NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 1 Chapter 6 - 10

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 6

Teman 【Istriku! 】 ← Nggak Terlalu Sok Akrab, tuh?


『Yuuna… aku masih belum mau pulang. Soalnya, hari ini sangat menyenangkan. Jadi aku nggak akan pulang seumur hidup! Kalau begitu──aku bisa terus bahagia selamanya, kan?』


"Fooooooooh!! Ini acara dewa, sumpaaaah!!"


Masa yang duduk di sampingku tiba-tiba berteriak histeris, sampai-sampai suasana hatiku yang tadinya ikut terbawa malah langsung mereda. Tanpa peduli padaku, ia mulai melangkah-langkah aneh sambil menggenggam ponselnya. Gerakannya mirip tarian suatu suku yang sedang merayakan panen raya.


"Hei, Yuuichi! Kenapa kau datar banget!? Ini kan event dari oshi-mu, Yuuna-hime!!"


"Aku jadi ilfil gara-gara kau terlalu heboh."


Kami berkumpul di kamar Masa untuk menjalankan tujuan hari ini: masing-masing melakukan gacha Arisute. Dan ketika aku berhasil mendapatkan SSR Yuuna-chan, episode spesial pun terbuka.


Isinya seperti ini:


Aku pergi kencan dengan Yuuna-chan yang selalu ingin terlihat keren, di taman hiburan yang penuh wahana ekstrem. Saat menaiki roller coaster tercepat di Jepang, dia jelas-jelas ketakutan tapi tetap sok kuat, berkata, "B-bukan apa-apa! Yuuna nggak takut, kok!" ──dan akhirnya malah menjerit sekencang-kencangnya. Begitu turun, dia menatapku dengan mata berkaca-kaca sambil memukul-mukulku pelan.

Kami pun menikmati kencan sampai matahari terbenam, lalu berjalan perlahan menuju pintu keluar. Saat itu, Yuuna-chan menggenggam ujung bajuku dengan erat dan menatapku dari bawah.


"Yuuna… masih belum mau pulang. Soalnya, hari ini sangat menyenangkan. Jadi aku nggak akan pulang seumur hidup! Kalau begitu──aku bisa terus bahagia selamanya, kan?"


Singkatnya, itu luar biasa. 


Aku bahkan merasa tak apa kalau harus menghabiskan sisa hidup di taman hiburan itu. Seperti biasa, Yuuna-chan memberiku semangat dan senyum.


"Benar kan? Yuuna-hime itu memang istriku!"


Masa yang terlalu semangat berkata begitu, membuatku spontan kesal dan melotot padanya.


"Masa… oshi kau kan Ranmu-chan, bukan?"


"Fuaaaa Ranmu-shamaa!"


"Jangan balik jadi balita, deh."


"Ranmu-chan itu… ibuku! Dan Yuuna-hime itu istriku!"


"Kau sadar nggak sih seberapa menjijikkan kedengarannya?"


"Diam kau! Aku hidup demi Arisute!! Orang lain mau bilang apa, bodo amat!"


Ya ampun… dalam satu sisi aku kagum sama keteguhan hatinya, tapi tetap saja nggak masuk akal.


"Pokoknya, Yuuna-chan nggak boleh. Karena Yuuna-chan itu… istriku."


『──Halo, semua penggemar Arisute! Aku Izumi Yuuna, pengisi suara Yuuna!!』


Saat itulah layar ponselku tiba-tiba menayangkan video promosi Arisute. Di sana, bukan Watanae Yuuka yang kulihat. Melainkan ──Izumi Yuuna asli.


Bukan rambut hitam kuncir kuda ala sekolah, melainkan rambut cokelat panjang bergelombang. Kemungkinan itu wig, untuk keperluan karakter sekaligus menyembunyikan identitas aslinya. Pakaiannya pun sama persis dengan kostum yang dipakai Yuuna-chan dalam game: tunik pink, rok mini kotak-kotak, dan kaos kaki panjang hitam.


『Apakah kalian menikmati Arisute~?』


"Uweeeeeiii!!"


Masa kembali menjerit di telingaku, jadi langsung kutinju kepalanya.

Aku menatap lekat-lekat gadis di layar yang terus tersenyum ceria.


『Yuuna itu ceria, agak usil, tapi karena polos jadi sering gagal… pokoknya dia anak yang lugu dan penuh semangat!』


『Tolong terus dukung Yuuna ya! Kalau nggak──Yuuna nggak akan maafin, lhoっ』


Video promosi selesai, layar ponsel kembali ke tampilan game biasa. Tapi aku hanya bisa terdiam, tak sanggup menggerakkan tangan yang masih menggenggam ponsel.


"Izumi Yuuna-chan… layak banget buat di-oshikan."


Masa berbisik lirih.

"Dia baru saja debut lewat Arisute, lho. Dan dia seumuran sama kita, masih SMA. Pasti dia sedang mengejar mimpinya jadi pengisi suara, berusaha keras dengan tubuh mungilnya. Tapi tetap bisa tersenyum ceria tanpa henti… bukannya itu sangat imut?"


"…Gitu, ya?"


Aku menjawab setengah hati sambil mengalihkan pandangan.


"Ya, dia memang berusaha. Tapi… bukannya orang kayak gitu sering punya dua sisi?"


"Justru itu bagus! Aku malah suka banget kalau ada kontras gitu!"


"Masa, seleramu kelewat luas. Pokoknya, jangan dekati Izumi Yuuna. Serius."


"Kenapa kau keras banget ngekritik? Kasihan, lho, istriku!"


"Siapa juga yang istri kau! Dia istriku!!"


Begitu keluar dari mulutku, aku buru-buru menutupnya dengan tangan.


Sial… aku ikut terbawa suasana dan hampir membuka rahasia hubungan kami.


"Kamu… jangan-jangan…"


Masa menatapku dengan serius, dengan sorot mata yang belum pernah kulihat darinya.


