiapkan satu atau dua orang yang mau membantunya tanpa bayaran, begitu katanya. Kalau dibilang begitu aku jadi tidak bisa bantah. Dunia hiburan itu intinya soal memikat orang kan? Artinya orang yang tidak punya kekuatan untuk meminta bantuan temannya tidak dibutuhin."

"Cara berpikir yang keras ya. Kelompok super serius sejati rupanya. Luar biasa. Aku paham syarat yang itu. Soal wajah, yah aku mengerti. Lebih baik bagus sekalian. Kalau tinggi badan?"

"Tinggi aku 171 cm. Terus adegan untuk seleksinya itu momen saat pria dan wanita jatuh cinta. Tinggi pasangan tentu aja harus lebih tinggi dariku. Terus saat tampil nanti aku berencana pakai high heels agar garis tubuh terlihat indah. Jadi makin penting lagi. Tinggi badanmu sekitar 180 kan?"

"Ya, tepatnya 183,1 cm."

Satu-satunya hal di mana aku bisa menang dari si pria selingkuhan mungkin hanya tinggi badan. Kudengar dari Mashiba di dunia sebelumnya, si Hagiri itu ngakunya 180 cm, tapi ukuran sebenarnya 179,9. Bukannya aku tidak bersimpati sebagai sesama pria soal bagian dia memanipulasi angka itu sih tapi menurutku bohong itu payah.

"Nah bagus! Kalau setinggi itu sih tidak masalah! Tinggi yang pas supaya keliat bagus meskipun aku berdiri di sebelah-mu pakai high heels!"

"Aku tersanjung. Tapi aku tidak bisa akting lho."

"Justru itu tidak masalah. Aku butuh 'itu' yang tadi siang! Menggertak, menipu orang, lalu memikat mereka dengan karisma! Bakat itu yang aku inginkan!"

Mata Miran berkilauan. Dibilang 'dibutuhkan' setelah melihat aksiku tadi, membuat hatiku jadi goyah. Miran tidak mengecewakan harapanku.

"Kalau dibilang sampai begitu, jadi sulit menolak ya. Tapi coba kujelaskan. Pasti ada cowok lain yang tinggi dan tampan selain aku. Kalau kau yang secantik ini meminta, pasti siapa pun mau melakukannya kan?"

Saat aku bertanya begitu, wajah Miran sedikit menjadi muram. Sepertinya masalah yang mendesak ada di sekitar sini.

"Pertama. Kalau aku yang minta, aku takut ada niat tersembunyi. aku ini cukup percaya diri dengan penampilan. Setidaknya cukup tahu kalau dari sudut pandang pria, mereka pasti menginginkanku."

"Menurutku memanfaatkan niat tersembunyi pria adalah hak istimewa wanita sih."

Pria dan wanita memang begitu kan. Wanita membuat pria melakukan sesuatu dengan daya tarik seksualnya. Pria mengharapkan imbalan. Pemandangan biasa. Tinggal ucapkan terima kasih di akhir lalu kabur saja.

"Akting orang seperti itu sama sekali tidak akan bisa menggerakkan hati orang kan! Teater itu berarti memberikan kebohongan yang indah pada penonton! Tapi aktor nggak boleh bohong pada semangatnya sendiri terhadap aktingnya! aku tidak akan mengakui keterlibatan orang selain penonton yang tertarik pada penampilanku dalam pertunjukan!"

Aku terkesan. Masuk akal. Kupikir anak ini pasti orang yang 'asli'. Tapi di dunia sebelumnya aku tidak pernah melihatnya muncul di TV. Aku juga tidak ingat pernah men-dengar soal panggung atau semacamnya. Artinya dia tidak laku sebagai aktor, atau mungkin menyerah.

"Tadi kamu dikelilingi perempuan, tapi tidak 'membawa pulang' mereka kan? Kedua gadis di sisimu itu sudah tergila-gila padamu tahu. Kalau kamu niat, kamu bisa aja membawa pulang keduanya sekaligus terus main bertiga, tapi kamu tidak melakukannya kan. Dasarnya kamu serius kan? Tipe yang meskipun bersenang-senang dan bercanda tapi tidak melewati batas. Orang seperti itu bisa dipercaya. Orang yang bisa mengendalikan diri akan memberikan pertunjukan yang bagus."

Aku hanya tidak berniat melakukan hal seperti itu saja, jadi Miran terlalu melebih-lebihkanku. Memang benar aku ingin coba bermain ala orang heboh. Tapi alasanku merebut kendali suasana tempat itu tadi adalah karena aku kesal diremehkan oleh gadis-gadis itu. Aku ingin membuat mereka tergila-gila padaku. Aku tidak mengharapkan lebih dari itu. 

Sekarang aku baru sadar. Aku ingin membuktikan bahwa aku punya kekuatan untuk diinginkan oleh wanita selain 'istri'-ku. Pria selain raja tidak akan dilirik wanita. Aku hanyalah budak korporat biasa. Roda gigi masyarakat, budak pekerja. 

Sebaliknya, pria selingkuhan yang merebut 'istri'-ku adalah presiden direktur perusahaan, pihak yang menggerak-kan masyarakat, raja yang mempekerjakan budak. Kalau tidak jadi raja, tidak bisa bersama selamanya dengan wanita yang kusuka.

"Baiklah. Aku cukup paham alasanmu memilihku. Tapi pasti ada alasan lain kan? Keributan tadi itu produk kebetulan. Tapi apakah fakta bahwa kau, Miran, melihatnya itu juga kebetulan? Kau mengamatiku terus kan hari ini?"

Aku merasa ada yang aneh dengan penjelasan Miran. Rasanya dia terlalu mengamatiku. Mungkinkah kebetulan dia melihat keributan itu lalu menghampiriku? Atau lebih masuk akal jika dia sudah mengincarmu sejak lama dan menunggu kesempatan untuk bicara. Atau mungkin dia sedang menilai apakah kemampuanku memenuhi syarat?

"Benar juga. Karena bohong pun tidak ada gunanya, jadi aku katakan saja, aku sudah mengincarmu sejak lama. Untuk memastikan lolos seleksi rombongan teater, aku harus memastikan kemampuan kamu dulu. Dan satu lagi... Kamu, hubunganmu dengan Hagiri Hiroto buruk kan. Kalau bukan orang seperti itu, aku akan sangat kesulitan."

"Hagiri katamu?"

Mendengar nama itu, tanpa sadar aku pun menatap tajam Miran.

"......!"

Miran menciut ketakutan. Aku membuatnya takut.

"Ah, maaf. Apa aku membuatmu takut? Seperti yang kau tahu, aku benci sekali orang itu. Tapi kenapa memangnya?"

"...Uuu... aa... Nnh..."

Entah kenapa Miran menggeliat. Pipinya sedikit meme-rah dan dia menunduk. Apa dia masih takut?

"Oi? Kenapa pura-pura bodoh? Kau dengar kan apa yang kubilang?"

Saat Miran mengangkat wajahnya, mata merahnya terli-hat agak basah. Itu terlihat sangat seksi. Tapi apa ini karena aku membuatnya takut sampai menangis? Tapi wajahnya tidak terlihat seperti itu? Reaksi macam apa ini sebenarnya.

"...Nn? Ah! Maaf! Jadi melamun! Eeetto ne. Sebenarnya, dulu aku ada di kelompok Hagiri. aku anggota kelompok yang semua orang sindir sebagai 『BEM』 itu."

"Haa? Kumpulan boneka kayu itu?"

"Iya iya itu. Diajak pas upacara masuk sih. Kupikir ada untungnya jadi ikut, tapi... tidak bisa mengikuti jadi keluar."

Situasinya mulai mencurigakan. Bayangan si pria seling-kuhan yang muncul di mana-mana membuatku merasakan ketidakadilan dunia ini.

Sepertinya keberadaan Hagiri Hiroto tidak bisa diabaikan bahkan tanpa memperhitungkan 'istri'-ku. Di dunia sebelum-nya, keberadaannya baru masuk ke pandanganku setelah perselingkuhan 'istri'-ku terbongkar. Makanya Hagiri yang kukenal hanya punya kesan sombong, terlalu percaya diri, dan orang yang merebut 'istri'-ku. 

Setelah perselingkuhannya terbongkar, 'istri'-ku menga-baikan Hagiri. Tidak melihatnya, tidak bicara padanya. Jadi perasaan apa yang dimiliki 'istri'-ku padanya sama sekali tidak kuketahui sampai akhir. 

Yah meskipun jawabannya sudah jelas dari fakta dia selingkuh sih. Yang pasti Hagiri adalah orang menyebalkan. Presiden direktur venture, miliarder, tampan, dan populer. Dikenal baik oleh publik sebagai filantropis. Idola masyarakat. Bisa dibilang populer di antara yang populer. 

Tapi bagaimana dia di masa ini ya? Agak tidak jelas. Di dunia sebelumnya, dia sangat terobsesi pada 'istri'-ku. Katanya dia berniat membuat kami bercerai agar dia bisa menikahinya. Apa di masa ini juga begitu? Benar-benar tidak jelas.

"Hei Miran, dari sudut pandangmu yang pernah ada di kelompok itu, Hagiri itu orang seperti apa?"

Saat aku bertanya begitu, raut wajah Miran menjadi muram. Dia memasang ekspresi yang terlihat sangat tidak senang, seperti campuran rasa jijik dan takut.

"Monster. Cuma itu yang bisa aku katakan. Awalnya aku kira dia hanya pemimpin tipe sok pintar biasa. Tapi bukan. Dia udah jelas monster."

Monster. Dilihat dari segi kemampuan memang benar begitu. Di usia muda mendirikan usaha, membangun keka-yaan sampai lebih cepat menghitung dari puncak daftar orang terkaya, bisa dibilang pahlawan ambisius. Dia juga banyak memberi sumbangan dan dihormati publik. 

