Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Side Story
Para Monster Ingin Menakut-nakuti
Phantom dari Treasure Hall Star Shrine's Garden pada dasarnya tidak bisa keluar ke dunia luar sesuka hati.
Di dalam Treasure Hall terdapat aturan-aturan tertentu. Phantom yang diciptakan oleh Dewa Bintang untuk mengumpulkan ketakutan—yaitu para penghuni Star Shrine's Garden—ada aturan yang berbunyi: mereka tak bisa beroperasi di luar kecuali ada desas-desus yang menyebar tentang mereka.
Sebagai gantinya, kekuatan mereka kian bertambah seiring tingkat ketakutan yang dikumpulkan, dan berbeda dari Phantom biasa, mereka tidak lantas lenyap begitu saja—jadi hal itu bukan semata-mata kerugian.
Namun terlepas dari itu, ketidakmampuan untuk sering keluar menjadi sumber stres besar bagi para Phantom Star Shrine's Garden, sebab banyak di antara mereka yang memiliki tingkat kecerdasan relatif tinggi.
Muse Lady bisa berkeliaran agak bebas karena ia memikul simbol ketakutan yang sangat luas: sosok gadis-gadis menyeramkan pada umumnya.
Rasa takut terhadap wujud gadis-gadis aneh itu telah menyebar di luar tanpa perlu Lady sendiri yang menghembuskan desas-desus.
Andai Lady tak turut menyebarkan kabar tentang Phantom-Phantom lain, pengumpulan ketakutan pasti berjalan sangat lambat.
Namun meski Lady berperan sebagai pemimpin, ia tak memiliki kekuatan untuk memaksa Phantom lain—banyak di antara mereka yang melihat Lady, yang secara murni bukanlah sosok bertarung terkuat, dengan pandangan sinis.
Dan sekarang, setelah dunia luar melebur dengan Treasure Hall karena tindakan Krai Andrey, tentu saja para Phantom yang dulu enggan menurut pada Lady tak lagi perlu mengindahkannya.
Termasuk monster-monster tingkat atas yang dibebaskan Krai dari segel: mereka yang sudah lama kelaparan akan dunia luar menyambut kondisi ini dengan tangan terbuka.
Karena kini mereka bisa berkeliaran bebas, tak ada lagi alasan untuk patuh pada Lady.
Saatnya menorehkan ketakutan ke dalam hati manusia.
§ § §
Demon Shark—sang predator yang ingin menakut-nakuti
Dahulu kala, Demon Shark hanyalah seekor hiu biasa.
Namun kemudian, ia mengalami modifikasi oleh tangan manusia—tubuhnya diperkuat, diberi kecerdasan yang memungkinkan dirinya memperdaya manusia, serta kemampuan untuk menyelam bebas melalui tanah.
Dan ia menyimpan kebencian yang sangat dalam terhadap manusia.
Mereka menangkapnya sesuka hati, melakukan berbagai eksperimen berulang kali, lalu ketika Demon Shark akhirnya memperoleh kekuatan luar biasa, mereka malah berusaha memusnahkannya.
Kebencian itu begitu kuat hingga setiap manusia menjadi target utama serangannya—sekadar mangsa untuk dimakan.
Bukan hanya di laut atau di atas permukaan air.
Dengan kemampuan untuk menembus materi, ia berburu ke mana pun sesuka hati, menjadi momok yang ditakuti.
Banyak manusia datang untuk memburunya, namun mereka semua dibantai dan dikalahkan, sampai akhirnya Demon Shark sendiri berhasil ditumbangkan.
Demon Shark adalah predator sejati, penguasa mutlak.
Ketika ia termanifestasi kembali di dunia ini melalui kekuatan Mana Material, ia seharusnya kembali berkuasa sebagai simbol ketakutan.
Selama ini, karena ulah Lady, ia tak bisa memangsa manusia dengan bebas.
Namun kini, setelah dunia nyata dan Treasure Hall saling terhubung, Demon Shark akhirnya memiliki kesempatan untuk menunjukkan terornya kepada dunia!