Peluh dingin mulai menetes. Jantungku berdetak kencang.


Gawat… jangan-jangan dia sadar!?


"Kau Oshi-kan Izumi Yuuna-chan juga… ya!?"


…Ya ampun. Tentu saja bukan itu.


Kalau dipikir dengan waras, mana mungkin istri seorang pengisi suara muda adalah laki-laki SMA biasa kayak aku.



“────jadi, itulah kejadian hari ini.”


Sambil makan malam bersama Yuuka, aku menceritakan seluruh kejadian hari ini dari awal sampai akhir. Benar-benar obrolan ringan, tidak lebih dari sekadar percakapan biasa. Namun, Yuuka──


"…Heheh. ‘Istriku, tahu!!’ katanya… heheh."


Wajahnya hancur lebur oleh senyuman, terus saja terkekeh-kekeh. Melihat reaksinya yang begitu senang, aku buru-buru memberi penjelasan untuk berjaga-jaga.


"Eh, tapi maksud ‘istri’ di sini itu istilah yang dipakai buat karakter dua dimensi, ya?"


"Hehe~"


"Jadi, sama sekali tidak ada maksud lain, ngerti!?"


"Hehe~"


"Kamu sama sekali nggak dengerin, kan!?"


…Yah, memang. Sebenarnya aku hanya tidak suka kalau Masa terus-terusan menyebutnya sebagai ‘istri’-nya. Tapi kurasa, lebih baik aku tidak melanjutkan pembahasan ini.




Chapter 7 

【Tolong】

Padahal aku bukan tipe populer, tapi aku malah dicurigai selingkuh…


Aku dan Yuuka, hari ini pun berangkat dari rumah bersama. Seperti biasa, pertama-tama kami menoleh ke kiri dan kanan dengan hati-hati, lalu mulai berjalan perlahan.


"Yay, hari ini juga berangkat sekolah bareng Yuu-kun♪"


"Itu… kamu sudah seperti mengucapkan salam pagi setiap hari."


"Soalnya, itu kan bahasa Jepang yang enak diucapkan keras-keras! Suami-istri berangkat sekolah bareng."


"Nggak ada di kamus, bahasa Jepang aneh kayak gitu. Lagi pula, kita belum jadi suami-istri."


Sambil bercakap ringan seperti itu, kami berjalan menuju sekolah. Kalau sedang di tempat sepi, Yuuka selalu tersenyum ceria dengan energi yang sama seperti saat di rumah.


Penampilannya sih sekolah mode: kuncir kuda dan kacamata. Tapi ekspresinya jelas sekali versi senyum khusus buat aku. Namun begitu mulai mendekati sekolah, tanpa perlu disepakati, kami menjauh satu sama lain. Lalu dengan selisih waktu sedikit, kami masuk sekolah masing-masing.


──Setiap kali melakukannya, entah kenapa rasa bersalahnya justru makin besar. Yah, meskipun tidak ada masalah juga sih.


Hari ini pun aku dan Yuuka bertingkah seolah tidak akrab, masing-masing menjalani kehidupan sekolah sendiri-sendiri.


────Bzzz♪


『Yuu-kun, lihat ke siniー』


…Kadang-kadang, Yuuka menjebak lewat pesan RINE seperti ini. Tapi aku bertahan dengan tekad baja, mengabaikannya.


『Lihat ke sini dongー. Ish.』


Sudah kubilang jangan begitu.


Kalau aku menoleh, pasti Yuuka yang nanti bereaksi aneh. Dan akhirnya aku juga yang harus menutupinya.


"Nah lo, kenapa mukanya serius begituー。"


Kupikir aman karena Masa sedang tidak di tempat, tapi tiba-tiba seseorang menaruh berat badannya di pundakku.


"…Nihara-san."


"Yahho, Sakata!"


Dengan senyum santai, dia mendekatkan wajahnya tanpa ragu. Aku pun buru-buru menoleh ke arah lain.


"Dekat! Terlalu dekat."


"Tenang aja? Asal kamu nggak bergerak, nggak bakal terjadi apa-apa kok. Yah, kalau kamu bergerak sih, bisa aja jadi cium gitu?"


"Itu justru nggak tenang namanya."

"Fuhaha, Tidak masalah, kan. Tidak masalah, kanー"


Ini jelas-jelas cuma dia yang senang melihatku kerepotan.


Haa… inilah alasan kenapa aku agak susah menghadapi anak ini.


Nihara Momono. Satu-satunya perempuan di kelas yang sering ngobrol akrab denganku. Rambut panjang dicat cokelat, poni ditata ke belakang memperlihatkan dahinya — itu ciri khasnya. Karena pakai riasan, matanya tampak sangat besar dan hidup. Blazer yang dikancing seadanya agak terbuka, tapi terlihat ketat dari dalam karena terdorong oleh dadanya.


Ya, dia termasuk perempuan dengan gaya gyaru.


Gadis gyaru itu entah kenapa selalu terasa terlalu dekat secara fisik. Tapi kalau kita yang kelewat batas sedikit saja, mereka bisa langsung menyerang balik. Intinya, tipe berbahaya. 


Yah, cuma kesan saja sih. Karena itu aku selalu menghadapi Nihara-san dengan kewaspadaan penuh. Tapi entah kenapa, dia justru sering sekali mengajakku bicara.


"Eh tapi ya, akhir-akhir ini Sakata suka celingak-celinguk di kelas, ya? Padahal dulu seringnya cuma lihat ke luar jendela."


"Kenapa kamu mengamati arah pandang aku… ah, sudahlah."


"Apa-apaan sih? Lagi ada perempuan yang kamu suka, ya? Coba cerita ke kakak ini?"


"Kakak apaan. Kita seangkatan, kan."


"Yaa, maksudku kakak secara mental? Nih, Sakata. Cepatlah, terjun ke dada kakak!!"

Dia membuka tangannya lebar-lebar, membuat bagian tubuhnya yang besar itu makin mencolok. 


