NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Guuzen Tasuketa Bishoujo ga Naze ka Ore ni Natsuite Shimatta ken ni Tsuite Volume 2 Chapter 5

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 5

Rencana Menikmati Liburan Musim Panas


Hari terakhir bulan Juli. 


Aku meletakkan pena dan menutup buku latihan soal. Itu bukan berarti aku menyerah, melainkan benar-benar menandakan berakhirnya semuanya. Sesuai rencana, PR sudah selesai dibereskan.


"Kerja bagus. Kamu sudah berusaha dengan baik."


"Kamu juga, Mikami-san. Terima kasih atas usahanya."


Target yang kami tetapkan berdua adalah tidak menyisakan musuh bernama "PR" hingga bulan Agustus. Dengan kata lain, menuntaskan-nya sepenuhnya dalam bulan Juli. Dan itu akhirnya berhasil kami capai.


Sambil memutar-mutarkan bahu yang kaku karena terlalu lama menghadap meja, aku mulai merapikan catatan, buku soal, dan lembar-lembar tugas. Karena ini PR liburan musim panas, jumlahnya memang cukup banyak. Namun, pada dasarnya itu hanyalah semacam pengulangan materi semester pertama, jadi kalau mengikuti pelajaran dengan baik, tidaklah terlalu sulit.


Karena itu, musuh terbesar sebenarnya adalah diri sendiri. Di luar lingkungan sekolah—tempat yang memang ditujukan untuk belajar—bagaimana menahan diri, tidak bermalas-malasan, dan tetap fokus, itulah yang paling penting.


Dalam hal itu, Mikami-san… benar-benar terlalu bebas. Bisa dibilang emosinya sangat naik turun. Perbedaan antara saat dia tenang dan saat tidak, terlalu ekstrem hingga terlihat seperti orang yang berbeda. Meski PR-nya berjalan lebih cepat dariku, dia bisa tiba-tiba kesal karena tugasnya terlalu banyak dan jadi tidak bersemangat. Untuk menghilangkan rasa kesal itu, dia sering menyeretku ikut serta dalam waktu "refreshing" yang panjang.


Setelah selesai, dia kembali bersemangat menyelesaikan PR dengan penuh kepuasan, dan pada akhirnya selalu menuntut sesuatu dengan dalih "hadiah karena sudah berusaha."


Mendampingi Mikami-san mengerjakan PR sambil memanjakannya seperti itu benar-benar semacam multitasking. Tapi kurasa itu juga jadi waktu istirahat yang baik untukku, dan di sisi lain aku pun banyak terbantu olehnya. Hasilnya, karena akhirnya bisa selesai dengan baik, rasanya memang benar pepatah "akhir yang baik menyelesaikan segalanya."


"Kirishima-san yang banyak memberi hadiah membuat PR-ku jadi sangat lancar. Terima kasih banyak."


"Tidak apa-apa. Itu juga jadi penyegaran yang baik bagiku."


"Tapi… PR-nya sudah selesai…"


"Itu kan hal yang bagus? Kenapa malah kelihatan kecewa begitu?"


"Uuh… sekarang aku tidak punya alasan lagi untuk meminta hadiah dengan dalih 'karena berusaha mengerjakan PR.' Lalu, apa yang bisa kupakai sebagai alasan untuk mendapat hadiah selanjutnya?"


Padahal seharusnya dia bahagia karena sudah menuntaskan PR, tapi ekspresi Mikami-san malah murung. Alasannya… ya, memang sangat khas dirinya. 


Memang benar, PR adalah sesuatu yang bisa diselesaikan kalau dikerjakan. Progresnya pun jelas terlihat, jadi mudah dijadikan patokan. Dalam arti itu, Mikami-san memang gampang menggunakan PR sebagai alasan untuk meminta hadiah, dan aku pun jadi sulit menolaknya. Namun kupikir, Mikami-san sebenarnya selalu berusaha. Dia mengurus pekerjaan rumah sehari-hari, memasak makanan enak, dan banyak sekali mendukungku dalam kehidupan sehari-hari. …Seperti seorang istri, mungkin?


"Mikami-san selalu berusaha, jadi hadiah itu tidak butuh alasan khusus."