Tadi memang ia sempat dibekukan dalam es, tapi itu bukan hal baru.
Bahkan semasa hidupnya, ia sudah berkali-kali menerima serangan balasan dari manusia dan terluka parah—namun tidak sekali pun ia menyerah karena hal sepele seperti itu.
Ia berenang melalui bawah lantai, menuju cahaya di ujung jalan.
Semakin dekat ia merasakan aroma manusia, semakin kuat pula naluri pemburunya bergejolak.
“Baiklah… kalau aku sudah keluar nanti, bagaimana caranya aku akan menjatuhkan manusia ke dasar ketakutan terdalam mereka?”
Saat ia memikirkan itu, sesuatu tiba-tiba menghalangi cahaya di pintu keluar.
Jika sekarang keluar-masuk dunia luar sudah bebas, artinya pihak luar pun bisa datang ke sini.
Mungkin saja makhluk itu datang tanpa tahu apa pun—dan itu membuatnya menjadi mangsa pertama yang sempurna.
Tanpa suara, Demon Shark melesat dengan kecepatan tinggi, melompat dari bawah lantai untuk menerkam.
Namun, yang terlihat oleh matanya bukanlah manusia—melainkan seekor hewan raksasa.
“Nyaa~?”
Demon Shark memiliki kecerdasan setara manusia. Ia tahu bentuk makhluk itu—seekor kucing.
Tapi ini jelas bukan kucing biasa.
Suara dan mata bercahaya itu memang sama, tetapi tubuhnya seukuran Demon Shark sendiri, dan di punggungnya terbentang sepasang sayap yang megah.
Sesaat, keraguan melintas di benaknya.
Ia tak merasa takut, namun mangsanya adalah manusia, bukan makhluk lain.
Dan lagi—apa dunia ini sekarang dipenuhi makhluk seperti ini?
Dalam sepersekian detik berpikir, makhluk mirip kucing itu membuka mata lebar-lebar dan mengaum keras.
“Nyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”
Tak ada sedikit pun rasa takut atau ragu dalam suaranya.
Begitu makhluk itu menerkam, kilatan cahaya muncul di belakangnya.
Sebelum Demon Shark sempat memahami apa itu, rasa sakit tajam menembus tubuhnya di beberapa titik.
Itu adalah—pedang.
Tidak, lebih tepatnya, bukan pedang biasa.
Ekor kucing itu terpecah menjadi beberapa cabang, dan di ujungnya tertancap bilah-bilah pedang tajam yang sanggup menembus kulit keras Demon Shark!
“Mustahil... makhluk seperti ini ada di dunia ini...?!”
Serangan itu memang bukan luka mematikan, tapi cukup untuk menghentikan momentumnya sesaat.
Dan di saat itu, makhluk mirip kucing itu menerkam dengan ganas.
Cakar tajam dan taringnya menghunjam ke tubuh Demon Shark.
Ia mengguncang kepala besar itu, memutar dan membanting Demon Shark ke segala arah.
Kemampuan menyelam melalui tanah pun kini tak berguna.
“Apa ini...? Apa sebenarnya makhluk ini...?!”
Dalam rasa sakit dan kebingungan oleh perasaan yang belum pernah ia alami—ketakutan—telinganya menangkap suara seorang perempuan.
“...Begitu ya. Aku tahu kau omnivora, tapi ternyata kau lebih suka ikan, ya, Nomimono? Mungkin karena dasar tubuhmu memang dari spesies kucing besar yang digunakan untuk Malice Eater? Tapi aku tak sangka kau akan menyerang dengan begitu senang hati.”
§ § §
Lady tetap diam sambil mendengarkan cerita Demon Shark. Namun, melihat sosok yang begitu ciut dan menyedihkan—jauh dari kesan makhluk pemberi ketakutan—ia hanya bisa menghela napas panjang.
“Begitu ya... seekor kucing raksasa dengan ekor yang berubah jadi pedang, huh.”