Yah, aku kan gentleman. Cuma sekilas melirik, lalu segera mengalihkan pandangan. Serius, sikapku yang cuma sekilas itu layak mendapat pujian.


"Aduuuh. Sakata tuh nggak asik banget."


"Eh!? T-tunggu!!"


Lengan kananku tiba-tiba terasa ditekan oleh dua gumpalan empuk.


Lembut banget… ini surga kah…? Tidak-tidak! Bahaya banget ini! Aku buru-buru mencoba melepaskan diri, tapi Nihara-san malah merapat erat, nggak mau lepas.


Setiap aku bergerak, sensasi lembut itu makin terasa, bikin otakku semakin kacau balau. Dia sepertinya makin terhibur melihat kepanikan wajahku, lalu tersenyum puas.


"Hehe, aku yang menangー. Ayo, terimalah pelukan hangat dariku dengan patuh."


"Aku tuh dari dulu heran… kenapa sih, Nihara-san suka banget ngeganggu aku gini?"


Masih menempel di lenganku, Nihara-san bergumam, "Hmm…" lalu tersenyum lebar.


"Soalnya,aku ingin lihat lagi Sakata yang dulu, yang ceria kayak dulu?"


"Ugh…"


Komentarnya bikin aku benar-benar lelah sampai ke dalam hati.

Di sekolah ini, cuma ada dua orang yang satu SMP denganku. Yang pertama adalah Masa alias Kurai Masaharu. Dan yang kedua──Nihara Momono.


Anak-anak yang baru kenal di SMA pasti menganggap aku ini seperti udara, tak terlihat. Tapi Nihara-san… dia tahu aku yang dulu. Yang sok jadi anak gaul, berusaha jadi pusat perhatian kelas. Yang salah paham soal cinta, nembak perempuan, ditolak, lalu mengurung diri. Dan akhirnya berubah jadi penghuni gelap yang pendiam.


"Kenapa nggak ngobrol lebih banyak kayak dulu aja sih? Kenapa sekarang sok jadi serigala penyendiri gitu? Apa ini yang namanya sindrom chuunibyou?"


Entah apa yang lucu, Nihara-san terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Aku memanfaatkan celah itu untuk menepis Nihara-san dengan cepat, lalu berdiri dari kursi.


"Haa… anak gaul tipe gyaru memang suka sekali melakukan kontak fisik begini. Nanti ada orang yang salah paham, jadi hentikan, oke?"


"Eh? Tapi kan aku sebenarnya bukan anak gaul, apalagi gyaru."


"Kalau begitu, kamu ini apa?"


"Perempuan kampung yang introvert?"


Bagian mananya coba. Dan lagi, apa pula maksudnya perempuan kampung—itu bahkan bukan lawan kata gyaru.


"Dan lagi, aku juga nggak sembarangan nempel ke siapa saja, tahu? Aku bukan perempuan gampangan."


Sambil berkata begitu dengan nada dibuat-buat, Nihara-san menutup dada dengan lengannya dan menggembungkan pipinya.

Lalu, ia mendekatkan bibir ke telingaku.


"──Tapi, cuma ke Sakata, lho?"


"Hah!? Maksudnya apa itu……"


"……Pfft. Ahahaha! Sakata, kamu kelihatan panik banget!!"


Nihara-san kembali tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.


──Ahh. Memang benar, aku tetap tidak bisa menghadapi gyaru. Rasanya luka lama ikut tergores lagi……


Cepat-cepat saja aku ingin menyalakan ponsel, lalu ‘mengisi energi’ dengan Yuuna-chan. 


Begitulah pikiranku, sampai──dari kursi yang agak jauh, aku merasakan tatapan dingin yang membuat bulu kuduk merinding. Di sana ada seorang "shura". Itu bukanlah Watanae Yuuka yang biasanya canggung karena sulit berkomunikasi.……melainkan Yuuka yang wajahnya tampak benar-benar muram, jelas sedang dalam suasana hati yang buruk.


Dengan hati-hati, aku pun mengambil ponsel dan membuka RINE.


『Ehhh? Yuu-kun, akrab sekali ya sama Nihara-san?』

『Umm…… kayaknya dia terlalu dekat, deh. Bisa agak menjauh, nggak?』

『Kamu tadi melirik dadanya, kan?』

『Dada itu sempat nempel, kan?』

『Pada akhirnya, semuanya tentang dada ya.』

『Kenapa nggak sekalian menikah sama dada saja?』

『Booodoh.』

Semakin lama, semakin terasa dingin perubahan nada pesannya.


Benar-benar membuatku merinding sampai ke tulang belakang.


Apa yang harus kulakukan... gara-gara gyaru yang ceria itu, pernikahan kami sudah langsung terancam.



Dalam perjalanan pulang. Setelah menyeberangi perempatan lalu berbelok ke kanan. Di sana aku berhenti, menatap ke langit biru yang cerah membentang.


Seperti biasa, di sekitar sini tidak ada banyak orang yang lewat.


"Yuu-kun."


Saat aku sedang melamun begitu, Yuuka datang terlambat.


Pipi yang sedikit menggembung. Telapak tangan yang digenggam erat.


Ya… dia memang sedang marah.


"Pertama, boleh aku menjelaskan dulu?"


"Silakan."


"Nihara-san itu kenal aku sejak SMP, jadi dia suka sekali mengusikku. Bagi anak populer itu hanya sekadar hiburan... mungkin dia hanya menganggapku mainan saja."


"…yah, memang benar. Lebih sering dari pihak Nihara-san yang memulai, bukan dari Yuu-kun. Aku pikir itu tidak bisa dihindari. Lagi pula, tidak ada aturan yang melarangmu berbicara dengan orang lain selain aku, kan?"


Yuuka menggembungkan pipinya lagi. Ekspresinya bukan sekadar marah, melainkan lebih seperti sedang ngambek.


"Tapi, Nihara-san itu… curang, ya."

"Curang? Maksudmu apa?"