Tapi setelah perselingkuhannya terbongkar, kata-kata yang dilontarkannya padaku hanya terdengar picik. Dia terus menerus mengulang bahwa 'istri'-ku adalah miliknya, bahwa merekalah yang seharusnya bersatu. Dirinya dirinya dirinya dirinya, istri istri istri istri. Entah berapa kali dia mengulang kata-kata itu. 

Meskipun sudah membangun kekayaan dan kehormatan sebesar itu, dia masih terus terobsesi pada ikatannya dengan 'istri'-ku. Benar-benar menjijikkan.

"Kelompok itu terus terang saja gila. Itu adalah kerajaan yang diciptakan oleh monster bernama Hagiri. Raja Hagiri dan banyak budak lainnya. Menurut aku sih begitu."

"Keras sekali ya. Sebutan budak itu."

Apa 'istri'-ku juga salah satu budak itu? Aku tidak tahu. Informasi yang kuketahui tentang dirinya di masa ini terbatas. Paling hanya klub atau sirkel yang diikutinya. Sisanya soal mantan-mantan pacarnya yang tidak ingin kuketahui. Paling hanya sebatas itu.

"Kumpulan boneka kayu itu memang budak kok. Semua-nya orang bodoh yang mencoba mendapatkan sisa-sisa keun-tungan dari Hagiri. aku jadi muak. Apa mahasiswa sebodoh ini ya, pikirku."

Miran mendengus dengan penghinaan yang jelas. Hanya mengingatnya saja sudah begini. Sepertinya kenangan yang sangat tidak menyenangkan. 

Tapi aku harus bertanya. Yuzuriha juga sudah masuk dalam radar Hagiri. Aku punya firasat buruk kalau aku akan kehilangan sesuatu lagi karena dia.

"Haa... Mengingatnya saja sudah bikin muak. Mereka itu benar-benar bodoh. Mahasiswa itu ada di masa moratorium. Selama masa itu, yang dicari kebanyakan orang adalah alkohol, seks, popularitas, dan uang."

"Sayangnya itu kebenaran ya. Aku tidak mau menga-kuinya, tapi mahasiswa mungkin memang hanya mencari hal seperti itu. Aku pun tidak akan menyangkalnya."

"Tapi ada batasnya. Kelompok itu tidak punya batas. Hagiri itu, dia menciptakan sistem yang mengerikan lho. Mungkin bisa disebut mesin penggerak nafsu abadi yang menggunakan boneka-boneka kayu cantik?"

Ekspresi puitis memang cocok untuk Miran. Tapi yang ingin kuketahui sekarang adalah isi spesifiknya. Miran mungkin ingin cerita tapi juga tidak mau. Dia malu pernah ada di kelompok itu.

"Miran. Kau sudah keluar kan. Jadi aku tidak akan menyamakanmu dengan apa yang dilakukan Hagiri. Aku tidak berpikir kau kaki tangannya."

Miran tersenyum dengan nada mencela diri sendiri, tapi entah kenapa terlihat tenang.

"Terima kasih. Meskipun kedengarannya seperti alasan, aku sama sekali tidak terlibat kok dalam kegiatan kelompok itu yang benar-benar gila. Tolong percaya itu ya."

"Aku percaya. Jadi ceritakanlah."

"Terima kasih. Kelompok 『BEM』 mereka itu bisa dibilang tipe campuran antara sirkel acara dan penyedia jasa kencan. Sirkel yang memancing perempuan dari universitas lain atau universitas perempuan dengan merek mahasiswa Universitas Kouto itu ada sampai busuk di universitas ini. Tapi kalau dipikir itu hal biasa aja, tidak ada yang istimewa. Cowok Kouto dan cewek dari luar sama-sama punya keuntungan makanya mereka berinteraksi antar universitas. Hagiri itu berbahaya karena dia tidak berhenti sampai di situ. Dia ngumpulin pria tampan dan wanita cantik dari Kouto terus memperkenalkan mahasiswi-mahasiswi cantik dari universitas lain, yah, kalau aku boleh bilang kasarnya, mereka itu 'disuplai'."

Sirkel antar universitas jadi ajang cari jodoh itu sudah umum, dan bukan hal buruk juga. Yah, meskipun mungkin agak rendahan kalau dibilang pada akhirnya itu adalah pertukaran antara merek universitas ternama dan penghasilan tinggi di masa depan dari pihak pria, dengan masa muda dan daya tarik seksual dari pihak wanita.

"Lalu gadis-gadis yang 'disuplai' itu bukan dipertemukan dengan mahasiswa Universitas Kouto, tapi diperkenalkan pada kalangan kaya raya yang tinggal di apartemen menara dan semacamnya."

"Oioi seriusan? Hagiri punya jaringan dengan kalangan kaya raya?"

"Sepertinya begitu. Dan itu jaringan yang luar biasa dalam. Setelah upacara masuk itu, kami pergi ke apartemen menara di Roppongi. Dekat toko apanya. Pembohong besar. Lantai atas apartemen menara itu lantai khusus VIP. Dia nyewa seluruh lantai itu. Semua orang langsung terpesona. Di sana, Hagiri sudah mendapatkan posisi raja. Lantai itu adalah properti milik seorang miliarder, tapi orang itu sepertinya sangat menyukainya Hagiri. Memberikan mobilnya, kunci apartemennya, pokoknya sangat disayang. Lewat orang itu, dia menjalankan bisnis perkenalan simpanan, memperkenal-kan mahasiswi-mahasiswi segar kepada para pengusaha muda sukses."

"Haha… Dia berlagak seperti Mucikari ya. Benar-benar... Cerita yang menjijikkan."

(TL/N : mungkin ini kata yang tepat, kayak penjaga atau pemilik wanita2 di tempat PSK atau rumah bordil gitu.)

Apa 'istri'-ku terlibat dalam bisnis seperti itu? Kalau begitu ada penjelasan kenapa hubungan Hagiri dan 'istri'-ku tidak bertahan setahun pun.

"Benar. Mucikari yang sangat menjijikkan ya. Tapi dia tidak mengancam gadis-gadis yang 'disuplai' itu. Para gadis itu pun, meskipun cuma jadi pasangan satu malam, meskipun cuma jadi teman seks, mereka bisa bermain-main dengan orang sukses kaya raya. Pasti menyenangkan sekali bagi mereka. Perempuan yang modalnya hanya masa muda tanpa bakat apa pun memang begitu."

"Pedas sekali ya."

"Aku tidak mau dianggap sama dengan mereka. aku berbeda dengan mereka. Makanya aku keluar. Tapi, peran yang diminta Hagiri pada aku bukanlah sebagai persembahan untuk orang kaya entah siapa, tapi sebagai ajudan sekaligus pengurus sang putri."

"Ajudan? Apa Hagiri memintamu jadi simpanannya?"

"Bukan, kok. Mungkin mengejutkan, tapi dia sama sekali tidak pernah meminta hal semacam itu pada gadis-gadis di dalam kelompoknya."

"Soal sang putri itu..."

"Maksudmu Igarashi-san kan. Dia diperlakukan dengan sangat hati-hati kok. Sangat berhati-hati agar tidak terlibat dalam bisnis gelap di belakang layar. Tapi memang dia sering membawanya ke mana-mana. Aku tahu karena aku juga sering diajak ikut. Ada kalangan kaya raya yang benar-benar punya kekuasaan. Saat makan bersama dengan orang-orang seperti itu, aku dan Igarashi-san ikut dibawa juga. Mungkin semacam aksesori ya? Tindakan pamer kekuasaan kalau dia bisa bawa wanita secantik kita. Tapi kalangan kaya raya yang lebih top lagi pintar membaca sinyal lawan bicara. Hagiri dengan lihai memanfaatkan kecantikan Igarashi-san sebagai senjata untuk menyelesaikan negosiasi bisnis."

Aku sudah menduga soal acara makan dengan produser TV tempo hari itu. Ternyata dia membawa-bawa 'istri'-ku untuk hal tidak berguna ya.

"Negosiasi bisnis maksudnya apa?"

"Janji untuk berinvestasi saat dia mendirikan usaha nanti ya. Lawan bicaranya sangat serius lho. Kayaknya dia punya bibit bisnis. Yah tentu aja dia tidak cerita detailnya padaku."

Di masa depan dia memang mendirikan usaha dan sukses. Tapi aku tidak tahu persis apa yang dilakukannya. Pokoknya dia kaya. Profilnya berhenti sampai di situ. Sisanya paling hanya soal dia populer di TV saat masih kuliah.

"Hagiri ajak aku untuk tampil di TV bersamanya. Dalam arti tertentu, di kelompok itu aku adalah favorit sang raja setelah Igarashi-san. Tapi aku kebetulan tau soal bisnis gelapnya, dan juga tahu sedikit skandal pribadi Hagiri. Maka-nya aku jadi takut, terus kabur dari kelompok itu."

"Tunggu sebentar. Dia punya skandal? Soal apa?"

Dari sudut pandangku, Hagiri di masa ini meskipun masih kasar, tetap terlihat seperti pria sempurna. Kalau tidak menyangkut 'istri'-ku, aku sama sekali tidak merasa bisa menang melawannya. 

Hanya saat menyangkut 'istri'-ku saja dia juga tidak tenang, makanya aku bisa mengatasinya entah bagaimana.

"Bilang pada orang lain tidak masalah sih, tapi jangan bilang kalau aku yang cerita, oke? Hagiri pasti tidak nyangka kalau Aku tahu rahasianya."

"Tidak akan kuberitahu."

"Yah, meskipun skandal ini tersebar sebagai rumor pun kurasa tidak akan ada yang percaya sih. ...Aku ini mahasiswi pengulang. Tahun lalu datang ke Tokyo, sambil ikut bimbel, aku kerja paruh waktu jadi penari di berbagai klub dan acara di Tokyo. Untuk mengasah bakat seni. Nah, ini cerita sekitar musim dingin tahun lalu. Sedikit sebelum Natal. Waktu itu aku pulang setelah jadi penari di klub Shibuya. Aku lewat depan love hotel di Dogenzaka. Terus aku lihat ada pasangan berseragam sekolah lagi bertengkar. Aku inget betul karena keduanya ganteng dan cantik. Nah, setelah bertemu Hagiri, aku baru tahu kalau cowok yang bertengkar waktu itu adalah dia. Ceweknya waktu itu… eh, kenapa kamu tutup telinga?"