Meski disebut hadiah, sebenarnya bukan hal yang istimewa. Minta dielus kepalanya. Minta dipeluk. Minta mencium bauku. Minta baju yang sedang kupakai. Minta aku jadi sandaran. Minta tidur di sampingnya. Minta rambutnya dicuci. Minta rambutnya dikeringkan. Minta dipijat. Dan seterusnya…tunggu… apa itu sebenarnya cukup istimewa juga?


Yah… bagaimana pun juga sudah terlambat untuk menyadarinya. Normaku sudah sejak lama dipelintir oleh Mikami-san. Bahkan kalaupun aku sadar dan ingin meluruskannya, dia pasti akan mendidikku lagi sampai kembali seperti semula. Jadi kupikir, tidak apa-apa juga kalau aku tetap biarkan saja dalam keadaan "mati rasa."


Karena itu, meski disebut hadiah, sebenarnya tidak berbeda jauh dengan biasanya. Dengan kata lain, walaupun tidak ada alasan berupa PR, Mikami-san tetap akan menuntutnya, dan aku pasti akan menuruti. Artinya, meski PR sudah selesai, sebenarnya Mikami-san tidak perlu khawatir sama sekali.


"Meski tidak mengerjakan PR pun, aku masih akan dapat hadiah…?"


"Kalau begitu, tidak akan kuberikan."


"Itu tindakan kejam yang sama sekali tidak bisa dimaafkan. Penyiksaan itu tidak baik, Kirishima-san."

"Kalau begitu, aku harus bagaimana?"


"Berikan aku hadiah."


"Tuh kan, akhirnya begitu juga."


Percakapan sia-sia itu sudah cukup menggambarkan segalanya. Mikami-san melompat-lompat di sekitarku yang sedang beres-beres sambil mengintip ke arahku. Dia khawatir tidak bisa lagi meminta hadiah, padahal menyerah pada hadiah sama sekali bukan pilihan baginya. Ekspresi cemberutnya benar-benar cocok dengannya. Anak ini memang pintar sekali merengek minta sesuatu…


"Akan kuberi hadiah seperti biasa, jadi tenanglah. Aku tidak bisa beres-beres kalau kamu terus begitu."


Mikami-san menghalangi jalanku sambil bergerak kesana kemari, seolah hanya ingin terus ada dalam pandanganku. Benar-benar mirip kucing dalam video, yang mondar-mandir di kaki pemiliknya dan menempel terus.


Hal seperti itu, meski awalnya berniat menahan diri untuk tidak menyentuh, pada akhirnya luluh juga karena terlalu menggemaskan dan akhirnya mengelus. Setelah sekali mengelus, semuanya berakhir—terpesona, jatuh hati, dan akhirnya memutuskan untuk merawatnya.

Dengan kata lain…


"Hehe, hehehehe. Lagi… lebih banyak lagi…"


Waktu yang kubutuhkan untuk menyerah hanyalah dua detik. Tanpa sadar, tanganku sudah terulur ke kepala Mikami-san, mengelusnya dengan lembut. Menggemaskan sekali. Rasanya ingin melindunginya.


Ya, meski kami memang sudah tinggal bersama.


"Hei, aku mau bereskan ini dulu, jadi tolong diam sebentar, ya."


"Tidak mau."


"Begitu ya. Jadi kamu tidak mau, huh…"


Yah… sepertinya memang salahku. Aku sendiri yang sudah lebih dulu mengelus kepalanya. Kalau sudah begini, tidak ada pilihan lain… sepertinya aku hanya bisa terus memanjakan kucing hitam menggemaskan ini sampai dia puas.



Agustus pun tiba. Rasanya begitu segar dan lega.


Karena musuh bernama PR liburan musim panas telah berhasil ditaklukkan sepenuhnya, sisanya bisa kuhabiskan untuk bermain habis-habisan bersama Kirishima-san. Berkat bantuannya dalam menaklukkan PR lebih awal, barulah sekarang ini terasa sebagai liburan musim panas yang sebenarnya. Hatiku jadi berdebar-debar penuh semangat.


