NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu no Gyaru ga Naze ka Ore no Gimai to Nakayoku Natta V3 Prologue

 Penerjemah: Ikaruga Jo

Proffreader: Ikaruga Jo


Prologue


Hari itu, seperti biasa, Yua ada di rumah kami.


Dia duduk di sebelah kiriku, di sofa dua dudukan di ruang tamu yang ber-AC.


"Shinji~, kalau disentuh di sini rasanya gimana?"


Yua menyodok-nyodok suatu bagian di tubuhku.


"Nggak kerasa apa-apa."


Ya iyalah.


Bagian yang Yua sodok dengan jarinya itu lengan kiriku, dan lagi, lengan itu kan dibalut gips kaku.


Beberapa waktu lalu, karena suatu kejadian kecil, tulang lengan kiriku retak.


Walaupun aku harus hidup dengan gips sesaat sebelum liburan musim panas dimulai, jari-jariku masih bisa digerakkan dan lenganku sendiri tidak sakit jika diistirahatkan, jadi kondisinya tidak terlalu serius.


Yua tinggal di rumah keluarga Nagumo itu untuk membantuku.


Yua merasa bertanggung jawab atas cedera lenganku, dan dia dengan tulus membantuku di rumah maupun di sekolah, kadang membuatku merasa tidak enak hati, tapi...

"Hee~, nggak kerasa apa-apa ya?"


Yua tersenyum menyeringai.


Gawat, ini ekspresi mukanya kalau lagi merencanakan sesuatu yang nakal.


"Kalau gitu, kalau aku sentuh yang ini juga nggak apa-apa kan~?"


"Di situ nggak ada gipsnya dong!"


Aku melompat mundur dari sofa untuk menghindari Yua yang mencoba menyentuh pahaku.


"Dasar, nggak bisa lengah sedikit pun!"


"Cuma mau nyentuh dikit kok."


"Mentang-mentang beda jenis kelamin, bukan berarti boleh seenaknya melakukan pelecehan seksual, tahu!"


"Shinji, kamu terlalu mikir yang enggak-enggak deh?"


Saat aku bereaksi, Yua justru semakin terlihat senang.


"Pahamu disentuh~, ada masalah apa sih?"


Yua memiringkan kepalanya sambil mengintip wajahku.

Dasar anak ini, mau membuatku mengatakannya sendiri rupanya.


Yah, Yua mulai menggangguku sudah dari dulu banget, jadi aku tidak pernah merasa marah atau tidak nyaman lagi. Aku sudah tahu kalau Yua itu orang baik.


Jujur, bantuan Yua sangat berharga.


Meskipun lengan kiriku bukan lengan dominan, banyak sekali hal yang tidak nyaman jika harus menjalani hidup yang berbeda dari biasanya.


Tapi ya... mungkin aku berharap dia tidak menjadikannya variasi baru untuk menggangguku.


Bukan karena tidak nyaman, tapi, entahlah, aku jadi sedikit malu...


"...Sudahlah, jangan sentuh pahaku. Gantinya, ujung jari saja boleh."


"Eh~, beneran?"


Saat aku mengulurkan jari telunjuk kananku, mata Yua berbinar dan dia meraihnya.


Entah kenapa cara dia memegangiku terasa berbeda dari yang kubayangkan. Jangan digesek-gesek dong.


"Ngomong-ngomong Yua, kamu belum pulang ke rumah?"


Sejak liburan musim panas dimulai, Yua menginap di kamar Tsugumi. Aku sudah bilang dia bisa memakai kamar kosong lainnya karena banyak, tapi Yua tidak mau menyerah.


Awalnya, Yua tinggal sendirian itu karena dia punya tekad yang kuat.


Karena dia sampai rela mengesampingkan tekadnya itu demi membantuku di rumah Nagumo, aku tidak bisa mengatakan apa-apa dengan keras. Lagipula, Tsugumi juga sangat senang bisa tinggal bersama Yua, jadi aku sudah tidak punya hak untuk bersuara.