Pasangan ceweknya pasti cuma 'istri'-ku kan! Jangan bercanda! Bukannya mereka baru pacaran setelah Golden Week!? Jangan-jangan maksudnya mereka resmi pacaran setelah Golden Week, tapi sudah pernah seks sebelumnya! Memangnya ini dunia eromanga murahan!? Kurang ajar!

"Anoo, ceritanya belum selesai lho?"

"Yah, tidak perlu dengar juga aku tahu. Lawan mainnya pasti cuma satu orang kan."

Aku semakin merasakan ketidakadilan. Kalau mereka sudah punya hubungan fisik bahkan sebelum masuk kuliah, obsesinya pasti lebih besar. Ikatan antara pria dan wanita yang menghabiskan sebagian besar masa muda mereka bersama seharusnya tidak mudah putus. Aku tidak mau dengar.

"Yang kamu bayangin pasti Igarashi-san kan. Tapi salah kok. Dia bukan Igarashi-san. Aku ingat kok wajah cewek pasangannya waktu itu. Dia bukan di 『BEM』, jadi mungkin dari universitas lain? Rasanya hubungan mereka masih berlanjut. Hagiri itu bisa dibilang sama sekali tidak menun-jukkan nafsu pada perempuan. Bahkan pada Igarashi-san saja, dia cuma sesekali memperlihatkan hasrat. Jadi mungkin dia melampiaskan nafsunya pada wanita itu? Cuma firasat sih."

Aku sadar diriku merasa lega karena wanita yang ber-tengkar dengan Hagiri di depan love hotel itu bukan 'istri'-ku. Karena perasaan itu aku merasakan malu, hina, dan di atas segalanya, penyesalan. 

Hatiku masih tetap hancur dan terpenjara oleh si pria selingkuhan dan 'istri'-ku. Meskipun waktu dunia kembali, hatiku belum kembali seperti semula.

"Secara pribadi itu memang skandal ya. Ri- Igarashi pasti sama sekali tidak tahu soal itu."

"Benar juga. Igarashi-san memang cuek sih, tapi bagai-mana pun juga kalau teman masa kecilnya punya hubungan badan sama perempuan lain, mana mungkin dia bisa bersikap sedekat itu dengan Hagiri. Dan juga Hagiri pasti ingin meny-embunyikannya. Karena incaran utamanya kan Igarashi-san."

Benar-benar incaran utama. Habisnya dia sampai men-desakku untuk bercerai. Serius sekali. Jangan-jangan 'istri'-ku di dunia sebelumnya mengabaikan Hagiri karena skandal ini yang jadi pemicu perpisahan pertama mereka? Lalu waktu berlalu, dia menikah denganku, merasa bosan, lalu berselin-gkuh dengan Hagiri karena dendam masa lalu, membuatnya tergila-gila lalu putus. Kalau begitu, bisa dimaklumi kenapa dia tidak bicara padanya setelah perselingkuhannya terbong-kar. 

Rasanya masuk akal. Mendekati sesuatu yang mirip ke-benaran perselingkuhan yang misterius di dunia sebelumnya, entah kenapa aku merasakan rasa lega yang aneh. Dan skandal ini bisa menjadi kartu. Ini bisa menjadi senjata ampuh saat berseteru dengannya nanti. 

Aku merasakan sudut bibirku menyeringai puas.

Miran melihat wajahku mengendur, lalu tersenyum tipis.

"Bisa tertawa mendengar urusan sirkel yang bikin tidak nyaman ini, kamu memang bisa diandalin ya. Aku jadi paham kenapa Ayashiro-san atau Kouyou-san jadi lengket padamu."

"Apa aku ada gunanya juga ya? Suatu kehormatan dipuji begitu. Ada satu hal yang ingin kutanyakan. Apa kerugian yang kau terima karena keluar dari kelompok itu?"

"Iya. Itu dia masalahnya ya. Haa, manusia itu kenapa ya begini terus... Fuuuh..."

Melihat Miran menghela napas dengan wajah muak, aku merasakan semacam rasa kasihan atau simpati padanya. Aku juga korban si pria selingkuhan, dan anak ini juga. Aku pun merasakan solidaritas.

"Apa kau diganggu oleh Hagiri?"

"Tidak kok. Pria itu pemikiran bisnisnya sudah sampai ke tulang sumsum. Dia tidak punya waktu untuk buang tenaga pada orang yang sudah kabur. Kelompok itu lebih dekat ke perusahaan daripada Mafia. Kalau bukan perusahaan hitam, biasanya kalau sudah ngundurin diri tidak akan dikejar kan?"

"Yah, itu benar juga. Kalau prioritasnya bisnis, selama rahasia tidak bocor, tidak akan mengejar orang yang sudah keluar."

"Kira-kira gitu. Tapi bagaimana menurut orang-orang yang tersisa? Kelompok itu bisa dibilang salah satu sirkel kasta teratas di universitas ini. Menjadi anggotanya saja sudah menjadi kebanggaan. Aku mungkin terlihat seperti orang yang tidak tahu berterima kasih karena sudah keluar padahal disayang oleh bosnya. Makanya gangguan dari orang selain Hagiri parah sekali. Terutama dari para gadis. Misalnya saat aku mencoba masuk sirkel teater universitas kami, aku ditolak secara halus. 『BEM』 itu mulai merangkul para kakak kelas juga."

"Eh? Sebegitu luasnya kekuatannya!?"

"Tentu aja masih banyak tempat yang melawan 『BEM』 dan mau menerimaku, seperti sirkel dansa siang tadi. Tapi tetap saja ke mana pun aku pergi bayang-bayang 『BEM』 muncul. Bahkan di jurusan yang sama pun aku tidak bisa punya teman. Semua orang takut dibenci anggota 『BEM』. Anggota 『BEM』 itu kasta teratas. Disukai oleh mereka berarti bisa menjalani kehidupan mahasiswa yang memuaskan kan. Sebaliknya ya, jadi penyendiri sepertiku. Untuk saat ini sih Keikai-senpai melindungiku, tapi dia juga kan suatu saat akan lulus. Kehidupan mahasiswa yang menyenangkan itu sulit. Bahkan ajakan minum jurusan aja aku ditolak lho… Haa... hahaha."

Tawa keringnya mengundang rasa pilu. Gadis ini sendiri sebenarnya populer, tapi sepertinya kehidupan sehari-harinya tidak begitu. Gadis ini pasti punya banyak penggemar di dalam maupun luar kampus, tapi orang-orang seperti itu hanya mendukung dari jauh dan tidak akan terlibat langsung. 

Makanya dia diperlakukan seperti panda pajangan. Ada yang senang melihat panda, tapi tidak ada yang mengajaknya makan siang atau minum bersama. Kehidupan pribadinya hancur berantakan. Keinginannya masuk kelompok teater mahasiswa antar universitas mungkin juga berarti ingin kabur dari ikatan di dalam kampus. Populer tapi kesepian. Terlalu kasihan untuk dilihat.

"Aku juga bisa dibilang mantan introvert yang mencoba debut universitas, jadi aku paham soal kehidupan yang kesepian. Biarkan aku membantumu."

"Terima kasih. Aku benar-benar tertolong... Terima kasih, terima kasih banyak!"

Aku pun memutuskan untuk membantu Miran.

Bagaimanapun juga dia terlalu kasihan. Hubungan antara orang yang keluar sirkel dan yang tersisa jadi canggung itu hal umum di universitas, tapi ada batasnya. Ini perbuatan yang tidak boleh dibiarkan. Kalau aku lari dari masalah Miran di sini, aku mungkin akan terus lari dari berbagai hal lainnya. 

Itu adalah dunia yang jauh dari masa muda gemerlap. Aku kan juga sudah membulatkan tekad.

"Yo! Kalian berdua. Udah selesai ngobrolnya?"

Terdengar suara dari atas. Keikai-senpai menjulurkan kepala dari jendela asrama laki-laki. Di punggungnya Kirin-san menempel. Soal penampilannya tidak akan kutanyakan. Miran malah wajahnya memerah melihat kemesraan mereka berdua. Terus terang aku juga malu.

"Keikai-senpai memanggilku hari ini karena alasan ini ya."

"Bu-bukan lah, salah paham lho ya! Aku cuma mau ajak kau makan pizza aja kok! Anggap aja begitu. Gyahaha!"

Yah, dia memang memanggilku tapi langsung menyeli-nap ke kamar dengan perempuan sih, terus terang menurutku persiapannya sendiri asal-asalan. Mungkin niatnya hanya sekadar memberi pemicu agar Miran bergerak sendiri. Tapi dia benar-benar orang yang baik hati ya. Aku benar-benar bersyukur sudah mendekatinya dengan trik kecil di awal.

"Aku nggak lama lagi harus cuci tangan dari sirkel atau kegiatan kampus lainnya. Aku nggak bisa melindungi kalian selamanya. Makanya kalian bangunlah hubungan dengan orang yang benar-benar baik versi kalian sendiri. Mau teman atau pacar atau apa pun, teruslah berusaha agar bisa bersama orang lain. Kalau sendirian, orang itu pasti akan hancur. Universitas itu tempat berlatih agar tidak kesepian sebelum masuk ke masyarakat. Galau lah sepuasnya wahai anak muda! Gyahahaha!"

"Kyaa~♥ Kee-kun keren banget! Ah, ngomong-ngomong kalian berdua mau makan? Kalau sisa bahan nggak apa-apa, aku bisa masakin sesuatu?"

