NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 3 Chapter 4

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 4

【Kejutan】

Saat Saudara Ipar Datang, Hal Mengejutkan Pun Terungkap


"Gelisaah… gelisaah…"


"Ahaha! Baru pertama kali aku lihat orang mengekspresikan rasa gelisahnya dengan kata-kata. Yuu-kun ini, imut sekali ya~"


Maaf, tapi itu justru hal terakhir yang ingin kudengar dari Yuuka. Ini jelas gara-gara kebiasaannya menular padaku, kan?


"Haa… menyedihkan sekali, serius. Hanya karena mau bertemu keluarga calon pasangan, sampai segelisah ini… bikin ilfeel."


Nayu menghela napas panjang, sambil melebarkan kedua tangannya secara dramatis.


"Ya, memang begitu, Nayu. Buat pihak laki-laki yang bertunangan, ini benar-benar momen paling bikin tegang, tahu."


"'Kau, lelaki yang hanya bisa mencintai dua dimensi, tak pantas mendapatkan putriku!' …atau yang semacam itu kan? Kalau benar-benar dibilang begitu, Kak mau apa?"


"Aku akan bilang, ‘Bukankah Kalian sendiri yang memutuskan pertunangan ini?’ …begitu saja, lah…"


Faktanya, alasan aku dan Yuuka sampai bertunangan dan tinggal serumah sekarang ini, adalah karena kedua ayah kami terlalu larut dalam semangat mereka sendiri.


『Nak, ini masa yang penting. Ayah diberi tanggung jawab posisi penting di kantor cabang luar negeri. Kalau berhasil, jalan karier ayah terbuka. Kalau gagal, ya siap-siap disingkirkan ke posisi tak berarti. 』


『Dalam keadaan itu, ayah jadi dekat dengan salah satu klien penting. Putrinya katanya tinggal sendiri di Tokyo sejak SMA. Sebagai ayah, tentu saja ada banyak kekhawatiran: keamanan, pergaulan, laki-laki nakal, dan sebagainya. 』


Hanya mengingat kata-kata ayah itu saja sudah cukup membuatku yakin beliau tidak waras. Tapi… gara-gara "ketidakwarasan" itulah aku bisa bertemu dengan Yuuka sekarang.


Kalau dipikir begitu, aku jadi sedikit berterima kasih pada ayah. Meski, sembilan puluh persen lebih dari tingkahnya tetap saja bikin geleng-geleng kepala.


"Sisa sepuluh menit lagi, sebelum Nii-san mati."


Aku yang sedang tenggelam dalam lamunan, ditusuk begitu saja oleh Nayu.


"Kamu… orang lagi berusaha menenangkan diri, kenapa malah ganggu?"


"Entahlah. Sembilan menit lagi."


Dasar bocah ini… awas saja nanti.


"Yuu-kun, tidak perlu tegang begitu, kok. Ayah dan Ibu pasti akan menyukaimu. Aku yakin sekali!"


Melihatku gelisah, Yuuka menggenggam tanganku dengan lembut. Lalu──ia menarik napas dalam-dalam.


"Yuuna akan selalu ada di sisimu! Jadi… ayo kita tersenyum bersama!"


────Suara itu. Seperti bisikan seorang malaikat.


Begitu mendengarnya, semua rasa cemas dan gelisah di dalam diriku langsung lenyap. Bagaikan tanah yang tercemar disucikan seketika. Memang benar, Yuuna-chan… penyelamat dunia.


"…Lihat kan? Ada aku, ada juga Yuuna. Jadi semuanya baik-baik saja! Karena aku adalah Watanae Yuuka, dan Izumi Yuuna. Aku tunangan Yuu-kun, sekaligus pengisi suara Yuuna yang Yuu-kun cintai. Benar, kan?"


"Terima kasih, Yuuka… aku sudah tenang sekarang."


"Sisa dua menit lagi, sih."


Nayu masih saja menyindir, tapi kali ini tidak kupedulikan. 