Tentu saja aku ingin kencan biasa juga, tetapi karena ini liburan panjang, sebaiknya diutamakan hal-hal yang hanya bisa dilakukan saat liburan seperti ini. Aku ingin pergi ke laut, juga ingin berlibur. Bahkan, bagaimana kalau sekaligus memesan penginapan di pemandian air panas dekat laut dan menginap beberapa malam di sana…?


"Oh, majalah wisata ya?"


"Ya. Mulai sekarang ini baru bagian serunya."


Di atas meja terhampar majalah wisata. Kirishima-san juga mengambilnya, membolak-balik halamannya sambil melihat-lihat. Di sampulnya terlihat tulisan tentang luar negeri. Apa Kirishima-san 

tertarik dengan perjalanan ke luar negeri? Tentu aku juga tertarik.


"Hawaii sepertinya bagus, ya~. Bagaimana kalau dua bulan?"


"…Liburan musim panas akan berakhir, tahu?"


"Aku siap kok kalau harus cuti sekolah."


"Jangan. Tidak akan ada perjalanan sepanjang itu. Lagi pula kita tidak punya uang sebanyak itu."


"…Pelit."


"Meski kau mengatakannya dengan manis, tetap saja tidak mungkin."


Ugh… jadi tidak bisa ya.


Ya, sebenarnya aku juga tidak berniat sampai sejauh itu. Akan repot kalau baru mulai hidup sendiri tapi nilainya menurun atau jadi sering bolos sekolah.


Soal itu aku cukup tahu diri. Tapi, tetap saja, aku ingin dia lebih sering memanggilku manis. Bahkan kuusulkan saja agar ia mengulangi-nya tak terbatas kali.


"Kalau Kirishima-san, ada tempat yang ingin didatangi?"


"Kalau itu tempat yang Mikami-san ingin kunjungi, di mana pun tidak masalah."


"Begitu ya. Aku ingin pergi ke laut, tapi boleh agak jauh sedikit?"


"Agak jauh? Tidak masalah, tapi memang ada alasan khusus?"


"Yah, kalau terlalu dekat, kemungkinan bertemu teman sekelas jadi 

lebih besar. Sebenarnya bagiku tidak masalah, tapi mungkin tidak begitu bagi Kirishima-san, jadi untuk berjaga-jaga. Atau… tidak masalah bagimu?"


"Tentu saja sangat masalah. Terima kasih atas pertimbangannya."


"Mufuu~ kalau begitu, rasa terima kasih itu harus ditunjukkan dengan tindakan, ya."


Memang benar aku memikirkan Kirishima-san, tapi jujur saja, ini juga demi diriku sendiri. Di kelasku pun ada beberapa yang bercerita ingin pergi ke laut bersama teman-teman. Maklum saja, ini musim panas. 


Berkat orang tuaku, aku bisa hidup sedikit lebih nyaman dibanding rata-rata anak SMA. Karena itu, meski pergi berlibur saat liburan musim panas, aku tidak terlalu pusing soal biaya. Namun, kalau hanya mengandalkan uang saku biasa, tentu sebagian besar liburan dilakukan di tempat-tempat yang dekat karena harus memperhitungkan biaya transportasi juga. Dengan kata lain, semakin dekat tempatnya, semakin besar pula kemungkinan bertemu teman sekelas atau anak-anak satu angkatan. 


Tadi aku bilang bagiku tidak masalah, tapi sebenarnya itu juga masalah bagiku. Waktu tenangku bersama Kirishima-san sebisa mungkin tidak boleh terganggu. 


Jadi, pada akhirnya ini juga demi diriku sendiri. Tapi karena aku sudah memberi pertimbangan padanya, aku tentu ingin dihargai. Jadi, kurasa aku akan menuntut paket lengkap dimanjakan sebagai balasannya. Jadi, berhentilah memainkan ponsel itu, dan sebaiknya mainkan aku.


"Tolong perhatikan aku juga."


"Ah, maaf. Ini ada pesan dari ibu."

"Oh, ibu Kirishima-san rupanya."


Kalau begitu tidak apa-apa. Aku bisa diperhatikan setelah itu. 