Aku dan Miran pun saling bertatapan, lalu tertawa kecil bersama.

" "Terima kasih makanannya!!" "

Lalu aku dan Miran ditraktir doria sisa bahan pizza yang dibuat oleh Kirin-san. Enak sekali. Tapi siapa sebenarnya dia ya? Hari itu pun berlalu tanpa aku tahu siapa sebenarnya Kirin-san itu.



Trivia Singkat : Apa Asal-usul Nama Panggilan Miran?

"Ngomong-ngomong nama aslimu Misaki kan? Kenapa dipanggil Miran?"

"Miran itu nama panggung sih, tapi nama asliku, Misaki, ditulis dengan kanji 'Mi' (美 - cantik) dan 'Saki' (魁 - dari oiran/pemimpin), jadi dibacanya Misaki. Kalau cara bacanya diubah, ya bisa dibaca jadi Miran."

"Aah, begitu ya~. Gaya juga ya."

"Fufu, iya kan! Bukan cuma itu! Aku suka peran laki-laki. Miran itu di Eropa nama laki-laki lho. Tapi kalau di bahasa Jepang kedengarannya seperti nama perempuan. Itu juga sengaja!"

"Hoo. Sesuai dugaan anak Fakultas Sastra. Keren ya."

"Iya kan iya kan! Aku pasti akan jadi aktris yang tidak mempermalukan nama ini! Makanya terima kasih sudah bantu aku, Tokiwa-kun."

"Sama-sama. Ayo berjuang mulai besok!"

" "Kanpaai!!" " (bersulang)



Hari berikutnya saat istirahat makan siang. Di lapangan berumput dalam kampus, aku dan Miran membentangkan alas piknik, dan memulai latihan untuk seleksi masuk rombongan teater. Teater itu intinya kan ditonton penonton. Makanya aku memanggil mereka berdua.

"Jadi begitu, situasinya udah kupahami. Intinya kamu pengen manfaatin efek jembatan gantung pas latihan seleksi bareng cewek imut ini biar bisa naklukin dia, terus kalau beruntung bisa bawa ke kasur. Tapi karena nggak puas cuma satu lawan, kamu manggil aku biar bisa 3P threesome... maaf ya. Aku segan kalau 3P sama cewek yang lebih tinggi dariku. Minta tolong Yuzuriha saja sana."

"Siapa yang bilang begitu? Lagian apa? Apa 3P sedang tren di kalangan cewek?"

Miran juga tadi bilang 3P, apa memang lagi tren ya? Tren macam itu menyebalkan sekali...!

"Kanata-san! Aku tidak keberatan kok! Cewek ikemen di sebelah sana itu kan juga punya payudara dan dua pentil! Ayo kita hisap chuu~ chuu~ bersama Kanata-san!"

Yuzuriha yang bicara soal 3P dengan senyum lebar itu mungkin sudah tercemar oleh kegelapan kota. Gadis Satsuma yang polos sudah tiada lagi! Sedih sekali diriku!

"Kamu yang teteknya udah besar terus ngehisap tetek orang lain itu tindakan yang terlalu mewah tau!"

Sekali terinfeksi virus Ayashiro, maka tidak akan pernah sembuh lagi. Ditambah lagi virus Ayashiro itu sangat kuat jadi tidak bisa didisinfeksi dengan alkohol. Malah ada risiko jadi lebih ganas.

"A-apa... kiri kanan bersamaan!? .… Lalu setelah itu atas bawah bersamaan!? Atau depan belakang bersamaan!? Aku... ah... Nn... fuu..."

Miran menggeliat. Ah, dia sudah tidak tertolong. Virus Ayashiro sudah menyebar padanya. Kegemaran mahasiswi pada lelucon jorok itu abnormal. Laki-laki introvert ini tidak bisa mengikutinya!

"Nah. Tubuh kamu udah rileks kan? Bisa tunjukin akting untuk tugas seleksi itu?"

Ayashiro dengan santai mengembalikan pembicaraan. Dia mendesak kami berakting sambil membaca salinan naskah tugas yang diberikan sebelumnya. Yuzuriha menatap kami dengan mata penuh harap.

"Tolong tunggu sebentar. Kasihan kan kalau langsung menyuruh Tokiwa-kun. Pertama Aku akan coba perankan bagian laki-laki sendirian. Perhatikan ya!"

Miran pun berdiri di depan kami, setelah membungkuk hormat dia memerankan bagian peran laki-laki sendirian. Peran yang seharusnya kumainkan saat tampil nanti. Aktingnya benar-benar luar biasa. Pokoknya keren. Dia memerankan sosok pria ideal dengan sempurna. 

Sosok pria yang membuatku berpikir ingin jadi seperti itu. Dan aktingnya pun segera berakhir. Naskahnya pendek. Aktingnya sendiri hanya berlangsung dua-tiga menit. Tapi aku sudah cukup terharu. Dan bukan hanya aku.

"Kyaa! Keren sekali! Seperti itu! Itu! Seperti Takarazuka! Mau lihat lagi! Encore! Encore!"

Gadis Satsuma itu sudah tergila-gila pada ketampanan Miran. Tapi bukannya tidak ada encore dalam teater ya?

(TL/N : Encore itu 'lagi' atau 'sekali lagi', biasanya dipake oleh penonton pas minta ke penyanyi buat balik lagi ke panggung atau mainin satu musik lagi seabis pertunjukan utamanya abis)

"Akting tadi bagus sekali. Kalau jatuh cinta, pengennya dengan pria seperti itu. Ekspresi hebat yang langsung menangkap dan merangsang hasrat penonton kayak gitu. Kamu kaykanya bisa hidup dari teater aja ya. Malah kenapa kamu masuk universitas ini? Kamu nggak perlu kuliah kan?"

Kritik tepat khas Ayashiro itu terasa mengandung sedikit sindiran. Memang rasanya dia sudah di level bisa mencari nafkah dari situ. Akting tadi pun kalau seribu yen aku mau bayar. Kalau pertunjukan penuh, sepuluh ribu yen pun tidak masalah. Dia menyajikan hiburan yang memabukkan sampai segitunya.

"Ahaha. Syarat untuk datang ke Tokyo itu harus masuk universitas. Terus kalau mau berkarir di dunia seni, lulus dari universitas bagus itu syarat dari orang tua. Makanya aku ke sini. Kalau bisa lulus, ini gelar yang bisa dibanggain seumur hidup kan."

Cerita soal pilihan jalan hidup jadi terbatas karena urusan keluarga sering kudengar. Entah apakah Ayashiro punya pem-ikiran tersendiri soal cerita barusan, wajahnya sedikit muram.

"Oh gitu ya. Aku mengerti. Aku juga bakal bantu kamu dengan sungguh-sungguh meskipun cuma sedikit."

Mata Ayashiro menjadi serius. Kemampuannya menilai orang pasti akurat, jadi kritik atau kesan terhadap akting pun pasti tepat. Latihan ke depannya sepertinya akan sangat bermanfaat.

Akting contoh sudah ditunjukkan oleh Miran. Tinggal menirunya saja. Kemarin setelah pulang aku sudah belajar metode akting sekadarnya dari internet. Tinggal melakukan-nya saja. Aku berdiri di depan Ayashiro, Yuzuriha, dan Miran. Tatapan mereka bertiga yang entah bagaimana penuh harap menusukku bersamaan. Mungkin inilah tatapan yang dirasa-kan para aktor di atas panggung. Aku jadi cukup tegang. Tapi bagaimanapun juga, di dunia sebelumnya aku sudah melewati berbagai kesulitan sebagai orang kantoran. Tidak apa-apa, aku pasti bisa. 

Katanya kunci akting itu ada di laci emosi diri sendiri atau semacamnya. Bukan menjadi karakternya sepenuhnya, tapi mengekspresikan emosi yang dibutuhkan peran itu pada saat itu juga dengan menggunakan tubuh. Itulah akting katanya. Metode akting katanya ada berbagai aliran, jadi aku tidak tahu detailnya. Setidaknya begitulah pemahamanku. Jadi, aku membangkitkan emosi yang dibutuhkan oleh peranku, ingatan itu.

Peranku adalah pria yang bertemu wanita, lalu jatuh cinta padanya saat itu juga. Peran yang simpel. Makanya aku mengingat kejadian saat aku mulai pacaran dengan 'istri'-ku di dunia sebelumnya. Itu terjadi di bar yang kudatangi bersama rekan kerja. Aku dan rekanku minum di konter, tapi di kursi lain ada 'istri'-ku bersama para penyiar wanita lain sedang kencan kelompok dengan komedian muda yang sedang naik daun. 

Saat itu, 'istri'-ku memasang senyum basa-basi yang dingin. Wajah dingin padahal kami bertemu lagi setelah sekian lama sejak kuliah. Dan entah kenapa, saat itu tubuhku bergerak sendiri. Dan saat kusadar aku sudah menarik tangan 'istri'-ku dan keluar dari bar begitu saja.

Kalau dipikir sekarang, kenapa ya aku melakukan hal itu. Tapi saat kami berdua keluar dari bar, 'istri'-ku memang tersenyum hangat padaku. Perasaan itu jelas masih tersisa di dalam dadaku. Dan aku pun mulai berakting.


***KANATA SEDANG BERAKTING!!***


Dan akting pun selesai. Akting super pendek yang tidak sampai tiga menit. Dan selesai, aku membungkuk hormat lalu melihat wajah Ayashiro dan yang lain. Semuanya tersenyum lembut.

"Akting yang bagus kan ya! Ada kekuatan kehadiran dan keanggunan seperti aktor Broadway! Tapi, di suaranya jelek banget!"

"Itu bener sekali! Sangat keren! Seperti ada nuansa cinta tragis saat mafia Chicago jatuh cinta sama putri dari polisi rivalnya, benar-benar sangat menyayat hati! Tapi suaranya sampah ya! Ayo cari pengisi suara!"

Penilaian macam apa ini. 