"Kan sudah kubilang, aku akan di sini sampai tangan Shinji sembuh!"


Yua dengan lembut menyandarkan bahunya ke bahuku, menempel rapat. Bisa-bisa daya nilaiku jadi tumpul.


"Lenganku juga sudah jauh lebih baik, jadi kamu tidak perlu khawatir lagi. Nggak enak juga terlalu merepotkanmu."


"Shin nii, kenapa nyuruh Yua-san pulang?"


Suara itu datang dari seberangku.


Di depanku, Tsugumi duduk di sofa single, tersenyum sambil mengamati kami berdua, tapi tiba-tiba ekspresinya berubah masam.


"Sayang banget kalau nggak tinggal di sini selamanya saja."


"Nggak bisa begitu dong."

Yua tinggal sendiri itu karena ada alasan penting, tapi... Tsugumi tidak tahu. Tidak, memang lebih baik dia tidak tahu.


"Kalau cedera Shinji nggak sembuh-sembuh, aku bisa tinggal di sini selamanya dong~"


"Jangan tiba-tiba mengeluarkan elemen yandere begitu."


"Cuma bercanda kok. Aku juga mau Shinji cepat sembuh... dan lagi..."


"Oke, aku ngerti."


Aku memotong perkataan Yua.


Aku tidak ingin dia menunjukkan wajah sedih.


Aku tahu bahwa Yua, yang dikenal sebagai orang yang ceria, tidak selalu memiliki sisi yang ceria. Aku ingin dia menghabiskan waktu di sini dengan santai, entah itu tertawa atau menggangguku, daripada merasa khawatir.


"Kalau aku sih, sudah mulai terbiasa memperbudak Yua juga."


Karena terlalu malu, aku malah mengatakan hal seperti itu. Tapi memang benar aku sudah terbiasa dibantu Yua, dan kalau begini terus, aku bisa jadi orang yang tidak mandiri.


"Astaga, Shin nii ngomongnya bikin masalah!"


Tsugumi yang baru kembali setelah mengambil es krim dari freezer berkata.


"Hee~, Shinji, sudah terbiasa menggunakan aku ya?"


Yua, yang menggunakan kata-kata ambigu, entah sejak kapan sudah pindah ke sofa di seberang, duduk di sandaran tangan dan meminta sepotong es krim dari Tsugumi. Mereka akrab sekali.


"Oke, oke, itu cuma kiasan saja. ...Jujur, aku belum bisa pulih sepenuhnya, dan aku bersyukur Yua mau tinggal di rumah, jadi terima kasih banyak."


Terlepas dari diriku, Tsugumi akan senang, dan Yua juga bisa banyak membantu Tsugumi.


"Shinji juga sudah berubah ya, sekarang sudah bisa bilang terima kasih."


"Itu berkat Yua-san! Kekuatan 'pacar' memang hebat ya."


Cuma bilang "makasih ya" saja langsung dapat pujian setinggi langit begitu. Selama ini aku dianggap cowok aneh yang lupa caranya berterima kasih ya...?


"Ah, tapi gimana nanti ya?"


Tsugumi hampir menjatuhkan es krim di tangannya.


"Kalau pas Obon, Yua-san gimana?"


Rencananya, keluarga Nagumo akan mengunjungi makam Ayaka-san saat Obon.

Ini Obon pertama sejak Ayaka-san meninggal, jadi aku khawatir Tsugumi akan sedih. Tapi karena dia bisa membicarakannya sendiri begini, sepertinya untuk saat ini dia baik-baik saja.


"Obon? Oh iya, Tsugumi-chan kan..."


Yua juga tahu kondisi Tsugumi, jadi wajahnya terlihat sedih.


"Jangan khawatir, saat itu Yua tinggal pulang ke rumahnya saja kan. Ziarah makam juga dekat kok, sehari juga cukup."


Aku mengatakannya karena tidak ingin suasana jadi melankolis.