Ngomong-ngomong, sepertinya ini pertama kalinya topik keluarganya muncul. Kirishima-san adalah tipe orang yang tidak menceritakan tentang dirinya kecuali ditanya. Soal keluarga pun termasuk hal pribadi, jadi aku tidak pernah menanyakannya secara langsung. Tapi ini kesempatan bagus untuk tahu sedikit tentang keluarganya.


"Ngomong-ngomong, Kirishima-san, apa kamu tidak pulang kampung saat liburan musim panas ini?"


"Sebenarnya aku berencana pulang sekitar awal Agustus, tapi karena ada seseorang yang tiba-tiba datang menginap, jadi aku batalkan tahun ini."


"U-uh, maaf…"


"Hahaha, bukan maksudku menyalahkanmu. Justru berkat Mikami-san, liburan musim panas kali ini akan jadi sibuk. Jadi, kebetulan saja aku punya alasan untuk menolak, bagus malah."


"Kalau begitu, syukurlah…"


Memang benar aku tiba-tiba datang begitu liburan dimulai tanpa memikirkan jadwal Kirishima-san. Tapi dia malah tersenyum dan mengusap kepalaku.


"Tapi ya, meski tidak pulang, mereka tetap ingin melihat keadaanku. Jadi, mendadak memang, tapi bisa tidak kau kosongkan tanggal 5 Agustus?"


"Baiklah. Aku tidak akan mengganggu kebersamaan keluarga kalian."


Keluarga Kirishima-san datang ke sini…


Selama ini tidak pernah ada tanda-tanda seperti itu, jadi mungkin memang sudah lama mereka tidak berkumpul. Rasanya jadi hangat melihatnya.


"Sebenarnya aku tidak perlu repot-repot didatangi… lagipula aku sudah SMA, bukan usia yang pantas lagi untuk dirayakan ulang tahunnya."


"Itu tidak benar. Ulang tahun itu, kapan pun… eh?"


"Ada apa? Wajahmu seperti merpati… apa namanya ya? Gatling? Seperti baru saja menelan itu."


"Yang benar itu meriam Gatling. Bukan itu maksudku… barusan kamu bilang apa!?"


Sepertinya aku baru saja mendengar sesuatu yang tidak bisa dianggap sepele.


"Hah? Aku bilang orang tuaku datang."


"Setelah itu. Sedikit setelah itu."


"...Ulang tahun bukanlah sesuatu yang perlu dirayakan di usia ini."


"Siapa yang maksudmu?"


"Aku."


"E-eh... kapan?"


"Tanggal 5 Agustus."


Baiklah. Mari kita susun informasi ini. Orang tua Kirishima-san akan datang ke sini. Bukan hanya untuk melihat keadaannya, tetapi juga untuk merayakan ulang tahunnya. Hari ini tanggal satu Agustus. Dan... ulang tahun Kirishima-san tanggal lima.


...Eh!?!? Itu berarti kurang dari satu minggu lagi!? Aku sama sekali belum menyiapkan apa-apa. Bahkan soal ulang tahunnya saja baru kali ini aku dengar.


"Ke-kenapa tidak memberitahuku sebelumnya...?"


"Eh, karena kamu tidak bertanya."


Kirishima-san menjawab singkat dengan wajah kebingungan, seolah sama sekali tidak mengerti kenapa aku begitu panik. Padahal yang kebingungan itu aku, bukan dia...tapi memang begitulah Kirishima-san. Baru saja aku kembali menyadarinya.


Uh, ini gawat. Apa yang harus kulakukan? Selama ini aku hanya memikirkan rencana menikmati liburan musim panas. Sekarang aku harus memilih hadiah ulang tahun, lalu membuat kue juga.


Uuh, waktunya...!


"Kirishima-san, kau tidak keberatan dengan makanan manis, kan?"


"Hm? Oh. Aku suka, kok."


"Kalau begitu, untuk ulang tahunmu, biar aku yang menyiapkan hidangan dan kue. Aku akan membuatnya agar selesai tepat di hari itu, jadi tolong sampaikan pada orang tuamu."


Prioritas utama: kue.


Soal hadiah... aku sama sekali belum sempat mencari tahu apa yang 

dia inginkan. Itu masalah. Setidaknya aku harus menyiapkan pita untuk membungkusnya. Kalau nanti benar-benar tidak sempat... tidak, itu pilihan terakhir.