Musim dingin di tahun ketiga SMP. Setelah gagal dalam cinta dan menarik diri dari dunia luar, aku bertemu dengan Yuuna-chan──dan menjadi "Shinigami yang jatuh cinta", penggemar terbesarnya. Sekarang aku malah didukung oleh Yuuna-chan sendiri. Tidak mungkin aku menyerah hanya karena rasa gugup!


────Ding-dong♪


Tak lama kemudian, bel pintu berbunyi. Aku dan Yuuka berdiri, lalu berjalan ke depan pintu untuk menyambut keluarga Watanae. Nayu, entah kenapa, juga ikut-ikutan penasaran dan mengikuti di belakang. Aku menarik napas dalam-dalam. Menstabilkan pernapasan. Lalu── kubuka pintu.


"──Hei, Yuuka. Apa kabar?"


Yang berdiri di sana adalah seorang pria tampan dengan tubuh ramping. Rambut hitam agak panjang diikat satu di belakang kepala, mata biru yang mungkin hasil lensa kontak, kemeja putih dipadu dengan setelan hitam bak seorang butler, lengkap dengan dasi hitam yang dijepit dengan tiepin. Wajah dengan mata besar dan fitur yang teratur. Dari kemiripan itu… sepertinya tidak salah.


Dialah──'adiknya' Yuuka.


"…Isami? Eh? Mana Ayah dan Ibu?"


Dengan wajah bingung, Yuuka bertanya pada pemuda yang ia panggil Isami itu. Namun, dengan nada seolah itu hal sepele, ia menjawab:


"Oh, itu bohong."


"…Hah?"


"Soal Ayah dan Ibu yang akan datang ke sini… coba ingat baik-baik. Kalian tidak pernah dengar langsung dari mereka, kan? Mereka tidak pernah membicarakan hal itu sama sekali di rumah."


"…Iya, tapi?"


"Intinya, aku cuma butuh alasan untuk bisa main ke sini. Soalnya kalau tidak begitu, Yuuka… kamu pasti tidak akan mau menemuiku. Padahal aku selalu ingin bertemu denganmu."


Sambil berkata begitu, Isami mengangkat dagu Yuuka dengan jarinya, mendekatkan wajahnya.


Eh… eh, tunggu!? Meskipun mereka kakak-beradik, jarak itu jelas terlalu dekat────。


"Ja-ja…jangan main-main—!! Dasar bodoh, Isami!!"


Dug!

Tinju Yuuka menghantam keras ulu hati Isami. Dengan senyum tampan tetap terpasang, Isami membungkuk sambil menahan perutnya.


────Begitulah. Pertemuan pertamaku dengan Watanae Isami berakhir dalam situasi yang sungguh luar biasa.



Begitulah akhirnya. Kami berempat duduk di meja makan, memulai pertemuan pertama antara keluarga Sakata dan keluarga Watanae (tanpa kehadiran orang tua masing-masing).


Di sampingku, Nayu duduk dengan wajah serius—hal yang jarang terlihat. Di seberang, Yuuka tampak tidak senang—juga pemandangan yang jarang ada. Dan di samping Yuuka, duduklah Watanae Isami, tersenyum cerah.


"Senang berkenalan, Kakak Ipar. Terima kasih sudah selalu menjaga Yuuka. Namaku Watanae Isami kelas tiga SMP. Mohon bimbingannya."


Wah, auranya benar-benar berkilau…


Untuk seorang siswa SMP kelas tiga, ketenangannya, kesegarannya, dan ketampanannya sungguh luar biasa. Tipe orang yang belum pernah aku temui secara langsung—sampai-sampai aku terintimidasi.


"Ah, e-ehm… Aku Sakata Yuuichi. Kelas dua SMA… senang berkenalan juga."


"…Hiiiii."


Di sampingku, Nayu mengeluarkan suara lirih, seakan melihat 

serangga yang dibencinya.


"Apa-apaan itu, Nayu. Kau juga harus memperkenalkan diri."


"Hiiii… aku adik perempuan orang yang tidak berguna ini, Sakata Nayu. Siswi kelas dua SMP, senang berkenalan… hiii."


"Apa-apaan dengan teriakan itu? Kau bercanda, kan!?"