Ayashiro dan Yuzuriha memujiku habis-habisan sambil mata berkaca-kaca, tapi sekaligus menghinaku. Entah kenapa aku tidak bisa terima, aku menoleh pada Miran. Dia terlihat kagum.

"Un un! Lebih bagus dari dugaanku! Aku sampai kaget! Di jamannya film bisu mungkin kamu bisa jadi level aktor legendaris? Bakat bintang ya namanya? Aktingmu agak kecil, lebih cocok untuk film daripada panggung, tapi udah lebih dari cukup! Kalau begini, kita pasti lolos seleksi! Akhirnya keberuntungan berpihak denganku juga!"

Miran juga memuji. Tapi apa? Film bisu?

"Hei hei, kalian semua? Kenapa ya kalian semua meng-hina suaraku? Hm?"

Semuanya serempak menunduk pelan. Miran berkata dengan nada agak menyesal.

"Eeetto ne. Gimana ya bilangnya. Ekspresi tubuhmu itu luar biasa! Ada kehebatan seperti besarnya kehadiran atau kekuatannya, atau ketampanan yang tidak butuh alasan, bikin deg-degan sih. Tapi suara kamu ya….. gimana ya…. entah kenapa jadi suara datar tanpa ekspresi penuh ketegangan khas laki-laki perjaka yang tidak terbiasa sama perempuan gitu... mungkin? haha..."

"Eh? Apa itu!? Suaraku sejelek itukah!?"

"Bukan jelek sih.… agak... un, sedikit saja sih... agak menjijikkan mungkin... haha..."

Miran tersenyum kering. Separag itukah? 

Saat aku sedang berpikir begitu, Ayashiro mendekatiku dan menunjukkan layar smartphone-nya.

"Jangan syok ya. Nggak usah dipikirin... Pffu~..."

Sialan, dia menahan tawa kan ya!? Lalu video aktingku mulai diputar. Dan aku mendengar suaraku saat itu.

『ANATA GA SUKI DAA!』

Menjijikkan sekali. Gemetar, terus aura keperjakaannya kuat sekali. Benar juga, saat bertemu 'istri'-ku dulu aku memang perjaka! Apa karena aku menggunakan perasaan itu makanya suaraku jadi suara perjaka!? Malah hebat kan!? Berarti aktingku berhasil dong!

"Tidak usah dipikirkan! Kanata-san kan badannya saja sudah paling mantap!"

Yuzuriha berkata begitu sambil menepuk bahuku dengan senyum aneh.

"Hentikaaan! Jangan beri penilaian seperti cewek kasihan yang diperlakukan seperti teman seks praktis begitu!"

Aku pun shock. Takut pada bakat aktingku sendiri (suara bergetar).

"Ahaha. Tapi tidak usah terlalu dipikirkan kok. Sudah diumumkan kalau akting orang yang tidak punya pengalaman akting akan jadi pertimbangan saat seleksi. Malah selain suara, levelmu udah sampai tidak perlu latihan lagi! Lupakan saja soal suara untuk sementara! Kalau begitu ayo kita coba ber-pasangan! Aku rasa langsung aja juga tidak apa-apa! Let's try! Ahaha!"

Miran melepas kuncir kudanya dan menggerai rambut-nya. Suasana tomboi yang menguar biasa langsung hilang, muncul atmosfer anggun seperti putri raja. 

Mungkin dia sudah menyegel persona 'Aku'-nya (Boku), dan beralih ke mode peran perempuan. Hebat sekali gadis ini. Apa dia bisa mengendalikan kesan abstrak seseorang seperti atmosfer atau aura? Inikah bakat aktor sejati!? Aku tidak boleh kalah! Yang berdiri di tengah panggung adalah aku!

"Tokiwa, aku kasih tau ya. Protagonis seleksi ini bukan kamu tau. Jadi berhenti lah nyaingin Misaki."

Aku ditegur Ayashiro yang mungkin sudah menebak isi hatiku. Sial. Entah sejak kapan aku jadi terbawa semangat olahraga. Aku hanyalah peran pendukung untuk membuatnya bersinar dalam seleksi ini. Harus fokus pada peranku!

"Kalau gitu, aku rekam video ya. Berjuanglah sampai aku bilang 'cut'."

"Oi tunggu sebentar. Ayashiro, kenapa kau berlagak jadi sutradanya?"

"Sekali-sekali pengen coba bilang 'cut' kan? Keren tau."

"Ini kan panggung teater ya."

Sambil mengabaikan omong kosong Ayashiro, aku dan Miran mencoba berakting langsung tanpa latihan.


***SEDANG BERAKTING!!***


Akting kami berdua selesai. Dari sisi pemeran, rasanya tidak ada bagian yang macet, tidak ada bagian yang tersendat. Kurasa kami bisa berakting dengan lancar. Tapi entah kenapa wajah kedua penonton kami terlihat masam.

"...Apa ya ini? Suara Tokiwa sih abaikan aja, tapi akting kalian berdua bagus padahal..."

"Iya ya. Suara Kanata-san sih kesampingkan dulu, tapi kalian berdua berakting dengan sangat baik. Tapi..."

Keduanya memasang wajah masam. Lalu berkata begini.

" "Bosenin." "

Penilaian pedas mereka yang tidak ada bandingannya… menghujaniku.

"Guhaa! Bosenin!? Seni peranku membosankan!? Tidak mungkiiin!?"

Miran tersungkur di tempat. Tubuhnya gemetar hebat dan wajahnya pucat pasi. Bagi seorang pemeran, mungkin dibilang membosankan adalah hal yang paling menyakitkan.

"Maaf ya. Tapi kalau boleh aku bilang jujur, akting kalian berdua itu bosenin. Susah, nggak bisa diungkapin pakai kata-kata sih. Kalian berdua sama-sama bagus, temponya juga pas. Tapi bosenin. Cuma itu yang bisa aku katakan."

Ayashiro terlihat bingung. 

Dia memasang ekspresi masam.

"...Entah kenapa ya? Begini... apa mungkin? Seperti saat suara yang kubayangkan untuk anime dari light novel atau manga favoritku berbeda dengan suara seiyuu-san nya? Bukan, bukan begitu ya... apa ya? Perbedaan? Distorsi? Uun?"

Yuzuriha melipat tangannya dan bergumam. Dia juga sepertinya tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.

"Uun. Miran. Kira-kira apa ya penyebabnya? Menurutku aktingmu tidak buruk kok?"

Aku memutar ulang video akting mereka berdua yang kurekam dan mengamatinya. Memang benar kalau dipikir-pikir entah kenapa membosankan.

Kalau mengabaikan suaraku yang jelek, akting kami berdua terlihat indah. Tapi terasa ada yang aneh.

"Entah kenapa, tapi rasanya penyebabnya ada di Misaki ya."

Ayashiro ikut mengintip video. Tangannya yang putih menutupi sosokku di layar, hanya menyisakan sosok Miran. Aktingnya indah. Akting seperti putri raja yang anggun dan cantik. Tapi memang benar.

"Ayashiro. Sepertinya kau benar. Akting Miran, entah kenapa terasa ada yang kurang. Apa ya yang kurang ini?"

Aku menoleh pada Miran yang sedang terpukul. Lalu membandingkannya dengan Miran di layar. Memang ada sesuatu yang kurang.

"Boleh pinjam videonya sebentar?"

Yuzuriha berkata begitu sambil membuat kacamatanya berkilat mencurigakan. Di tangan kanannya ada pensil. Di tangan kirinya ada kertas laporan A4. 

Dia menerima smartphone Ayashiro dariku dan meletak-kannya di atas alas piknik. Lalu dia sendiri berlutut lalu menumpu pada kedua tangan dan menatap lekat video itu. 

Rok gaun yang dipakainya agak pendek, jadi dari bela-kang lekuk pantatnya yang seksi dan celana dalam hitamnya sesekali terlihat. 

Yuzuriha memutar, menghentikan, memundurkan, mem-percepat video sambil menulis rumus matematika misterius yang bahkan aku anak teknik pun tidak paham di kertas laporannya.

"Bagus ya... Celana dalam yang keliat dari belakang gadis yang sedang berkonsentrasi. Lihat dong! Anak polos itu udah ternoda oleh kegelapan kota dan jadi pakai celana dalam hitam seksi lho! Menarik kan ya!"

Ayashiro menyeringai sambil mengintip ke dalam rok Yuzuriha. Tapi Yuzuriha sama sekali tidak sadar karena sangat fokus. Aku pun menutup mata Ayashiro dari belakang dengan kedua tanganku.

"Baik, dijaga! Penghalang super! Yang kotor dari virus Ayashiro sangat terhalang!"

"Iyan! Mau lihat! Kan aku yang milihin celana dalamnya! Aku punya hak untuk melihat tahu!"

Ayashiro bercanda sambil mencoba melepaskan tangan-ku sambil tertawa. Tentu saja tidak akan kubiarkan dia meli-hat. Aku tidak akan membiarkannya mengganggu Yuzuriha.

"Mengkuantifikasi emosi pada sumbu waktu lalu mem-plotnya. Mengubahnya menjadi vektor matriks dan mende-finisikan ulang dengan frekuensi spesifik masing-masing. Mengambil limit, menormalisasi bilangan kompleks, dan menata ulang konstanta. Jika aku buktikan dengan kontradiksi bahwa fungsi ini punya solusi... Bohong! Kontraposisinya bilangan transendental!? tidak mungkiin..."

Apa maksudnya ya? Bahasa Satsuma sulit ya.….. Tapi sepertinya dia sudah menemukan semacam jawaban. Yuzuriha pun berdiri, lalu berjalan ke arah Miran.

"Seharusnya aku sadar sejak awal kalau ini aneh. Tema yang harus diekspresikan oleh akting ini adalah 『Cinta』. Yaitu perasaan cinta itu sendiri...!"

Yuzuriha berjongkok di depan Miran dan berkata.

"Kamu, masih perawan ya!!!!"