Seluruh tubuh Demon Shark porak-poranda. Daging di beberapa bagian tubuhnya terkelupas, dan tubuhnya tampak dua ukuran lebih kecil dibanding terakhir kali Lady melihatnya.
Itu adalah bukti bahwa Demon Shark telah kehilangan rasa percaya dirinya secara besar-besaran.
Sambil berlinang air mata, ia menjelaskan dengan gerak tubuh tentang tragedi yang menimpanya. Padahal, belum lama ini Demon Shark termasuk salah satu Phantom yang paling merepotkan Lady.
Namun, kini ia sudah tak lagi terlihat seperti monster menakutkan—melainkan hanya makhluk malang yang patah semangat.
“Jadi... ternyata Demon Shark bisa diajak bicara juga, ya…”
Setelah puas mengeluh pada Lady, Demon Shark mengecilkan tubuhnya dan pergi dengan lesu.
Melihat keadaannya, Lady yakin bahkan tanpa peringatan pun, ia tidak akan mencoba menyerang dunia luar lagi.
Namun, hal itu bukan berarti kabar baik.
Kali ini, bukan hanya Demon Shark yang trauma setelah mencoba menyerang dunia luar.
“Uuuh... menakutkan... Kill-kill menakutkan...”
Di sudut ruangan, Monster Diggy duduk meringkuk sambil menangis tersedu. Ia juga korban dari makhluk-makhluk aneh di dunia luar.
Bahkan, nasibnya mungkin lebih malang dari Demon Shark—karena ia tidak berniat keluar sama sekali, tetapi tetap saja bertemu dengan monster menakutkan.
Makhluk yang ditemuinya adalah raksasa setengah telanjang dengan kantong kertas di kepala, yang menyerangnya sambil berteriak “kill kill!”
Entah itu monster sungguhan atau hanya orang gila yang terlalu berani—Lady pun tak tahu harus menilainya bagaimana.
Dan bukan hanya mereka berdua.
Makhluk-makhluk lain yang dilepaskan oleh Krai Andrey dari Treasure Hall—semua Phantom yang dulu tertidur di sana—juga kembali dalam keadaan mengenaskan, tanpa hasil apa pun.
Pembunuh beku yang punya kekuatan telekinesis, roh pendendam yang tersegel di dalam sumur, dan berbagai monster lain yang seharusnya menakutkan bahkan bagi Lady sendiri... semuanya kalah tanpa sempat berbuat banyak.
“Selama ini kukira kami berhasil mengumpulkan ketakutan dengan baik... tapi apakah aku salah paham selama ini?”
Tidak... tunggu dulu.
Kenapa bisa terjadi kebalikan seperti ini? Kenapa pemberi ketakutan malah menjadi pihak yang ketakutan?
Memang, masih ada orang seperti Lucia yang takut pada mereka. Tapi, kalau mayoritas manusia tak lagi takut... mungkin cara mereka selama ini memang salah.
“Apa mungkin... pendekatan kami yang keliru?”
Lady dan para Phantom lainnya dulunya adalah makhluk yang menebar ketakutan di masa lalu. Jadi, ketika mereka bangkit kembali di dunia ini, mereka pun mencoba menakut-nakuti manusia dengan cara yang sama seperti dulu.
Namun, jika dunia manusia telah berubah—jika rasa takut pun ikut berevolusi—maka cara lama itu sudah tak lagi efektif.
“Kalau dipikir-pikir... di dunia manusia, segalanya punya masa kejayaan dan masa surut. Kenapa rasa takut harus jadi pengecualian?”
Masih ada manusia seperti Lucia yang merespons dengan rasa takut, jadi jelas mereka belum sepenuhnya salah.
Tapi Lady sadar, mereka juga harus mempertimbangkan alasan kenapa kebanyakan manusia tidak lagi takut.
Untuk saat ini, negosiasi pertama mereka dengan Kekaisaran Zebrudia berjalan dengan baik.
Langkah berikutnya adalah memikirkan bagaimana cara mengumpulkan ketakutan di masa depan.