Makam Ayaka-san dekat dengan kota tempat Tsugumi dulu tinggal, jadi cukup untuk perjalanan pulang pergi sehari. Kami tidak akan meninggalkan rumah terlalu lama sampai Yua merasa kesepian, tapi Tsugumi sepertinya khawatir. Sungguh anak yang baik.


"Tapi, lengan Shin nii gimana?"


Hebatnya, Tsugumi bahkan mengkhawatirkan lenganku.


"Nggak apa-apa. Nanti juga sudah sembuh kok. Kalau lancar, mungkin gipsnya juga sudah dilepas."


Jadi jangan pasang muka khawatir begitu. Aku sudah cukup bersyukur dengan perhatian baik Tsugumi.


"Bahkan, kalau mau, Tsugumi juga boleh kok bantu-bantu aku."

"Nggak boleh! Kalau itu harus Yua-san yang lakukan. Nanti Shin nii nggak bisa minta yang aneh-aneh ke Yua-san dengan alasan luka!"


"Aku punya imej seperti itu ya?"


Tsugumi ini memandangku seperti apa sih? Padahal nggak ada cowok yang lebih sehat dariku kok. Padahal aku sudah menginap dua kali dengan Yua tapi nggak ada kontak fisik sama sekali. Eh, ini malah jadi masalah ya?


"Yah, kalau Shinji minta yang aneh-aneh sih memang menarik ya~"


Jangan bilang menarik! Aku bisa salah paham nanti...


"Nanti kalau Shinji sama Tsugumi-chan pergi pas Obon, aku juga mau pulang ke rumah orang tuaku sebentar. Jangan khawatirkan aku ya."


Tsugumi terlihat belum mengerti, tapi aku sedikit tegang.


Rumah orang tua Yua.


Yua sepertinya berencana kembali ke rumah orang tuanya yang tidak akur selama musim panas ini.


Dibilang "jangan khawatir" itu mustahil.


"Oh, jadi... mau pulang ke rumah orang tua ya."


Aku bertanya dengan hati-hati. Aku tidak ingin membicarakan orang tua Yua di depan Tsugumi.


"Tentu saja sesekali aku juga akan pulang untuk memberitahu kalau aku baik-baik saja kok."


Yua berkata dengan senyum tenang.


Yua tidak akur dengan orang tuanya. Dengan ekspresi seperti itu, rasanya tidak cocok untuk melaporkan bahwa dia baik-baik saja kepada mereka.


"...Aku hanya ingin pergi ke makam orang penting."


Dari nada bicara Yua, aku menyimpulkan bahwa tujuannya adalah mengunjungi makam kakek-neneknya, bukan bertemu orang tuanya.


Melihat ekspresinya yang bercampur antara ketenangan dan sedikit kesepian, dia pasti merasa nyaman dengan kakek-neneknya.


"Jadi, tenang saja, kalian berdua pergilah berlibur. Seru banget kan bisa jalan-jalan berdua!"


"Ah, ayah Shinji juga ikut pergi ya?" Yua tersenyum tipis, tapi aku tidak melewatkan sekejap ekspresi sedihnya.


Benar juga. Mau bagaimana lagi, dia pasti merasa ditinggalkan.


Yua kini sudah seperti bagian dari keluarga Nagumo. Berbeda dengan musim semi ketika dia sering datang ke rumah kami, sekarang dia tinggal di keluarga Nagumo, jadi rasa sayangnya pada rumah kami pasti semakin kuat.


Aku tidak bisa bilang, "Yua, ikut saja."


Aku tidak ingin Yua ikut memikul masalah keluarga Nagumo.


Yua juga punya masalah sendiri dengan orang tuanya. Jika aku terus-menerus mengandalkannya, dia akan kelelahan. Yua juga bukan manusia super.


Kalau Yua pulang dengan selamat, saat itu aku dan Tsugumi akan menyambutnya dengan hangat.


Pada awal liburan musim panas yang terasa panjang sekaligus pendek, dan ternyata memang pendek, itulah yang kupikirkan.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close