Mendengar itu, Miran langsung mengangkat wajahnya.

"A-a-apa, tidak begitu kok! Aku itu lho! Populer banget tahu! Populer! Tidak pernah kesulitan soal cowok! Haha! Ahahaha! Sudah gituan habis-habisan! Aku kan aktris, pasti pengalamannya banyak dong! Ahaha! AHAHAAHA!"

Entah kenapa suaranya bergetar hebat. Sudah jadi maha-siswa begini, tidak punya pengalaman cinta memang cende-rung jadi hal memalukan baik bagi pria maupun perempuan.

"Mataku.…. Maaf. Mataku tidak bisa dibohongi! Rumus matematika tidak berbohong! Aku dari logika yang diturun-kan dari aktingmu, telah membuktikan bahwa jangankan pengalaman memasukkan penis pria ke vagina wanita, kamu bahkan belum pernah melakukan tindakan mencari pasangan terhadap pejantan spesies manusia pun, gadis polos perawan!"

Di ujung rumus matematika misterius di kertas laporan yang dipegang Yuzuriha yang sedang memasang tampang bangga, tertulis huruf 『Q.E.D.』.

"Hentikan! Menunjukkan rumus matematika pada Aku yang anak Sastra itu pelecehan ala Saintek tahu! Pelecehan itu! Pelecehan Saintek!"

"Jangan mengalihkan pembicaraan dan mencoba menipu! Reaksi itu justru membuktikan kalau kamu hanyalah perawan merepotkan!"

Pelecehan logika Yuzuriha parah sekali. Tapi argumen soal tidak mengenal cinta itu rasanya ada benarnya juga. Ayashiro juga sependapat, karena dia terus mengangguk-angguk. 

Apa ini akan jadi jalan keluar? .….Aku jadi cemas…..! Begitulah pikirku. 

Miran yang sedang panik karena dipojokkan, membantah meskipun sambil ketakutan.

"Lagipula kalian semua salah paham! Untuk akting yang realistis itu tidak perlu mengalami hal itu secara nyata kan! Misalnya ada peran astronot! Apa menurutmu ada orang yang benar-benar bisa pergi ke luar angkasa demi persiapan peran! Tidak ada kan! Aktor itu cukup membangun aktingnya dengan kekuatan imajinasinya sendiri! Makanya untuk akting cinta, pengalaman cinta itu sebenarnya tidak perlu! Itu sanggahan telak! Jadi itu sanggahan telak! Pengalaman itu tidak perlu! Bagiku!"

Caranya bicara cepat tanpa henti itu benar-benar menyedihkan. Tapi ke sanalah Ratu Argumen Ngawur kita, Ayashiro-sensei, melancarkan serangan lanjutan tanpa ampun.

"Tapi kenyataannya kamu nggak bisa lakuin akting itu kan. Kalau aku pinjam logikamu, itu berarti bukan karena kurang pengalaman soal cinta, tapi karena kurangnya imajinasi kan? Kurangnya imajinasi itu bukankah karena kau kurang berusaha? Dasar perawan!"

"Guhaa! Perawan!? Aku perawan!? Iyaaaaaaaaa!"

Miran-chan si Perawan Tulen pun berlutut, memegangi kepalanya. 

Ratapannya hanya mengundang rasa iba.

"Peran laki-lakimu punya atmosfer anggun itu karena kamu bau perjaka tahu. Yeee perawan! Kedengarannya indah ya! Ah, betapa cantiknya! Perawan!"

Perawan. Benar-benar kata yang kejam. Berbeda dengan 'gadis perawan', rasanya tidak ada nilainya sama sekali. Aku kan juga begitu? Di dunia sebelumnya jumlah pengalaman cuma satu orang, terus karena kembali lagi jadi tubuhku perjaka. Secara mental aku perjaka kedua. Secara fisik perjaka sejati! Entah kenapa aku jadi ingin menangis!

"Ayashiro. Tolong beri dukungan dong. Aku juga kasi-han sampai rasanya ingin menangis. Selamatkan dia."

"Eeeh? Padahal aku masih pengen goda dia tau~. Yah, okelah. Misaki, akting kamu itu kurang imajinasi soal cinta. Makanya aktingmu bosenin meskipun bagus. Nah, kamu tau harus gimana kan?"

Miran berdiri dengan lesu, wajahnya pucat.

"Aku akan segera membuang ke…. bukan, keperawanan-ku. Tokiwa-kun... 'Melakukannya' di toilet sana aja? Ahaha, ahaha... Demi akting mau bagaimana lagi..."

Simpatiku pada Miran yang berkata begitu dengan mata kosong semakin bertambah.

"Jangan gegabah gitu. Aku punya ide. Kalau pengen ningkatin imajinasi soal cinta, tinggal lakukan aja pengalaman semu. bener. Tinggal bangunkan aja 『wanita』 yang tertidur di dalam dirimu."

Ayashiro pun tersenyum buas dan ganas. Aku dan Miran bergidik melihat senyum itu.

"Cinta itu ada pola standarnya kan. Template hebat yang udah dibangun oleh para pendahulu. Itu yang bakalan kalian lakuin sekarang."

"Template cinta?"

"Betul. Game ajaib yang bisa ngubah wanita dingin yang nggak peka sekalipun terlahir kembali menjadi betina panas! Namanya adalah!

『Game Kabedon-Agokui-Sedotan   Pasangan-Minuman Energi-Deg-degan-Colek Kaki di Kampus』!"

Pasti itu game sampah. Tapi Ayashiro mulai melakukan persiapan dengan riang gembira. Dia menyuruhku dan Miran berdiri di dekat dinding kaca luar kantin mahasiswa. Lalu Ayashiro berkata sambil menyeringai.

"Tokiwa. Pertama, kabedon (hentak dinding) si perawan itu."

Aku merasa sangat enggan. Tapi tidak ada pilihan selain melakukannya. Aku melakukan kabedon pada Miran ke arah dinding kaca kantin mahasiswa.

"Bagus. Berikutnya agokui (angkat dagu)!"

Aku melakukannya seperti yang diperintahkan. Saat itu terdengar jeritan tinggi melengking para gadis dari sekitar. Mahasiswa dan staf pengajar yang lewat melihat kami.

"Di-dilihatin..."

Miran berkata dengan pipi memerah dan mata basah.

"Wajah yang bagus. Betul. Cepat bebaskan sisi betinamu. Tokiwa. Masukkan pahamu di antara paha si perawan itu!"

Aku menarik napas lalu memantapkan hati, melakukan seperti yang diperintahkan dan memasukkan pahaku di antara paha Miran.

"Ah...! Nn..."

Suara tertahan keluar dari Miran.

"Muhhaa! Rasanya seperti di antara shoujo manga dan TL (Teens' Love)! Aku mau ganti posisi!"

Yuzuriha pun memotret kami dengan smartphone-nya. Semoga ini tidak jadi sejarah kelamku ya.

"Dan kamu, perawan! Colek-colek paha Tokiwa dengan ujung jari tanganmu!"

"Eee!? Aku yang mulai!?"

"Araa!? Malu!? Bagus! Itu tandanya sisi betinamu mulai bangun! Tapi nggak boleh. Masih belum cukup! Ayo! Colek-colek! Colek-colek! Colek-colek!"

Ayashiro menyemangati dengan heboh sambil mengang-kat kedua jari telunjuknya. Miran dengan wajah merah padam mulai menyentuh pahaku dengan ujung jari tangannya.

"Muhah! Ehhh!"

Yuzuriha memotret kami dari jarak sangat dekat. Terlihat jelas kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan di wajahnya.

"Ayo Nona Perawan. Lakuin hal yang lebih memalukan lagi yaa~"

Ayashiro menyodorkan kaleng minuman energi yang sudah dipasangi sedotan pasangan ke arah kami.

"Ng-nggak mungkiin!? Kamu berniat memasukkan yang seperti itu ke mulutku!?"

Napas Miran menjadi berat. Dia menatap ujung sedotan dengan ekspresi terpana.

"Ayo gigitlah. Enak lho."

Kami pun menuruti perkataan Ayashiro dan menggigit sedotan. Lalu kami saling menatap sambil menghisapnya chuu chuu~♥.

"Uwa! Wawa! Ini sih sudah, se! Tahu! Se! Se! Seeiiiiii-iiiiiiiiiiiiiiiii!"

Dilihat secara objektif, situasi kami benar-benar tidak masuk akal. Melakukan kabedon dan agokui sambil mengait-kan kaki dan menghisap minuman energi dengan sedotan pasangan itu hukuman permainan macam apa? Tapi tatapan dari sekitar semuanya penuh gairah seolah melihat sesuatu yang erotis. Wajah Miran pun entah kenapa matanya terlihat meleleh, manis, dan basah, serta tampak berkilau.

"Nee, Aku jadi deg-degan sekali lho. Apa ini..."

"Itu karena minuman energinya kan. Pasti begitu. Bukan karena alasan lain."

Bangkitnya sisi kewanitaan karena hal begini agak terlalu gila sih. Tapi rasanya memang ada efeknya. Kami pun meminum habis minuman energi itu, lalu melepaskan diri. Miran bernapas dengan berat dan tersenyum misterius.

"Kanata-kun."

"Ah, ya."

"(Akting) Ayo lakukan~♥."

Kami pun mencoba berakting lagi. 

Ayashiro dan Yuzuriha menatap kami dengan tatapan serius. Dan hasilnya adalah.

"Luar biasa. Aroma betina yang siap jatuh cinta pada pria tercium sangat kuat lho." 



"Ini sih sudah bukan cinta lagi tapi hubungan suami istri yang sudah bercinta! Ero-ero-ero, sekali!"

Keduanya tersenyum sambil mengocehkan komentar sampah. Tapi entah kenapa kedengarannya lebih positif dari sebelumnya...

"Aktingku. Menarik?"