Tanpa rasa takut, para Lady dan Phantom lain tidak akan bisa bertahan hidup.
Namun, karena mereka sudah berjanji untuk tidak menyerang manusia secara gegabah, maka mereka harus menemukan cara lain—selain kekerasan—untuk menimbulkan rasa takut.
Sayangnya, Lady hanyalah sebuah Phantom.
Berpikir panjang pun tak menjamin munculnya ide yang baik.
“Mungkin... aku harus bertanya pada manusia zaman ini? Tapi siapa juga yang mau mendengarkan cerita dari Phantom sepertiku...”
Ia mengerutkan alis, memutar otak untuk mencari jalan keluar. Namun, jika solusi itu semudah itu ditemukan, tentu ia sudah menemukannya sejak dulu.
Akhirnya Lady menghela napas panjang, lalu dengan wajah muram memanggil nama rekannya──
“Mary si Petak Umpet…”
§ § §
“Ah! Halo? Ini aku. Mary?”
“Kau benar-benar tidak peduli siapa lawannya, ya.”
Suara asing yang terdengar dari smartphone membuatku terkejut sampai mata terbelalak.
Di layar smartphone tertulis nama “Mary-san”. Aku sudah menyimpan nomor yang kemarin masuk, jadi sekarang namanya muncul. Bukti kemajuan kemampuan pengguna smartphone, kurasa.
Namun suara yang terdengar bukanlah suara Mary yang kukenal. Mungkin smartphone ini dipakai bergantian oleh banyak orang.
“Begini, waktu itu kau bilang untuk jangan tekan tombolnya, tapi aku tetap menekannya, tahu.”
“……Kupikir aku tak mengerti apa yang kau katakan, jadi akan kusapu saja itu, tapi aku butuh saran.”
“Saran? Tentu, tanyakan apa saja. Aku ini—meskipun hanya reputasi saja—dikenal sebagai taktik ulung.”
“Sosial manusia memang membingungkan……”
Suara itu terdengar benar-benar lelah. Dari nada yang jatuh itu aku langsung tertarik dan berkata,
“Oh! Kalau soal sosial manusia, berarti kau—bukan manusia, kan?”
Inilah yang dinamakan kebijaksanaan jitu.
“Boleh langsung ke inti permasalahan? Aku sudah lelah.”
Ah, baik.
Tak kusangka panggilan telepon bisa bertambah satu orang lagi… smartphone benar-benar mainan yang menyenangkan; selama bisa bertelepon atau berkirim pesan, tak masalah apakah lawan bicara itu Phantom atau manusia. Berkomunikasi dari jarak jauh jelas lebih aman juga.
Di ujung telepon, ia mulai bercerita dengan nada letih tentang masalah yang khas hanya akan dikemukakan oleh Phantom.
“Cara supaya ditakuti, ya.”
“Apa kau bisa menyelesaikan persoalan kami?”
“Aku paham perasaan takut, kok. Aku sendiri lumayan penakut juga……”
“……Yang kau takutkan itu ketumbar, kan?”
Ketumbar…… yah, memang agak tidak suka sih, tapi itu masalah kecil!
Banyak hal lain yang kutakuti juga.
“Nah, ada banyak juga hal yang menakutkan. Misalnya, Phantom yang kami lawan di Yggdra—apa namanya itu……”
“Kau bahkan lupa namanya! Cukup! Ajari kami bagaimana membuat orang takut!”
Yah, siapa juga yang bisa mengingat nama hanya dari sekali dengar? Aku pun tidak hafal. Nama itu memberi kesan kuat, tapi tidak menempel di kepala. Aku menahan lengan, berpikir serius, lalu berkata,
“Hmm…… coba tiru hal-hal yang membuat kalian takut dulu.”
“Ti……… tiru……?”
Hal yang membuat mereka takut: kucing bersayap besar yang mengeong? Orang raksasa setengah telanjang bercampur kantong kertas yang bersuara “kill kill”? Pria berambut merah yang berteriak “Akan kutebas, akan kutebas” sambil menyerang? Semuanya terasa seperti karakter yang akrab!