"…uuh. Pokoknya curang."


Yuuka semakin menggembungkan pipinya, lalu menaruh tangannya di dada yang sesuai dengan usianya sudah mulai berkembang.


Ah—baru ingat, di RINE juga dia sering sekali menyinggung soal ukuran dada.


"...Yuuna juga punya grafik tubuh yang besar, kan."


"Menurut pengaturan resmi, dia F-cup. Padahal tingginya hanya 147 cm, siswi SMP yang mungil, tapi bagian dadanya seperti senjata penghancur. Perpaduan antara imut dan seksi. Wajah polosnya dengan tubuh dewasa yang tidak seimbang itu sungguh tidak tertahanka—"


"Yuu-kun, kamu bodoh, ya?"


Iya. Maaf. Kali ini memang kelewat tidak peka. 


Ketika aku terdiam beberapa saat...


"…eeii!"


Sesuatu yang lembut menyentuh lenganku.


Ya—Yuuka mendekap lenganku erat-erat. Dari rambutnya yang diikat kuncir kuda, samar-samar tercium aroma jeruk segar. Hangatnya tubuh Yuuka terasa menular lewat lenganku. Dalam keadaan begitu… Yuuka menatapku dari bawah, lalu berbisik pelan.


"...tidak seburuk itu, kan?"


"Eh… maksudmu apa?"

"Tidak sebesar punyanya Nihara-san atau Yuuna… tapi aku juga lumayan, kok."


Cekikan semakin erat. Yuuka menekan tubuhnya ke lenganku. Rasa lembut itu membuat bukan hanya lenganku, tapi otakku ikut meleleh. Detak jantungku melonjak drastis, sampai sulit bernapas.


Melihat aku yang kehilangan kata-kata, Yuuka manyun dan meruncingkan bibirnya.


"Jadi, tetap saja kamu lebih suka yang besar? Aku dengar di dunia pria, semakin besar semakin disukai."


"Jangan percaya omongan konyol seperti itu dari dunia seiyuu! Itu semua tergantung selera, tahu!?"


"Tapi, Yuu-kun… kamu kan suka Yuuna?"


"Aku suka Yuuna-chan sebagai pribadi, bukan dadanya!"


Meski aku mati-matian membantah, Yuuka tetap terlihat belum sepenuhnya yakin.


"Hm… ingat ini baik-baik, Yuu-kun."


Yuuka melepaskan tubuhnya dariku, lalu menjulurkan lidah sambil berkata,


"Aku pasti akan jadi lebih besar lagi, lihat saja!"


Benar-benar, apa yang sebenarnya ia lawan, sih? Yah, setidaknya suasana hatinya sudah membaik. Iya… untuk sementara.


Harus kucatat baik-baik: membicarakan soal dada, bahkan dengan dalih anime, adalah ranjau berbahaya.


Chapter 8

Ciri khas membangunkan dengan kesan 【Ah, ini bakal tidur selamanya】


『Ini sudah pagi, bangunlah. Ayo bangun, bangun dong. Duh, padahal Yuuna sudah repot-repot membangunkanmu begini』


"Ya ampun... lucu sekali. Ini puncak kelucuan..."


Aku menatap ponsel dengan serius sambil bergumam sendiri. 


Barusan aku memutar gacha di 『Love Idol Dream! Alice Stage☆』. Padahal aku tidak melakukan top up, tapi aku mendapatkan 『Yuuna (Normal)』 begitu saja. Sekali putar langsung Yuuna-chan... ini pasti takdir.


Ngomong-ngomong, event yang sedang berlangsung sekarang adalah 『Para idol Alice akan datang membangunkanmu!』. Dengan suara ini, besok pagiku pasti──akan jadi awal yang indah. Atau, bisa juga aku tidak akan pernah lagi melihat matahari pagi. Dalam arti mati karena terlalu gemas.


"......Yuu-kun biasanya bangun jam berapa sih?"


"Uwah!?"


Aku yang sedang tiduran di sofa ruang tamu, tiba-tiba terkejut saat mendengar suara menyapaku.


Yuuka baru saja selesai mandi, sudah berganti ke baju tidur berupa one-piece, dan sedang menatap ke arahku. Rambutnya terlihat lebih lembut dari biasanya, membuatnya terlihat agak polos.


"Yuu-kun biasanya selalu bangun lebih cepat dari aku, kan?"


"Ah... biasanya aku pasang alarm jam tujuh. Ya, sekitar itu."


"Bangunmu cepat nggak?"


"Yah, lumayanlah... kalau kamu gimana, Yuuka?"


"Aku? Aku sih, lumayan susah. Biasanya harus melamun sebentar dulu baru bisa bangun."


Kami mengobrol basa-basi begitu saja. Lalu masing-masing kembali ke kamar.


"......Yuu-kun."


Saat aku membuka pintu kamar, Yuuka tiba-tiba memanggil. Ketika aku menoleh, ia sedang menatapku dengan mata berbinar.


"Besok, siap-siap ya?"


"...Hah?"


Siap-siap untuk apa?


Aku tidak begitu mengerti... yah, kalau aku masih ingat nanti.



────Nn.


Ah, entah kenapa hari ini aku bangun sebelum alarm berbunyi. Sambil mengucek mata, aku meraih jam weker di atas futon.


Waktu menunjukkan──pukul 06:55. Sedikit lebih awal, tapi agak tanggung untuk kembali tidur.

Ya sudah... bangun saja. Aku pun mengangkat tubuh bagian atas sambil tetap berada di dalam futon. Dan di sana──ada wajah Yuuka.


"Uwaaaaaa!?"

"Kyaaaaa!?"


Kami berdua saling menatap lalu berteriak keras. Aku langsung terjatuh dari futon, sementara Yuuka terduduk di atas selimut.


"Eh? Eh? Kenapa Yuuka ada di sini?"


"Kenapa... sekarang masih jam 06:55 padahal...!"