"Kirishima-san, mungkin nanti aku akan sering pergi sendiri, tapi jangan khawatir, aku akan pulang dengan benar."


Akan lebih baik membuat kue secara serius di rumahku. Mudah-mudahan aku bisa menyiapkan hadiah sekaligus hidangan tepat waktu...!


"Ngomong-ngomong, ulang tahunku tanggal tiga Maret. Hari Hina Matsuri, jadi ingat saja dengan namaku: Mikami Hina!"


"Oo... gampang sekali diingat, ya."


"Memang masih lama, tapi kalau nanti kau tidak merayakannya dengan benar, aku akan marah."


"Akan kuingat baik-baik."


"Baik. Kalau begitu, aku akan segera pergi belanja. Kirishima-san, kamu pikirkan saja tempat yang ingin kau datangi untuk bermain!"


Mendadak memang, tapi karena topiknya sudah tentang ulang tahun, ini kesempatan bagus untuk memberitahu tanggal lahirku juga. 


Aku sudah bilang dengan jelas, jadi aku berharap dia benar-benar menyiapkan sesuatu. Kalau nanti ternyata tidak dirayakan, atau aku tidak mendapat hadiah... maka saat itu Kirishima-san sendiri yang akan jadi hadiahnya. Atau mungkin itu malah lebih bagus. Tapi tidak, masih ada sedikit waktu. Itu pilihan terakhir.


"Aku pasti akan membuatmu senang...!"


Mendadak jadi sibuk, tapi urusan memasak dan membuat kue adalah kesempatan bagiku untuk menunjukkan kemampuan.


Mikami Hina, akan berusaha sekuat tenaga...!



Mikami-san pergi seperti badai, meninggalkan aku sendirian. Padahal rumah ini biasanya hanya kutinggali sendiri, tapi sejak liburan musim panas dimulai, Mikami-san selalu ada di sini. Jadi, sudah lama juga aku tidak benar-benar sendirian begini.


Sangat sunyi...


Dalam pemandangan yang biasanya terasa biasa saja, kini aku justru merasa sedikit kesepian. Tapi di sisi lain, ada rasa senang juga.


Mikami-san keluar rumah demi ulang tahunku. Sebagai orang yang lahir di bulan Agustus, aku punya nasib "ulang tahun yang tidak pernah dirayakan." Masalahnya, ulang tahunku jatuh di masa liburan panjang. Jadi tanpa ada yang tahu, aku diam-diam bertambah umur, melewati tahun baru tanpa perhatian khusus dari siapa pun. Kalau aku punya banyak teman dekat, mungkin notifikasi ponselku akan penuh dengan ucapan selamat begitu bangun tidur. Bahkan mungkin aku bisa mengadakan pesta ulang tahun dan mengundang mereka...


"...Hah, mana mungkin."


Cukuplah berandai-andai. Dari awal, anggapan itu tidak pernah benar. Lagi pula aku juga bukan tipe orang yang suka acara meriah seperti itu. Karena itulah, aku jadi terbiasa menganggap ulang tahun bukan sesuatu yang perlu dirayakan.


Meskipun begitu, hanya orang tuaku yang selalu mengingatnya. Mereka selalu merayakan ulang tahunku setiap tahun. Tahun ini pun mereka masih melakukannya. Itu sudah cukup membahagiakan.

Tapi...


"Selain orang tua, sepertinya sudah lama sekali aku tidak dirayakan."


Ya, memang belum dirayakan. Tapi melihat Mikami-san yang panik dan langsung berlari keluar rumah demi menyiapkan sesuatu untukku, aku merasa... sedikit senang. Mungkin karena selama ini aku sudah terbiasa tidak diingat, jadi justru terasa istimewa. Namun di sisi lain, aku merasa sedikit bersalah.


"Mikami-san, sepertinya cukup marah tadi."


Dia memang tampak panik, tapi sekaligus agak kesal juga. Wajah Mikami-san yang cemberut itu sebenarnya sangat lucu, tapi kalau dia terlalu marah, pasti nanti aku kena akibatnya.