Kalau memang mau tahu apa yang membuat orang takut, menurutku paling mudah ya meniru yang pernah menakutkan mereka.
Setelah beberapa lama terdiam—mungkin mencerna “nasihat dewa” dariku—si pemilik suara di telepon akhirnya menjawab dengan nada penuh dendam,
“Jadi maksudmu…… kau menyuruh kami memasangkan sayap dan ekor pada Demon Shark, menutup Monster Diggy pakai kantong lalu membuatnya mengeluarkan suara ‘kill kill’, dan menyuruh orang bilang ‘Akan kutebas, akan kutebas' sambil meneriakkan ‘uraaaaaaa!’ sambil menyerang!?”
…….
Kata-kata itu membuatku tersadar. Kujawab, lebih tenang:
“……Kalian, kenapa tidak buka wahana rumah hantu saja?”
Lagipula, janganlah berlebihan; Luke itu seharusnya tidak sekasar itu juga!
【BOOK☆WALKER Edisi Khusus – Cerita Tambahan】Mereka yang Telah Datang
Mana Material. Itu adalah energi yang tak dikenal.
Energi yang mengalir di dalam jalur Leyline yang membentang di bawah tanah dan beredar ke seluruh dunia ini tidak hanya memperkuat makhluk hidup yang menyerapnya, tetapi juga memiliki sifat unik yang dapat menciptakan berbagai hal setelah terakumulasi hingga tingkat tertentu.
Berdasarkan kenangan masa lalu yang tersimpan di planet ini, energi itu dapat melahirkan berbagai bentuk: jika berupa tempat disebut Treasure Hall, jika berupa makhluk disebut Phantom, dan jika berupa benda berharga disebut artefak. Ketiganya menjadi dasar yang memungkinkan profesi pemburu harta karun untuk eksis.
Tentang peradaban masa lampau yang dikenang oleh Mana Material, hampir tidak ada catatan yang tersisa.
Ada banyak teori mengenai hal itu—ada yang mengatakan bahwa peradaban itu benar-benar musnah tanpa sisa, ada juga yang mengira bahwa seseorang sengaja menyembunyikannya. Apa pun kebenarannya, artefak yang tercipta dari Mana Material menjadi sumber penting untuk menelusuri jejak peradaban kuno tersebut.
Toko Artefak Magistail.
Ketika aku mampir ke toko milik kenalanku, Matthis-san, ia menatapku dan berkata,
“Oi, bocah. Bukan artefak sih, tapi ada barang menarik yang baru masuk. Mau lihat?”
“Barang langka? Tapi bukan artefak, ini toko artefak kan?”
“Hmph. Kadang-kadang memang ada juga barang yang bukan artefak datang ke sini.”
Matthis-san mendengus dengan ekspresi malas. Aku mengangguk pelan, mengerti.
“Kalau bukan artefak, berarti... barang drop, ya? Jarang juga.”
Seperti yang sudah dijelaskan, benda yang dihasilkan oleh akumulasi Mana Material dan berbentuk harta disebut artefak. Namun sebenarnya, Mana Material juga bisa menciptakan benda lain selain artefak.
Contohnya, senjata atau armor tanpa kekuatan khusus yang terkadang tertinggal setelah mengalahkan Phantom, benda-benda seni seperti lukisan atau patung di dalam Treasure Hall, atau bunga transparan yang tumbuh di Prism Garden—semua itu cukup terkenal.
Benda-benda semacam itu, hasil dari Mana Material tapi berbeda dari artefak, disebut oleh para pemburu sebagai barang drop.
Berbeda dari artefak, barang drop tidak bisa menyimpan Mana dan sifatnya sangat tidak stabil.
Ia bisa bertahan dalam lingkungan yang kaya akan Mana Material seperti di dalam Treasure Hall, tapi begitu dibawa keluar, energinya akan menguap dan akhirnya menghilang.
Tentu saja, barang semacam itu tidak akan laku tinggi di pasaran, jadi para pemburu biasanya tidak membawanya pulang. Meski begitu, tentu ada pengecualian—tetapi, kembali ke topik.