Aku bertanya serius, tapi Yuuka malah tertunduk kecewa tanpa menjawab.


Eh... apa ini? Memang ada tanda-tanda ke arah ini sebelumnya?

Kalau tidak salah, kemarin aku senang sekali karena dapat kartu normal Yuuna-chan. Lalu Yuuka sempat menanyakan jam bangunku. Dan──ia bilang, "Besok, siap-siap ya?"


"......Oh, jadi begitu."


Artinya begini. Yuuka sedang meniru event dari Alice Stage. Ia menanyakan jam bangunku agar bisa diam-diam masuk kamar untuk membangunkanku.


Seperti biasa, anak ini bertindak tanpa pikir panjang.


"......Aku minta diulang, tolong ya."


"Hah?"


"Soalnya Yuu-kun bangun lebih cepat dari rencana! Itu curang!!"


"Bukan curang! Kenapa jadi aku yang salah di sini!?"


"Pokoknya sekali lagi──sekali lagi saja, ya!"



Akhirnya. Aku menuruti permintaan Yuuka untuk mengulang adegannya. Aku kembali berbaring di futon dengan mata terpejam.


"......Kenapa jadi begini sih..."


Sambil berpikir betapa anehnya pura-pura tidur padahal sudah bangun, aku mendengarnya.


────Klik.


Suara pintu kamar terbuka. Aku merasakan Yuuka berjalan perlahan mendekat. Hembusan napasnya terasa di dekat telingaku. Lalu──


『......Onii-chan, bangun? Nanti kamu terlambat lho?』


Karena tidak menyangka kalimat itu, aku sampai terbatuk di dalam futon. Aku segera bangun untuk mengatur napas, menatap Yuuka.


"Ah, sudah bangun."


Yuuka tersenyum senang, tapi ini bukan hal untuk ditertawakan.


"Kenapa bilang 'Onii-chan'?"


"Soalnya, kalau di anime, adegan klasik bangun pagi itu biasanya dengan adik perempuan, kan? Ehehe, rasanya segar banget bisa memanggilmu Onii-chan."


Tapi setelah itu, wajahnya berubah seolah tersadar sesuatu.


"Ah, iya ya. Maaf Yuu-kun. Kamu kan punya Nayu-chan... jadi dipanggil Onii-chan kayak gini nggak terlalu segar ya."


"Bukan itu maksudku..."


Sebagai catatan, Nayu tidak pernah membangunkan dengan cara seperti itu. Malah Nayu yang susah bangun, jadi aku yang sering membangunkannya. Dan tiap kali aku membangunkannya, dia selalu menggerutu kesal. Benar-benar tidak adil.


"Maaf! Sekali lagi, aku minta ulang!!"


"Nanti kamu terlambat sekolah!?"


"Kali ini terakhir! Aku janji, kali ini aku akan membangunkanmu dengan cara yang benar-benar romantis, sesuai status kita sebagai suami istri!!"


Dengan kedua tangan dirapatkan, Yuuka menunduk penuh permohonan.


Hhh... kalau sampai sejauh ini memohon, susah juga menolak. Akhirnya, untuk ketiga kalinya hari ini, aku kembali berbaring sambil menutup mata.


"......Yuu-kun? Kalau tidak bangun nanti terlambat lho?"


Aku mendengar Yuuka berbisik setelah jeda sebentar. Tapi──seperti apa coba, cara membangunkan yang romantis untuk pasangan suami istri? Aku sama sekali tidak bisa membayangkannya.


────Lalu. Aku merasakan bibir Yuuka mendekat ke telingaku. Hembusan napas hangatnya menggoda gendang telingaku. Lalu, dengan menarik napas perlahan──


“──Kalau tidak bangun, aku... akan menciummu, tahu?”


Brrr... seperti ada aliran listrik yang menyambar otakku.


Eh, c-cium!?


Begitu ya... kupikir hal semacam itu cuma ada di manga atau anime. Tapi kami ini kan tunangan. Kalau begitu──hal seperti itu... wajar saja, kan.


Aku teringat bibir merah muda Yuuka yang bergetar lembut. Sensasi manis yang seolah bisa membuatku meleleh. Hembusan napas kecilnya yang membelai. Dan kemudian, aku dan Yuuka──


“……K-kamu tidak bangun!? E? E? A-aku… b-beneran cium kamu, lho!?”


Tangan Yuuka yang menggenggam bahuku tiba-tiba menekan lebih kuat. Aku pun panik dan segera meloncat bangun dari futon.


"Ah. S-selamat pagi, Yuu-kun..."


"I-iya..."


Aku dan Yuuka saling bertatapan lekat. Lalu... Yuuka menundukkan wajahnya pelan-pelan.


"A-anu... barusan itu cuma bangunin dengan cara yang bikin gemas gitu... kalau beneran ciuman, aku malu banget... jadi kalau aku sempat bikin kamu berharap, maaf ya..."


Yuuka meremas jemarinya gelisah. Aku yang melihatnya, tidak tahu harus berkomentar apa.


"Pokoknya... sekian! Itulah cara bangunin ala Yuuka yang bikin gemas!!"


Dengan senyum malu-malu, Yuuka mencoba menutupi rasa malunya.


Pipinya memerah seakan sedang demam, lalu ia segera membalikkan badan.


"Gimana, Yuu-kun?"


"Ehm..."


Aku menunjuk jam weker dengan wajah canggung.


"K-kayaknya... kita hampir terlambat..."


"Waaah!? M-maaf banget!!"


Yuuka pun buru-buru keluar kamar dengan panik. Setelah ia pergi, aku hanya bisa menarik napas panjang.


"......Mulai besok, aku pasang alarm lebih awal lagi deh..."


Kalau setiap pagi dibangunin dengan cara seperti itu, kepalaku bisa benar-benar kacau.



Sejak itu. Aku selalu memasang alarm lebih awal setiap pagi. Akibatnya──


"Ya ampun! Kenapa hari ini kamu bangun lebih cepat lagi sih!!"