Tapi... kalau dipikir-pikir, wajar juga kalau dia marah. Kalau posisinya terbalik...kalau aku sampai tidak tahu tanggal ulang tahun Mikami-san, lalu tanpa sadar hari itu datang atau bahkan terlewat, pasti aku juga akan menuntut dengan marah, “Kenapa tidak bilang sebelumnya?”


Dalam arti itu, kedatangan orang tuaku sebenarnya sebuah keberuntungan. Kalau tidak, aku mungkin tidak akan punya kesempatan untuk memberi tahu Mikami-san soal ulang tahunku.


“Tapi… begitu, ya. Mungkin orang tuaku dan Mikami-san… akan bertemu.”


Aku sebenarnya berusaha untuk tidak memikirkannya, tapi kenyataannya kalau orang tuaku datang, itu berarti mereka akan berpapasan dengan Mikami-san. Dan Mikami-san sekarang sedang penuh semangat menyiapkan segalanya demi ulang tahunku.


Kalau pun aku mencoba menyembunyikannya hanya saat itu, tidak mungkin berhasil. Rumah ini sudah lama ‘dikuasai’ Mikami-san; 

di mana-mana ada jejak keberadaannya. Mulai dari peralatan rumah tangga, barang kebutuhan sehari-hari, sampai pakaian wanita…


Ya, jelas mustahil bisa menyembunyikannya. Tapi… bagaimana aku harus memperkenalkannya pada orang tuaku? Bukan pacar, tapi tinggal bersama. Teman seangkatan dari lingkungan sekitar…?


…Aku sendiri tidak mengerti apa maksudnya.


“Yah… tapi memang itu faktanya. Sama sekali tidak ada kebohongan.”


Sudahlah, biarkan saja. Daripada bertele-tele mencari alasan, lebih baik aku jujur apa adanya, lalu ikuti saja alurnya.


Untuk sementara, aku akan menghubungi orang tuaku dan meminta mereka tidak menyiapkan makanan atau kue. Mungkin mereka berniat membawa sushi atau set makanan pesta, tapi aku lebih ingin makan hidangan yang dimasak langsung oleh Mikami-san.


Sepertinya… aku memang sudah sepenuhnya dikuasai perutku olehnya. Benar, hanya melihat Mikami-san berdiri di dapur saja sudah membuatku lapar. Jadi, bisa makan hidangan yang ia buat dengan sungguh-sungguh untuk ulang tahunku jelas sesuatu yang sangat kutunggu.


Oh ya… ulang tahun Mikami-san tanggal tiga Maret, ya. Seperti yang ia bilang, cocok dengan namanya “Mikami,” dan karena itu juga Hari Hina Matsuri, jadi “Hina.” Sangat mudah diingat. Masih lama memang, tapi aku harus benar-benar mengingatnya. Akan kupasang pengingat supaya tidak lupa.


“Hm… sudah pulang, ya?”


Karena sudah lama sunyi sekali, jadi begitu terdengar suara, aku langsung tahu.

Terdengar bunyi gaduh, langkah tergesa, lalu pintu ruang tamu terbuka dengan keras. Mikami-san masuk dengan wajah tegang, terengah-engah, lalu mendekat dengan cepat.


“Selamat datang. Ada yang tertinggal?”


“Ya. Karena tadi terburu-buru, aku lupa meminta dimanja. Tolong isi ulang energiku.”


“Jadi yang kau maksud ‘barang ketinggalan’ itu… itu, ya.”


Aku sempat bertanya-tanya apa yang akan dia katakan dengan ekspresi sedingin itu, ternyata… memang khas Mikami-san.


Ia menarik-narik lenganku, mencoba menyeretku entah ke mana, jadi aku pun pasrah berdiri. Sepertinya tujuan kami… kamar tidur.


“Sebagai hukuman karena kau menyembunyikan hal penting, manjakan aku sebanyak-banyaknya.”


“Eh… tapi itu karena kamu tidak tanya.”


“Oh begitu. Jadi kamu mau bilang begitu?”


“A-aku salah, oke?”


“Hmm… sepertinya kamu harus membuktikannya dengan tindakan.”


“Baik, baik, aku mengerti.”


“Kalau tidak benar-benar membuktikannya… maka di hari ulang tahunmu nanti aku akan menyajikan menu lengkap penuh makanan yang kamu benci, lho?”