Matthis-san biasanya tidak tertarik pada barang drop. Meskipun ia seorang penilai artefak profesional sekaligus kolektor eksentrik yang kadang membeli sesuatu tanpa peduli keuntungan, tetap saja, barang drop itu pada akhirnya akan lenyap. Jadi, apa sebenarnya yang ia beli kali ini?
Dengan rasa penasaran setengah hati, aku melihat benda yang disodorkannya──tumpukan kertas berwarna-warni.
Kertas itu halus, dengan foto cetak berwarna cerah yang tampak lebih indah daripada cetakan apa pun yang pernah kulihat.
Gambar di halaman paling atas─seekor hiu. Hiu hitam raksasa yang menutupi langit. Di depannya tergambar orang-orang yang panik melarikan diri.
“Ini… ditemukan di Treasure Hall? Serius?”
“Hebat, kan? Ini selebaran dari zaman purba. Jarang sekali bisa muncul dengan kejelasan seakurat ini. Kalau saja ini artefak, pasti bisa dijual mahal ke kolektor.”
Nada Matthis-san terdengar campuran antara kagum dan semangat.
Manifestasi fisik yang dihasilkan oleh Mana Material adalah fenomena alam. Bagaimana kenangan masa lalu terwujud menjadi benda fisik sepenuhnya acak.
Apalagi benda yang memuat banyak teks seperti buku atau selebaran nyaris mustahil terbentuk dengan lengkap.
Itulah salah satu alasan mengapa penelitian tentang peradaban purba hampir tidak berkembang. Namun dari yang kulihat, selebaran ini tampak cukup utuh dan logis.
Ada hiu, ada manusia yang berlari ketakutan, dan tidak ada kejanggalan yang mencolok. Itu saja sudah luar biasa.
Saat Mana Material mewujudkan benda cetak kuno, ia tidak peduli apakah manusia bisa membacanya atau tidak.
Selebaran dari zaman purba, huh... ya, memang mengagumkan juga.
Jika Matthis-san membeli barang drop seperti ini, berarti nilai akademisnya memang tinggi. Walau tidak punya kekuatan khusus seperti artefak, benda ini menyimpan potongan berharga dari peradaban yang hilang.
Tapi kemungkinan besar isinya sudah disalin, karena kalau tidak segera diduplikasi, barangnya akan lenyap begitu saja.
“Jadi, apa yang tertulis di situ? Kalau bisa seakurat ini, berarti tulisannya juga bisa dibaca dengan jelas, kan?”
Barang drop ini tampaknya merupakan reproduksi sempurna dari cetakan kuno yang pernah ada.
Jadi, tulisan di dalamnya juga seharusnya bisa diterjemahkan dengan cukup akurat──
Menanggapi pertanyaanku, Matthis-san mengangkat wajah dengan ekspresi sangat serius.
“Ahh… tentu saja, sangat jelas. Dengar baik-baik, bocah. Di sini tertulis──’Seluruh dunia gempar! Hiu super bertenaga psikis hasil rekayasa, Demon Shark, menyerang! Berlarilah, wahai manusia bodoh!’ begitu.”
“???? Apa-apaan itu…”
Apa maksud dari selebaran ini, sebenarnya?
Semacam pengumuman monster? Tapi kesannya tidak terlalu mendesak.
“Hiu super bertenaga psikis hasil rekayasa”…? Apakah makhluk seperti itu pernah benar-benar ada di dunia ini? Siapa yang menciptakannya, dan untuk apa? “Seluruh dunia gempar”…?
Aku berkedip bingung, sementara Matthis-san menampilkan senyum lebar penuh kepuasan dan dengan lantang berkata──
“Aku juga tidak tahu!!”
Afterword
Mulai bulan Oktober, cour kedua animenya akan segera dimulai!!
Halo semuanya, sudah lama tidak berjumpa. Aku, Tsukikage, di sini.