" "Menarik!" "

Ayashiro dan Yuzuriha menjawab dengan penuh percaya diri. Miran saat ini berhasil melampaui dinding akting dan menunjukkan ekspresi baru. Kupikir itu hal yang luar biasa. 

Meskipun aku harus tutup mata soal julukan misterius 『Mafia Kabedon』 yang akan dibisikkan orang tentangku nanti! Beginilah persiapan seleksi kami berjalan lancar.



Malam harinya, aku dan Miran sedang makan malam di kantin sambil membahas rencana akting. Saling tersenyum dan memastikan ekspektasi untuk seleksi terasa sangat menyenangkan. Kurasa ini mungkin dekat dengan suasana kebahagiaan. Tapi terdengar suara yang merobek suasana itu.

"Lho eh? Tokiwa-kun, dan Misaki juga? Yahhoo~! Lagi ngapain?"

Saat aku menoleh ke arah suara sok manis yang cuek itu, di sana berdiri 'istri'-ku mengenakan pakaian tenis. Dan di belakangnya ada si cewek tipe blak-blakan (yang kubenci) sahabat selamanya 'istri'-ku itu, dan para mahasiswa kedok-teran yang tempo hari ada di samping Hagiri saat keributan di kantin mahasiswa. Semuanya memakai pakaian tenis. Mau tidak mau kusadari wajahku jadi masam.

Sangat menyebalkan, tapi 'istri'-ku yang mengenakan pakaian tenis terlihat sangat manis. Si blak-blakan Mashiba di belakangnya juga kalau dilihat secara umum termasuk manis kan? Meskipun aku tidak berpikir begitu. 'Istri'-ku mendekat ke meja kami sambil tersenyum ceria.

"Aku kaget! Ternyata kalian berdua temenan ya! Itu jangan-jangan laporan? Lagi belajar bareng?"

'Istri'-ku melirik sekilas laporan kami. Tapi tampaknya tidak tertarik. Jujur aku lega.

"A, aah. Yah, aku baru kenal Miran belum lama ini. Ya benar. Kami belajar bersama. Ahaha!"

"U, un! Iya! Haha. Kami lumayan cocok sih! Ahaha!"

Aku dan Miran tertawa canggung. Situasi ini, pasti si pria selingkuhan ada di dekat sini! Aku dan Miran melihat sekeliling dengan gelisah.

"Aa! Jangan-jangan kalian berdua cari Hiroto!? Mouu! Aku dan Hiroto memang teman masa kecil tapi nggak selalu bersama kok! Aku kesinggung lo kalau dianggap satu paket!"

Dia marah merajuk. Tapi biasanya Hagiri selalu ada di sampingnya. Wajar kalau berpikir hari ini pun ada. Tapi sepertinya dia benar-benar tidak ada di sini sekarang. Malah jadi penasaran kenapa dia tidak ada. Kalau ada bikin kesal, tapi kalau tidak ada malah jadi cemas, super menyebalkan.

"Oh gitu. Hagiri-kun tidak ada ya... Ngomong-ngomong bajumu imut ya! Habis main tenis?"

Miran, berbeda denganku, tampaknya merasa lega karena Hagiri tidak ada. Dia melempar topik pada 'istri'-ku dengan senyum ceria.

"Iya bener! Aku juga masuk sirkel tenis tau! Tadi sampai barusan aku begini, mukulin bola terus-terusan! Tahu nggak!? Kalau memukul di sisi kiri, pegangnya pakai dua tangan loh!"

'Istri'-ku mengayun-ayunkan kedua tangannya. Terus terang itu tidak terlihat seperti ayunan tenis tapi seperti baseball dan terlihat lucu. Tapi karena dia cantik, sayangnya terlihat manis. Ditambah lagi rok pendeknya sedikit terangkat memperlihatkan legging pendek (spats) yang dipakainya di dalam. 

Meskipun tahu itu spats, naluri laki-laki yang otomatis mengikuti dengan mata ini kubenci. Para mahasiswa kedok-teran itu juga sama sepertiku, tatapan mereka tertuju pada pantatnya 'istri'-ku. Untung pakai spats ya, seriusan!

"Yah, soal pukulan dua tangan sih aku tahu. Ngomong-ngomong... Igarashi-san."

"Eeh! Kan udah kubilang panggil aja Ririse! Terus aku ingin dipanggil pakai '-chan' sama cewek tipe ikemen seperti Misaki! Ahaha!"

"...Ririse-chan. Orang-orang di belakang itu teman satu sirkelmu kan? Apa kamu tidak membuat mereka menunggu?"

"Un? Ah! Iya ya! Bener juga! Sekalian aja kalian berdua ikut sirkel tenis kami yuk! Semuanya baik dan akrab lho! Makanya Tokiwa-kun yang pemalu pun pasti bisa cepat akrab! Ufufu."

Uwaah, pembicaraannya langsung loncat ya, seperti biasa. Lagipula, dia benar-benar tidak mendengarkan ya. Padahal Miran sudah dengan halus mencoba menyuruhnya kembali ke kelompoknya, tapi sama sekali tidak mengerti. 'Istri'-ku ini pasti tipe gadis yang kalau disuguhi bubuzuke (teh di atas nasi - isyarat halus untuk pulang di Kyoto) malah tanpa malu minta tambah! Tapi aku tidak pernah pergi bersamanya ke Kyoto sih! Lagipula tatapan tidak enak dari gerombolan di belakang itu yang mengarah padaku benar-benar membuatku merasa tidak nyaman. 

'Istri'-ku datang ke sini itu bukan salahku tahu. Kuharap gerombolan yang berkeliaran di dekat 'istri'-ku demi mencari kesempatan itu mengerti hal itu.

"Lagipula, jangankan aku, Miran pun tidak bisa masuk sirkel tenismu itu."

Aku tahu sirkel tenis yang dia masuki di tahun pertama. Si pria selingkuhan juga anggota di sana. Kudengar 'istri'-ku langsung berhenti dari sirkel itu begitu putus dengan si pria selingkuhan. Dan sayangnya, aku tidak punya kualifikasi untuk masuk ke sana.

"...Eh? Kenapa? Masuk aja dong! Hiroto juga bilang kalau mahasiswa itu semuanya pasti main tenis! Lagipula banyak juga kok cewek dari universitas lain! Cewek aja berani masuk, jangan-jangan Tokiwa-kun takut?"

"Bukan takut, aku bicara fakta. Sirkel tenismu itu sirkel Fakultas Kedokteran. Makanya aku dari fakultas lain tidak bisa masuk."

Di Universitas Kouto sirkel tenis ada banyak sekali. Ada yang isinya anak gaul, ada yang seperti sirkel minum-minum, ada yang seperti klub olahraga serius, ada juga yang main tenisnya santai. Sejauh ini aku, Ayashiro, dan Yuzuriha sedang berunding untuk masuk ke sirkel yang santai. Aku juga berencana mengajak Miran.

"Aku juga beda fakultas tapi?"

Di antara sirkel tenis universitas kami, ada satu sirkel yang mungkin berlebihan kalau dibilang punya reputasi buruk, tapi banyak mahasiswa membencinya atau lebih tepatnya iri pada sirkel itu. Yaitu sirkel tenis yang berpusat di Fakultas Kedokteran tempat 'istri'-ku bergabung. Alasannya karena.

"Kalau perempuan boleh. Lagian, perempuan Kouto jarang masuk ke tempatmu itu, atau lebih tepatnya hampir tidak bisa masuk sih. Cowok di tempatmu itu dari Fakultas Kedokteran Kouto, ceweknya cuma dari universitas lain saja. Secara aturan mungkin bukan berarti mahasiswa pria selain dari kedokteran tidak bisa masuk, tapi itu mirip mustahil. Mahasiswa fakultas lain statusnya tidak cukup tinggi untuk bisa gabung dengan anak kedokteran kan. Paham? Perempuan Kouto yang ada di sana sepertimu atau si sahabat selamanya di belakangmu itu juga karena mukanya cantik. Hagiri tidak menjelaskan dengan benar kan? Paling hanya bilang 'di sini bisa main tenis dengan tenang' atau semacamnya kan? Bodoh sekali. Semuanya main tenis dengan akrab? Ini bukan sirkel seperti itu. Benar-benar konyol."

Sirkel tenis Fakultas Kedokteran. 

Selain itu, klub olahraga atau sirkel budaya pun banyak yang ada secara independen khusus untuk Fakultas Kedok-teran. Karena jadwal kuliah dan lama masa studi Fakultas Kedokteran berbeda dari fakultas lain. Kenyataannya mereka memang harus belajar jauh lebih lama dibanding fakultas lain, jadi tidak bisa melakukan kegiatan sirkel dengan cara yang sama, tapi tetap saja ada hal yang menurutku aneh. 

Manajer perempuan klub olahraga Fakultas Kedokteran semuanya cantik dari universitas lain, bahkan bisa jadi jumlahnya lebih banyak dari anggota pria. Sirkel juga begitu. Pemandangan yang tidak bisa dipercaya oleh para pria di dunia mungkin terbentang di sana. Kanan kiri depan belakang isinya hanya sirkel penuh perempuan cantik dan manis, itulah Fakultas Kedokteran Universitas Kouto. Para perempuannya semua cantik dan manis dari universitas lain. Semuanya ingin pacaran dengan mahasiswa kedokteran Kouto yang meru-pakan calon dokter super elit di masa depan, dan mengincar pernikahan. Aku sudah muak dengan dunia ini! Yang ada hanya ego mentah! Apa mereka binatang!?

"...Oh... gitu ya..."

Akhirnya kepala cueknya 'istri'-ku yang lambat paham itu sepertinya mengerti situasinya. Raut wajahnya sedikit pucat. Pasti dia hanya dijelaskan oleh si pria selingkuhan untuk masuk sirkel tenis ini agar bisa menghabiskan waktu bersama sebanyak mungkin. 'Istri'-ku memang ada sisi yang agak naif dan tidak membumi. Saat awal kami pacaran di dunia sebelumnya, dia memang ada sisi dingin dan sinis, tapi pada dasarnya dia baik hati, dan tipe polos yang cuek.