Yuuka pun tidak mau kalah, berusaha membangunkanku lebih dulu sebelum alarm berbunyi. Tapi aku, demi menjaga kewarasanku, memasang alarm lebih awal lagi. Dan pada akhirnya, ketika aku sudah sampai pada jam bangun pukul lima.


Tradisi "Yuuka membangunkan di pagi hari" resmi jadi larangan di rumah kami.



Chapter 9 

【Butuh Cepat】

Cara Tidur Bersama Tunangan Tanpa Terangsang


Sejak pertemuan pertama, aku sudah tahu kalau hobiku dan Yuuka cukup banyak yang sama. Karena itu, kalau ada waktu luang, aku dan Yuuka sering menghabiskannya dengan menonton anime bersama.


"Ah. Lihat deh, lihat deh. Heroine ini, cantik banget kan?"


"Masa? Aku malah lebih suka karakter senior itu."


"Eh!? Menurutku, teman masa kecil jauh lebih manis dan setia, lho! Kalau tokoh utama harus berjodoh dengan seseorang, ya harusnya tipe perempuan seperti ini!!"


"Nggak juga. Teman masa kecil berambut biru biasanya kena kutukan kalah."


"Ih, jangan ngomong yang terlalu meta gitu, ah!!"


Kami duduk berdampingan di sofa, mengobrol sambil menonton anime. 


Kalau sudah tenggelam dalam anime, Yuuka selalu kelihatan bersemangat sekali. Saat adegan menyentuh, ia bisa sampai berlinang air mata. Saat adegan penuh semangat, ia menjerit sambil menggerak-gerakkan tangan dan kaki. Ekspresi emosinya benar-benar kaya. Di situlah aku merasa, "memang pantas dia jadi pengisi suara."


"Aduh, kok berhenti di bagian bagus banget sih!! Jadi penasaran, ihhh."


Yuuka mengembuskan napas panjang, tanpa kusadari sudah duduk meringkuk di sofa dengan posisi memeluk lutut.


Di sekolah, Yuuka selalu tampil dengan kacamata dan rambut dikuncir kuda. Tapi di rumah, kesannya benar-benar berbeda. Rambut hitam yang baru ia biarkan terurai setelah mandi, panjang sampai ke bawah bahu dengan ujung yang mengembang lembut. Mata yang dengan kacamata terlihat tajam, tanpa kacamata justru tampak sedikit sayu.

Dan dari gaun tidurnya, tampak sepasang kaki ramping, putih bersih, berkilau halus.


"Seru banget ya, Yuu-kun."


Yuuka menggerak-gerakkan kakinya pelan, lalu tersenyum manis. Posisi duduk meringkuk itu membuatnya terlihat tanpa pertahanan.

Hampir saja bagian dalam roknya kelihatan, membuatku buru-buru mengalihkan pandangan.


────Saat itu juga. Cahaya terang menyilaukan menerobos dari celah tirai. Beberapa detik kemudian, suara petir menggelegar memenuhi ruangan. Dan──lampu di rumah kami padam serentak.



"Maaf ya... Yuu-kun."


"Ya, nggak apa-apa kok."


Beberapa menit setelahnya benar-benar penuh keributan. Ketakutan akan petir dan kegelapan membuat Yuuka hampir menangis, lalu ia langsung menempel padaku erat-erat. Tubuhnya menekan-nekanku, sampai aku panik berusaha melepaskan diri. Tapi Yuuka yang sudah ketakutan setengah mati itu sama sekali tidak mau melepas.


Akhirnya──jadinya begini. Aku membawa futon Yuuka ke kamarku, 

lalu menaruhnya dengan sedikit jarak dari futonku.


"Ya sudah, Yuuka. Tidurlah di futonmu itu──"


"Tidak mau!"


Yuuka buru-buru menggeser futonnya, menempelkannya ke futonku.

Sekarang ada dua futon yang terhampar berdampingan tanpa celah.


"Eh, tunggu. Ini jelas nggak benar."


"Soalnya... aku takut."


"Iya sih. Tapi tetap saja, ini jelas nggak benar, kan?"


Kalau melihat Yuuka yang ketakutan sampai mau menangis, aku bisa mengerti perasaannya. Lagi pula kami tunangan, jadi kalau tidur bersebelahan... mungkin tidak terlalu aneh.


Tapi tetap saja, instingku langsung berkata kalau ini berbahaya. Meski sekarang aku sudah tinggal bersama Yuuka, aku masih sulit menerima kenyataan untuk benar-benar menjalin hubungan dengan gadis nyata. Bagaimanapun juga, meski Yuuka adalah pengisi suara Yuuna-chan, dia tetap orang yang berbeda. Kalau aku sampai berharap aneh-aneh, bisa-bisa aku yang melukai, atau dilukai. Itu yang paling kutakuti.


──Namun. Kalau kami benar-benar tidur bersebelahan begini, ceritanya beda lagi. Bukan masalah takut atau tidak. Level rangsangannya saja sudah terlalu tinggi.


"Yuu-kun... tolong banget."


Di tengah kebimbanganku, Yuuka menatapku dengan mata berkaca-kaca sambil mencengkeram ujung bajuku.

"Aku takut... tidur di sebelahku saja, ya?"


Cahaya kilat kembali menyambar dari jendela, disusul suara petir yang mengguncang.


"Hyah!?" Yuuka menjerit kecil, lalu cepat-cepat menyembunyikan seluruh tubuhnya di dalam futon. Tidak lama kemudian, ia mengintip keluar, menatapku dengan pandangan memohon.


"Baiklah... aku tidur di sebelahmu."


"......Makasih."


Aku masuk ke futon, lalu buru-buru memalingkan tubuh ke arah lain, memejamkan mata rapat-rapat. Aku tidak berani menatap wajah Yuuka. Soalnya, kalau aku benar-benar menyadari bahwa kami sedang tidur bersebelahan di kamar gelap begini...aku pasti kehilangan kendali.