Sambil berkata begitu, Mikami-san mendorongku ke atas ranjang dan 

tersenyum nakal.…Sepertinya aku terlalu cepat meminta orang tuaku tidak menyiapkan makanan.


Tapi tetap saja, merayakan ulang tahun dengan menu lengkap berisi makanan yang kubenci adalah hal yang benar-benar ingin kuhindari. Jadi, mulai sekarang aku akan berusaha keras menenangkan Mikami-san yang sedang kesal ini.



Sejak mengetahui tanggal ulang tahun Kirishima-san, aku panik dan langsung memulai persiapan. Sekarang malam tanggal empat Agustus, dan akhirnya persiapan awal selesai juga.


Benar-benar nyaris saja. Dengan waktu yang terbatas, aku harus mengatur segalanya seefisien mungkin. Tapi tanpa sadar aku malah terus terseret ke sisi Kirishima-san, dimanja olehnya, sampai waktu terbuang begitu saja. Itu sangat merepotkan.


Mungkin Kirishima-san punya kemampuan untuk mempercepat waktu. Tahu-tahu sudah lewat tiga jam, tahu-tahu sudah enam jam, bahkan parahnya ada saat aku merasa baru siang, tapi tahu-tahu sudah malam… begitu sering waktu melesat begitu saja. Dan semua ini gara-gara Kirishima-san adalah “perangkap” bagiku. Aku tidak bisa menolak tertarik padanya. Jadi, ini sama sekali bukan salahku. Tapi aku tidak akan mengeluh tentang betapa hebatnya cara dia memanjakan. Justru aku ingin kualitas itu tetap terjaga, bahkan lebih meningkat lagi di masa depan.


“Kirishima-san, kira-kira jam berapa orang tuamu akan sampai?”


“Mungkin sekitar jam enam malam.”


“Baik, kalau begitu aku akan menyesuaikan penyelesaian masakan dengan waktu itu.”


“Maaf ya, sudah merepotkanmu dengan semua ini.”


“Tidak apa-apa. Aku melakukannya karena aku ingin, jadi jangan khawatir.”


Ulang tahun adalah hari istimewa yang hanya datang setahun sekali. Hari berharga untuk menunjukkan rasa terima kasih karena seseorang telah lahir ke dunia.


Aku hanya ingin membuat hari itu menjadi sesuatu yang lebih baik lagi, meskipun itu hanya karena keegoisanku sendiri. Memang aku diberi tahu terlalu mendadak, dan memang aku juga sering terseret dan kehilangan waktu, tapi ini semua aku lakukan karena aku ingin. Jadi, sama sekali tidak terasa berat.


“Ngomong-ngomong… benarkah aku juga boleh ikut bergabung besok?”


“Tentu saja. Lagipula, tidak mungkin orang yang sudah berusaha sejauh ini untuk ulang tahunku justru tidak ada di sana.”


“Kau tidak keberatan mengorbankan waktu keluarga yang seharusnya hanya berempat?”


“Tidak masalah. Malah kalau aku meninggalkanmu setelah semua yang kau lakukan, aku yakin kau akan lebih marah lagi.”


“Begitu ya. Kalau begitu, aku harus memberi salam dengan baik pada Ayah dan Ibu mertuaku nanti…”


“…Jangan bilang hal aneh begitu.”


Menyapa orang tua Kirishima-san… itu jelas membuatku gugup. Tapi aku adalah perempuan yang mampu. Aku pasti bisa memberi kesan baik pada mereka.

Kalau itu berhasil, berarti parit luar sudah mulai tertimbun, bukan? Aku memang jenius. Jadi, soal apakah aku bisa menjawab semua keinginan Kirishima-san… itu tergantung situasi dan kondisi, ya.


“Hari ini kamu akan tetap di sini?”


"Ya. Semua persiapan sudah selesai, dan yang perlu dibawa pun sudah kupindahkan ke dalam lemari es di sini. Ah, boleh saja mencicipi sedikit, tapi hanya sedikit saja, ya? Kalau sampai habis… aku akan marah, tahu?"


"Memang sih, apa pun yang dibuat Mikami-san selalu enak… Kalau aku mulai mencicipi, mungkin tidak bisa berhenti sampai habis semua… eh, bercanda, kok."