"Hei. Aku udah dengar dari tadi, kamu pikir kamu siapa? Kenapa kamu bilang hal yang bikin nggak nyaman begitu? Jangan-jangan kamu pikir kamu keren kalau bersikap dingin?"

Mashiba, yang mengaku sebagai cewek tipe blak-blakan, mendekat ke samping 'istri'-ku dan mulai menatapku tajam. Makanya aku juga jadi memasang wajah masam. Miran yang duduk di sebelahku juga menatap Mashiba dengan tidak senang. 

Tapi anehnya dia langsung berhenti menatap, lalu melebarkan mata sambil memiringkan kepala melihat wajah Mashiba. Miran memasang wajah agak curiga. Aku penasaran sih, tapi saat ini Mashiba di depanku lebih menyebalkan. Aku berkata dengan suara sedingin mungkin.

"Apa maksudmu? Aku cuma menjelaskan alasan kenapa aku tidak bisa masuk sirkel kalian saja kan?"

"Sikapmu yang begitu itu norak tahu?"

"Bisa tidak kau berhenti pakai kata-kata tidak jelas? Kalau kau itu anak Saintek, tunjukkan letak masalahku secara logis! Kalau begitu akan kudengarkan sebanyak apa pun. Ya, sebanyak apa pun."

(Ck) Mashiba mendecakkan lidahnya padaku. 

Dia terang-terangan menunjukkan rasa kesalnya dan mengintimidasiku. Orang ini benar-benar anak Saintek tapi tidak ada logikanya sama sekali. 

Mungkin saja dia masuk Saintek hanya karena ingin bersama teman-temannya, Hagiri dan 'istri'-ku. Hebat sih bisa mengikuti pelajarannya, tapi terus terang, benar-benar bodoh.

"Tomoe. Berhenti mendecakkan lidah."

'Istri'-ku bergumam begitu dengan suara agak dingin.

"Tapi cowok ini ngeremehin semua orang tau!? Bikin kesel kan! Kalau ada keluhan, masuk aja lagi ke Fakultas Kedokteran! Pasti dia cuma iri aja sama Fakultas Kedokteran! Karena mau gimanapun juga nggak akan bisa menang lawan Hiro dari Kedokteran!"

Soal status standar nilai Fakultas Kedokteran sih yah, dibilang iri ya iri. Tapi karena aku dulu ingin masuk univer-sitas seni, aku tidak peduli soal ingin jadi dokter atau apa.

"Tomoe. Jangan teriak-teriak. Aku itu. Nggak suka yang begitu."

"Eh? Riri, aku kan..."

"Aku bilang aku nggak suka."

"U...!"

Melihat sosok 'istri'-ku yang menatap Mashiba dengan wajah dingin seperti topeng Noh, entah kenapa aku merasakan rasa kasihan. Mashiba tampak sedikit takut melihat kondisi 'istri'-ku itu. Aku kadang pernah melihat wajah ini. Saat dia benar-benar tidak suka, 'istri'-ku tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan hanya memasang wajah dingin. Aku benci sekali melihat wajah itu.

"Hei. Mashiba. Aku juga tadi agak kelewatan. Jadi ayo kita hentikan pertengkaran ini."

"...Baiklah. Riri juga lagi kesal, jadi aku maafkan ucapan kasarmu."

Aku kesal dengan sikap sok atasannya yang tidak perlu, tapi aku ingin mengakhirinya di sini. Aku tidak mau panas lebih dari ini.

"Ayo kita pergi saja, Riri."

"...Kalian duluan saja. Aku masih ingin ngobrol sebentar dengan Tokiwa-kun dan yang lain."

"Tapi..."

"Tomoe duluan aja. Cuma sebentar kok."

'Istri'-ku berkata begitu tanpa menatap Mashiba. 

Yang ada di sana adalah penolakan yang jelas. Mashiba mengangguk dengan wajah seperti syok, lalu berjalan menuju meja yang jauh bersama para mahasiswa kedokteran.

"Maaf ya. Tokiwa-kun. Misaki juga maaf."

'Istri'-ku meminta maaf pada kami dengan canggung. Pada dasarnya dia anak seperti ini. Punya sisi baik hati. Yah, setidaknya dulu begitu. Sampai dia mengkhianatiku...

"Tidak apa-apa. Santai saja. Aku tidak masalah kok."

"Aku juga tidak masalah. Ini bukan salah Ririse-chan kan, jadi jangan dipikirin."

'Istri'-ku mengangguk lemah mendengar kata-kata kami.

"Terima kasih banyak ya kalian berdua. .….Anu. Maaf sudah merepotkan.…. tapi aku benar-benar ingin main tenis bersama kalian berdua..."

'Istri'-ku tersenyum sedih dengan mata sedikit berkaca-kaca. Lalu dia segera pergi dari dekat kami dan kembali ke tempat Mashiba dan yang lain.

"Nee, Tokiwa-kun. Boleh aku tanya satu hal?"

Miran membuka mulutnya dengan nada agak berat.

"Apa?"

"Hagiri dan Igarashi-san. Siapa yang dominan dan siapa yang pengikut ya?"

Pertanyaan itu terasa punya banyak makna berlapis.

"Aku berpikir begini. Jangan-jangan Igarashi-san itu wanita jahat langka? Yang memutarbalikkan dan menghan-curkan hidup orang lain dengan pesonanya. Seperti monster perwujudan wanita beracun. Aku tidak bisa tidak berpikir gitu tentangnya."

"Wanita beracun..."

"Kadang aku bahkan berpikir jangan-jangan semua yang dilakukan Hagiri itu sebenarnya dia yang mengendalikan semuanya. Aku melihatnya sendiri di sampingnya bagaimana hanya dengan senyumnya saja, banyak penguasa, semuanya terpikat. Makanya mungkin kan ya? Kadang Hagiri terlihat kewalahan menghadapinya. Rasanya mau gila. Tidak masuk akal. Benar-benar menjijikkan. Mereka berdua itu...!"

Wajah Miran menjadi tidak nyaman. Ekspresi seperti menahan sesuatu. Apa dia sebegitu takutnya pada 'istri'-ku. 

Yah, hidupku juga sudah dihancurkan olehnya. 

Sebenarnya siapa yang memulai perselingkuhan? Siapa yang dominan, siapa yang pengikut?

"Miran. Kalau ada yang kau pendam, katakan saja. Aku sudah memutuskan untuk memihakmu."

Aku pun mengelus punggung Miran. Menurutku ini cara terbaik untuk orang yang ketakutan. Ekspresi wajah Miran melunak lembut.

"Terima kasih.… Sepertinya, kalau ke kamu…. aku bisa cerita ya. ...Aku baru sadar tadi. Gadis yang ada di samping Igarashi-san tadi. Dialah perempuan yang bertengkar dengan Hagiri di depan love hotel itu!"

"Haaa? Oioioi. Eh? Kau serius...!"

"Un. Si Mashiba itu tidak pernah muncul di 『BEM』 makanya sampai hari ini aku tidak tahu. Melihat kondisinya tadi, sepertinya dia sangat akrab ya dengan Igarashi-san dan Hagiri. Supaya tidak ketahuan, Hagiri tidak memasukkan Mashiba ke 『BEM』. Perempuan yang menyedihkan bukan! Berlagak jadi sahabat dari wanita incaran utama pria yang menidurinya! Menjijikkan! Semuanya! Tidak ada orang waras di dekat pria itu!"

Miran benar-benar membenci Hagiri dan kelompoknya. Aku pun setelah mendengar cerita tadi jadi semakin benci Mashiba. Melihat kondisi 'istri'-ku tadi, dia pasti tidak sadar soal hubungan badan antara Mashiba dan Hagiri. Mungkinkah itu alasan perpisahan 'istri'-ku dan Hagiri di dunia sebelumnya? Entah kenapa lingkungan sekitar 'istri'-ku terlalu mencuri-gakan. Meskipun aku sudah menikahinya, pada akhirnya aku tidak mengerti soal 'istri'-ku sampai akhir, dan bahkan seka-rang setelah memulai awal yang baru pun aku tidak mengerti.

"Miran. Keputusanmu kabur itu sudah benar. Hanya itu yang kutahu. Terima kasih sudah datang padaku."

Tanpa sadar aku mengucapkan terima kasih pada Miran. Banyak sekali hal yang tidak jelas. Tapi yang pasti, kedata-ngan Miran padaku adalah hal yang baik bagiku. 

Berbeda dengan Hagiri atau 'istri'-ku yang ada di dalam kabut gelap yang samar dan tidak berbentuk. Mengetahui ada orang seperti itu di sampingku sekarang membuatku merasa sangat bahagia.

"Fufu, ahaha. Kamu malah yang berterima kasih padaku? Fufufu."

"Aah, tentu saja. Sejak Miran datang, kehidupanku jadi lebih menyenangkan. Ayashiro dan Yuzuriha pun juga pasti senang. Jadi terima kasih sudah datang."

Ayashiro, Yuzuriha, dan Miran memberitahuku bahwa orang bisa terhubung dengan benar. Bukan saling membenci dan menyakiti, tapi bisa saling menyayangi dan tertawa bersama. Aku bersyukur bisa kembali ke masa ini.

"Gitu ya! Ahaha! Oh begitu ya! Mouu! Fufufu."

Miran tersenyum lembut. Lalu dia segera menghabiskan makanannya, dan berdiri membawa nampan.

"Rasanya wajahku jadi terlalu malu untuk dilihat kamu. Aku permisi duluan ya."

"Ou, sampai nanti."

"Un. Seleksinya, tunggu aja ya."

Dia memunggungiku dan berjalan pergi dengan langkah ringan. Terlihat telinga Miran sedikit memerah. Aku pun jadi sangat tidak sabar untuk bertemu dengannya lagi.


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment



close