"............"


Aku mendengar suara gesekan futon dari arah sebelah. Ruangan kembali hening....Apa Yuuka sudah tidur? 


Aku pelan-pelan membalikkan badan, menoleh ke arah Yuuka.


"Ah."

"Ah."


Mata kami langsung bertemu. Yuuka yang wajahnya sedikit keluar dari futon langsung buru-buru menyembunyikan diri lagi.


"......Intip."


Dengan suara kecil, Yuuka bergumam lalu kembali mengeluarkan 

wajahnya. Dan tentu saja, mata kami kembali bertemu.


"Kya!"


Yuuka langsung menyembunyikan diri lagi di futon.


"......Intip."


Ia mengintip lagi. Dan lagi-lagi, mata kami beradu.


"Kya!"


Shushushut.


"……Intip."


Nyu.


"Kya!"


────tidak tidak tidak. Bisa kita hentikan itu? Kalau kamu terus melakukan itu, jantungku benar-benar tidak akan berhenti berdetak kencang. Serius.


"────Hei, Yuu-kun?"


Yuuka hanya mengeluarkan wajahnya sampai bagian hidung ke atas, lalu menatapku dari bawah dengan mata berbinar. Tatapan matanya yang basah itu terlihat begitu menggoda... aku pun buru-buru memejamkan mata.


"Ah—pura-pura tidur ya, kan?"


Yuuka bersuara dengan nada tidak puas, tapi aku tetap menolak membuka mata.

Dengan tekad bulat, aku memaksa kesadaranku untuk beralih ke tidur.


"Ya ampun... Yuu-kun, dasar bodoh."


Aku mendengar Yuuka menghela napas panjang, sangat panjang. Dan setelah itu... terdengar bisikan lirihnya.


"Padahal aku... sudah siap, tahu."


Kata-kata itu sontak jadi pemicu. Aku refleks bangkit dari futon. Di sebelahku, Yuuka bersembunyi di balik futon sampai menutupi mulutnya. Namun matanya tetap berkaca-kaca, dan pipinya memerah lembut.


"Siap... apa maksudmu?"


" Jangan menanyakan hal seperti itu pada seorang gadis... bodoh."


Bahu Yuuka sedikit bergetar. Dan saat melihat Yuuka yang tampak begitu rapuh itu────aku merasakan sesuatu dalam diriku meledak seketika.


Hujan yang tadinya terdengar di luar, entah sejak kapan sudah berhenti. Petir pun sudah benar-benar reda. Artinya, alasan kami untuk tidur bersama di kamar ini... sudah tidak ada.


Tapi, justru karena itu. Aku perlahan merangkak keluar dari futon.

Lalu mendekat, menyempitkan jarak dengan Yuuka.


Begitulah. Malam panjang kami──baru saja dimulai.




Chapter 10

Hasil Menghabiskan Satu Malam Bersama Tunangan…


── Padahal aku… sudah siap, tahu.

──Jangan menanyakan hal seperti itu pada seorang gadis… dasar bodoh.


Ringkasan sebelumnya.


Entah bagaimana, aku tiba-tiba terikat hubungan tunangan dengan teman sekelas, Watanae Yuuka. Hubungan kami selama ini masih platonis, tapi pada malam badai kami akhirnya tidur di kamar yang sama. Di saat itu, Yuuka mengucapkan kata-kata yang penuh makna, dan── apa yang akan kau lakukan, Yuuichi!?


"…Yuu-kun?"


Suara Yuuka membawaku kembali ke kenyataan, menghentikan narasi yang terus bergulir di kepalaku. Dengan hidung ke bawah tertutup selimut, Yuuka berbisik dengan mata yang berembun.


"A-aku… tidak seharusnya melakukannya, ya?"


"Eh!? B-bukan begitu, bukan berarti aku tidak suka!?"


"Tapi wajahmu kelihatan bingung, Yuu-kun."


"A-ah, ya, memang aku bingung, sih…"


"Tuh kan, bingung. Aku yang bikin kamu bingung, kan… dasar bodoh."


Sambil berkata begitu, Yuuka menggembungkan pipinya.


Kesiapan──ya, Yuuka memang sempat mengatakannya. Yang terpantul di mataku sekarang adalah sorot mata jernihnya.


Ah──kalau dipandang seperti itu, aku benar-benar tidak bisa menahan diri. Aku bisa merasakan kepalaku makin lama makin kosong.


"──Eh?"


Yuuka mengeluarkan suara kecil.


"Ah! Ma… maaf."


Tanpa sadar, aku sudah meletakkan tanganku di pipinya. Aku buru-buru menarik tangan itu dan membalikkan badan. Lembut… dan hangat. Mengingat lagi sensasi khas seorang gadis itu, jantungku berdetak makin cepat.


"A-apakah… kamu tidak suka? Maaf…"


"B-bukan aku tidak suka, tapi…"


"Tapi, wajahmu terlihat bingung…"


"Y-ya, aku memang bingung, tapi… ini lebih ke canggung, aku tidak tahu harus bagaimana…"


Saat aku menoleh, Yuuka terlihat menggeliat canggung di balik selimutnya. Ujung selimut ia tekan ke bibir. Mata berembun. Pipi memerah. Berbeda dengan biasanya──Yuuka terlihat memancarkan pesona yang begitu menggoda.


"U-um… tolong, perlakukan aku dengan lembut, ya?"


Setelah mengatakan itu──brukk, Yuuka langsung menarik selimut menutupi kepalanya.

……….Perlakukan dengan lembut?


Itu berarti──memang begitu maksudnya, kan?


Kepalaku langsung dipenuhi bayangan aneh-aneh. Bersamaan dengan itu, mimpi burukku saat kelas tiga SMP kembali teringat.