Karena buku terakhir yang terbit sebelumnya adalah kumpulan cerita pendek, berarti sudah hampir 1 tahun sejak volume ke-12 yang rilis tepat sebelum penayangan anime dimulai.
Sejak sebelum hingga setelah penayangan anime dimulai, aku diberkahi dengan hari-hari yang sangat sibuk.
Ditambah lagi, ada beberapa hal besar yang terjadi dalam kehidupan pribadiku, jadi jujur saja, ingatanku agak kabur soal banyak hal.
Namun, berkat dukungan luar biasa dari para pembaca, aku berhasil membawa seri ini sampai ke penerbitan volume ke-13 (dan juga—semoga—penayangan cour kedua animenya berjalan lancar!). Aku benar-benar sangat bersyukur dan senang akan hal itu.
Nah, bagaimana menurut kalian cour pertama animenya? (Terlambat sekali untuk menanyakan ini, ya!)
Untuk komentar dan kesan detailnya, aku sudah menulis banyak di X (Twitter) dan Channel YouTube-ku, jadi kali ini akan aku singkat saja.
Secara pribadi, aku merasa hasil adaptasinya luar biasa—bagian yang membosankan jadi menarik, dan bagian yang konyol jadi lebih konyol lagi.
Aku sangat menikmati membaca berbagai reaksi, baik dari penonton baru maupun pembaca lama. Kekuatan anime memang luar biasa!
Aku rasa cour kedua akan lebih penuh dengan lelucon dan adegan kocak dibanding yang pertama, jadi pastikan kalian menontonnya dan menikmatinya! (Biasanya di tahap pembuatan storyboard-lah jumlah “bahan lelucon” meningkat drastis, dan setiap kali aku memeriksanya, aku selalu tertawa sendiri.)
Kini, setelah mencapai tonggak besar berupa adaptasi anime, dan setelah banyak belajar selama proses produksinya, lahirlah volume ke-13 ini.
Tapi, meski aku sudah banyak belajar... jangan berharap Krai jadi lebih baik—dia tetap sama seperti biasanya!
Tema volume ke-13 adalah horor.
Belakangan ini aku sering menulis cerita berskala besar dua volume (bagian atas dan bawah), jadi kali ini aku ingin menulis sesuatu yang bisa dibaca dengan cepat dan santai.
Volume ini juga menyoroti karakter-karakter yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian, serta bagaimana orang-orang di sekitar Krai yang terus ia buat repot mengalami perkembangan.
Begitu sebuah episode besar dimulai, karakter-karakter selain yang terlibat langsung jadi sulit untuk dieksplorasi, jadi aku sudah lama ingin menulis kisah seperti ini.
Krai mungkin bertingkah lebih buruk dari biasanya kali ini, tapi aku akan sangat senang jika kalian tetap bisa menikmatinya, walau sedikit saja.
Dan, mulai dari bab berikutnya, cerita akan memasuki perkembangan baru—jadi nantikanlah!
Akhir kata, izinkan aku menyampaikan rasa terima kasih.
Untuk ilustrator Chyko-sama—terima kasih banyak atas ilustrasi-ilustrasi luar biasa di volume ini juga.
Hanya Chyko-sensei lah yang mampu menanggapi permintaanku secara tiba-tiba untuk “gambar hiu”! Anda benar-benar dewa! Volume berikutnya, aku akan membuat karakter yang lebih aneh lagi!
Untuk para editor yang telah membantuku—Kawaguchi-sama, Takahashi-sama, dan Nagafuji-sama—terima kasih banyak atas segala bantuan kalian kali ini juga.
Akhir-akhir ini ingatanku sering melompat-lompat, tapi aku akan terus menulis dengan segenap tenaga, jadi mohon dukungannya terus, ya!
Dan tentu saja, kepada semua pembaca yang selalu mendukung “Nageki no Bourei wa Intai Shittai”, aku ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Terima kasih banyak!
Mohon terus dukung juga cour kedua animenya!
Agustus 2025
Tsukikage
Previous Chapter | ToC |



Post a Comment