"Yang bercanda itu justru Nii-san. Apa-apaan perkenalan barusan? Kalau perkenalan lawan itu cahaya, punyamu itu selokan."


"Selokan!? Minimal bilanglah kegelapan!"


"Tidak, bahkan tidak sampai level itu… Nii-san kalah telak sebagai laki-laki. Yuuka-chan yang sudah terbiasa dengan adik seperti ini… kasihan sekali punya saudara seburuk itu. Sudah jelas, pertandingan berakhir."


"…Fufu. Kalian berdua akrab sekali ya, Kakak Ipar."


Melihat kami beradu argumen konyol, Isami hanya tersenyum kecut. Tapi meski hanya senyum kecut, tetap saja ketampanannya tidak pudar. Kemudian, Isami menoleh ke arah Yuuka.


"Hei, Yuuka. Supaya tidak kalah dengan kakak ipar, ayo tunjukkan juga kedekatan kita. Demi mempererat hubungan kedua keluarga."


"…Bagaimana caranya?"


Seperti kucing yang siaga, Yuuka menatap Isami dengan curiga. Isami hanya tersenyum kecil, lalu dengan tenang meletakkan tangannya di atas kepala Yuuka.


"Nih, dielus-elus. Yuuka memang selalu imut. Pintar sekali."


"……Muuu! Hentikan, waaah!!"


Sambil berteriak, Yuuka menepis tangan Isami dan menatapnya 

dengan tajam.


"Kau selalu memperlakukanku seperti ‘adik kecil’! Padahal aku lebih tua, aku ini Onee-chan, tahu!!"


"Benar, Yuuka itu Onee-chan. Iya, Onee-chan yang imut sekali."


"Muuuuu!!"


Onee-chan, fungsi bahasamu sudah menurun drastis. Tenanglah dulu.


"Seperti yang kuduga, dia memang adik kandung. Terlihat jelas terbiasa menghadapi Yuuka-chan. Dan… ya, dia tampan. Benar-benar tampan."


"Kenapa kau ulangi dua kali, Nayu?"


"Nayu-chan… itu salah!!"


Yang melawan provokasi Nayu justru Yuuka. Ia berdiri dari kursinya dengan hentakan, lalu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.


"Definisi tampan itu berbeda-beda untuk setiap orang! Orang yang dibilang super keren pun, bagi sebagian orang bisa saja biasa-biasa saja! Dan bagiku, sosok pria paling tampan yang tak tergoyahkan itu—ya, Yuu-kun!!"


Dengan gerakan berlebihan, Yuuka mengucapkan sesuatu yang benar-benar gila.


"Pertama-tama, keberadaannya saja sudah keren! Tinggi, baik hati, sampai rasanya seperti karakter dari novel mimpi! Tapi entah bagaimana, dia juga punya sisi imut!! Tidurnya saja seperti malaikat! Atau malah iblis kecil yang memesonaku…? Pokoknya! Tampan, imut, semua hal yang kusukai terkumpul pada sosok hyper tak terkalahkan 

ikemen—itulah Yuu-kun!!"


"…Bukankah itu terlalu berlebihan, Yuuka-chan?"


Nayu terdiam dengan ekspresi ngeri, tapi aku benar-benar paham perasaannya. Bahkan aku yang disebut pun berpikir, "Itu bukan Sakata Yuuichi, kan?" Sepertinya Yuuka hanya melihat versi mimpi Yuu-kun…


"Kakak Ipar… luar biasa. Bisa membuat Yuuka berkata sejauh itu."


Entah apa yang dipahaminya, Isami mengucapkan itu dengan kagum. Kemudian, ia menggenggam tanganku erat-erat sambil tersenyum cerah.


"Terima kasih sudah selalu mendukung Yuuka. Bisa melihat hubungan kalian langsung seperti ini… jujur, aku merasa sangat tenang."


"Hei! Isami, lepaskan tangannya! Itu Yuu-kun milikku!!"


Yuuka buru-buru menarik tangan Isami dariku.


Hei, kami sama-sama laki-laki, tak perlu cemburu sejauh itu.