"Sudah… benar-benar tidak boleh, ya?"


Beberapa hari terakhir aku memang sempat pulang larut malam karena harus menyiapkan berbagai hal, tapi sekarang semua sudah beres, jadi tidak perlu lagi. Hari ini aku bisa tidur bersama dengan tenang.


Sebenarnya aku ingin menunggu sampai tanggal berganti, supaya bisa menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun, tapi besok ada jadwal untuk bertemu orang tua Kirishima-san. Jadi, bergadang jelas bukan pilihan. Kalau sampai kurang tidur lalu melakukan kesalahan, rencana "menimbun parit luar" akan berantakan. Meskipun sedang liburan musim panas, aku tidak boleh merusak ritme tidur. Tidur lebih awal dan bangun pagi tetap harus dijaga.


"Hari ini kita istirahat lebih cepat. Besok kita sambut orang tua Kirishima-san dalam kondisi yang prima."


"Tak perlu sampai segitunya, santai saja."


"Bukan, ini bagian dari rencana ku… eh, tidak, tidak ada apa-apa."


"Tadi kau bilang 'rencana', kan?"


"Tidak bilang kok."


"Apa kamu sedang merencanakan sesuatu yang mencurigakan?"


"Tidak ada."


"Kalau kamu mengaku sekarang… mungkin akan ada hal bagus yang menantimu, lho?"


"Uuuh… sungguh tidak ada."


Hampir saja aku terpancing untuk mengaku karena tawaran itu terdengar sangat menggoda. Tapi aku ingin semuanya berjalan lancar. Jadi, Kirishima-san sebaiknya tidak sadar apa pun dan tetap bersikap alami. Ini adalah "perang luar"-ku… jadi jangan ikut campur.


"Kalau begitu, aku tidur duluan. Tapi aku akan membawa Kirishima-san sebagai bantal hidup. Boleh, kan?"


"Kalau aku bilang tidak boleh…?"


"Maka besok hidangan ulang tahunmu akan kumakan semua bersama orang tuamu, tanpa menyisakan untukmu."


"Eh… bukankah itu perayaan ulang tahunku?"


"Hmm… siapa tahu?"


Aku pura-pura berkelit, dan Kirishima-san, dengan ekspresi pasrah, akhirnya mematikan televisi lalu berdiri.


Saat kutarik lengannya, ia pun menuruti tanpa perlawanan. Sifatnya yang mau menerima kemauanku ini… sungguh membuatku kagum.



"Mmm…"


Tengah malam. Aku terbangun dengan kepala bersandar di lengan Kirishima-san karena merasa haus. Sambil mengantuk, aku bangkit, menuju dapur, lalu meneguk air agar tenggorokanku segar kembali.


"Ah… sudah berganti tanggal, ya."


Ketika melihat layar ponsel, tertera tanggal lima Agustus. Hari ulang tahun Kirishima-san. Hanya melihat angka itu saja sudah membuatku senang.


Aku kembali ke kamar tidur, memandangi wajah Kirishima-san yang terlelap diterangi lampu tidur, dan hatiku terasa hangat.


"Selamat ulang tahun."


Dengan suara kecil agar tidak membangunkannya, aku berbisik.


Aku merangkak naik ke ranjang, berlutut, lalu mendekatkan wajahku untuk menatapnya lebih dekat. Ini… hadiah pertamaku untuknya. 


Aku terlalu malu melakukannya secara terang-terangan, jadi untuk sekarang kuberikan secara diam-diam. Nanti aku akan melakukannya dengan benar, tapi sekarang cukup di pipi dulu, ya.


"Kalau begitu… permisi."


Aku menyentuh bibirku dengan ujung jari, lalu menyentuhkan jari itu ke pipi Kirishima-san, seakan membidik tempat yang tepat. Tinggal sedikit lagi, hanya perlu memajukan wajahku dan menyentuhkan bibir… aku pun memejamkan mata, hendak menutup jarak itu sampai nol. Namun tiba-tiba Kirishima-san berguling, tubuhnya berbalik, dan sasaranku pun meleset sedikit.


"Eh… hm???"


Ah…? Apa…?


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close