Haruskah aku maju? Atau jangan? Aku pernah mengunci rapat-rapat hatiku dari cinta dengan gadis nyata, karena takut saling menyakiti. Aku juga pernah bersumpah hanya akan mencintai gadis dua dimensi. Tapi… aku bukan manusia yang sudah sedingin itu.


"Hya-hyauu!?"


Aku menggenggam tangan kecil Yuuka. Kelegaan hangat itu menjalar dari telapak tanganku. Suara ringkihnya yang mirip hewan mungil masuk ke telingaku, mengguncang pikiranku.…Yuuka tidak melepas genggaman itu──Yang berarti?


"…Tidak, tidak, tidak, tidak."


Aku berusaha menyingkirkan perasaan yang makin liar dengan kekuatan tekad.


Tenanglah, Yuuichi. Memang benar, dia adalah pengisi suara Yuuna-chan yang kucintai, Izumi Yuuna. Di dunia nyata, dia adalah sosok yang paling dekat dengan Yuuna-chan. Tapi tetap saja, Yuuka adalah──gadis nyata. Aku tidak boleh melangkah lebih jauh. Kalau terus begini, aku bisa saja kembali terluka, seperti saat SMP dulu. Atau, justru aku yang akan──menyakiti Yuuka.


"…Nn."


Desahan lirih penuh keraguan Yuuka menyusup ke telingaku. Rangsangan itu membuat tubuhku seolah tersengat.

──Pluk.


Ada sesuatu yang putus di dalam diriku. Mungkin aku akan menyesal lagi. Mungkin aku akan menambah catatan hitam dalam hidupku. Tapi──untuk menghentikan detak jantung yang semakin liar ini. Tidak ada jalan lain.


"Yuuka."


Aku memanggil nama tunanganku. Dengan tekad penuh──aku menyibak selimutnya dengan gerakan mantap.



…Sepertinya tanpa sadar aku memejamkan mata. Aku menaruh selimut yang kusibak itu di samping. Lalu perlahan membuka mata. Yang terlihat di hadapanku adalah──


"…………kuu."


Ia tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat nyaman. 


Menghadapi situasi yang sama sekali di luar dugaan, aku hanya bisa bingung.


"…Uhm."


"Munyuu…"


"Yuuka? Yuuka-san?"


"Funyuu…"


Ah, ini tidak ada harapan. Dia benar-benar sudah terlelap.


Ya, kalau dari tadi menutupi kepala dengan selimut, wajar saja tubuhnya jadi hangat dan kantuk menyerang.


"…Yuu-kun…"


Dalam tidurnya, Yuuka menyebut namaku, lalu tersenyum. Wajah polos itu entah kenapa membuatku merasa tenang. Seakan semua rasa gelisah yang tadi menyesakkan dada, kini terlihat konyol. Aku menepuk-nepuk ringan bahunya.


"…Fuhehe~"


Mungkin karena itu terasa nyaman, Yuuka tertawa kecil dalam tidurnya.


Sungguh, betapa tak berjaganya dia. Aku menghela napas, lalu merebahkan diri di samping Yuuka.


"…Ya. Lagipula aku ini kan, setia hanya pada dua dimensi."


Aku menegaskan hal itu kepada diriku sendiri.


Memang benar, kami sudah resmi menjadi tunangan. Tapi aku belum sepenuhnya mengenal Yuuka. Dan Yuuka pun belum sepenuhnya mengenalku. Di tengah kondisi seperti itu, tanpa kesiapan apa pun, lalu melakukan "hal semacam itu"──aku rasa itu bukan jalan yang benar.


"Terus terang, kami bahkan belum tahu apakah bisa menjalani hidup bersama dengan lancar atau tidak."


Aku bergumam pada diri sendiri. Kemudian, aku meletakkan tanganku di atas kepala Yuuka yang sedang tidur dengan nyenyak.


────Fuwah.

Rambut lembut yang menyentuh ujung jariku terasa seperti belaian halus yang menyenangkan. Tanpa sadar, aku pun terus membelai rambutnya.


"…Funyaa…"


Yuuka berbalik badan, menghadap ke arahku. Bibirnya mengerucut, lalu ia tersenyum geli seakan merasa gatal. Wajah tidur polosnya yang begitu tanpa beban──entah kenapa, rasanya mirip sekali dengan Yuuna-chan. Walau hanya sedikit saja… tapi begitu terasa.



Keesokan paginya.


Begitu terbangun, Yuuka tampak muram luar biasa, seakan dunia runtuh.


"Aku tertidur… kenapa aku buang-buang waktu sia-sia begitu…"


Ia bergumam seperti sedang melontarkan kutukan.


"Kamu kelihatan tidur nyenyak, jadi aku sebenarnya tidak masalah──"


"Kalau aku tidur nyenyak itu tidak ada gunanya! Yang harusnya merasa enak itu Yuu-kun… ahhh, dasar aku bodoh…!"


Bahkan saat aku mencoba menenangkannya, Yuuka malah bereaksi berlebihan, menyembunyikan wajahnya di balik selimut sambil meratap.


Padahal sebenarnya tidak perlu terlalu dipikirkan. Bagiku malah sebaliknya──aku lega karena tidak perlu memaksakan diri untuk membuat sebuah keputusan.

"…Hm?"


Saat itu, Yuuka tiba-tiba meremas rambutnya sendiri dengan kuat. Lalu di detik berikutnya──


"TIDAKKKKKKK!?"


Jeritan Yuuka menggema di rumah pada pagi itu.


"Jangan liatiiiiiin!!"


Dan, boff! Sebuah bantal mendarat telak di wajahku. Betapa tidak adil.


"Eeeehhh? Kenapa sih hari ini rambutku jadi acak-acakan begini!? Ughhh!!"


Seketika, rasa muramnya lenyap entah ke mana. Kini Yuuka malah panik bukan main, lalu terburu-buru berlari menuju kamar mandi.


Ah… rambut itu. Sepertinya gara-gara aku terlalu banyak mengusapnya semalam. Tapi kurasa lebih baik aku diam saja──daripada kena marah.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close