"Ah, Kakak Ipar, maaf. Tidak enak sekali, tapi bolehkah aku meminjam handuk? Dalam perjalanan ke sini, aku cukup banyak berkeringat…"


"Oh, ya. Hari ini memang sangat panas. Di lorong, tepat di samping ruangan, ada kamar kosong. Silakan dipakai."


"Terima kasih banyak."


Setelah membungkuk sopan, Isami segera keluar dari ruang tamu. Aku menyusul ke ruang ganti untuk mengambilkan handuk.

"Yuu-kun, biar aku saja yang mengantarkannya. Tolong berikan padaku."


"Ah, tidak apa-apa. Biar aku saja yang mengantarkannya."


"Eh? Tidak, tidak! Kalau Isami keburu melepas bajunya, kan repot! Aku saja yang mengantarkan!"


"Eh? Tidak, justru kalau dia sudah melepas baju, akan lebih bermasalah kalau kamu yang masuk, Yuuka. Kalian tetap saja lawan jenis, meskipun kakak-adik dan sudah seumuran remaja."


"Eh? T-tunggu, Yuu-kun? Kau salah paham, kan!? Isami itu──"


Sementara aku berjalan ke arah kamar untuk mengantarkan handuk, Yuuka ribut di belakangku. Tapi tetap saja, tidak pantas bagi seorang kakak perempuan melihat adiknya yang laki-laki sedang berganti pakaian. Kalau aku berada di posisi Isami, jelas aku akan merasa begitu──dan karena itu. Aku mengetuk pintu kamar tempat Isami berada, lalu membukanya.


"…………Ah."


"…………Eh?"


Aku terdiam, kehilangan kata-kata karena pemandangan yang tidak bisa dipercaya. Isami sudah melepas seragam pelayannya, kancing kemeja putihnya terbuka, dan di baliknya──dadanya tertutup bra hitam. Ukurannya pun cukup besar.


"GYAAAAAAH!?"


Dengan teriakan kencang, Yuuka mendorongku keluar. Aku terdorong dengan kecepatan luar biasa, tersungkur jatuh ke lantai kamar.


"Apa ribut-ributnya sih, Nii-san… Hah? Kenapa kau pakai bra!? Gila, kan!?"


Nayu, yang rupanya datang karena mendengar keributan, bereaksi sama denganku. Masih menelungkup di lantai, aku memberanikan diri bertanya pada Yuuka.


"Yuuka, maaf. Tapi… boleh aku pastikan satu hal? Isami-kun… dia itu adik laki-laki-mu, kan?"


"Adik laki-laki? Maksudmu yang sering kubilang di radio internet itu? Itu sih… ehehe, itu kan Yuu-kun. Sementara Isami itu adik perempuan-ku!"


"Ahaha, jadi Kakak Ipar juga menyangka aku laki-laki, ya? Maaf… sebenarnya aku seorang cosplayer spesialis cross-dressing. Jadi saat di luar, aku memang selalu tampil begini. Kupikir Yuuka sudah menjelaskannya…"


"…Belum kuceritakan, ya?"


Belum sama sekali. Sungguh.


"Sungguh, itulah kenapa aku bilang, sisi cerobohmu itu yang membuatmu terlihat seperti ‘adik kecil’, Yuuka."


"Muuuh… soal itu, maaf yaa. Tapi tetap saja, perlakukan aku sebagai kakak!"


Mendengar percakapan keduanya, aku perlahan mengangkat wajah dari lantai. Lalu──Isami, tanpa berusaha menutup dadanya sama sekali, membungkuk ke arahku dengan senyum yang begitu menggoda, 

sambil menonjolkan belahan dadanya.


"GYAAAA!? Apa yang kau lakukan, Isami!!"

Yuuka berteriak panik sambil menutup mataku dengan kedua tangannya. 


Sakit, sakit!? Jangan ditekan terlalu keras, mataku bisa rusak!?


Dalam situasi kacau itu…Watanae Isami tersenyum kecil "fufu", lalu dengan nada suara tenang berkata:


"Jadi begitulah… sekali lagi, senang berkenalan denganmu, Kakak Ipar. Aku adalah ‘adik perempuan’ Yuuka──Watanae Isami."


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close